BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (2011), dikatakan bahwa radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya. Amsyari (1989) juga mendefinisikan radiasi sebagai suatu proses dimana energi dilepaskan oleh atom-atom. Radiasi biasanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: Radiasi Korpuskuler (corpuscular radiation), adalah suatu pancaran atau aliran dari atom-atom dan/atau partikel sub-atom, yang mempunyai kemampuan untuk memindahkan energi geraknya atau energi kinetiknya (kinetic energy) ke bahan-bahan yang mereka tumbuk/bentur; Radiasi Elektromagnetis, adalah suatu pancaran gelombang (gangguan medan elektris dan magnetis) yang dilaluinya (medium). Akhadi (2000) dalam Sari (2012) mengatakan bahwa radiasi yang diterima oleh manusia dapat berasal dari sumber eksternal maupun internal. Sumber eksternal adalah sumber yang berada di luar tubuh manusia, sedangkan sumber internal adalah sumber radiasi yang berada di dalam tubuh manusia. Berikut merupakan uraiannya: 1. Sumber radiasi eksternal, contoh sumber radiasi ekternal adalah: a. Radiasi alamiah Radiasi alamiah dapat berupa radiasi yang berasal dari luar angkasa, misalnya: sinar kosmik. Radiasi alamiah lainnya dapat berasal dari 10

2 11 lapisan kerak bumi. Radiasi yang berada di lapisan kerak bumi ini adalah zat radioaktif yang sudah ada sejak terbentuknya bumi dan tersimpan di lapisan kerak bumi. b. Penyinaran medik Radiasi medik adalah radiasi yang sengaja diberikan kepada manusia (pasien), yaitu radiasi yang digunakan bagi keperluan diagnosa ataupun terapi. Dalam dunia kedokteran dikenal penyianaran luar dan dalam. c. Penyinaran dari kegiatan industri Dalam jaman teknologi modern dewasa ini pesawat sinar-x atau sistem yang mengandung zat radioaktif banyak digunakan dalam kegiatan radiografi industri, dan dalam industri lain, juga banyak digunakan dalam irradiator untuk sterilisasi, dan dalam kegiatan hidrologi. 2. Sumber radiasi internal Sumber radiasi internal berupa unsur-unsur radioaktif yang masuk dan terikat oleh organ tertentu oleh tubuh. Terikatnya unsur tersebut disebabkan oleh unsur radioaktif tersebut memiliki sifat kimia yang sama dengan unsur yang stabil. Karena sifat kimia yang sama, maka organ tubuh tidak mampu membedakan antara unsur-unsur radioaktif dan unsur stabil. Sumber ini akan memancarkan radiasinya ke sekeliling organ dimana sumber tersebut terikat. Jika suatu unsur radioaktif yang tidak diperlukan masuk ke dalam tubuh, maka unsur tersebut tidak akan terikat oleh organ tertentu melainkan akan segera dikeluarkan dari tubuh.

3 12 Akhadi (2000) dalam Helena (2010) mengatakan bahwa jenis-jenis dari radiasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Radiasi Pengion Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat mengionisasi atom-atom atau materi yang dilaluinya. Karena terjadinya proses ionisasi ini maka pada materi yang dilalui radiasi akan terbentuk pasangan ionisasi postif dan ionisasi negatif. Secara garis besar radiasi pengion dibagi menjadi dua, yaitu: a. Radiasi elektromagnetik Radiasi elektromagnetik dikelompokkan berdasarkan frekuensi atau panjang gelombang. Saah satu contoh dari radiasi elektromagnetik ini adalah sinar-x. b. Radiasi partikel Radiasi partikel merupakan radiasi yang dipancarkan oleh inti-inti atom atau partikel radioaktif. Contohnya adalah positron, neutron, dan inti-inti ringan. Radiasi partikel umumnya dibuat oleh manusia, seperti reaktor nuklir, akselator, dan iridiator. 2. Radiasi bukan pengion Radiasi bukan pengion adalah jenis radiasi yang tidak mampu mengionisasi materi yang dilaluinya. Contoh radiasi bukan pengion adalah radiasi cahaya baik yang dipancarkan oleh matahari atau sumber-sumber lain.

4 Efek Radiasi Mayerni, dkk (2013) mengatakan bahwa jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, yakni: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Interaksi radiasi dengan materi biologi diawali dengan terjadinya interaksi fisik yaitu terjadinya proses eksitasi dan atau ionisasi, yang terjadi dalam waktu 10 detik setelah paparan radiasi. Radiasi (dalam hal ini radiasi pengion) dapat memutuskan ikatan dalam molekul DNA yang mengakibatkan mutasi, kematian sel atau karsinogenesis. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan DNA dalam batas normal. Perbaikan dapat berlangsung tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi bila kerusakan yang terjadi terlalu banyak melebihi kapasitas kemampuan proses perbaikan, maka perbaikan tidak dapat berlangsung secara tepat dan sempurna sehingga menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi. Bila proses perbaikan berlangsung dengan baik dan sempurna dan juga tingkat kerusakan yang dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa kembali normal seperti keadaan sebelum terpapar radiasi. Bila proses perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat, maka akan dihasilkan sel yang tetap dapat hidup tetapi mengalami perubahan. Artinya sel tersebut tidak lagi seperti sel semula, tetapi sudah menjadi sel yang baru atau abnormal yang hidup. Selain itu bila tingkat kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik maka sel akan mati (Dwipayana, 2015).

5 14 Radiasi juga dapat memberikan efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad, yaitu sterilitas atau kemandulan. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopause dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis terendah yang diketahui dapat menyebabkan sterilisitas sementara adalah 0,65 Gy. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60 adalah 2,5-6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an) sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu Gy. Tetapi pada usia 40-an dibutuhkan dosis 5-7 Gy. Efek stokastik pada sel germinal lebih dikenal dengan efek pewarisan yang terjadi karena mutasi pada gen atau kromosom sel pembawa keturunan (sel sperma dan sel telur). Perubahan kode genetik yang terjadi akibat paparan radiasi akan diwariskan pada keturunan individu yang terpapar. Penelitian pada hewan dan tumbuhan menunjukkan bahwa efek yang terjadi bervariasi, dari ringan hingga kehilangan fungsi, atau kelainan anatomi yang parah dan bahkan kematian prematur. Dalam hal ini pria lebih sensitif terhadap paparan radiasi jika dibandingkan dengan wanita (Dwipana, 2015). Selain itu, radiasi juga dapat memberikan efek pada janin dalam kandungan. Hal ini sangat tergantung pada usia kehamilan pada saat terpapar radiasi. Dosis ambang yang dapat menimbulkan efek pada janin adalah 0.05 Gy. Perkembangan janin dalam kandungan dapat dibagi atas tiga tahap, yakni: tahap satu yaitu pre-implantasi dan implantasi yang dimulai dari proses pembuahan sampai menempelnya zigot pada dinding rahim yang terjadi sampai usia kehamilan 2 minggu. Pengaruh radiasi pada tahap ini menyebabkan kematian

6 15 janin. Tahap kedua adalah organogenesis pada masa kehamilan 2-7 minggu. Efek yang mungkin timbul berupa malformasi tubuh dan kematian neonatal. Tahap ketiga adalah tahap fetus pada usia kehamilan 8-40 minggu dengan pengaruh radiasi berupa retardasi pertumbuhan dan retardasi mental. Janin juga beresiko terhadap efek stokastik dan yang paling besar adalah resiko terjadinya leukemia pada masa anak-anak. Kemunduran mental diduga terjadi karena malformasi selsel saraf di otak yang menyebabkan penurunan nilai IQ. Dosis ambang diperkirakan 0,1 Gy untuk usia kehamilan 8-15 minggu dan sekitar 0,4-0,6 Gy untuk usia kehamilan 6-25 minggu. Pekerja wanita yang hamil tetap dapat bekerja selama dosis radiasi yang mungkin diterimanya harus selalu dikontrol secara tepat. ICRP merekomendasikan pembatas dosis yang diterima permukaan perut wanita hamil tidak lebih dari 1 msv (Dwipayana, 2015). Menurut Anwar (2011) efek dari radiasi pengion dapat dibagi menjadi 3 jenis, antara lain: 1. Efek somatik (non stokastik) adalah efek yang secara pasti dapat terjadi pada seseorang yang menerima penyinaran dan pasti penyebabnya adalah radiasi yang diberikan pada orang tersebut. Efek ini termasuk ke dalam efek segera. Efek ini timbul dengan masa tenggang yang bergantung pada dosis yang diberikan pada seseorang dan juga bergantung pada karakter biologi dari gejala yang muncul. Misalnya eritema kulit, akan muncul kira-kira jangka waktu tiga minggu setelah diberikan penyinaran dengan dosis beberapa ratus rad. Tetapi gejala yang serupa akan muncul hanya dalam beberapa hari

7 16 setelah penyinaran jika dosis yang diberikan lebih dari 1000 rad. Timbulnya efek deterministik (efek somatik) menurut jangka waktu terbagi 2, yaitu: a. Efek somatik jangka pendek, yaitu efek yang timbul dalam waktu beberapa menit, jam, minggu sejak penyinaran radiasi. Dosis radiasi ionisasi tertentu dibutuhkan untuk menghasilkan efek biologi segera setelah radiasi. b. Efek somatik jangka panjang, yaitu efek yang timbul setelah beberapa bulan atau tahun setelah penyinaran radiasi ionisasi. Efek ini timbul dari dosis radiasi seluruh atau sebagian tubuh yang tinggi, atau karena dosis rendah yang kronis selama bertahun-tahun. 2. Efek somatik-stokastik adalah efek yang dialami sel-sel somatik pada orang yang menerima penyinaran. Secara statistik beberapa efek tertunda tidak dapat dipastikan akan diderita oleh orang yang menerima penyinaran, karena itu efek ini disebut efek somatik-stokastik, misalnya tingginya kejadian leukimia dikalangan ahli radiologi secara statistik tidak dapat diduga secara pasti karena para ahli tersebut selalu mendapat medan radiasi. Hal ini berarti bahwa tidak semua ahli radiologi akan mengalami efek somatik (segera maupun tertunda), tetapi dapat diduga bahwa jumlah penderita leukemia yang kemungkinan dialami para ahli radiologi akan lebih banyak jika dibandingkan dengan masyarakat yang tidak menerima radiasi penyinaran. 3. Efek stokastik adalah efek genetik yang disebabkan oleh rusaknya sel genetik, oleh karena itu tidak diderita oleh yang menerima penyinaran, tetapi kemungkinan terjadi pada keturunan seseorang yang menerima penyinaran.

8 17 Efek genetik ini terdistribusi pada anggota suatu kelompok secara acak dan konsekuensi kliniknya merupakan konsekuensi tertunda. 2.2 Pemanfaatan Sumber Radiasi Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008, dikatakan bahwa salah satu kegiatan yang termasuk dalam pemanfaatan sumber radiasi (dalam hal ini radiasi pengion) adalah penggunaan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam radiologi diagnostik dan intervensional. Dalam peraturan ini, diatur bahwa setiap orang atau badan yang akan melaksanakan pemanfaatan sumber radiasi pengion dan bahan nuklir wajib memiliki izin dari Kepala Bapeten. Adapun persyaratan dalam memperoleh izin tersebut adalah: 1. Administrasi, yang meliputi: identitas pemohon izin; akta pendirian badan hukum atau badan usaha; Izin dan/atau persyaratan yang ditetapkan oleh instansi lain yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan lokasi Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir. 2. Teknis, yang meliputi: a. Prosedur operasi; b. Spesifikasi teknis Sumber Radiasi Pengion atau Bahan Nuklir yang digunakan, sesuai dengan standar keselamatan atau proteksi radasi; c. Perlengkapan proteksi radiasi dan/atau peralatan keamanan Sumber Radioaktif; d. Program proteksi dan keselamatan radiasi dan/atau program keamanan Sumber Radioaktif;

9 18 e. Laporan verifikasi keselamatan radiasi dan/atau keamanan Sumber Radioaktif; f. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi yang dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi, yang ditunjuk pemohon izin, dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan dan/atau g. Data kualifikasi personil, yang meliputi: 1) Petugas proteksi radiasi dan personil lain yang memiliki kompetensi; 2) Personil yang menangani Sumber Radiasi Pengion; dan/atau 3) Petugas keamanan Sumber Radioaktif atau Bahan Nuklir. 3. Khusus, persyaratan ini hanya berlaku untuk pemanfaatan sumber radiasi pengion jenis tertentu saja Radiologi Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi dan penerapan teknologi pencitraan seperti x-ray dan radiasi untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit. Pelayanan radiologi merupakan pelayanan medis yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitranaan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar- X, radioaktif, ultrasonografi, dan radiasi radio frekwensi elektromagnetik (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008, pelayanan radiologi merupakan sebagai bagian yang terintegrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dimana kesehatan adalah hak

10 19 fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan radiologi sudak selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas. Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti Rumah Sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik, yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion (Kepmenkes RI, 2008) Jenis-jenis Pemerikasaan Radiologi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 780 Tahun 2008, ruang lingkup dari pelayanan radiologi meliputi: palayanan radiologi diagnostik, radioterapi, dan kedokteran nuklir. 1. Radiologi Diagnostik Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, pelayanan radiologi diagnostik meliputi:

11 20 a. Pelayanan Radiodiagnostik Pelayanan radiodiagnostik merupakan pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi: pelayanan X- ray konvensional, CT Scan, dan mammografi. b. Pelayanan Imejing Diagnostik Pelayanan imejing diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan: diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging/MRI, USG. c. Pelayanan Radiologi Intervensional. Pelayanan radiologi intervensional menggunakan peralatan radiologi X- ray (Angiografi, CT). Pelayanan ini menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Menurut Muniarty, dkk (2006), radiologi intervensional merupakan suatu tindakan atau prosedur yang menggunakan sinar-x sebagai panduan untuk melakukan diagnosa maupun intervensi non bedah dalam ilmu kedokteran. Jenis pesawat sinar-x untuk diagnostik meliputi: a. Pesawat Sinar-X Terpasang Tetap; b. Pesawat Sinar-X Mobile, yang ditempatkan dalam: 1) Ruangan; dan 2) Mobile station. c. Pesawat Sinar-X Tomografi; d. Pesawat Sinar-X Pengukur Densitas Tulang; e. Pesawat Sinar-X Penunjang ESWL, dengan jenis:

12 21 1) C-Arm; dan 2) Konvensional. f. Pesawat Sinar-X C-Arm Penunjang Bedah; g. Pesawat Sinar-X Mamografi, yang ditempatkan dalam: 1) Ruangan; dan 2) Mobile station. h. Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi, meliputi: 1) Intraoral Konvensional; 2) Intraoral Digital; 3) Ekstraoral Konvensional; 4) Ekstraoral Digital; dan 5) CBCT-Scan. i. Pesawat Sinar-X Fluoroskopi; dan j. Pesawat Sinar-X CT-Scan. 2. Radioterapi Pelayanan radioterapi ini hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis. Pelayanan radioterapi harus memperhatikan penempatan peralatan radioterapi untuk menjamin sistem rujukan di suatu wilayah propinsi tertentu. Jenis pesawat sinar-x untuk penunjang radioterapi meliputi: a. Pesawat Sinar-X Simulator; b. Pesawat Sinar-X CT-Scan untuk Simulator;

13 22 c. Pesawat Sinar-X CT-Scan Simulator; dan d. Pesawat Sinar-X C-Arm untuk Brakhiterapi. 3. Kedokteran Nuklir Pelayanan kedokteran nuklir ini hanya dapat diselenggarakan di Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri. Jenis pesawat sinar-x yang digunakan untuk kedokteran nuklir adalah pesawat Sinar-X CT-Scan Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014 Tahun 2008, diatur sumber daya manuasia yang ada di unit radiologi dalam hal ini adalah radiologi diagnostik digolongkan berdasarkan jenis pelayanan kesehatannya. Berikut merupakan uraiannya. 1. Rumah Sakit Kelas A atau setara Tabel 2.1 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas A atau Setara No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah 1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 6 orang 2. Radiografer D-III teknik 2 orang/alat radiologi Memiliki SIKR 3. Petugas Proteksi Radiasi Tingkat I 1 orang (PPR) medik Memiliki SIB 4. Fisikawan Medik S-1 1 orang 5. Tenaga elektromedis D-III ATEM 2 orang 6. Tenaga Teknik Informasi S-1 1 orang 7. Perawat D-III Keperawatan 4 orang Memiliki SIP 8. Tenaga Admnistrasi SMU/Sederajat 5 orang Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun 2008

14 23 2. Rumah Sakit Kelas B atau setara Tabel 2.2 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas B atau Setara No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah 1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 2 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi Memiliki SIKR 2 orang/alat 3. Petugas Proteksi Tingkat I 1 orang Radiasi (PPR) medik Memiliki SIB 4. Fisikawan Medik D-IV/S-1 1 orang 5. Tenaga elektromedis D-III ATEM 1 orang/sarana yankes 6. Perawat D-III Keperawatan 2 orang Memiliki SIP 7. Tenaga Admnistrasi dan kamar gelap SMU/Sederajat 3 orang Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun Rumah Sakit Kelas C atau setara Tabel 2.3 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas C atau Setara No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah 1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 1 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi Memiliki SIKR 2 orang/alat 3. Petugas Proteksi Tingkat I 2 orang Radiasi (PPR) medik Memiliki SIB 4. Fisikawan Medik D-IV/S-1 1 orang 5. Tenaga elektromedis D-III ATEM 1 orang/sarana yankes 6. Perawat D-III Keperawatan 1 orang Memiliki SIP 7. Tenaga Admnistrasi dan kamar gelap SMU/Sederajat 2 orang Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun 2008

15 24 4. Rumah Sakit Kelas D atau setara Tabel 2.4 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Rumah Sakit Kelas D atau Setara No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah 1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 1 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi 2 orang/alat Memiliki SIKR 3. Petugas Proteksi Tingkat I 1 orang Radiasi (PPR) medik Memiliki SIB 4. Tenaga elektromedis D-III ATEM 1 orang/sarana yankes 5. Tenaga Admnistrasi dan kamar gelap SMU/Sederajat 1 orang Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun Puskesmas perawatan plus dan sarana kesehatan lain selain Rumah Sakit Tabel 2.5 Sumber Daya Manusia Radiologi Diagnostik Puskesmas Perawatan Plus dan Sarana Kesehatan Lain selain Rumah Sakit No. Jenis Tenaga Persyaratan Jumlah 1. Speisalis radiologi Memiliki SIP 1 orang 2. Radiografer D-III teknik radiologi 2 orang/alat Memiliki SIKR 3. Petugas Proteksi Tingkat I 1 orang Radiasi (PPR) medik Memiliki SIB 4. Tenaga Admnistrasi dan kamar gelap SMU/Sederajat 1 orang Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan No Tahun Proteksi Radiasi Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi (Perkabapeten, 2013). Proteksi radiasi ditujukan agar kelompok/orang yang berhubungan atau bekerja dengan radiasi pengion diusahakan agar: 1. Dapat mempunyai apresiasi tentang proteksi radiasi dan sekaligus mempunyai pengertian falsafah kesehatan lingkungan.

16 25 2. Dapat menjadi kawan yang baik dari radiasi pengion sehingga dapat memperoleh manfaat secara maksimum dari radiasi tersebut dengan kemungkinan menderita kerugian atau resiko yang minimum (Akhadi, 2000). Anwar (2011) mengatakan bahwa, karena adanya efek-efek yang sangat membahayakan bagi manusia yang terkena paparan radiasi maka untuk mengeliminir efek yang diakibatkan maka perlunya sistem proteksi radiasi. Untuk menentukan sistem proteksi, pengawasan dan standar protesi radiasi maka terdapat lembaga/badan-badan yang menetukan standar proteksi radiasi yaitu: 1. Komisi Internasional proteksi radiasi Komisi internasional proteksi radiasi, International Commision on Radiological Protection (ICRP) adalah badan yang mempunyai tugas untuk menciptakan pedoman dalam hal proteksi radiasi, membahas prinsip-prinsip dasar proteksi radiasi dan kepada berbagai komite proteksi nasional memberikan tanggung jawab untuk memperkenalkan aturan-aturan teknis. 2. Badan tenaga atom internasional atau International Atomic Energi Agency Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) adalah sebuah organisasi independen yang didirikan pada tanggal 29 Juli 1957 dengan tujuan mempromosikan penggunaan energi nuklir secara damai serta menangkal penggunaannya untuk keperluan militer. 3. Komisi satuan dan pengukuran radiologi internasional Komisi satuan dan pengukuran radiologi internasional atau International Commission on Radiation Unit (ICRU) didirikan dengan tujuan untuk

17 26 mengembangkan rekomendasi mengenai satuan dan pengukuran radiologi yg secara internasional dapat diterima, terutama dalam masalah masalah: a. Besaran dan satuan radiologi dan radioaktivitas b. Prosedur yang tepat untuk pengukuran dan penerapan besaran-besaran tesrsebut dalam radiologi klinis dan radiobiologi yg di perlukan dalam penerapan prosedur tersebut yang bila digunakan akan menjamin keseragaman dalam pelaporan. 4. BATAN (Badan Tenaga Nuklir), yang selanjutnya dikhususkan menjadi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomr 33 Tahun 2007, persyaratan keselamatan atau proteksi radiasi meliputi: persayaratan manajemen; persyaratan proteksi radiasi; persyaratan teknik; dan persyaratan; verifikasi keselamatan Persyaratan Manajemen Dalam Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011, dikatakan bahwa yang menjadi persyaratan manajemen proteksi radiasi meliputi: 1. Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi adalah Pemegang Izin dan personil yang terkait dengan penggunaan pesawat sinar-x. Adapun tanggung jawab pemegang izin adalah: a. Menyediakan, melaksanakan, mendokumentasikan program proteksi dan keselamatan radiasi; b. Memverifikasi secara sistematis bahwa hanya personil yang sesuai dengan kompetensi yang bekerja dalam penggunaan pesawat sinar-x;

18 27 c. Menyelenggarakan pelatihan Proteksi Radiasi; d. Menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi pekerja radiasi; e. Menyediakan perlengkapan proteksi radiasi; dan f. Melaporkan kepada Kepala BAPETEN mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan. 2. Personil Pemegang Izin harus menyediakan personil sesuai dengan jenis pesawat sinar-x yang digunakan dan tujuan penggunaan. Personil tersebut terdiri dari: a. Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten, dengan tugas dan tanggung jawab: 1) Menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan pasien; 2) Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau intervensional dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya; 3) Mengoperasikan pesawat sinar-x fluoroskopi; 4) Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan paparan medik; 5) Menetapkan prosedur diagnosis dan Intervensional bersama dengan fisikawan medik dan/atau radiografer; 6) Mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan 7) Menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anak-anak, dan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi.

19 28 b. Kualifikasi Tenaga Ahli yang harus memiliki latar belakang pendidikan paling kurang S2 (strata dua) fisika medik. Tugas dan tanggung jawab dari Tenaga Ahli (Qualified Expert) adalah: 1) Meninjau ulang program proteksi dan keselamatan radiasi; dan 2) Memberikan pertimbangan berdasarkan aspek keselamatan radiasi, praktik rekayasa yang teruji, dan kajian keselamatan secara komprehensif untuk peningkatan layanan Radiologi Diagnostik dan Intervensional kepada Pemegang Izin. c. Dokter Gigi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1) Menjamin pelaksanaan seluruh aspek keselamatan pasien; 2) Memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanan diagnosis dengan mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya; 3) Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan citra radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan paparan medik; 4) Menetapkan prosedur diagnosis mengevaluasi kecelakaan radiasi dari sudut pandang klinis; dan 5) Menyediakan kriteria untuk pemeriksaan wanita hamil, anak-anak, dan pemeriksaan kesehatan Pekerja Radiasi. d. Kualifikasi Fisikawan Medik dengan latar belakang pendidikan paling kurang S-1 (strata satu) fisika medik atau yang setara. Tugas dan tanggung jawab dari fisikawan medik adalah:

20 29 1) Berpartisipasi dalam meninjau ulang secara terus menerus keberadaan sumber daya manusia, peralatan, prosedur, dan perlengkapan proteksi radiasi; 2) Menyelenggarakan uji kesesuaian pesawat sinar-x apabila instalasi tersebut memiliki peralatan yang memadai; 3) Melakukan perhitungan dosis terutama untuk menentukan dosis janin pada wanita hamil; 4) Merencanakan, melaksanakan, dan supervise prosedur jaminan mutu apabila dimungkinkan; 5) Berpartisipasi dalam investigasi dan evaluasi kecelakaan radiasi; 2) Berpartisipasi pada penyusunan dan pelaksanaan program pelatihan proteksi radiasi; dan 3) Bersama Dokter Spesialis Radiologi dan Radiografer, memastikan kriteria penerimaan mutu hasil pencitraan dan justifikasi dosis yang diterima oleh pasien. e. Petugas Proteksi Radiasi, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1) Membuat dan memutakhirkan program proteksi dan keselamatan radiasi; 2) Memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi; 3) Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi radiasi, dan memantau pemakaiannya;

21 30 4) Meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di semua tempat di mana pesawat sinar-x digunakan; 5) Memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi; 6) Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi; 7) Memelihara rekaman; 8) Mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan; 9) Melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian fakta dalam hal paparan darurat; 10) Melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan operasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan radiasi; dan 11) Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program proteksi dan keselamatan radiasi, dan verifikasi keselamatan. f. Radiografer, dengan harus memiliki latar belakang pendidikan paling kurang D-III (diploma tiga) Radiologi. Sedangkan untuk operator Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi harus memiliki latar belakang pendidikan paling kurang SLTA atau setara dan telah mendapat pelatihan khusus dalam pengoperasian Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi. Radiografer dan Operator Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi memiliki tugas dan tanggung jawab: 1) Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-x;

22 31 2) Menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan; dan 3) Melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap. 3. Pelatihan Proteksi Radiasi Pelatihan proteksi dan keselamatan radiasi harus diselenggarakan oleh Pemegang Izin. Pelatihan paling kurang mencakup materi: peraturan perundang-undangan ketenaganukliran; sumber Radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir; efek biologi radiasi; satuan dan besaran radiasi; prinsip proteksi dan keselamatan radiasi; alat ukur Radiasi; dan tindakan dalam keadaan kedaruratan. 4. Pemantuan Kesehatan Pemantauan kesehatan adalah pemantauan secara sistematis terhadap kesehatan pekerja untuk mengidentifikasi adanya gejala atau tanda kerusakan awal akibat Paparan Radiasi dan menentukan tindakan pencegahan dampak kesehatan jangka panjang atau permanen. Dalam Perkabapeten Nomor 6 Tahun 2010, dikatakan bahwa Pemegang Izin wajib untuk menyelenggarakan pemantauan kesehatan. Pemantauan Kesehatan ini bertujuan untuk: a. Menilai kesehatan pekerja radiasi baik dari aspek fisik maupun psikologis; b. Memastikan kesesuaian antara kesehatan pekerja dan kondisi pekerjaannya; c. Memberikan pertimbangan dalam menangani kejadian kontaminasi atau paparan radiasi berlebih pada pekerja radiasi;

23 32 d. Menyediakan Rekaman yang dapat memberikan informasi untuk: 1) Penanganan kasus paparan kecelakaan atau penyakit akibat kerja; 2) Evaluasi statistik mengenai penyakit yang mungkin berhubungan dengan kondisi kerja; 3) Data medico legal; dan 4) Kajian terhadap manajemen proteksi radiasi. Pemantauan Kesehatan ini meliputi: a. Pemeriksaan Kesehatan, adalah pemeriksaan terhadap pekerja radiasi yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk memastikan bahwa pekerja dalam kondisi sehat atau fit dalam menjalankan tugasnya terkait radiasi. Hasil pemeriksaan kesehatan berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal pemeriksaan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi: 1) Pemeriksaan Kesehatan Umum, dilaksanakan pada saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan pada saat akan memutuskan hubungan kerja. Pemeriksaan kesehatan umum meliputi: anamnesis; riwayat penyakit dan keluarga; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan laboratorium. Dengan tujuan: a) Memastikan bahwa kondisi atau status kesehatan pekerja mampu untuk melaksanakan tugas sebagai pekerja radiasi yang dibebankan kepadanya; b) Memberikan informasi tentang data dasar status kesehatan pekerja radiasi sebelum menjalankan tugasnya terkait dengan sumber radiasi; dan

24 33 c) Mengklasifikasi status kesehatan pekerja radiasi dalam kategori sehat untuk bekerja, sehat untuk bekerja dalam kondisi tertentu dan tidak sehat untuk bekerja. 2) Pemeriksaan Kesehatan Khusus, dilaksanakan pada saat pekerja radiasi mengalami atau diduga mengalami gejala sakit akibat radiasi dan pada saat penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan paparan radiasi berlebih. Pemeriksaan kesehatan khusus meliputi: a) Pemeriksaan darah lengkap; b) Pemeriksaan sperma; dan/atau c) Pemeriksaan aberasi kromosom. b. Konseling, dilaksanakan melalui: 1) Pemeriksaan psikologi; dan/atau 2) Konsultasi. Konseling sebagaimana diberikan kepada: 1) Pekerja wanita yang sedang hamil atau diduga hamil; 2) Pekerja wanita yang sedang menyusui; 3) Pekerja yang menerima paparan radiasi berlebih; dan pekerja yang berkehendak mengetahui tentang paparan radiasi yang diterimanya. c. Penatalaksanaan kesehatan pekerja yang mendapatkan paparan radiasi berlebih, yang diberikan melalui: 1) Kajian terhadap dosis yang diterima; 2) Konseling; dan 3) Pemeriksaan kesehatan dan tindak lanjut.

25 34 5. Rekaman dan laporan Pemegang Izin harus membuat, memelihara dan menyimpan rekaman yang terkait dengan proteksi dan keselamatan radiasi. Adapun rekaman tersebut meliputi: a. Data inventarisasi pesawat sinar-x; b. Catatan dosis yang diterima personil setiap bulan; c. Hasil pemantauan laju paparan radiasi di tempat kerja dan lingkungan; d. Uji kesesuaian pesawat sinar-x; e. Kalibrasi dosimeter perorangan pembacaan langsung; f. Hasil pencarian fakta akibat kecelakaan radiasi; g. Penggantian komponen pesawat sinar-x; h. Pelatihan yang paling kurang memuat informasi: 1) Nama personil; 2) Tanggal dan jangka waktu pelatihan; 3) Topik yang diberikan; dan 4) Fotokopi sertifikat pelatihan atau surat keterangan. i. Hasil pemantauan kesehatan personil. Rekaman yang telah dirangkum harus dicantumkan dengan jelas di dalam program proteksi dan keselamatan radiasi. Data inventarisasi pesawat sinar-x tersebut paling kurang meliputi: a. Komponen dan spesifikasi teknik pesawat sinar-x; dan b. Penggantian tabung sinar-x.

26 35 Adapun halnya dengan laporan meliputi laporan mengenai pelaksanaan: a. Program proteksi dan keselamatan radiasi, verifikasi keselamatan; dan b. Intervensi terhadap Paparan Darurat. Laporan tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh Pemegang Izin kepada Kepala Bapeten Persyaratan Proteksi Radiasi Berdasarkan Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011, ditentukan hal-hal yang menjadi persyaratan proteksi radiasi, hal tersebut antara lain: justifikasi penggunaan pesawat sinar-x; limitasi Dosis; dan penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi. Persyaratan ini harus diterapkan pada tahap perencanaan, desain, dan penggunaan fasilitas di instalasi untuk radiologi diagnostik dan intervensional. Berikut ini merupakan uraian dari persyaratan proteksi radiasi: 1. Justifikasi penggunaan pesawat sinar-x Justifikasi penggunaan pesawat sinar-x harus didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat yang diperoleh jauh lebih besar daripada risiko bahaya radiasi yang ditimbulkan. Menurut Akhadi yang dikutip oleh Sari (2012), justifikasi menghendaki agar setiap kegiatan yang dapat mengakibatkan paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian yang cukup mendalam dan diketehui bahwa manfaat dari kegiatan tersebut cukup besar dari kegiatan yang dapat ditimbulkannya. 2. Limitasi Dosis Limitasi dosis menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang telah

27 36 ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang mengandung resiko cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang telah ditetapkan tidak akan terlampaui. Limitasi dosis harus mengacu pada Nilai Batas Dosis. Nilai Batas Dosis tidak boleh dilampaui dalam kondisi operasi normal. Nilai Batas Dosis ini berlaku untuk: pekerja radiasi; dan anggota masyarakat. Nilai Batas Dosis untuk Pekerja Radiasi tidak boleh melampaui: a. Dosis efektif sebesar 20 msv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut; b. Dosis efektif sebesar 50 msv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu; c. Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 msv (seratus lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan d. Dosis ekuivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 msv (lima ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun. Pemegang Izin harus memastikan Nilai Batas Dosis yang telah ditentukan tidak terlampaui dengan cara: a. Menyelenggarakan pemantauan paparan radiasi dengan survey meter; b. Melakukan pemantauan dosis yang diterima personil dengan film badge atau TLD badge, dan dosimeter perorangan pembacaan langsung yang sudah dikalibrasi; c. Menyediakan perlengkapan proteksi radiasi, yang meliputi:

28 37 1) Peralatan pemantau dosis perorangan, yang meliputi: a) Film Badge: disediakan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK)-Departemen Kesehatan atau Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR)-Badan Tenaga Nuklir Nasional. Gambar 2.1 Film Badge Sumber: Properties of Radiation b) Termoluminisensi Dosimeter (TLD): disediakan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Departemen Kesehatan atau Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR)-Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Adapun penggunaan dari jenis alat pemantauan dosis yang telah disebutkan diatas disesuaikan dengan jenis radioaktif. Pemantauan dosis yang dilaksanakan untuk Paparan Radiasi eksterna harus dilakukan oleh Pemegang Izin paling sedikit: a) 1 kali dalam 1 bulan, apabila menggunakan Peralatan pemantauan dosis perorangan jenis film badge;

29 38 b) 1 kali dalam 3 bulan, apabila menggunakan peralatan pemantauan dosis perorangan jenis thermoluminisence dosimeter (TLD) badge; c) 1 kali dalam 3 bulan, apabila menggunakan peralatan pemantauan dosis perorangan jenis radiophotoluminisence dosimeter badge. Untuk pemantauan dosis radiasi internal, pemantauan dosis melalui pengukuran: in-vivo dengan whole body counter; dan/atau in-vitro dengan teknik bioassay. Gambar 2.2 TLD Sumber: Properties of Radiation 2) Peralatan protektif radiasi, yang meliputi: a) Apron/celemek: yang setara dengan 0,2 mm Pb, atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-x radiologi sinar-x, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-x radiologi intervensional. Dengan menggunakannya, maka sebagian besar bagian tubuh dapat terlindungi dari bahaya radiasi.

30 39 b) Tabir radiasi/shielding portable: tabir yang harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir: tinggi 2 m, lebar 1 m yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb, digunakan pada saat pekerja melakukan mobile X-ray di ruangan intensive care. Gambar 2.3 (a) Apron Pb dan (b)tabir Radiasi Sumber: Properties of Radiation c) Kacamata Pb: yang terbuat dari timbal dengan daya serap setara dengan 1 mm Pb yang digunakan untuk melindungi mata.

31 40 Gambar 2.4 Kacamata Pb Sumber: Properties of Radiation d) Sarung tangan Pb: digunakan untuk fluoroskopi. Sarung tangan ini harus memberikan kesetaraan atenuasi minimal 0,25 mm Pb pada 150 kvp. Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan tangan. Gambar 2.5 Sarung Tangan Pb Sumber: Properties of Radiation e) Pelindung tiroid: terbuat dari karet timbal, dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Digunakan untuk melindungi daerah tyroid yang tidak tertutup body apron/celemek. Pelindung ovarium.

32 41 Gambar 2.6 Pelindung Tiroid Sumber: Properties of Radiation f) Pelindung gonad: setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostik, dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-x radiologi intervensional. Proteksi harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama. Gambar 2.7 Pelindung Gonad Sumber: Properties of Radiation

33 42 3. Optimasi Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar pekerja radiasi di instalasi radiologi dan anggota masyarakat di sekitar instalasi radiologi menerima paparan radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai. Prinsip optimasi ini juga dikenal dengan sebuatan konsep ALARA ini diperkenalkan oleh National Committee on Radiation Protection pada tahun 1954 (Edward, 1990). Penerapan optimisasi dilaksanakan melalui prinsip optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi yang meliputi: a. Pembatas Dosis untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat; dan b. Tingkat panduan paparan medik untuk pasien Persayaratan Teknik Yang menjadi persyaratan teknik dalam proteksi radiasi adalah sebagai berikut: 1. Pesawat Sinar-X Pemegang Izin hanya boleh menggunakan pesawat sinar-x yang memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi atau sertifikat yang dikeluarkan oleh pabrikan. Pesawat sinar-x paling kurang terdiri atas komponen utama, yaitu: a. Tabung; b. Pembangkit tegangan tinggi; c. Panel kontrol; dan/atau d. Perangkat lunak.

34 43 Citra Radiografi yang dihasilkan pesawat sinar-x harus diinterpretasikan oleh Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten. 2. Peralatan Penunjang Pesawat Sinar-X Pemegang Izin hanya boleh menggunakan peralatan penunjang pesawat sinar- X yang memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi atau sertifikat yang dikeluarkan oleh pabrikan. Peralatan penunjang pesawat sinar-x ini paling kurang terdiri atas komponen: a. Tiang penyangga tabung; b. Kolimator; dan c. Instrumentasi tegangan. 3. Bangunan Fasilitas Disain bangunan fasilitas pesawat sinar-x harus memenuhi persyaratan berikut: a. Pembatas dosis untuk pekerja radiasi, untuk perisai pada dinding ruangan dan/atau pintu yang berbatasan langsung dengan ruang kerja pekerja radiasi; dan b. Pembatas dosis untuk anggota masyarakat, untuk perisai pada dinding ruangan dan/atau pintu yang berbatasan langsung dengan akses anggota masyarakat. Setiap perencanaan fasilitas pesawat sinar-x harus mempertimbangkan kemungkinan perubahan di masa mendatang dalam setiap parameter atau semua parameter yang meliputi penambahan tegangan tabung, beban kerja,

35 44 modifikasi teknis yang mungkin memerlukan tambahan pesawat sinar-x, dan bertambahnya tingkat penempatan daerah sekitar fasilitas. Fasilitas pesawat sinar-x paling kurang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Ukuran ruangan pesawat sinar-x dan mobile station harus sesuai dengan spesifikasi teknik pesawat sinar-x dari pabrik atau rekomendasi standar internasional. Berikut ini merupakan ukuran minimum ruangan yang ditetapkan dalam Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011.

36 45 Tabel 2.6 Ukuran Minimum Ruangan Pesawat Sinar-X No Jenis Pesawat Sinar-X 1. a. Terpasang tetap b. Mobile dalam ruangan, tidak termasuk instalasi gawat darurat dan instalasi perawatan intensif c. Tomografi d. Pengukur densitas tulang e. C-Arm untuk penunjang bedah f. C-Arm untuk Brakhiterapi Ukuran Minimum Ruangan: panjang (m) x lebar (m) x tinggi (m) 4 x 3 x 2,8 2. Mamografi 3 x 3 x 2,8 3. a. Intraoral konvensional 2 x 2 x 2,8 b. Intraoral digital 4. a. Ekstraoral konvensional 3 x 2 x 2,8 b. Ekstraoral digital 5. CBCT-scan 3 x 3 x 2,8 6. a. Fluoroskopi b. Penunjang ESWL c. CT-Scan d. CT-Scan Fluoroskopi e. C-Arm/U-Arm Angiografi f. Simulator g. ST-Scan untuk simulator h. CT-Scan simulator 6 x 4 x 2,8 Sumber: Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011 tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional b. Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruanganpaling kurang terletak pada ketinggian 2 m (dua meter) dari lantai; c. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-x terbuat dari bata merah ketebalan 25 cm (duapuluh lima sentimeter) atau beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm (dua koma dua gram per sentimeter kubik)

37 46 dengan ketebalan 20 cm (duapuluh sentimeter) atau setara dengan 2 mm (dua milimeter) timah hitam (Pb), dan pintu ruangan pesawat sinar-x harus dilapisi dengan timah hitam dengan ketebalan tertentu; d. Kamar gelap atau alat pengolahan film; e. Ruang tunggu pasien; f. Ruang ganti pakaian; dan g. Tanda Radiasi, poster peringatan bahaya Radiasi, dan lampu merah Gambar 2.8 (a) Tanda Radiasi dan (b) Peringatan Bahaya Radiasi Sumber: Perkabapeten Nomor 8 Tahun Verifikasi Keselamatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 diatur bahwa pemegang izin, dalam rangka menjamin keselamatan sumber (pesawat sinar-x) diwajibkan untuk melakukan verifikasi keselamatan. Dalam Perkabapeten Nomor 8 Tahun 2011 juga dikatakan bahwa verifikasi keselamatan harus dilakukan melalui: 1. Pemantauan paparan radiasi, yang dilakukan oleh pemegang izin terhadap: a. Fasilitas yang baru dimiliki sebelum digunakan; dan b. Fasilitas yang mengalami perubahan.

38 47 Sedangkan Petugas Proteksi Radiasi harus melakukan pemantauan papara radiasi pada: a. Ruang kendali pesawat sinar-x; b. Ruang di sekitar pesawat sinarx; dan c. Personil yang sedang melaksanakan prosedur fluoroskopi, 2. Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Dalam Perkabapeten Nomor 9 Tahun 2011 tentang uji kesesuaian pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional, diatur bahwa uji kesesuaian pesawat sinar-x harus dilakukan oleh Pemegang Izin. Berikut ini merupakan persyaratan uji keseuaian pesawat sinar-x: a. Setiap orang atau badan yang mengajukan permohonan izin baru, perpanjangan izin, dan/atau memiliki izin penggunaan pesawat sinar-x wajib melaksanakan uji kesesuaian pesawat sinar-x. b. Pesawat sinar-x yang dimaksud di atas meliputi: 1) Pesawat Sinar-X yang belum memiliki sertifikat uji kesesuaian; 2) Pesawat Sinar-X dengan masa berlaku sertifikat uji kesesuaian yang telah berakhir; dan 3) Pesawat Sinar-X yang telah memiliki sertifikat Uji Kesesuaian, tetapi mengalami perubahan spesifikasi teknis yang dikarenakan perbaikan dan/atau penggantian komponen signifikan. Pelaksanaan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X dilakukan oleh penguji berkualifikasi. Hasil pelaksanaan Uji Kesesuaian akan dievaluasi oleh Tenaga Ahli.

39 Jaminan Mutu Proteksi Radiasi Program jaminan mutu keselamatan dan proteksi radiasi bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan proteksi radiasi akan dapat tercapai. Program jaminan mutu proteksi radiasi berisi prosedur kaji ulang dan audit pelaksanaan program proteksi radiasi (Perkabapeten, 2013). Program ini dirancang untuk memastikan bahwa semua peralatan dan sistem keselamatan dicek dan diuji secara berkala, dan bahwa semua defek atau defisiensi disampaikan ke pihak manajemen, untuk kemudian diperbaiki. Program tersebut juga harus memastikan bahwa prosedur operasi diikuti secara benar dan menjelaskan mengenai proses pengecekan, proses audit, dan pembuatan dan penyimpanan rekaman. Program jaminan mutu proteksi harus menjalankan mekanisme umpan balik dari kejadian kedaruratan dan insiden yang terjadi, dan bagaimana hasil analisa ini dapat digunakan untuk meningkatkan proteksi radiasi. Pada program jaminan mutu, terdapat tim yang ditetapkan untuk mengelola program ini. Tim terdiri dari dokter spesialis radiologi, fisikawan medik, radiografer senior (Kepala Radiografer), radiografer QC, dan perwakilan dari teknisi (Inhouse X-Ray service atau engineering). Tim ini akan mengadakan pertemuan secara berkala dan memiliki program yang jelas, menentukan frekuensi untuk mengontrol, miliki dokumentasi perawatan alat dan melakukan review sejauhmana program dapat berjalan secara efektif (Kepmenkes, 2008).

40 Landasan Teori Pemanfaatan sinar-x dapat dilakukan dalam berbagai sektor. Salah satunya adalah pemanfaatan dalam dunia medis atau yang biasa disebut dengan pelayanan radiologi. Pemanfaatan sinar-x dalam dunia medis digunakan untuk menunjang diagnosis dan prosedur terapi (Perkabapeten, 2011). Dalam hal pemanfaatan sinar-x, pemerintah mengeluarkan ketetapan tentang proteksi radiasi. Dengan pertimbangan bahwa pamanfaatan radiologi dalam pelayanan kesehatan dapat memberikan efek negatif bagi pasien, masyarakat, maupun pekerja radiasi. Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi dan mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi (Perkabapeten, 2013). Program proteksi radiasi ini dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin kemungkinan terjadinya kecelakaan radiasi dan melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi akibat penggunaan zat radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya (Akhadi, 2000). Proteksi radiasi mencakup persyaratan manajemen, persyaratan proteksi radiasi, persyaratan teknik, dan persyaratan keselamatan. Persyaratan manajemen meliputi penanggung jawab keselamatan radiasi, personil, pelatihan proteksi radiasi, pemantauan kesehatan, rekaman dan laporan (Perkabapeten, 2011). Persyaratan proteksi radiasi mencakup justifikasi penggunaan pesawat sinar-x, limitasi dosis, dan optimasi. Persyaratan ini harus diterapkan pada tahap

41 50 perencanaan, desain, dan penggunaan fasilitas di instalasi radiologi (Peraturan Pemerintah, 2007). Persyaratan teknik meliputi pemantauan terhadap pesawat sinar-x, peralatan penunjang pesawat sinar-x, serta bangunan fasilitas (Perkabapeten, 2011). Verifikasi keselamatan dilakukan melalui pemantauan paparan radiasi danuji kesesuaian pesawat sinar-x (Peraturan Pemerintah, 2007). 2.6 Kerangka Konsep Proteksi Radiasi 1. Persyaratan Manajemen 2. Persyaratan proteksi radiasi 3. Persyaratan teknik 4. Verifikasi keselamatan 1. Personil 2. Pelatihan proteksi radiasi 3. Pemantauan kesehatan 4. Rekaman 5. Pemantauan dosis 6. Bangunan fasilitas 7. Peralatan protektif radiasi 8. Uji kesesuaian Gambar 2.9 Kerangka Konsep

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24 Halaman 1 dari 24 LEMBAR PENGESAHAN Disiapkan oleh Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal Diperiksa oleh Disahkan oleh Halaman 2 dari 24 Pernyataan Kebijakan Proteksi dan Keselamatan Radiasi Setiap kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN

DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN No DOKUMEN Dokumen Administratif 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk WNI /Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) dan Paspor untuk WNA selaku pemohon

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Repu

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Repu No.639, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Sinar-x. Keselamatan Radiasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dengan pendekatan observasional, check list, dan wawancara untuk

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dengan pendekatan observasional, check list, dan wawancara untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan observasional, check list, dan wawancara untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH SURAT IZIN BEKERJA BAGI PETUGAS TERTENTU DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN SUMBER RADIASI PENGION DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan. No.1937, 2014 BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan jasa semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut ternyata tidak hanya

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan tak hanya sebatas pembangkit listrik namun sudah merambah ke bidang medis, industri, pemrosesan makanan, pertanian,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENYIMPANAN TECHNOLOGICALLY ENHANCED NATURALLY

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PROTEKSI RADIASI PADA PEKERJA BIDANG RADIOLOGI DAN PENERAPANNYA DI RSUD TARUTUNG TAHUN 2017

KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PROTEKSI RADIASI PADA PEKERJA BIDANG RADIOLOGI DAN PENERAPANNYA DI RSUD TARUTUNG TAHUN 2017 Lampiran 1. KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PROTEKSI RADIASI PADA PEKERJA BIDANG RADIOLOGI DAN PENERAPANNYA DI RSUD TARUTUNG TAHUN 2017 I. Data Umum Nama : Usia : Jenis kelamin : Pendidikan terakhir : Posisi/Jabatan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1550, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Radiasi. Impor. Ekspor. Pengalihan. Barang. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN. TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF DAN PESAWAT SINAR-X UNTUK PERALATAN GAUGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-x oleh William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 tahun kemudian, penemuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 12-16 Malang 65145, Telp. 085784638866

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN IRADIATOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN IRADIATOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN IRADIATOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.671, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Radiasi. Radio Terapi. Pengguna. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION U M U M Peraturan Pemerintah ini, dimaksudkan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi merupakan suatu bentuk energi. Ada dua tipe radiasi yaitu radiasi partikulasi dan radiasi elektromagnetik. Radiasi partikulasi adalah radiasi yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan terbanyak radiasi pengion buatan manusia adalah di dunia medis. Radiasi pengion tersebut digunakan dalam penegakan diagnosis, panduan tindakan

Lebih terperinci

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ABSTRAK Radiografer adalah pekerja yang beresiko terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, pertama kali menemukan sinar-x pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu mengumpulkan data. Fungsi analisis

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI B.Y. Eko Budi Jumpeno Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Jalan Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440 PO Box 7043 JKSKL, Jakarta 12070 PENDAHULUAN Pemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pemanfaatan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMANTAUAN KESEHATAN UNTUK PEKERJA RADIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Bab 2. Nilai Batas Dosis

Bab 2. Nilai Batas Dosis Bab 2 Nilai Batas Dosis Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PERALATAN RADIOGRAFI INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi pengion (X-ray) untuk melakukan diagnosis tanpa harus dilakukan pembedahan. Sinar-X akan ditembakkan

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TANGGAL 19 Maret 2009 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR I. izinan:

Lebih terperinci

: Panduan Penyusunan Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam Kegiatan Well Logging LEMBAR PENGESAHAN

: Panduan Penyusunan Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi Dalam Kegiatan Well Logging LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN 1. Tanda Tangan 2. 3. TTD TTD TTD 4. Tanggal 1. 03-10-2011 2. 03-10-2011 3. 03-10-2011 4. 03-10-2011 03-10-2011 03-10-2011 Nama 1. Roy Candra Primarsa, ST 2. Yerri Noer Kartiko, ST, MT

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR JENIS DAN ATAS JENIS PENERIMAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Radiasi terdiri dari beberapa jenis, ditinjau dari massanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi modern, pemakaian zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya semakin meluas di Indonesia. Pemakaian zat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RADIODIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL. Booklet. Pedoman layanan perizinan. BAPETEN Direktorat Perizinan FasilitasKesehatan dan zat Radioaktif

RADIODIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL. Booklet. Pedoman layanan perizinan. BAPETEN Direktorat Perizinan FasilitasKesehatan dan zat Radioaktif Booklet 01 Pedoman layanan perizinan RADIODIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL Merupakan panduan bagi Pemohon Izin untuk mengajukan permohonan izin radiodiagnostik dan intervensional. Dokumen ini memuat persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam penggunaan teknologi nuklir disadari benar bahwa selain dapat diperoleh manfaat bagi kesejahteraan manusia juga ditemui posisi bahaya bagi keselamatan manusia.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA bahwa untuk melaksanakan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016 PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi, Universitas Brawijaya Jl. Veteran 12-16 Malang, 65145, Telp. 085784638866,

Lebih terperinci

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun dari jaringan yang merupakan kumpulan dari sejumlah

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi adalah alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosa dan rencana pengobatan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit mulut

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan BAB. I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Sinar-X merupakan sepenggal spektrum gelombang elektromagnetik yang terletak di ujung energi tinggi spektrum gelombang elektromagnetik di bawah dan bersinggungan

Lebih terperinci

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi Telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-99

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM IMPOR DAN PENGALIHAN ZAT RADIOAKTIF DAN PEMBANGKIT RADIASI PENGION DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian a. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang

Lebih terperinci

Dasar Proteksi Radiasi

Dasar Proteksi Radiasi Dasar Proteksi Radiasi 101 Tujuan Proteksi Radiasi Mencegah terjadinya efek non-stokastik yang berbahaya, dan membatasi peluang terjadinya efek stokastik hingga pada nilai batas yang dapat diterima masyarakat;

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health Unnes Journal of Public Health 6 (3) (2017) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT Tri Dianasari,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR. TAHUN. TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI BARANG KONSUMEN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR. TAHUN. TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI BARANG KONSUMEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR. TAHUN. TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI BARANG KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN ANALISIS DOSIS RADIASI TERHADAP RADIOTERAPIS MENGGUNAKAN POCKET DOSEMETER, TLD BADGE DAN TLD-100 DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG STUDI KASUS (MEI OKTOBER) 2014 Milda Utari 1, Dian Milvita

Lebih terperinci

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

MAKALAH PROTEKSI RADIASI MAKALAH PROTEKSI RADIASI PENGERTIAN, FALSAFAH, DAN ASAS PROTEKSI RADIASI DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 NAMA : 1. A MUIS MUALLIM (15001) 2. ALMIN PRABOWO ANWAR (15002) 3. ANDI MUTMAINNAH IVADA DEWATA (15003)

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu unsur yang penting untuk menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Kesehatan bukanlah semata-mata merupakan tanggung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan seni dan ilmu dalam membuat gambar bayangan gigi dan struktur sekitarnya. Radiografi berperan penting di bidang

Lebih terperinci

TANTANGAN BADAN PENGAWAS MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR X UNTUK DIAGNOSTIK.

TANTANGAN BADAN PENGAWAS MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR X UNTUK DIAGNOSTIK. TANTANGAN BADAN PENGAWAS MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR X UNTUK DIAGNOSTIK. oleh : Martua Sinaga ABSTRAK Radiasi pengion tidak selamanya berbahaya bagi manusia akan tetapi juga

Lebih terperinci

Pesawat Sinar X Diagnostik dan Intervensional

Pesawat Sinar X Diagnostik dan Intervensional No. Dok Haaman 1 dari 6 Jenis pesawat sinar-x Radiografi Umum Radiografi Mobie Pesawat Gigi Fuoroskopi Konvensiona Fuoroskopi Mamografi CT-Scan Penunjang Terapi Mobie Station (radiografi daam mobi) Mobie

Lebih terperinci

Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN

Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN 2015 1 Database Dosis Pasien Merupakan kumpulan dari data dosis radiasi yang mewakili atau mengidentifikasi perkiraan dosis yang diterima oleh

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI RADIOISOTOP UNTUK RADIOFARMAKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI RADIOISOTOP UNTUK RADIOFARMAKA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI RADIOISOTOP UNTUK RADIOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PRODUKSI PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK

Lebih terperinci

Direktur Jendaral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Direktur Jendaral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Direktur Jendaral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Disampaikan pada : Konferensi Informasi Pengawasan Ketenaganukliran Jakarta, 12 Agustus 2015 Goals Pemerintah (Nawa Cita) Yang terkait 1.Menghadirkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta Proceeding 1 st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 581 1770 Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta M. Tekad Reza R 1, Galih Anindita,

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION UNTUK KEGIATAN GAUGING INDUSTRI

FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION UNTUK KEGIATAN GAUGING INDUSTRI FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION UNTUK KEGIATAN GAUGING INDUSTRI DOKUMEN NO : 002/GAU/IND/2009 Perhatian : Bacalah terlebih dahulu PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR. Pemohon izin harap

Lebih terperinci