BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Leony Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Self-Efficacy Definisi Self-Efficacy Menurut Bandura (dalam Baron dan Byrne, 2004), self-efficacy mengarah pada keyakinan individu pada kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai hasil yang harus digapai. Dengan kata lain self-efficacy adalah berisikan evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan Sumber Self-Efficacy Keyakinan individu tentang self-efficacy yang dimilikinya menurut Bandura (1997), dipengaruhi oleh melalui empat sumber utama dari pengaruh : 1. Enactive Mastery Experience: Enactive Mastery Experience merupakan cara yang paling efektif dan menimbulkan keyakinan yang kuat akan efficacy. Kesuksesan membangun keyakinan yang kuat akan self-efficacy, sedangkan kegagalan-kegagalan yang dialami dapat menjatuhkannya, terutama jika kegagalan tersebut terjadi sebelum self-efficacy terbentuk dengan kuat. Kesulitan atau kegagalan merupakan kesempatan belajar untuk menjadi sukses dengan berdasar pada satu kemampuan untuk melatih dalam hal mengontrol setiap keadaan menjadi lebih baik. Besarnya keinginan seseorang untuk mengubah persepsi terhadap self-efficacy-nya berdasar
2 8 pada pengalaman sangat bergantung pada beberapa faktor, antara lain pemahaman awal akan kemampuannya, persepsi terhadap tingkat kesulitan tugas, seberapa banyak usaha yang dikeluarkannya, banyaknya bantuan yang diterima, pola sementara dari kegagalan dan kesuksesan. Individu akan lebih kuat saat mengalami masa-masa sulit. Jika individu hanya mengalami kesuksesan yang mudah didapat, individu tersebut biasanya mengharapkan hasil yang cepat dan dengan sangat mudah kecewa karena kegagalan. Tumbuhnya keyakinan yang kuat akan self-effcacy membutuhkan adanya pengalaman dalam mengatasi berbagai hambatan atau kesulitan yang ditemui melalui usaha-usaha yang keras. Setelah individu merasa yakin bahwa telah memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memperoleh kesuksesan, individu akan berusaha menghadapi keadaan yang kurang baik sekalipun dan cepat bangkit dari kegagalan. Dengan pengalaman yang telah terjadi membuat individu pada saat mengalami masa-masa sulit menjadi lebih kuat, dalam menghadapi kondisi yang kurang baik. Jika individu pernah berhasil melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang merupakan sesuatu yang sulit, maka di masa mendatang dihadapkan pada kondisi yang kurang lebih sama seperti yang dialami sebelumnya, seseorang cenderung akan merasa lebih optimis menyelesaikan tugas barunya tersebut. 2. Vicarious Experience: Self-efficacy juga mendapat pengaruh dari pengalaman orang lain. Dampak modelling terhadap perceived self-efficacy memiliki pengaruh yang kuat, dengan mempesepsikan kesamaan dengan model atau orang yang menjadi contoh. Sebagai contoh, individu mengamati orang lain yang memiliki kompetensi yang sama dengannya berhasil
3 9 melakukan suatu tugas atau pekerjaan, maka hal tersebut dapat meningkatkan self-efficacy individu. Dengan demikian informasi dari orang lain dapat digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui self-efficacy yang dimiliki individu. Jika seorang ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal, melihat ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal lainnya mampu menjalankan suatu pekerjaan. Maka individu tersebut mempersepsikan ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal lainnya memiliki kemampuan yang kurang lebih sama dengannya, dalam keadaan tersebut self-efficacy-nya meningkat. Demikian individu merasa mampu untuk menyelesaikannya. 3. Social Persuassion: Social Persuassion merupakan salah satu cara untuk memperkuat keyakinan bahwa indvidu memiliki sesuatu untuk meraih kesuksesan atau yang individu ingin dapatkan. Individu yang diyakinkan secara verbal bahwa ia memiliki kemampuan untuk dapat menguasai suatu tugas, akan mengeluarkan usaha yang lebih besar daripada ketika ia merasa tidak yakin dan memikirkan kekurangannya ketika muncul kesulitankesulitan. Lebih mudah untuk memelihara dan memerkuat sense of efficacy, terutama saat sedang mengahadapi berbagai kesulitan, pihak-pihak lain menekankan keyakinannya atas berbagai kemampuan yang dimilikinya daripada, jika pihaknya menyampaikan keraguan atas kemampuan individu tersebut. Indvidu yang diberi penyesuaian secara verbal memiliki kemampuan untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan kepada intividu tersebut seperti mengerahkan. Penyesuaian menggandakan kekuatan dalam percecived efficacy memimpin individu untuk mencoba lebih keras untuk meraih keberhasilan.
4 10 Persuasive efficacy memiliki pengaruh besar pada individu yang memiliki beberapa alasan untuk percaya bahwa individu tersebut dapat menghasilkan akibat dari aktivitas aktivitas yang di jalankan (Chambliss & Murray, 1979a, 1979b dalam Bandura, 1997). Tindakan-tindakan yang sifatnya persuasi dalam mempersepsikan self efficacy yang dimiliki, membuat individu berusaha dengan cukup keras untuk memperoleh kesuksesan mereka serta mengembangkan keahliannya. Peningkatan self efficacy yang tidak realistis terhadap kompetansi pribadi dengan cepat dapat terlihat dengan adanya hasil yang mengecewakan dari usaha seseorang akan tetapi orang-orang yang telah dipersuasi bahwa ia tidak memiliki kemampuan cenderung untuk menghindari aktivitas yang sifatnya menantang yang akan menggali potensi yang dimiliki dan dengan cepat menyerah pada saat menemui kesulitan, yang pada akhirnya hanya akan mengurangi self-efficacy orang tersebut. 4. Phyisiological and Affective State: Untuk menilai kemampuan individu, digunakan informasi-informasi yang diterima oleh tubuh, dalam informasi tersebut dapat diketahui proses hidup serta keadaan emosianal individu. Kondisi mood juga memberikan efek pada penilaian individu pada selfefficacy. Fisiologis sebagai indikator dari efficacy memiliki peranan terutama dalam fungsi kesehatan dan aktivitas yang membutuhkan stamina dan kekuatan. Individu menilai aktivitas-aktivitas fisik dalam tekanan penuh atau dalam situasi terpaksa menjadikan pertanda ketidakberdayaan individu tersebut. Reaksi-reaksi tekanan (stres) membuat kontrol atau penguasaan tidak efektif. Individu mengartikan kelelahan, kemelut yang dirasakan, kesakitan dan rasa nyeri, sebagai indikasi-indikasi dari ketidakmampuan meningkatkan daya fisik. Individu umumnya menunjukkan tanda-tanda
5 11 tertekan, sakit dan nyeri, kelelahan, ketakutan, mual, dan lain-lain merupakan persepsi seseorang, tanggapan ini nyata dapat mengubah self-efficacy seseorang. Jika individu kejatuhan cicak di kepala sebelum memulai aktifitas, individu yang self-efficacy-nya rendah dapat mempresepsikan sebagai tanda ketidakmampuan individu dalam menjalankan aktivitasnya sehingga menurunkan efektifitas diri. Sementara individu yang memiliki selfefficacy tinggi cenderung untuk menafsirkan seperti tanda-tanda fisiologis seperti biasa dan tidak berhubungan dengan kemampuan aktualnya. Jadi, itu adalah keyakinan individu dalam implikasi dari respon fisiologis yang mengubah self-efficacy individu. Kenyataan-kenyataan afektif, sudah dapat digeneralisasi secara luas berdampak kepada kepercayaan terhadap personal efficacy dalam membedakan lingkup pengetahuan functioning. Empat cara utama diantaranya meningkatkan status daya fisik; mengurangi tingkat stres; menghapus emosi-emosi negatif dan membenarkan intepretasi-intepretasi yang keliru dari sinyal-sinyal tubuh (Bandura 1991a, Cioffi 1991a; dalam Bandura, 1997) Orangtua tunggal Definisi Orangtua Tunggal Orangtua tunggal adalah seseorang yang memiliki anak, yang pasangannya meninggal atau bercerai (Collins English Dictionary, 2003). Menurut Hamner dan Turner (dalam Duval, dkk, 1985), bahwa suatu keluarga dianggap sebagai keluarga orangtua tunggal bila hanya ada satu orang tua yang tinggal bersama anak-anaknya dalam satu rumah. Menurut Sager, dkk (dalam Perlmutter & Hall,1985), menyatakan bahwa yang
6 12 dimaksud dengan orangtua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangannya Faktor-Faktor Penyebab Orangtua Tunggal Ada beberapa faktor yang menyebabkan individu menjadi orang tua tunggal, yaitu karena kematian suami atau istri, perceraian atau perpisahan, mempunyai anak tanpa menikah, pengangkatan atau adopsi anak oleh wanita atau pria lajang (Perlmutter & Hall, 1985). Lebih lanjut Goode (2007), menjelaskan faktor-faktor penyebab orangtua tunggal sebagai berikut: a. Ketidaksahan merupakan unit keluarga tidak lengkap, hal ini diakibatkan karena ayah atau ibu tidak ada, seperti terjadinya kehamilan diluar nikah atau fenomena bagi seorang wanita atau laki-laki yang tidak mau menikah kemudian mengadopsi anak. Oleh karena itu tidak menjalankan kewajiban sesuai dengan peranannya. b. Pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggalkan. Terputusnya keluarga akibat salah satu atau pasangan baik dari ayah atau ibu memutuskan untuk berpisah atau bercerai dengan alasan tidak ada lagi kecocokan, kekerasan dalam rumah tangga, adanya konfik, pertengkaran yang berkepanjangan dan lain-lain. Perceraian atau perpisahan bisa disebut juga dengan divorce, divorce menurut Eshleman, dkk (1993),
7 13 whenever two people interact, conflicts may arise, and one person or both may want to end the relationship, Jadi perceraian atau perpisahan adalah ketika pasangan suami-istri yang memiliki interaksi yang tidak baik dimana sering timbul permasalahan-permasalahan sehingga salah satu atau pasangan tersebut memutuskan untuk mengakhiri hubungan perkawinan. Sehingga untuk selanjutnya salah satu pasangan tidak melaksanakan kewajiban perannya lagi. c. Keluarga selaput kosong dalam hal ini keluarga tetap tinggal bersama tetapi tidak saling menyapa, tidak rukun, dan tidak saling bekerjasama, serta tidak ada rasa kasih sayang, sehingga keluarga dianggap gagal dalam memberikan dukungan emosional antar anggota keluarga. d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan. Keadaan keluarga yang terpecah atau tidak utuh disebabkan karena ayah atau ibu meninggal, dipenjara, dalam peperangan, dalam bencana, hal ini akan menimbulkan kehilangan dan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga. e. Kegagalan peran penting yang tidak diinginkan Keadaan keluarga dimana salah satu anggotanya dalam keadaan sakit baik mental, emosional atau badaniah yang parah, sehingga walau secara fisik orang itu ada namun mengakibatkan salah
8 14 satu anggota keluarga tersebut tidak dapat menjalankan peran utamanya Data Orangtua Tunggal Data perceraian yang tertera di bawah ini mencantumkan jumlah ayah yang menjadi orangtua tunggal pada tahun 2007 sampai 2010 data terkini yang di peroleh , , , ,088 Series1 Series Sumber : Badan Peradilan Agama 1. Data menunjukan tren perceraian di Indonesia pada tahun 2007 sampai Kendati tidak tersedia secara definitif, namun dapat ditafsirkan bahwa meningginya angka perceraian tersebut juga berimplikasi meningginya jumlah anak yang diasuh orangtua tunggal. 3. Dengan asumsi bahwa sistem peradilan atas kasus perceraian Di Indonesia bersifat maternal preferance, maka ada alasan kuat untuk membangun dugaan bahwa orangtua tunggal yang dimaksud point dua
9 15 kebanyakan adalah ibu. Dengan kata lain hanya sebagian kecil saja anak-anak yang dibesarkan oleh ayah selaku orangtua tunggal (Amriel, 2011) 2. 3 Ayah Pengertian Ayah Seorang ayah memiliki arti yang berbeda-beda seperti yang disampaikan oleh para ahli Knibiehler (dalam Lamb, 2010), menyatakan ayah adalah tokoh yang berkuasa dan memegang kekuasaan yang luar biasa dalam keluarga. Lain dengan Pleck dan Pleck (dalam Lamb, 2010), ayah di Eropa dan Amerika dipandang pada umumnya sebagai guru yang bermoral saat masa penjajahan Amerika Serikat. Dengan kesepakatan yang terkenal, yaitu ayah terutama bertanggung jawab untuk memastikan anak-anaknya tumbuh dengan perasaan yang sesuai dengan nilai, yang di dapat dari alkitab dan dari buku atau pelajaran lainnya. Ayah ditinjau dari pandangan biologis adalah pria yang menyumbang setengah dari materi genetik anak. Anak terbentuk dari gen wanita dan pria. Pria yang gennya membentuk seorang anak, itulah yang dimaksudkan sebagai ayah bagi anak tersebut (dalam Eagle & Leonard, 1995). Peneliti menyimpulkan berdasarkan definisi yang diungkapkan oleh para ahli bahwa ayah adalah seorang pria yang menyumbang setengah materi genetik anak, yang menjadi kepala dalam rumah tangga, panutan bagi anak-anaknya serta bertanggung jawab dalam keluarga. Ayah berdasarkan definisi diatas eksis pada komunitas yang patrilineal Jawa. Sedangkan pada masyarakat matrilineal peran ayah dapat dilihat pada masyarakat Minangkabau (Witrianto, 2005), perubahan dalam
10 16 kekerabatan Minangkabau, hubungan antara mamak (saudara laki-laki ibu) dan kemenakan (anak dari saudara perempuan) adalah hubungan yang saling mengikat. Mamak berkewajiban untuk mendidik kemenakannya sampai menjadi orang, dan untuk itu kemenakan dikehendaki untuk mematuhi segala nasihat dan arahan yang dilakukan oleh mamaknya. Dalam sebuah rumah gadang, mamak mempunyai tanggung jawab sebagai pemelihara dan pemberi kesejahteraan kepada warga rumah gadang itu. Segala yang berhubungan dengan kehidupan rumah gadang umumnya berada di bawah pengawasan mamak. Kedudukan suami dalam adat Minangkabau hanya sebagai sumando. Dalam keluarga istrinya, ia laksana pendatang dan tidak memiliki hak dalam arti luas untuk menentukan corak kehidupan rumah keluarga istrinya. Tempatnya yang sah adalah dalam garis keturunan ibunya, tempat dia berfungsi sebagai anggota laki-laki dalam garis keturunan ibunya. Secara tradisi, setidak-tidaknya tanggungjawab berada dalam garis keturunan ibunya. Perkawinan yang terjadi, pada masyarakat Minangkabau tidaklah menciptakan keluarga inti (nuclear family) yang baru, sebab suami atau istri tetap menjadi anggota dari garis keturunan mereka masing-masing. Oleh karena itu, pengertian tentang keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak sebagai suatu unit tersendiri tidak terdapat dalam struktur sosial masyarakat Minangkabau secara tradisional, karena ayah selalu teriakat oleh garis-keturunan ibu yang lebih kuat. Sebagai akibatnya, anak-anak dihitung sebagai anggota garis-keturunan ibu dan selalu lebih banyak melekatkan diri kepada sang ibu serta anggota-anggota lainnya dalam garis keturunan itu.
11 17 Peran ayah tidak sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, anak dan istri tidak terlalu tergantung dan berharap lebih padanya. Untuk biaya hidup sehari-hari, termasuk biaya sekolah dan biaya seperti perkawinan, kematian, dan hari-hari besar keagamaan, ditanggung oleh keluarga besar istrinya. Peran mamak dalam keluarga besar secara umum sangat besar, dalam kehidupan sehari-hari anak lebih dekat dengan mamak daripada ayahnya. Proses globalisasi yang berbentuk multi dimensional telah mulai mengalir deras dalam darah kehidupan dunia. Proses itu tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, teknologi, dan politik, tetapi juga dimensi kebudayaan. Globalisasi telah membawa implikasi dalam kehidupan masyarakat. Sairin (2002), menyatakan bahwa perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat masyarakat dipicu oleh perbedaan yang tumbuh akibat dorongan dan dinamika kehidupan internal dan eksternal masyarakat. Dinamika suatu masyarakat dapat dipicu karena adanya pengakuan akan perbedaan. Konflik yang muncul dari suatu perbedaan akan menumbuhkan dan mendorong dinamika kehidupan masyarakat untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Masyarakat Minangkabau yang menganut pola kekerabatan matrilineal pun, tidak luput dari perubahan ini. Globalisasi yang melanda pedesaaan termasuk di Minangkabau menyebabkan meningkatnya kebutuhan hidup, seperti biaya pendidikan, rekening listrik, air, telepon, dan berbagai biaya lainnya. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan yang memerlukan upaya ekstra, menyebabkan seorang ayah di Minangkabau tidak sempat untuk mengawasi kemenakan-kemenakannya. Karena ayah sendiri memiliki banyak kegiatan yang cukup menyita waktunya seperti
12 18 pekerjaannya dalam mencari nafkah, serta mengawasi dan mendidik anakanaknya serta istrinya. Keinginan seorang ayah untuk menjadikan anaknya sebagai orang yang berpendidikan dan meraih sukses dalam kehidupan selanjutnya akan menyebabkan sebagian besar penghasilannya akan dicurahkan untuk kepentingan anak-anak dan istrinya. Faktor tersebut juga disebabkan karena anak-anaknya juga sudah jarang dibantu secara materi oleh mamak mereka yang pada umumnya pada saat ini juga lebih mementingkan biaya untuk anak dan istrinya terlebih dahulu daripada biaya untuk saudara dan kemenakannya. Faktor lainnya yang menyebabkan semakin menguatnya peran ayah di Minangkabau adalah kecenderungan pasangan-pasangan yang baru menikah untuk memilih pola menetap neolokal (menempati kediaman yang baru) dengan membentuk keluarga inti yang terpisah dari keluarga luas. Konsekuensi dari sistem ini adalah seorang ayah akan lebih sering berada di rumah anak-anak dan istrinya, apalagi jika rumah tersebut, ayah sendiri yang membangunnya. Akibatnya akan semakin jarang berkunjung ke rumah saudara-saudara dan kemenakankemenakannya, hubungannya menjadi tidak begitu dekat, sehingga tidak jarang dia akan bersikap seperti seorang tamu ketika mengunjungi kemenakan-kemenakannya. Namun terjadinya perubahan sosial atau globalisasi yang terjadi pada masyarakat Minangkabau tidak merubah sistem kekerabatan yang sudah sejak lama dianut oleh suku Minangkabau. Sampai sekarang masyarakat Minangkabau masih tetap memakai sistem kekerabatan matrilineal. Mereka tetap menarik garis keturunan berdasarkan garis ibu, sehingga seorang anak tetap memiliki suku yang sama dengan suku ibunya. Peran mamak dalam
13 19 suatu keluarga saat ini biasanya baru nampak pada saat-saat upacara adat, seperti acara perkawinan, kematian, aqiqah, khatam al-qur an, dan lain-lain Peran Ayah dalam Pengasuhan Peran ayah dalam keluarga menurut Benson (dalam Lamb, 2010), digambarkan lebih sebagai pencari nafkah, pengambil keputusan, penanaman disiplin, dan mengontrol perilaku anak. Peran sedemikian rupa mengakibatkan ayah, kurang memperhatikan perihal pengasuhan anak lazimnya pengasuhan anak lebih dominan pada ibu. Karena bagi ayah tugasnya hanya menyediakan kebutuhan ekonomi bagi keluarga dan tidak berperan langsung dalam pengasuhan anak. Menurut Saraff & Srivastava (dalam Sriram, 2011), kebanyakan ayah dalam konteks di perkotaan India Barat (Mumbai, baroda, dan Jaipur) menggambarkan seorang ayah ideal yang menyadari, memenuhi kebutuhan anak, menjadi teman, guru serta panutan bagi anak-anak. Selain itu peran ayah adalah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan, menjaga kesehatan, memberikan dukungan. Studi penelitian ayah di India melaporkan sejumlah ayah memiliki cita-cita yang positif (Mathur & Mathur, 2006; Sandhu, 2008; dalam Sriram, 2011), membimbing pendidikan anak, menjadi lebih terbuka dan ekspresif, memprioritaskan komunikasi, anak-anak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler menetapkan lebih penting anak-anak serta peran ayah. Menurut Eagle & Leonard (1995), peranan seorang ayah dalam sebuah keluarga bermacam-macam, salah satunya yakni pengasuhan anak. Mendidik dan membesarkan seorang anak menjadi salah satu tanggung jawab seorang ayah sebagai kepala rumah tangga. Macam-macam faktor
14 20 yang mempengaruhi peran orangtua dalam pengasuhan yang juga dilakukan oleh ayah (Martin & Colbert, 1997) : 1. Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi mempengaruhi peran ayah, karena berhubungan dengan sumber keuangan dan sikap pengasuhan yang berbeda. Hasil dari beberapa penelitian menemukan bahwa orangtua yang berasal dari golongan sosial ekonomi menengah lebih bersikap hangat, terbuka pada hal-hal baru, menekankan pada perkembangan kemandirian, keingintahuan dan kompetensi sosial anak daripada orangtua dari golongan sosial ekonomi bawah. Sedangkan orangtua dari kelas sosial ekonomi bawah, jarang sekali memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan diri, lebih sering memberikan batasan yang ketat atau terlalu membebaskan anak. Karena tidak peduli urusan anak, penekanan pada rasa hormat dan patuh terhadap otoritas dan cara memenuhi kebutuhan anak secepatnya tanpa ada diskusi. Meskipun para ilmuwan sosial, tidak sepenuhnya setuju pada hasil yang diperoleh tentang status sosial ekonomi, dan mereka telah mengusulkan beberapa mekanisme yang berbeda menghubungkan kesejahteraan status sosial ekonomi anak. Kesepakatan bahwa anakanak dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi memiliki akses lebih dari sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan positif mereka daripada anak-anak dengan status sosial ekonomi rendah. Untuk anak muda, diasumsikan bahwa status sosial ekonomi banyak berpengaruh pada pengembangan diantaranya langsung melalui orangtua yang mampu dengan memberikan modal finansial. Sejumlah
15 21 penelitian telah menunjukkan hubungan status sosial ekonomi untuk kesehatan, psikologis kesejahteraan, dan pencapaian sosial dan budaya. Karya teoritis dan empiris telah menekankan bahwa situasi sosial ekonomi pada keluarga berdampak terhadap cara orangtua membesarkan anak-anak mereka (Bronfenbrenner & Morris, 1997; Elder, 1996; Elder & Conger, 2000; Kohn 1977 dalam Martin & Colbert 1997). Pengembangan individu dibentuk oleh proses-proses yang dipengaruhi oleh status sosial ekonomi dan yang terjadi dalam konteks sosial utama, termasuk keluarga, sekolah, dan lingkungan (Alwin & Thornton, 1984; Bidwell & Friedkin, 1989; Blau & Duncan, 1967; Demo & Acock, 1996; Duncan, Brooks-Gunn, & Klebanov, 1994 dalam Martin & Colbert 1997). Kelas sosial telah menjadi salah satu prediktor yang paling kuat dari status kesehatan baik untuk orang dewasa dan anak-anak (Bunker, Gomby, & Kehrer, 1989; Pappas, Queen, Hadden, & Fisher, 1993; Williams, 1990 dalam Martin & Colbert 1997). 2. Faktor Pendidikan Ayah dengan latar belakang pendidikan tinggi diasumsikan lebih banyak membaca dan mengikuti kemajuan pengetahuan perkembangan anak menurut Martin & Colbert (1997), sehingga ayah lebih siap karena ayah memiliki pengetahuan yang luas. Sedangkan ayah yang berlatar belakang pendidikan terbatas, memiliki pengetahuan dan pengertian yang terbatas tentang kebutuhan dan perkembangan anak. 3. Faktor Sejarah Perkembangan Simons, Beaman, Conger & Chao (dalam Martin & Colbert, 1997) mengemukakan bahwa transmisi pengasuhan antar generasi dapat
16 22 muncul baik sebagai hasil dari pengalaman belajar langsung atau karena hubungan awal di masa kecil yang berpengaruh pada perkembangan sosial dan emosional orangtua. Barber (1997) mengemukakan bahwa dalam pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua, serta pengasuhan yang dilakukan oleh ayah memiliki tiga dimensi utama dalam penalaran moral remaja. Diantaranya tiga dimensi itu adalah : 1. Kehangatan membentuk suatu hubungan interpersonal Kehangatan membentuk suatu hubungan interpersonal yang digambarkan oleh individu, terasa dekat karena adanya emosional, hubungan tersebut sangat penting bagi seorang anak (Collins & Repinski, dalam Barber, 1997). 2. Peraturan Peraturan dilakukan dengan cara mengukur berbagai aspek seperti mengontrol perilaku anak, melakukan monitor, serta penetapan peraturan. Tidak adanya peraturan yang ditetapkan dalam suatu lingkungan sosial, maka anak tidak akan belajar untuk mengontrol diri. Cenderung bertindak impulsif, mudah dipengaruhi, dan cenderung melakukan tindakan-tindakan anti sosial (Baber & Olsen, 1997). 3. Kemandirian psikologis Menurut Barber, Maccoby dan Martin (dalam Barber & Olsen, 1997) seorang anak diberikan kesempatan untuk merasakan, menghargai serta mengekspresikan pendapat
17 23 dan emosi yang dirasakan, maka akan membantu dalam terbentuknya percaya diri serta identitas diri yang stabil. Hal tersebut dinamkan kemandirian psikologis. Orangtua tunggal yang menjalakan perannya seorang diri dalam pengasuhan membutuhkan dukungan sosial khususnya dari keluarga. Seperti pernyataan yang disampaikan oleh Seccombe dan Warner (2004), menyatakan bahwa nenek dan kakek memiliki peran penting sebagai anggota keluarga yang memberikan keuntungan bagi anak. Bahkan terdapat beberapa keluarga dengan orang tua tunggal yang tinggal bersama keluarga besar yaitu dengan kakek, nenek maupun saudara lainnya (Pinsof & Lebow, 2005) Pengaruh Self-Efficacy Pada Orangtua Tunggal Pengaruh self-efficacy pada orangtua tunggal dapat dilihat pada kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut dalam melakukan perannya selaku orangtua tunggal. Self-efficacy, yaitu keyakinan individu pada kemampuan yang dimilikinya untuk secara efektif melakukan kontrol terhadap keadaan, kondisi spesifik baik dalam menjalankan atau menyelesaikan tugas ataupun pekerjaan dalam kehidupannya, tanpa memperhatikan hasil yang akan diperolehnya (Bandura, 1997). Self-efficacy memberikan kontribusi terhadap pemilihan tugas tertentu. Individu yang memiliki self-efficacy rendah akan menjauhi tugas-tugas yang membutuhkan upaya ekstra dan cenderung menyerah ketika menghadapi kesulitan. Sebaliknya, individu yang memiliki self-efficacy tinggi tidak akan menghadapi masalah baginya apabila dihadapkan pada tugas yang sulit dan tidak
18 24 menyenangkan. Dengan kelebihan-kelebihan pemilik self-efficacy tersebut, ia akan berusaha mewujudkan yang dimilikinya secara optimal (Katris, 2004). Dapat disimpulkan bahwa ayah selaku orangtua tunggal apabila memiliki self-efficacy rendah, akan menjauh dari tugas yang terasa sulit dan membutuhkan upaya ekstra. Sedangkan self-efficacy yang tinggi pada ayah sebagai orangtua tunggal, menunjukan sikap sukarela dalam menjalankan tugas baik dalam peran yang sulit dan tidak menyenangkan. Karena dengan self-efficacy yang tinggi, orangtua tunggal akan melakukanya dan berusaha keras mewujudkan harapanya.
BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah membesarkan dan mengasuh anaknya. Demikian juga dengan orangtua tunggal. Orangtua tunggal adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self-Efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah dan memiliki anak adalah salah satu fase yang dialami dalam kehidupan dewasa awal. Alasan utama untuk melakukan pernikahan adalah adanya cinta dan komitmen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan single parent adalah perempuan yang telah bercerai dengan pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, membimbing, dan merawat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang
BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam
Lebih terperinciHUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN
HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya
Lebih terperinciKONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR
KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciSM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup didunia memiliki keinginan untuk saling berinteraksi. Interaksi social yang biasa disebut dengan proses sosial merupakan syarat utama terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepala keluarga memiliki peran sangat penting dalam kehidupan berumah tangga, selain dituntut untuk memberikan nafkah, perlindungan fisik yang efektif dan dukungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pertumbuhan di berbagai aspek pun ikut terjadi seperti kemajuan teknologi, pendidikan, kesehatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai Dinamika Personal Growth periode anak anak dewasa muda pada individu yang mengalami masa perkembangan
Lebih terperinciKEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI
KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi
1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan atau perkawinan adalah suatu kejadian dimana dua orang yang saling mengikat janji, bukan hanya didepan keluarga dan lingkungan sosial melainkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan tempat di mana dua orang atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, baik menghasilkan suatu barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu
Lebih terperinciLAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah
LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Selama 10 tahun saya menjanda, tidak ada pikiran untuk menikah lagi, karena pengalaman yang tidak menyenangkan dengan perkawinan saya. Tapi anak sudah besar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengangguran lulusan pendidikan tinggi di Indonesia semakin hari semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai 626.600 orang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang terdiri dari beberapa fakultas yang dibagi lagi ke dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang sangat berarti bagi orang tua karena setelah pasangan menikah, peran selanjutnya yang di dambakan adalah menjadi orang tua dari anak-anak
Lebih terperinciBAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga
BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan merupakan gejala yang universal. Dewasa ini, lembaga keluarga banyak mengalami perubahan baik dalam struktur maupun
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal
HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Penetapan Masalah Spesifik Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian seorang ayah. Kematian adalah keadaan hilangnya semua tanda tanda kehidupan secara permanen
Lebih terperinciberagam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak akan terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip definisi Gillian dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan perjanjian yang sakral (mitsaqan ghalidha) antara suami dan istri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sebagai salah satu proses pembentukan suatu keluarga, merupakan perjanjian yang sakral (mitsaqan ghalidha) antara suami dan istri. Perjanjian sakral ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciPERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA
PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun rumah tangga melalui perkawinan merupakan hal yang penting bagi sebagian orang. Untuk mewujudkan itu, salah satu yang harus dilakukan adalah memilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah kepuasan perkawinan, ialah sesuatu yang merujuk pada sebuah perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna lebih luas daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Universitas merupakan salah satu institusi yang mempersiapkan sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya (www.ui.ac.id). Oleh
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat
BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Menurut WHOQOL Group (1997) kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem nilai dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penelitian ini berupaya menjawab masalah konflik peran pada Ibu bekerja yang baru pertama kali memiliki anak dan cara mereka mengatasinya. Dari penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap individu yang
Lebih terperinciB. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
B. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Duval 1985 dan Friedman 1998, ada 8 tahap tumbuh kembang keluarga, yaitu : 1. Tahap I : Keluarga Pemula Keluarga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di era globalisasi sekarang ini menimbulkan berbagai macam perubahan, salah satu dari perubahan tersebut ditandai dengan meningkatnya peran kaum
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan di Indonesia semakin ketat. Dunia perekonomian berjalan dengan sangat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BABl PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi pasangan suami istri, memiliki keturunan merupakan sesuatu yang dinantikan. Pasangan yang baru menikah ataupun sudah lama berkeluarga tapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu tempat dimana anak bersosialisasi paling awal, keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain. Keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan
PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan
Lebih terperinci