GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG"

Transkripsi

1 GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh AHMAD HANAFI NIM JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG, JANUARI 2016 i

2 SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Yang bertandatangan di bawah ini, saya : Nama : Ahmad Hanafi NIM : Fakultas/Jurusan : Kedokteran/Ilmu Keperawatan Jenis : Skripsi Judul : Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk : 1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan Jurusan Keperawatan Undip atas penulisan skripsi saya demi pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), serta menampilkan dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan Jurusan Keperawatan Undip, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta. 3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan Jurusan Keperawatan Undip dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam skripsi ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Semarang, Januari 2016 Yang menyatakan, Ahmad Hanafi ii

3 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Yang bertandatangan di bawah ini, saya : Nama : Ahmad Hanafi Tempat, tanggal lahir : Semarang, 14 April 1993 Alamat : Jl. Hadiningrat 03 Candi, Bandungan, Semarang No telp/hp : ahanafi.psik@gmail.com Dengan ini menyatakan bahwa penelitian saya yang berjudul Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang bebas dari plagiarisme dan bukan hasil karya dari orang lain. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dari hasil penelitian skripsi saya terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Semarang, Januari 2016 Yang menyatakan, Ahmad Hanafi iii

4 LEMBAR PERSETUJUAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Dipersiapkan dan disusun oleh : AHMAD HANAFI NIM Telah disetujui sebagai usulan penelitian dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diseminarkan. Pembimbing, Ns. Ahmat Pujianto,S.Kep., M.Kep. NIK iv

5 LEMBAR PENGESAHAN Penelitian yang berjudul : GAMBARAN GAYA HIDUP PENDERITA HIPERTENSI DI KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Disusun oleh : AHMAD HANAFI NIM Telah diuji pada 27 Januari 2016 yang berhasil dipertahankan dihadapan tim penguji dan diterima sebagai bahan persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Unversitas Diponegoro. Penguji I, Penguji II, Ns. Nana Rochana, S.Kep., MN Ns. Henni Kusuma, S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB NIP NIP Penguji III, Ns. Ahmat Pujianto,S.Kep., M.Kep. NIK Telah diuji, direvisi, dan disetujui Ns. Ahmat Pujianto,S.Kep., M.Kep. NIK v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, atas limpahan rahmat dan inayah-nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang yang diajukan sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana Keperawatan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah mendukung penulis selama ini yaitu : 1. Dr. Untung Sujianto, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan 2. Ns. Sarah Ulliya, S.Kep., M.kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan. 3. Ns. Ahmat Pujianto S.Kep,. M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan. 4. Ns. Nana Rochana, S.Kep., MNS dan Ns. Henni Kusuma S.Kep.,M.Kep., Sp.KMB selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan. 5. Ayah, Ibu dan kakak saya tercinta yang tidak pernah lelah mendoakan dan mendukung. 6. Nur Ariffudin, Mutiana, Abdul, Thatit, Imanuel, Elmonita, Kiki, Anggi, Andrian, Fahmi, dan Siska yang sudah banyak membantu dan memberi semangat kepada saya dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. 7. Teman-teman angkatan 2011 terkhusus Gaza dan semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun proposal skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan dunia keperawatan pada khususnya. Semarang, Januari 2016 Penulis vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... ii iii iv v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 9 C. Tujuan D. Manfaat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Hipertensi Klasifikasi Hipertensi Patofisiologi Hipertensi Manifestasi Klinis Hipertensi Diagnosis Hipertensi vii

8 6. Faktor-faktor risiko Hipertensi Pengukuran tekanan darah Komplikasi Hipertensi Penatalaksanaan Hipertensi B. Kerangka Teori BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep B. Jenis Penelitian C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi Sampel dan Teknik Sampling D. Tempat dan Waktu Penelitian E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Skala Ukur F. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 1. Instrumen penelitian Uji Validitas Kuesioner Uji Reliabilitas Kuesioner Cara Pengumpulan Data G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Teknik Pengolahan Analisis Data H. Etika Penelitian viii

9 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Penelitian B. Hasil Peneltian BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Data Demografi Resonden B. Gambaran Gaya Hidup Responden C. Keterbatasan Penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel Halaman 1 Pengelompokan Tekanan Darah dan Hipertensi 15 Berdasarkan Pedoman JNC7 2 Definisi Operasional 43 3 Koding 55 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 63 (n=135) 5 Distribusi frekuensi Kategori Kebiasaan Konsumsi Makanan Responden (n=135) 64 6 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden (n=135) 7 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) 8 D Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) 9 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) 10 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) 11 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) 12 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan lama menderita (n=135) 13 Distribusi frekuensi Kategori Kebiasaan Merokok Responden (n=135) 14 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden (n=135) x

11 15 Distribusi Frekuensi Kebiasaan merokok Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) 16 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) 17 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) 18 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) 19 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) 20 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan lama menderita (n=135) 21 Distribusi Frekuensi Kategori Kebiasaan Aktifitas fisik (n=135) 22 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Aktifitas Fisik Responden (n=135) 23 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) 24 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) 25 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) 26 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) 27 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) 28 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan lama menderita (n=135) 29 Distribusi Frekuensi Kategori Stress Responden (n=135) Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan 77 xi

12 Jenis Kelamin (n=135) 31 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) 32 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) xii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar Halaman 1 Kerangka Teori 38 2 Kerangka Konsep 39 xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran Judul 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian 2 Informed Consent & Persetujuan Menjadi Responden 3 Instrumen Penelitian 4 Permohonan Penggunaan Kuesioner 5 Data Kuesioner Responden 6 Hasil Analisis Data 7 Uji Normalitas 8 Surat Permohonan Pengambilan Data Awal xiv

15 ABSTRAK Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Januari 2016 Ahmad Hanafi Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang xvi + 99 halaman + 32 tabel + 2 gambar + 8 lampiran Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan makan yang tidak baik, merokok, stres dan kurangnya aktifitas fisik dapat menjadi penyebab hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan gaya hidup penderita hipertensi. Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan metode Cross Sectional. Sempel pada penelitian ini berjumlah 135 penderita hiertensi yang berada di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Data diambil dengan menggunakan kuesioner yang menilai kebiasaan makan, kebiasaan merokok, aktifitas fisik, dan stress. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 60% responden memiliki kebiasaan makan yang tidak baik, sebanyak 80% responden dalam kategori tinggi paparan asap rokok, sebanyak 70.4% responden mengalami stress dan sebanyak 50.4% responden memiliki kebiasaan aktifitas fisik yang cukup. Dengan data tersebut Puskesmas Sumowono sebagai pelayanan kesehatan terdekat bisa mengambil strategi dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan, merokok dan koping stress pada penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono. Kata Kunci : Hipertensi, gaya hidup, masyarakat rural Daftar pustaka : 85 xv

16 ABSTRACT Bachelor Degree of Nursing Science Nursing Science Department Medical Faculty Diponegoro University January 2016 Ahmad Hanafi Lifestyles of people with hypertension in Sumowono district Semarang city xvi + 99 pages + 32 tables + 2 pictures + 8 attachments Unhealthy lifestyle such as bad dietary, smoking, stress and lack of physical activity that can be causing of hypertension. This study aims to describe the lifestyle of people with hypertension. The study design was descriptive with cross sectional method. One hundred and thirty-five patients of hypertension who live in Sumowono district, Semarang city. Data were collected by using a questionnaire that assessed of dietary, smoking habits, physical activity, and stress. The results showed about 60% of respondents have a good dietary, 80% of respondents are high exposure of smoke, as many as 70.4% of respondents experienced stress and 50.4% of respondents have enough of physical activity. Therefore, the Sumowono public health center should give health education about dietary, smoking, stress and coping to patients of hypertension in Sumowono district. Keywords : Hypertension, Lifestyle, Rural people References : 85 xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmhg. 1 Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi. 2 Ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi esensial (primer) dan sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya. 3 Tidak ada penyebab yang jelas tentang hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan adanya faktor-faktor genetik, perubahan hormon, dan perubahan simpatis. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diakibatkan dari penyakit atau gangguan tertentu. Sebanyak 90% dari semua kasus hipertensi adalah primer. 4 Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi sebesar 22% pada kelompok usia 18 tahun ada tahun 2014 dan terus meningkat, serta hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal. Hipertensi juga menjadi faktor risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. The Third National Health and Nutrition 1 1

18 Examination Survey mengungkapkan bahwa hipertensi mampu meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%. 5 Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada kelompok umur 18 tahun sebesar 25,8%. Prevalensi hipertensi pada setiap propinsi di Indonesia pada kelompok umur 18 tahun tergolong cukup tinggi. Sebagai contoh prevalensi hipertensi di beberapa propinsi antara lain Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Barat pada tahun 2013 rata rata diatas 29,4%. Sedangkan prevalensi hipertensi pada kelompok umur 18 tahun di Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 26,4%. 6 Data Riskesdas 2013 setiap propinsi di Indonesia, di Jawa Tengah prevalensi hipertensi pada kelompok umur 18 tahun sebesar 26,4%. Masyarakat rural atau bisa disebut masyarakat pedesaan di Jawa Tengah pada tahun 2013 memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang tinggal di perkotaan, yakni sebesar 26,5%. Pada umumnya masyarakat desa identik dengan tingkat pendidikan yang rendah, pekerjaan sebagai petani/nelayan/buruh, dan angka Kuintil Indeks Kepemilikan yang rendah. Dilihat dari prevalensi hipertensi di Jawa Tengah pada tahun 2013 karakteristik masyarakat dengan tingkat pendidikan tidak sekolah memiliki prevalensi tertinggi sebesar 48,8% dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lain. Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah pada masyarakat dengan status pekerjaan sebagai petani/nelayan/buruh sebesar 26,6%, angka ini merupakan prevalensi tertinggi dibandingkan status pekerjaan yang lain. 2

19 Prevalensi dilihat dari Kuartil Indeks Kepemilikan, masyarakat dengan status ekonomi tingkat bawah memiliki prevalensi tertinggi sebesar 29,4%. 7 Berdasarkan hasil penelitian Farida 8 tahun 2009 dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera secara umum prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh golongan umur 75 tahun, laki-laki, status gizi obesitas, tidak tamat sekolah, berstatus cerai hidup, dan tinggal di wilayah pedesaan. Pada tahun 2013 angka morbiditas hipertensi di Semarang yang terdapat pada puskesmas sebesar kasus. Kasus ini merupakan kasus terbanyak kedua setelah ISPA. 9 Sedangkan jumlah laporan penyakit hipertensi di Kecamatan Sumowono pada tahun 2015 bulan Januari sampai Juni sebanyak 784 kasus dan jumlah laporan kematian akibat penyakit hipertensi sebanyak 35 kasus. Kecamatan Sumowono dikenal luas di kalangan penduduk Jawa Tengah karena merupakan kawasan pertanian, sehingga sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani. Lokasi Kecamatan Sumowono berada pada bagian paling barat bagian Kabupaten Semarang dimana jauh dari wilayah perkotaan, yang memungkinkan jalannya informasi serta fasilitas seperti pendidikan masih rendah. Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi yang menyerang beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak. 1 Hipertensi juga menyebabkan timbulnya penyakit jantung koroner dan penyakit stroke. 10 Penyakit jantung koroner ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada 3

20 beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung. Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah. Kondisi itu berakibat otot jantung akan menebal dan merenggang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat terjadi kegagalan kerja jantung. 11 Stroke adalah manifestasi dari rusaknya struktur jaringan otak sebagai akibat rusaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak. 12 Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak (stroke). Stroke sendiri merupakan kematian jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. 13 Stroke pada penderita hipertensi sering terjadi pada mereka yang tidak melakukan pengendalian tekanan darah secara teratur, baik pola hidup maupun pengobatan. 14 Hasil penelitian yang dilakukan Sastri tahun di RSUD Kabupaten Solok Selatan, faktor risiko stroke tertinggi pada seluruh pasien adalah hipertensi sebesar 82,30%. 15 Hasil penelitian yang dilakukan Annamaria tahun 2015 tentang hubungan antara variabilitas tekanan darah dan faktor risiko kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi primer terdapat perbedaan yang signifikan tekanan darah antara 2 kelompok responden, dengan nilai-nilai yang jauh lebih tinggi pada kelompok kedua, yang terkait diabetes atau penyakit ginjal kronis ( p = 0,012 ). 16 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Delima 17 tahun 2009 tentang Prevalensi dan 4

21 Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia bahwa responden dengan hipertensi berisiko 1,32 kali untuk menderita penyakit jantung. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hipertensi, diantaranya faktor keturunan, karakteristik seseorang seperti usia, jenis kelamin, dan ras, serta gaya hidup. 18 Faktor keturunan menjadi salah satu penyebab hipertensi, akan tetapi tidak setiap penderita hipertensi didapat dari garis keturunan. Jika orang tuanya adalah penderita hipertensi maka potensi seseorang memiliki hipertensi akan lebih tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto 19 tahun 2007 pada masyarakat di Kabupaten Karanganyar, riwayat keluarga dengan hipertensi atau keturunan terbukti sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi. Risiko terjadinya hipertensi sebesar 4,04 kali dibandingkan orang yang orang tuanya tidak menderita hipertensi. Karakteristik seseorang yang mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah usia, jenis kelamin, serta ras. Semakin bertambah usia, kemungkinan terjadinya hipertensi semakin besar. 18 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sigarlaki 20 tahun 2006 di Kecamatan Bulus, Kabupaten Kebumen pada kelompok umur tahun memiliki distribusi hipertensi terbanyak sebesar 55,88%. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu darah pada setiap pompa darah jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya. Bustan menyatakan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita. 21 Hormon estrogen berperan dalam regulasi tekanan darah, berhentinya produksi estrogen akibat proses penuaan berdampak 5

22 pada peningkatan tekanan darah pada wanita. 22 Pada penelitian yang dilakukan oleh Sugiri di Jawa Tengah menyebutkan prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria dimana didapatkan angka prevalensi 6% pada pria dan 11% pada wanita. Gen dari ras tertentu memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi penderita hipertensi. Ras yang membawa gen resesif kuat terkait hipertensi adalah ras Afrika dan Afrika-Amerika. Di Amerika Serikat, prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan kulit putih. Gaya hidup sering menjadi faktor risiko penting bagi timbulnya hipertensi pada seseorang. Beberapa diantaranya adalah faktor kebiasaan makan seperti konsumsi lemak dan garam tinggi, kegemukan atau makan secara berlebihan. Gaya hidup yang tidak sehat seperti minum-minuman mengandung alkohol, merokok, stres emosional dan kurangnya aktifitas fisik yang dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan juga menjadi penyebab hipertensi yang lebih banyak kasus terjadinya. 18,19,23,24 Perilaku makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres, serta minimnya aktivitas fisik merupakan faktor-faktor risiko penyakit degeneratif, disamping faktor-faktor risiko lain seperti usia, jenis kelamin dan keturunan. Tentang perilaku makan, penduduk terutama pedesaan telah berubah dari pola tradisional ke pola modern dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman berisiko seperti makanan dengan kandungan lemak, gula, garam yang tinggi. 25 Laporan Hasil Riskesdas menggambarkan bahwa hampir di semua propinsi di Indonesia, konsumsi sayuran dan buah-buahan tergolong rendah (tidak cukup). 26 6

23 Para pakar juga menemukan faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya hipertensi. Makanan yang diawetkan dan garam dapur serta bumbu penyedap dalam jumlah tinggi, misalnya monosodium glutamat (MSG), dapat menaikkan tekanan darah karena mengandung natrium dalam jumlah yang berlebihan. 2 Makanan yang berlemak akan meningkatkan resiko tingginya kolesterol. Kolesterol ini akan menempel pada permukaan sebelah dalam dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan hipertensi. 27 Hasil penelitian yang dilakukan Arsyad 28 terdapat 37 responden (82.3%) yang berpola makan tidak sehat diantaranya terdapat 29 responden (46.8%) yang hipertensi dan 8 responden (12.9%), yang tidak hipertensi. Setelah dilakukan uji statistik dengan chisquare diperoleh nilai p = 0,000 < α (0,05) yang artinya terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian hipertensi. Penelitian lainnya yang dilakukan Sugiharto 19 menyimpulkan bahwa sering mengkonsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk terserang hipertensi sebasar 7,72 kali, sering mengkonsumsi jelantah sebesar 5,34 kali, dan sering mengkonsumsi asinan sebesar 3,95 kali dibandingkan orang yang tidak biasa mengkonsumsinya. Gaya hidup berikutnya yang merupakan faktor penyebab hipertensi adalah merokok. Merokok diketahui memberi efek perubahan metabolik berupa pelepasan hormon pertumbuhan, ACTH, dan cortisol, serta meningkatkan asam lemak bebas, gliserol, dan laktat, menyebabkan penurunan HDL kolesterol, meningkatkan LDL kolesterol dan trigliserida, serta meningkatkan kadar fibrinogen plasma dan jumlah sel darah putih. 27 Hasil penelitian yang dilakukan Arsyad 28 tahun 2014 tentang Hubungan 7

24 Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi, terdapat 12 responden (19,4%) yang perokok, dari 12 responden tersebut 11 responden (17.7%) yang hipertensi dan 1 responden (1.6%) yang tidak hipertensi. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai p = 0,008 < α (0,05) yang artinya terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. 28 Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Agnesia 29, didapatkan hasil bahwa kebiasaan merokok terbukti sebagai faktor risiko hipertensi dengan nilai nilai p = 0,010; OR = 9,537 dan 95% CI = 1,728 52,634. Hal ini menunjukkan orang dengan kebiasaan merokok memiliki risiko terserang hipertensi 9,537 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak merokok. Gaya hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah selain dapat mengurangi berat badan pada penderita obesitas. Bagi yang tidak hipertensi, aktifitas fisik akan menjauhkan dari risiko terkena hipertensi di kemudian hari karena dapat mengoptimalkan kerja jantung dan pembuluh darah. 14 Penelitian yang dilakukan Sugiharto 19 menyimpulkan bahwa tidak biasa melakukan olah raga mempunyai risiko menderita hipertensi sebesar 4,73 kali dan olah raga tidak ideal mempunyai risiko sebesar 3,46 kali dibandingkan orang yang mempunyai kebiasaan olah raga ideal. Hernelahti 19 juga menyatakan bahwa tidak biasa melakukan olahraga akan meningkatkan risiko terkena hipertensi sebesar 2,33 kali dibanding dengan yang biasa berolahraga. 8

25 Gaya hidup dengan tingkat stres tinggi merupakan salah satu faktor penyebab utama timbulnya hipertensi setelah kebiasaan makan yang buruk, merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol yang terjadi di Indonesia. 11 Stres dapat meningkatkan tekanan darah yang bersifat sementara, tetapi apabila terjadi berkepanjangan, peningkatan tekanan darah pun dapat menetap. 14 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu 30, stres secara signifikan berhubungan dengan hipertensi dengan nilai rasio odds (OR) = 1,247, 95 % CI (1,076, 1,446). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suoth 31 pada tahun 2014 di puskesmas Kolongan, kecamatan Kalawat, kabupaten Minahasa Utara tentang hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi mendapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : aktifitas fisik berat seperti angkat beban, olahraga berat, mencangkul, Aktifitas fisik sedang seperti berjalan kaki, kegiatan dirumah, menaiki tangga, dengan kejadian hipertensi, nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,584 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu kuat. Adanya hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : stres yang sesuai Self Reporting Questionnaire (SRQ) dengan kejadian hipertensi, nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,537 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu kuat. Adanya hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : konsumsi makanan seperti buah-buahan, sayuran, asinan, awetan, jeroan, dan minuman berkafein dengan kejadian hipertensi, nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,495 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu cukup. Tidak ada hubungan yang bermakna antara gaya hidup : 9

26 merokok dalam waktu sebulan terakhir dengan kejadian hipertensi dengan nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,139 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi sangat lemah. Sundari 32 melakukan penelitian di wilayah desa pegunungan menunjukkan adanya pengaruh faktor aktifitas fisik terhadap hipertensi essensial. Hasil ini mendukung bahwa aktifitas fisik yang berat pada umumnya cenderung mengalami kenaikan tekanan darah. Karena makin keras dan makin sering otot jantung harus memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga tekanan darah semakin meningkat. 33 Hasil penelitian lain oleh Ariani 34 dalam penelitiannya didapatkan tekanan darah diastolik anak yang tinggal di daerah pesisir pantai Kecamatan pantai Cermin lebih tinggi daripada anak yang tinggal di daerah pegunungan Kecamatan Brastagi. Tapi seperti yang dilaporkan meskipun berbeda tapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di kecamatan Sumowono tepatnya di puskesmas Sumowono, didapatkan hasil bahwa jumlah laporan penyakit Hipertensi di kecamatan Sumowono pada kelompok umur 18 tahun terhitung bulan Juni tahun 2015 sebanyak 109 Jiwa. Dengan kategori hipertensi essensial sebanyak 44 jiwa, dan kategori hipertensi lainnya sebanyak 65 jiwa. Tidak ada registrasi kematian akibat penyakit Hipertensi di Kecamatan Sumowono pada kelompok umur 18 tahun terhitung bulan Juni

27 Dari hasil kuesioner tentang gaya hidup penderita hipertensi yang diambil dari beberapa pertanyaan yang dibagikan kepada 5 penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono, pada poin aktifitas fisik 4 dari 5 resonden memiliki total aktifitas fisik kumulatif yang kurang, yakni dibawah 150 menit dalam seminggu. Sebanyak 2 dari 5 responden merokok selama 1 bulan terakhir. Pada poin tentang kebiasaan makan, 5 responden dikategorikan baik pada konsumsi sayuran segar dan tidak mengkonsumsi alkohol. Semua responden dikategorikan kurang baik kebiasaan makanan dalam mengkonsumsi buah, konsumsi jeroan dan konsumsi makanan asin dalam frekuensi lebih. Semua responden memiliki gejala-gejala yang menunjukkan stress seperti merasa cemas, tegang, atau kuatir, merasa lelah sepanjang waktu, merasa tidak bahagia, merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari hari, dan merasa sering sakit kepala. Dapat disimpulkan bahwa dari 5 responden mempunyai gaya hidup yang kurang baik, seperti aktifitas fisik yang kurang, pola makan yang tidak baik (konsumsi makanan asin, lemak dan jeroan dalam frekuensi yang sering), merokok dalam waktu sebulan terakhir dan menunjukkan gejala stres. Dari studi pendahuluan yang dilakukan, serta gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko hipertensi yang masih dapat dimodifikasi, maka penting untuk dilakukan penelitian tentang gambaran gaya hidup penderita hipertensi. B. Rumusan Masalah Prevalensi hipertensi di Indonesia tergolong cukup tinggi. Faktor perubahan gaya hidup diduga telah menyebabkan peningkatan besar kasus- 11

28 kasus penyakit tidak menular di Indonesia, termasuk dalam hal ini adalah hipertensi. Penyebab terbesar hipertensi salah satunya adalah gaya hidup. 35 Gaya hidup seperti faktor makanan, aktifitas fisik, stres dan merokok juga menjadi penyebab hipertensi yang lebih banyak kasus terjadinya. 24 Berdasarkan laporan hasil Riskesdas menggambarkan bahwa hampir di semua propinsi di Indonesia, konsumsi sayuran dan buah-buahan tergolong rendah. Serta secara nasional konsumsi masyarakat seperti makanan asinan, kebiasaan merokok, serta aktifitas fisik yang kurang masih cukup tinggi prevalensinya. 26 Di propinsi Jawa Tengah pada data riset kesehatan terbaru tahun 2013 prevalensi hipertensi pada masyarakat pedesaan lebih tinggi dari masyarakat perkotaan. Angka morbiditas hipertensi di Kecamatan Sumowono juga terhitung cukup tinggi. Dengan demikian penting untuk dilakukan penelitian tentang gambaran gaya hidup penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gaya hidup penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain untuk : a. Mendeskripsikan karakteristik, demografi (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, derajat hipertensi, lama menderita, dan komplikasi) penderita hipertensi pada masyarakat di Kecamatan Sumowono. 12

29 b. Mendeskripsikan gaya hidup (aktifitas fisik, kebiasaan makan, merokok, dan stress) penderita hipertensi pada masyarakat di Kecamatan Sumowono. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan membuka wawasan baru peneliti mengenai gambaran gaya hidup masyarakat pada kejadian hipertensi di Kecamatan Sumowono. 2. Bagi Responden Menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan di sekitar subjek penelitian untuk menyusun program promosi atau pelayanan kesehatan yang lebih sesuai dan tepat untuk mengatasi kejadian hipertensi. Kemudian dapat digunakan sebagai strategi meningkatkan kesadaran subjek penelitian untuk meningkatkan gaya hidup yang lebih baik bagi penderita hipertensi. 3. Bagi Institusi Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan institusi pendidikan untuk mengembangkan strategi pembelajaran atau kurikulum tentang gaya hidup hipertensi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai acuan melakukan penelitian selanjutnya tentang faktor risiko hipertensi dan memudahkan dalam mendapat informasi terkait gambaran gaya hidup masyarakat rural terhadap kejadian hipertensi. 13

30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang teori penelitian yang digunakan. Penulis melakukan pencarian beberapa buku-buku literatur, jurnal, e-book, dan internet dengan menggunakan kata kunci hipertensi, gaya hidup, serta menggunakan kombinasi kata masyarakat rural, aktifitas fisik, kebiasaan makan, stress, dan merokok sehingga menghasilkan 57 literatur yang dipakai. Teori dan konsep yang tertera pada bab ini merupakan teori yang bersumber dari pustaka. A. Tinjauan Teori 1. Definisi Hipertensi Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan bervariasi tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan karena darah dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih. 36 Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik di atas 90 mmhg. 37 Penderita hipertensi mengalami peningkatan tekanan darah melebihi batas normal, di mana tekanan darah normal sebesar 110/90 mmhg. Tekanan darah 14 15

31 dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer pada pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersirkulasi. 38 Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit jantung koroner, left ventricle hypertrophy, dan stroke yang merupakan pembawa kematian tinggi. 39 Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur, serta faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. 40 Hipertensi yang tidak terkontrol akan meningkatkan angka mortalitas dan menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital seperti jantung (infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif), otak (stroke, enselopati hipertensif), ginjal (gagal ginjal kronis), mata (retinopati hipertensif) Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup sekitar 95% kasus. 40 Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain 15

32 penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara tepat. 37 Klasifikasi hipertensi menurut perjalanan penyakitnya dibagi menjadi hipertensi benigna dan maligna. Bila timbulnya berangsur disebut benigna, dan bila tekanannya naik secara progresif dan cepat disebut hipertensi maligna dengan banyak komplikasi seperti gagal ginjal, CVA, hemoragi retina, dan ensefalopati. 42 Hipertensi benigna merupakan keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan saat penderita cek up. Hipertensi maligna merupakan keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai keadaan kegawatan sebagai akibat komplikasi pada organorgan seperti otak, jantung dan ginjal. 43 Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan, sedang, atau berat, berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan bila tekanan darah diastole , hipertensi sedang tekanan diastolenya , sedangkan hipertensi berat tekanan diastolenya > Berdasarkan pedoman The Seventh Joint National Comittee (JNC7), tekanan darah dan hipertensi dikelompokkan sesuai tabel dibawah ini 44 : 16

33 Tabel 1. Pengelompokan tekanan darah dan hipertensi berdasarkan pedoman JNC7 Kategori Sistolik Diastolik Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80 Prehipertensi Hipertensi tahap Hipertensi tahap 2 Lebih dari 160 Lebih dari Patofisiologi Hipertensi Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah adalah proses yang kompleks menyangkut pengendalian ginjal terhadap natrium dan retensi air, serta pengendalian sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. Ada duafaktor utama yang mengatur tekanan dara, yaitu darah yang mengalir dan tahanan pembuluh darah perifer. 45 Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. 46 Tubuh memiliki 3 metode pengendalian tekanan darah. Pertama adalah reseptor tekanan di berbagai organ yang dapat mendeteksi perubahan kekuatan maupun kecepatan kontraksi jantung, serta resistensi total terhadap tekanan tersebut. Kedua adalah ginjal yang bertanggung jawab atas penyesuaian tekanan darah dalam jangka panjang melalui sistem renin- 17

34 angiotensin yang melibatkan banyak senyawa kimia. Kemudian sebagai respons terhadap tingginya kadar kalium atau angiotensin, steroid aldosteron dilepaskan dari kelenjar adrenal, yang salah satunya berada dipuncak setiap ginjal, dan meningkatkan retensi (penahanan) natrium dalam tubuh. 44 Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung. Tahanan vaskuler perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer. Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tahanan terhadap aliran darah, makin besar dilatasinya makin tinggi kurang tahanan terhadap aliran darah. Jadi, semakin menyempit pembuluh darah, semakin meningkat tekanan darah. Dilatasi dan konstriksi pembuluh-pembuluh darah dikendalikan oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin. Apabila sistem saraf simpatis dirangsang, katekolamin, seperti epinefrin dan norepinefrin akan dikeluarkan. Kedua zat kimia ini menyebabkan kontriksi pembuluh darah, meningkatnya curah jantung, dan kekuatan kontraksi ventrikel. Sama halnya pada sistem renin-angiotensin, yang apabila distimulasi juga menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh-pembuluh darah. 45 Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi 18

35 lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. 47 Jantung secara terus menerus bekerja memompakan darah ke seluruh organ tubuh. Jika tanpa gangguan, porsi tekanan yang dibutuhkan sesuai dengan mekanisme tubuh. Namun, akan meningkat begitu ada hambatan. Inilah yang menyebabkan tekanandarah meninggi. Semakin besar hambatanya, tekanan darah akan semakin tinggi Manifestasi Klinis Hipertensi Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain peninggian tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala. Individu penderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahuntahun. Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. 40 Bila timbul gejala, penyakit hipertensi ini sudah lanjut. Gejala klasik yaitu sakit kepala, epistaksis, pusing, dan tinitus yang diduga berhubungan dengan naiknya tekanan darah, ternyata sama seringnya dengan yang terdapat pada yang tidak dengan tekanan darah tinggi. Namun gejala sakit kepala sewaktu bangun tidur, mata kabur, depresi, dan nokturia, ternyata meningkat pada hipertensi yang tidak diobati. 42 fase hipertensi yang berbahaya bisa ditandai oleh nyeri kepala dan hilangnya penglihatan (papiledema)

36 Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. 46 Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. 40 Terkadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung Diagnosis Hipertensi Menurut Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan : 49 a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi. b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan. c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan. Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan 20

37 pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran Faktor-faktor risiko Hipertensi a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol 1) Usia Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. 50 Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi. 51,52 2) Jenis kelamin 21

38 Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmhg untuk peningkatan darah sistolik. 50 Sedangkan menurut Arif 53 pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita. 21 Bustan menyatakan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita. 21 Hormon estrogen berperan dalam regulasi tekanan darah, berhentinya produksi estrogen akibat proses penuaan berdampak pada peningkatan tekanan darah pada wanita. 22 Pada penelitian yang dilakukan oleh Sugiri 58 di Jawa Tengah menyebutkan prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria dimana didapatkan angka prevalensi 6% pada pria dan 11% pada wanita. 3) Riwayat keluarga Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. 50 Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. 50 Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat

39 Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu orang tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua memiliki penyakit tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%. 37 b. Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol Modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi. Pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan modifikasi gaya hidup ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. 50 Gaya hidup yang berhubungan dengan kejadian hipertensi antara lain meliputi aktivitas fisik, kebiasaan makan, kebiasaan merokok, dan stress. 8,23,24 Kebiasaan makan yang diamati adalah kebiasaan konsumsi buah dan sayur; makanan manis, asin, berlemak, jeroan, makanan yang diawetkan dan minuman berkafein. 8 Menurut Mulyono, gaya hidup merupakan ciri pribadi yang dimiliki oleh setiap orang. Sebagai ciri atau karakteristik, gaya hidup banyak berpengaruh terhadap tingkah laku dalam kehidupan individu. Dengan kata lain, gaya hidup merupakan disposisi atau watak yang melatarbelakangi perilaku, reaksi atau respon seseorang terhadap diri dan lingkungan yang 23

40 mempengaruhinya. Sedangkan, menurut Sanjur, gaya hidup adalah hasil pengaruh beragam peubah bebas yang terjadi di dalam individu atau keluarga. Perubah yang membentuk gaya hidup termasuk penyediaan materi, sifat situasi, kerangka ide budaya, dan sifat-sifat psikologis serta kesehatan. Menurut Suhardjo 8 gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari sejumlah interaksi sosial, budaya, keadaan dan hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Gaya hidup dapat diartikan sebagai cara hidup masyarakat. lain : Gaya hidup yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi antara 1) Konsumsi garam dan makanan awetan Makanan asin dan makanan yang diawetkan adalah makanan dengan kadar natrium tinggi. Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya hipertensi. Makanan asin dan awetan biasanya memiliki rasa gurih (umami), sehingga dapat meningkatkan nafsu makan. Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. 8 Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada 24

41 hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. 55 Orang-orang peka natrium akan lebih mudah mengikat natrium sehingga menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah. 37 Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. 50,55,56 Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada kelompok dengan asupan garam minimal. Konsumsi natrium kurang dari 3 gram perhari prevalensi hipertensi presentasinya masih rendah, namun jika konsumsi natrium meningkat antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi akan meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. 55,51 2) Konsumsi makanan manis dan tinggi energi Makanan atau minuman manis mengandung unsur karbohidrat sederhana yang menghasilkan energi tinggi. Kelebihan konsumsi energi dan aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor penting yang menyebabkan epidemik obesitas. Menurut penelitian Johnson, dosis fruktosa yang tinggi (10% air menghasilkan ½ asupan energi, 25

42 dibandingkan dengan jumlah fruktosa yang biasa dikonsumsi 60%) dapat meningkatkan tekanan darah dan perubahan mikrovaskular. Fruktosa (gula sederhana yang menghasilkan rasa manis), tidak memberikan efek kepuasan setelah makan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan/minuman manis tidak akan merasa puas dan akan makan terus menerus. Konsumsi yang berlebihan akan meningkatkan asupan energi yang selanjutnya disimpan tubuh sebagai cadangan lemak. Penumpukan lemak tubuh pada perut akan menyebabkan obesitas sentral, sedangkan penumpukan pada pembuluh darah akan menyumbat peredaran darah dan membentuk plak (aterosklerosis) yang berdampak pada hipertensi dan jantung koroner. 8 3) Konsumsi Lemak dan jeroan Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. 19 Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. 37,57 Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah. 57 Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, dan otak, paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/ SFA). Jeroan 26

43 mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum, asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh, diperkirakan akan meningkatkan 2.7 mg/dl kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan dan semua minyak lain seperti minyak jagung, minyak kedelai yang mendapat pemanasan tinggi atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol (Almatsier 2003). 8 4) Merokok Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. 58 Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah. 55 Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah 27

44 meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya. 58 Berdasarkan hasil Penelitian yang dilakukan oleh Anggara tahun 2012 uji statistik antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah didapat ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah (p = 0,000) dan sebeser 52,9% responden yang hipertensi merokok. 59 5) Aktifitas fisik Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. 37 Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. 19 Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmhg pada penderita hipertensi. 60 Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi

45 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Anggara tahun 2012 uji statistik kebiasaan olahraga dengan hipertensi, tidak teratur olah raga terbukti adanya hubungan yang bermakna denganhipertensi, dengan (p=0,000) ; OR = 44,1; 95% CI = 8,85 219,74).Artinya, orang yang tidak teratur berolah raga memiliki risiko terkenahipertensi sebesar 44,1 kali dibandingkan dengan orang yangmemiliki kebiasaan olah raga teratur. 59 6) Stress Menurut Sarafindo yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. 61 Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. 62 Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau 29

46 perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. 51,62 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herke tentang Karakteristik Dan Faktor Berhubungan Dengan Hipertensi, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara faktor stres terhadap hipertensi, responden yang menderita prehipertensi yang mengaku tidak mengalami stres ( 6,86 % ), sementara yang menderita hipertensi grade I (37,25 %), dan yang menderita hipertensi grade II (22,57 %). 20 7) Konsumsi kafein Penelitian mengenai pengaruh kafein terhadap kejadian hipertensi belum menunjukkan hasil yang konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif antara konsumsi kafein dengan kejadian hipertensi. Dua studi kohort yang dilakukan selama 15 tahun pada wanita berusia tahun dari Nurses Health Studies (NHSs), keduanya tidak menunjukkan hubungan linear antara konsumsi kafein dengan risiko kejadian hipertensi. Namun ditemukan adanya hubungan dengan pola invers U antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi Komplikasi Hipertensi a. Otak Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada 30

47 hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. 58 Hasil penelitian yang dilakukan Sastri tahun di RSUD kabupaten Solok Selatan, faktor risiko stroke tertinggi pada seluruh pasien adalah hipertensi sebesar 82,30%. 15 b. Kardiovaskular Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung yang terus-menerus memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat pada tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan. 58 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Delima tentang Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia bahwa responden dengan hipertensi berisiko 1,32 kali untuk menderita penyakit jantung. 17 c. Ginjal 31

48 Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik. 46 Hasil penelitian yang dilakukan Annamaria tentang Hubungan antara variabilitas tekanan darah dan faktor risiko kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi primer terdapat perbedaan yang signifikan tekanan darah antara kelompok 2 kelompok responden, dengan nilai-nilai yang jauh lebih tinggi pada kelompok kedua, yang terkait diabetes atau penyakit ginjal kronis ( p = 0,012 ). 16 d. Retinopati Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita 32

49 hypertensive retinopathy pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir. 63 Berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Antika tahun 2013 mendapatkan hasil kontrol tekanan darah berhubungan dengan derajat retinopati hipertensif (p=0,005) dan hipertensi tidak terkontrol merupakan faktor resiko menderita retinopati hipertensif derajat sedang-berat. (RP 5,25 IK 95% 1,9-46,9). Kesimpulan Kontrol tekanan darah berhubungan dengan derajat retinopati hipertensif dan hipertensi tidak terkontrol merupakan faktor resiko menderita retinopati hipertensif derajat sedangberat. 8. Penatalaksanaan a. Nonfarmakologis Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi. 50 Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal: 1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis. Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran 33

50 darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis. 46 Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmhg per kg berat badan. 50 2) Olahraga dan aktifitas fisik Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. 50 Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingatkan kepada kita adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi. 51,61 3) Perubahan pola makan a) Mengurangi asupan garam 34

51 Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis. 51,64 b) Diet rendah lemak jenuh Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah. 57 c) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah buahan dan susu rendah lemak Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang- 35

52 kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium. 50,64 4) Tidak merokok Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal. 58 5) Menghilangkan stress Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres. Perubahanperubahan itu ialah: 37 a) Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas. b) Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai. c) Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. d) Siapkan cadangan untuk keuangan e) Berolahraga. f) Makanlah yang benar. 36

53 g) Tidur yang cukup. h) Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres. i) Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin. j) Binalah hubungan sosial yang baik. k) Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan kritis atau negatif terhadap diri sendiri. l) Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus. m) Carilah humor. n) Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. b. Farmakologis Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer alah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain.6 Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat menurunkan sistole dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih. 52 Menurut Arif Mansjoer, penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai umur dan kebutuhan. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah dan dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap risiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah 37

54 mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping. Setelah diputuskan untuk untuk memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai dengan algoritma. Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat yang lain. Jika tambahan obat yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif

55 B. Kerangka Teori Faktor resiko hipertensi Dapat dikontrol Gaya Hidup : 1. Kebiasaan makan 2. Aktifitas fisik 3. Stress 4. Kebiasaan merokok Tidak dapat dikontrol 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Riwayat Keluarga Hipertensi Penatalaksanaan Farmakologis Nonfarmakologis Perubahan gaya hidup : 1. Kurangi faktor penyebab ateroskelrosis 2. Olahraga dan aktifitas fisik 3. Tidak merokok 4. Menghilangkan stress Gambar 1 Kerangka Teori. 8,23,24 39

56 BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang metodologi penelitian yang digunakan. Penulis melakukan pembelajaran dari beberapa buku-buku literatur yang membahas tentang jenis, rancangan, dan desain penelitian. Formula yang tertera pada bab ini merupakan formula baku bersumber dari pustaka. A. Kerangka Konsep Gambaran gaya hidup penderita hipertensi B. Jenis Penelitian Gambar 2 Kerangka Konsep Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan mengenai suatu fenomena yang ditemukan. 65 Metode cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu. 66 Penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran gaya hidup penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono

57 C. Populasi dan Rancangan Penelitian 1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian yang diteliti. 67 Populasi dalam penelitian ini terdiri dari objek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. 68 Populasi terdapat dua populasi target dan populasi terjangkau. 69 Populasi target adalah populasi yang memenuhi sampling kriteria dan menjadi sasaran akhir penelitian. Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam penelitian dan dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. 69 Populasi pada penelitian ini adalah penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono karena angka morbiditas hipertensi yang cukup tinggi, serta Kecamatan Sumowono memenuhi kriteria sebagai daerah rural. Data yang diambil adalah penderita hipertensi dalam 3 bulan terakhir sebanyak 404 orang. 2. Sampel Sampel merupakan sebagian dari populasi yang ciri-cirinya diteliti. 70 Dalam penelitian ini kriteria sampel yang digunakan adalah kriteria inklusi dan ekslusi, yang menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut digunakan dalam penelitian. Sampling merupakan proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi yang ada. 69 Adapun sampel penelitian ini yaitu sebagian responden yang mempunyai penyakit hipertensi dan tercatat dalam register laporan 41

58 penyakit tidak menular di Puskesmas kecamatan Sumowono bulan September sampai November a. Teknik Sampling Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam mengambil sampel, untuk memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. 69 Teknik pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu Simple Random Sampling, yaitu pengambilan sampel dari populiasi secara acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua anggota populasi. 66 b. Besar Sampling Besarnya sampel dalam penelitian ini semua penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang jumlahnya 135 responden. c. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 1. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria subyek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. 68 Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Berusia 18 tahun. b) Bisa membaca dan menulis. 2. Kriteria Ekslusi 42

59 Kriteria ekslusi adalah menghilangkan subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi namun karena berbagai sebab. 67 Dalam penelitian ini kriteria ekslusi adalah sebagai berikut : a) Penderita hipertensi mengalami komplikasi yang menyebabkan proses penelitian terganggu. b) Responden tidak ada ditempat selama penelitian. c) Menderita gangguan jiwa. d) Hipertensi gravidarum. D. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sumowono dan bekerjasama dengan puskesmas Sumowono sebagai sumber data kesehatan masyarakat. Pemilihan Kecamatan Sumowono dikarenakan angka morbiditas hipertensi yang cukup tinggi, serta Kecamatan Sumowono memenuhi kriteria sebagai daerah rural atau pedesaan. 2. Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 1. Variabel Penelitian Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lainnya. 68 Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu gaya hidup penderita hipertensi. 2. Definisi Operasional 43

60 Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga peneliti dapat melakukan pengukuran yang tepat terhadap suatu fenomena yang ada. 68 Tabel 2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala 1.Gaya hidup kebiasaan hidup individu yang terdiri dari aktivitas fisik, kebiasaan makan, kebiasaan merokok dan pengendalian stress. a.aktifitas fisik Kebiasaan olah raga yang biasa dilakukan oleh subjek penelitian secara rutin yaitu 2-3 kali setiap minggu. Nominal Serta durasi ideal yang dilakukan oleh subjek penelitian pada setiap kali berolah raga. Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan. Subjek penelitian diminta mengisi kuesioner yang berisi pernyataan tentang kebiasaan olah raga rutin yang dilakukan. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Iya, jika melakukan olah raga rutin setiap minggu. Skor = 0 2. Tidak, jika tidak melakukan olah raga rutin setiap minggu. Skor = 1 Subjek penelitian diminta mengisi kuesioner yang berisi pernyataan tentang durasi olah raga ideal yang dilakukan. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Iya, jika subjek penelitian menyatakan berolahraga dengan durasi waktu yang ideal. Skor = 0 Telah dilakukan uji normalitas dengan hasil data terdistribusi normal, sehingga cut of point pengkategorian menggunakan nilai mean (0.99). Responden dikategorikan tidak cukup aktifitas fisik jika nilai mean, dan dikategorikan cukup aktifitas fisik jika nilai < mean. 44

61 b.kebiasaan makan Kebiasaan makan kelompok dewasa dalam mengonsumsi makanan, yang meliputi jenis makanan rata-rata setiap hari, khususnya makanan asin. Kebiasaan makan dalam mengonsumsi makanan, yang meliputi jenis makanan rata-rata setiap hari, khususnya makanan lemak jenuh. 2. Tidak, jika subjek penelitian menyatakan tidak berolah raga dengan durasi waktu yang ideal. Skor = 1 Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan. Jenis makanan diukur dengan melakukan pengisian kuesioner dengan pernyataan tentang sering atau tidaknya konsumsi makanan asin. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1.Iya, jika mengonsumsi makanan asin 3x seminggu atau lebih. Skor = 1 2.Tidak, jika mengonsumsi makanan asin kurang dari 3x seminggu. Skor = 0 Telah dilakukan uji normalitas dengan hasil data terdistribusi tidak normal, sehingga cut of point pengkategorian menggunakan nilai median (2). Responden dikategorikan baik jika nilai < median, dan dikategorikan tidak baik jika nilai median. Nominal c.stress segala situasi di mana tuntunan non-spesifik Jenis makanan diukur dengan melakukan pengisian kuesioner dengan pernyataan tentang sering atau tidaknya konsumsi makanan lemak jenuh. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1.Iya, jika mengonsumsi makanan lemak jenuh 3x seminggu atau lebih. Skor = 1 2.Tidak, jika mengonsumsi makanan lemak jenuh kurang dari 3x seminggu. Skor = 0 Pengkajian dengan menggunakan 1. Stress: nilai hasil pengkajian pada Ordinal 45

62 d.merokok : Kebiasaan Merokok mengharuskan seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan. Kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan atau pernah merokok dalam sehari-hari kuesioner khusus yang mengkaji tingkat stress responden, dengan jumlah pertanyaan 10. Kuesioner dibagi menjadi 2, bagian pertama terdiri dari 5 pertanyaan favorable. Dan bagian kedua terdiri dari pertanyaan unfavorable. Kuesioner terdiri dari 4 pertanyaan. Subjek penelitian diminta mengisi kuesioner yang berisi pernyataan tentang pernah atau tidaknya merokok Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Iya, jika subjek penelitian menyatakan merokok. Skor = 1 2. Tidak, jika subjek penelitian menyatakan tidak merokok. Skor = 0 perempuan > 14 atau pada laki-laki > Tidak stress: nilai hasil pengkajian pada perempuan 14 atau pada lakilaki 12. Telah dilakukan uji normalitas dengan hasil data terdistribusi normal, sehingga cut of point pengkategorian menggunakan nilai mean (2.07). Responden dikategorikan rendah paparan asap rokok jika nilai < mean, dan dikategorikan tinggi paparan asap rokok jika nilai mean. Nominal Subjek penelitian diminta mengisi kuesioner yang berisi pernyataan tentang pernah atau tidaknya merokok sejumlah dua bungkus rokok per hari. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Iya, jika subjek penelitian menyatakan terbiasa merokok sejumlah lebih dari dua bungkus rokok per hari. Skor = 1 2. Tidak, jika subjek penelitian menyatakan tidak terbiasa merokok 46

63 sejumlah lebih dari dua bungkus rokok per hari. Skor = 0 Subjek penelitian diminta mengisi kuesioner yang berisi pernyataan tentang ada tidaknya anggota keluarga yang merokok. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Iya, jika subjek penelitian menyatakan mempunyai anggota keluarga yang merokok. Skor = 1 2. Tidak, jika subjek penelitian menyatakan tidak mempunyai anggota keluarga yang merokok. Skor = 0 2.Karakteristik a.jenis Kelamin Penggolongan jenis kelamin responden. Subjek penelitian diminta mengisi kuesioner yang berisi pernyataan tentang frekuensi terpapar asap rokok. Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Iya, jika subjek penelitian menyatakan sering terpapar asap rokok. Skor = 1 2. Tidak, jika subjek penelitian menyatakan tidak sering terpapar asap rokok. Skor = 0 Subjek penelitian diminta untuk memberikan tanda check list (v) pada pilihan jenis kelamin yang telah 1. Laki laki 2. Perempuan Nominal 47

64 b.umur c.pendidikan d.pekerjaan e.hipertensi f. Lama menderita hipertensi Usia responden saat ini. Tingkat pendidikan terakhir yang telah dilalui oleh subjek penelitian Jenis pekerjaan yang dilakukan subjek penelitian secara rutin dan menghasilkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. kondisi seseorang yang memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan diastolik lebih dari 90mmHg atau keduanya. Jangka waktu responden menderita hipertensi dari awal didiagnosis sampai saat dilakukan penelitian g. Komplikasi Penyakit penyerta responden selain hipertensi tersedia di kuesioner. Umur dihitung sejak tanggal kelahiran sampai dengan tanggal penelitian dilakukan. Subjek penelitian diminta mengisi pendidikan terakhir yang telah dilalui dengan cara memberikan tanda (check list) pada pilihan yang tersedia di kuesioner. Subjek penelitian diminta mengisi jenis pekerjaan dengan cara memberikan tanda (check list) pada pilihan yang tersedia di kuesioner. Data sekunder. Subjek penelitian diminta mengisi lama waktu menderita. Subjek penelitian diminta mengisi komplikasi penyakit yang menyertai selain Pengkategorian usia menurut teori Hurlock : 1. Dewasa Awal (18-40 tahun) 2. Dewasa Madya (41-60 tahun) 3. Dewasa Lanjut (61 tahun sampai kematian) Hasil ukur tingkat pendidikan terakhir dikelompokkan menjadi: 1. Tidak tamat SD/sederajad 2. Tamat SD/sederajad 3. Tamat SMP/sederajad 4. Tamat SMA/sederajad 5. Tamat sarjana/diploma Hasil ukur dikelompokkan menjadi: 1. Pegawai Swasta 2. Wiraswasta 3. Pensiun 4. Tidak bekerja 5. Lainnya 1. Hipertensi tingkat 1 (TDS mmhg; TDD mmhg) 2. Hipertensi tingkat 2 (TDS 160 mmhg; TDD 100 mmhg) Hasil ukur dikelompokkan dalam jangka waktu sebagai berikut : tahun tahun 3. Lebih dari 10 tahun Hasil ukur dikelompokkan sebagai berikut : 1. Stroke 2. Gagal jantung Interval Ordinal Nominal Ordinal Ordinal Nominal 48

65 hipertensi. 3. Gagal ginjal 4. Lainnya 5. Tidak ada F. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 1. Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner, alat tulis, dan alat pengolah data seperti kalkulator dan komputer. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data demografi, dan kuesioner tentang gaya hidup penderita hipertensi yang pernah digunakan oleh Hesti 72. Penggunaan kuesioner ini dikarenakan sesuai dengan teori gaya hidup hipertensi baik aktifitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan makan, dan stress. 24 Kuesioner terdiri dari dua bagian. Bagian A bersisi tentang data demografi responden yang terdiri atas inisial nama, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Variabel umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan jenis kelamin termasuk variabel yang diteliti sebagai karekteristik subjek penelitian. Bagian B berisi pernyataan yang menggambarkan variabel yang diteliti sebagai gambaran gaya hidup penderita hipertensi yaitu kebiasaan mengonsumsi makanan asin, kebiasaan mengonsumsi makanan lemak jenuh, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, dan stress. Terdapat 8 pernyataan dengan pilihan jawaban Ya atau Tidak untuk menggambarkan variabel yang diteliti pada subjek penelitian. Variabel stress tidak termasuk variabel 49

66 yang diteliti dengan 10 pernyataan tersebut karena variabel ini diteliti dengan format pernyataan tersendiri. Penelitian tentang variabel stress menggunakan format pernyataan yang berbeda. Instrumen ini terdiri dari 10 pernyataan dengan skala likert. Pernyataan pernyataan ini dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama terdiri dari peryataan satu sampai enam dengan pilihan jawaban: Tidak pernah (0), Hampir tidak pernah (1), Kadang-kadang (2), Cukup sering (3), dan Sangat sering (4). Bagian kedua terdiri dari pernyataan tujuh sampai sepuluh dengan pilihan jawaban: Tidak pernah (4), Hampir tidak pernah (3), Kadang-kadang (2), Cukup sering (1), dan Sangat sering (0). Nilai normal hasil pengkajian ini pada laki-laki adalah 12 dan pada perempuan adalah 14. Semakin tinggi nilai hasil pengkajian stress, semakin tinggi tingkat stress subjek penelitian. 2. Uji Validitas Validitas merupakan sesuatu yang menyatakan apa yang seharusnya diukur. 73 Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. 74 Pada ini peneletian ini menggunakan kuesioner faktor risiko gaya hidup hipertensi yang sebelumnya telah dilakukan uji validitas oleh Hesti. 72 pada kuesioner ini ada 2 bagian yang dilakukan uji validitas. Bagian pertama terdiri dari 8 pernyataan yang meneliti faktor risiko hipertensi dinyatakan valid dengan nilai hitung diatas r tabel (0.361) antara Bagian 50

67 kedua terdiri atas 10 pernyataan yang khusus membahas faktor stress dinyatakan valid dengan nilai hitung diatas r tabel (0.361) antara Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. 67 Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. 75 Pengujian instrumen dilakukan pada 30 masyarakat RW 01 Srengseng Sawah. Bagian pertama terdiri dari 8 pernyataan yang meneliti faktor risiko hipertensi dengan nilai cronbach alpha dan dikategorikan reliabel. Bagian kedua terdiri atas 10 pernyataan yang khusus membahas faktor stress dengan nilai cronbach alpha dan dikategorikan sangat reliabel. 4. Prosedur Penelitian dan Cara Pengumpulan Data a) Prosedur Penelitian 1) Pengajuan surat izin pengambilan data awal kepada Bagian Persuratan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2) Memperoleh surat izin pengambilan data awal dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 3) Pengajuan izin pengambilan data awal di Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Semarang. 51

68 4) Memperoleh surat izin pengambilan data awal dari Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Semarang. 5) Pengajuan izin pengambilan data awal di Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 6) Memperoleh surat izin pengambilan data awal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 7) Pengajuan izin pengambilan data awal di Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang. 8) Memperoleh surat izin pengambilan data awal dari Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang. 9) Pengajuan surat izin seminar proposal penelitian kepada Bagian Persuratan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 10) Peneliti mengajukan permohonan penelitian kepada Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Semarang. 11) Peneliti mengajukan permohonan penelitian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 12) Peneliti mengajukan permohonan penelitian kepada Kepala Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang. 13) Peneliti akan mengajukan izin seminar hasil penelitian kepada Bagian Persuratan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. b) Cara Pengumpulan Data 52

69 1) Pengumpulan data dilakukan di Kecamatan Sumowono. Data sekunder tentang informasi hipertensi masyarakat Sumowono didapatkan dari Puskesmas Sumowono. Penelitian dilakukan selama 16 hari. 2) Peneliti dibantu oleh satu asisten (Nur Ariffudin,S.Kep). Dasar pendidikan yang sama antara peneliti dengan asisten mempermudah dalam penjelasan tujuan penelitian oleh peneliti dan mempermudah penjelasan prosedur penelitian kepada responden yang ditangani oleh asisten. Asisten peneliti hanya bertugas untuk membantu pengumpulan data. 3) Peneliti membagi wilayah pengumpulan data menjadi Sumowono bagian utara dengan Sumowono bagian selatan antara peneliti dengan asisten peneliti. 4) Peneliti memberikan penjelasan kepada asisten peneliti. Dimulai dari latar belakang secara umum, tujuan dilakukan penelitian, metode penelitian, prosedur penjelasan penelitian kepada responden, pertanyaan pada kuesioner, prosedur pengisian kuesioner, dan prosedur pengambilan kuesioner. 5) Peneliti menemui kepala desa tempat tinggal responden untuk meminta ijin melakukan penelitian dan menanyakan secara tepat lokasi rumah responden. 6) Peneliti menemui masyarakat penderita hipertensi di Kecamatan Sumowono sesuai informasi yang didapat dari data sekunder. 53

70 7) Peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan dan prosedur penelitian kepada responden terlebih dahulu. Responden yang setuju kemudian diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dan selanjutnya mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk. 8) Kuesioner diambil pada hari berikutnya. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan oleh peneliti, lalu diperiksa kelengkapannya. Semua data yang sudah terkumpul akan diolah dan dianalisis. G. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data a) Editing Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data, keterbacaan, konsistensi dan kelengkapan data yang terkumpul. 75 Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Sehingga jika terdapat beberapa data yang belum diisi atau pengisian yang tidak sesuai dengan petunjuk, maka kuesioner segera diperbaiki dengan jalan meminta responden untuk melengkapi kuesioner yang belum diisi atau kurang lengkap. b) Coding Coding merupakan kegiatan mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden kedalam kategori tertentu. Klasifikasi dilakukan dengan cara memberikan kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. 67 Pemberian kode ini bertujuan untuk mempermudahkan 54

71 peneliti dalam pengklasifikasian serta dalam pengolahan dan analisis data menggunakan komputer

72 Tabel 3 Koding Keterangan Coding Bagian A Umur - - Jenis Kelamin 1. Laki-laki 1 2. Perempuan 2 1. Tidak tamat SD/sederajat 1 2. Tamat SD/sederajat 2 Tingkat Pendidikan 3. Tamat SMP/sederajat 3 4. Tamat SMA/sederajat 4 5. Tamat Sarjana/diploma 5 1. PNS 1 2. Pegawai swasta 2 Pekerjaan Utama 3. Wiraswasta 3 4. Pensiun 4 5. Tidak bekerja 5 6. Petani 6 1. Hipertensi tingkat 1 1 Kategori Hipertensi 2. Hipertensi tingkat 2 2 Bagian B Gaya Hidup : Bagian 1 Gaya Hidup : Bagian 2 Stress : Bagian 1 Stress : bagian 2 1. Ya 1 2. Tidak 0 1. Ya 0 2. Tidak 1 1. Tidak pernah 0 2. Hampir tidak pernah 1 3. Kadang-kadang 2 4. Cukup sering 3 5. Sangat sering 4 1. Tidak pernah 4 2. Hampir tidak pernah 3 3. Kadang-kadang 2 4. Cukup sering 1 5. Sangat sering 0 56

73 c) Entry Data Entry data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau membuat table kontingensi. 70 d) Tabullating Tabullating merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden dengan cara tertentu. Peneliti melakukan tabulasi dengan memasukkan data kedalam tabel yang telah dibuat. Peneliti menggunakan program komputer untuk memudahkan dalam proses tabulasi,. Selanjutnya data dihitung untuk mengetahui distribusi frekuensinya Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat. Analisa univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian. 74 Analisa univariat dilakukan untuk menganalisa tiap variabel dari suatu penelitian dan berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. 75 Variabel yang dianalisis adalah karakteristik responden (usia, tingkat pendidikan, pekerjaan,dan kategori hipertensi) serta gaya hidup penderita hipertensi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. H. Etika Penelitian 57

74 Pengambilan data yang dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian, yaitu : Respect to Person / Autonomy Respect to Person / Autonomy merupakan menghormati hak-hak yang dimiliki responden. Peneliti memberikan lembar persetujuan dan penjelasan mengenai prosedur pengambilan data. Lembar persetujuan adalah cara persetujuan antara peneliti dan responden dengan cara memberikan lembar persetujuan sebelum dilakukan penelitian. Peneliti menjelaskan secara singkat mengenai tujuan penelitian, lalu memberikan lembar persetujuan kepada responden dan responden yang bersedia menandatangani lembar persetujuan tersebut. Peneliti memberikan jaminan perlindungan pada responden tentang kerugian atau penyalahgunaan penelitian. 2. Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan merupakan etika penelitian dengan cara menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi yang diberikan secara lisan maupun tertulis pada lembar kuesioner. Data dan informasi yang ditampilkan dalam laporan penelitian hanya berupa kode responden dan jawaban dari kuesioner. Peneliti meminta responden untuk tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner, namun menggunakan kode yang telah disiapakan peneliti. Etika anonymity ini bertujuan untuk menjaga privasi responden. 3. Bermanfaat (Beneficence) 58

75 Prinsip bermanfaat yaitu menyangkut kewajiban membantu dan tidak merugikan responden. Penelitian dilakukan dengan mengupayakan manfaat yang maksimal dengan kerugian yang minimal. Peneliti tidak melakukan hal-hal yang berbahaya bagi responden penelitian. 4. Keadilan (Justice) Peneliti memberikan perlakuan yang sama pada setiap responden tanpa membeda-bedakan satu dengan lainnya. Setiap responden diperlakukan sama dan tidak diskriminatif dalam memperoleh haknya. Prinsip etika keadilan termasuk keadilan distributif yang mempersyaratkan pembagian seimbang antara beban dan manfaat. 59

76 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan dengan pengambilan data dilakukan pada tanggal 22 Desember - 9 Januari 2015 di Balai Pengobatan Umum (BP Umum) Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang dan rumah responden yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sumowono yaitu desa Bumen, Candigaron, Duren, Jubelan, Kebonagung, Kemawi, Kemitir, Keseneng, Lanjan, Losari, Mendongan, Ngadikerso, Piyanggang, Pledokan, Sumowono, dan Trayu. Responden dalam penelitian ini berjumlah 135 penderita hipertensi. Pada Bab ini menguraikan tentang gambaran karakteristik demografi responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kategori hipertensi, lama menderita penyakit hipertensi, dan komplikasi), dan gaya hidup responden (kebiasaan makanan, kebiasaan merokok, aktifitas fisik, dan stress). Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan dengan pengolah data yang menghasilkan frekuensi. Hasil analisis dari penelitian ini disajikan dalam tabel distribusi frekuensi

77 B. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Responden Jenis Kelamin Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=135) Karakteristik responden Frekuensi % Laki-laki % Perempuan % Umur responden tahun % tahun % 61 tahun keatas % Tingkat pendidikan Tidak tamat SD/Sederajat % Tamat SD/Sederajat % Tamat SMP/Sederajat % Tamat SMA/Sederajat % Pekerjaan Pegawai Swasta % Wiraswasta % Pensiun 3 2.2% Tidak bekerja 3 2.2% Petani % 61

78 Kategori Hipertensi Tingkat % Tingkat % Lama menderita Hipertensi 1-5 tahun % 6-10 tahun % Lebih dari 10 tahun % Komplikasi Tidak ada komplikasi penyakit % Total % Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden adalah laki-laki (59.3%), sebagian besar memiliki usia antara tahun (60.7%), dengan tingkat pendidikan responden paling banyak pada kelompok tamat SD/Sederajat (38.5%), dan pekerjaan responden lebih dari separuh adalah sebagai petani (57.8%). Berkaitan dengan penyakit hipertensi responden, sebagian besar menderita kategori hipertensi tingkat 1 (68.1%), dan mayoritas sudah menderita 1-5 tahun (74.8%). Semua responden tidak memiliki komplikasi penyakit selain hipertensi (100%). C. Distribusi Frekuensi Gaya Hidup Responden 1. Kebiasaan Makan Responden 62

79 Tabel 5 Distribusi frekuensi Kategori Kebiasaan Konsumsi Makanan Responden (n=135) Kategori Kebiasaan Makan Responden Frekuensi % Baik % Tidak baik % Total % Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kategori kebiasaan makan yang tidak baik (60.0%). Tabel 6 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden (n=135) Kebiasaan makan responden Frekuensi % Konsumsi makanan asin Ya % Tidak % Total % Konsumsi makanan berlemak Ya % 63

80 Tidak % Total % Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden suka menkonsumsi makanan asin 3 kali dalam seminggu atau lebih (77.0%). Sebagian besar responden juga suka menkosumsi makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam, daging sapi, dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih (64.4%). a. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) Jenis Kelamin f(%) Total Laki laki Perempuan Kebiasaan makan Baik 27 (50.0%) 27 (50.0%) 54 Tidak baik 53 (65.4%) 28 (34.6%) 81 Total 80 (59.3%) 55 (40.7%) 135 Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik adalah laki laki (65.4%) dan yang memiliki kategori kebiasaan makan baik setara antara laki-laki dan perempuan. b. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Kategori Usia Tabel 8 64

81 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) Kategori Usia f(%) Total th th > 61 th Kebiasaan makan Baik 7 (13.0%) 37 (68.5%) 10 (18.5%) 54 Tidak baik 21 (25.9%) 45 (55.6%) 15 (18.6%) 81 Total 28 (20.7%) 82 (60.7%) 25 (18.5%) 135 Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik berada pada kategori usia dewasa madya (41-60 th)(55.6%). c. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 9 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) Tingkat Pendidikan f(%) Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Total Kebiasaan makan Baik 8 (14.8%) Tidak baik 20 (24.7%) 36 (66.7%) 16 (19.8%) 7 (13.0%) 3 (5.6%) (33.3%) 18 (22.2%) 81 Total 28 (20.7%) 52 (38.5%) 34 (25.2%) 21 (15.6%) 135 Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik paling banyak pada kelompok responden dengan tingkat tamat SMP/sederajat (33.3%). 65

82 d. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Pekerjaan Tabel 10 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) Pekerjaan f(%) Pegawai swasta Wira swasta Pensiun Tidak bekerja Petani Total Kebiasaan makan Baik Tidak baik 8 (14.8%) 13 (16.0%) 5 (9.3%) 3 (5.6%) 0 (0%) 25 (30.9%) 0 (0%) 3 (3.7%) 38 (70.4%) 40 (49.4%) Total 21 (15.6%) 30 (22.2%) 3 (2.2%) 3 (2.2%) 78 (57.8%) 135 Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik bekerja sebagai petani (49.4%). e. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Kategori Hipertensi Tabel 11 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) Kategori Hipertensi f(%) Total Tingkat 1 Tingkat 2 Kebiasaan makan Baik 33 (61.1%) 21 (38.9%) 54 Tidak baik 59 (72.8%) 22 (27.2%) 81 Total 92 (68.1%) 43 (31.9%)

83 Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik berada pada kategori hipertensi tingkat 1 (72.8%). f. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan Lama Menderita Hipertensi Tabel 12 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Responden berdasarkan lama menderita (n=135) Lama menderita f(%) Total 1-5 th 6-10 th > 10 th Kebiasaan makan Baik 39 (72.2%) 8 (14.8%) 7 (13.0%) 54 Tidak baik 62 (76.5%) 15 (18.5%) 4 (4.9%) 81 Total 101 (74.8%) 23 (17.0%) 11 (8.1%) 135 Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik sudah menderita hipertensi selama 1-5 tahun (76.5%). 2. Data Kebiasaan Merokok Responden Tabel 13 Distribusi frekuensi Kategori Kebiasaan Merokok Responden (n=135) Kategori Kebiasaan Merokok Frekuensi % Rendah paparan asap rokok % Tinggi paparan asap rokok % Total % Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kategori tinggi paparan asap rokok (80.0%). 67

84 Tabel 14 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden (n=135) Kebiasaan merokok responden Frekuensi % Responden yang saat ini perokok Ya % Tidak % Total % Mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 2 bungkus setiap hari Ya % Tidak % Total % Anggota keluarga responden ada yang merokok Ya % Tidak % Total % Sering terpapar dengan asap rokok Ya % Tidak % Total % 68

85 Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden saat ini bukan perokok (51.1%), anggota keluarga responden sebagian besar ada yang merokok (74.1%) dan responden sebagian besar sering terpapar asap rokok (60.0%). a. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 15 Distribusi Frekuensi Kebiasaan merokok Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) Jenis Kelamin f(%) Total Laki laki Perempuan Kebiasaan merokok (paparan asap rokok) Rendah 14 (51.9%) 13 (48.1%) 27 Tinggi 66 (61.1%) 42 (38.9%) 108 Total 80 (59.3%) 55 (40.7%) 135 Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kategori tinggi paparan asap rokok adalah laki laki (61.1%). b. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Kategori Usia Tabel 16 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) Kategori Usia f(%) Total th th > 61 th 69

86 Kebiasaan merokok (paparan asap rokok) Rendah 6 (22.2%) 9 (33.3%) 12 (44.4%) 27 Tinggi 22 (20.4%) 73 (67.6%) 13 (12.0%) 108 Total 28 (20.7%) 82 (60.7%) 25 (18.5%) 135 Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden yang memiliki kategori tinggi paparan asap rokok berada pada kategori usia dewasa madya (41-60 th)(67.6%). c. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 17 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) Tingkat Pendidikan f(%) Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Total Kebiasaan merokok (paparan asap rokok) Rendah 12 (44.4%) 5 (18.5%) 6 (22.2%) Tinggi 16 (14.8%) 47 (43.5%) 28 (25.9%) 4 (14.8%) 17 (15.7%) Total 28 (20.7%) 52 (38.5%) 34 (25.2%) 21 (15.6%) 135 Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kategori tinggi parapan asap rokok paling banyak pada kelompok responden dengan tingkat tamat SD/sederajat (43.5%). 70

87 d. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Pekerjaan Tabel 18 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) Pekerjaan f(%) Pegawai swasta Wira swasta Pensiun Tidak bekerja Petani Total Kebiasaan merokok (paparan asap rokok) Rendah 0 (0%) 5 (18.5%) Tinggi 21 (19.4%) 25 (23.1%) 3 (11.1%) 3 (11.1%) 0 (0%) 0 (0%) 16 (59.3%) 62 (57.4%) Total 21 (15.6%) 30 (22.2%) 3 (2.2%) 3 (2.2%) 78 (57.8%) 135 Tabel 18 di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden yang memiliki kategori tinggi paparan asap rokok bekerja sebagai petani (57.4%). e. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Kategori Hipertensi Tabel 19 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) Kategori Hipertensi f(%) Total Tingkat 1 Tingkat 2 Kebiasaan merokok (paparan asap rokok) Rendah 14 (51.9%) 13 (48.1%) 27 Tinggi 78 (72.2%) 30 (27.8%) 108 Total 92 (68.1%) 43 (31.9%)

88 Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki kategori tinggi paparan asap berada pada kategori hipertensi tingkat 1 (72.2%). f. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan Lama Menderita Hipertensi Tabel 20 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden berdasarkan lama menderita (n=135) Lama menderita f(%) Total 1-5 th 6-10 th > 10 th Kebiasaan merokok (paparan asap rokok) Rendah 17 (63.0%) 4 (14.8%) 6 (22.2%) 27 Tinggi 84 (77.8%) 19 (17.6%) 5 (4.6%) 108 Total 101 (74.8%) 23 (17.0%) 11 (8.1%) 135 Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik sudah menderita hipertensi selama 1-5 tahun (77.8%). 3. Data Kebiasaan Aktifitas Fisik Responden Tabel 21 Distribusi Frekuensi Kategori Kebiasaan Aktifitas fisik (n=135) Kategori Kebiasaan aktifitas fisik Frekuensi % Cukup % Tidak cukup % Total % Tabel 21 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar kateogri aktifitas fisik responden cukup (50.4%). 72

89 Tabel 22 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Aktifitas Fisik Responden (n=135) Kebiasaan aktifitas fisik Frekuensi % Berolah raga Ya % Tidak % Total % Waktu menit setiap berolah raga Ya % Tidak % Total % Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden terbiasa berolah raga rutin 2-3 kali setiap minggu dan menggunakan waktu menit setiap kali berolah raga (50.4%). a. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 23 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) Jenis Kelamin f(%) Total Laki laki Perempuan Aktifitas fisik Cukup 37 (54.4%) 31 (45.6%) 68 Tidak cukup 43 (64.2%) 24 (35.8%) 67 Total 80 (59.3%) 55 (40.7%)

90 Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup adalah laki laki (64.2%). b. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Kategori Usia Tabel 24 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) Kategori Usia f(%) Total th th > 61 th Aktifitas fisik Cukup 13 (19.1%) 52 (76.5%) 3 (4.4%) 68 Tidak cukup 15 (22.4%) 30 (44.8%) 22 (32.8%) 67 Total 28 (20.7%) 82 (60.7%) 25 (18.5%) 135 Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup paling banyak berada pada kelompok kategori usia dewasa madya (41-60 th)(44.8%). c. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 25 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) Tingkat Pendidikan f(%) Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Total 74

91 Aktifitas fisik Cukup 11 (16.2%) Tidak cukup 17 (25.4%) 38 (55.9%) 14 (20.9%) 19 (27.9%) 15 (22.4%) 0 (0%) (31.3%) 67 Total 28 (20.7%) 52 (38.5%) 34 (25.2%) 21 (15.6%) 135 Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa responden yang memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup paling banyak pada kelompok responden dengan tingkat tamat SMA/sederajat (31.3%). d. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 26 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) Pekerjaan f(%) Pegawai swasta Wira swasta Pensiun Tidak bekerja Petani Total Aktifitas fisik Cukup Tidak cukup 18 (26.5%) 3 (4.5%) 17 (25.0%) 13 (19.4%) 0 (0%) 0 (0%) 3 (4.5%) 3 (4.5%) 33 (48.5%) 45 (67.2%) Total 21 (15.6%) 30 (22.2%) 3 (2.2%) 3 (2.2%) 78 (57.8%) 135 Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kategori aktifitas fisik cukup bekerja sebagai petani (48.5%). e. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Kategori Hipertensi Tabel 27 75

92 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) Kategori Hipertensi f(%) Total Tingkat 1 Tingkat 2 Aktifitas fisik Cukup 48 (70.6%) 20 (29.4%) 68 Tidak cukup 44 (65.7%) 23 (34.3%) 67 Total 92 (68.1%) 43 (31.9%) 135 Tabel 27 di atas menunjukkan bahwa sebagian responden yang memiliki kategori tinggi paparan asap berada pada kategori hipertensi tingkat 1 (65.7%). f. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden Berdasarkan Lama Menderita Tabel 28 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik Responden berdasarkan lama menderita (n=135) Lama menderita f(%) Total 1-5 th 6-10 th > 10 th Aktifitas fisik Cukup 57 (83.8%) 9 (13.2%) 2 (2.9%) 68 Tidak cukup 44 (65.7%) 14 (20.9%) 9 (13.4%) 67 Total 101 (74.8%) 23 (17.0%) 11 (8.1%) 135 Tabel 28 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup sudah menderita hipertensi selama 1-5 tahun (65.7%). 4. Data Stress Responden Tabel 29 76

93 Distribusi Frekuensi Kategori Stress Responden (n=135) Kategori Stress Frekuensi % Stress % Tidak stress % Total % Tabel 29 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami stress (70.4%). a. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 30 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=135) Jenis Kelamin f(%) Total Laki laki Perempuan Kategori Stress Stress 61 (64.2%) 34 (35.8%) 95 Tidak stress 19 (47.5%) 21 (52.5%) 40 Total 80 (59.3%) 55 (40.7%) 135 Tabel 30 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stress adalah laki-laki (64.2%). b. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Kategori Usia Tabel 31 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan Kategori Usia (n=135) Kategori Usia f(%) Total th th > 61 th Kategori Stress Stress 22 (23.2%) 65 (68.4%) 8 (8.4%) 94 Tidak 6 (15.0%) 17 (42.5%) 17 (42.5%) 40 77

94 stress Total 28 (20.7%) 82 (60.7%) 25 (18.5%) 135 Tabel 31 di atas menunjukkan bahwa responden yang mengalami stress paling banyak berada pada kelompok kategori usia dewasa madya (41-60 th) dan dewasa lanjut (61 tahun keatas) dengan jumlah yang sama (42.5%). c. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 32 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan tingkat pendidikan (n=135) Tingkat Pendidikan f(%) Tidak tamat SD/ sederajat Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Total Kategori Stress Stress 15 (15.8%) Tidak stress 13 (32.5%) 36 (37.9%) 16 (40.0%) 26 (27.4%) 18 (18.9%) 95 8 (20.0%) 3 (7.5%) 40 Total 28 (20.7%) 52 (38.5%) 34 (25.2%) 21 (15.6%) 135 Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa responden yang mengalami stress paling banyak pada kelompok responden dengan tingkat tamat SD/sederajat (31.3%). 78

95 d. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Pekerjaan Tabel 33 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan pekerjaan (n=135) Pekerjaan f(%) Pegawai swasta Wira swasta Pensiun Tidak bekerja Petani Total Kategori Stress Stress Tidak stress 18 (26.5%) 3 (4.5%) 17 (25.0%) 13 (19.4%) 0 (0%) 0 (0%) 3 (4.5%) 3 (4.5%) 33 (48.5%) 45 (67.2%) Total 21 (15.6%) 30 (22.2%) 3 (2.2%) 3 (2.2%) 78 (57.8%) 135 Tabel 33 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden yang mengalami stress bekerja sebagai petani (67.2%). e. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Kategori Hipertensi Tabel 34 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan kategori hipertensi (n=135) Kategori Hipertensi f(%) Total Tingkat 1 Tingkat 2 Kategori Stress Stress 67 (70.5%) 28 (29.5%) 95 Tidak stress 25 (62.5%) 15 (37.5%) 40 Total 92 (68.1%) 43 (31.9%)

96 Tabel 34 di atas menunjukkan bahwa sebagian responden yang mengalami stress berada pada kategori hipertensi tingkat 1 (65.7%). f. Distribusi Frekuensi Stress Responden Berdasarkan Lama Menderita Tabel 35 Distribusi Frekuensi Stress Responden berdasarkan lama menderita (n=135) Lama menderita f(%) Total 1-5 th 6-10 th > 10 th Kategori Stress Stress 75 (78.9%) 19 (20.0%) 1 (1.1%) 95 Tidak stress 26 (65.0%) 4 (10.0%) 10 (8.1%) 40 Total 101 (74.8%) 23 (17.0%) 11 (8.1%) 135 Tabel 35 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stress sudah menderita hipertensi selama 1-5 tahun (65.0%). 80

97 BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Karakteristik Demografi Responden Karakteristik demografi responden pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama waktu menderita hipertensi, kategori hipertensi, dan komplikasi. Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat di Bab IV Hasil Penelitian. 1. Usia Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usia responden terbanyak adalah rentang 41 sampai 60 tahun dengan presentase 60.7%. Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati 76 juga menyatakan bahwa umur adalah faktor risiko yang paling tinggi pengaruhnya terhadap kejadian hipertensi. Umur merupakan faktor risiko kuat yang tidak dapat dimodifikasi. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan. 52 Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Apabila 81 81

98 perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya 51, 52 hipertensi. 2. Jenis kelamin Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki dengan presentase 59.3%. Black dan Izzo 77 yang menyebutkan bahwa tingkat kejadian hipertensi akan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan pada usia di bawah 55 tahun. Beberapa ahli masih mempunyai kesimpulan berbeda tentang hal ini. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi hipertensi sebesar 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat sebesar 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. 78 Hasil penelitian ini berbeda dengan teori Bustan yang menyatakan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita. 21 Hormon estrogen berperan dalam regulasi tekanan darah, berhentinya produksi estrogen akibat proses penuaan berdampak pada peningkatan tekanan darah pada wanita

99 3. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan tamat SD/Sederajat memiliki presentase terbanyak yaitu sebesar 38.5%. Hubungan antara pendidikan dengan tekanan darah pada penelitian Febby 59 ada hubungan yang bermakna (p = 0,042). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yusida 79 yang menemukan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian hipertensi dengan nilai p = 0,023 dan OR = 1,721. Hal ini juga sejalan dengan hasil Riskesdas 6 yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan. Tingginya angka hipertensi pada responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah ini dimungkinkan karena tingkat pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh responden juga kurang tentang hiepertensi. Saputro pada penelitianya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi dengan kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi. 4. Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai petani sebesar 57.8%. Hal ini juga sejalan dengan hasil Riskesdas 6 yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada masyarakat dengan pekerjaan sebagai petani/buruh/nelayan. Sigarlaki 20 pada penelitianya juga mendapatkan hasil bahwa responden hipertensi paling banyak adalah pada petani dengan presentase 82,35%. Pada penelitian ini dimungkinkan responden dengan 83

100 pekerjaan sebagai petani akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi yang rendah, yang mungkin berkontribusi pada tingginya angka stress pada subjek penelitian. 5. Kategori hipertensi, lama waktu menderita hipertensi dan komplikasi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah kategori hipertensi tingkat 1 dengan presentase sebesar 68.1%, sedangkan kategori tingkat 2 sebesar 31.9%. Kemudian hasil penelitian dari lawa waktu responden menderita hipertensi menunjukkan bahwa responden paling banyak sudah menderita hipertensi antara 1 sampai 5 tahun, dengan presentase sebesar 74.8%. Tidak ada responden yang menyatakan memiliki komplikasi penyakit selain hipertensi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden yang memiliki kategori hipertensi tingkat 1 mayoritas sudah menderita selama 1 sampai 5 tahun (73.9%). Responden yang memiliki kategori tingkat 2 sebagian besar juga sudah menderita selama 1 sampai 5 tahun (76.7%). Pada penelitian ini, peneliti tidak menggambarkan antara kategori hipertensi, lama waktu menderita hipertensi dan komplikasi dengan kejadian hipertensi. Peneliti lebih memprioritaskan untuk mengetahui sebaran kategori hipertensi di subjek penelitian yang akan digunakan sebagai dasar tindak lanjut dari penelitian ini, misalnya pemberian penyuluhan kesehatan tentang pencegahan hipertensi melalui pengendalian faktor risiko hipertensi. B. Gambaran Gaya Hidup Responden 84

101 Gaya Hidup responden pada penelitian ini adalah kebiasaan makanan, kebiasaan merokok, aktifitas fisik, dan stress. Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat di Bab IV Hasil Penelitian. 1. Gaya Hidup : Kebiasaan Makanan Pada penelitian tentang kebiasaan makanan responden ini menilai kebiasaan konsumsi makanan asin dan makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam, dan daging sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaan makan yang tidak baik dengan presentase 60.0%. Responden dengan kategori kebiasaan makanan tidak baik berada pada rentang usia 40 sampai 60 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki dan tingkat pendidikan tamat SMP/sederajat, serta memiliki pekerjaan sebagai petani. Sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan makanan tidak baik berada pada hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar juga telah menderita hipertensi pada rentang 1 sampai 5 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan kebiasaan makanan tidak baik terbagi dalam semua kategori rentang usia dewasa, dengan presentase terbanyak sebesar 55.6% pada rentang usia dewasa madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak sebesar 65.4% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan responden presentase setiap tingkat pendidikan hampir sama, presentase terbesar pada tingkat tamat SMP/sederajat sebesar 33.3%, tetapi 85

102 terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pekerjaan responden, presentase terbesar adalah pada petani sebesar 49.4%. Kemudian berdasarkan kategori hipertensi responden yang memiliki kebiasaan makanan tidak baik sebesar 72.8% pada hipertensi tingkat 1, dan terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam lama waktu menderita hipertensi, yaitu sebesar 76.5% pada kategori 1 sampai 5 tahun. Terdapat 2 pertanyaan tentang kebiasaan konsumsi makanan responden. Pertanyaan pertama menilai apakah responden mengkonsumsi makanan asin dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih. Sebagian besar responden menyatakan mengkonsumsi dengan presentase sebesar 77%. Pertanyaan kedua menilai apakah responden mengkonsumsi makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam, daging sapi dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih. Sebagian besar responden menyatakan mengkonsumsi dengan presentase sebesar 64.4%. Hasil penelitian ini sebanding dengan peneltian Aris 19 yang menyatakan sering mengkonsumsi asin merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Aris juga menyatakan kebiasaan sering mengkonsumsi lemak jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Penelitian Agnesia 29 juga menyatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi garam merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi, tetapi berbeda pada kebiasaan konsumsi lemak, oleh karena nilai p tidak < 0,05, maka kebiasaan konsumsi lemak tidak signifikan sebagai faktor risiko hipertensi. Hesti 72 juga menyatakan bahwa subjek penelitian yang sering 86

103 mengonsumsi makanan asin lebih cenderung menderita hipertensi dibandingkan subjek penelitian yang tidak pernah mengonsumsi makanan asin, tetapi hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan mengonsumsi makanan lemak jenuh dengan kejadian hipertensi. Suoth 31 pada penelitianya menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat. Selanjutnya nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,495 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu cukup. Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa lebih banyak responden yang memiliki kategori kebiasaan makan tidak baik. Data karakteristik dan gemografi responden menunjukkan hasil responden mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Kelompok paling banyak adalah tamat SD/sederajat (38.5%), dan tamat SMP/sederajat (25.2%). Tidak ada responden yang memiliki tingkat tamat Sarjana/Diploma, bahkan untuk responden dengan tingkat tamat SMA/sederajat cukup sedikit (15.6%). Hasil ini sejalan dengan masyarakat desa yang identik dengan tingkat pendidikan rendah. Masyarakat yang berpendidikan rendah berkaitan dengan rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan kesehatan. 79 Saputro 82 pada penelitianya menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan klien tentang hipertensi dengan kepatuhan dalam menjalankan diit hipertensi. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa bisa menjadi faktor penyebab kurangnya 87

104 pengetahuan serta kepatuhan dalam menjalani gaya hidup yang baik untuk penderita hipertensi. Garam khususnya kandungan sodium di dalamnya berkontribusi pada peningkatan tekanan darah. Konsumsi sodium akan mengaktifkan mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat dan menstimulasi terjadinya retensi air yang berakibat pada peningkatan tekanan darah. 80 Kemudian adanya keterkaitan antara konsumsi lemak jenuh dengan kejadian hipertensi. Konsumsi makanan tinggi lemak, khususnya lemak jenuh merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. 81 Lemak jenuh tidak menyehatkan jantung karena dapat meningkatkan kolesterol LDL (Low Density Lippoprotein). 82 Kolesterol tinggi merupakan faktor risiko utama atherosklerosis yang merupakan penyebab masalah kardiovaskuler termasuk hipertensi Gaya Hidup : Aktifitas Fisik Pada penelitian tentang kebiasaan aktifitas fisik responden ini menilai kebiasaan olah raga secara rutin serta waktu yang digunakan dalam setiap olah raga tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir tidak ada perbedaan yang signifikan antara responden yang memiliki kebiasaan atifitas fisik yang cukup dan yang tidak cukup. Responden dengan kategori aktifitas fisik yang cukup memiliki presentase yang sedikit lebih tinggi sebesar 50.4%, sedangkan responden yang memiliki kategori kebiasaan aktifitas fisik yang tidak cukup sebesar 49.6%. Responden dengan kategori kebiasaan aktifitas fisik tidak cukup berada pada rentang usia 40 sampai 60 tahun, dengan jenis kelamin laki- 88

105 laki dan tingkat pendidikan tamat SMA/sederajat, serta memiliki pekerjaan sebagai petani. Sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan aktifitas tidak cukup berada pada hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar juga telah menderita hipertensi pada rentang 1 sampai 5 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan kebiasaan aktifitas fisik tidak cukup terbagi dalam semua kategori rentang usia dewasa, dengan presentase terbanyak sebesar 44.8% pada rentang usia dewasa madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak sebesar 64.2% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan responden presentase setiap tingkat pendidikan hampir sama, presentase terbesar pada tingkat tamat SMA/sederajat sebesar 31.3%, tetapi terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pekerjaan responden, presentase terbesar adalah pada petani sebesar 47.2%. Kemudian berdasarkan kategori hipertensi responden yang memiliki kebiasaan makanan tidak baik sebesar 65.7% pada hipertensi tingkat 1, dan terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam lama waktu menderita hipertensi, yaitu sebesar 65.7% pada kategori 1 sampai 5 tahun. Terdapat 2 pertanyaan tentang aktifitas fisik responden. Pertanyaan pertama menilai apakah responden terbiasa berolah raga secara rutin 2-3 kali setiap minggu. Sebagian besar responden menyatakan melakukannya dengan presentase sebesar 50.4%. pertanyaan kedua menilai apakah responden terbiasa menggunakan waktu selama menit setiap kali 89

106 berolah raga. Sebagian besar responden menyatakan melakukannya dengan presentase sebesar 50.4%. Hasil peneltian Febby 59 menyatakan tidak teratur olah raga terbukti adanya hubungan yang bermakna dengan hipertensi, orang yang tidak teratur berolah raga memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 44,1 kali dibandingkan dengan orang yang memiliki kebiasaan olah raga teratur. Aris 19 juga menyatakan dalam penelitianya jika tidak biasa olah raga dibandingkan dengan kebiasaan olah raga ideal, maka tidak biasa olah raga terbukti sebagai faktor risiko hipertensi. Suoth 31 pada penelitianya menyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat. Selanjutnya nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,584 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu kuat. Pada penelitian ini mendapatkan hasil responden dengan kategori aktifitas fisik cukup sedikit lebih banyak. Data karakteristik dan demografi responden menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden bekerja sebagai petani (57.8%). Sangat sedikit responden yang menyatakan tidak bekerja (2.2%) atau sebagai pensiunan (2.2%). Masyarakat desa pegunungan sangat identik dengan pekerjaan sebagai petani, dikarena kondisi geografis yang sangat mendukung untuk melakukan perkejaan di perkebunan atau peternakan. Anwas 80 megemukakan bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak. Pada pekerjaanya petani lebih sering aktif untuk melakukan olah fisik. Yusida 79 pada penelitianya menyebutkan bahwa 90

107 melakukan aktivitas secara teratur diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%. Hal ini bisa menjadi faktor dimana tidak terlalu banyak responden pada penelitian ini yang memiliki kategori aktifitas fisik tidak cukup. Menurut Syatria 64 olah raga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah. Latihan fisik (olah raga) yang adekuat dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan semua penyebab mortalitas, termasuk hipertensi. 81 Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifkan antara responden yang memiliki kebiasaan aktifitas fisik (olah raga) yang cukup dan tidak cukup. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh pekerjaan responden yang juga sebagian besar adalah sebagai petani, dimana seorang petani memiliki aktifitas fisik yang lebih aktif bergerak dalam pekerjaanya. 3. Gaya Hidup : Merokok Pada penelitian tentang kebiasaan merokok responden ini menilai apakah saat dilakukan peneltian responden adalah seorang perokok, kebiasaan jumlah rokok yang dikonsumsi, adakah anggota keluarga yang merokok, dan sering atau tidaknya terpapar dengan asap rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kategori tinggi paparan asap rokok dengan presentase 80.0%. Responden dengan kategori tinggi paparan asap rokok berada pada rentang usia 40 sampai 60 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki dan tingkat pendidikan tamat SD/sederajat, serta memiliki pekerjaan sebagai petani. Sebagian besar responden yang memiliki kebiasaan merokok tidak baik 91

108 berada pada hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar juga telah menderita hipertensi pada rentang 1 sampai 5 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan tinggi paparan asap rokok terbagi dalam semua kategori rentang usia dewasa, dengan presentase terbanyak sebesar 67.6% pada rentang usia dewasa madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak sebesar 61.1% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan responden terdapat perbedaan yang cukup sifgnifikan, presentase terbesar pada tingkat tamat SD/sederajat sebesar 43.5%, serta pada pekerjaan responden presentase terbesar adalah pada petani sebesar 57.4%. Kemudian berdasarkan kategori hipertensi responden yang memiliki kebiasaan merokok tidak baik sebesar 72.2% pada hipertensi tingkat 1, dan terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam lama waktu menderita hipertensi, yaitu sebesar 77.8% pada kategori 1 sampai 5 tahun. Terdapat 4 pertanyaan tentang kebiasaan merokok responden. Pertanyaan pertama menilai apakah responden saat ini seorang perokok. Sebagian besar responden menyatakan saat ini bukan seorang perokok dengan presentase sebesar 51.1%. Pertanyaan kedua menilai apakah responden mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 2 bungkus setiap hari. Sebagian besar responden menyatakan tidak dengan presentase sebesar 76.3%. Pertanyaan ketiga menilai apakah keluarga responden ada yang merokok. Sebagian besar responden menyatakan ada dengan presentase sebesar 74.1%. Pertanyaan keempat menilai apakah responden 92

109 sering terpapar asap rokok. Sebagian besar responden menyatakan sering terpapar dengan presentase sebesar 60.0%. Hasil penelitian Febby 59 menyatakan berdasarkan hasil uji statistik antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah didapat ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah. Akan tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Retnowati 83 didapatkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini sebanding dengan penelitian Roslina 84 yang menyatakan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Aris 19 juga menyatakan untuk perokok berat terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kebiasaan merokok yang buruk sebagai perokok atau terpapar asap rokok. Data karakteristik dan demografi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini berhubungan kembali dengan masyarakat yang berpendidikan rendah berkaitan dengan rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan rendahnya akses terhadap sarana pelayanan kesehatan. 79 Rendahnya kesadaran masyarakat ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan masyarakat desa tidak memperhatikan bahaya merokok yang menjadi salah satu faktor risiko hipertensi. Hasil penelitian Jatmika 76 yang dilakukan pada masyarakat pedesaan menunjukkan sebesar 56,67% responden beranggapan bahwa merokok sangat baik dipakai untuk menyambut tamu di acara-acara selamat di kampung. Sebesar 40% 93

110 responden setuju bahwa tidak ada orang yang meninggal karena merokok, maka merokok tidak perlu dilarang. Sebesar 30% responden setuju bahwa merokok itu merupakan hak asasi manusia sehingga merokok dapat dimana saja dan kapan saja. Rokok mengandung zat berbahaya yang salah satunya berdampak pada peningkatan tekanan darah. Kandungan nikotin dalam rokok dapat meningkatkan denyut jantung dan menyebabkan vasokonstriksi perifer, yang akan meningkatkan tekanan darah arteri pada jangka waktu yang pendek, selama dan setelah merokok. 85 Pada penelitian ini responden yang menyatakan sebagai perokok berjumlah 69 orang, tapi responden dengan kategori kebiasaan merokok tidak baik sebanyak 108 orang, hal ini dikarenakan masih ada responden yang dalam anggota keluarganya merupakan seorang perokok dan responden sering terpapar oleh asap rokok. 4. Gaya Hidup : Stress Pada penelitian tentang stress ini menilai apakah responden mengalami stress atau tidak stress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami stress dengan presentase 70.4%. Responden dengan kategori stress berada pada rentang usia 40 sampai 60 tahun, dengan jenis kelamin laki-laki dan tingkat pendidikan tamat SD/sederajat, serta memiliki pekerjaan sebagai petani. Sebagian besar responden yang mengalami stress berada pada hipertensi tingkat 1, dan sebagian besar juga telah menderita hipertensi pada rentang 1 sampai 5 tahun. 94

111 Hasil penelitian juga menunjukkan responden yang mengalami stress terdapat perbedaan yang signifikan pada kategori usia, dengan presentase terbanyak sebesar 68.4% pada rentang usia dewasa madya (40-60 tahun). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan juga antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan presentase terbanyak sebesar 64.2% pada jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan responden presentase setiap tingkat pendidikan hampir sama, presentase terbesar pada tingkat tamat SD/sederajat sebesar 37.9%, tetapi terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pekerjaan responden, presentase terbesar adalah pada petani sebesar 49.5%. Kemudian berdasarkan kategori hipertensi responden yang mengalami stress sebesar 70.5% pada hipertensi tingkat 1, pada lama waktu menderita hipertensi, yaitu sebesar 78.9% pada kategori 1 sampai 5 tahun. Pada penelitian Aris 19 menyatakan bahwa Stres kejiwaan secara statistik merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Suoth 31 juga meyatakan ada hubungan yang bermakna antara tingkat gaya hidup : stres dengan kejadian hipertens, nilai koefisien korelasi Spearman rho (r) sebesar 0,537 menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu kuat. Hasil penelitian yang dilakukan Sigarlaki 20 menyatakan adanya hubungan antara faktor stres terhadap jenis hipertensi. Hasil penelitian ini berbeda dengan peneltian Hesti 72 yang menunjukkan bahwa 64,4% subjek penelitian mengalami stress. Berdasarkan hasil olah data penelitian diperoleh bahwa terdapat 33,8% subjek penelitian yang mengalami stress dan menderita 95

112 hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami stress. Data demografi dan karakteristik responden menunjukkan lebih dari separuh adalah bekerja seabagai petani. Pekerjaan sebagai petani identik dengan tingkat pendapatan atau penghasilan yang rendah. Asfiana 83 pada penelitianya menyatakan bahwa terdapat korelasi yang sangat bermakna antara tingkat penghasilan dan tingkat stres dengan kekuatan korelasi kuat. Semakin rendah tingkat penghasilan, maka tingkat stres semakin tinggi. Menurut American Psychological Association masalah keuangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata merupakan salah satu stresor utama dalam rumah tangga seseorang. 86 Misalnya, pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain sebagainya. Hal tersebut bisa menjadi faktor penyebab cukup tingginya responden pada peneltitian ini yang mengalami stress. Stress mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kejadian hipertensi. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan keluaran jantung. Stress dapat memicu pengeluaran hormon kortisol dan epinefrin yang berhubungan dengan imunosupresi, aritmia, dan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. 81 Stress yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai penyakit yang salah satunya adalah hipertensi. 52 Dixon 19 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa seseorang yang mengalami depresi berisiko 1,78 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak mengalami depresi. 96

113 C. Keterbatasan penelitian Metode pengambilan data melalui kuesiner mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menggali informasi terkait variabel yang diteliti secara lebih lengkap. Selain itu, metode yang dilakukan pada penelitian ini dengan kuesioner yang diberikan kepada responden memungkinkan masih ada faktor lain yang belum diketahui, peneliti menyarankan untuk penelitian berikutnya bisa menggunakan metode kualitatif. 97

114 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan berikut : Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai 1. Sebaran usia terbanyak adalah dewasa madya (40-60 tahun) (60.7%), berjenis kelamin laki-laki (59.3%) dengan tingkat pendidikan tamat SD/sederajat (38.5%) dan bekerja sebagai petani (57.8%). Sebagian responden berada pada kategori hipertensi tingkat 1 (68.1%), dan sebagian besar telah menderita hipertensi 1-5 tahun (74.8%). Tidak ada responden yang menyatakan memiliki komplikasi penyakit selain hipertensi. 2. Sebagian besar responden memiliki kebiasaan makan yang tidak baik yaitu sebanyak 81 orang (60.0%). 3. Mayoritas responden dalam kategori tinggi paparan asap rokok yaitu sebanyak 108 orang (80.0%). 4. Lebih dari separuh responden memiliki kebiasaan aktifitas fisik yang cukup yaitu sebanyak 68 orang (50.4%). 5. Sebagian besar responden berada dalam kondisi stress yaitu sebanyak 95 orang (70.4%)

115 B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kesadaran subjek penelitian untuk meningkatkan gaya hidup yang lebih baik bagi penderita hipertensi. 2. Menjadi masukan bagi pelayanan kesehatan di sekitar subjek penelitian untuk menyusun program promosi atau pelayanan kesehatan yang lebih sesuai dan tepat untuk mengatasi kejadian hipertensi. 3. Sebagai sumber referensi bagi institusi pendedidikan atau komunitas kesehatan yang dapat meningkatkan strategi pengendalian hipertensi. 4. Menjadi dasar bagi penelitian berikutnya dan sebagai bahan evaluasi untuk penelitian yang lebih baik misalnya memperdalam lagi faktor faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi, atau menganalisa faktor gaya hidup yang memiliki efek paling tinggi terhadap hipertensi. 99

116 DAFTAR PUSTAKA 1. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; Sustrani L. Hipertensi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; Saunders C. Pemilihan uji laboratorium yang efektif. Jakarta: Kedokteran EGC; Baradero M. Klien gangguan kardiovaskular : seri asuhan keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC; A T. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Gaya Baru; Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2013 [Internet] [cited 2015 May 20]. Available from: 7. Kemenkes. Riskesdas dalam angka provinsi Jawa Tengah Aisyiyah FN. Faktor risiko hipertensi pada empat kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera [Internet] [cited 2015 May 20]. Available from: 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) [cited 2015 May 20]. Available from: Prasetyaningrum Y. Hipertensi bukan untuk ditakuti. Jakarta: Fmedia; Setiawan D. Care your self, Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus; Rachmawati E. Atasi stroke dengan tanaman obat. Depok: Penebar Swadaya; Prapti U. Solusi Sehat mengatasi Hipertensi. Jakarta: PT AgroMedia; Lili M. 100 Questions & Answer Hipertensi. Jakarta: Elex Media Komputindo;

117 15. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Artikel Penelitian Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari Juni J Kesehat. 2013;2(2): Magdás A, Benedek I, Belényi B, Carasca C, Gábos G, Incze a. The relationship between blood pressure variability and cardiovascular risk factors in patients with primary hypertension. Acta Medica Marisiensis [Internet]. 2015;61(1):31 3. Available from: Delima, Mihardja L, Siswoyo H. Prevalensi dan faktor determinan penyakit jantung di Indonesia. Bull Peneliti Kesehat Vo 37 no ;06: Anies. Waspada ancaman penyakit tidak menular : Solusi pencegahan dari aspek perilaku & lingkungan. Jakarta: Elex Media Komputindo; Sugiharto A. Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada masyarakat (studi kasus di kabupaten Karanganyar). Univ Diponegoro. 2007;1(2): Sigarlaki HJO. Karakteristik dan faktor berhubungan dengan hipertensi di desa bocor, kecamatan bulus pesantren, kabupaten kebumen, jawa tengah, tahun Makara, Kesehat. 2006;10(2): Bustan M. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka; Failasufa H. Tekanan darah wanita premenopause dan pascamenopause [Internet] [cited 2015 Dec 1]. Available from: Julianti E. Bebas hipertensi dengan terapi jus. Jakarta: Niaga Swadaya; Puspitorini M. Hipertensi cara mudah mengatasi tekanan darah tinggi. 3rd ed. Yogyakarta: Image Press; Nuryati S. Gaya hidup dan status gizi serta hubungannya dengan hipertensi dan diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa di DKI Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Lap Nas ; Hembing W. Ramuan tradisional untuk pengobatan darah tinggi. Jakarta: PT AgroMedia; 28. A. Syahri Ainun, MS, Dian Sidik Arsyad R. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Mahasiswa di Lingkup Kesehatan Universitas 101

118 Hasanuddin. Bagian Epidemiol Fak Kesehat Masy Univ Hasanuddin. 2012; N A. Faktor risiko hipertensi pada masyarakat di desa kabongan kidul, kabupaten rembang laporan hasil penelitian karya tulis ilmiah Hu B, Liu X, Yin S, Fan H, Feng F, Yuan J. Effects of Psychological Stress on Hypertension in Middle-Aged Chinese: A Cross-Sectional Study. PLoS One [Internet]. 2015;10(6):e Available from: Suoth M, Bidjuni H, Malara RT, Studi P, Keperawatan I, Kedokteran F, et al. Hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi di puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara. 2014; Sakit R, Blambangan U, Ilmu L, Dalam P, Kedokteran F, Brawijaya U, et al. Faktor Risiko Non Genetik dan Polimorfisme Promoter Region Gen CYP11B2 Varian T ( -344 ) C Aldosterone Synthase pada Pasien Hipertensi Esensial di Wilayah Pantai dan Pegunungan Non Genetic Risk Factor and Polymorphism of Aldosterone Synthase T ( -344 ) C. 2013;27(3): Alice H. Summary of American Heart Association Diet and Lifestyle Recommendations Revision Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2006;26: Ariani A. Study of blood pressure in elementary school children at hill and seashore areas. Peadiatrica Indones. 2003;43: Sutomo B. Menu Sehat Penakluk Hipertensi. Jakarta: DrMedia Pustaka; WHO. Regional Office for South-East Asia. Department of Sustainable Development and Healthy Environments [Internet]. WHO [cited 2015 Aug 30]. Available from: Sheldon G S. Mayo Clinic Hipertension. Jakarta: Intisari Mediatama; Wexler B. Encylopedia of Nursing and Alied Health [Internet] [cited 2015 Aug 30]. Available from: Brashers V. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan & Manajemen. 2nd ed. Jakarta: Kedokteran EGC; Arif M. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI;

119 41. Anggraini. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari sampai Juni 2008 [Internet] [cited 2015 Oct 7]. Available from: Tamboyang J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC; Sari MAP. Gambaran Faktor-faktor Determinan pada Pasien Hipertensi di Desa Sudimara Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan Mei Kowalski R. Terpai hipertensi : program 8 minggu menurunkan tekanan darah tinggi dan mengurangi risiko serangan jantung dan stroke secara alami. Bandung: Mizan Pustaka; Baradero M. Klien gangguan kardiovaskuler : seri asuhan keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC; E.J C. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC; Saleh S. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Ruang Inap di RSUP MM Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo Tahun 2009 [Internet] [cited 2015 Nov 22]. Available from: Davey P. At a glance : Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; Suyono S. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka; Nurkhalida. Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI; p. 51. Gunawan. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia; Wang J. Essential Hyppertension. The Lancet; Arif M. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; Qiu C. Family History of Hypertension. North Seattle: American Heart Association, Inc.; Thomas R. Hypertension: Salt is a Major Risk Factor. USA: J Cardiovasc.; Norman K. Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension: Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition.Baltimore. Maryland USA: Williams & Wilkins;

120 57. Alison H. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara; Sagala LMB. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe [Internet] [cited 2015 Oct 9]. Available from: Anggara, & Prayitno N. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah dipuskesmas telaga murni cikarang barat tahun J Ilm Kesehat. 2013;volume 5(1(1): Sianturi E. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor Risiko di RSU dr. Pirngadi Kota Medan [Internet] [cited 2015 Nov 26]. Available from: Smet B. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia; Ferketich. Links Among Depression, Race, Hypertension, and the Heart. USA: J Clin Hypertens; Lusby FW. Hypertensive Retinopathy [Internet] [cited 2015 Oct 28]. Available from: Khomsan A. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; Alatas H. Desain penelitian. Dasar-dasar metodelogi penelitian klinis. 3rd ed. Jakarta: Sagung Set; Saryono A. Metodologo penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Nusa Medika; Setiadi. Konsep & penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu; Aziz AH. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; Nursalam. Konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; Sumantri. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup; Sumantri A. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group;

121 72. Rahayu H. Faktor risiko hipertensi pada masyarakat RW 01 Srengseh Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. 2012; Arikuntono S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Bina Aksara; Tambunan M. Hubungan efikasi diri dengan kualitas hidup pasien tuberkulosis paru di rsup haji adam malik medan tahun Univ Sumatera Utara. 2014; 75. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; Indrawati L. Hubungan pola kebiasaan konsumsi makanan masyarakat miskin dengan kejadian hipertensi di Indonesia. Pus Penelit dan Pengemb Biomedis dan Farm [Internet]. 2009;4(19): Available from: Izzo J. Hypertension primer: the essentials of high blood pressure. USA: Lippincott Williams & Willkins; Yundini. Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta: Warta; Yusida H. Hubungan Faktor Demografi & Medis Dengan Kejadian Hipertensi Pada Kelompok Lansia Di Kota Depok Tahun 2000/ ;2(12): Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M, & Lewis S. Medical surgical nursing: assessment and management of clinical problems. USA: Mosby; Braverman, E.R & Braverman D. Penyakit jantung dan penyembuhannya secara alami. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Komputer; Darmoutomo E. Kolesterol dipicu makanan lemak jenuh [Internet] [cited 2016 Jan 12]. Available from: Retnowati Y. Gambaran Hipertensi Dan Hubungannya Dengan Pola Makan, Gaya Hidup, Dan Status Gizi Pada Pralansia Dan Lansia Di Posbindu Kelurahan Bantar Jati Bogor Tahun Skripsi peminatan gizi kesmasfakultas Univ Indones. 2010; 84. Roslina. Analisa determinan hipertensi esensial di wilayah kerja Tiga Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007 [Internet]. USU [cited 2016 Jan 10]. Available from: 105

122 85. Black, J.M & Hawks JH. Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes. 7th ed. St. Louis: Elsevier Saunders;

123 Lampiran 107

124 1 Lampiran 1

125 2

126 3

127 4

128 5

129 Lampiran 2 Informed Consent Persetujuan menjadi Responden Selamat Pagi/Siang/Sore Perkenalkan nama Saya Ahmad Hanafi mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Saya bermaksud melakukan penelitian mengenai Gambaran Gaya Hidup Penderita Hipertensi di Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian studi. Saya berharap Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dimana akan dilakukan pengisian angket yang terkait dengan penelitian. Semua informasi yang Saudara berikan terjamin kerahasiaannya. Pengumpulan kembali kuesioner ini diharapkan paling lambat satu hari setelah kuesioner ini diterima. Setelah Bapak/Ibu/Saudara/i membaca maksud dan kegiatan penelitian diatas, maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini. Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini. Nama : Tanda tangan : Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut serta di dalam penelitian ini. 6

130 Lampiran 3 Bagian A: Data Demografi Jawablah daftar pertanyaan berikut ini dengan menuliskan tanda checklist (v) pada kotak dan mengisi pada isian titik-titik yang telah tersedia. 1. Inisial nama : Umur (tahun) :... (tahun) 3. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan 4. Pendidikan Terakhir : Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat v Tamat SMP/sederajat 5. Pekerjaan : PNS Pegawai swasta Wiraswasta Tamat SMA/sederajat Tamat Sarjana/diploma Pensiun Tidak bekerja Lainya (tuliskan) 6. Kategori Hipertensi : Lama waktu mengalami hipertensi / tekanan darah tinggi : Komplikasi atau penyakit penyerta selain hipertensi :... 7

131 Bagian B: B.1 Gambaran Faktor Risiko Hipertensi: (kebiasaan mengonsumsi makanan asin, kebiasaan mengonsumsi makanan lemak jenuh, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga) Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan menuliskan tanda check list (v) pada pilihan jawaban Ya atau Tidak. No Pertanyaan Ya Tidak Bagian Saya suka makan makanan asin dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih. 2 Saya suka makan makanan berlemak seperti gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam, daging sapi dan memakannya 3 kali dalam seminggu atau lebih. 3 Saya saat ini adalah perokok. 4 Saya mempunyai kebiasaan merokok lebih dari 2 bungkus setiap hari. 5 Anggota keluarga saya ada yang merokok. 6 Saya sering terpapar dengan asap rokok. Bagian Saya terbiasa berolah raga secara rutin 2-3 kali setiap minggu. 8 Saya terbiasa menggunakan waktu selama menit setiap kali berolah raga. 8

132 Bagian B.1 Faktor Risiko Hipertensi: Stress Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda check list (v). No Di satu bulan yang lalu, seberapa sering Anda merasakan hal ini: Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadangkadang Cukup sering Sangat sering Bagian Saya merasa kecewa karena mengalami hal yang tidak diharapkan. 2 2 Saya merasa tidak mampu mengatasi hal penting dalam hidup saya. 3 Saya merasa gugup dan tertekan. 4 Saya merasa tidak mampu mengatasi segala sesuatu yang seharusnya saya atasi. 5 Saya marah karena sesuatu di luar kontrol saya telah terjadi. 6 Saya merasa kesulitan-kesulitan menumpuk semakin berat sehingga saya tidak mampu mengatasinya. Bagian Saya percaya terhadap kemampuan sendiri untuk mengatasi masalah pribadi. 8 Saya merasa segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana saya. 9 Saya mampu mengatasi semua masalah dalam 9

133 hidup saya. 10 Saya merasa sukses. 10

134 Lampiran 5 NoResp Usia Jkel Pend Pekerjaan TD Kat.HT Lama Komp B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 C9 C / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / /

135 / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / /

136 / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / /

137 / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / /

138 / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / / /

139 / / / / / / / / / / /

140 Lampiran 5 NoRes STRESS MAKAN MEROKOK AKTIFTAS Aktifitas Merokok Makan Stress Usia Kat. Lama HT Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun 7

141 Cukup Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 10 tahun keatas 8

142 Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Cukup Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 10 tahun keatas Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 10 tahun keatas Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 10 tahun keatas Kurang Buruk Baik Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Cukup Baik Buruk Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Lanjut 10 tahun keatas Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Baik Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun 9

143 Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun 10

144 Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 10 tahun keatas Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 10 tahun keatas 11

145 Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Cukup Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun 12

146 Kurang Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Baik Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Tidak Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 10 tahun keatas Kurang Baik Buruk Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Madya 1 sampai 5 tahun Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Lanjut 6 sampai 10 tahun Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 6 sampai 10 tahun Kurang Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 1 sampai 5 tahun 13

147 Cukup Baik Baik Tidak Stress Dewasa Lanjut 10 tahun keatas Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun Kurang Baik Buruk Tidak Stress Dewasa Madya 10 tahun keatas Kurang Buruk Baik Tidak Stress Dewasa Madya 10 tahun keatas Kurang Buruk Buruk Stress Dewasa Awal 1 sampai 5 tahun 14

148 Lampiran 6 Data Demografi Kategori Usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Dewasa Awal Dewasa Lanjut Dewasa Madya Total Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Laki laki Perempuan Total Tingkat Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Total Pekerjaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pegawai swasta Wiraswasta Pensiun Tidak bekerja Petani Total

149 Lama menderita HT Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1 sampai 5 tahun tahun keatas sampai 10 tahun Total Kategori HT Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tingkat Tingkat Total

150 Gaya Hidup Makanan B1 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total B2 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Baik Buruk Total Gaya Hidup Merokok B3 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total B4 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total

151 B5 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total B6 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total Gaya Hidup Aktifitas Fisik B7 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total B8 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Total Gaya Hidup Stress Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Stress Tidak Stress Total

152 Lampiran 7 Uji normalitas 1. Kebiasaan makan Descriptives Statistic Std. Error MAKAN Mean % Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.28 Upper Bound % Trimmed Mean 1.46 Median 2.00 Variance.618 Std. Deviation.786 Minimum 0 Maximum 2 Range 2 Interquartile Range 1 Skewness Kurtosis Nilai : -4.23, hasil tidak normal, maka menggunakan nilai median. 19

153 2. Kebiasaan merokok Descriptives Statistic Std. Error MEROKOK Mean % Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.83 Upper Bound % Trimmed Mean 2.07 Median 2.00 Variance Std. Deviation Minimum 0 Maximum 4 Range 4 Interquartile Range 2 Skewness Kurtosis Nilai : -0,65, hasil normal, maka menggunakan nilai mean. 20

154 3. Aktifitas fisik Descriptives Statistic Std. Error AKTIFTAS Mean % Confidence Interval for Mean Lower Bound.82 Upper Bound % Trimmed Mean.99 Median.00 Variance Std. Deviation Minimum 0 Maximum 2 Range 2 Interquartile Range 2 Skewness Kurtosis Nilai : -0,07, hasil normal, maka menggunakan nilai mean. 21

155 22 Lampiran 8

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmhg. 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang teori penelitian yang digunakan. Penulis melakukan pencarian beberapa buku-buku literatur, jurnal, e-book, dan internet dengan menggunakan kata kunci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Menurut WHO menetapkan bahwa tekanan darah seseorang adalah tinggi bila tekanan sistolik (sewaktu bilik jantung mengerut) melewati batas lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia telah mengakibatkan perubahan penyakit dari penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2011) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) dan dua pertiga ada di negara berkembang. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang harus diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dimasa mendatang masalah penyakit tidak menular akan menjadi perioritas masalah kesehatan di indonesia, salah satu masalah tersebut adalah masalah hipertensi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena banyak

Lebih terperinci

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: IKSAN ISMANTO J300003 PROGRAM STUDI GIZI DIII FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Remaja 1 Definisi Remaja Menurut WHO, remaja adalah masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Kelompok usia yang mengalami penyakit degeneratif juga mengalami pergeseran

Lebih terperinci

Karakteristik Umum Responden

Karakteristik Umum Responden mengonsumsinya, kelompok jarang jika belum tentu seminggu sekali mengonsumsinya dan kelompok tidak pernah jika tidak pernah makanan yg mengandung lemak jenuh. Makanan berlemak adalah makanan yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi dan kematian yang cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

Mengetahui Hipertensi secara Umum

Mengetahui Hipertensi secara Umum Mengetahui Hipertensi secara Umum Eldiana Lepa Mahasiswa Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta, Indonesia Eldiana.minoz@yahoo.com Abstrak Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistole, yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi di dunia. Stroke merupakan penyakit neurologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (pria 39 % dan wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah normal pada anak dan remaja bervariasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140 mmhg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmhg atau lebih tinggi.

Lebih terperinci

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU Yeni Mulyani 1, Zaenal Arifin 2, Marwansyah 3 ABSTRAK Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Berdasarkan data Global Burden of

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA KONSUMSI PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI

GAMBARAN POLA KONSUMSI PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI GAMBARAN POLA KONSUMSI PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI PROPOSAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Skripsi Oleh: HANNA RUSIANI NIM 22020113120031 DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk di dunia. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Kabo (2010) hipertensi adalah suatu penyakit kronis dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh Report of the Joint National Committe

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan. hipertensi tidak mempunya keluhan.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan. hipertensi tidak mempunya keluhan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi hipertensi di Indonesia telah menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, baik dari segi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang paling penting bagi masyarakat, terutama remaja yang memiliki aktivitas yang padat. Salah satu cara agar tubuh tetap sehat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tekanan Darah 1. Definisi Tekanan Darah Menurut Guyton, tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan ukuran tekanan yang digunakan oleh aliran darah melalui arteri berdasarkan dua hal yaitu ketika jantung berkontraksi dan ketika jantung beristirahat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang berada di atas batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi beragam diantaranya

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER PADA PEKERJA INDUSTRI MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER PADA PEKERJA INDUSTRI MEBEL DI KABUPATEN JEPARA GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER PADA PEKERJA INDUSTRI MEBEL DI KABUPATEN JEPARA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Skripsi Oleh Andrian Setyo Hutomo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut JNC 7 adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmhg dan tekanan diastolik di atas 90 mmhg (Sheps,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17% - 21% dari keseluruhan populasi orang dewasa artinya, 1 di antara 5 orang dewasa menderita hipertensi. Penderita hipertensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian pengetahuan dan sikap terhadap praktik pencegahan hipertensi pada remaja ini dilakukan di SMAN 15 Semarang

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan ini tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan/atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI Lilies Sundari*, Merah Bangsawan** * Aulmni Jurusan Keperawatan Tanjungkarang ** Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang sundarililies@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu gejala peningkatan tekanan darah yang berpengaruh pada sistem organ yang lain, seperti stroke untuk otak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan terjadi pada manusia baik perubahan pada fungsi tubuh maupun psikologis akibat proses menua. Lanjut usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Presentase penduduk lansia Indonesia telah mencapai angka diatas 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur usia tua atau lansia. Derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hipertensi merupakan salah satu bagian dari penyakit kardiovaskuler

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hipertensi merupakan salah satu bagian dari penyakit kardiovaskuler BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi merupakan salah satu bagian dari penyakit kardiovaskuler yang banyak mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas dunia. Hipertensi kini menjadi masalah global,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner dimana terdapat penebalan dalam dinding pembuluh darah disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan berbagai penyakit degeneratif sangatlah pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang mengiringi proses penuaan. Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World. (2001) seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World. (2001) seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Hipertensi Hipertensi merupakan kondisi medis dimana tekanan darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World Health Organization (WHO) dalam Soenardi & Soetarjo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat melaksanakan masing-masing tugasnya (Kertohoesodo, 1979).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat melaksanakan masing-masing tugasnya (Kertohoesodo, 1979). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Tekanan Darah Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Gaya yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmhg dan tekanan darah diastolic 90 mmhg atau buila pasien memakai obat hipertensi. (7) 2. Manifestasi Klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya industri merupakan penyebab berubahnya pola perilaku kehidupan dalam masyarakat. Salah satu tujuan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA LATAR BELAKANG Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal dan merupakan penyakit kronis yang perlu diterapi dengan tepat dan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut kesuatuorgan target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tidak ada gejala yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama.

BAB I PENDAHULUAN. dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh sirkulasi darah pada dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama. Peningkatan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh perlahan-lahan (silent killer) karena termasuk penyakit yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran seperti pola makan, penanganan stres, kebiasaan olahraga, serta gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan apabila tidak disikapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas normal terjadi pada seseorang yang ditunjukkan oleh systolic dan diastolic pada pemeriksaan tekanan darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang mematikan. Hipertensi dijuluki sebagai silent killer, karena klien sering tidak merasakan adanya gejala dan baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi yang mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat di negara maju maupun negara berkembang telah menyebabkan transisi epidemiologi sehingga

Lebih terperinci

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

82 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes GAYA HIDUP PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WATES KABUPATEN KULON PROGO Ana Ratnawati Sri Hendarsih Anindya Intan Pratiwi ABSTRAK Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena

Lebih terperinci