LOVEVOLUTION. -Inggit Rakasiwi-

Transkripsi

1 LOVEVOLUTION -Inggit Rakasiwi-

2 LOVEVOLUTION Inggit Rakasiwi Copyright 2014 by Inggit Rakasiwi Desain Sampul: Nuzula Fildzah Desain Layout: Roby Kurniawan Editor dan penata letak: Inggit Rakasiwi Diterbitkan melalui: 2

3 Untuk sebuah senyum yang memberi sejuta alasan untuk bertahan, terimakasih inspirasinya 3

4 Prolog Aku tidak tahu apa nama perasaan ini. yang aku tahu, aku tidak ingin dia pergi Surabaya, tiga tahun sebelumnya P ekikan lonceng tanda istirahat usai yang menggema di seluruh penjuru kelas terdengar seperti lonceng kematian di telinga Shilla. Saat siswa kelas dua belas berbondong-bondong menuju Aula untuk menerima hasil ujian akhir, desah napas cewek itu tercekat. Wajahnya ikut berubah pucat pasi saat ini. Sambil mengetuk-ngetuk ujung pulpen pada meja kayu di depannya, Shilla merapal do a yang sama dalam hati berkali-kali. Shil, yang ini caranya gimana sih? Tara, rekan semeja sekaligus sahabat Shilla menyodorkan soal matematika dengan bibir mengerucut di depan wajah cewek itu. 4

5 Tapi mood Shilla sedang merosot jauh dan membuatnya malas berpikir, terlebih untuk soal matematika yang super menjengkelkan. Kamu kenapa sih? Sungut Tara saat lawan bicaranya tak kunjung bereaksi. Shilla berdecak. Memikirkan dia yang sedang menerima hasil kelulusan membuat perutnya mual. Membayangkan tidak ada senyum teduh milik cowok itu lagi yang menemaninya menyelesaikan masa putih abu-abu, membuat Shilla tanpa sadar membuang napas jengah berulang-ulang. Aku ke toilet dulu, Shilla melesat cepat sebelum Tara sempat memberi respon apapun. Langkahnya besar-besar, memilih berputar melewati toilet di dekat aula. Shilla berhenti saat jantungnya kembali berdetak di atas normal. Dari jarak tak lebih dari sepuluh meter cewek itu bisa membingkai senyum seorang yang setahun belakangan menjadi objek perhatian dan pengendali semangatnya. Senyum itu merekah manis. Selembar kertas putih terbuka di genggamannya. Shilla mendesah lega, namun setetes air meluncur melewati dua belah pipinya. Tanpa perlu dikomando cewek itu membalik badan dan seketika melupakan keinginan untuk buang air kecil. 5

6 Duh, segitunya ngeliain dia Tara menyenggol bahu Shilla pelan, menaik turunkan kedua alisnya untuk menggoda sahabatnya yang wajahnya sudah dipenuhi ronarona merah. Trek! cewek mungil itu membidik kameranya ke arah Shilla yang langsung merengut sebal. Tara meleletkan lidahnya. Siapa suruh bengong gitu? yang dipelototin aja nggak peka, ledeknya. Shilla melengos, tapi matanya tak juga teralih dari cowok yang malam ini tampil mempesona dengan setelan jas hitam kedodoran sebenarnya- yang membalut tubuhnya. Senyum miring memikat cowok itu menyamarkan segalanya. Dia, tetap saja selalu berhasil menarik Shilla dari gravitasi hingga cewek itu serasa tak menapak di bumi. Samperin gih! bilang apa kek gitu, bisa jadi ini terakhir ketemu dia loh. Shilla mendengus, memutar badan hingga berhadapan dengan Tara. Biarin ah, nanti juga lupa sendiri, sahut cewek itu lantas melipir pergi sebelum Tara menyadari perubahan air mukanya. Shilla memperhatikan tampilan dirinya di kaca wastafel. Segaris senyum menghiasi sudut bibirnya. Lirih, cenderung pedih. 6

7 Suasana di luar masih sangat ramai dan cewek itu sudah kehilangan hampir seluruh moodnya untuk menikmati rangkaian acara perpisahan yang diagendakan sekolah. Dari pantulan cermin di hadapannya jualah Shilla bisa melihat dua orang siswa kelas dua belas baru masuk ke bilik toilet. Senyum mereka terlihat bahagia dan cewek itu bisa menemukan kilat haru dari masing-masing manik mata keduanya. Shilla tertegun. Beberapa jam lagi mereka resmi menjadi alumni. Mereka akan resmi menjadi alumni, ulang Shilla dalam hati. Cowok itu, dan teman-teman seperjuangannya. Sekali lagi Shilla menatap refleksi di depannya. Dress pink selutut dengan belt perak bentuk pita yang melingkari pinggang. Rambut panjang sebatas ketiaknya yang ikal dibawah dihiasi jepit kupu-kupu merah jambu. Riasan tipis disaputkan di wajahnya. Cukup. Penampilannya tidak terlalu buruk. Shilla menyapu pandangan ke seluruh sudut gedung untuk mencari sosok yang namanya diteriakkan partikel hatinya sejak tadi. Dan cowok itu ditemukannya disana. Diam dengan gurat wajah manis yang terpahat sempurna. Untuk kesekian kalinya saat kaki Shilla nyaris mencapai tanah yang dipijak kaki cowok itu ia berhenti melangkah. Memilih mencuri pandang dari jauh lagi. 7

8 Memagut senyum miring yang dalam hitungan jam tak akan menghiasi retinanya lagi. Rangkulan bersahabat tersampir di bahunya yang gemetar. Shilla tau Tara ingin menguatkannya. Dipegangnya sebelah tangan Tara yang masih tesampir di bahunya. Sambil menahan riak-riak air yang berkumpul di sudut mata, Shilla membiarkan memorinya merekam detik-detik terakhir bisa melihat cowok itu sedekat ini. Aku menyebutnya cinta, yang tersenyum malu-malu memoles lembar pertama putih abu-abuku. Satu, dua, lalu senyum-senyum lain yang merangkai alurnya sendiri dalam kotak harapku. layaknya kafein di kopi putih yang ia seduh setiap hari, begitulah arti senyumnya bagiku. Candu, dan memabukkan 8