BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Initial Public Offering (IPO) Pasar perdana merupakan tempat atau sarana bagi perusahaan ketika pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum (Samsul, 2006). Perusahaan yang ingin go public akan melangkah ke pasar perdana untuk menawarkan IPO kepada para investor pertama sebelum para investor tersebut meperjualbelikan saham tersebut di pasar sekunder. Namun sebelum melangkah ke pasar perdana, banyak persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan agar dapat melakukan IPO. Syarat syarat perusahaan yang ingin go public atau emiten diurus oleh underwriter. Tidak hanya itu, underwriter bersama dengan emiten berunding untuk mendapatkan harga saham perdana yang dirasa cukup pantas untuk ditawarkan kepada publik. Harga yang terlalu tinggi akan membuat investor ragu ragu untuk membeli. Namun harga yang terlalu rendah juga akan membuat investor tidak tertarik membeli, karena harga dianggap terlalu murah. Harga tersebut merupakan cerminan keadaan perusahaan, sehingga jika terlalu tinggi atau bahkan rendah maka akan menjadi masalah. Oleh karena itu pihak emiten dan underwriter harus benar benar memikirkan harga yang cocok untuk melempar saham ke pasar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal makna go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan penerbit saham) 9

2 10 kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaanya. Istilah Go Public ini digunakan oleh perusahaan ketika pertama kali diperkenalkan ke masyarakat luas dengan diikuti kegiatannya adalah IPO atau meluncurkan saham perdana. Perusahaan yang memutuskan untuk go public akan mendapatkan manfaat yang cukup besar, termasuk manfaat mendapatkan tambahan modal. Berikut di bawah ini merupakan keuntungan yang didapat perusahaan ketika memutuskan untuk go public menurut Jogiyanto (2003) : 1. Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang. 2. Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham. 3. Nilai pasar perusahaan diketahui. Akan sangat menguntungkan bagi perusahaan yang memutuskan untuk go public. Perusahaan yang memutuskan go public akan berubah dari perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka (tbk). Perusahaan tersebut akan dikenal oleh masyarakat dan jika kinerja keuangan perusahaan semakin membaik setelah melakukan IPO, maka nilai perusahaan juga akan semakin meningkat Underpricing Dalam kegiatan IPO terdapat kondisi kondisi tertentu dimana kondisi tersebut akan menentukan nilai perusahaan, yaitu underpricing dan overpricing. Underpricing terjadi ketika harga awal lebih rendah jika dibandingkan dengan harga pasar. Sebaliknya, overpricing terjadi ketika harga awal lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar. Underpricing merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) bagi perusahaan yang melakukan IPO (issuer). Leland dan Pyle (1977), menyatakan bahwa

3 11 underpricing digunakan oleh perusahaan penerbit saham untuk memberikan sinyal atas kualitas penerbitan. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor (Beatty, 1989). Ketika terjadi underpricing, investor mendapatkan initial return. Menurut Daldjono (2000), initial return merupakan keuntungan yang didapatkan investor karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan harga jual saham yang bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder. Walaupun demikian, Brealy et al (2008) menyatakan bahwa underpricing dianggap mampu menarik minat investor untuk membeli saham pada suatu perusahaan karena secara tidak langsung harga saham yang cenderung rendah akan membujuk para investor untuk membeli saham pada suatu perusahaan dan mengurangi biaya pemasaran emisi pada investor itu sendiri Informasi Asimetris (Asymetric Information) Informasi Asimetris terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat pada saat IPO. Pihak yang terlibat antara lain emiten, investor dan underwriter. Informasi asimetris akan berdampak pada underpricing. Pernyataan tersebut sama seperti yang diungkapkan Rock (1986), bahwa undepricing terjadi karena informasi asimetris yang terjadi dalam IPO antara investor yang memiliki informasi dan investor yang kurang memiliki informasi. Rock (1986) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis investor, yaitu investor yang memiliki informasi dan investor yang tidak memiliki

4 12 informasi. Dalam pelaksanaan IPO, investor yang memiliki informasi lebih mengenai saham IPO, hanya membeli saham yang sudah dipastikan harganya akan naik setelah IPO. Sedangkan untuk investor yang tidak memiliki informasi akan membeli sisanya atau dengan kata lain, membeli secara sembarangan. Investor yang tidak memilliki informasi ini jelas akan mengalami kerugian jika harga saham setelah IPO yang mereka beli memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan saat IPO terjadi. Kejadian tersebut akan membuat para investor tanpa informasi untuk meninggalkan pasar karena telah mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini yang mendorong harga saham underpriced untuk mecegah para investor tanpa informasi melangkah keluar dari pasar dan menutup kerugian yang mereka alami. Selain dari pihak investor, juga terdapat informasi asimetris dari pihak emiten dan underwriter. Menurut Sasongko dan Juliarto (2014), underwriter memiliki informasi yang lebih mengenai permintaan saham di pasar dibandingkan dengan emiten. Situasi ini dimanfaatkan underwriter untuk memperkecil resiko saham yang tidak terjual akibat harga yang terlalu tinggi, sehingga underwriter mendorong agar harga saham IPO dibuat underpriced. Keputusan ini berdampak pada emiten yang harus menerima harga murah untuk saham yang diterbitkannya Teory Sinyal (Signalling Theory) Signaling Theory dalam pelaksanaan IPO menjelaskan bahwa perusahaan harus memberikan sinyal positif mengenai kualitas perusahaan mereka untuk menghindari terjadinya informasi yang asimetris. Yatim (2011) menyatakan bahwa emiten harus secara efektif mendemonstrasikan

5 13 nilai perusahaan kepada investor agar emiten dapat memaksimalkan harga pada saat menjual saham. Perusahaan yang go public biasanya merupakan perusahaan baru yang belum mapan dan belum memiliki informasi publik yang dapat digunakan investor untuk menilai kualitas suatu perusahaan dan membuat para investor tertarik. Oleh karena itu, pihak manajemen dari perusahaan yang akan go public menggunakan mekanisme tata kelola perusahaan untuk memperlihatkan kepada publik kualitas perusahaan mereka. Pihak manajemen harus menyakinkan para pengamat dan investor bahwa perusahaan mereka memiliki kemampuan potesial jangka panjang. Artinya, memberikan sinyal positif mengenai keadaan perusahaan kepada publik. Dengan demikian, sesuai pernyataan yang dikeluarkan Lawless, Ferris dan Bacon (1998), dapat diambil kesimpulan bahwa pihak manajemen merupakan sumber dari informasi berkualitas mengenai potensi kinerja perusahaan di masa depan. Menurut Yatim (2011), sinyal positif yang akan dikeluarkan perusahaan harus memiliki karakteristik. Sinyal dari emiten harus jelas dan mudah untuk dipelajari. Hal ini bertujuan agar investor dapat menggunakannya secara efektif untuk menilai kualitas perusahaan yang akan go public. Selain hal tersebut di atas, sinyal dari emiten untuk publik juga harus memiliki biaya yang tinggi serta unik agar tidak ditiru oleh perusahaan lain yang memiliki kualitas yang lebih rendah. Lebih lanjut, teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan yang berkualitas baik akan sengaja memberikan sinyal kepada pasar, dengan demikian pasar akan mengetahui dan membedakan perusahaan yang

6 14 berkualitas baik maupun yang kurang baik (Megginson, 1997). Underpricing juga dapat dikatakan sebagai sinyal positif dari issuer kepada calon investor. Menurut Grinblatt dan Hwang (1989), pada saat perusahaan melakukan IPO, terjadi informasi yang asimetris seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Informasi asimetris terjadi antara issuer dengan calon investor karena issuer memiliki informasi yang lebih mengenai kondisi perusahaannya. Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan informasi asimetris ini, maka issuer memberikan sinyal kepada calon investor dengan melakukan underpricing Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Tata Kelola Perusahaan merupakan seperangkat sistem yang mengatur hubungan antara pihak manajemen, dewan-dewan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Cadburry Comitte, 1992). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa tata kelola perusahaan merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan jalannya perusahaan. Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh perusahaan, yaitu: 1. Transparansi Prinsip transparansi berarti bersikap jujur kepada semua stakeholder (semua pihak yang terlibat baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan) dalam menjalankan perusahaan. Transparansi ini tidak hanya jujur saat membuat laporan usaha saja, namun juga jujur dengan informasi yang dimiliki perusahaan. Sebelum

7 15 investor membeli saham IPO pada perusahaan yang akan go public, investor harus membaca prospektus yang disediakan oleh emiten. Prospektus ini harus mengandung prinsip transparansi agar investor mampu menyerap dan menganalisis informasi yang diberikan perusahaan tersebut. Prinsip transparansi akan memberikan rasa aman dan percaya dari pihak investor atas dana yang mereka investasikan kepada perusahaan. 2. Accountability Artinya adalah perusahaan harus memperjelas fungsi, sistem, struktur dan pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perushaaan. Perusahaan harus membuat job description agar pihak-pihak pengelola mengetahui dengan jelas mengenai hak dan kewajiban, fungsi dan tanggung jawab serta kewenangannya. 3. Responsibility Perusahaan harus menyadari bahwa pendirian perusahaan akan berdampak pada masyarakat sekitar. Maka dari itu, perusahaan harus memperhatikan amdal, keamanan lingkungan dan juga norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Perusahaan harus aktif dalam menangani gejolak yang terjadi dalam masyarakat sekitar perusahaan berdiri. 4. Independensi Independensi adalah keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa tekanan atau benturan kepentingan dari berbagai pihak yang kemungkinan akan bertentangan dengan prinsip dan undang-undang pengelolaan korporasi yang sehat. Independensi

8 16 sangat penting untuk pengambilan keputusan. Jika independensi hilang dalam proses tersebut, maka kepentingan perusahaan yang merupakan prioritas utama akan dikorbankan. Intinya adalah perusahaan harus berjalan tegak dan bergandengan dengan masyarakat. Keduanya harus diuntungkan agar pengelolaan perusahaan dapat terjaga dengan baik. 5. Fairness Kesetaraan atau perlakuan adil kepada semua stakeholder dalam memenuhi hak dan kewajiban sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem yang baik agar semua pihak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan mereka sehingga keadilan dalam pengelolaan perusahaan akan tercipta. Teori mengenai tata kelola perusahaan sangat berkaitan dengan teori keagenan sesuai dengan apa yang diungkapkan Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan menjelaskan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara agent dan principal. Agent disini merupakan pihak manajemen sedangkan principal merupakan pemegang saham. Pemegang saham memberikan wewenang kepada pihak manajemen untuk mengelola perusahaan, namun yang seringkali terjadi adalah pihak manajemen tidak bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh principal. Hal ini disebabkan karena pihak manajemen juga memiliki kepentingan tersendiri, yaitu guna memajukan kemakmuran pihak manajemen. Pihak agen yang risk averse akan cenderung mementingkan diri mereka sendiri, sehingga mereka akan mengalokasikan sumber daya untuk investasi yang mungkin tidak akan mendatangkan nilai tambah (Siallagan dan Macfhoedz, 2006).

9 17 Mekanisme tata kelola perusahaan yang meliputi mekanisme internal dan eksternal perusahaan akan mengurangi konflik keagenan yang mungkin timbul antara pihak manajamen dengan pemegang saham minoritas (Jensen dan Meckling, 1976). Tata kelola perusahaan yang baik diharapkan mampu menjembatani perbedaan yang terjadi antara bebagai pihak yang ada terlibat dalam pengelolaan perusahaan, sehingga biaya keagenan akibat permasalahan ini dapat dikurangi. Tata kelola perusahaan memiliki tiga area, yaitu struktur dewan, transparansi informasi dan struktur kepemilikan. Stuktur dewan (board structure) yang merupakan bagian dari mekanisme tata kelola perusahaan, memiliki tiga indikator penilaian. Hal ini berdasarkan penelitian terdahulu milik Yatim (2011), yaitu board independence, board size dan role duality. Dalam penelitian Yatim (2011) ketiga indikator tersebut disertakan di dalam penelitian, itu karena sampel penelitian yang digunakan merupakan perusahaan yang mengadopsi sistem one-tier. Berbeda dengan di Indonesia yang mengadopsi sistem two-tier atau kepemimpinan bertingkat. Sistem two-tier memisahkan tugas dan peran antara pelaksana (dewan direksi) dan pengawas (dewan komisaris) secara jelas Ukuran Dewan Ukuran Dewan merupakan jumlah total dari direktur dalam struktur dewan (Yatim, 2011). Investor yang memutuskan untuk membeli saham suatu perusahaan akan melihat bagaimana efektifitas kinerja anggota dewan dalam mengelola dan mengawasi perusahaan. Carter (1990), Certo (2001), dan Yatim (2011) berpendapat bahwa semakin banyak jumlah dewan, maka semakin

10 18 baik pula dampak yang ditimbulkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah dewan yang tinggi akan memberikan saran, pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dalam pengelolaan perusahaan sehingga akan berdampak pada kinerja keuangan yang baik Independensi Dewan Komisaris Independensi Dewan Komisaris merupakan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dan tidak ada hubungan usaha sama sekali dengan perusahaan yang bersangkutan. Menurut Yatim (2011), indikator penilaian untuk independensi dewan komisaris adalah prosentase jumlah pengawas (komisaris) yang berasal dari luar perusahaan di dalam struktur dewan. Semakin banyak jumlah komisaris independen yang ditempatkan di suatu perusahaan maka akan berdampak baik bagi perusahaan karena pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Artinya, pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berasal dari luar perusahaan akan semakin baik. Mereka tidak akan memihak pada salah satu baik itu prinsipal maupun agen karena tujuan utamanya adalah meningkatkan nilai perusahaan Reputasi Dewan Komisaris Reputasi dewan merupakan salah satu indikator yang penting bagi investor untuk menilai suatu perusahaan. Reputasi dewan dilihat dari kemampuan, keterampilan serta pengalaman yang dimiliki dewan tersebut dalam menjalankan peran dan tugasnya. Penilaian reputasi dewan dilihat dari jumlah dewan yang memiliki keanggotaan dewan di perusahaan lain (Yatim, 2011).

11 19 Reputasi merupakan sebuah kekayaan karena kepemilikan status. Pernyataan ini diungkapkan oleh D Aveni (1990). Selanjutnya, menurutnya reputasi dewan memberikan sinyal kualitas perusahaan dengan cara memfasilitasi hubungan antar organisasi. Artinya, dewan (komisaris) yang berwibawa dan bereputasi tinggi akan mampu membentuk hubungan yang baik dengan orang ataupun organisasi (perusahaan) lain. Dengan demikian dewan yang seperti uraian di atas akan mampu berpartisipasi dan berbaur dalam pertemuan apapun dengan para investor, pemasok, pelanggan dan yang paling utama adalah perusahaan lain. Hal inilah yang memungkinkan dewan bereputasi baik memiliki jabatan dewan di perusahaan lain Kualitas Auditor Transparansi atau keterbukaan merupakan salah satu prinsip tata kelola perusahaan. Ketika perusahaan melakukan IPO, transparansi informasi yang tinggi akan mengurangi informasi asimetris yang terjadi antara pihak manajemen dan investor. Salah satu bentuk keterbukaan dari perusahaan yang akan melakukan IPO adalah dengan menerbitkan laporan keuangan. Laporan keuangan dapat menjadi media pembuktian perusahaan mengenai sistem tata kelola perusahaan. Laporan keuangan berfungsi sebagai sumber informasi yang digunakan publik, terutama bagi para investor dan kreditur untuk mengetahui keadaan perusahaan pada saat laporan keuangan tersebut diterbitkan. Laporan keuangan harus sesuai dengan keadaan perusahaan yang

12 20 sebenarnya, sehingga diperlukan pemeriksaan dalam pencatatannya agar tidak timbul kesalahan saji baik disengaja maupun tidak, dan kecurangan yang mungkin timbul dalam penyajian materi laporan keuangan. Oleh karena itu, diperlukan peran dari pihak luar perusahaan untuk mengaudit laporan keuangan yang akan diterbitkan. Perusahaan dapat menggunakan jasa auditor independen untuk memeriksa laporan keuangan. Auditor independen merupakan auditor yang bertanggung jawab mengenai pemeriksaan laporan keuangan perusahaan yang akan dipublikasikan serta memberikan opini mengenai informasi yang diaudit (Arens dkk, 2003). Dengan menggunankan jasa auditor independen dalam Kantor Akuntan Publik (KAP), kredibiltas dari laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan akan terjamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arnan dkk (2009), bahwa auditor independen dapat memberikan keyakinan yang bernilai mengenai informasi operasi, keandalan dan keamanan sistem informasi, dan pengendalian internal suatu entitas. Kepercayaan atau keyakinan investor akan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan berkaitan dengan kualitas auditor. Kualitas auditor dapat ditunjukkan dengan jumlah klien yang ditangani oleh auditor tersebut. Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki reputasi yang tinggi cenderung akan melakukan pemeriksaan dengan lebih teliti, karena mereka tidak ingin kehilangan klien dengan melakukan kesalahan audit.

13 Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini dilakukan, terdapat beberapa penelitian yang lebih dahulu dilakukan mengenai pengaruh tata kelola perusahaan terhadap underpricing IPO. Arif Wahyu Hidayat dan Retno Kusumastuti (2014) melakukan penelitian berdasarkan teori sinyal bahwa struktur tata kelola perusahaan yang baik akan memberikan sinyal kualitas perusahaan yang tinggi (sinyal positif) kepada investor potensial ketika perusahaan melakukan IPO. Komponen struktur tata kelola perusahaan tersebut adalah jumlah dewan komisaris, jumlah independensi dewan komisaris, keberadaan komite audit dan di analisis dengan menggunakan model regresi linier berganda. Sampel observasi untuk penelitian berjumlah 95 perusahaan yang melakukan IPO dan terdaftar di BEI dari tahun Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah jumlah anggota dewan komisaris memiliki hubungan yang negatif dan berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing, sedangkan tingkat independensi dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing. Bangkit Sasongko dan Agung Juliarto (2014) menguji mengenai pengaruh karakteristik tata kelola perusahaan terhadap tingkat underpricing saham IPO. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang melakukan IPO sebanyak 58 perusahaan dengan periode waktu dari tahun Proksi yang digunakan untuk melakukan pengukuran tata kelola perusahaan adalah ukuran dewan, jumlah komisaris independen, konsentrasi kepemilikan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran dewan dan kepemilikan institsional

14 22 memiliki pengaruh signifikan dengan korelasi negatif dengan tingkat underpricing. Konsentrasi kepemilikan memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat underpricing. Sedangkan jumlah dewan komisaris independen dan kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat underpricing. Salim Darmadi dan Randy Gunawan (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh corporate governance terhadap undepricing dengan komponen untuk corporate governance adalah board size, board independence, ownership concentration dan institutional ownership. Penelitian ini diujikan pada perusahaan yang melakukan IPO yang tercatat pada BEI pada periode dengan jumlah sampel sebanyak 101 perusahaan. Hasil yang didapat oleh kedua peneliti ini adalah board size dan institutional ownership memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap underpricing. Board independence berpengaruh signifikan dan positif. Sedangkan ownership consentration merupakan satu satunya variabel yang ditolak. Artinya, ownership concentration tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Jin Zhou dan Lan Jun Lao (2012) meneliti faktor faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing di Bursa Saham Tiongkok, ChiNext. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang melakukan IPO sebanyak 65 perusahaan yang terdaftar di ChiNext. Faktor yang diduga mempengaruhi underpricing adalah firm age, retained rate, proportion of state-owned shares, institutional investors shareholding ratio, firm size, ownership concentration, equity balance, lot winning rate, growth rate of business profit, return on equity, financial leverage, and offering P/E. Hasil

15 23 dari penelitian ini yang memiliki pengaruh terhadap tingkat undepricing hanya offering P/E saja. Variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan dengan hubungan arah yang negatif. Sementara variabel lainnya tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat underpricing. Penelitian terdahulu selanjutnya dilakukan oleh Puan Yatim (2011) dengan variabel independen adalah board independence, board size, board reputation dan dual leadership structure. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan IPO di negara Malaysia pada periode dari tahun dengan jumlah sebanyak 385 perusahaan. Hasil dari penelitian ini adalah board structure dan board independence tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan dua variabel independen lainnya berpengaruh signifikan dan positif. Lulus Kurniasih dan Arif Lukman Santoso (2011) juga melakukan uji pengaruh corporate governance terhadap underpricing dengan sampel penelitian sebanyak 100 perusahaan yang melakukan IPO pada periode Indikator tata kelola perusahaan yang digunakan adalah jumlah dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan istitusional dan kualitas audit. Hasil yang diperoleh adalah kepemilikan manajerial dan institusional serta kualitas audit memiliki hubungan positif dengan variabel independen, namun tidak signifikan. Sedangkan untuk variabel jumlah dewan komisaris berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Chih Pin Lin dan Chen Min Chuang (2011) melakukan penelitian yang sama dengan proksi tata kelola perusahaan adalah kepemilikan manajer puncak, kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional, dualitas

16 24 CEO, dan direksi independen luar. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 525 perusahaan yang melakukan IPO di Taiwan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Kepemilikan institusional dan dualitas CEO berpengaruh secara signifikan dan memiliki hubungan yang positif. Kemudian dewan independen luar berpengaruh secara signifikan dan negatif. Sedangkan untuk kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan. Kepemilikan manajer puncak tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing. Anis Mnif (2010) melakukan pengujian mengenai pengaruh struktur dewan terhadap tingkat underpricing berdasarkan teori sinyal dan teori agensi di Prancis. Struktur dewan yang baik akan memberikan sinyal positif mengenai kualitas perusahaan untuk investor potensial ketika melakukan IPO. Sampel observasi untuk data penelitian berjumlah 133 perusahaan yang melakukan IPO di Prancis dalam periode waktu antara tahun Komponen untuk struktur dewan yang digunakan adalah komposisi dewan, ukuran dewan, struktur kepemimpinan (CEO Duality), dan keberadaan komite audit. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah ukuran dewan memiliki hubungan positif dan signifikan, sedangkan komposisi dewan memiliki hubungan negatif dan signifikan. Dua variabel lainnya, yaitu struktur kepemimpinan dan keberadaan komite audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing Hipotesis Ukuran Dewan dengan Tingkat Underpricing Saham IPO Berbagai penelitian telah dilakukan dan memberikan hasil yang beragam. Sebagian peneliti berpendapat bahwa jumlah

17 25 dewan, baik dewan komisaris mapun dewan direksi, yang terlalu banyak akan membuat pelakasanaan tugas dan peran dalam perusahaan menjadi buruk, selain itu akan menyebabkan masalah koordinasi dan pengambilan keputusan. Pernyataan ini diungkapkan oleh Lipton dan Lorsch (1992). Pendapat peneliti tersebut didukung oleh Jensen (1993), yang berpendapat bahwa jumlah dewan yang sedikit akan lebih efektif, karena jumlah dewan yang besar cenderung menimbulkan masalah koordinasi pada karyawan serta akan muncul masalah pengambilan keputusan. Pendapat lainnya mengenai hubungan jumlah dewan dengan underpricing diungkapkan oleh Certo et al. (2001). Certo mengungkapkan bahwa board size dan underpricing memiliki hubungan yang negatif. Selain peneliti di atas, beberapa peneliti lain juga berpendapat mengenai jumlah dewan dalam suatu perusahaan. Peneliti tersebut anatar lain adalah Beiner, Drobetz, Schmid, dan Zimmermann (2006), yang mengemukakan bahwa jumlah dewan yang besar akan memberikan pengetahuan dan pengalaman serta menawarkan saran yang lebih baik dalam pengelolaaan perusahaan. Sesuai dengan pernyataan Yatim (2011) bahwa jumlah dewan yang lebih besar akan menguntungkan emiten karena dianggap mampu mengurangi ketidakpastian pada perusahaan yang masih baru, maka hipotesis ketiga dapat dirumuskan sebagai berikut :

18 26 H1 : Ukuran Dewan berpengaruh secara negatif terhadap tingkat underpricing saham IPO Independensi Dewan Komisaris dengan Tingkat Underpricng Saham IPO Independensi Dewan Komisaris merupakan salah satu indikator untuk menentukan tata kelola perusahaan yang baik. Independensi Dewan Komisaris berasal dari luar perusahaan dan tidak memiliki hubungan apapun dengan perusahaan. Terdapat anggapan bahwa semakin banyak jumlah dewan komisaris independen, maka pengawasan terhadap manajemen akan semakin efektif. Pernyataan ini diungkapkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Dewan Komisaris Independen berperan untuk menjembatani pihak pemilik dan pengelola, dalam hal ini adalah pemegang saham dan manajemen. Selain dua pihak tersebut, komisaris independen juga berperan melindungi hak-hak pemegang saham minoritas. Dengan menjembatani keinginan antara kedua belah pihak, maka diharapkan komisaris independen akan mengurangi konflik kepentingan yang terjadi akibat adanya informasi asimetris dan mengurangi tingkat underpricing pada saat melakukan IPO. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis pertama dapat dirumuskan sebagai berikut : H2 : Independensi Dewan Komisaris berpengaruh secara negatif terhadap tingkat underpricing saham IPO

19 Reputasi Dewan Komisaris dengan Tingkat Underpricng Saham IPO Reputasi Dewan Komisaris dapat digunakan emiten untuk memberikan sinyal kepada para investor. Banyak peneliti yang menganggap bahwa dewan komisaris yang memiliki beberapa jabatan dewan di perusahaan lain merupakan dewan berkualitas tinggi. Para dewan tersebut dapat memiliki jabatan sebagai dewan lebih dari satu karena memiliki kemampuan dan pengalaman yang banyak. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Certo (2003) yang mengungkapkan bahwa wibawa dan reputasi dewan didapat dari keterampilan, pengalaman, jaringan sosial dan jaringan perusahaan. Reputasi Dewan yang tinggi diharapkan mampu memberikan dampak positif pada saat perusahaan melakukan IPO. Artinya, reputasi dewan yang tinggi akan memberikan sinyal positif kepada investor potensial dan mengarah pada rendahnya tingkat underpricing. Jika mengacu pada teori sinyal, maka seharusnya reputasi dewan berhubungan negatif dengan tingkat underpricing IPO. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan hipotesis ketiga adalah sebagai berikut : H3 : Reputasi Dewan Komisaris berpengaruh secara negatif terhadap tingkat underpricing saham IPO

20 Kualitas Auditor dengan Tingkat Underpricing Saham IPO Kebenaran informasi laporan keuangan merupakan satu hal yang sangat penting ketika perusahaan melakukan akan melakukan IPO. Emiten cenderung memilih auditor yang memiliki reputasi tinggi. Hal ini dilakukan agar perusahaan yang akan melakukan IPO mendapatkan kepercayaan dari publik karena perusahaan dirasa mampu menunjukkan nilai perusahaan yang sebenarnya. Kualitas suatu auditor independen dapat dinilai dari berapa banyak perusahaan yang laporan keuangannya diaudit oleh suatu KAP. Dengan menggunakan KAP yang memiliki reputasi yang tinggi, kualitas auditor diduga akan menurunkan tingkat underpricing yang mungkin terjadi ketika perusahaan menjual saham di pasar perdana. H4 : Reputasi Auditor berpengaruh secara negatif terhadap tingkat underpricing saham IPO

21 Kerangka Penelitian VARIABEL INDEPENDEN : Ukuran Dewan Independensi Dewan Komisaris Reputasi Dewan Komisaris Kualitas Auditor IPO UNDERPRICING VARIABEL KONTROL : Ukuran Perusahaan Umur Perusahaan ROA Gambar II.2 Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut dibutuhkan tambahan dana dalam melakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut dibutuhkan tambahan dana dalam melakukan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perusahaan menginginkan untuk melakukan ekspansi usaha agar usahanya semakin berkembang dari waktu ke waktu. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal. Ada beberapa pilihan untuk mendapatkan tambahan modal,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan modal. Ada beberapa pilihan untuk mendapatkan tambahan modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan bisnis. Pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan ekspansi, perusahaan membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public

BAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO). Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dan berkembang dalam jangka waktu yang panjang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ekspansi dan pertumbuhan operasi yang berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ekspansi dan pertumbuhan operasi yang berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perusahaan membutuhkan sejumlah modal untuk pembiayaan kegiatan operasional dan investasi. Modal dalam jumlah yang besar merupakan hal yang vital bagi perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori keagenan dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik ( principle)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Underpricing Yolana dan Martani (2005) mendefinisikan underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Corporate governance sampai saat ini memiliki peranan yang sangat penting di dalam menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Menurut Forum for Corporate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan ini

BAB I PENDAHULUAN. dari kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan suatu alat yang dapat mencerminkan hasil dari kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu. Laporan keuangan ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan selain sumber-sumber. Banyaknya perusahaan yang telah memutuskan go public akan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan selain sumber-sumber. Banyaknya perusahaan yang telah memutuskan go public akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat ini semakin berkembang. Banyak perusahaan mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal, masalah yang sering dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana UKDW

BAB I PENDAHULUAN. modal, masalah yang sering dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat perusahaan pertama kali melakukan penawaran sahamnya ke pasar modal, masalah yang sering dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan go public. Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar

BAB I PENDAHULUAN. dengan go public. Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini menggunakan teori keagenan, dimana teori ini sering kali digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk mengembangkan dan memperluas usahanya. Salah satu keterbatasan perusahaan dalam mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disini sudah barang pasti akan berbeda dengan pasar komoditas dan pasar

BAB I PENDAHULUAN. disini sudah barang pasti akan berbeda dengan pasar komoditas dan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai bentuk pasar, pasar modal merupakan sarana atau wadah untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli. Namun, analogi penjual dan pembeli disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa, perusahaan manufaktur maupun perusahaan perbankan yang telah go public memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa proses terlebih dahulu. Transaksi pertama yang dilakukan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa proses terlebih dahulu. Transaksi pertama yang dilakukan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengembangkan usahanya, perusahaan membutuhkan dana yang besar. Dalam mewujudkan usaha ini, perusahaan dapat menempuh usaha tersebut dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Adapun Teori yang dapat mendukung berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti: 1. Teori Keagenan(Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Indonesia membuat para investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dunia bisnis, perusahaan dituntut untuk selalu berkembang dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternal perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana peningkatan dana bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana peningkatan dana bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sarana peningkatan dana bagi perusahaan yang sudah go public. Pasar modal terdiri dari pasar primer, pasar sekunder, pasar ketiga, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai 1 BAB I PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Masalah Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang sahamnya. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi merupakan teori yang mendefinisikan adanya hubungan antara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan

BAB II LANDASAN TEORI. (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Agency Theory Teori Agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pemilik modal (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan wewenang pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Signalling Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling hypothesis. Dalam konteks ini underpricing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obligasi. Investasi dalam bentuk saham sebenarnya memiliki risiko yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. obligasi. Investasi dalam bentuk saham sebenarnya memiliki risiko yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saham merupakan salah satu alternatif investasi di pasar modal yang paling banyak digunakan oleh para investor karena keuntungan yang diperoleh lebih besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketiga, menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketiga, menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Penambahan dana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya membutuhkan dana yang besar. Kebutuhan inilah yang mendasari suatu perusahaan untuk menarik investor dari luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pasar modal (capital market) merupakan tempat diperjualbelikannya berbagai instrumen keuangan jangka panjang, seperti utang, ekuitas (saham), instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sangat penting artinya, karena tujuan dalam mendirikan sebuah perusahaan selain untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrak yaitu pihak (principal) mengikat pihak lain (agent) untuk melalukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrak yaitu pihak (principal) mengikat pihak lain (agent) untuk melalukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan mengenai hubungan antara dua pihak yaitu manajer dengan pemilik modal dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan dan untuk meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini mengharuskan pihak

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Underpricing, Reputasi Auditor, Size, Return on Assets, Financial Leverage

Abstrak. Kata kunci : Underpricing, Reputasi Auditor, Size, Return on Assets, Financial Leverage Judul : Reputasi Auditor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Size, Return On Assets dan Financial Leverage pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Nama : Pande Kadek Ary Raditya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Keagenan Dalam rangka memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk perusahaan yang merupakan jendela informasi bagi pihak-pihak diluar manajemen suatu perusahaan yang memungkinkan mereka untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu instrumen hutang yang ditawarkan penerbit (issuer) atau yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu instrumen hutang yang ditawarkan penerbit (issuer) atau yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Investasi digolongkan menjadi dua jenis yaitu investasi kepemilikan (saham) dan surat hutang (obligasi). Investor dalam membuat keputusan investasi membutuhkan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. posisi keuangan (Fujianti, 2015). Laporan keuangan juga menunjukkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. posisi keuangan (Fujianti, 2015). Laporan keuangan juga menunjukkan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi keuangan dan pencapaian kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu dan perubahan posisi keuangan (Fujianti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Good Corporate Governance 2.1.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Istilah corporate governance pertama sekali diperkenalkan oleh Cadbury Comitee

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendanaan merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan, karena semua perusahaan membutuhkan dana untuk menjalankan & mengembangkan usahanya. Beberapa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada umumnya, tujuan perusahaan adalah untuk mencapai atau memperoleh laba maksimal, mengembangkan perusahaan serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going concern).

Lebih terperinci

tunggal (biasanya investor institusi), secara privat (private placement), dan

tunggal (biasanya investor institusi), secara privat (private placement), dan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Suatu Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan memerlukan kebutuhan dana yang besar untuk pembiayaan perusahaannya. Kebutuhan akan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk mencapai atau memperoleh laba maksimal, mengembangkan perusahaan serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk berinvestasi membeli sejumlah efekdengan harapan akan. mendapat keuntungan yang disebut return (Iqra, 2011:13).

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk berinvestasi membeli sejumlah efekdengan harapan akan. mendapat keuntungan yang disebut return (Iqra, 2011:13). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerbitan saham di pasar modal adalah salah satu cara perusahaan untuk mencari dana eksternal guna ekspansi ataupun operasi perusahaan karena saham dipercaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian menegenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian menegenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian menegenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada IPO di BEI telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Di bawah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan semakin lama akan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya produktivitas dan performa perusahaan. Modal investasi dulunya dapat dipenuhi dengan utang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, suatu perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan tersebut secara maksimal. Nilai perusahaan dicerminkan dari harga saham

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Agensi Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer sebagai agent. Teori agensi menggambarkan bahwa agent memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertama kali teori agensi dibuat oleh Jensen dan Meckling di tahun 1976.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertama kali teori agensi dibuat oleh Jensen dan Meckling di tahun 1976. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Pertama kali teori agensi dibuat oleh Jensen dan Meckling di tahun 1976. Teori agensi menjelaskan adanya hubungan kontrak kerja

Lebih terperinci

PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA

PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA 0 PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beredarnya saham perusahaan ditangan publik atau masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Beredarnya saham perusahaan ditangan publik atau masyarakat menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beredarnya saham perusahaan ditangan publik atau masyarakat menyebabkan bentuk perusahaan berubah yaitu dari perusahaan perseorangan (private) menjadi perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Agensi Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam memahami corporate governance (Aditya, 2012). Hubungan keagenan diartikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Informasi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan adalah kebutuhan yang sangat diperlukan oleh investor di pasar modal untuk pengambilan keputusan apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan dihadapkan pada berbagai tantangan di tengah persaingan yang semakin ketat. Perusahaan yang ingin

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ATRIBUT CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP UNDERPRICING PADA INITIAL PUBLIC OFFERINGS (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA

ANALISIS PENGARUH ATRIBUT CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP UNDERPRICING PADA INITIAL PUBLIC OFFERINGS (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 1-10 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting ISSN (Online): 2337-3806 ANALISIS PENGARUH ATRIBUT CORPORATE GOVERNANCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan penambahan modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Hal ini mendorong manajemen untuk memilih salah satu alternatif-alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan adalah dengan menjual saham ke masyarakat umum melalui pasar

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan adalah dengan menjual saham ke masyarakat umum melalui pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan dana untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan dapat ditempuh dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (private) menjadi perusahaan publik atau sering dikenal dengan istilah go public

BAB I PENDAHULUAN. (private) menjadi perusahaan publik atau sering dikenal dengan istilah go public BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dan persaingan bisnis yang ada pada saat ini tentunya akan menciptakan suatu persaingan yang ketat. Hal tersebut menuntut perusahaan untuk bertumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan. operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan, biasanya para penyedia

BAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan. operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan, biasanya para penyedia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penting yang dihadapi hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dengan produk utamanya laporan keuangan telah lama dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi dengan produk utamanya laporan keuangan telah lama dirasakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi dengan produk utamanya laporan keuangan telah lama dirasakan manfaatnya sebagai salah satu sarana untuk mengambil keputusan. Mengkomunikasikan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar

BAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (Bursa Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar perdana yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Umumnya setiap orang mempunyai keinginan untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan yang lebih besar pada masa yang akan datang. Salah satu cara yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menjual saham

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menjual saham BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan mempunyai berbagai cara alternatif untuk memperoleh sumber pendanaan dalam mengembangkan suatu usaha. Salah satu alternatif pendanaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengapa perusahaan memutuskan go public adalah: (1) pendiri perusahaan ingin

BAB I PENDAHULUAN. mengapa perusahaan memutuskan go public adalah: (1) pendiri perusahaan ingin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif sumber permodalan yang dipilih oleh perusahaan yaitu melakukan go public atau menawarkan sahamnya ke publik. Dua alasan utama mengapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan selama periode tertentu yang memuat informasi-informasi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan selama periode tertentu yang memuat informasi-informasi keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi perusahaan selama periode tertentu yang memuat informasi-informasi keuangan perusahaan. Laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan perusahaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan perusahaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan perusahaan adalah untuk mencapai atau memperoleh laba maksimal, mengembangkan perusahaan serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public. Dalam

PENDAHULUAN. perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public. Dalam PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya karena penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan mencapai keuntungan sebesar-besarnya. Untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis dalam industri manufaktur semakin ketat seiring dengan perkembangan perekonomian yang mengakibatkan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan perusahaan melalui laporan keuangan. Di Indonesia, laporan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan perusahaan melalui laporan keuangan. Di Indonesia, laporan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengelolaan sumber daya perusahaan dan kinerja manajemen digambarkan perusahaan melalui laporan keuangan. Di Indonesia, laporan keuangan harus disusun berdasarkan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan selalu memiliki nilai jual yang berbeda, yang biasa disebut dengan nilai perusahaan. Nilai perusahaan akan tercermin dalam harga pasar saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus laporan keuangan yang tidak disajikan secara wajar. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. kasus laporan keuangan yang tidak disajikan secara wajar. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada pihak- pihak yang berkepentingan yaitu kepada para stakeholder, sehingga laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya melakukan ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan ekspansi diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya melakukan ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan ekspansi diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan dalam rangka mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara, diantaranya melakukan ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan ekspansi diperlukan suatu dana yang

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing

Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEI Nama : Putu Iin Sulistyawati Nim : 1306305118 Abstrak Perusahaan yang akan go

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat serta teknologi yang semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi perusahaan semakin bertambah. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2016-02-13 Pengaruh Persentase Saham Yang Ditawarkan Dan Solvability Ratio Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatakelola Perusahaan ( Corporate Governance) memilki peran yang

BAB I PENDAHULUAN. Tatakelola Perusahaan ( Corporate Governance) memilki peran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatakelola Perusahaan ( Corporate Governance) memilki peran yang sangat penting bagi perusahaan, terutama Corporate Governance ini akan membantu pihak yang berkepentingan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dengan perkembangan perusahaan. Pendirian perusahaan-perusahaan ini tentunya

BAB I. Pendahuluan. dengan perkembangan perusahaan. Pendirian perusahaan-perusahaan ini tentunya BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan dunia bisnis di Indonesia berjalan beriringan dengan perkembangan perusahaan. Pendirian perusahaan-perusahaan ini tentunya memiliki tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi keuangan dikomunikasikan kepada pihak di luar perusahaan. Laporan keuangan mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Keagenan (Agency Theory) Konsep Teori Keagenan (agency theory) menurut Anthony dan Govindarajan (2005) yaitu hubungan antara principal dan agen. Principal mempekerjakan

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2015-12-10 Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang didukung pula dengan beberapa supporting theory. Teori-teori tersebut akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang didukung pula dengan beberapa supporting theory. Teori-teori tersebut akan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan grand theory teori agensi dan teori sinyal yang didukung pula dengan beberapa supporting theory. Teori-teori tersebut akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan pendanaan yang aman dan menguntungkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan pendanaan yang aman dan menguntungkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu entitas bisnis membutuhkan modal untuk melakukan aktivitas operasional usahanya. Sementara itu terdapat pihak yang memiliki kelebihan dana (investor-kreditor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penawaran yang umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada

BAB I PENDAHULUAN. penawaran yang umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan pasti mempunyai tujuan untuk mengembangkan bisnisnya menjadi lebih baik lagi. Hal ini perusahaan dapat memilih alternatif untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi pertama kali dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menjelaskan bahwa adanya hubungan satu atau lebih principal

Lebih terperinci