HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Mendaki gunung merupakan salah satu jenis mountaineering yang banyak dilakukan di Indonesia. Kegiatan ini berupa pendakian gunung dengan cara berjalan atau Hill Walking menuju puncak dan kemudian turun kembali. Olahraga mendaki gunung termasuk dalam kategori aktivitas yang sangat berat. Untuk itu diperlukan kesegaran jasmani, daya tahan tubuh yang prima, serta keseimbangan asupan zat gizi serta elektrolit yang cukup (Soerjodibroto 1984). Keadaan Umum Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terletak di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Taman nasional ini terletak pada lintang ' ' BT dan 64 1' LS dengan ketinggian antara sampai mdpl. Suhu rata-rata di puncak gunung Gede 18 C serta pada malam hari suhu puncak berkisar 5 C. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah salah satu tempat di Pulau Jawa yang terbanyak curah hujannya, rata-rata mencapai hingga mm pertahun. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober hingga bulan Mei dengan curah hujan lebih dari 200 mm setiap bulannya, dan lebih dari 400 mm perbulannya diantara bulan Desember hingga Maret. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini berperan penting untuk menyerap air hujan. Gunung Gede Pangrango berada di dalam Taman Nasional Gede Pangarango (TNGP), yang merupakan salah satu dari lima Taman Nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun Pemerintah RI kemudian mengubah status wilayah Gede Pangrango menjadi Taman Nasional pada tahun Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977 dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun Gunung Gede juga memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpine, danau, rawa, dan savana. Junghuhn merupakan pendaki pertama yang berasal dari Eropa, mendaki Gunung Pangrango pada tahun 1839, menemukan dua badak jawa di dekat puncak Gunung Gede Pangrango. Pada tahun 1929 masih ada Macan tutul Panthera pardus di Taman Nasional ini, dan tahun 1986 masih tersisa 10, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Gunung Gede Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di

2 Pulau Jawa. Beberapa jenis di antaranya burung langka yaitu Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Burung Hantu (Otus angelinae). Saat terbaik untuk mengunjungi taman maupun pendakian adalah diantara musim kemarau sekitar Juni hingga September, dimana pada saat itu curah hujan turun dibawah 100 mm. Suhu rata-rata bervariasi dari 18ºC di Cibodas hingga kurang dari 10ºC di puncak Gunung Gede dan Pangrango, dengan kelembaban diantara 80% dan 90%. Pada malam hari suhu di puncak gunung bisa mencapai dibawah 5ºC. Kelembaban udara di daerah ini sangat tinggi terutama pada malam hari, namun pada musim kemarau di puncak gunung berubah turun pada malam hari sekitar 30% hingga siang hari naik mencapai 90%. Kondisi gunung ini sangat cocok untuk didaki baik untuk pendaki pemula maupun pendaki profesional. Hal ini dikarenakan Gunung Gede memiliki tiga buah jalur pendakian yang dapat dipilih sesuai tingkat kemampuan pendaki. Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu gunung yang paling sering didaki di Indonesia. Meskipun peraturan telah dibuat seketat mungkin, seperti pembatasan waktu pendakian sampai larangan membawa barang-barang tertentu, seperti sabun, alat musik, dan barang-barang elektronik, tetap tidak menurunkan niat para pendaki untuk mendaki gunung ini. Hal ini dikarenakan lokasi Gunung Gede Pangrango yang berdekatan dengan beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Bandung serta pemandangan kawah yang bagus di puncak Gunung Gede. Karakteristik Pendaki Gunung Karakteristik sampel terdiri umur, berat badan, tinggi badan, pekerjaan, jumlah pendakian yang pernah dilakukan, tingkat pendidikan, frekuensi makan sehari-hari, serta makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Karakteristik tersebut menggambarkan keadaan umum sampel dalam penelitian ini. Usia Usia sampel berkisar antara 16 sampai 33 tahun, dengan usia paling banyak berkisar antara 18 sampai 30 tahun (86%) seperti yang terlihat pada Tabel 1. Rentang usia ini termasuk usia remaja dan dewasa, dengan masa pertumbuhan yang mulai menurun serta aktivitas fisik mulai meningkat. Pada usia ini, orang telah berkarier atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada usia ini pula, kesegaran jasmani seseorang masih prima sehingga masih memungkinkan untuk melakukan olahraga berat yang membutuhkan

3 ketahanan tubuh yang baik. Ketahanan tubuh seseorang sangat ditentukan oleh kesegaran jasmaninya. Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Kesegaran jasmani seseoang berkaitan dengan sistem kardiovaskular dan neuromuskular. Kedua hal tersebut sangat berperan dalam kegiatan olahraga ini. Berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan akan berubah. Kondisi lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang. Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh. Tabel 6 Pengelompokan usia sampel Kelompok Usia Usia Tahun 5 10 Usia Tahun Usia Tahun 2 4,0 Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2003). Menurut Riyadi (1995), status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi. Ukuran fisik seseorang sangat berhubungan dengan status gizi. Oleh karena itu, antropometri digunakan sebagai indeks yang baik dan dapat digunakan sebagai penentuan status gizi untuk negara berkembang. Penelitian ini menggunakan cut-off point WHO (2000) untuk mengukur status gizi sampel yang diklasifikasikan menjadi kurus (IMT <18,5), normal (18,5-22,9), At Risk (IMT >23,0-24,9), Obes I (IMT 25,0-29,9), dan Obes II (IMT >30,0). Menurut Damayanti (2000), Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dibuat untuk populasi umum tidak cocok digunakan pada atlet. Atlet dengan lean body mass yang meningkat mungkin mempunyai kadar lemak yang rendah, namun IMT-nya melebihi batas yang dianjurkan. Sampel dalam penelitian ini bukan merupakan kalangan atlet profesional, maka tetap digunakan IMT untuk populasi umum. Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebanyak 59% sampel memiliki IMT normal. Namun, ada 8% sampel yang termasuk kategori obes I. Selain itu, ada 17%

4 sampel yang termasuk dalam kategori kurus. Terdapat pula sebanyak 16% sampel yang termasuk kategori At Risk. Tabel 7 Klasifikasi IMT sampel Penggolongan IMT Kurus 9 17 Normal At Risk 8 16 Obes I 4 8,0 Status gizi sangat mempengaruhi prestasi olahraga. Menurut Moeloek (1995) untuk mencapai prestasi olahraga yang baik, banyak faktor yang berperan, antara lain ukuran dan tipe tubuh, kapasitas fungsional, status gizi, psikologi, latihan, taktik, serta strategi. Status gizi yang baik sangat diperlukan untuk memperoleh kondisi fisik yang prima. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang mencerminkan sikap dan prilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan indikator untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia dan faktor dalam diri seseorang yang mempengaruhi prilaku (Hardinsyah & Suhardjo 1987 diacu dalam Rahardjo 2007). Berdasarkan Tabel 5, terlihat sebanyak 52% sampel memiliki pendidikan SMA dan 18% sampel memiliki pendidikan SMK. Selain itu, terdapat pula sebanyak 2% sampel yang berpendidikan D3 serta 12% sampel yang berpendidikan S1. Hanya terdapat 16% sampel yang berpendidikan SMP. Tabel 8 Tingkat pendidikan sampel Pendidikan D3 1 2 S SMA SMK 9 18 SMP 8 16 Tempat Tinggal Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu gunung yang paling sering didaki di Indonesia. Hal ini dikarenakan lokasi Gunung Gede Pangrango

5 yang berdekatan dengan beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa sebagian besar sampel bertempat tinggal di wilayah Jabodetabek. Hanya 2% sampel yang tinggal di wilayah Rangkasbitung dan Serang. Tabel 9. Tempat tinggal sampel Tempat Tinggal Bogor 9 18 Depok 1 2 Jakarta Barat 9 18 Jakarta Selatan 4 8 Jakarta Timur Rangkasbitung 1 2 Serang 1 2 Tangerang Pekerjaan Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa sebanyak 35% sampel memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta. Selain itu, sebagian sampel juga masih berstatus pelajar, yakni 16% sebagai pelajar dan 23 % sebagai mahasiswa. Sebanyak 10% sampel berprofesi sebagai wirausaha, serta 2% yang berprofesi sebagai PNS dan guru. Terdapat pula 12% sampel yang masih berstatus pengangguran. Hasil uji Spearman memperlihatkan hubungan yang positif antara pekerjaan dengan tingkat pendidikan (r=0,441, p<0,01). Hal ini sesuai dengan Engel et al. (1994) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Tabel 10. Pekerjaan sampel Jenis Pekerjaan Guru 1 2 Mahasiswa Pegawai Swasta Pelajar 8 16 Pengangguran 6 12 PNS 1 2 Wirausaha 5 10 Pendakian

6 pendakian mencerminkan tingkat pengalaman yang dimiliki oleh sampel dalam hal pendakian gunung. Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa sebagian besar sampel merupakan pemula dalam kegiatan ini. Hal ini dikarenakan sebanyak 33% sampel baru pertama kali mendaki gunung. Namun, terdapat pula sebanyak 8% sampel yang telah mendaki gunung lebih dari 10 kali. Tabel 11 pendakian Pendakian Pelatihan Mengikuti pelatihan mountaineering dapat meningkatkan skill seseorang dibidang ini. Pelatihan dapat berupa diklat maupun mengikuti organisasi pecinta alam yang ada disetiap sekolah, baik itu sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas serta perguruan tinggi. Tabel 12 memperlihatkan sebanyak 94% sampel tidak pernah mengikuti pelatihan dibidang mountaineering. Hanya terdapat 6% sampel yang pernah mengikuti pelatihan mountaineering, yakni organisasi pecinta alam ketika menempuh pendidikan di SMA. Tabel 12 Pelatihan mountaineering Waktu Pelatihan (bulan) Tidak pernah mengikuti bulan bulan 1 2 Pola Konsumsi Selama Pendakian Gunung Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang

7 dimakan seseorang serta frekuensi makan. Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tingkat ekonomi, kebiasaan, budaya, serta ketersediaan pangan. Pola konsumsi selama pendakian biasanya berbeda dengan pola konsumsi sehari-hari. Hal ini dikarenakan perbedaan kondisi lingkungan, tingkat aktivitas, serta kebutuhan energi. Pola konsumsi yang dikaji dalam penelitian kali ini antara lain frekuensi makan, makanan pokok, jenis makanan selingan, dan konsumsi suplemen selama pendakian serta harapan mengonsumsi suplemen tersebut. Frekuensi Makan Kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dengan nilai-nilai yang dianut seseorang atau suatu kelompok dalam masyarakat (Suharjo 1989). Menurut Corputty (1983) dalam Helinda (2000) ada beberapa kebiasaan yang kurang baik, antara lain tidak sarapan pagi, jajan, serta diet yang berlebihan untuk mendapatkan tubuh yang langsing. Frekuensi makan merupakan salah satu bentuk kebiasaan makan seseorang. Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umunya tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intake konsumsi zat gizi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi frekuensi makan, seperti faktor ekonomi, kebiasaan, dan pola sosial budaya. Frekuensi makan pada orang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang kondisi ekonominya lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi memiliki daya beli yang tinggi sehingga dapat mengonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan dkk. 1998). Tabel 13 Frekuensi makan sehari-hari Frekuensi Makan 1 kali kali kali kali 7 14 > 4 kali 2 4

8 Tabel 13 memperlihatkan frekuensi makan sampel sehari-hari. Sebanyak 62 % sampel makan 3 kali sehari. Hal ini sesuai dengan budaya makan yang ada di Indonesia, yaitu 3 kali sehari yang terdiri dari makan pagi, makan siang, dan makan malam. Selain itu, terdapat pula 4% sampel yang masing-masing memiliki frekuensi makan hanya 1 kali dan lebih dari 4 kali sehari. Terdapat pula 16% sampel yang memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali sehari serta 14% sampel yang memiliki frekuensi makan sebanyak 4 kali sehari. Kriteria khusus agar kegiatan makan sampel termasuk dalam perhitungan frekuensi makan antara lain makanan yang dimakan menyediakan sebagian besar kebutuhan energi sampel. Frekuensi makan selama masa pendakian berbeda dengan frekuensi makan sehari-hari. Hal ini dikarenakan frekuensi makan selama masa pendakian lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor kebiasaan serta kondisi lingkungan. Tabel 14 memperlihatkan sebanyak 43% sampel memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam sehari selama masa pendakian. Selain itu, terdapat pula 33% sampel yang memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali sehari. Namun, ada 4% sampel yang hanya makan 1 kali per harinya selama masa pendakian. Tabel 14 Frekuensi makan per hari selama masa pendakian di TNGP Frekuensi Makan 1 kali kali kali kali 4 8 > 4 kali 6 12 Makanan Pokok Selama Masa Pendakian Pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana cara pengolahannya, penyalurannya, penyiapannya dan penyajiannya. Pilihan pangan biasanya ditentukan oleh adanya faktor-faktor penerimaan atau penolakan terhadap pangan oleh seseorang atau sekelompok orang (Riyadi 1996). Pangan pokok yang digunakan dalam suatu negara biasanya menempati kedudukan tinggi. Penggunaan pangan tersebut lebih luas daripada jenis pangan lainnya, besar kemungkinannya berkembang karena dihasilkan dari tanaman asal setempat (Suhardjo 2003). Tabel 15 Makanan pokok sampel sehari-hari Jenis Bahan Makanan

9 Beras Roti 3 6 Mie 5 10 Lainnya 1 2 Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa 82% sampel mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini terkait dengan kebudayaan masyarakat di pulau Jawa yang cenderung mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini sesuai dengan Sanjur (1982) yang menyatakan bahwa jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Selain beras, terdapat 6% sampel yang mengonsumsi roti sebagai makanan pokoknya serta 10 % yang mengonsumsi mie sebagai makanan pokoknya. Terdapat pula 2% sampel yang hanya mengonsumsi lauk pauk saja, tidak suka dengan nasi ataupun roti dan mie. Hal ini dikarenakan sampel tidak terbiasa mengonsumsi makanan pokok yang umumnya dikonsumsi disuatu wilayah sejak kecil sehingga kebiasaan tersebut terbawa hingga sekarang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharjo (1985) yang menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dengan nilai-nilai yang dianut seseorang atau suatu kelompok dalam masyarakat. Secara umum, penggunaan karbohidrat meningkat dengan meningkatnya intensitas fisik. Sebaliknya, penggunaan karbohidrat menurun dengan makin lamanya aktivitas fisik berlangsung. Meskipun tubuh dapat menggunakan lemak pada intensitas kegiatan yang lebih rendah, lemak tidak dapat menyediakan energi secepat karbohidrat pada kegiatan fisik yang berat (Rimbawan 2004). Tabel 16 memperlihatkan bahwa sebanyak 65 % sampel memilih mie instan sebagai makanan pokok mereka selama kegiatan pendakian gunung. Kecenderungan mengonsumsi mie instan sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas telah menggeser fungsi nasi yang umumnya dikonsumsi masyarakat Indonesia. Faktor kepraktisan merupakan alasan utama sehingga mie instan banyak dikonsumsi selama masa pendakian. Mie instan merupakan bahan makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan, dikeringkan, berbentuk khas mie, dan dimasak dengan cara direbus atau direndam dalam air mendidih. Apabila dilihat dari komposisi zat gizi yang dikandungnya, mie instan memiliki kandungan energi hampir 3 kali lipat

10 kandungan energi nasi. Setiap 100 gram mie instan, mengandung 471,1 kkal sedangkan nasi hanya mengandung 178 kkal saja. Selain itu kandungan protein mie instan 5 kali dibandingkan nasi (DKBM 2004). Selain mie instan, terdapat pula sebanyak 27% sampel yang mengonsumsi beras atau nasi sebagai makanan pokok. Hal ini dikarenakan kebiasaan sampel yang sering mengonsumsi nasi. Hal ini sesuai dengan Suhardjo (1989) yang menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberikan gambaran perilaku dengan nilai-nilai yang dianut seseorang atau suatu kelompok dalam masyarakat. Sedangkan bagi mereka yang mengonsumsi roti sebagai makanan pokok beralasan mengejar kepraktisan karena tidak perlu membawa alat masak. Namun ada pula 2% sampel yang hanya memakan lauk pauk saja, sama dengan kebiasaan sehariharinya. Tabel 16 Makanan pokok sampel selama masa pendakian di TNGP Jenis Bahan Makanan Beras Roti 3 6 Mie Lainnya 1 2 Kegiatan alam bebas seperti mendaki gunung merupakan kegiatan yang bersifat endurance atau memerlukan energi yang dapat dipergunakan dalam waktu yang lama. Hal ini dikarenakan intesitas kegiatan ini berlangsung cukup lama. Dengan demikian, energi yang diperoleh dominan berasal dari komposisi karbohidrat dan lemak. Oleh karena itu diperlukan pemilihan jenis makanan yang tepat agar kebutuhan gizi dapat terpenuhi, terutama zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Makanan Selingan Selama Masa Pendakian Kegiatan mendaki gunung membutuhkan energi yang besar, terutama ketika perjalanan mendaki. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, selain diperoleh dari makanan pokok, dapat pula diperoleh dari makanan selingan. Makanan ini biasanya dikonsumsi diwaktu beristirahat selama perjalanan. Makanan yang dikonsumsi umumnya merupakan makanan yang langsung dimakan, seperti biskuit, coklat, maupun permen. Biskuit merupakan produk kering yang daya awet relatif tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama

11 dan dibawa dalam perjalanan karena volume dan beratnya cukup ringan akibat adanya proses pengeringan. Berdasarkan Tabel 17 terlihat sebanyak 55% sampel yang mengonsumsi biskuit atau creckers sebagai makanan selingan selama masa pendakian. Hal ini dikarenakan biskuit atau crackers mudah dibawa dan mengenyangkan serta mengandung energi yang cukup tinggi, berkisar antara 250 kkal sampai 538 kkal tiap 100 gramnya (DKBM 2004). Selain biskuit, coklat juga banyak dikonsumsi sebagai makanan selingan selama perjalanan pendakian. Coklat diperoleh dari tanaman coklat yang kemudian diolah menjadi makanan maupun minuman. Coklat mengandung lemak, karbohidrat, protein, dan tanin disamping zat-zat lain seperti mineral, pigmen, asam, dan air. Minuman yang terbuat dari coklat termasuk beverage non-alkohol. Minuman ini mengandung alkanoid yaitu theobromine yang dapat merangsang pemakainya. Selain minuman, coklat juga digunakan untuk bahan makanan seperti manisan coklat dan gula-gula coklat. Coklat batangan yang biasa dikonsumsi mengandung gula, susu bubuk, lemak coklat, coklat bubuk, lesitin, dan vanili. Tabel 17 memperlihatkan sebanyak 30% sampel mengonsumsi coklat sebagai makanan selingan selama perjalanan pendakian. Sisanya, sebanyak 8% sampel lebih suka mengonsumsi permen serta 8% sampel lainnya mengonsumsi gula merah sebagai makanan selingan. Tabel 17 Makanan selingan sampel selama masa pendakian di TNGP Jenis makanan Biskuit/Crackers Coklat Permen 4 8 Lainnya 4 8 Konsumsi Suplemen Salah satu cara untuk meningkatkan kondisi tubuh adalah dengan mengonsumsi suplemen. Suplemen biasanya terdiri dari vitamin dan mineral, serta berfungsi sebagai zat tambahan untuk memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh. Tabel 18 memperlihatkan bahwa sebagian besar sampel tidak mengonsumsi suplemen selama masa pendakian. Hanya terdapat 25% sampel yang mengonsumsi suplemen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moeloek (1995) menyatakan bahwa olahraga tidak meningkatkan kebutuhan vitamin karena olahraga tidak membakar vitamin. Apabila menu yang dikonsumsi seimbang, maka tidak diperlukan suplementasi.

12 Tabel 18 Konsumsi suplemen sampel selama masa pendakian di TNGP Konsumsi Suplemen Ya Tidak Dengan diet yang sesuai akan didapatkan asupan vitamin yang memadai. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa olahraga meningkatkan kebutuhan vitamin dan mineral. Kegiatan olahraga membutuhkan energi yang lebih banyak dibandingkan kegiatan lainnya. Oleh karena itu, metabolisme juga meningkat. Vitamin berfunsi sebagai koenzim yang memiliki peran dalam metabolisme, yaitu sebagai katalisator. Oleh karena itu, secara tidak langsung, olahraga meningkatkan kebutuhan vitamin. Sampel yang mengonsumsi suplemen memiliki persepsi yang berbeda dalam mengonsumsi suplemen. Persepsi adalah tanggapan, pendapat, yang didalamnya terkandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya (Sujana 1995 diacu dalam Martias 1997). Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda dalam menghadapi situasi yang sama, karena info yang diterimanya melalui indra diterjemahkan secara beda-beda. Persepsi merupakan salah satu aspek psikososial yang dirasakan konsumen dari suatu produk yang dikonsumsinya. Sebanyak 25% sampel yang mengonsumsi suplemen, 13% diantaranya memiliki persepsi bahwa dengan mengonsumsi suplemen dapat menambah energi. Selain itu, terdapat 6% sampel yang memiliki persepsi bahwa dengan mengonsumsi suplemen dapat menggantikan zat gizi yang tidak didapatkan dari makanan. Hal ini sesuai dengan fungsi dari suplemen. Sedangankan sisanya sebanyak 6% sampel lainnya mengonsumsi suplemen karena faktor kebiasaan saja, tidak ada persepsi khusus. Tabel 19. Alasan konsumsi suplemen Alasan Menggantikan zat gizi yang tidak didapatkan dari makanan 3 6 Menambah energi 7 13 Lainnya 3 6 Total Pengetahuan Gizi

13 Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang (Engel, Blackwell & Miniard 1994). Riyadi (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyaknya informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalam pemilihan bahan pangan, dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai dengan keadaanya. Oleh karena itu, pengetahuan gizi sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Penentuan tingkat pengetahuan gizi sampel berdasarkan hasil perhitungan nilai jawaban yang benar dari setiap pertanyaan yang diberikan. Sampel dikatakan memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik apabila memiliki nilai 80, cukup apabila memiliki nilai 60-80, serta kurang apabila 60. Tabel 20 memperlihatkan tingkat pengetahuan gizi sampel. Sebanyak 53% sampel memiliki pengetahuan gizi yang kurang serta 43% sampel memiliki pengetahuan gizi cukup. Hanya 4% sampel yang memiliki pengetahaun gizi yang baik. Hasil uji Spearman menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan tingkat pendidikan sampel. Hal ini dikarenakan pertanyaan yang tercantum pada lembar kuesioner lebih banyak berisi seputar gizi olahraga yang kurikulumnya hanya terdapat pada tingkat pendidikan tertentu, seperti perguruan tinggi serta pelatihan pecinta alam. Hasil uji Spearman menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan pelatihan mountaineering yang diikuti. Seharusnya ada hubungan antara pelatihan mountaineering yang diikuti dengan pengetahuan gizi. Ganez (2006) menyatakan bahwa kegiatan alam bebas haruslah dilakukan dengan penuh perhitungan, dengan pembinaan, dan diarahkan secara positif, mengingat resikonya yang tinggi. Tabel 20 Tingkat pengetahuan gizi sampel Tingkat pengetahuan gizi Kurang Cukup Baik 2 4 Pertanyaan yang tercantum dalam lembar kuesioner pengetahuan gizi ada sebanyak 15 buah pertanyaan. Pertanyaan pengetahuan gizi tersebut berisi

14 mulai dari pertanyaan umum seputar gizi sampai pertanyaan spesifik terkait gizi olahraga. Dari hasil koreksi yang dilakukan, pertanyaan zat gizi yang menghasilkan energi terbesar tiap gramnya dan pertanyaan Sumber energi utama ketika melakukan olahraga yang bersifat endurance. Hal ini bisa dikatakan bahwa sampel masih belum mengetahui sumber energi yang tepat untuk olahraga ini. Untuk itu, diperlukan adanya penyuluhan mengenai gizi yang tepat bagi olahraga ini..(&( $%&' $(&% $(&( -$&% -%&+,,&-,$&, -(&( +,&. +,&.,(&( +*&. %.&( +(&( +,&. %)&* %(&( ''&' '(&( *(&(.&$ +&. )(&( (&( ) * ' % +, - $. )( )) )* )' )% )+ Gambar 2. jawaban benar dari setiap soal Keterangan : 1. Definisi makanan bergizi 2. Makanan utama penghasil energi 3. Zat gizi yang menghasilkan energi tertinggi tiap gramnya 4. kebutuhan energi tiap orang adalah 5. Bahan makanan yang mengandung lemak paling tinggi per 100 gramnya 6. Kebutuhan air per hari rata-rata orang dewasa 7. Zat gizi yang berperan penting dalam pertumbuhan 8. Golongan bahan makanan yang sumber energi 9. Vitamin larut air 10. Aktivitas yang memerlukan energi dalam jumlah yang banyak 11. Bahan makanan yang sebaiknya dipilih ketika hendak melakukan aktivitas pendakian gunung 12. Makanan ringan yang sebaiknya dikonsumsi ketika istirahat dalam perjalanan pendakian 13. Makanan yang sebaiknya dikonsumsi ketika hendak melakukan summit attack 14. Sumber energi utama ketika melakukan olahraga yang bersifat endurance 15. Tujuan pengaturan diet pada atlet

15 Asupan Zat Gizi Pengaturan makanan yang tepat bagi seorang olahragawan sesuai dengan cabang olahraganya akan dapat menunjang performa. Makanan yang baik harus seimbang dan sesuai, yaitu tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan energi dalam bentuk kalori saja, tetapi juga harus diperhatikan komposisi makanannya. Komposisi makanan yang baik bagi seorang olahragawan terdiri dari 50-55% karbohidrat, 10-20% protein, serta 30-35% lemak (Sumosardjuno 1990 diacu dalam Helinda 2000). Pengetahuan tentang pemilihan makanan yang tepat dan adekuat sangat menunjang kenaikan prestasi olahraga. Zat-zat gizi di dalam makanan dapat dikelompokan menjadi zat gizi sumber energi (karbohidrat dan lemak), zat gizi pembangun tubuh (protein), dan zat gizi pengatur tubuh (vitamin dan mineral). Ketiga zat gizi tadi diutilisasi di dalam tubuh guna menghasilkan energi dalam proses-proses aerob dan anaerob (Soerjodibroto 1984). Menurut Karyadi dan Muhillal (1990), kecukupan gizi yang dianjurkan adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan untuk mencakup semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika serta keadaan hamil dan menyusui. Lie (1969) mengungkapkan pada dasarnya prinsip yang menentukan keperluan gizi para olahragawan dalam latihan sama dengan kebutuhan orang non-atlet. Kebutuhan gizi olahragawan harus sesuai dengan prinsip Gizi Seimbang yang mengandung cukup karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, air, dan serat. Namun, kebutuhan zat gizi untuk olahragawan berbeda dengan rata-rata kecukupan masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan aktivitas olahragawan tidak sama dengan aktivitas masyarakat pada umumnya serta kondisi-kondisi tertentu pada olahragawan harus ditunjang asupan gizi yang tepat. Miharjda (2000) mengatakan, kebutuhan gizi harian olahragawan berubah-ubah, tergantung pada intensitas latihannya. Angka kecukupan energi individu dapat ditentukan dengan cara menghitung pengeluaran energi. Pengeluaran energi dihitung berdasarkan jenis kegiatan dan alokasi waktu untuk tiap kegiatan, lalu dikalikan dengan faktor konversi berupa jumlah energi yang diperlukan untuk berbagai tingkat aktivitas perkilogram berat badan (Bogobert 1964 diacu dalam Helinda 2000) Energi

16 Kegiatan fisik termasuk olahraga lebih mempengaruhi pengeluaran energi daripada ukuran tubuh (Harper 1985) diacu dalam Helinda (2000). Akan tetapi dalam melakukan aktivitas fisik yang sama, orang yang memiliki ukuran postur tubuh yang lebih besar akan mengeluarkan energi yang lebih banyak daripada orang yang bertubuh kecil. Hal ini dikarenakan untuk menggerakan tubuh yang besar dibutuhkan energi yang lebih banyak. Rogozkin (1978) diacu dalam Helinda (2000) menyatakan bahwa akan sulit mempertahankan efektifitas zat gizi dan program diet untuk seorang atlet apabila tidak mengetahui nilai dari jumlah energi yang dikeluarkan pada suatu latihan olahraga. Tingkat kecukupan gizi, yaitu energi dan protein selama masa pendakian didapatkan dengan membandingkan asupan energi dan protein dengan kebutuhan selama pendakian. Metode perhitungan kebutuhan energi dengan menggunakan AMB dikalikan dengan faktor aktivitas. Faktor aktifitas hari pertama pendakian berbeda dengan hari kedua. Hal ini dikarenakan pada hari pertama kegiatan diisi dengan perjalanan mendaki gunung sehingga membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan kegiatan hari kedua yang diisi dengan kegiatan menuruni gunung. Perhitungan AMB menggunakan rumus Schofield (1985), yaitu untuk kelompok umur tahun menggunakan rumus 17,686kg+658,2 kkal, kelompok umur tahun menggunakan rumus 15,057kg+692,2 kkal, dan kelompok umur tahun menggunakan rumus 11,472kg+873,1 kkal serta berat badan menggunakan rata-rata sesuai golongan kelompok umur. Sedangkan untuk faktor aktivitas, dihitung dengan metode Physical Activity Level, yang dibagi menjadi 3 kategori sesuai jalur pendakian yang dilalui, yaitu pendakian melalui jalur Cibodas (FA = 2,35), pendakian melalui jalur Gunung Putri (FA = 2,25), serta perjalanan turun melalui jalur Cibodas (FA = 1,8). Perbedaan Physical Activity Level antara jalur pendakian naik yang melalui jalur Gunung Puteri dengan jalur Cibodas karena perbedaan medan yang dilalui. Jalur Gunung Puteri relatif lebih pendek, namun memiliki medan yang lebih terjal. Sedangkan jalur Cibodas memiliki medan yang lebih mudah, namun lebih panjang. Tabel 21 Tingkat kecukupan energi hari 1 Tingkat kecukupan energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 11 21

17 Defisit tingkat ringan 3 6 Normal 5 10 Kelebihan 1 2 Tingkat kecukupan energi hari pertama dapat dilihat pada Tabel 21 yang memperlihatkan sebanyak 61% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat berat. Sedangkan sebanyak 21% sampel termasuk kategori defisit tingkat sedang dan 6% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan. Hanya terdapat sebanyak 10% sampel yang tingkat kecukupan energinya termasuk dalam kategori normal. Selain itu, terdapat pula sebanyak 2% sampel yang memiliki tingkat kecukupan energi lebih dari normal. Tingkat kecukupan energi hari kedua dapat dilihat pada Tabel 22 yang memperlihatkan sebanyak 16% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat berat. Sedangkan sebanyak 31% sampel termasuk kategori defisit tingkat sedang dan 14% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan. Sampel yang termasuk dalam tingkat kecukupan energi kategori normal ada 35%. Selain itu, terdapat pula sebanyak 4% sampel yang memiliki tingkat kecukupan energi lebih dari normal. Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa tingkat kecukupan energi hari kedua lebih baik daripada tingkat kecukupan energi hari pertama karena pada hari kedua, kebutuhan energi lebih sedikit (hasil perhitungan terlampir). Hal ini dikarenakan pada hari kedua kegiatan diisi dengan kegiatan turun gunung yang membutuhkan energi lebih sedikit dibandingkan hari pertama. Tabel 22 Tingkat kecukupan energi hari 2 Tingkat kecukupan energi Defisit tingkat berat 8 16 Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan 7 14 Normal Kelebihan 2 4 Terkait dengan kesehatan dan performa secara umum diketahui bahwa prioritas utama dalam pemantauan status gizi pada olahragawan adalah menjaga keseimbangan energi (Moffat 2002). Hal ini dikarenakan energi berperan dalam hal penyediaan ATP untuk kontraksi otot. Pada atlet, jika melihat dampak dari latihan yang dilakukannya berupa pengeluaran energi, maka terlihat jelas behwa keadaan ini bervariasi tergantung tingkat kesulitannya (Paish 1991 diacu dalam

18 Helinda 2000). Oleh karena itu, energi memegang peranan yang penting dalam kegiatan olahraga, terutama olahraga yang termasuk dalam kategori olahraga berat. Kegiatan mountaineering merupakan olahraga perpaduan antara olahraga aerob dan anaerob. Satu sampai dua jam pertama pendakian, kegiatan ini lebih cenderung memperoileh energi dari proses anaerob. Selanjutnya, barulah proses aerob memegang peranan dalam proses penyediaan energi bagi tubuh. Oleh karena itu, komposisi karbohidrat, protein, dan lemak cenderung berbeda pada tiap fase. Pada awal pendakian, sebaiknya komposisi karbohidrat lebih banyak, sekitar 60-70% dari total kebutuhan energi (Antonio et al. 2008). Ketika kegiatan mulai berlangsung, komposisi lemak mulai ditingkatkan proporsinya hingga 30% dari total kebutuhan energi (Ranggasudira 1984). Ketika kegiatan mountaineering selesai dilakukan, sebaiknya komposisi karbohidrat mulai ditingkatkan kembali, untuk memulihkan kadar gula darah, mengisi cadangan glikogen di otot dan hati. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Protein Protein di dalam tubuh menpunyai fungsi utama yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu untuk membangun serta menjaga jaringan dan sel-sel tubuh (Almatsier 2003). Dalam kaitannya dengan performa olahraga, konsumsi protein bersama dengan karbohidrat setelah selesainya latihan atau pertandingan juga dapat membantu dalam mempercepat pengembalian energi tubuh (glikogen resintesis) sehingga proses recovery menjadi lebih singkat. Kegiatan olahraga yang teratur dapat meningkatkan kebutuhan protein, berubah sesuai dengan jumlah energi total per hari yang meningkat Tabel 23 Tingkat kecukupan protein hari 1 Tingkat kecukupan protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 8 16 Defisit tingkat ringan 5 10 Normal 7 14 Campbell et al. (2007) menyatakan bahwa kebutuhan protein atlet lebih banyak diatas rata-rata orang pada umumnya. Asupan protein sebanyak 1,4-2

19 g/kg berat badan tidak hanya aman untuk menunjang aktivitas atlet, tetapi juga meningkatkan waktu adaptasi dalam latihan. Tabel 23 memperlihatkan tingkat kecukupan protein sampel pada hari pertama pendakian. Sebanyak 60% sampel termasuk dalam kategori defisit tinggkat berat dan 16% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat sedang. Sampel yang tingkat kecukupan proteinnya termasuk dalam kategori normal hanya sebesar 14%, sedangkan sisanya sebanyak 10% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan. Tingkat kecukupan protein hari kedua lebih baik dibandingkan tingkat kecukupan protein hari pertama. Tabel 24 memperlihatkan sebanyak 37% sampel termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan serta 30% sampel termasuk dalam kategori normal. Namun masih terdapat 20% sampel yang termasuk dalam kategori defisit tingkat berat dan 6% sampel yang termasuk dalam kategori defisit tingkat sedang. Terdapat pula sebanyak 8% sampel yang termasuk dalam tingkat kecukupan protein lebih. Tabel 24 Tingkat kecukupan protein hari 2 Tingkat kecukupan protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang 3 6 Defisit tingkat ringan Normal Kelebihan 4 8 Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa tingkat kebutuhan protein hari kedua lebih baik daripada tingkat kebutuhan protein hari pertama karena pada hari kedua (hasil perhitungan terlampir). Hasil uji Spearman menunjukan ada hubungan positif antara tingkat kecukupan energi dengan tingkat kecukupan protein (r=0,607, p<0,01). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kecukupan energi seseorang, makan akan semakin tinggi pula tingkat kecukupan proteinnya. Lemak Lemak memiliki fungsi untuk membantu proses transportasi dan absorpsi vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai penghasil energi. Setiap 1 gram lemak menghasilkan energi sebesar 9 kkal atau dua kali lipat dari energi yang dihasilkan 1 gram karbohidrat maupun protein. Walaupun lemak mampu menghasilkan energi dalam jumlah yang besar, namun pemakaiannya di

20 dalam tubuh sangat terbatas pada tingkat intensitas olahraga rendah sampai sedang. Olahraga dengan intensitas yang rendah, lemak akan menjadi penyedia energi utama di dalam tubuh. Namun saat intensitas olahraga meningkat, pengunaan lemak sebagai penyedia energi akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan proses pembakaran lemak yang lambat dibandingkan karbohidrat dan protein. Oleh karena itu tubuh akan mengunakan pembakaran karbohidrat untuk mendapatkan energi. Kelebihan lemak bagi atlet sangat dihindari karena lemak yang berlebih akan menyebabkan peningkatan berat tubuh dan juga akan menurunkan kapasitas kecepatan, power, endurance dan performa olahraga secara keseluruhan. Rata-rata asupan lemak sampel pada hari pertama pendakian adalah sebesar 86,9 gram. Rata-rata asupan lemak sampel pada hari kedua pendakian adalah sebesar 85,1 gram. Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah rata-rata asupan lemak pada hari pertama pendakian dengan asupan lemak pada hari kedua pendakian (hasil perhitungan terlampir). Hal ini dikarenakan makanan sumber lemak yang dikonsumsi pada hari pertama pendakian sama dengan makanan yang dikonsumsi pada hari kedua pendakian. Sumosardjuno (1990) diacu dalam Helinda (2000) menyatakan bahwa komposisi makanan bagi seorang olahragawan harus diperhatikan, dengan komposisi lemak berkisar antara 30 sampai 35%. Proporsi lemak yang banyak dikarenakan olahraga ini bersifat endurance, sehingga memerlukan zat gizi yang mampu menyediakan energi untuk jangka waktu yang lebih lama. Vitamin dan Mineral Vitamin didefinisikan sebagai bahan-bahan organik, yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yang melakukan paling sedikit satu fungsi metabolik spesifik dan harus diberikan dalam makanan. Terdapat dua golongan vitamin, yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut air adalah vitamin B kompleks (tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, dan vitamin B12) dan vitamin C (Riyadi 2006). Moeloek (1995) menyatakan bahwa olahraga tidak meningkatkan kebutuhan vitamin karena olahraga tidak membakar vitamin. Apabila menu yang dikonsumsi seimbang, maka tidak diperlukan suplementasi. Dengan diet yang sesuai akan didapatkan asupan vitamin yang memadai. Berikut ini adalah rata-

21 rata asupan vitamin dan mineral yang didapatkan dari recall konsumsi selama pendakian. Tabel 25 Rata-rata asupan vitamin Zat gizi Hari I Hari II Vitamin A 721,08 RE 437,54 RE Vitamin C 35,50 mg 33,47 mg Berdasarkan Tabel 25, terlihat asupan vitamin sampel pada hari pertama dan kedua pendakian. Rata-rata konsumsi vitamin A pada hari pertama pendakian adalah sebesar 721,08 RE dan pada hari kedua pendakian adalah sebesar 437,54 RE. Jika dibandingkan dengan angka kecukupan gizi, asupan vitamin A telah mencukupi kebutuhan harian. Vitamin A berfungsi dalam Proses penglihatan, pertumbuhan, perkembangan tulang, jaringan epitel dan kekebalan. Sedangkan rata-rata asupan vitamin C adalah sebesar 35,50 mg dan pada hari kedua pendakian adalah sebesar 33,47 mg. Asupan vitamin C sampel masih kurang apabila dibandingkan dengan angka kebutuhan gizi. Hal ini dikarenakan selama pendakian, sampel kurang mengonsumsi makanan sumber vitamin C, seperti buah-buahan. Dari 51 sampel yang diwawancarai, hanya 1 orang sampel saja yang mengonsumsi buah selama pendakian, yakni jeruk. Vitamin C berfungsi dalam Pembentukan kolagen, pembentukan gigi, metabolisme tiroksin (Riyadi 2006). Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah rata-rata asupan vitamin A dan vitamin C pada hari pertama pendakian dengan asupan vitamin A dan vitamin C pada hari kedua pendakian (hasil perhitungan terlampir). Hal ini dikarenakan makanan sumber vitamin A dan vitamin C yang dikonsumsi pada hari pertama pendakian sama dengan makanan yang dikonsumsi pada hari kedua pendakian. Tabel 26 Rata-rata asupan mineral Zat gizi Hari I Hari II Kalsium 758,05 mg 636,42 mg Besi 21,89 mg 21,93 mg Rata-rata asupan kalsium sampel pada hari pertama pendakian adalah sebesar 758,05 mg dan pada hari kedua pendakian adalah sebesar 636,42 mg. jumlah tersebut mendekati angka kecukupan gizi, yaitu sebesar 800 mg per harinya. Kalsium memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan tulang. Hal ini dikarenakan kalsium sebagai salah satu mineral utama pembentuk tulang. Sebanyak 90% kalsium tubuh disimpan di dalam tulang dan gigi, sedang sisanya

22 tersebar dalam jaringan darah dan jaringan lunak lainnya. Asupan kalsium yang cukup ditambah dengan olahraga yang sesuai merupakan salah satu cara pencegahan osteoporosis. Zat besi (Fe) merupakan salah satu jenis mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh. Zat besi mempunyai fungsi penting di dalam tubuh antara lain sebagai media transportasi bagi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan tubuh serta juga akan berfungsi sebagai katalis dalam proses perpindahan energi di dalam sel. Sebagai jenis mineral mikro esensial, kekurangan zat besi di dalam tubuh dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif antara lain berkurangnya kekebalan tubuh, berkurangnya nafsu makan, dan menurunnya kebugaran tubuh. Berdasarkan Tabel 22, terlihat asupan zat besi pada hari pertama pendakian sebesar 21,89 mg dan pada hari kedua pendakian adalah sebesar 21,93 mg. Asupan ini telah melebihi kebutuhan zat besi harian, yaitu sebesar 13 mg per harinya. Namun, pada olahraga lari jarak jauh maupun pendakian gunung, hentakan-hentakan kaki pada saat berlari dan berjalan menuruni gunung pada permukaan yang keras dapat menyebabkan resiko terjadinya footstrike hemolysis, yaitu pecahnya sel darah merah yang disertai dengan pelepasan hemoglobin ke plasma darah akibat adanya hentakan-hentakan kaki pada permukaan yang keras. Oleh karena itu, asupan zat besi harus mencukupi kebutuhan harian, agar mencegah terjadinya anemia serta membantu dalam proses pembentukan sel darah merah. Zat besi banyak terkandung di dalam produk hewani terutama daging merah, telur serta ikan. Selain itu zat besi juga banyak terkandung di dalam berbagai jenis kacang-kacangan seperti kacang kedelai dan kacang hijau, berbagai jenis sayuran dan juga buah-buahan. Secara umum, berdasarkan sumbernya, zat besi mempunyai efesiensi penyerapan yang berbeda di dalam tubuh. Zat besi yang berasal dari produk hewani atau disebut juga sebagai besi-hem akan lebih mudah diserap oleh tubuh, sedangkan zat besi yang bersumber dari sayuransayuran dan buah-buahan atau yang disebut sebagai besi non-hem akan lebih sukar diserap oleh tubuh. Hasil uji Wilcoxon menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah rata-rata asupan kalsium dan besi pada hari pertama pendakian dengan asupan kalsium dan besi pada hari kedua pendakian (hasil perhitungan terlampir). Hal ini dikarenakan makanan sumber kalsium dan besi

23 yang dikonsumsi pada hari pertama pendakian sama dengan makanan yang dikonsumsi pada hari kedua pendakian. Vitamin dan mineral didalam tubuh tidak mengandung energi. Namun, vitamin sangat penting terutama untuk mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi dan sebagai koenzim. Mineral dibutuhkan terutama untuk mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi dan sebagai kofaktor (DBGM 1997). Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan kofaktor.

Bagan Kerangka Pemikiran "##

Bagan Kerangka Pemikiran ## KERANGKA PEMIKIRAN Olahraga pendakian gunung termasuk dalam kategori aktivitas yang sangat berat (Soerjodibroto 1984). Untuk itu diperlukan kesegaran jasmani, daya tahan tubuh yang prima, dan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan profesional di Indonesia. Untuk membina seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu yang membutuhkan daya tahan jantung paru. Kesegaran jasmani yang rendah diikuti dengan penurunan

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 LAMPIRAN 60 61 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode: KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI PANGAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI TERHADAP KEBUGARAN ATLET BOLA BASKET DI SMP/SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulutangkis adalah salah satu cabang olahraga yang popular dan banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia sudah melekat kecintaanya terhadap

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 22 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak BAB V PEMBAHASAN A. Asupan Karbohidrat Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak latihan diketahui bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA LAMPIRAN 68 69 Lampiran 1 Kuesioner penelitian KODE: KUESIONER HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA Saya setuju

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif dr. Yulia Megawati Tenaga Kerja Adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Tabel 1 Pengelompokan olahraga berdasarkan intensitas. Golf Bowling Panahan. Bola basket Hockey Soft ball. Olahraga berat sekali

Tabel 1 Pengelompokan olahraga berdasarkan intensitas. Golf Bowling Panahan. Bola basket Hockey Soft ball. Olahraga berat sekali TINJAUAN PUSTAKA Mountaineering Mountaineering mengandung arti kegiatan alam bebas yang berlokasi di daerah pegunungan. Mountaineering dapat mencakup beberapa yang tidak hanya mendaki gunung, kegiatan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah terutama bagi remaja putri usia sekolah. Hal ini dilakukan karena pada remaja putri usia sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan direfleksikan dalam bentuk motto yang berbunyi Indonesia Sehat 2010. Tahun 2010 dipilih dengan pertimbangan bahwa satu dasawarsa merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gizi a. Definisi Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Menurut cara pengucapan Mesir, ghidza dibaca ghizi. Gizi adalah segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kondisi jasmani yang berhubungan dengan kemampuan atau kesanggupan tubuh yang berfungsi dalam menjalankan pekerjaan secara optimal dan efisien.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga setiap orang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga setiap orang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Sarapan sehat seyogyanya mengandung unsur empat sehat lima sempurna

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009 No. Responden : Kelas : Diisi oleh peneliti Petunjuk: Jawablah pertanyaan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1

GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1 GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1 OLEH : KELOMPOK 15 D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU Pengertian Gizi ibu hamil Zat gizi adalah : Ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi,

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH

PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH Samsul Bahri, Tommy Apriantono, Joseph I. Sigit, Serlyana Herman Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa suplemen tradisional (alami)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 = 17 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yang dilakukan di perguruan tinggi penyelenggara Beastudi Etos wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 15 METODOLOGI PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossecsional study, semua data yang dibutuhkan dikumpulkan dalam satu waktu (Singarimbun & Effendi 2006).

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16 METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik yang menggambarkan sistem penyelenggaraan makan dan preferensi para atlet terhadap menu makanan yang disajikan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosssectional study dimana seluruh paparan dan outcome diamati pada saat bersamaan dan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

Eko Winarti, SST.,M.Kes

Eko Winarti, SST.,M.Kes (SATUAN ACARA PENYULUHAN) Nutrisi Ibu Hamil Disusun oleh : Eko Winarti, SST.,M.Kes PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK (D.IV) FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI SATUAN ACARA PENYULUHAN 1 Tema : Nutrisi

Lebih terperinci

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH

NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET. Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH NARASI KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENENTUAN STATUS GIZI DAN PERENCANAAN DIET Oleh : dr. Novita Intan Arovah, MPH Berdasarkan Surat Ijin/Penugasan Dekan FIK UNY No 1737/H.34.16/KP/2009 FAKULTAS

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaannya sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002). 74 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran segar adalah bahan pangan yang banyak mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh (Ayu, 2002). Di samping sebagai sumber gizi, vitamin dan mineral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa alam, dan sebagainya, yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Masalah Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100 meter sampai dengan 400 meter (Yoyo, 2000). Lari sprint 100 meter merupakan nomor lari jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1 20 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di UPT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Olahraga adalah segala bentuk aktivitas fisik kompetitif yang biasanya dilakukan melalui partisipasi santai atau terorganisi, bertujuan untuk menggunakan, memelihara

Lebih terperinci

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN 60 Lampiran 1 Persetujuan Responden FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN Sehubungan dengan diadakannya penelitian oleh : Nama Judul : Lina Sugita : Tingkat Asupan Energi dan Protein, Tingkat Pengetahuan Gizi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, POLA KONSUMSI DAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI PENDAKI GUNUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JESA NUHGROHO DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes Introduction Gizi sec. Umum zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan memperbaiki jaringan tubuh. Gizi (nutrisi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah satunya melalui penganekaragaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Status Anemia Kadar hemoglobin contoh yang terendah 9.20 g/dl dan yang tertinggi 14.0 g/dl dengan rata-rata kadar Hb 11.56 g/dl. Pada Tabel 6 berikut dapat diketahui sebaran contoh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi Kecukupan Tingkat Kecukupan Asupan Kebiasaan Protein Pengetahuan Pendidikan energi Perilaku Energi Energi makan BAB dan ibu di dan protein Gizi sekolah pagi II Pengetahuan gizi Ibu Protein ibu Sarapan

Lebih terperinci

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri)

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri) Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga (Nurkadri) Abstrak Olahraga adalah aktiftas jasmani yang membutuhkan energy dalam melakukannya. Kadar energy yang dibutuhkan disesuaikan dengan berat atau ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Energi dari sarapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

PERBEDAAN KANDUNGAN PROTEIN, ZAT BESI DAN DAYA TERIMA PADA. PEMBUATAN BAKSO DENGAN PERBANDINGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus

PERBEDAAN KANDUNGAN PROTEIN, ZAT BESI DAN DAYA TERIMA PADA. PEMBUATAN BAKSO DENGAN PERBANDINGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus PERBEDAAN KANDUNGAN PROTEIN, ZAT BESI DAN DAYA TERIMA PADA PEMBUATAN BAKSO DENGAN PERBANDINGAN JAMUR TIRAM (Pleurotus Sp) DAN DAGING SAPI YANG BERBEDA SKRIPSI Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang. Sekitar 99% kalsium tubuh berada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan hal yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Bahkan menurut data WHO tahun 2011, jumlah perokok Indonesia mencapai 33% dari total jumlah penduduk

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA CICA YULIA, S.Pd, M.Si Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 16 METODOLOGI PENELITIAN Desain Waktu dan Tempat Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross sectional study yaitu rancangan yang digunakan pada penelitian dengan variabel sebab atau faktor resiko dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 1 GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA 2 PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunankesehatan Tdk sekaligus meningkat kan mutu kehidupan terlihat dari meningkatnya angka kematian orang dewasa karena penyakit degeneratif

Lebih terperinci