BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian kinerja dan penilaian kinerja dalam organisasi sektor publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian kinerja dan penilaian kinerja dalam organisasi sektor publik"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian kinerja dan penilaian kinerja dalam organisasi sektor publik Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja dapat diketahui jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, serta hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Mahsun, 2006:157). Menurut Larry D. Stout dalam Bastian (2001:329), pengukuran atau penilaian kinerja merupakan proses pencatatan dan pengukuran pencapaian pelaksanaan kinerja dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang 11

2 ditampilkan berupa produk jasa ataupun suatu proses. Maksudnya bahwa setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah organisasi dimasa yang akan datang yang dinyatakan dalam visi dan misi organisasi. Produk dan jasa yang dihasilkan diukur berdasarkan kontribusinya terhadap pencapaian visi dan misi organisasi. Adapun tujuan dan manfaat penilaian kinerja antara lain sebagai berikut ini. 1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk mencapai prestasi. 2) Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati. 3) Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan membandingkan skema kerja dan pelaksanaan. 4) Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran prestasi yang disepakati. 5) Menjadikan alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki prestasi organisasi. 6) Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi. 7) Membantu proses kegiatan instansi pemerintah. 8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. 9) Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. 10) Mengungkap permasalahan yang terjadi. 12

3 2.1.2 Pengukuran kinerja dalam organisasi sektor publik Pengukuran kinerja dalam organisasi sektor publik sangat penting dilakukan untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer publik dalam menghasilkan pelayanan yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan hanya kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Masyarakat tentunya tidak mau apabila terus menerus ditarik pungutan, sementara pelayanan yang diterima oleh masyarakat tidak ada peningkatan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Menurut Mardiasmo (2002a:121) sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu: 1) untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik, 2) untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, 3) untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Secara umum tujuan sistem pengukuran kinerja sebagai berikut. 1) Untuk mengkomunikasikan strategi secara baik. 2) Untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. 13

4 3) Untuk mengakomodasikan pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk pencapaian goal congruence. 4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasaan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. Pengukuran kinerja dalam organisasi sektor publik akan memberikan manfaat bagi organisasi sektor publik, adapun manfaat yang diberikan sebagai berikut. 1) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. 2) Memberikan pengarahan untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan. 3) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkan dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja. 4) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. 5) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi. 6) Membantu mengidentifikasikan kepuasan pelanggan yang telah terpenuhi. 7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. 8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. 14

5 2.1.3 Pengertian dan ruang lingkup akuntansi sektor publik Akuntansi sektor publik memiliki peranan yang vital dan menjadi subjek untuk didiskusikan baik oleh kalangan akademisi maupun praktisi sektor publik (Mardiasmo, 2002a:1). Menurut Bastian (2001:6) pengertian akuntansi sektor publik adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat dari lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan yayasan-yayasan sosial maupun proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Menurut Halim (2007:252) yang dimaksud dengan akuntansi sektor publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka menyediakan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari intensitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dan pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan. Pengertian akuntansi sektor publik tidak terlepas dari pengertian akuntansi secara umum. Akuntansi didefinisikan sebagai aktivitas pemberian jasa (service activity) untuk menyediakan informasi keuangan kepada pengguna (user) dalam rangka pengambilan keputusan. Untuk aktivitas tersebut dilakukan proses pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan yang timbul dari kegiatan suatu organisasi untuk menghasilkan informasi keuangan berupa posisi keuangan pada waktu tertentu, hasil kegiatan untuk periode yang berakhir pada waktu tertentu, disertai dengan suatu penafsiran atas informasi keuangan tersebut. 15

6 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut. Jadi, secara umum pengertian akuntansi sektor publik tidak jauh berbeda dengan akuntansi bisnis, perbedaannya hanya terletak pada jenis transaksi yang dicatat dan penggunaannya. Jenis transaksi yang dicatat dalam akuntansi sektor publik adalah transaksi keuangan pemerintah, sebagian akan memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan akuntansi bisnis Pengertian audit Pengertian auditing menurut A Statement of Basic Auditing Concepts (ASOBAC) dalam Halim (2003:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuain antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 (tujuh) elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit yakni: 1) Proses yang sistematis. Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur, dan terorganisir. 16

7 2) Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif. Hal ini berarti bahwa proses sistematik yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. 3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi. Asersi merupakan suatu pernyataan atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut. 4) Menentukan tingkat kesesuaian. Hal ini berarti menghimpun dan mengevaluasi asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. 5) Kriteria yang ditentukan Merupakan standar-standar pengukuran untuk mempertimbangkan (judgment) asersi-asersi representasi. 6) Menyampaikan hasil-hasilnya. Hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengidentifikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi dan kriteria yang telah ditetapkan. 7) Para pemakai yang berkepentingan. Merupakan para pengambil keputusan memperlemah kredibilitas representasi atau pernyataan yang dibuat. Menurut Agoes (2004:3) pengertian audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan 17

8 pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut Jusup (2001:11) auditing adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi, tindakan-tindakan, dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif, sistematis, dan terdokumentasi dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berwenang Karakteristik audit sektor publik Menurut Bastian (2001:299) karakteristik kualitatif audit sektor publik adalah sama dengan karakteristik kualitatif akuntansi sektor publik karena audit sektor publik merupakan bagian dari akuntansi sektor publik. Secara rinci karakter tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini. 1) Relevan pada kebutuhan pemakai. Informasi yang relevan adalah informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan proses akuntabilitas publik. Akibat dari proses audit hanya 18

9 ditujukan untuk memastikan apakah semua informasi yang relevan dapat diolah dari laporan keuangan yang ada. 2) Dipahami, jelas, dan akurat. Pemakai laporan keuangan sektor publik seharusnya memahami informasi yang disajikan. Penyajian yang sederhana, jelas, dan ringkas membantu pemahaman pemakai laporan keuangan. 3) Disajikan menurut perioditas. Perioditas laporan keuangan sangat diperlukan untuk membatasi rentang data yang diteliti. Pembatasan ini sangat dibutuhkan untuk memfokuskan audit laporan keuangan pada periode satu tahun. 4) Konsisten dan Komparabilitas. Informasi yang relevan akan menjamin daya banding pelaporan keuangan sektor publik. Audit akan meneliti konsistensi pelaporan dan dasar standar penyusunan pelaporan keuangan sebagai patokan komparabilitas. 5) Materialitas. Proses audit hanya ditujukan pada transaksi yang secara materialitas mempengaruhi penilaian terhadap laporan keuangan tersebut. Penentuan batas mempengaruhi perencanaan audit terutama dalam menentukan sampling. 19

10 2.1.6 Prosedur audit kinerja Menurut Mardiasmo (2002a:186) ada dua prosedur utama untuk melaksanakan praktik kegiatan auditing terhadap suatu kinerja organisasi yang dilakukan secara komprehensif, yaitu: 1) Management and Technical Review Telaah fungsi manajemen secara umum mengenai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, dan metode/teknik khusus yang digunakan oleh entitas untuk menentukan apakah: (1) Rencana yang matang telah dikembangkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. (2) Terdapat struktur yang memadai tentang wewenang dan tanggung jawab manajemen. (3) Menajemen telah secara jelas dikomunikasikan ekspentasinya kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas operasi. (4) Pelaksanaan diawasi dan dievalusi secara regular dengan menggunakan kriteria yang memadai sehingga varian dari rencana dapat dideteksi dan dikoreksi tepat pada waktunya. 2) Special Studies Telaah yang telah diarahkan untuk mencapai kesesuaian terhadpat spesifikasi tertentu sesuai dengan permintaan. Sebagai contoh, special studies audit dilaksanakan untuk: (1) Penelitian mengenai dugaan terjadinya kesalahan atau kecurangan. 20

11 (2) Menilai kecukupan pengendalian internal dalam sistem informasi manajemen atau sistem akuntansi yang ditetapkan. (3) Konsultasi dengan manajemen berkaitan dengan masalah keuangan khusus atau berkaitan dengan masalah kinerja. (4) Mengevaluasi penggunaan dana untuk kegiatan investasi yang mungkin berpengaruh terhadap operasi organisasi dimasa mendatang Proses audit kinerja Proses mengetahui audit kinerja, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai struktur audit kinerja, tahapan audit kinerja, dan kriteria atau indikator yang menjadi tolak ukur audit kinerja. Menurut Mardiasmo (2002a:197) pada dasarnya struktur audit baik audit keuangan, audit kepatuhan, audit manajemen, audit program, dan audit jenis lainnya secara umum adalah sama. Hal yang membedakan antara satu macam audit dengan audit yang lainnya terletak pada tugas-tugas spesifik pada masing-masing audit yang menggambarkan kebutuhan dari masing-masing audit. Struktur audit kinerja terdiri dari tahap pengenalan dan perencanaan, tahap pengauditan, tahap pelaporan, dan tahap penindaklanjutan. Pada akhirnya proses audit kinerja akan menghasilkan serangkaian rekomendasi untuk perbaikan kinerja suatu organisasi. Rekomendasi-rekomendasi tersebut harus segera diimplementasikan oleh pihak-pihak yang berwenang dalam mengimplementasikan rekomendasi, auditor hanya berperan sebagai pendukung, hal ini penting untuk tanggung jawab unit kerja, eksekutif, dan legislatif. 21

12 2.1.8 Tahapan audit kinerja Tahapan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen yaitu: 1) Telaah hasil-hasil program (program results review) 2) Telaah ekonomi dan efisiensi (economy and efficiency review) 3) Telaah kepatuhan (compliance review) Tahapan-tahapan dalam audit kinerja disusun untuk membantu auditor dalam mencapai tujuan audit kinerja. Review hasil-hasil program akan membantu auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar (doing the right things). Review ekonomis dan efisiensi akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar tadi secara ekonomis dan efisien. Review kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu. Dalam menjalankan elemen-elemen tersebut auditor juga harus mempertimbangkan masalah biaya (cost). Atas dasar pertimbangan tersebut, disarankan agar elemen-elemen tersebut dijalankan secara terpisah-pisah (sendiri-sendiri). Secara lebih rinci, komponen audit terdiri dari: 1) Identifikasi Lingkungan Manajemen 2) Perencanaan dan Tujuan 3) Struktur Organisasi 4) Kebijakan dan Praktik 22

13 5) Sistem dan Posedur 6) Pengendalian dan Metode Pengendalian 7) Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Fisik 8) Praktik Pengelolaan Staf 9) Analisis Fiskal 10) Area Khusus Investigasi Pengertian value for money Menurut Mardiasmo (2002b:218), value for money audit atau audit kinerja adalah pengauditan yang dilakukan untuk memeriksa tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan suatu program atau kegiatan dan unit kerja tertentu. Jadi, value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: 1) Ekonomi Ekonomi merupakan pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. 2) Efisiensi Efisiensi merupakan pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. 23

14 Efesiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. 3) Efektivitas Efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output. Manfaat yang diperoleh dari pengimplementasian value for money pada organisasi sektor publik antara lain: 1) Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran. 2) Meningkatkan mutu pelayanan publik. 3) Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunaan input. 4) Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik, dan 5) Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik Karakteristik value for money Menurut Mardiasmo (2002a:179) audit kinerja yang meliputi audit ekonomi, efisien, dan efektivitas pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Definisi audit kinerja 24

15 adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut. Hal yang membedakan value for money audit dengan konvensional audit adalah dalam hal laporan audit. Dalam audit yang konvensional, hasil audit adalah berupa pendapat (opini) auditor secara independen dan obyektif tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan kriteria standar yang ditetapkan, tanpa pemberian rekomendasi perbaikan. Sedangkan value for money audit tidak sekedar menyampaikan kesimpulan berdasarkan tahapan audit yang telah dilaksanakan, akan tetapi juga dilengkapi dengan rekomendasi untuk perbaikan di masa mendatang Audit ekonomi dan efisien Menurut Mardiasmo (2002a:180) ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input). Karena output dan biaya diukur dalam unit berbeda, maka efisiensi dapat terwujud ketika dengan sumber daya yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau output tertentu dapat dicapai dengan sumber daya yang sekecilkecilnya. Untuk dapat mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output 25

16 yang telah dicapai maka pada periode yang bersangkutan dapat dilakukan dengan menetapkan: 1) Standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) Kinerja tahun-tahun sebelumnya. 3) Unit lain pada organisasi yang sama atau pada organisasi yang berbeda. Mardiasmo (2002b:218) mengemukakan audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan hal-hal berikut ini: 1) Apakah suatu entitas telah memperoleh, melindungi, dan menggunakan sumber dayanya secara hemat dan efisien. 2) Penyebab ketidakhematan dan ketidakefisienan. 3) Entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi. Mardiasmo (2002a:4) berpendapat bahwa teknis analisis yang digunakan untuk mengukur ekonomi adalah perbandingan antara input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Input merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas. Input dapat dinyatakan secara kuantitatif dan dapat pula dinyatakan dalam nilai uang. Input adalah sumberdaya yang dipergunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan, misalnya jumlah dana dalam Mahsun (2006:32). Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat menghindari pengeluaran yang tidak produktif. Rasio ekonomi dihitung dengan rumus berikut ini: Input Rasio Ekonomi = Input Value...(1) (Sumber: Mardiasmo, 2002a:4) 26

17 Mahsun (2006:179) berpendapat bahwa ekonomi berarti cara menggunakan sesuatu hal secara hati-hati dan bijak, agar diperoleh hasil yang baik. Rasio ekonomi adalah mengukur tingkat kehematan dari pengeluaranpengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik, dimana pengukuran tersebut memerlukan data-data anggaran pengeluaran dan realisasinya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No Tahun 1996 tentang Pedoman Penelitian dan Kinerja Keuangan, kriteria ekonomi ditentukan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Kriteria Ekonomi Penilaian Kinerja Keuangan Rasio Ekonomi Kriteria >100 % >90% - 100% >80% - 90% >60% - 80% 60% Sangat Ekonomis Ekonomis Cukup ekonomis Kurang Ekonomis Tidak Ekonomis Sumber : Depdagri, Kepmendagri No , 1996 Menurut Halim (2007:234) audit efisiensi dinyatakan dalam formulasi rasio efisiensi yaitu rasio yang menggambarkan perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Rasio Efisiensi = Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD x 100%...(2) Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Sumber: Abdul Halim, 2007:234) Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No Tahun 27

18 1996 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, kriteria efisiensi ditentukan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Kriteria Efisiensi Penilaian Kinerja Keuangan Rasio Efisiensi Kriteria >100 % Tidak Efisien >90% - 100% Kurang Efisien >80% - 90% Cukup Efisien >60% - 80% Efisien 60% Sangat Efisien Sumber : Depdagri, Kepmendagri No , 1996 Secara lebih spesifik, The General Accounting Office Standards (1994) dalam Mardiasmo (2002a:181) menegaskan bahwa audit ekonomi dan efisien dilakukan dengan mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit telah: 1) Mengikuti pelaksanaan pengadaan yang sehat. 2) Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah ) sesuai dengan kebutuhan pada biaya terendah. 3) Melindungi dan memelihara semua sumber daya yang ada secara memadai. 4) Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau kurang jelas tujuannya. 5) Menghindari adanya pengangguran sumber daya atau jumlah pegawai yang berlebihan. 6) Menggunakan prosedur kerja yang efisien. 7) Menggunakan sumberdaya (staf, peralatan, dan fasilitas) yang minimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang tepat. 28

19 8) Mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya negara. 9) Melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan efisiensi Audit efektivitas Menurut Audit Commission (1986) dalam Mardiasmo (2002a:182) efektivitas berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan pihak yang berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya. Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang, efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan atau fungsi instansi yang bersangkutan, apakah entitas yang diaudit telah menaati peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatan (Mardiasmo, 2002b:218). Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit program adalah untuk: 1) Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan, apakah sudah memadai dan tepat. 2) Menentukan tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan. 3) Menilai efektivitas program dan atau unsure-unsur program secara terpisah/sendiri-sendiri. 29

20 4) Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan. 5) Menentukan apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk melaksanakan program yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dengan biaya yang rendah. 6) Menentukan apakah program tersebut telah melengkapi, tumpang-tindih atau bertentangan dengan program lain yang terkait. 7) Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik. 8) Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program tersebut. 9) Menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau tingkat efektivitas program. 10) Menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program. Teknik analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas adalah rasio efektivitas. Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasi pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2007:324). Rasio Efektivitas= Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah x 100 %...(3) Target Penerimaan PAD Berdasarkan Potensi (Sumber: Abdul Halim, 2007:234) Riil Daerah 30

21 Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No Tahun 1996 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, kriteria efektivitas ditentukan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Kriteria Efektivitas Penilaian Kinerja Keuangan Rasio Efektivitas Kriteria >100 % Sangat Efektif >90% - 100% Efektif >80% - 90% Cukup Efektif >60% - 80% Kurang Efektif 60% Tidak Efektif Sumber: Depdagri, Kepmendagri No , Kategori kegiatan value for money audit Menurut Mardiasmo (2002a:184) value for money audit secara umum mempunyai tiga kategori kegiatan, yaitu: 1) By-product Value For Money work Pekerjaan value for money audit yang merupakan tujuan sekunder disamping pekerjaan-pekerjaan utama yang lebih penting, biasanya pekerjaan ini kurang terstruktur dibandingkan dengan kegiatan/tugas yang lainnya. Tipe pekerjaan ini biasanya berupaya untuk mencari penghematan-penghematan dengan jalan melakukan sedikit perubahan dalam praktik kerja. Perubahan yang dilakukan mungkin hanya sebagian kecil, tapi seringkali memiliki manfaat yang substansial. 31

22 2) An Arrangement Review Pekerjaan value for money audit yang dilakukan untuk menjamin/memastikan bahwa klien telah melakukan tugas administrasi yang diperlukan untuk mencapai value for money. Dalam organisasi yang memberikan jasa yang kompleks, operasi yang ekonomis, efisien, dan efektif hanya dapat dilakukan jika terdapat serangkaian peraturan formal untuk mengontrol penggunaan sumber daya. Auditor dapat mengecek dan menilai keberadaan peraturan formal semacam ini. Arrangement Review akan memberikan gambaran bagi auditor untuk me-review kinerja dan me-review jasa-jasa tertentu/khusus. 3) Performance Review Pekerjaan yang dilakukan untuk menilai secara obyektif value for money yang telah dicapai oleh klien dan membandingkannya dengan kriteria (pembanding) yang valid. Penilaian terhadap kinerja klien dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kinerja masa lalu, target yang telah ditetapkan sebelumnya atau kinerja organisasi sejenis lainnya Pengukuran value for money Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik adalah ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Transparansi dan akuntabilitas publik merupakan tujuan yang dikehendaki masyarakat mencakup pertanggungjawaban pelaksanaan value for money, yaitu: ekonomis (hemat cermat) dalam mengadakan sumber dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam menggunakan 32

23 sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran. Dalam menilai kinerja organisasi dapat dilakukan secara obyektif, maka diperlukan indikator kinerja yang ideal yang harus terkait dengan efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Sementara itu kualitas terkait kesesuaian dengan maksud dan tujuan, konsistensi dan kepuasan publik. Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat dikaitkan dengan rendahnya complaint (protes) dari masyarakat Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain PAD yang disahkan. Menurut Halim (2001:112) upaya meningkatkan kemampuan pemerintah daerah, khususnya penerimaan dari pendapatan asli daerah harus diarahkan pada usaha-usaha yang terus menerus berkelanjutan agar pendapatan asli daerah ditempuh melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. 33

24 Intensifikasi pendapatan asli daerah adalah suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat dan ketat. Ekstensifikasi adalah usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah yang luas Pengertian retribusi daerah Menurut Suandy (2008:239) retribusi daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah. Menurut Halim (2007:97) retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah yang meliputi: 1) Retribusi pelayanan kesehatan. 2) Retribusi pemakaian kekayaan daerah. 3) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan. 4) Retribusi penjualan produksi usaha daerah. 5) Retribusi izin trayek kendaraan penumpang. 6) Retribusi air. 7) Retribusi jembatan timbang. 8) Retribusi kelebihan muatan. 9) Retribusi perizinan pelayanan dan pengendalian. Retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan obyeknya. Obyek retribusi berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Jasa pelayanan tersebut diantaranya: retribusi 34

25 yang dikenakan pada jasa umum, jasa usaha, dan pada perizinan tertentu (Suparmoko, 2001:85). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan pribadi atau badan yang meliputi: 1) Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi ini meliputi: (1) Retribusi pelayanan kesehatan. (2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. (3) Retribusi biaya cetak KTP dan akte catatan sipil. (4) Pelayanan parkir di tepi jalan umum. (5) Retribusi pelayanan pasar. (6) Retribusi pengujian kendaraan bermotor. Subjek retribusi ini adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati jasa umum yang bersangkutan. 2) Retribusi Jasa Usaha 35

26 Retribusi jasa usaha adalah retribusi atau jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip prinsip komersial. Jenis retribusi ini meliputi: 1) Retribusi kekayaan daerah. 2) Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan. 3) Retribusi tempat pelelangan. 4) Retribusi tempat khusus parkir. 5) Retribusi penginapan/pesanggrahan/villa. 6) Retribusi penyedotan kakus. 7) Retribusi rumah potong hewan. 8) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga. 9) Retribusi penjualan produksi usaha daerah. Subjek dari retribusi ini adalah orang pribadi, atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. 3) Retribusi Perizinan tertentu Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi ini meliputi: 36

27 1) Retribusi izin mendirikan bangunan. 2) Retribusi izin tempat penjualan minimum beralkohol. 3) Retribusi izin gangguan. 4) Retribusi izin trayek Pengertian pajak daerah Davey (1988:39), perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut. 1) Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri. 2) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah. 3) Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah. 4) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani beban pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah daerah. Menurut Kaho (2001:129), yang dimaksud pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundangundangan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. Menurut Davey (1988:28), pemerintah regional dapat memperoleh pendapatan dari perpajakan dengan tiga cara, pertama adalah pembagian hasil pajak-pajak yang dikenakan dan dipungut oleh Pemerintah Pusat. Kedua, Pemerintah Regional dapat memungut tambahan pajak atau opsen, surcharge di 37

28 atas suatu pajak yang dipungut dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat. Sumber ketiga dari pendapatan pajak adalah pungutan pungutan yang dikumpulkan dan ditahan oleh pemerintah regional sendiri. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Sepitri (2006) yang membahas kinerja Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Gianyar tahun Variabel dari penelitian ini adalah ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Hasil dari penelitian ini adalah dilihat dari variable ekonomi pada tahun 2001 penerimaan pajak daerah Kabupaten Gianyar sebesar 90,86 persen, tahun 2004 sebesar 93,24 persen, dan pada tahun 2005 sebesar 94,71 persen ini menunjukkan bahwa penerimaan pajak daerah di Kabupaten Gianyar tidak ekonomis sedangkan pada tahun 2002 penerimaan pajak sebesar 152,09 persen, dan tahun 2003 sebesar 106,66 persen mencapai tingkat ekonomis. Dilihat dari variabel efisiensi penerimaan pajak daerah pada Kabupaten Gianyar selama 5 tahun ( ) dinilai sangat efisien. Sedangkan dilihat dari variabel efektivitas pada tahun 2001 sebesar 110,57 persen, tahun 2004 sebesar 110,28 persen, dan tahun 2005 sebesar 100,28 persen penerimaan pajak di Kabupaten Gianyar dinilai sangat efektif, sedangkan pada tahun 2003 sebesar 92,12 persen penerimaan pajak Kabupaten Gianyar dinilai efektif, namun pada tahun 2002 (64,80%) penerimaan di sektor ini kurang efektif. Penelitian lain dilakukan oleh Martini (2007) yang meneliti tentang Evaluasi Kinerja Program Studi Megister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana 38

29 Universitas Udayana Berdasarkan Konsep Value For Money Tahun Anggaran Hasil analisis mengenai Kinerja Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana dilihat dari variabel ekonomis dimana dari tahun 2004 sampai tahun 2006 kinerja Program Studi ini dinilai tidak ekonomis karena rasio ini berada kurang dari 100 persen. Untuk variabel efisiensi dari tahun kinerja Program Studi ini dinilai efisien karena nilai rasio ini berada kurang dari 100 persen, sedangkan untuk variabel efektivitas dinilai efektif karena nilai rasio ini lebih dari 100 persen. Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh Dewi (2007) yang berjudul Penilaian Kinerja Keuangan Berdasarkan Value For Money untuk Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah pada Dinas Pendapatan Kota Denpasar Tahun Anggaran , yang membahas tentang penilaian kinerja Dispenda Kota Denpasar ditinjau dari sudut audit ekonomi, efesiensi, dan efektivitas untuk penerimaan pajak dan retribusi daerah tahun anggaran Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jika ditinjau dari sudut ekonomi untuk penerimaan pajak daerah Kota Denpasar tahun anggaran adalah sangat ekonomis, yaitu rata-rata sebesar 104,35 persen, sedangkan untuk penerimaan retribusi daerah juga sangat ekonomis yaitu sebesar 105,40 persen. Jika ditinjau dari sudut efisiensi untuk penerimaan pajak daerah yaitu sebesar 4,99 persen dan untuk penerimaan retribusi daerah sebesar 4,99 persen, yang artinya pengelolaan keuangan daerah pemerintah Kota Denpasar sangat efisien, karena rasionya berada pada interval kurang dari 60 persen. Jika ditinjau dari sudut efektivitas pendapatan Kota Denpasar tahun anggaran untuk penerimaan pajak 39

30 daerah adalah rata-rata 104,34 persen dan untuk penerimaan retribusi daerah adalah rata-rata sebesar 105,41 persen. Hal ini berarti pemerintah Kota Denpasar telah efektif dalam usaha merealisasikan anggaran yang direncanakan atau telah berhasil guna dalam pencapaian target. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1) Obyek Penelitian, dimana penelitian sebelumnya menggunakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian kali ini menggunakan Pendapatan Asli Daerah sebagai objek penelitian. 2) Lokasi penelitian yang terdapat di tiga tempat yakni: Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1) Menggunakan variabel yang sama yakni ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Adapun ringkasan hasil penelitian sebelumnya pada Tabel 2.4 berikut ini. Tabel 2.4 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya No Nama Peneliti 1. Sepitri (2006) Lokasi Penelitian Kabupaten Gianyar Variabel Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas. Teknis Analisis Rasio ekonomi, Rasio efisiensi, Rasio efektivitas. Hasil Penelitian Variable ekonomi pada tahun 2001, 2004, dan 2005 penerimaan pajak di Kabupaten Gianyar tidak ekonomis sedangkan pada tahun 2002 dan 2003 di kabupaten ini ekonomis. Dilihat dari variabel efisiensi penerimaan pajak daerah pada Kabupaten Gianyar selama 5 tahun ( ) dinilai sangat efisien. Sedangkan dilihat dari variabel efektivitas pada tahun 2001, 2004, dan 2005 penerimaan pajak di Kabupaten 40

31 2. Martini (2007) Program Pascasarjana Universitas Udayana Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas. Rasio ekonomi, Rasio efisiensi, Rasio efektivitas. Gianyar dinilai sangat efektif, sedangkan pada tahun 2003 penerimaan pajak Kabupaten Gianyar dinilai efektif, namun pada tahun 2002 penerimaan di sektor ini kurang efektif. Di lihat dari variabel ekonomi dimana dari tahun 2004 sampai tahun 2006 kinerja Program Studi ini dinilai tidak ekonomis karena rasio ini berada kurang dari 100 persen. Untuk variabel efisiensi dari tahun kinerja Program Studi ini dinilai efisien karena nilai rasio ini berada kurang dari 100 persen, sedangkan untuk variabel efektivitas dinilai efektif karena nilai rasio ini lebih dari 100 persen. 3 Dewi (2007) Kota Denpasar Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas. Rasio ekonomi, Rasio efisiensi, Rasio efektivitas. Dari sudut ekonomi untuk penerimaan pajak daerah Kota Denpasar tahun anggaran adalah sangat ekonomis, yaitu rata-rata sebesar 104,35 persen, sedangkan untuk penerimaan retribusi daerah juga sangat ekonomis yaitu sebesar 105,40 persen. Jika ditinjau dari sudut efisiensi untuk penerimaan pajak daerah yaitu sebesar 4,99 persen dan untuk penerimaan retribusi daerah sebesar 4,99 persen, yang artinya pengelolaan keuangan daerah pemerintah Kota Denpasar sangat efisien, karena rasionya berada pada interval kurang dari 60 persen. Jika ditinjau dari sudut efektivitas pendapatan Kota Denpasar tahun anggaran untuk penerimaan pajak daerah adalah rata-rata 104,34 persen dan untuk penerimaan retribusi daerah adalah rata-rata 41

32 42 sebesar 105,41 persen. Hal ini berarti pemerintah Kota Denpasar telah efektif dalam usaha merealisasikan anggaran yang direncanakan atau telah berhasil guna dalam pencapaian target.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kinerja Dalam Organisasi Sektor Publik Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Dalam Sektor Publik Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Indra Bastian (2001:329) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Indra Bastian (2001:329) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kinerja dalam Sektor Publik Indra Bastian (2001:329) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK 1 Audit Proses sistematik dan objektif dari penyediaan dan evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi utuk memastikan derajat

Lebih terperinci

Pengertian audit kinerja adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif tentang asersi atas tindakan dan

Pengertian audit kinerja adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif tentang asersi atas tindakan dan Pengertian audit kinerja adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif tentang asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi, kesesuaiannya dengan standar yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Daerah Pajak daerah merupakan salah satu bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan

Lebih terperinci

VALUE FOR MONEY AUDIT DAN PROSES AUDIT KINERJA

VALUE FOR MONEY AUDIT DAN PROSES AUDIT KINERJA VALUE FOR MONEY AUDIT DAN PROSES AUDIT KINERJA A. PENDAHULUAN Untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh lembaga-lembaga pemerintah maka diperlukan perluasan sistem pemeriksaan, tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Review Penelitian Terdahulu Herawati (2012) meneliti tentang kinerja pada Stasiun Kereta Api Surabaya Kota. Alat analisis yang digunakan adalah analisis value for money. Herawati

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010- BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan Anggaran Belanja yang tercantum dalam APBD Kabupaten Manggarai tahun anggaran 20102014 termasuk kategori

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Definisi Akuntansi Sektor Publik menurut Bastian (2006:15) adalah sebagai berikut : Akuntansi Sektor Publik adalah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anggaran Pendapatan 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : Anggaran Publik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Organisasi Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:2), sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Berbasis Kinerja Menurut Sony Yuwono, dkk (2005 :34) mendefinisikan Anggaran Kinerja sebagai berikut: Anggaran Kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain yang diatur dengan BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Organisasi Sektor Publik Menurut Mahsun (2006:14) organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Reviu Penelitian Terdahulu Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis Value For Money Atas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tabanan penelitian

Lebih terperinci

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 5 soal Bobot 20% 1. Pengukuran kinerja value for money 2. Akuntansi yayasan (lap keuangan) psak 45 3. Teknik pencatatan akuntansi (kas, akrual, komitmen) 4. Perbedaan pp 71 sama 24 5. Audit kinerja 6.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif yaitu pengumpulan data yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka-angka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Akuntansi Pemerintahan Bastian (2001:6) mengemukakan bahwa akuntansi pemerintahan adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja adalah pretasi kerja atau pencapaian yang diterima sebuah perusahaan dalam menjalankan program/

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Proses penelitian apapun bentuknya, secara ilmiah adalah untuk dapat memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena proses penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Organisasi Sektor Publik Dalam era sekarang ini, keberadaan organisasi sektor publik dapat dilihat di sekitar kita. Institusi pemerintahan, organisasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Proses penelitian apa pun bentuknya, secara ilmiah adalah untuk dapat memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan, karena proses penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN Pengertian Auditing dan jenis-jenis Audit. Mulyadi, (2002:9) menyatakan bahwa auditing adalah:

BAB II BAHAN RUJUKAN Pengertian Auditing dan jenis-jenis Audit. Mulyadi, (2002:9) menyatakan bahwa auditing adalah: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing dan jenis-jenis Audit Perkembangan jasa audit sejalan dengan berkembangnya kebutuhan, baik bagi pihak manajemen maupun pihak luar manajemen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada 11 BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK 2.1. SEKTOR PUBLIK 2.1.1. Organisasi Sektor Publik Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengendalian intern dimana bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Kinerja Keuangan Kinerja (performance) menurut Amin widjaja Tunggal (2010:521) diartikan sebagai dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan setiap masyarakat agar terciptanya tata pemerintahan yang baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus berusaha memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai tujuan pokok. Pencapaian tujuan dalam suatu program kerja tidak saja bergantung pada konsep-konsep

Lebih terperinci

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VIII. No. 1 Tahun 2009 Hal VALUE FOR MONEY AUDIT UNTUK MENILAI KINERJA LEMBAGA SEKTOR PUBLIK

JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VIII. No. 1 Tahun 2009 Hal VALUE FOR MONEY AUDIT UNTUK MENILAI KINERJA LEMBAGA SEKTOR PUBLIK JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI INDONESIA Vol. VIII. No. 1 Tahun 2009 Hal 18-22 VALUE FOR MONEY AUDIT UNTUK MENILAI KINERJA LEMBAGA SEKTOR PUBLIK Oleh M Djazari 1 Abstrak Kinerja merupakan gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial 43 BAB IV LANDASAN TEORI 4.1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Daerah memiliki peranan yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 15 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola pemerintah semakin besar jumlahnya. Semakin besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan agenda baru dalam pemerintahan Indonesia terhitung mulai tahun 2001. Manfaat ekonomi diterapkannya otonomi daerah adalah pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang- BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian akuntansi Berikut disebutkan beberapa definisi tentang akuntansi, menurut Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BERDASARKAN VALUE FOR MONEY AUDIT ATAS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TAHUN

ANALISIS KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BERDASARKAN VALUE FOR MONEY AUDIT ATAS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TAHUN ANALISIS KINERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BERDASARKAN VALUE FOR MONEY AUDIT ATAS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TAHUN 2007-2011 I Desak Made Ita Purnamasari, I Wayan Suwendra, Wayan Cipta

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan negara Indonesia adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur, terjamin kesejahteraan, melindungi kehidupan bangsa, serta mampu mencakup kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Sektor Publik 2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teroretis 2.1.1 Organisasi sektor publik Organisasi sering dipahami sebagai kelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pemerintah Kota Bengkulu 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Otonomi daerah yang merupakan bagian dari reformasi kehidupan bangsa oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi dari setiap pengertian mempunyai tujuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR AUDIT DAN REVIU ATAS LAPORAN KEUANGAN BAGI APARAT PENGAWAS INTERN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia tentu membutuhkan sistem pemerintahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas ) penyelenggaraan

Lebih terperinci

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008

AKMENIKA UPY, Volume 2, 2008 KONTRIBUSI PENDAPATAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANTUL (Periode 1996/1997 2005) Abstrak Supardi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1). kontribusi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Masyarakat (IKM) yang berdampak pada pendapatan, pendapatan kas akan naik apabila pelayanan yang diberikan oleh staff atau para pegawai di Kantor Bersama Samsat sangat ramah maka masyarakat akan merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang beragam

Lebih terperinci

Value For Money. Arif Kurniawan Wahono ( ) Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya

Value For Money. Arif Kurniawan Wahono ( ) Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya Value For Money Arif Kurniawan Wahono (135020304111002) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya 2014 A. Latar Belakang Pengelolaan organisasi sektor publik, khususnya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yaitu oleh Pramono (2014) dengan judul Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai cakupan atau jenis-jenis audit termasuk didalamnya adalah audit khusus atau investigasi. Melalui pembelajaran ini,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Kabupaten/ Kota telah dipercayakan oleh Pemerintah Pusat untuk mengatur daerahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dubnick (2005), akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan

Lebih terperinci