IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan Sejarah Perusahaan PT Asuransi MSIG Indonesia, merupakan anggota dari MS&AD Insurance Group, sebelumnya dikenal sebagai PT Asuransi Mitsui Sumitomo Indonesia yang merupakan salah satu perusahaan asuransi umum patungan terbesar di Indonesia. MSIG adalah nama baru grup yang baru-baru ini diluncurkan. Grup ini sudah lebih dari 100 tahun berkecimpung dalam bisnis asuransi umum di Asia Pasifik, Amerika dan Eropa, termasuk 16 wilayah di kawasan Asia. Perusahaan induknya di Jepang telah menerima berbagai penghargaan dan memiliki posisi peringkat AA untuk kategori Financial Strength dari Standards & Poors. PT Asuransi MSIG Indonesia merupakan perusahaan patungan antara Mitsui Sumitomo Insurance Company Limited yang didirikan di Jepang dengan Rudy Wanandi. Sejak tahun 1970, sebelum perusahaan dibentuk, PT Maskapai Asuransi Indonesia telah menjalin hubungan kerja dengan Taisho Marine and Fire Indurance Co., Ltd. PT Asuransi Insindon Taisho didirikan pada tanggal 22 Oktober 1975, dan mulai beroperasi sejak tanggal 1 April Pada awalnya, modal dasar berjumlah Rp. 750 juta dan 70 persen saham dimiliki oleh Taisho Marine and Fire Insurace Co., Ltd, sedangkan sisanya sebesar 30 persen dimiliki oleh PT Maskapai Asuransi Indonesia. Pada tahun 1983, komposisi permodalan menjadi 51 persen pihak Indonesia dan 49 persen pihak Jepang. Tetapi sejak Desember 1990 modal dasar telah dinaikkan menjadi Rp 15 milliar dimana 79,6 persen dari modal dipegang oleh pihak Jepang sedangkan sisanya sebesar 20,4 persen oleh pihak Indonesia. Pada tanggal 16 Desember 1999, modal dasar ditingkatkan menjadi Rp 40 miliar dengan komposisi modal yang sama. Pada tanggal 1 April 1996, nama perusahaan PT Asuransi Insindo Tisho telah diubah menjadi PT Asuransi Mitsui Marine Indonesia mengikuti induk perusahaan dari Taisho Marine and Fire Insurance Co., Ltd sejak tanggal 21 Desember 2001 kepemilikan saham PT asuransi Mitsui Marine Indonesia menjadi 80 persen pihak Jepang dan 20 persen pihak Indonesia.

2 32 Sejak tanggal 1 April 2003, nama perusahaan PT Asuransi Mitsui Marine Indonesia telah diubah menjadi PT Asuransi Mitsui Sumitomo Indonesia mengikuti nama induk perusahaan dan juga dengan dialihkan portofolio bisnis PT Asuransi Sumitomo Marine and Pool ke PT Asuransi Mitsui Marine Indonesia. Pada tanggal 1 Oktober 2001 seiring dengan penggabungan induk perusahaan dimana nama perusahaan induk berubah menjadi Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd, dan pengalihan portofolio bisnis PT Asuransi Sumitomo Marine dan Pool ke PT Asuransi Mitsui Marine Indonesia kepemilikan komposisi saham menjadi 28 persen saham PT Pool Asuransi Indonesia dan 72 persen milik Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd, tetapi terhitung sejak tanggal 22 November 2002 komposisi saham berubah menjadi 100 persen dimiliki oleh Mitsui Sumitomo Insurance Co., Ltd. Pada tanggal 31 Maret 2003 PT Asuransi Sumitomo Marine and Pool mengalihkan portofolio bisnis termasuk karyawannya kepada PT Asuransi Mitsui Marine Indonesia. Kemudian pada tanggal 1 April 2003 PT Asuransi Sumitomo Marine and Pool telah dibubarkan oleh perusahaan induknya. Pada tahun 2008, MSIG memperluas cakupannya di Asia dengan mengakuisisi perusahaan asuransi umum Aviva Pic. Pada tanggal 1 April 2008, nama perusahaan PT Asuransi Mitsui Sumitomo Indonesia berubah menjadi PT Asuransi MSIG Indonesia. Hingga saat ini, PT Asuransi MSIG Indonesia telah membuka empat kantor cabang dan empat kantor perwakilan yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu : 1. Kantor cabang Surabaya, sejak 24 Juni Kantor cabang Bandung, sejak 27 Oktober Kantor cabang Batam, sejak 24 Februari Kantor perwakilan Semarang sejak 1 April Kantor perwakilan Denpasar, sejak 1 juli Kantor perwakilan Palembang, sejak 1 Maret Kantor perwakilan Bekasi, sejak 1 April 2006

3 Produk - produk Perusahaan Tabel 4. Produk-produk perusahaan No. Produk-produk Perusahaan 1. Asuransi kebakaran 2. Asuransi gempa bumi 3. Asuransi gangguan usaha 4. Asuransi pengangkutan barang 5. Asuransi kendaraan bermotor 6. Asuransi konstruksi (C.A.R) 7. Asuransi tanggung gugat 8. Asuransi pemasangan mesin (E.A.R) 9. Asuransi kerusakan mesin 10. Asuransi untuk barang bergerak 11. Asuransi kecelakaan diri 12. Asuransi kebongkaran 13. Asuransi uang PT Asuransi MSIG Indonesia memiliki 13 produk asuransi kerugian, yaitu asuransi kebakaran, asuransi gempa bumi, asuransi gempa bumi, asuransi gangguan usaha, asuransi pengangkutan barang, asuransi kendaraan bermotor, asuransi konstruksi (C.A.R), asuransi tanggung gugat, asuransi pemasangan mesin (E.A.R), asuransi kerusakan mesin, asuransi untuk barang bergerak, asuransi kecelakaan diri, asuransi kebongkaran dan asuransi uang. Asuransi kebakaran menjamin kerusakan atau kerugian yang diderita oleh tertanggung pada harta benda atau kepentingan yang dipertanggungkan seperti bangunan, perlengkapan, persediaan barang, peralatan dan mesin-mesin karena kebakaran, petir, peledakan, kejatuhan pesawat terbang dan asap. Asuransi gempa bumi menjamin kerusakan atau kerugian atas harta benda tertanggung seperti bangunan, perlengkapan, persediaan dan mesin-mesin terhadap risiko gempa bumi, kebakaran dan peledakan sebagai akibat terjadinya gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami. Asuransi gangguan usaha memberi jaminan atas risiko kehilangan laba kotor akibat terganggunya atau terpengaruhnya usaha sebagai konsekuensi dari kerusakan atau kerugian atas harta benda yang dipertanggungkan yang disebabkan oleh bahaya atau risiko yang dijamin dalam asuransi kebakaran. Asuransi pengangkutan barang memberi jaminan atas kerugian atau kerusakan atas muatan yang dipertanggungkan selama dalam pengiriman untuk

4 34 keperluan ekspor atau impor, antar pulau dan dalam pulau yang disebabkan oleh berbagai risiko. Asuransi kendaraan bermotor memberi jaminan penggantian kepada tertanggung terhadap kerugian atau kerusakan atas kendaraan bermotor. Risiko yang dapat dipertanggungkan yaitu : a. Kecelakaan, tabrakan atau benturan, perbuatan jahat oleh orang lain, pencurian, kebakaran dan sambaran petir. b.sebab-sebab selama penyeberangan dengan ferry. c.kerusakan terhadap roda, apabila mengakibatkan kerusakan pada kendaraan bermotor yang disebabkan kecelakaan. d. Biaya yang wajar, seperti biaya penderekan akibat kecelakaan, maksimum 0.5% dari jumlah pertanggungan. Asuransi konstruksi (C.A.R) memberikan jaminan dan perlindungan yang menyeluruh terhadap kerugian atau kerusakan pada kontrak pekerjaan, peralatan dan perlengkapan lokasi konstruksi, serta terhadap tanggung jawab hukum pihak ketiga atas kerusakan harta benda dan cedera badan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan pengerjaan proyek bangunan. Asuransi tanggung gugat memberikan jaminan atas tanggung jawab menurut hukum terhadap pihak ketiga atas cedera badan dan kerusakan harta benda pihak ketiga, yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian dari tertanggung. Asuransi pemasangan mesin (E.A.R) memberikan jaminan yang lengkap atas kerugian atau kerusakan atas mesin-mesin yang terjadi selama masa pekerjaan pemasangan dan instalasi dari bermacam-macam mesin dan perlengkapannya. Selain itu juga menjamin risiko-risiko selama pekerjaan konstruksi penyulingan minyak, pembangkit tenaga, pekerjaan konstruksi jembatan besi, menara baja dan struktur-struktur baja lainnya. Asuransi kerusakan mesin memberikan jaminan atas kerugian atau kerusakan atas mesin-mesin yang diasuransikan yang disebabkan oleh risiko-risiko yang berasal dari dalam mesin itu sendiri. Harta benda yang dipertanggungkan antara lain adalah bejana, turbin, mesin uap, mesin pembangkit teknik untuk pabrik dan lain-lain.

5 35 Asuransi untuk barang bergerak menjamin kepentingan terhadap berbagai macam risiko atau kecelakaan yang mungkin mengakibatkan kerusakan atau kerugian terhadap kepentingan tertanggung. Asuransi ini dapat dibuat atas permintaan dan persyaratan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan tertanggung. Asuransi ini pada umumnya memberikan jaminan terhadap barangbarang yang dapat dipindahkan (movable items/property) seperti peralatan kantor. Asuransi kecelakaan diri menjamin cedera badan yang disebabkan kecelakaan yang terjadi secara tiba-tiba, tidak dikehendaki, dengan kekerasan yang dapat diidentifikasi oleh pengetahuan medis, tidak termasuk gangguan fisik yang disebabkan karena keracunan, anasthesia, siriasis, sengatan panas atau gangguan mental. Asuransi kebongkaran memberikan jaminan terhadap harta benda milik tertanggung atau yang dikuasakan kepada tertanggung atas dasar penunjukan atau imbalan dan untuk itu menjadi tanggung jawab tertanggung, dan berada dalam bangunan dan atau halaman tertanggung, sebagaimana dicantumkan didalam ikhtisar polis. Asuransi uang memberikan penggantian kepada tertanggung dalam hal uang dicuri dari salah satu tempat usaha atau ketika sedang dibawa ke atau dari bank Visi, Misi dan Nilai Utama Seluruh perusahaan harus memiliki visi dan misi serta nilai utama dalam menjalankan bisnisnya. Visi merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Sedangkan pernyataan misi harus mampu menentukan kebutuhan pelanggan dalam pasar tersebut. PT Asuransi MSIG Indonesia sebagai salah satu perusahaan asuransi kerugian terbesar di Indonesia, mendasarkan kegiatan bisnisnya dengan visi, misi serta nilai utama sebagai berikut :

6 36 Visi : Menjadi perusahaan ternama dan terpandang baik di lingkup industri perasuransian maupun masyarakat secara umum. Misi : Melalui usaha asuransi dan jasa keuangan, berkomitmen terhadap hal-hal berikut: 1. Memberikan jaminan keamanan baik kepada individu mapun usaha di dunia, serta memberikan kontribusi yang berkelanjutan dalam pengembangan masyarakat. 2. Menyediakan produk dan pelayanan yang berkualitas, serta memenuhi kepuasan pelanggan. 3. Mengembangkan bisnis secara berkesinambungan untuk memenuhi harapan para pemegang saham serta membangun kepercayaan mereka. Nilai-nilai utama : 1. Fokus konsumen Terus berjuang untuk menyediakan sekuritas dan kepuasaan pada pelanggan. 2. Integritas Memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan penuh integrasi dan rasa percaya diri. 3. Kerjasama terhadap sudut pandang yang berbeda dan bekerja sebagai kelompok. 4. Inovasi Menghargai pendapat para pelanggan dan melakukan pembaharuan secara berkesinambungan. 5. Profesionalisme Bertanggung jawab sebagai professional dan meraih tujuan dengan kepercayaan diri dan rasa bangga. Gambar 6. Visi, misi dan nilai utama PT Asuransi MSIG Indonesia Struktur Organisasi PT Asuransi MSIG Indonesia Struktur organisasi PT Asuransi MSIG Indonesia yang disusun menjadi enam tingkat otoritas, yaitu direktur, General Manager (GM), manajer, asisten manajer, chief dan clerk. PT Asuransi MSIG Indonesia dipimpin oleh seorang presiden

7 37 direktur yang membawahi direktur dari masing-masing departemen sesuai dengan tugasnya. Terdapat dua belas departemen pada PT Asuransi MSIG Indonesia yaitu departemen corporate planning, departemen claim, departemen education and training, departemen finance, departemen general affairs, departemen human resources, departemen information technology, departemen legal, departemen motor claim, departemen production, departemen reinsurance, dan departemen underwriting. Kedua belas departemen tersebut didukung oleh internal audit section yang merupakan bagian independen yang dimiliki perusahaan compliance controller dan risk management. Struktur organisasi terdapat pada Lampiran Kegiatan Operasional Perusahaan Kegiatan operasional perusahaan asuransi yaitu menawarkan dirinya sebagai penjamin, pemberi kompensasi kepada seseorang yang terkena risiko. Sumber dana untuk kompensasi itu adalah iuran yang dipungut dari sekelompok masyarakat yang disebut sebagai pemegang polis, iuran itu disebut sebagai premi asuransi. Dana tersebut dikumpulkan sesuai dengan peran utama asuransi yaitu sebagai penghimpun dana masyarakat, dimana dana ini dapat diinvestasikan pada sektor-sektor yang aman dan produktif. Sehingga perusahaan asuransi tidak hanya mendapatkan penerimaan dari premi yang dikumpulkan dari tertanggung, karena jumlah tersebut sangat kecil apabila dibandingkan dengan besarnya kerugian yang akan dibayar kepada tertanggung, oleh karena itu perusahaan asuransi juga mendapatkan penerimaan dari investasi 4.3. Kebijakan Investasi PT Asuransi MSIG Indonesia Tujuan dari Pedoman kebijakan investasi ini untuk memastikan bahwa kegiatan investasi dilakukan sesuai dengan harapan Regional Holding Company (Rhc) & Group, dan juga melindungi solvabilitas serta memaksimalkan nilai pemegang saham. Adapun yang mendasari kebijakan investasi perusahaan yaitu peraturan dari head-office serta Keputusan Menteri Keuangan no. 424/KMK.06/2003

8 38 eksternal Keputusan Menteri Keuangan no. 424/KMK.06/2003 internal Kebijakan Dasar : a) Keamanan dan Likuiditas b) Diversifikasi c) Pertimbangan alokasi aset d) Minimalkan investasi politik Kebijakan Kurs Instrumen yang Dihindari : a) Loan b) Real estate Kebijakan Instrument Investasi : a) Saham b) Obligasi c) SBI d) Deposito Gambar 7. Kebijakan investasi pada PT Asuransi MSIG Indonesia Kebijakan dasar untuk investasi tersebut yaitu : 1) Kebijakan dasar a. Keamanan dan Likuiditas Aset perusahaan asuransi disediakan terutama untuk pembayaran klaim masa depan. Dasar kebijakan investasi perusahaan adalah memiliki pendapatan yang stabil, menjaga solvabilitas, dan memprioritaskan kepada keamanan dan likuiditas. Perusahaan tidak akan mencari penghasilan investasi khusus untuk menutupi kekurangan pendapatan underwriting, yang terlalu mengambil risiko. b. Diversifikasi Pengembalian investasi bisa distabilkan dan risiko bisa dikurangi dengan melakukan diversifikasi ke berbagai aset seperti deposito, obligasi, saham dan SBI. c. Kebijakan dibuat dengan mempertimbangkan alokasi aset.

9 39 PT Asuransi MSIG Indonesia dalam memilih alokasi asetnya tidak memilih berdasarkan waktu investasi ataupun nama penerbit, melainkan berdasarkan asetaset yang telah ditentukan seperti pada kebijakan instrumen, yaitu : saham, obligasi, SBI, dan deposito. d. Meminimalkan investasi politik Setiap jenis 'investasi politik' termasuk deposito yang memiliki suku bunga yang sangat rendah di bank-bank Jepang maupun investasi pada anak perusahaan dari nasabah asuransi Jepang harus dihindari sebisa mungkin karena investasi tersebut mungkin dapat merugikan atau memiliki tingkat likuiditas yang rendah. 2) Instrumen investasi yang dihindari Perusahaan menghindari investasi murni seperti : a. Loan Perusahaan menghindari berinvestasi pada loan dikarenakan risiko kredit yang terkandung pada investasi ini. Risiko kredit sendiri memiliki pengertian suatu kerugian yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun ataupun keduanya. b. Real estate Investasi pada real estate lebih menjanjikan keuntungan karena probabilitas kenaikan harga real estate sangat besar. Hal ini disebabkan pertumbuhan penduduk yang pesat yang akan meningkatkan permintaan real estate, akibat dari keterbatasan ketersediaan lahan maka harga akan cenderung naik. Investasi seperti real estate maupun properti dapat memiliki marketabilitas yang tinggi, tetapi berisiko memiliki likuiditas rendah. Marketabilitas sendiri memiliki pengertian seberapa cepat suatu instrumen investasi yang dimiliki nasabah dapat dijual atau dibeli. Sedangkan real estate walaupun dapat memiliki marketabilitas yang tinggi, tetapi beresiko memiliki likuiditas yang rendah. Likuiditas sendiri memiliki pengertian kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash). Dalam memilih alokasi aset, PT Asuransi MSIG Indonesia tidak menginginkan berinvestasi pada aset yang memiliki likuiditas rendah, sehingga PT Asuransi MSIG Indonesia tidak menginvestasikan dananya pada aset ini.

10 40 3) Alokasi kebijakan kurs Perusahaan membentuk portofolio aset yang cocok sebagai komposisi mata uang utang pada underwriting, untuk menghindari kerugian selisih kurs. Dalam perhitungan komposisi mata uang kewajiban asuransi, premi belum merupakan pendapatan, yang dalam mata uang rupiah harus dialokasikan ke masing-masing mata uang berdasarkan jumlah premi yang mendasarinya. 4) Kebijakan instrumen investasi a. Saham Perusahaan hanya berinvestasi pada saham yang tercatat di perusahaan, dengan batas investasi hanya untuk satu nama, nama saham tersebut merupakan nama perusahaan yang sudah bekerjasama dengan PT Asuransi MSIG Indonesia. Saham yang dimiliki perusahaan juga tidak untuk diperjual belikan, melainkan untuk ditahan. Jumlah investasinya dibatasi hanya kurang dari 5 persen dari jumlah dana investasi. b. Obligasi Perusahaan dilarang untuk berinvestasi pada obligasi dengan kondisi khusus. Jangka waktu berinvestasi pada obligasi kurang dari lima tahun, untuk menghindari risiko suku bunga dan jangka waktu asuransi. Kredit rating penerbit minimal adalah BBB (menurut moody atau S & P), tetapi perusahaan mengutamakan kredit rating AAA. Perusahaan juga berinvestasi pada obligasi pemerintah Indonesia. c. SBI Perusahaan berinvestasi pada SBI. SBI sebagai pembawa keamanan dalam denominasi rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Menurut Keputusan Menteri Keuangan penempatan investasi pada satu pihak tidak melebihi 25 persen dari jumlah investasi, kecuali penempatan pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia dan surat berharga yang dijamin oleh pemerintah atau Bank Indonesia. d. Deposito Perusahan dan cabang perusahaan memilih depositonya hanya pada bank asing yang memiliki credit rating tidak berada di bawah dari BBB menurut Moody s atau S&P, dan lebih mengutamakan kredit rating AAA. Hal ini

11 41 dimaksudkan untuk menjamin bahwa bank yang akan dipakai untuk berinvestasi memiliki peringkat kinerja yang baik. Selain itu, perusahan membatasi deposito di masing-masing tidak melebihi 20 persen. Kebijakan tersebut telah disesuaikan dengan Keputusan Menteri Keuangan no. 424 KMK.06/2003, yang menyebutkan Investasi dalam bentuk deposito berjangka dan sertifikat deposito pada setiap Bank, tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi Aktivitas investasi yang dilakukan oleh perusahaan selalu dipantau oleh Komite Investasi. Pemantau ini meliputi pemantauan portofolio melalui Laporan Bulanan yang ditinjau setiap akhir bulan melalui Direktur Keuangan hingga Presiden Direktur. Selain itu, Kebijakan Investasi yang telah dibuat dapat direvisi oleh Direktur Keuangan dibawah persetujuan Komite Investasi Selain berdasarkan kebijakan perusahaan, investasi yang dilakukan juga berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan no. 424/KMK.06/2003, mengenai investasi serta pembatasan kekayaan investasi. Berikut adalah Tabel kebijakan perusahaan yang sudah didasarkan oleh Keputusan Menteri Keuangan no. 424/KMK.06/2003 : Tabel 5. Peraturan dan kebijakan alokasi aset Jenis Investasi Acuan* Kebijakan Minimummaksimum** Nilai Batas Batas per 1 Investasi isu 1 Sertifikat Nilai N/A Maksimum 0-100% Deposito Nominal 20% 2 SBI Nilai Kas N/A N/A 0-50% 3 Saham Nilai Pasar N/A Maksimum 0-10% 20% 4 Obligasi (Pemerintah) Nilai Pasar N/A Maksimum 20% 0-50% Keterangan : *) Peraturan pemerintah **) Dihitung dari total investasi Pembatasan atas kekayaan investasi sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan no. 424/KMK.06/2003 Pasal 10 huruf a untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah sebagai berikut: a. Investasi dalam bentuk deposito berjangka dan sertifikat deposito pada setiap Bank, tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi;

12 42 b. Investasi dalam bentuk saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi; c. Investasi dalam bentuk obligasi dan Medium Term Notes yang penerbitnya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap penerbit masing-masing tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi; d. Investasi dalam bentuk unit penyertaan reksadana, untuk setiap penerbit tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi e. Investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek), seluruhnya tidak melebihi 10 persen dari jumlah investasi f. Investasi yang ditempatkan dalam bentuk bangunan dengan hak strata atau tanah bangunan, seluruhnya tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi. g. Investasi yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman hipotik, seluuhnya tidak melebihi 20 persen dari jumlah investasi dan memenuhi persyaratan. h. Investasi dalam bentuk pinjaman polis besarnya tidak melebihi 80 persen dari nilai tunai polis yang bersangkutan 4.4. Investasi pada PT Asuransi MSIG Total Investasi dan Total Aset Persentase proporsi investasi yang dilakukan oleh PT Asuransi MSIG Indonesia terhadap jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan adalah sebagai berikut: Tabel 6. Rasio dana investasi dengan total aktiva (dalam jutaan rupiah) Tahun Total Investasi (a) Total Aset (b) Rasio (a,b) , , , , , , , ,80 Sumber : Laporan Keuangan PT Asuransi MSIG Indonesia tahun (diolah) Tabel tersebut mengindikasikan PT Asuransi MSIG Indonesia selalu menempatkan lebih dari 65% asetnya dalam bentuk investasi. Walaupun rasio antara total investasi terhadap total aktivanya pada awalnya mengalami fluktuasi,

13 43 akan tetapi di tahun 2009 PT Asuransi MSIG Indonesia dapat melakukan investasi tertinggi terhadap aset yaitu dengan rasio sebesar 80 persen Total Investasi, Hasil Investasi serta Komposisi Investasi PT Asuransi MSIG Indonesia Salah satu cara untuk mengetahui kinerja dari portofolio investasi yang dimiliki oleh PT Asuransi MSIG Indonesia adalah dengan melakukan perbandingan antara hasil investasi yang diperoleh dengan dana investasi yang dikeluarkan perusahaan. Dari Tabel di bawah, kita dapat mengetahui bahwa hasil investasi PT Asuransi MSIG Indonesia selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya seiring dengan kenaikan dana investasi yang dilakukan perusahaan. Tetapi apabila hasil tersebut dibandingkan dengan dana investasinya, ternyata tidak selalu mengalami kenaikan, di tahun 2007 dan 2008 rasio dana investasi terhadap total investasi tersebut mengalami penurunan, yang diikuti kenaikan di tahun Tabel 7. Total investasi dan hasil investasi Rata-rata Total , , , , ,1 Investasi (100%) (100%) (100%) (100%) Sertifikat Deposito ,0 (88,91%) ,4 (81,35%) ,9 (60,54%) ,8 (51,76%) ,5 Obligasi 1000,0 (0,26%) - (0,00%) ,2 (12,57%) ,1 (36,97%) ,4 Saham 4.780, , , , ,3 (1,22%) (1,54%) (1,08%) (1,28%) SBI , , , , ,2 (9,60%) (17,11%) (25,81%) (9,99%) Hasil , , , , ,4 Investasi (100%) (100%) (100%) (100%) Sertifikat , , , , ,4 Deposito (80,66) (74,50%) (44,44%) (34,51%) Obligasi 1.31,3 27, , , ,1 (0,52%) (0,11%) (11,26%) (48,68%) Saham 205,6 233,6 261,6 311,5 253,1 (0,81%) (0,91%) (0,81%) (0,66%) SBI 4.556,7 (18,01%) 6.264,2 (24,48%) ,5 (43,49%) 7.629,9 (16,16%) 8.115,8 Sumber : Laporan Alokasi Investasi PT Asuransi MSIG Indonesia tahun (yang telah diolah)

14 44 Pada Tabel 7, dapat diketahui perusahaan selalu meningkatkan total investasi. Peningkatan total investasi tersebut juga selalu diikuti dengan peningkatan hasil investasi. Dilihat dari komposisi investasi, PT Asuransi MSIG Indonesia selalu menempatkan investasi pada aset yang aman, sama seperti perusahaan asuransi lainnya, PT Asuransi MSIG Indonesia juga menaruh komposisi terbesar investasinya pada sertifikat deposito. Hal ini dikarenakan sertifikat deposito dianggap instrumen yang paling aman dengan risiko yang rendah. Hasil investasi pada sertifikat deposito mengalami penurunan terus-menerus selama empat tahun. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh penurunan komposisi deposito itu sendiri setiap tahunnya, selain itu penurunan suku bunga deposito juga berpengaruh banyak sehingga perolehan hasil investasi dari sertifikat deposito terus menurun. Setelah sertifikat deposito, komposisi terbanyak terdapat di SBI yang mengalami peningkatan terus menurun hingga tahun Di tahun 2009 terjadi penurunan drastis komposisi SBI, hal ini terkait dengan penurunan suku bunga SBI. Pada awalnya SBI dianggap memiliki resiko rendah karena dijamin pemerintah dan memilki tingkat bunga yang relatif tinggi tetapi pada tahun 2009 SBI mengalami penurunan investasi tidak hanya pada PT Asuransi MSIG Indonesia saja, tetapi di industri perasuransian perusahaan yang berinvestasi pada SBI juga mengalami penurunan drastis yaitu 66,3 persen dari tahun sebelumnya. (BAPEPAM LK, 2009) Obligasi yang pada awalnya tidak dianggap menguntungkan, tetapi mulai tahun 2008 PT Asuransi MSIG Indonesia menurunkan proporsi deposito dan juga SBI untuk menambah proporsi pada obligasi. Pada industri perasuransian sendiri obligasi merupakan investasi yang banyak diminati setelah deposito dan SBI, Obligasi selain menawarkan bunga yang pada umumnya lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito atau SBI, obligasi juga memberikan pendapatan yang tetap dalam bentuk kupon. Walaupun begitu Obligasi bukan berarti tidak memiliki risiko, obligasi berisiko mengalami penurunan tingkat suku bunga dan juga risiko tidak mampu bayar. Secara keseluruhan obligasi mengalami peningkatan hasil investasi yang sangat pesat. Hal ini disebabkan selama empat tahun tersebut komposisi investasi pada obligasi terus bertambah, walaupun di tahun 2007 perusahaan tidak menaruh

15 45 investasinya pada obligasi tetapi obligasi yang merupakan surat utang jangka panjang memiliki jatuh tempo pencairan melalui obligasi sebelumnya, sehingga masih menghasilkan keuntungan investasi. Obligasi memiliki komposisi tertinggi pada tahun 2009 hal ini banyak terkait oleh penurunan suku bunga BI dari 9,25 persen menjadi 6,5 persen sehingga obligasi menjadi sumber pendanaan yang relatif murah. Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan penawaran umum obligasi sebesar 120 persen oleh 28 perusahaan dari tahun sebelumnya. (BAPEPAM LK, 2009). Saham memiliki porsi yang cukup kecil pada komposisi investasi. PT Asuransi MSIG Indonesia sendiri hanya memiliki satu saham saja, saham ini pun tidak untuk diperjual belikan, melainkan untuk ditahan. Menurut kebijakan perusahaan, saham hanya diperbolehkan maksimal 5 persen dari jumlah investasi, yang menandakan perusahaan tidak ingin mengambil risiko yang tinggi, sehingga dari tahun ke tahun saham tidak mengalami perkembangan yang banyak komposisinya berkisar dari 1,08 persen hingga 1,54 persen saja. Selama empat tahun, saham mengalami fluktuasi hasil investasi, dilihat dari komposisi investasi yang dilakukan oleh perusahaan, komposisi total investasi pada saham juga berfluktuasi Analisis Portofolio Perhitungan pada analisis portofolio ini menggunakan dua asumsi yaitu SBI sebagai aset bebas risiko dan SBI sebagai aset berisiko, sehingga pada perhitungannya, terdapat dua langkah. Langkah pertama yaitu menghitung portofolio dengan SBI sebagai aset bebas risiko, dan langkah kedua yaitu menghitung portofolio dengan SBI sebagai aset berisiko SBI sebagai Aset Bebas Risiko PT Asuransi MSIG Indonesia berinvestasi pada aset berisiko dan aset bebas risiko berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sehingga dalam perhitungannya akan dilakukan dua tahap, pertama mengkombinasikan aset-aset berisiko sedemikian rupa untuk menemukan portofolio yang efisien dari kumpulan aset berisiko, kedua menggabungkan portofolio ini dengan aset bebas risiko. Aset yang masuk dalam pengkombinasian portofolio ini yaitu sertifikat deposito, obligasi dan saham.

16 46 Perhitungan portofolio dimulai dengan menghitung hasil investasi rata-rata, standar deviasi dari rata-rata hasil investasi, koefisien korelasi antar return masing-masing jenis investasi, varians dan kovarians antar return masing-masing jenis investasi, dimana melalui perhitungan portofolio ini akan didapat suatu komposisi pengalokasian dana-dana investasi yang efisien bagi PT Asuransi MSIG Indonesia. Berikut Tabel hasil investasi, rata-rata return, standar deviasi PT Asuransi MSIG Indonesia. varians dan Tabel 8. Return, rata-rata return, varians dan standar deviasi hasil investasi PT Asuransi MSIG Indonesia tahun Investasi (%) Rata-rata Tahun Tertimbang Sertifikat Obligasi Sertifikat Obligasi Deposito Deposito ,880% 13,130% ,880% 13,130% ,111% ,111% ,012% 4,895% ,012% 4,895% ,790% 9,461% ,790% 9,461% Rata-rata Return 4,948% 9,162% Rata-rata Return 4,948% 9,162% Varians 0,006% 0,170% Varians 0,006% 0,170% Standar Deviasi 0,774% 4,125% Standar Deviasi 0,774% 4,125% Pada Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata return, varians dan standar deviasi tertinggi dimiliki oleh aset bebas risiko yaitu SBI dengan standar deviasi yang diasumsikan sama dengan nol. Dimana standar deviasi merupakan pengukur risiko. Obligasi menduduki urutan kedua yang memberikan hasil tertinggi setelah SBI dengan rata-rata return 9,1620 persen dan standar deviasi yang sebesar 4,1254 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa obligasi selain memiliki tingkat pengembalian yang tinggi, tetapi juga memiliki risiko yang tinggi pula. Sertifikat deposito memiliki tingkat pengembalian rata-rata dibawah obligasi yaitu 4,9483 persen dengan standar deviasi yang juga dibawah obligasi yaitu 0,7740 persen. Saham dengan tingkat pengembalian rata-rata terendah yaitu 3,8510 persen memiliki standar deviasi terendah pula, yaitu 0,4374 persen. SBI yang merupakan aset bebas risiko diasumsikan standar deviasinya sama dengan nol, memiliki tingkat pengembalian rata-rata tertinggi yaitu sebesar

17 47 10,2430 persen. Dimana aset ini merupakan aset yang paling menguntungkan dan tidak memiliki risiko karena dikeluarkan oleh pemerintah. Tabel 9. Kovarians antar return Kovarians Sertifikat Deposito Obligasi Saham Sertifikat Deposito Obligasi 0, Saham 0, , Hasil perhitungan kovarians antar return aset-aset dalam portofolio menunjukkan semua kovarians bernilai positif. Nilai positif tersebut dapat diartikan apabila satu instrumen menghasilkan keuntungan yang melebihi keuntungan rata-rata, maka instrumen yang satu lagi juga mempunyai kecenderungan untuk bertindak dengan cara yang sama, yaitu melebihi keuntungan rata-rata. Kovarians ini dapat diinterpretasikan secara statistik yaitu dengan menggunakan koefisien korelasi yang mempunyai skala antara +1 sampai -1. Tabel 10. Koefisien korelasi antar return Koefisien Korelasi antar Return Sertifikat Deposito Obligasi Saham Sertifikat Deposito Obligasi 0, Saham 0, , Pada Tabel di atas dapat diketahui bahwa seluruh aset yang diteliti mempunyai koefisien korelasi <+1. Koefisien korelasi sendiri dalam konteks diversifikasi menjelaskan sejauh mana return dari suatu sekuritas terkait satu dengan yang lainnya. Dari Tabel di atas semua instrument memiliki nilai positif. Apabila nilai koefisien korelasi negatif maka penggabungan instrumeninstrumennya ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko. PT Asuransi MSIG Indonesia berinvestasi pada aset berisiko dan aset bebas risiko berua Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sehingga dalam perhitungannya akan dilakukan dua tahap, pertama mengkombinasikan aset-aset berisiko sedemikian rupa untuk menemukan portofolio yang efisien dari kumpulan aset berisiko, kedua menggabungkan portofolio ini dengan aset bebas risiko. Pengkombinasian yang

18 48 mungkin dapat dilihat pada Tabel nilai bobot, expected return, varians dan standar deviasi di lampiran 2. Tabel tersebut menunjukkan berbagai proporsi kombinasi aset yang mungkin untuk 3 aset berisiko, yaitu deposito, obligasi dan saham. Kemungkinan kombinasi dari ketiga aset ini bisa lebih banyak dari yang ada di Tabel, tetapi 66 portofolio di atas mewakili seluruh opportunity set yang mungkin. Proporsi disimbolkan dengan huruf W dengan jumlah W1+W2+W3=1, kemudian nilainya akan dimasukkan ke dalam rumus untuk menghitung nilai expected return, varians, dan standar deviasi portofolio. Hasil yang diperoleh dari perhitungan expected return, varians dan standar deviasi ini merupakan input yang diperlukan untuk memetakan tiap portofolio ke dalam bentuk grafik. Terdapat 66 portofolio yang dihasilkan dari perhitungan, akan tetapi tidak semua portofolio tersebut dapat diambil oleh investor, karena hanya portofolio yang merupakan efficient set saja yang dapat diambil oleh investor. Efficien set adalah kumpulan portofolio yang memberikan expected return tertinggi untuk risiko tertentu atau risiko terendah untuk expected return tertentu. Semua titik pada efficient set memiliki kedudukan yang sama, karena portofolio pada garis ini merupakan portofolio terbaik yang dapat dipilih investor sehingga pemilihan portofolio nantinya akan tergantung pada preferensi investor terhadap risk dan return. Grafik tersebut ada di gambar 8. PT Asuransi MSIG Indonesia dalam menentukan investasi menghendaki portofolio yang memberikan return yang tinggi, di sisi lain perusahaan juga membatasi investasinya pada kebijakan perusahaan serta peraturan pemerintah. PT Asuransi MSIG Indonesia juga selalu berinvestasi pada aset yang aman yang memiliki risiko rendah. Pada grafik, hanya 40 portofolio saja yang dimasukkan ke dalam efficient set, karena 40 portofolio ini memiliki standar deviasi berada di bawah standar deviasi rata-rata. Standar deviasi rata-ratanya yaitu 0,017789, angka ini merupakan rata-rata standar deviasi dari tiga aset berisiko. Oleh karena itu, perusahaan hanya dapat mengambil portofolio yang berada dalam grafik yang memberikan return lebih tinggi. Terdapat 40 portofolio yang memiliki standar deviasi di bawah standar deviasi rata-rata, sehingga terdapat 40 portofolio pula yang dapat diambil investor untuk mendapatkan expected return tertinggi dengan

19 49 risiko lebih rendah dari rata-rata standar deviasi. Grafik dapat dilihat pada gambar 8 dan perhitungannya pada Lampiran 5. Portofolio 19 merupakan portofolio yang memberikan expected return tertinggi dengan standar deviasi yang bersedia ditanggung perusahaan. Standar deviasinya yaitu 1,70 persen dengan expected return 6,21 persen. Portofolio 19 terdiri dari 70 persen sertifikat deposito, dan 30 persen obligasi. Expected Return Feasible set dan Efficient set dengan batas standar deviasi rata-rata 0,065 0,060 0,055 0,050 0,045 0, ,0050 0,0075 0,0100 0,0125 Standar Deviasi 0,0150 0,0175 Gambar 8. Feasible dan efficien set dengan batas standar deviasi rata-rata Kombinasi Aset Berisiko dengan Aset Bebas Risiko Penambahan aset bebas risiko ke dalam portofolio dapat merubah lokasi dari efficient set. Untuk melihat perubahan ini maka terlebih dahulu akan dihitung tingkat risiko dan pengembalian dari portofolio yang baru. Karena pada aset berisiko dipilih portofolio 19, maka portofolio ini yang akan dikombinasikan dengan aset bebas risiko. Portofolio 19 memiliki expected return sebesar 6,21 persen dengan standar deviasi sebesar 1,70 persen, untuk menghitung expected return dan standar deviasi apabila aset bebas risiko dimasukkan ke dalam portofolio, maka akan dibentuk kombinasi gabungan dengan proporsi W RF = 1 - W L. Perhitungan dari penggabungan aset tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Kombinasi aset

20 50 berisiko dan aset bebas risiko dengan batas standar deviasi rata-rata. Expected return dan standar deviasi hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Expected return dan standar deviasi dari portofolio gabungan aset bebas risiko dengan aset berisiko WRF WL E(r p ) σ P 1 0 0, , ,9 0,1 0, , ,8 0,2 0, , ,7 0,3 0, , ,6 0,4 0, , ,5 0,5 0, , ,4 0,6 0, , ,3 0,7 0, , ,2 0,8 0, , ,1 0,9 0, , , , Pada Tabel 11 dapat diketahui untuk mendapatkan portofolio yang efisien maka perusahaan sebaiknya menaruh investasinya dengan proporsi 100 persen pada SBI. Akan tetapi kebijakan dari perusahaan hanya memperbolehkan berinvestasi maksimum 50 persen pada SBI, untuk itu perusahaan dapat mengoptimalkan return dengan menaruh investasi 50 persen pada aset berisiko 50 persen pada aset bebas risiko 50 persen. Sehingga kombinasi portofolio yang didapat yaitu 35 persen pada sertifikat deposito, 15 persen pada obligasi dan 50 persen pada SBI. Kombinasi tersebut memberikan expected return sebesar8,23 persen dengan standar deviasi 0,85 persen. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6. Kombinasi aset berisiko dan aset bebas risiko dengan batas standar deviasi rata-rata. Apabila perusahaan ingin meningkatkan tingkat pengembalian dengan bersedia meningkatkan risiko yang diambil, maka kombinasi portofolio aset berisiko dengan aset bebas risiko yang dapat dipilih pun menjadi lebih banyak. Berikut Tabel yang menunjukkan kombinasi aset berisiko dengan aset bebas risiko yang batas standar deviasinya sudah ditingkatkan menjadi 2 persen, 3 persen dan standar deviasi tertinggi dari 66 portofolio yang ada.

21 51 Tabel 12. Nilai expected return portofolio gabungan aset bebas risiko dengan aset berisiko dengan batas standar deviasi yang sudah ditingkatkan Portofolio σ P <0,02 σ P <0,03 keseluruhan WRF WL E(r p ) σ P E(r p ) σ P E(r p ) σ P 1 0 0, , , , , ,9 0,1 0, , , , , , ,8 0,2 0, , , , , , ,7 0,3 0, , , , , , ,6 0,4 0, , , , , , ,5 0,5 0, , , , , , ,4 0,6 0, , , , , , ,3 0,7 0, , , , , , ,2 0,8 0, , , , , , ,1 0,9 0, , , , , , , , , , , , Tabel 12 menunjukkan kombinasi portofolio dengan batas standar deviasi yang sudah ditingkatkan dari standar deviasi rata-ratanya. Batas standar deviasi rata-ratanya sebesar 1,78 persen kemudian ditingkatkan menjadi 2 persen, 3 persen dan standar deviasi tertinggi dari 66 portoflio yang ada, sehingga mencakup portofolio keseluruhan. Seiring dengan meningkatnya standar deviasi, maka meningkat pula tingkat pengembalian yang dapat diperoleh pada aset berisiko. Perubahan batas standar deviasi tersebut juga akan merubah portofolio yang dapat diambil, perubahan tersebut dapat dilihat pada gambar 9, 10 dan 11. Berikut gambar dari portofolio yang efisien dengan batas standar deviasi 2,3, dan standar deviasi tertinggi dari 66 portofolio. Pada batas standar deviasi yang sudah ditingkatkan menjadi 2 persen, portofolio aset berisiko yang dapat dipilih sebanyak 44 portofolio. Dari 44 portofolio tersebut, portofolio yang memberikan tingkat pengembalian tertinggi yaitu portofolio 49. Portofolio 49 memiliki standar deviasi 1,98 persen dan tingkat expected return 6,52 persen. Komposisi dari portofolio 49 yaitu : 50 persen sertifikat deposito, 40 persen obligasi, dan 10 persen saham. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3 Nilai bobot, expected return, varians dan standar deviasi <2 persen. Kemudian portofolio tersebut dikombinasikan dengan aset bebas risiko, portofolio yang memberikan tingkat pengembalian tertinggi yaitu 100 persen pada

22 52 SBI, akan tetapi mengacu pada kebijakan perusahaan yang hanya memperbolehkan penempatan investasi pada SBI 50 persen, sehingga kombinasi portofolio tersebut tidak dapat dipilih. Kombinasi portofolio yang dapat dipilih yaitu aset berisiko 50 persen dan aset bebas risiko 50 persen. Portofolionya pun menjadi 25 persen sertifikat deposito, 20 persen obligasi, 5 persen saham dan 50 persen SBI dengan expected return 8,38 persen. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7. Kombinasi aset berisiko dan aset bebas risiko dengan batas standar deviasi <2 persen. Feasible dan efficient set dengan batas standar deviasi <2% Expected Return 0,065 0,060 0,055 0,050 0,045 0, ,0050 0,0075 0,0100 0,0125 Standar Deviasi 0,0150 0,0175 0,0200 Gambar 9. Feasible set dan efficien set dengan batas standar deviasi < 2% Setelah ditingkatkan menjadi batas standar deviasi <2 persen kemudian batas standar deviasinya ditingkatkan lagi menjadi <3 persen, dapat dilihat pada Gambar 10.

23 53 Expected Return 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 Feasible dan efficient set dengan batas standar deviasi <3% ,005 0,010 0,015 0,020 Standar Deviasi 0,025 0,030 Gambar 10. Feasible set dan Efficient set dengan batas standar deviasi < 3% Pada batas standar deviasi 3 persen, portofolio aset berisiko yang dapat dipilih menjadi 58 portofolio. Dari 58 portofolio tersebut yang memberikan tingkat pengembalian tertinggi yaitu portofolio 26, dengan standar deviasi 2,96 persen dan expected return 7,68 persen. Kombinasi dari portofolio 26 yaitu 10 persen sertifikat deposito, 70 persen obligasi, dan 20 persen saham. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4 Nilai bobot, expected return, varians dan standar deviasi <3 persen. Kemudian aset berisiko tersebut dikombinasikan dengan aset bebas risiko untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih banyak dengan risiko yang sama. Expected return tertinggi yang dapat diambil yaitu 8,96 persen dengan standar deviasi 1,48 persen. Kombinasi dari penggabungan aset berisiko dan aset bebas risiko yang menghasilkan tingkat pengembalian tersebut yaitu 50 persen pada aset berisiko dan 50 persen pada aset bebas risiko. Sehingga kombinasinya menjadi 5 persen pada sertifikat deposito, 35 pada obligasi, 10 persen pada saham dan 50 persen pada SBI. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8. Kombinasi aset berisiko dan aset bebas risiko dengan batas standar deviasi <3 persen.

24 54 Feasible set dan Efficient set dengan portofolio keseluruhan Expected Return 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0, ,00 0,01 0,02 Standar Deviasi 0,03 0,04 Gambar 11. Feasible set dan efficient set dengan portofolio keseluruhan Pada batas standar deviasi tertinggi dari semua portofolio yang ada, maka semua aset berisiko dapat dipilih, standar deviasi tertinggi yang dimiliki dari 66 portofolio aset berisiko yaitu 0, Dari 66 portofolio tersebut yang memiliki tingkat pengembalian tertinggi yaitu sebesar 9,16 persen yang terdapat pada portofolio 2. Portofolio 2 memiliki komposisi 100 persen pada obligasi. Perhitugan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil tersebut kemudian dikombinasikan dengan aset bebas risiko kombinasi terbaik yang dapat dipilih yaitu 50 persen aset berisiko dan 50 persen aset bebas risiko, sehingga kombinasinya pun menjadi 50 persen pada obligasi dan 50 persen pada SBI dengan expected return 9,70 persen dengan standar deviasi 2,06 persen. Pada batas standar deviasi yang ditingkatkan, perusahaan dapat lebih banyak memilih kombinasi portofolio dengan tingkat pengembalian yang juga lebih banyak. Dari batas standar deviasi yang sudah ditingkatkan, maka kombinasi terbaik yang dapat diambil perusahaan yaitu 50 persen pada obligasi dan 50 persen pada SBI. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan expected return 9,70 persen dengan standar deviasi 2,06 persen. Pemilihan kombinasi tersebut sudah disesuaikan dengan kebijakan perusahaan maupun Keputusan Menteri Keuangan no. 424/KMK.06/2003. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9.

25 SBI sebagai Aset berisiko Pada subbab sebelumnya SBI diasumsikan sebagai aset bebas risiko karena dijamin oleh pemerintah, sehingga terhindar dari risiko gagal bayar. Subbab ini akan membahas SBI sebagai aset berisiko, karena walaupun SBI terhindar dari risiko gagal bayar, akan tetapi SBI dapat mengalami risiko suku bunga, yang dapat mengakibatkan return yang diterima SBI mengalami fluktuasi. Langkah pertama untuk membuat portofolio yaitu mencari varians dan standar deviasi SBI. Hasil yang didapat setelah melakukan perhitungan untuk mencari varians serta standar deviasi SBI, kemudian hasilnya digabungkan dengan tiga aset berisiko lainnya, sehingga hasil penggabungan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Return, rata-rata return, varians dan standar deviasi hasil investasi PT Asuransi MSIG Indonesia tahun dengan SBI sebagai aset berisiko Tahun Sertifikat Deposito Obligasi Investasi (%) Sertifikat Deposito Rata-rata Tertimbang Obligasi ,880% 13,130% ,880% 13,130% ,111% ,111% ,012% 4,895% ,012% 4,895% ,790% 9,461% ,790% 9,461% Rata-rata Return 4,948% 9,162% Rata-rata Return 4,948% 9,162% Varians 0,006% 0,170% Varians 0,006% 0,170% Standar Deviasi 0,774% 4,125% Standar Deviasi 0,774% 4,125% Pada Tabel 13 dapat dilihat SBI memiliki standar deviasi yang tinggi apabila dibandingkan dengan standar deviasi sertifikat deposito dan saham, tetapi masih lebih rendah dari standar deviasi obligasi. Langkah selanjutnya yaitu menambahkan SBI pada perhitungan kovarians dan koefisien korelasi, dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15.

26 56 Tabel 14. Kovarians antar return Sertifikat Kovarians Deposito Obligasi Saham SBI Sertifikat Deposito Obligasi 0, Saham 0, , SBI 0, , , Pada Tabel 14, dengan adanya penambahan SBI ke dalam Tabel kovarians antar return, hasil yang didapat masih bernilai positif. Penggabungan antara SBI dengan Obligasi menghasilkan nilai positif yang besar, hal ini mengindikasikan kedua instrumen tersebut memiliki cara yang sama dalam bertindak. Tabel 15. Koefisien korelasi antar return Koefisien Korelasi Sertifikat Deposito Obligasi Saham SBI Sertifikat Deposito Obligasi 0, Saham 0, , SBI 0, , , Pada Tabel 15 dapat dilihat penggabungan antara SBI dan obligasi memiliki nilai positif yang tinggi, hal ini mengindikasikan penggabungan kedua instrumen tersebut hanya menghilangkan sedikit risiko. Langkah selanjutnya yaitu menambahkan SBI pada perhitungan bobot, expected return dan standar deviasi portofolio. Tabel hasil perhitungan bobot, expected return dan standar deviasi dengan SBI sebagai aset berisiko pada batas standar deiviasi rata-rata dapat dilihat pada lampiran 10. Pada Tabel bobot, expected return, dan standar deviasi dengan SBI sebagai aset berisiko dengan batas standar deviasi rata-rata didapatkan 163 portofolio. Batas standar deviasi rata-rata didapatkan dengan mencari rata-rata dari empat aset, sehingga standar deviasi rata-ratanya yaitu 0, Kemudian hasil perhitungan tersebut dimasukkan pada grafik, dapat dilihat di Gambar 12.

27 57 Expected return 0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 Feasible dan efficient set ,0050 0,0075 0,0100 0,0125 Standar deviasi 0,0150 0,0175 0,0200 Gambar 12. Feasible dan effcient set dengan SBI sebagai aset berisiko pada batas standar deviasi rata-rata Gambar 12 menunjukkan grafik feasible dan efficient set dengan SBI sebagai aset berisiko pada batas standar deviasi rata-rata, dari grafik tersebut dapat dilihat portofolio yang memberikan expected return tertiggi yaitu portofolio 14. Portofolio 14 memberikan expected return sebesar 9,71 persen dengan proporsi sertifikat deposito 10 persen dan SBI 90 persen. Walaupun portofolio 14 memberikan expected return tertinggi, akan tetapi perusahaan tidak dapat memilih portofolio ini, karena bertentangan dengan batas maksimal proporsi SBI pada kebijakan perusahaan. Batas maksimal kebijakan perusahaan untuk proporsi SBI yaitu 50 persen, sehingga portofolio yang dapat dipilih perusahaan yaitu portofolio 188. Portofolio 188 memberikan expected return sebesar 8,43 persen dengan standar deviasi 1,73 persen. Kombinasi pada portofolio 188 yaitu 30 persen pada sertifikat deposito, 20 persen saham dan 50 persen SBI. Tabel hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran 10. Tabel bobot, expected return, dan standar deviasi dengan SBI pada standar deviasi rata-rata. Apabila perusahaan bersedia meningkatkan risikonya, maka terdapat beberapa pilihan yang dapat diambil perusahaan, yaitu pada batas standar deviasi <2 persen, <3 persen, dan pada batas standar deviasi tertinggi dari 253 portofolio

28 58 yang ada. Grafik fesible dan efficient set dengan batas standar deviasi yang telah ditingkatkan dapat dilihat pada gambar 13, 14 dan 15. Expected return 0,11 0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 Feasible dan efficient set ,03 0,0050 0,0075 0,0100 0,0125 Standar deviasi 0,0150 0,0175 0,0200 Gambar 13. Feasible dan efficient set dengan SBI sebagai aset berisiko pada standar deviasi <2 persen Pada batas standar deviasi <2 persen dengan SBI sebagai aset berisiko terdapat 180 portofolio. Portofolio yang memberikan expected return tertinggi dari 180 portofolio yang ada adalah portofolio 4. Portofolio 4 memberikan expected return sebesar 1,02 persen, dengan proporsi SBI 100 persen. Walaupun portofolio 4 memberikan expected return tertinggi, akan tetapi perusahaan tidak dapat memilih portofolio ini, karena bertentangan dengan batas maksimal proporsi SBI pada kebijakan perusahaan. Batas maksimal kebijakan perusahaan untuk proporsi SBI yaitu 50 persen, sehingga portofolio yang dapat dipilih perusahaan yaitu portofolio 192. Portofolio 192 memberikan proporsi 30 persen pada obligasi, 20 persen pada saham dan 50 persen SBI. Expected return yang diberikan portofolio 192 yaitu sebesar 8,64 persen dengan standar deviasi 1,97 persen Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 11. Tabel bobot, expected return, dan standar deviasi dengan SBI pada standar deviasi <2 persen.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT MSIG (dahulu dikenal sebagai PT Mitsui Sumitomo ) adalah perusahaan asuransi kerugian joint venture antara Mitsui Sumitomo Insurance Company Limited (didirikan di

Lebih terperinci

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4.

TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 4 KONSEP DASAR 2/40 Ada tiga konsep dasar yang perlu diketahui untuk memahami pembentukan portofolio optimal, yaitu: portofolio efisien dan portofolio optimal fungsi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1.1 Analisis Portofolio Pada Aktiva Berisiko (Saham dan Emas)

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1.1 Analisis Portofolio Pada Aktiva Berisiko (Saham dan Emas) IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1.1 Analisis Portofolio Pada Aktiva Berisiko (Saham dan Emas) Investor dalam membentuk portofolio diperlukan perhitungan return ekspektasi dari masing-masing aktiva untuk dimasukkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan preferensi investor dalam

Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan preferensi investor dalam Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan preferensi investor dalam memilih portofolio optimal. Ada tiga konsep dasar yang

Lebih terperinci

MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si.

MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. MATERI 5 PEMILIHAN PORTFOLIO Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW 1/40 Konsep-konsep dasar dalam pembentukan portofolio optimal. Perbedaan tentang aset berisiko dan aset bebas risiko. Perbedaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Bisnis utama perusahaan asuransi adalah penjualan premi atau pengumpulan dana masyarakat. Pengumpulan dana ini dilakukan melalui upaya perusahaan asuransi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Asuransi Bumiputera sebagai perusahaan asuransi pelopor di Indonesia, yang keberadaannya masih berada di tingkat tertinggi dalam dunia perasuransian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan asuransi merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan non bank yang memberikan jasa perlindungan kepada masyarakat dalam hampir semua aspek kehidupan baik

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Universitas Indonesia. Penerapan strategi..., Iswardi, FE UI, 2008

BAB 4 PEMBAHASAN. Universitas Indonesia. Penerapan strategi..., Iswardi, FE UI, 2008 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Pendahuluan Dalam bab ini akan diulas bagaimana strategi imunisasi multiperiode dapat diterapkan pada salah satu institusi Lembaga Keuangan yang dalam studi kasus ini adalah Dana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Solvabilitas Seperti dijelaskan dalam Bab III sebelumnya, bahwa setiap perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya setiap perusahaan membutuhkan dana untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Sumber pendanaan dapat berasal dari pihak eksternal maupun pihak internal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini, penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, factual dan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP-104/BL/2006 TENTANG PRODUK UNIT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan bangkit kembali setelah tahun 2006 yang penuh kesulitan akibat berbagai

I. PENDAHULUAN. akan bangkit kembali setelah tahun 2006 yang penuh kesulitan akibat berbagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2007 bisa dikatakan sebagai tahun harapan bahwa bisnis asuransi akan bangkit kembali setelah tahun 2006 yang penuh kesulitan akibat berbagai fenomena alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Pada setiap bisnis, profit merupakan hal yang krusial. Profit dalam suatu bisnis merupakan suatu keharusan, jika bisnis tersebut ingin berlangsung. Perusahaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asuransi

TINJAUAN PUSTAKA Asuransi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Asuransi 2.1.1 Pengertian Asuransi Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan PT (Persero) Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) didirikan sebagai realisasi komitmen Pemerintah untuk mengembangkan ekspor non migas nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya tidak hanya mengelola risiko perusahaan secara korporasi, namun

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya tidak hanya mengelola risiko perusahaan secara korporasi, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai salah satu entitas pelaku industri asuransi umum di Indonesia, sangat menyadari bahwa dalam melakukan kegiatan bisnisnya

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2016 TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2016 TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2016 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/2016 TENTANG DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/2016 TENTANG DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9 /SEOJK.05/06 TENTANG DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN INVESTASI TAHUNAN DANA PENSIUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Fenomena yang berkembang pada saat ini menggambarkan bahwa sektor properti dan real estate merupakan sektor bisnis yang sedang berkembang pesat di Indonesia. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ikut berperan serta membantu memutar kembali roda. perusahaan untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ikut berperan serta membantu memutar kembali roda. perusahaan untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis Asia yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan keterpurukan secara fundamental dibeberapa negara Asia termasuk Indonesia. Namun seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja milik pemerintah mengemban misi untuk memenuhi. keluarga. Perlindungan yang layak mutlak dibutuhkan oleh setiap tenaga

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja milik pemerintah mengemban misi untuk memenuhi. keluarga. Perlindungan yang layak mutlak dibutuhkan oleh setiap tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja milik pemerintah mengemban misi untuk memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2017 TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.05/2017 TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN DALAM BENTUK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-38/PM/1996 TENTANG LAPORAN TAHUNAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-38/PM/1996 TENTANG LAPORAN TAHUNAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-38/PM/1996 TENTANG Peraturan Nomor VIII.G.2 LAPORAN TAHUNAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Investing Today, Investing Tomorrow.

Investing Today, Investing Tomorrow. Investing Today, Investing Tomorrow. Keistimewaan: Kemudahan menentukan komposisi proteksi & investasi Fleksibilitas dalam bertransaksi Potensi hasil investasi yang optimal 1 Produk asuransi jiwa dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perkembangan Jumlah Perusahaan Perasuransian Tahun No Keterangan

Lampiran 1. Perkembangan Jumlah Perusahaan Perasuransian Tahun No Keterangan LAMPIRAN 81 82 Lampiran 1. Perkembangan Jumlah Perusahaan Perasuransian Tahun 1999-2002 Keterangan 1999 2000 2001 2002 2003 1. 2. 3. 4. Asuransi Jiwa a. Negara b. Swasta Nasional c. Patungan Asuransi Kerugian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan. mengharapkan return (tingkat pengembalian) berupa capital gain, dan

I. PENDAHULUAN. investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan. mengharapkan return (tingkat pengembalian) berupa capital gain, dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat menarik bagi seorang investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan mengharapkan return

Lebih terperinci

Ingin Hidup Nyaman dan Bahagia?

Ingin Hidup Nyaman dan Bahagia? Ingin Hidup Nyaman dan Bahagia? Simak sebentar lagi. copyright www.duwitmu.com 1 Cara Investasi REKSADANA www.duwitmu.com situs Mengelola Keuangan Keluarga copyright www.duwitmu.com 2 Mengapa Reksadana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia perbankan Indonesia semakin menghadapi banyak tantangan, terutama menghadapi pasar global. Di dalam melaksanakan bisnis, perbankan Indonesia akan dihadapkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Malaysia.Perusahan ini bergerak di bidang forward banking. Bahrain dan Brunei. Amerika dan Inggris

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Malaysia.Perusahan ini bergerak di bidang forward banking. Bahrain dan Brunei. Amerika dan Inggris BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. CIMB Securities Indonesia merupakan salah satu perusahan yg merupakan anak perusahan CIMB GROUP yang berpusat di Malaysia.Perusahan ini

Lebih terperinci

Tabel. IV.1 RKAP Asuransi Jasindo

Tabel. IV.1 RKAP Asuransi Jasindo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 RKAP PT ASURANSI JASINDO 2003 2007 Di bawah ini adalah Tabel IV.1 yang berisikan nilai nilai RKAP dari PT. Asuransi Jasindo selama tahun 2003 hingga tahun 2007.

Lebih terperinci

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010

MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 MEMILIH INVESTASI REKSA DANA TAHUN 2010 Indonesia cukup beruntung, karena menjadi negara yang masih dapat mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif tahun 2009 sebesar 4,4 % di tengah krisis keuangan global

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional suatu negara. Ada beberapa alternatif yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional suatu negara. Ada beberapa alternatif yang dapat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia banyak menjadi sorotan dikarenakan situasi dan kondisi perekonomian yang tidak stabil.padahal perkembangan ekonomi itu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Lingkungan Investasi 2.1.1 Pengertian Investasi Lingkungan investasi meliputi berbagai jenis sekuritas atau efek yang ada, di mana dan bagaimana mereka diperjualbelikan. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam era persaingan global setiap negara ingin bersaing secara internasional, sehingga dalam hal ini kebijakan yang berbeda diterapkan untuk memfasilitasi investor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Struktur Modal Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 511/KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memfasilitasi jual-beli sekuritas yang umumnya berumur lebih dari satu tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. memfasilitasi jual-beli sekuritas yang umumnya berumur lebih dari satu tahun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi secara keseluruhan dapat dilihat dari perkembangan pasar modal dan industri sekuritas pada suatu negara. Pasar modal memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Lembaga 107 Multinasional

Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Bank Indonesia Surat Berharga yang Diterbitkan oleh Lembaga 107 Multinasional Halaman 1 LAPORAN POSISI KEUANGAN Bukan Konsolidasi Per. dan Per. Uraian Rinci an Triwulan Tahun Triwulan Tahun Saldo SAK Saldo SAP Saldo SAK Saldo SAP (1) (2) (3) (4) (5) (6) ASET Investasi Deposito Berjangka

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Naskah Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Naskah Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya. PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER-02/BL/2008 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN BATAS TINGKAT SOLVABILITAS MINIMUM BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Naskah

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 511 /KMK.06/2002 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

MELATI DAN BUDI HERMANA ABSTRAK

MELATI DAN BUDI HERMANA ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN ASSETS DEFAULT RISK DALAM KEGIATAN PASAR UANG DAN PASAR MODAL PADA ASURANSI JASA TANIA TBK (ASJT) DAN ASURANSI BINTANG TBK (ASBI) MELATI DAN BUDI HERMANA mel_sweet_melati88@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

REKSA DANA. PT DANAREKSA INVESTMENT MANAGEMENT, August 2007

REKSA DANA. PT DANAREKSA INVESTMENT MANAGEMENT, August 2007 REKSA DANA PT DANAREKSA INVESTMENT MANAGEMENT, August 2007 Reksa Dana UNDANG-UNDANG PASAR MODAL No. 8 tahun1995, BAB I, Pasal 1 Ayat 27 : Reksa Dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal

Lebih terperinci

TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 481/KMK.017/1999 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan uang (Sjahrir, 2006). Dengan demikian uang ditanam atau diinvestasikan dalam objek yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : PER- 0/BL/00 TENTANG ISI DAN SUSUNAN

Lebih terperinci

Ingin Hidup Nyaman dan Bahagia?

Ingin Hidup Nyaman dan Bahagia? Ingin Hidup Nyaman dan Bahagia? Simak sebentar lagi. copyright www.duwitmu.com 1 Cara Investasi REKSADANA www.duwitmu.com situs Mengelola Keuangan Keluarga copyright www.duwitmu.com 2 Mengapa Reksadana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dana pensiun merupakan salah satu pilihan dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada para pekerja atau karyawan. Jaminan tersebut salah satunya berupa jaminan pensiun

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Obligasi. Pendidikan Investasi Dua Bulanan. Cara Kerja Obligasi

Dasar-Dasar Obligasi. Pendidikan Investasi Dua Bulanan. Cara Kerja Obligasi September 2010 Dasar-Dasar Pasar obligasi dikenal juga sebagai pasar surat utang dan merupakan bagian dari pasar efek yang memungkinkan pemerintah dan perusahaan meningkatkan modalnya. Sama seperti orang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan investasi perusahaan, dimana pada setiap sumber pendanaan ada biaya

BAB I PENDAHULUAN. keputusan investasi perusahaan, dimana pada setiap sumber pendanaan ada biaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan membutuhkan sumber pembiayaan yang dapat diperoleh melalui pembiayaan internal dan pembiayaan eksternal. Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertahan dari terpaan krisis tersebut. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan. Tabel 1

BAB 1 PENDAHULUAN. bertahan dari terpaan krisis tersebut. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan. Tabel 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meskipun sejak tahun 2008 perekonomian dunia sedang mengalami perlambatan dikarenakan krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Menurut data Departemen Keuangan

I. PENDAHULUAN. dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Menurut data Departemen Keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri asuransi syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Menurut data Departemen Keuangan (2006), pada tahun 2005

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017 Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /SEOJK.05/2017 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET DALAM BENTUK INVESTASI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/2018 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN BAGI PERUSAHAAN ASURANSI BERBENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa bersifat tarif tetap (fixed rate), tarif mengambang (floating rate) maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa bersifat tarif tetap (fixed rate), tarif mengambang (floating rate) maupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana tertentu yang ditanamkan pada periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran di kemudian

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Bab 10 Pasar Keuangan

Bab 10 Pasar Keuangan D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 133 Bab 10 Pasar Keuangan Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai pasar keuangan, tujuan pasar keuangan, lembaga keuangan. D alam dunia bisnis terdapat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dan menawarkan sahamnya di masyarakat/publik (go public). Perusahan

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dan menawarkan sahamnya di masyarakat/publik (go public). Perusahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini pasar modal memegang peranan penting bagi keberlangsungan perusahaan, baik perusahaan perbankan maupun perusahaan non bank. Munculnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Pasar Modal SMAK BPK Penabur, Cirebon 30 April 2015

Pasar Modal SMAK BPK Penabur, Cirebon 30 April 2015 Pasar Modal SMAK BPK Penabur, Cirebon 30 April 2015 Pasar Modal Pasar Modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. 2 Fungsi Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi para investor dan salah satu sumber dana bagi perusahaan (emiten). Pasar

BAB I PENDAHULUAN. bagi para investor dan salah satu sumber dana bagi perusahaan (emiten). Pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran pasar modal merupakan suatu hal yang penting dalam dunia perekonomian, karena pasar modal dapat berfungsi sebagai alternatif investasi bagi para investor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang

BAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Definisi Indeks LQ Kriteria Indeks LQ45

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Definisi Indeks LQ Kriteria Indeks LQ45 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Definisi Indeks LQ45 Pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal yang transaksinya tipis (thin market), yaitu pasar modal yang sebagian

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: PER-01/BL/2009 TENTANG DASAR PENILAIAN JENIS-JENIS INVESTASI DANA PENSIUN Menimbang KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 135/PMK.05/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 135/PMK.05/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 135/PMK.05/2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pola kehidupan manusia yang semakin maju pada saat ini akan mempengaruhi risiko yang akan terjadi pada kehidupan manusia itu sendiri. Risiko-risiko

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah; di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2016 TENTANG DASAR PENILAIAN ASET YANG DIPERKENANKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dan sebagian negara Asia Tenggara dan Timur mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh beberapa faktor baik yang

Lebih terperinci

AVRIST. INVESTMENT Link INVESTASI MAKSIMAL PERLINDUNGAN JIWA OPTIMAL

AVRIST. INVESTMENT Link INVESTASI MAKSIMAL PERLINDUNGAN JIWA OPTIMAL AVRIST MAKSIMAL PERLINDUNGAN JIWA OPTIMAL AVRIST KEUNGGULAN AVRIST LINK memastikan kekayaan Anda tidak hanya terproteksi, tetapi juga berkembang secara maksimal. IMBAL HASIL LEBIH TINGGI Seluruh premi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 71 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi deskriptif, karena tujuan penelitian

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA TERPROTEKSI, REKSA DANA DENGAN PENJAMINAN, DAN REKSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami dampak memburuknya kondisi ekonomi, terutama karena depresiasi mata uang Rupiah terhadap mata uang asing,

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /SEOJK.05/2015 TENTANG DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /SEOJK.05/2015 TENTANG DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /SEOJK.05/05 TENTANG DASAR PENILAIAN INVESTASI DANA PENSIUN, BENTUK DAN SUSUNAN SERTA TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN INVESTASI TAHUNAN DANA PENSIUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak mengenal bank dan tidak berhubungan dengan bank. Perbankan sendiri memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara negara di Eropa, Amerika dan Jepang mendengar kata bank sudah tidak asing lagi. Bank sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih dari satu aset (asset) selama periode tertentu dengan harapan dapat

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih dari satu aset (asset) selama periode tertentu dengan harapan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi dapat diartikan sebagai suatu kegitan menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu aset (asset) selama periode tertentu dengan harapan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme asuransi atau pertanggungan. Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme asuransi atau pertanggungan. Undang-Undang Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Manusia selalu dihadapkan dengan berbagai risiko dalam kehidupan sehari-hari, seperti risiko

Lebih terperinci

2017, No Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. bahwa untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan iuran program t

2017, No Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. bahwa untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan iuran program t No.1976, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Program THT, JKK, dan JM Prajurit TNI, Anggota POLRI dan Pegawai ASN. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.02/2018

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN LAPORAN NERACA. Per 31 Desember 2009 dan 2008 (dalam jutaan rupiah) NO KEKAYAAN

LAPORAN KEUANGAN LAPORAN NERACA. Per 31 Desember 2009 dan 2008 (dalam jutaan rupiah) NO KEKAYAAN LAPORAN KEUANGAN LAPORAN NERACA Per 31 Desember 2009 dan 2008 NO KEKAYAAN 2009 2008 I INVESTASI 1 Deposito 2.266.400,00 2.672.650,00 2 Sertifikat Deposito - - 3 Sertifikat Bank Indonesia - - 4 Saham 717.18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia saat ini sangat stabil hal ini dibuktikan adanya pengakuan oleh

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia saat ini sangat stabil hal ini dibuktikan adanya pengakuan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi merupakan penanaman modal sekarang dengan tujuan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Keberhasilan dalam berinvestasi harus didukung dengan stabilnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan ritel ataupun dari kalangan besar. Kebanyakan investor ritel menempatkan dana investasi dalam

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.C.3 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM

PERATURAN NOMOR IX.C.3 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM PERATURAN NOMOR IX.C.3 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM Suatu Prospektus harus mencakup semua rincian dan fakta material mengenai Penawaran Umum dari Emiten,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN PERATURAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR : PER-09/BL/2011 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana

Lebih terperinci