BAB IV ANALISIS PRAKTEK SRAH-SRAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
|
|
- Lanny Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV ANALISIS PRAKTEK SRAH-SRAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Yuridis Terhadap Srah-Srahan Di Desa Kalimati Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes Masyarakat jawa, atau tepatnya suku bangsa jawa secara antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa jawa dengan berbagai macam dialegnya secara turun-temurun. 1 Masyarakat jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri masyarakat jawa secara kekerabatan. Oleh karena itu, wajar pula kiranya ketika Islam dipahami oleh orang jawa, maka nilai-nilai kejawaan tidak sepenuhnya hilang, terlebih lagi salah satu teori tentang masuknya Islam ke Indonesia adalah melalui jalur Gujarat yang memiliki nuansa mistik sebagaimana kecenderungan orang jawa. Secara luwes Islam memberikan warna baru pada upacara-upacara itu dengan sebutan kenduren atau slametan. Seperti pada upacara perkawinan dilakukan pada saat muda-mudi akan memasuki jenjang berumah tangga. Upacara ini ditandai secara khas dengan pelaksanaan syari at Islam yakni aqad nikah (ijab qabul) yang dilakukan oleh pihak wali mempelai wanita dengan pihak mempelai pria dan disaksikan oleh dua orang saksi. Slametan 1 M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002, hlm. 3 44
2 45 yang dilakukan berkaitan dengan upacara perkawinan ini sering pada tahap aqad nikah dan tahap sesudah aqad nikah (ngunduh manten, resepsi pengantin). Antara upacara aqad nikah dengan resepsi, dari segi waktu pelaksanaannya dapat secara berurutan atau secara terpisah. Jika terpisah, maka dimungkinkan dilakukan beberapa kali upcara slametan, seperti pada saat ngunduh manten, pembukaan nduwe gawe, ditandai dengan slametan nggelar klasa, dan pada saat mengakhirinya dilakukan slametan mbalik klasa. Srah-srahan yang merupakan upacara adat perkawinan orang jawa, mempunyai tempat yang sangat urgen dalam tata kehidupan masyarakat jawa. Hal ini disebabkan sifat orang jawa yang begitu kuat memegang tradisi dan kepercayaan mereka terhadap kekuatan supranatural membuat mereka takut untu meninggalkan suatu tradisi yang sudah ada. Srah-srahan dalam perkawianan adat jawa merupakan suatu pemberian yang mempunyai kedudukan penting dalam pelaksanaan suatu perkawianan dan mempunyai dampak yang sangat berarti dalam kehidupan calon suami berdasarkan fungsi srah-srahan baik yang berkaitan dengan diri pribadi calon pengantin maupun masyarakat sebagai syarat keabsahan suatu perkawinan. Srah-srahan merupakan suatu yang wajib adanya, yang harus diupayakan oleh seorang calon suami untuk diberikan kepada pihak calon istrinya. Walaupun bentuk suatu barang atau benda yang dijadikan srah-srahan sangat sederhana. Dalam hal pemberian srah-srahan tidak ditentukan jumlahnya maupun banyaknya barang yang akan diserahkan tergantung pada kemampuan 45
3 46 masing-masing pihak. Perbedaan tingkat sosial dalam masyarakat mempengaruhi bentuk maupun jumlah srah-srahan yang dibayarkan menjadi hal yang perlu dipertimbangkan karena menyangkut prestise (harga diri) seseorang atau keluarganya. Sebagian masyarakat masih mengutamakan srahsrahan dari pada lamaran, karena kebanyakan orang jawa sering kali mempertanyakan berapa jumlah atau besar srah-srahan yang diberikan oleh calon suaminya sehingga srah-srahan terkadang lebih besar jumlahnya dari pada lamaran. 2 Srah-srahan dilihat dari kedudukannya dalam perkawinan adat jawa di desa Kalimati adalah sebagai sarana diterimanya suatu perkawinan dalam masyarakat, karena di dalam srah-srahan mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan dalam suatu perkawinan. Menurut hukum adat suatu perkawinan dianggap sah apabila telah sesuai dengan ketentuan atau aturan-aturan agama yang dianut oleh pihak-pihak yang melaksanakan perkawinan. Biasanya pembayaran atau pemberian itu terjadi satu hari sebelum perkawinan atau sebelum ijab qabul. Oleh karenanya ia merupakan syarat untuk melaksanakan perkawinan. 3 Biasanya pihak wanita adakalanya mengajukan permintaan kepada pihak yang meminang agar dipenuhi asok tukon yaitu misalnya meminta rantai emas disamping adanya peningset/serahan sebagai tanda cinta kasih dan mungkin juga pihak wanita akan meminta pula kembenini atau kain untuk nenek yang masih hidup sebagai syarat perkawinan mereka. Jika si 2 Wawancara dengan Kyai Yasin, Kalimati tanggal 2 Nopember Wawancara dengan Noor Rosin, Kalimati tanggal 4 November
4 47 wanita masih mempunyai kakak pria atau wanita, kadang-kadang pihak wanita akan meminta uang pelangkah atau bahan pakaian lengkap untuk diberikan kepada kakak yang dilangkahi perkawinannya. 4 Berdasarkan waktu penyerahan srah-srahan menunjukkan bahwa kedudukannya sangat mempengaruhi lancarnya upacara perkawinan. Penyerahan srah-srahan baiasanya dilaksanakan sebelum upacara akad nikah atau temon pengantin. Hal ini dimaksudkan agar pihak keluarga mempelai wanita dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Selain sebagai suatu syarat keabsahan perkawinan, srah-srahan berdasarkan unsur-unsur yang ada didalamnya juga merupakan pemberian hadiah. Unsur-unsur di dalam syaratnya juga merupakan suatu yang ditunjukkan untuk menyenangkan pihak-pihak tertentu misalnya unsur pemesing yaitu suatu yang diberikan kepada kakek atau nenek dari pihak wanita atau pelangkah yaitu yang diberikan kepada kakak calon pengantin perempuan yang dilangkahi. Dapat dikatakan bahwa srah-srahan mengandung unsur dua makna, pertama, dilihat dari kedudukan srah-srahan merupakan syarat keabsahan suatu perkawinan di kalangan masyarakat jawa. Kedua, dari segi fungsinya srah-srahan merupakan pemberian hadiah untuk menyenangkan semua pihakpihak tertentu secara khusus (calon mempelai perempuan, kakek atau nenek dari pihak perempuan secara khusus). hlm Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, 47
5 48 Perkawinan menurut hukum adat berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri untuk maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan pihak suami. Terjadinya perkawinan berarti berlakunya ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menjujung hubungan kekerabatan yang rukun dan damai. Selanjutnya sehubungan dengan azaz-azaz perkawinan yang dianut oleh UU No. 1/1974 maka asas perkawinan menurut hukum adat adalah: a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia, dan kekal. b. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama dan atau kepercayaan tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat c. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dengan beberapa wanita sebagai istri yang kedudukannya masing-masing ditentukan oleh hukum adat setempat. d. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami istri yang tidak diakui masyarakat adat. e. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur dan masih anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan izin orang tua atas keluarga dan kerabat. 48
6 49 f. Perceraian ada yang dibolehkan ada yang tidak dibolehkan percaraian antara suami istri dapat berakibat pecahnya hubungan kekerabatan antara kedua pihak. g. Keseimbangan kedudukan antara suami istri dan istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku, ada istri yang berkedudukan sebagai ibu rumah tangga dan ada istri yang bukan ibu rumah tangga. 5 Srah-srahan merupakan pola yang umum dilakukan oleh masyarakat maksudnya adalah pola yang dapat ditemui pada masyarakat hukum adat yang ada di Indonesia ini. Dan merupakan rangkaian perkawinan yang masih dilakukan oleh masyarakat Kalimati. Walaupun srah-srahan tidak dijelaskan dalam Undang-Undang, namun srah-srahan sudah merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan pada masyarakat tersebut. KEDUDUKAN SRAH-SRAHAN DALAM HUKUM ISLAM Khitbah di dalam hukum Islam dikenal dengan adanya pinangan yang dilakukan sebelum aqad nikah dengan memakai tenggang waktu atau pun tidak memakainya. 6 Dalam hal ini al Qur'an menegaskan bahwa: جن ا ح و لا ان ف س ك م ع لي كم ف ي م ا ع ر ض ت م ب ه (البقرة خ م ن ط بة ال نس اء او ا كن ن ت م ف ى (٢٣٥ Artinya: Dan tidaklah salah bagi kamu meminang perempuanperempuan itu dengan sindiran yang baik atau kamu : 5 Ibid, hlm Djaman Nur, fikih Munakahat, Semarang : Bina Utama, Cet I, 1993, hal
7 50 tth, hal 57. menyembunyikan (keinginan mengawininya) dalam hatimu (al Baqarah : 235) 7 Ini berarti dalam hukum Islam dianjurkan adanya khitbah sebelum melangsungkan perkawinan. Supaya didapatkan ketentraman akan benarnya pilihan dari berbagai aspek perempuan yang dikehendaki, sehingga tidak ada lagi ganjalan dan keraguan. Agama Islam dalam menyikapi budaya jawa yang penuh dengan tradisi atau adat kebiasaan. Bahwa Islam menerima adat sepanjang tidak menyentuh dalam aqidah, adat atau kebiasaan masyarakat di satu daerah yang telah menjadi suatu ketentuan yang harus dilaksanakan dan dianggap sebagai aturan atau norma yang harus ditaati, maka adat tersebut dapat dikaitkan sebagai suatu hukum Islam yang mengakui keefektifan adat istiadat dalam interpretasi hukum. Syari at Islam mengakui adat sebagai sumber hukum karena sadar akan kenyataan bahwa adat kebiasaan telah memainkan peran penting dalam mengatur lalu lintas hubungan dan tertib sosial di kalangan anggota masyarakat. Adat kebiasaan berkedudukan pula sebagai hukum yang tidak tertulis dan dipatuhi karena dirasakan sesuai dengan rasa kesadaran hukum mereka. Adat kebiasaan yang tetap sudah menjadi tradisi dan menyatu dengan denyut kehidupan masyarakatnya. Dalam hal ini yang seperti ini adalah suatu hal yang sulit untuk mengubahnya karena itu, hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip aqidah, tauhid dan tidak bertentangan pula dengan rasa keadilan dan peri kemanusiaan. Syari at Islam bukan saja 7 Departemen Agama RI, Al Qur an dan Terjemahannya, Semarang : CV. Toha Putra, 50
8 51 membiarkan hukum adat berlangsung terus bahkan menempatkannya dalam kerangka hukum Islam itu sendiri. 8 Adat kebiasaan memainkan peranan penting didala sejarah perkembangan dan kebangkitan manusia baik didalam kehidupan sosial maupun dalam aspek-aspek kebudayaan lainnya. Peranan tersebut banyak dipengaruhi oleh dua faktor yang pokok yaitu iklim dan kebangsaan, kebiasaan menjadi bertambah kuat kedudukannya dengan perantaraannya yang memindahkannya sampai menjadi kepastian didalam kehidupan bangsa. 9 Tradisi srah-srahan dalam masyarakat jawa ini berlaku bagi orang-orang jawa bahkan suku lain di Indonesia juga memiliki adat yang hampir sama dengan srah-srahan namun berbeda dengan istilah nama atau penyebutannya. Oleh karena itu srah-srahan dalam perkawinan adat jawa di desa Kalimati kecamatan Brebes kabupaten Brebes dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang baik (urf as sohih). Adapun status hukum dalam srah-srahan menurut masyarakat Kalimati kecamatan Brebes kabupaten Brebes adalah merupakan syarat keabsahan suatu perkawinan hal itu dibolehkan dalam hukum Islam. Sesuai dengan kaidah : 10 استعمل الناس حجة يجب العمل بها 8 Nourouzaman Shidiqi, Fiqh Islam Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 1997, hlm Ibid hlm Kamal Mukhtar,dkk, Ushul Fiqh,Yogyakarta: PT Dana Bakti, Wakaf,1995 hlm
9 52 Dengan demikian srah-srahan dalam perkawinan adat jawa berdasarkan fungsi kedudukannya yang masih dipertahankan dan dilaksanakan oleh sebagian masyarakat jawa, selama tidak merugikan salah satu pihak dan sesuai dengan tujuan syara maka hukumnya adalah mubah (boleh). B. Analisis Soiologis Terhadap Srah-Srahan di Desa Kalimati Kecematan Brebes Kabupaten Brebes Fenomena srah-srahan di desa Kalimati yang menganut sistem patriarki dapatlah dipahami sebagai konsekuensi logis dari pihak perempuan yang mempunyai posisi kedua dari laki-laki, bagian harta warisnya juga separoh bagian laki-laki, sehingga wajar jika posisi yang lemah ini harus dilindungi dan bentuk srah-srahan dalam konteks ini lebih bernuansa mengangkat keadilan dan martabat perempuan. Dari sinilah nampaknya titik perbedan istilah srah-srahan di desa Kalimati dengan desa atau daerah lainnya. Srah-srahan merupakan bagian yang penting dalam perkawinan dalam desa Kalimati, dan bahkan hampir bisa dikatakan menjadi salah satu syarat dalam suatu perkawinan. Tidak ada srahsrahan, ya tidak ada perkawinan. Ungkap salah seorang warga Kalimati ketika diwawancarai penulis menujukkan betepa pentingnya srah-srahan dalam perkawinan. Dalam praktek pelaksanaan srah-srahan, pihak laki-laki memberikan sesuatu kepada perempuan selain sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan juga merupakan bentuk tanggung jawab seorang suami kepada 52
10 53 istrinya. Proses tanggung jawab yang berupa pemberian dalam srah-srahan ini akan dilanjutkan dalam kehidupan rumah tangga nantinya, dimana suami mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Tanggung jawab dalam rumah tangga selanjutnya tidak sebatas tanggung jawab dalam hal materi, pemberian nafkah dan keperluan hidup lainnya, yaitu tempat tinggal, pakaian dan sebagainya. Namun juga mencakup immateri, nafkah batin, kasih sayang terhadap istri. 11 Srah-srahan dibebankan kepada pihak laki-laki disamping sebagai tanggung jawab atau kewajibannya suami juga berimplikasi sebaliknya, yaitu timbal balik tanggung jawab dan kewajiban bagi perempuan (istri), yaitu berbakti secara lahir dan batin kepada suami serta siap untuk mengatur keperluan dalam rumah tangga. Srah-srahan dibebankan kepada pihak laki-laki disamping sebagai tanggung jawab atau kewajibannya suami juga berimplikasi sebaliknya, yaitu timbal balik tanggung jawab dan kewajiban bagi perempuan (istri), yaitu berbakti secara lahir dan batin kepada suami serta siap untuk mengatur keperluan dalam rumah tangga. Dengan adanya sistem srah-srahan dalam perkawinan di desa Kalimati juga menunjukkan bahwa masyarakat tersebut menganut sistem patriarki (patrilineal), yaitu sistem sosial yang mendasarkan sebagai urusan, khususnya masalah interaksi dalam rumah tangga berdasarkan faktor keturunan dari pihak laki-laki (ayah). Pihak laki-laki dianggap sebagai pihak 11 Tanggung Jawab dalam istilah hukum perkawinan Indonesia lebih dikenal dengan istilah hak dan kewajiban istri, dalam kompilasi hukum Islam di atur dalam Bab XII pasal 77 sampai dengan
11 54 yang memegang peranan dalam kehidupan rumah tangga dan interaksi sosial lainnya, sedangkan perempuan hanya bersifat membantu. Implikasi lain dari model masyarakat patriarki adalah dalam hal pembagian harta waris, dimana laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan atau bagian perempuan itu separoh bagian laki-laki. Fenomena srah-srahan di desa Kalimati yang menganut sistem patriarki dapatlah dipahami sebagai konsekuensi logis dari pihak perempuan menempati posisi kedua dari laki-laki, bagian harta warisnya juga separoh bagian laki-laki, sehingga wajar bila posisi yang lemah ini harus dilindungi dan bentuk srah-srahan dalam konteks ini lebih bernuansa mengangkat keadilan dan martabat perempuan. Fenomena srah-srahan dalam proses perkawinan di desa Kalimati kecamatan Brebes kabupaten Brebes merupakan suatu adat atau tata cara yang bersifat lokal. Maksudnya, srah-srahan dalam perkawinan itu belum tentu dijumpai di daerah lain. Secara umum tradisi dalam masyarakat kita jika ada seorang pria hendak memperistri wanita, maka sang pria memberikan sesuatu benda atau uang kepada pihak calon pengantin wanita. Tidak ada ukuran standar mengenai bentuk dan ukuran pemberian tersebut, apakah itu berupa perhiasan (emas), uang tunai, perlengkapan rumah tangga, buah-buahan dan sebagainya. Bentuk-bentuk pemberian tersebut bersifat tidak mengikat, baik dalam ukuran dan jenisnya, dan bahkan jika tidak ada pemberian pun tidak menyebabkan terganggunya proses perkawinan. 54
12 55 Posisi srah-srahan di desa Kalimati merupakan norma masyarakat. Norma-norma dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Srah-srahan dalam masyarakat Kalimati merupakan kebiasaan (folk ways), yang dalam ilmu sosial mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari pada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. 12 Dengan adanya sistem srah-srahan dalam perkawinan di desa Kalimati menunjukkan bahwa masyarakat tersebut menganut sistem patriarki (patrilenial), yaitu sistem sosial yang mendasarkan berbagai urusan, khususnya masalah interaksi dalam rumah tangga berdasarkan factor keturunan dari pihak laki-laki (ayah). Pihak laki-laki dianggap sebagai pihak yang memegang perenan yang signifikan dalam kehidupan rumah tangga dan interaksi sosial lainnya, misalnya laki-laki dianggap lebih kuat, lebih pintar, dan lebih mampu dari perempuan. Oleh karenanya laki-laki dibebani tanggung jawab dan pelaksanaan utama, sedangkan perempuan hanya bersifat membantu. Fenomena srah-srahan di desa Kalimati yang menganut sistem patriarki dapatlah dipahami sebagai konsekuensi logis dari pihak perempuan yang mempunyai posisi kedua dari laki-laki, bagian harta warisnya juga separoh bagian laki-laki, sehingga wajar jika posisi yang lemah ini harus dilindungi dan bentuk srah-srahan dalam konteks ini lebih bernuansa mengangkat keadilan dan martabat perempuan. 12 Soerjono Soekanto, Sosiologi, Suatu Pengantar, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, Edisi Baru, hlm
13 56 Dari sinilah nampaknya titik perbedan istilah srah-srahan di desa Kalimati dengan desa atau daerah lainnya. Srah-srahan merupakan bagian yang penting dalam perkawinan dalam desa Kalimati, dan bahkan hampir bisa dikatakan menjadi salah satu syarat dalam suatu perkawinan. Tidak ada srahsrahan, ya tidak ada perkawinan. Maksudnya apabila tidak ada srah-srahan maka perkawinananyan dilaksanakan diluar daerah. Ungkap bapak H.Abas warga Kalimati ketika diwawancarai penulis menujukkan betapa pentingnya srah-srahan dalam perkawinan padahal semua itu hanya menjaga gengsi. 13 Dalam praktek pelaksanaan srah-srahan, pihak laki-laki memberikan sesuatu kepada perempuan selain sebagai bentuk penghormatan kepada perempuan juga merupakan bentuk tanggung jawab seorang suami kepada istrinya. Proses tanggung jawab yang berupa pemberian dalam srah-srahan ini akan dilanjutkan dalam kehidupan rumah tangga nantinya, dimana suami mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Tanggung jawab dalam rumah tangga selanjutnya tidak sebatas tanggung jawab dalam hal materi, pemberian nafkah dan keperluan hidup lainnya, yaitu tempat tinggal, pakaian dan sebagainya. Namun juga mencakup immateri, nafkah batin, kasih sayang terhadap istri. 14 Srah-srahan dibebankan kepada pihak laki-laki disamping sebagai tanggung jawab atau kewajibannya suami juga berimplikasi sebaliknya, yaitu timbal balik tanggung jawab dan kewajiban bagi perempuan (istri), yaitu 13 Wawancara dengan bapak H. Abas pada tanggal 16 oktober Tanggung Jawab dalam istilah hukum perkawinan Indonesia lebih dikenal dengan istilah hak dan kewajiban istri, dalam kompilasi hukum Islam di atur dalam Bab XII pasal 77 sampai dengan
14 57 berbakti secara lahir dan batin kepada suami serta siap untuk mengatur keperluan dalam rumah tangga. Dengan adanya sistem srah-srahan dalam perkawinan di desa Kalimati juga menunjukkan bahwa masyarakat tersebut menganut sistem patriarki (patrilineal), yaitu sistem sosial yang mendasarkan sebagai urusan, khususnya masalah interaksi dalam rumah tangga berdasarkan faktor keturunan dari pihak laki-laki (ayah). Pihak laki-laki dianggap sebagai pihak yang memegang peranan dalam kehidupan rumah tangga dan interaksi sosial lainnya, sedangkan perempuan hanya bersifat membantu. Implikasi lain dari model masyarakat patriarki adalah dalam hal pembagian harta waris, dimana laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan atau bagian perempuan itu separoh bagian laki-laki. Fenomena srah-srahan di desa Kalimati yang menganut sistem patriarki dapatlah dipahami sebagai konsekuensi logis dari pihak perempuan menempati posisi kedua dari laki-laki, bagian harta warisnya juga separoh bagian laki-laki, sehingga wajar bila posisi yang lemah ini harus dilindungi dan bentuk srah-srahan dalam konteks ini lebih bernuansa mengangkat keadilan dan martabat perempuan. 57
BAB I PENDAHULUAN. pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi Negara
BAB I PENDAHULUAN Negara mengakui adanya hukum adat di Indonesia yang tertuang dalam pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006 A. Analisis Hukum Terhadap Landasan Penetapan Harta Bersama Dalam Permohonan
Lebih terperincitradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak
1 A. Latar Belakang Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang memiliki tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki
Lebih terperinciBAB III KONSEP KHITBAH, HANTARAN, WALIMAH NIKAH DAN ADAT DALAM PANDANGAN ISLAM
BAB III KONSEP KHITBAH, HANTARAN, WALIMAH NIKAH DAN ADAT DALAM PANDANGAN ISLAM A. Pinangan (Khitbah) 1. Pengertian Pinangan (Khitbah) Menurut bahasa, meminang atau melamar artinya antara lain adalah meminta
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya
BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN
61 BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN Analisis Hukum Islam Terhadap Metode Ijab Qabul Pada Masyarakat Suku Samin di Desa Kutukan Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI PERKARA PUTUSAN NOMOR 1708/pdt.G/2014/PA.bjn. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri M dalam Putusan Nomor:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA
59 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA A. Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Perkawinan di bawah Umur Tanpa Dispensasi Kawin Perkawinan ialah
Lebih terperinciBAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur
69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria
Lebih terperinciIDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperincib. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan
BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi
Lebih terperinciBAB IV. A. Analisis Tentang Deskripsi Pasangan Kawin Sirri Di Desa Blimbing. Pernikahan secara sirri di Desa Blimbing Kecamatan Mojo
BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF M. QURAISH SHIHAB TERHADAP KONSEP KELUARGA SAKI
Lebih terperinciBAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.
42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi
Lebih terperinciBAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak
Lebih terperinciA. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar
49 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI STANDARISASI PENETAPAN MAHAR DALAM PERNIKAHAN GADIS DAN JANDA DI DESA GUA-GUA KECAMATAN RAAS KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan
1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakekatnya manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan melangsungkan perkawinan. Perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat
Lebih terperinciBAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN. beberapa model kerangka berfikir yang kontradiksi antara Adat dan Hukum Islam.
BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN Berdasarkan paparan dan temuan penelitian di lapangan, diperoleh beberapa model kerangka berfikir yang kontradiksi antara Adat dan Hukum Islam. Apabila dilihat dari kacamata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.
Lebih terperinciKOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:
SYARIAH - MUNAKAHAT KOMPETENSI DASAR: Menganalisis ajaran Islam tentang perkawinan Menganalisis unsur-unsur yang berkaitan dengan ajaran perkawinan dalam agama Islam INDIKATOR: Mendeskripsikan ajaran Islam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP
BAB IV ANALISIS URF TERHADAP PEMBERIAN RUMAH KEPADA ANAK PEREMPUAN YANG AKAN MENIKAH DI DESA AENG PANAS KECAMATAN PRAGAAN KABUPATEN SUMENEP Dalam melaksanakan pernikahan, manusia tidak terikat dan bebas
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya. 1 Sebab pernikahan merupakan suatu prosesi yang dapat menghalalkan hubungan biologis
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH
0 TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH ( Studi Kasus di KUA Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-2013) SKRIPSI Disusun Oleh:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum civil law yang sangat menjunjung tinggi kepastian hukum. Namun dalam perkembangannya Sistem hukum di Indonesia dipengaruhi
Lebih terperinciBersama : H. Ahmad Bisyri Syakur,Lc.MA.
Bersama : H. Ahmad Bisyri Syakur,Lc.MA http://warisislam.com http://wariscenter.com و الس م اء ر ف ع ه ا و و ض ع ال م يز ان )7( أ ل ت ط غ و ا ف ي ال م يز ان )8( و أ ق يم وا ال و ز ن ب ال ق س ط و ل ت خ
Lebih terperinciSTUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ
STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan kehidupan manusia dan masyarakat di bumi ini, perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan merupakan unsur yang akan meneruskan kelangsungan kehidupan manusia
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STATUS PENISBATAN ANAK HASIL PERKAWINAN SIRRI MENURUT MASYARAKAT HADIPOLO DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV ANALISIS STATUS PENISBATAN ANAK HASIL PERKAWINAN SIRRI MENURUT MASYARAKAT HADIPOLO DITINJAU DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Status Anak Hasil Perkawinan Sirri dalam Perspektif Hukum Islam
Lebih terperinciBAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN
61 BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis terhadap Faktor yang Melatar Belakangi Alasan Terjadinya Pernikahan sebagai Pelunasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah
1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami
Lebih terperinciBUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SELAMATAN DI BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG Selamatan di Buyut Potroh merupakan salah satu tradisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan segala sesuatunya di dunia ini dengan berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah diciptakan-nya
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG KEWAJIBAN ISTERI MENAFKAHI SUAMI DI DESA SARI GALUH KEC. TAPUNG KAB. KAMPAR PEKANBARU SKRIPSI
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG KEWAJIBAN ISTERI MENAFKAHI SUAMI DI DESA SARI GALUH KEC. TAPUNG KAB. KAMPAR PEKANBARU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciH.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6
BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Alasan Yang Menyebabkan Tradisi Perkawinan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI
59 BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI
AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para Ulama sepakat bahwa mahar merupakan syarat nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma bahwa dalam rukun Islam
Lebih terperinciSATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING
69 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHDAP TRADISI KECOCOKAN SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING KECAMATAN KREJENGAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR A. Analisis Hukum Islam Terhadap kecocokan
Lebih terperinciP E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk
P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan keluarga yang nantinya akan berkembang menjadi kerabat dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah Perkawinan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan merupakan unsur yang akan meneruskan kelangsungan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Bali memiliki bentuk-bentuk kebudayaan yang cukup beraneka ragam, kebiasaan masyarakat daerah tertentu yang unik, yang kesemuanya itu memiliki daya tarik tersendiri
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA
BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA A. Pandangan Ulama LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) Terhadap Poligami Tanpa Meminta Persetujuan Istri Poligami
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia melainkan seluruh makhluk ciptaan-nya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yang mengatur segala sendi kehidupan manusia di alam semesta ini, diantara aturan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg. A. Analisis Hukum Terhadap Deskripsi Putusan Nomor: 455/Pdt.G/2013/PA.Spg Mengenai Perceraian Akibat Suami
Lebih terperinciBAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Contoh dari keanekaragaman tersebut adalah keanekaragaman adat istiadat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk individu, memiliki emosi yang memerlukan perhatian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan emosional dari manusia lainnya dalam kebersamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK Praktik sewa menyewa pohon yang terjadi di Desa Mayong merupakan suatu perjanjian yang sudah lama dilakukan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM PROSES PERKAWINAN
BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM DALAM PROSES PERKAWINAN A. Ta aruf dalam Hukum Islam 1. Pengertian Ta aruf Kata ta aruf merupakan istilah kata yang berasal dari bahasa Arab yang berbentuk isim masdar dari
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG A. Analisis Praktik Utang Piutang Hewan Ternak Di Desa Ragang Dari data mengenai proses dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG A. Analisis Faktor Pendorong Jual Beli Cegatan di Desa Gunungpati Kecamatan Gunungpati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan adanya melaksanakan perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan
Lebih terperinciPERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :
PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN Hutang piutang antara petani tambak dengan tengkulak yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR A. Analisis terhadap penyebab larangan nikah Tumbuk Desa di desa Candirejo Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga
Lebih terperinciP E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk
P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat pertama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak
TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH
65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan Kebolehan Pendaftaran Pencatatan Perkawinan pada Masa Iddah Sha@ri
Lebih terperinciBAB IV. Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat. Tentang Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan. Kenjeran Kota Surabaya.
BAB IV Analisis Hukum Positif Terhadap Pandangan Tokoh Masyarakat Tentang Praktik Poligami Di Bulak Banteng Wetan Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. A. Analisis Praktik Poligami di Bulak Banteng Wetan Kecamatan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK A. Analisis terhadap Tradisi Repenan dalam Walimah Nikah di Desa Petis Sari Kec. Dukun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan
67 BAB IV ANALISIS A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan Verstek pada Perkara Nomor: 1884/Pdt.G/VERZET/2012/PA.Kab.Mlg Terhadap formulasi putusan penulis mengacu pada
Lebih terperinciBAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo
BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya
Lebih terperinciPANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP TRADISI BUBAKAN PADA WALIMATUR URSY (Studi Kasus di Desa Bendosari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang)
PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP TRADISI BUBAKAN PADA WALIMATUR URSY (Studi Kasus di Desa Bendosari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang) Latar Belakang Dalam al-qur`an dinyatakan bahwa hidup berpasangan-pasangan
Lebih terperinciadalah suatu transaksi yang sering terjadi saat masyarakat membutuhkan adalah penjual mencari seorang pembeli melalui jasa makelar.
BAB IV PRAKTIK ADOL SAWAH DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Praktik Adol Sawah di Desa Widang Jual beli sawah yang terjadi di Desa Widang Kec. Widang Kab. Tuban adalah suatu transaksi yang sering
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN 1. Analisis Terhadap Diskripsi Pinjam Meminjam Uang Dengan Beras di Desa Sambong Gede
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa,
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa, karena tujuan pendidikan suatu bangsa erat hubungannya dengan usaha mencerdaskan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk
Lebih terperinciHUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN
HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan
18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling
BAB 1 PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia dari dua jenis yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
Lebih terperinci