BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Telaah Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Telaah Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Penyembuhan Luka Gingiva Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang melapisi tulang alveolar dari rahang atas dan rahang bawah serta di sekeliling leher gigi (Fiorellini, 2002). Gingiva tersusun dari epitel berkeratin dan jaringan ikat (Fedi dkk., 2004). Gingiva secara anatomi dibagi menjadi marginal gingiva (tepi gusi), sulkus gingiva, attached gingiva (bagian dari yang melekat), serta interdental gingiva atau interdental papilla (Fiorellini, 2002). Gingiva sering mengalami perlukaan yang disebabkan oleh patologi atau traumatik yang dapat memicu hilang atau rusaknya struktur anatomi (Polimeni dkk., 2006). Luka adalah keadaan hilangnya kontinuitas jaringan tubuh. Luka merupakan salah satu akibat trauma yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya disebabkan oleh sengatan listrik, ledakan, gigitan hewan dan oleh trauma benda tumpul maupun benda tajam. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Proses penyembuhan luka (wound healing) merupakan proses yang kompleks dan terjadi secara fisiologis didalam tubuh. Penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi (Sjamsuhidajat, 2004). a. Fase Inflamasi Fase inflamasi merupakan fase pertama dari proses penutupan luka dan sering disebut juga fase reaktif (Leong dan Phillips, 2004). Pada fase 6

2 7 inflamatori atau fase satu, fase ini ditandai dengan adanya eritema, rasa hangat pada kulit, udema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4 setelah terjadinya luka, terjadi peningkatan aliran darah ke daerah luka (Dewi dkk., 2013). Pada fase ini terjadi dua respons yaitu respons vaskular dan respons inflamasi. Respons vaskular diawali dengan respons hemostatik tubuh selama 5 detik pasca luka yaitu pembuluh darah akan berkonstriksi di sekitar luka sehingga vasokonstriksi akan mengurangi pendarahan, kemudian pengaktifan trombosit dan pembentukan lapisan fibrin. Lapisan fibrin ini membentuk scab (keropeng) di atas permukaan luka. Respon inflamasi ditandai dengan pelepasan substansi vasoaktif seperti prostaglandin dan histamin yang mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Vasodilatasi menyebabkan semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam, ketidaknyamanan/nyeri. Kemudian sel darah putih yaitu neutrofil sebagai pertahanan seluler pertama akan memfagositosis jaringan yang mati, benda-benda asing dan bakteri, yang tidak dapat terfagositosis neutrofil akan diteruskan oleh makrofag sebagai sel pertahanan seluler kedua makrofag memfagositosis neutrofil. Proses ini disebut dengan proses debris (pembersihan) (Boyle, 2009; Febram dkk., 2010; Arisanty, 2013). b. Fase proliperasi Fase berikutnya adalah fase proliperasi (perlekatan). Fase ini umumnya berlangsung pada hari ke-2 sampai ke-24. Pada fase ini makrofag akan

3 8 mengeluarkan fibroblast growth factor (FGF) dan angiogenesis growth factor (AGF). FGF akan menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen dan elastin. AGF akan merangsang pembentukan pembuluh darah yang baru. Kolagen dan elastin yang dihasilkan menutupi luka dengan membentuk matriks/ikatan jaringan baru yang dikenal dengan proses granulasi yang menghasilkan jaringan granulasi. Jaringan granulasi berproliferasi dan menutup kedalaman luka sehingga permukaann luka menjadi rata dengan tepi luka. Proses epitelisasi yang dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi, membentuk lapisan tipis berwarna merah muda untuk menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah rusak. Sel mengalami kontraksi (pergeseran) sehingga tepi luka menyatu hingga ukuran luka mengecil (Febram dkk., 2010; Arisanty, 2013). c. Fase remodeling atau maturasi Fase remodeling atau maturasi terjadi mulai hari ke-21 sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Aktivitas utama yang terjadi adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktivitas remodeling kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi sehingga menyebabkan penekanan ke atas permukaan kulit. Kolagen akan menguatkan ikatan sel kulit baru karena kulit masih rentan terhadap gesekan tekanan. Serabut-serabut kolagen akan menyebar dengan saling terikat dan menyatu sehingga berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan (Arisanty, 2013).

4 9 2. Re-epitelisasi Proses re-epitelisasi akan menghasilkan kembali lapisan epidermis yang utuh untuk menutup luka sehingga dapat terlindungi dari lingkungan luar. Proses reepitelisasi terdiri dari fase migrasi, proliferasi dan diferensiasi keratinosit (Schwartz dkk., 2000). Menurut Andreasen dkk (2000), sel epitel mengalami migrasi secara bertahap lapis demi lapis. Keratinosit mengalami migrasi ke daerah perlukaan sekitar 24 jam setelah perlukaan (Young dan McNaught, 2011). Pada hari pertama dan kedua, migrasi penutupan permukaan epitel hanya setebal dua sampai tiga sel dan membentuk lapisan basal (Bartold dkk., 2000). Pembentukkan matriks sementara dilakukan oleh fibronektin bersama dengan fibrin. Matriks tersebut bertindak sebagai penjangkar seluler dan jalan bagi epitel untuk bermigrasi sendiri (Andreasen dkk., 2007). Fibronektin merupakan komponen matriks penting yang mendukung adhesi keratinosit dan memandu pergerakkan sel dalam menyeberangi luka (Deodhar dan Rana, 1997). Menurut Kalangi (2011), proliferasi sel basal epitel terjadi pada hari pertama sampai kedua. Puncak proliferasi sel terjadi pada hari ketiga dan berlanjut sampai proses epitelisasi selesai (Andreasen dkk., 2007). Migrasi dan proliferasi keratinosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu Fibroblast Growth Factor (FGF), Epidermal Growth Factor (EGF), Transforming Growth Factor- β (TGFβ), Transforming Growth Factor- α (TGFα), Insulin-like growth factor 1 (IGF-1), dan Hepatocyte Growth Factor (HGF) (Schwartz dkk., 2000).

5 10 Epitel mencapai ketebalan normalnya pada hari keempat dan kelima sambil terus melakukan diferensiasi sel permukaan untuk menghasilkan arsitektur epitel yang matur dengan keratinisasi permukaan (Kalangi, 2011). Luka akan tertutup pada hari kelima pasca perlukaan dan pada hari ketujuh jaringan epitel telah matang dan lapisan kornemum yang baru biasanya sudah tampak (Bartold, 2000). Pada hari ketujuh terjadi kontraksi luka yang dimediasi oleh myofibroblas (Young dan McNaught, 2011). 3. Ikan Nila Ikan nila berasal dari Afrika bagian Timur. Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembulkan (Suyanto 2003). Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Tanda lain yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman hingga kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat dkk., 1993).

6 11 Gambar 1. Ikan nila jantan (Suyanto, 2003) Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Sub-class Order Sub-order Family Genus Species : Animalia : Chordata : Osteichthyes : Actinopterygii : Percomorphi : Percoidea : Cichlidae : Oreochromis : Oreochromis niloticus Berdasarkan bahan penyusunnya, kulit ikan tersusun atas komponen protein dan non-protein (air, lemak, dan mineral). Besarnya komposisi bahan penyusun kulit ikan bervariasi pada setiap spesies ikan, tergantung musim, makanan, habitat, dan ukuran tubuh ikan. Kulit ikan memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan daging ikan, sementara kadar abu sebaliknya, namun kandungan protein keduanya hampir sama (Peranginangin dkk., 2007). Kulit ikan nila juga dapat diolah menjadi kolagen yang dapat meningkatkan nilai tambah kulit ikan. (Nurhayati dkk., 2013).

7 12 4. Kolagen Ikan Nila Kolagen adalah protein fibrosa yang merupakan komponen utama jaringan ikat dan merupakan protein paling banyak jumlahnya dalam mamalia. Kolagen dijumpai di tulang, tendon, kulit, pembuluh darah, dan kornea mata. Kolagen mengandung 31% glisin dan 21% prolin serta hidroksipolin, suatu asam amino yang dihasilkan melalui modifikasi pascatranlasi residu prolin (Marks, 2000). Kolagen termasuk protein fibrin (protein berbentuk serabut) yang berperan dalam pembentukkan struktur sel terbesar pada matriks ekstrakseluler yang mempertahankan bentuk jaringan. Secara umum kandungan kolagen sekitar 25-30% dari total protein pada tubuh. Kolagen juga merupakan komponen organik pembangun tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit (Peranginangin, 2007). Kolagen dibentuk oleh unit struktural yaitu tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan berat molekul yang tersusun oleh tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks. Tiap tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur heliks tersendiri, menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara grup NH dari residu glisin pada rantai yang satu dengan grup CO pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple heliks (Bhagavan, 1992). Tipe kolagen yang teridentifikasi pada ikan hanya tipe I dan V. Kolagen tipe I terdapat pada kulit, tulang, dan sisik ikan (Nagai dan Suzuki, 2000), sementara kolagen tipe V terdapat pada jaringan ikat dalam kulit, tendon dan otot ikan yang juga mengandung kolagen tipe I (Sato dkk., 1989). Kolagen tipe I yang ditemukan

8 13 pada kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) sebesar 70 % dari total 90,6% protein pada kulit ikan nila. Selain kandungan kolagen yang tinggi, struktur mekanis dan kestabilan termal kulit kolagen kulit ikan nila juga baik sehingga tepat untuk diaplikasikan pada manusia. Kolagen tipe I memegang peranan penting pada penyembuhan luka karena terlibat dalam pembentukan matriks ekstra seluler dan serabut kolagen luar sel (Zhou dkk., 2015). Kolagen dapat diaplikasikan pada industri makanan, kosmetik, biomedis dan industri farmasi. Pada kosmetik, kolagen digunakan untuk mengurangi keriput pada wajah atau dapat disuntikkan ke dalam kulit untuk menggantikan jaringan kulit yang telah hilang. Pada biomedis, kolagen digunakan sebagai sponges untuk luka bakar, benang bedah, agen hemostatik, penggantian atau substitusi pada pembuluh darah dan katup jantung tiruan. Pada industri farmasi kolagen digunakan sebagai drug carrier yaitu : mini-pellet dan tablet untuk penghantaran protein, formulasi gel pada kombinasi dengan liposom untuk sistem penghantaran terkontrol, bahan pengkontrol untuk penghantaran transdermal, dan nanopartikel untuk penghantaran gen (Lee dkk., 2001). 5. Peran Kolagen dalam Penyembuhan Luka Kolagen merupakan komponen yang penting dari semua fase penyembuhan luka. Peran kolagen dalam penyembuhan luka antara lain memicu sintesis protein, deposisi matriks, diferensiasi sel, angiogenesis, mitogenesis, menginduksi kolagen, dan migrasi seluler seperti keratinosit, epitelisasi, fibroblas, monosit/makrofag, neutrofil, induksi kolagenase, kontraksi luka, agregasi platelet, serta menginduksi clotting cascade (Rangaraj dkk., 2011; Brett, 2008). Kolagen

9 14 yang terpapar kontak dengan darah akan menimbulkan agregasi trombosit dan aktivasi faktor kemotaksis yang terlibat dalam respon terhadap cedera. Jumlah total kolagen meningkat pada awal perbaikan luka, mencapai maksimum antara dua dan tiga minggu setelah cedera. Kolagen menjadi dasar dari matriks ekstraseluler luka. Fibroblas yang berinvasi mensintesis dan mensekresikan kolagen tipe I dan III untuk membentuk matriks baru. Kolagen tipe III pada awal penyembuhan luka, merupakan kolagen utama yang disintesis. Kolagen tipe III pertama dijumpai setelah jam dan maksimal disekresikan setelah 5-7 hari, setelah penutupan luka, terjadi pergantian kolagen secara bertahap, dimana kolagen tipe III mengalami degradasi dan sintesis kolagen tipe I meningkat (Robinson, 2005). Regulasi sintesis kolagen dikendalikan pada beberapa tingkatan. Sejumlah faktor pertumbuhan termasuk TGF-β dan FGF memiliki pengaruh yang besar pada ekspresi gen kolagen. Deposisi dan remodelling kolagen juga dikendalikan oleh berbagai proteinase yang mendegradasi kolagen (Robinson, 2005). Pada fase inflamasi, makrofag yang teraktivasi menghasilkan TNF-α kemudian menginduksi makrofag untuk menghasilkan IL-1bβ. Peran IL-1bβ ialah sebagai mitogenik fibroblas dan ekspresi MMP-9 yang bertugas untuk menghancurkan kolagen. Penghancuran kolagen tersebut akan menstimulasi peningkatan proliferasi fibroblas (Andreasen dkk., 2007; Brett, 2008). Kolagen ikan nila hitam dapat merangsang viabilitas, migrasi dan diferensiasi HaCaTs (Human Keratinocytes) dengan meningkatkan MMP-9, TGF-β1, involucrin, laggrin, and TGase1. Selain itu, kolagen juga meregulasikan ekspresi dari kolagen tipe I pada HDFs (Human

10 15 Dermal broblasts) baik secara langsung maupun melalui TGFβ1 yang disekresikan oleh HaCaTs ((Zhou dkk., 2015). Fibroblas yang terbentuk akan merangsang growth factor seperti TGF-β, BFGF, PDGF, dan KGF untuk pembentukkan matriks ekstraseluler. KGF akan meningkatkan diferensiasi sel epitel sehingga terjadi re-epitelisasi pada luka dan proses penyembuhan luka pada gingiva lebih cepat (Rangaraj dkk., 2011; Brett, 2008). 6. Aloclair Aloclair merupakan gel yang digunakan di bidang kedokteran gigi untuk mempercepat proses penyembuhan luka pada rongga mulut. Gel Aloclair mengandung ekstrak asam hyaluronat dan lidah buaya yang dapat mendukung proses penyembuhan jaringan luka (Sinclair, 2015). Kandungan dalam Aloclair bekerja sebagai agen potensial pengaktifasi makrofag, selain itu dapat menstimulasi pengeluaran faktor pertumbuhan pada penutupan luka yang dihasilkan oleh fibroblas yaitu Keratinocyte Growth Factor (KGF). KGF dapat meningkatkan re-epitelisasi dan mempercepat penutupan luka (Sugiaman, 2011). 7. Hewan Coba Tikus sebagai hewan uji digunakan pada hampir 80% penelitian, selain itu dalam pemilihan jenis kelamin pada hewan uji sangat diperhatikan. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Rattus norvegicus, berdasar pada pertimbangan bahwa struktur anatomi gigi dan rongga mulut serta jaringan periodontalnya secara fisiologis memiliki banyak kesamaan dengan manusia dibandingkan dengan hewan lainnya seperti guinea pig ataupun kelinci. (Miles dan Grigson, 2003). Tikus memiliki komponen mukosa oral yang hampir sama

11 16 dengan manusia (Piper dkk., 2002). Gingiva tikus dilapisi oleh epitel pipih berlapis berkeratin yang terdiri dari empat lapisan yaitu stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum korneum (Ali dan Mubarak, 2012). Tikus jenis kelamin jantan paling sering digunakan karena pada tikus ini tidak dipengaruhi dari proses metabolisne pada tikus. Tikus betina memiliki sistem metabolisme yang fluktuatif sehingga bisa mempengaruhi dalam hasil penelitian (Sengupta, 2013). Gambar 2. Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Krinke, 2000) Menurut Krinke (2000), klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Subphylum Class Order Family Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Ordentia : Muridae : Rattus : Rattus norvegicus

12 17 B. Landasan Teori Gingiva merupakan jaringan lunak dalam rongga mulut yang melapisi tulang alveolar dan melindungi jaringan di bawahnya. Gingiva sering mengalami perlukaan akibat proses patologis maupun trauma. Praktik di kedokteran gigi memungkinkan terjadinya trauma yang dapat menyebabkan perlukaan terhadap gingiva. Luka merupakan hilangnya kontinuitas jaringan baik secara anatomis maupun fungsional. Proses penyembuhan luka akan segera terjadi setelah kerusakan jaringan terjadi dan tersusun dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi. Fase inflamasi terdiri dari respon vaskuler dan respon inflamasi. Respon vaskuler terjadi pada lima detik setelah terjadinya luka yaitu terjadi vasokonstriksi yang dapat mencegah kekurangan darah, kemudian pengaktifan trombosit dan pembentukan lapisan fibrin. Lapisan fibrin ini membentuk scab (keropeng) di atas permukaan luka. Respon inflamasi ditandai dengan pelepasan prostaglandin dan histamin yang mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Vasodilatasi menyebabkan semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam, ketidaknyamanan/nyeri. Sel-sel inflamasi kemudian menuju ke area perlukaan yaitu dimulai neutrofil, makrofag kemudian limfosit. Fase kedua terjadi dimulai dari makrofag yang menstimulasi faktorfaktor pertumbuhan untuk mensintesis pembentukan kolagen, pembuluh darah baru dan terjadinya re-epitelisasi. Pada fase ketiga terjadi penguatan jaringan luka melalui aktivitas remodeling kolagen dan elastin. Kolagen akan menguatkan ikatan sel kulit baru karena kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan.

13 18 Re-epitelisasi merupakan komponen penting dalam proses penyembuhan luka yang digunakan sebagai parameter keberhasilan penutupan luka. Re-epitelisasi adalah proses pembentukkan kembali lapisan epidermis sehingga dapat menutupi jaringan luka agar terhindar dari lingkungan luar. Proses re-epitelisasi terbagi menjadi tiga tahap yaitu migrasi, proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Fase migrasi terjadi jam setelah luka terjadi. Sel epitel mengalami migrasi menuju ke daerah luka untuk pembentukkan lapisan epitel lapis demi lapis. Proses selanjutnya terjadi pembentukkan matriks sementara oleh fibronektin. Matriks sementara berfungsi sebagai penjangkar dan jalan bagi sel epitel untuk bermigrasi. Proliferasi sel epitel secara maksimal terjadi pada hari ketiga. Luka akan tertutup pada hari kelima pasca perlukaan dan pada hari ketujuh jaringan epitel telah matang dan lapisan kornemum yang baru biasanya sudah tampak. Pada hari ketujuh terjadi kontraksi luka yang dimediasi oleh myofibroblas. Kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki kandungan kolagen yang tinggi. Kolagen dapat merangsang viabilitas, migrasi dan diferensiasi HaCaTs (Human Keratinocytes) dengan meningkatkan MMP-9, TGF-β1, involucrin, laggrin, and TGase1. Selain itu, kolagen juga meregulasikan ekspresi dari kolagen tipe I pada HDFs (Human Dermal broblasts) baik secara langsung maupun melalui TGFβ1 yang disekresikan oleh HaCaTs. Fibroblas yang terebentuk akan merangsang growth factor seperti TGF-β, BFGF, PDGF, dan KGF untuk pembentukkan matriks ekstraseluler. KGF akan meningkatkan diferensiasi sel epitel sehingga terjadi re-epitelisasi pada luka dan proses penyembuhan luka pada gingiva lebih cepat.

14 19 C. Kerangka Teori Luka pada gingiva Makrofag TNF-α Induksi Gel kulit ikan nila (Oreochromis Niloticus) 10% IL-1bβ MMP-9 Memecah Kolagen Meningkatkan Kolagen kulit ikan nila (Oreochromis Niloticus) Proliferasi fibroblas TGF-β, BFGF, PDGF, KGF KGF menaikkan diferensiasi sel Re-epitelisasi sel Proses penyembuhan luka gingiva lebih cepat

15 20 D. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakkan, maka dalam penelitian ini diajukkan hipotesis sebagai berikut: Aplikasi gel kolagen kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) 10% dapat berpengaruh meningkatkan re-epitelisasi pada proses penyembuhan luka gingiva Rattus norvegicus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Regenerasi jaringan periodontal merupakan tujuan utama terapi periodontal (Uraz dkk., 2013). Salah satu tindakan terapi periodontal ialah bedah periodontal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva adalah mukosa mulut jaringan periodontal yang mengelilingi aspek koronal prosesus alveolaris (Wolf dan Hassell, 2006). Berbagai tindakan dalam praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah dilakukan dari dulu, sejak peradaban manusia itu ada. Tumbuhan dapat digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Tumbuhan yang

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu jaringan organ (Harper dkk., 2014). Luka trauma pada jaringan lunak rongga mulut umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biopsi adalah pengambilan jaringan dari tubuh makhluk hidup untuk mendapatkan spesimen histopatologi dalam upaya membantu menegakkan diagnosis (Melrose dkk.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi (Flaws dan Sionneau, 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas atau hubungan anatomis jaringan yang di akibatkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vulnus (luka) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tubuh dan terganggunya integrasi normal dari kulit serta jaringan di bawahnya yang dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia adalah adanya gusi atau gingiva. Gusi atau gingival pada manusia, normalnya menutupi tulang alveolar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trauma dapat menyebabkan terjadinya luka pada jaringan tubuh. Trauma biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul dapat

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27

BAB 6 PEMBAHASAN. pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27 64 BAB 6 PEMBAHASAN Fibroblas merupakan elemen utama pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan. 27 Hasil uji Kruskal-Wallis pada jumlah fibroblas

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera saraf tepi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan maksilofasial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka didefinisikan sebagai terganggunya kontinuitas jaringan secara seluler maupun anatomis. Luka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian gel biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses penyembuhan luka gingiva.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang disebabkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didukung oleh jaringan periodontal yang sehat (Dostalova dan Syedlova, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didukung oleh jaringan periodontal yang sehat (Dostalova dan Syedlova, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi selalu dihubungkan sebagai prosedur yang tidak nyaman bagi pasien karena rasa takut terhadap sakit. Pencabutan gigi yang ideal adalah pengambilan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur dibawahnya dari trauma mastikasi, dan mencegah masuknya mikroorganisme (Field dan Longman, 2003).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan mencapai 15% dari total berat badan dewasa. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutaneus.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Hasil pengujian skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak yang dioleskan pada hewan coba mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Tabel 1). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan

Lebih terperinci

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan resiko timbulnya luka pada tubuh. Luka atau vulnus adalah putusnya kontinuitas kulit jaringan dibawah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan menjadi produk lain yang bermanfaat, yaitu nonfood untuk kulit

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan menjadi produk lain yang bermanfaat, yaitu nonfood untuk kulit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Kulit merupakan hasil samping atau sisa pemotongan ternak yang mudah mengalami laju kerusakan. Kulit ternak masih dapat digunakan melalui beberapa pengolahan menjadi produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut sangat rentan dengan terjadinya perlukaan, termasuk gingiva.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rongga mulut sangat rentan dengan terjadinya perlukaan, termasuk gingiva. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut sangat rentan dengan terjadinya perlukaan, termasuk gingiva. Gingiva merupakan membran mukosa yang melekat erat pada periosteum tulang maksila dan mandibula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri pada saat ini. Penemuan dan penelitian yang baru pun sangat dinantikan dan dibutuhkan manfaatnya.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang pengaruh implantasi subkutan logam kobalt kromium sebagai bahan dasar mini screw orthodontics terhadap reaksi jaringan dorsum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parut Akne Akne merupakan penyakit yang sangat kompleks dan elemen patogenesisnya melibatkan hiperproliferasi epidermal folikular, produksi sebum yang berlebihan, inflamasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur perawatan gigi terkadang dapat menyebabkan luka pada mukosa mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa mulut adalah luka terbuka

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas (thermal), arus listrik (electrict), bahan kimia (chemycal), dan radiasi (radiation) yang mengenai kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al., 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka merupakan suatu keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Luka didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komplikasi pasca pencabutan gigi dapat menimbulkan berbagai masalah, karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, usia harapan hidup

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah melakukan ekstraksi atau pencabutaan gigi, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia tidak pernah lepas dari trauma, contohnya luka. Luka adalah rusaknya sebagian jaringan tubuh. Luka dapat disebabkan oleh trauma benda tajam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Angka kejadian luka memiliki prevalensi mencapai jutaan kasus per tahunnya. Penyembuhan luka yang terganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan suatu reaksi inflamasi karena adanya proses yang terhambat, atau proses penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penggunaan produk darah autolog sudah banyak digunakan untuk membantu proses penyembuhan luka. Pada awalnya platelet diperkirakan hanya berguna pada proses

Lebih terperinci

BIOKIMIA KULIT B Y D R. K U S U M A W A T I S O E T R I S N O

BIOKIMIA KULIT B Y D R. K U S U M A W A T I S O E T R I S N O BIOKIMIA KULIT B Y D R. K U S U M A W A T I S O E T R I S N O Pendahuluan Kulit merupakan organ terpenting dalam tubuh manusia Kulit memiliki beberapa fungsi yaitu: Perlindungan Ekskresi dan absorbsi Sensasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodonti sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat. menghasilkan gerakan pada sendi. Tendon memiliki kekuatan yang lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tendon merupakan salah satu bagian dari sistem muskulotendinous yang memiliki fungsi utama memindahkan kekuatan dari otot ke tulang sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci