BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia telah. menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Anggota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia telah. menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Anggota"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pada tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemilu tahun ini merupakan yang kesebelas kalinya dilaksanakan sejak Indonesia merdeka. Sejak tahun 2004, sistem Pemilu yang digunakan berbeda jauh dengan Pemilu sebelum era reformasi, dimana sekarang yang menentukan wakil rakyat dan pemimpin adalah masyarakat sendiri secara langsung. Mengingat demikian pentingnya arti Pemilu dalam negara yang berlandaskan pada prinsip kedaulatan rakyat, maka Undang- Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan penyelenggaraan Pemilu secara berkala, yaitu sekali dalam lima tahun. Dalam kerangka negara demokrasi, pelaksanaan Pemilu merupakan momentum yang sangat penting bagi pembentukan pemerintahan dan penyelenggaraan negara untuk periode berikutnya. Pemilu selain merupakan mekanisme bagi rakyat untuk memilih para wakilnya, juga dapat dilihat sebagai proses evaluasi dan pembentukan kembali kontrak sosial. Pemilu menyediakan ruang untuk terjadinya proses diskusi antara pemilih dan calon-calon wakil rakyat, baik sendiri-sendiri maupun melalui partai politik, tentang bagaimana penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus dilakukan. Melalui 1

2 pemilihan umum rakyat memberikan persetujuan siapa pemegang kekuasaan pemerintahan dan bagaimana menjalankan kekuasaan tersebut. Pemilihan umum anggota legislatif pada tanggal 9 April 2009 diselenggarakan melalui berbagai tahapan, mulai dari pendataan calon pemilih, pendaftaran dan penetapan peserta Pemilu, masa kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil Pemilu hingga pelantikan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota terpilih. Setiap tahapan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Untuk menjamin pelaksanaan Pemilu sesuai dengan asas-asas konstitusional, dibentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur norma dan prosedur pelaksanaan Pemilu yang harus dipatuhi oleh semua pihak, antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perhelatan akbar pesta demokrasi nasional untuk memilih calon anggota legislatif pada tanggal 9 April 2009 yang lalu berlangsung penuh warna. Hiruk-pikuk pelaksanaan Pemilu Indonesia yang melibatkan ribuan calon anggota legislatif guna memperebutkan sekitar kursi, kerap menghiasi pemberitaan utama diberbagai media massa. Sistem Pemilu yang digunakan di Indonesia, disebut sebagai sistem Pemilu yang terumit di dunia sehingga benih-benih potensi pelanggaran dan sengketa Pemilu terjadi hampir disebagian 2

3 besar daerah pemilihan, khususnya terkait dengan proses penghitungan suara. Berhubung usia demokrasi di Indonesia masih sangat muda maka wajar bila ada berbagai pelanggaran maupun sengketa menyangkut hasil dan proses Pemilu. Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu legislatif 9 April lalu secara garis besar dapat dibagi dalam tiga bagian besar. Pertama, hilangnya hak pilih puluhan juta warga negara Indonesia akibat tidak beresnya penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan oleh KPU. Kedua, ketidaknetralan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Ketiga, tertukarnya surat suara antar daerah pemilihan. Salah satu mekanisme penting dalam pelaksanaan Pemilu adalah penyelesaian pelanggaran dan perselisihan atau sengketa Pemilu. Mekanisme ini diperlukan untuk mengoreksi jika terjadi pelanggaran atau kesalahan dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran sehingga proses Pemilu benar-benar dilaksanakan secara demokratis dan hasilnya mencerminkan kehendak rakyat. Pelanggaran Pemilu adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap Undang-Undang Pemilu, yang dapat berupa pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana Pemilu. Sedangkan sengketa Pemilu adalah sengketa antara dua atau lebih warga negara yang memiliki hak pilih, peserta Pemilu (partai politik maupun individual), badan pengelolaan Pemilu, maupun pengamat Pemilu. Sengketa ini terjadi karena perbedaan penafsiran dan tidak ada kesepakatan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, ditentukan ada dua jenis 3

4 pelanggaran Pemilu, yaitu pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana Pemilu. Pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Pemilu yang bukan merupakan ketentuan pidana Pemilu dan ketentuan lain yang diatur oleh KPU. Adapun pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Pada dasarnya, untuk pelanggaran yang menyentuh ranah administrasi adalah menjadi kewenangan KPU, sedangkan terhadap pelanggaran pidana Pemilu masuk ke dalam ranah pengadilan umum. Sementara itu, untuk perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) menjadi domain khusus bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutuskannya. Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk membuat sebuah makalah dan membahasnya lebih lanjut. Makalah ini diberi judul : MEKANISME PENYELESAIAN PELANGGARAN DAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TAHUN II. Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : a. Bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggaran Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Bagaimana prosedur teknis penyelesaian sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi. III. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 4

5 a. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian pelanggaran Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Untuk mengetahui prosedur teknis penyelesaian sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Pelanggaran Pemilu Terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilu legislatif tahun 2009 sudah tidak terhindarkan. Pelanggaran dapat terjadi karena adanya unsur kesengajaan maupun karena kelalaian. Pelanggaran Pemilu dapat dilakukan oleh banyak pihak bahkan dapat dikatakan semua orang memiliki potensi untuk menjadi pelaku pelanggaran Pemilu. Sebagai upaya antisipasi, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemiliham Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu) mengaturnya pada setiap tahapan dalam bentuk kewajiban dan larangan dengan tambahan ancaman atau sanksi. Potensi pelaku pelanggaran Pemilu dalam UU Pemilu antara lain : 1. Penyelenggara Pemilu, yang meliputi anggota KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten Kota, Panwas Kecamatan, jajaran sekretariat dan petugas pelaksana lapangan lainnya; 5

6 2. Peserta Pemilu, yaitu pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan tim kampanye; 3. Pejabat tertentu, seperti PNS, anggota TNI, anggota Polri, pengurus BUMN/BUMD, Gubernur/pimpinan Bank Indonesia, Perangkat Desa, dan badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara; 4. Profesi media cetak/elektronik, pelaksana pengadaan barang, distributor; 5. Pemantau dalam negeri maupun asing; 6. Masyarakat pemilih, pelaksana survey atau hitungan cepat, dan umum yang disebut sebagai setiap orang. Meski banyak sekali bentuk pelanggaran yang dapat terjadi dalam Pemilu, tetapi secara garis besar UU Pemilu membagi pelanggaran Pemilu berdasarkan kategori/jenis sebagai berikut : (1) Pelanggaran Administrasi Pemilu Pasal 248 UU Pemilu mendefinisikan perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan UU Pemilu yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana Pemilu dan ketentuan lain yang diatur dalam Peraturan KPU. Dengan demikian maka semua jenis pelanggaran, kecuali yang telah ditetapkan sebagai tindak pidana, termasuk dalam kategori pelanggaran administrasi. Contoh pelanggaran administrasi tersebut misalnya : tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta Pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk berkampanye, tidak melaporkan rekening awal 6

7 dana kampanye, pemantau Pemilu melanggar kewajiban dan larangan. (2) Tindak Pidana Pemilu Pasal 252 UU Pemilu mengatur tentang tindak pidana Pemilu sebagai pelanggaran Pemilu yang mengandung unsur pidana. Pelanggaran ini merupakan tindakan yang dalam UU Pemilu diancam dengan sanksi pidana. Sebagai contoh tindak pidana Pemilu antara lain sengaja menghilangkan hak pilih orang lain, menghalangi orang lain memberikan hak suara dan merubah hasil suara. Seperti tindak pidana pada umumnya, maka proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang ada yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. (3) Perselisihan Hasil Pemilu Yang dimaksud dengan perselisihan hasil Pemilu menurut Pasal 258 UU Pemilu adalah perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan peserta Pemilu mengenai penetapan jumlah perolehan suara hasil pemilu secara nasional. Perselisihan tentang hasil suara sebagaimana dimaksud hanya terhadap perbedaan penghitungan perolehan hasil suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu. Sesuai dengan amanat Konstitusi yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perselisihan mengenai hasil perolehan suara diselesaikan melalui peradilan konstitusi di Mahkamah Konstitusi. II. Sengketa Pemilu 7

8 Salah satu jenis pelanggaran yang menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, menjadi salah satu kewenangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten/kota untuk menyelesaikannya adalah pelanggaran Pemilu yang bersifat sengketa. Sengketa adalah perbenturan antara dua kepentingan, antara kepentingan dan kewajiban hukum, atau antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum (konflik), yang dalam konteks Pemilu dapat terjadi antara peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu, maupun antara peserta Pemilu dengan peserta Pemilu lainnya. Pada Pemilu tahun 2004, tata cara penyelesaian terhadap jenis pelanggaran ini diatur dalam satu pasal tersendiri, yaitu Pasal 129 Undang-Undang Nomor 12 Tahun Terhadap sengketa Pemilu ini, yaitu perselisihan Pemilu selain yang menyangkut perolehan hasil suara, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tidak mengatur mekanisme penyelesaiannya. Sengketa juga dapat terjadi antara KPU dengan peserta Pemilu atau pihak lain yang timbul akibat dikeluarkannya suatu Peraturan dan Keputusan KPU. Kebijakan tersebut, karena menyangkut banyak pihak, dapat dinilai merugikan kepentingan pihak lain seperti peserta Pemilu (partai politik dan perorangan), media/pers, lembaga pemantau, pemilih maupun masyarakat. Berbeda dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang menegaskan bahwa Keputusan KPU bersifat final dan mengikat, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tidak ada ketentuan yang menegaskan bahwa Keputusan KPU bersifat final dan mengikat. Dengan demikian maka Keputusan KPU yang dianggap 8

9 merugikan terbuka kemungkinan untuk diubah. Persoalannya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 (UU Pemilu) juga tidak memberikan ruang khusus untuk menyelesaikan ketidakpuasan tersebut. Contoh kasus yang telah nyata ada adalah : (1) sengketa antara calon peserta Pemilu dengan KPU yang menyangkut Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu. Keputusan KPU tersebut dianggap merugikan salah satu atau beberapa calon peserta Pemilu. (2) sengketa antara partai politik peserta Pemilu dengan anggota atau orang lain mengenai pendaftaran calon legislatif. Pencalonan oleh partai politik tertentu dianggap tidak sesuai dengan atau tanpa seijin yang bersangkutan. Untuk sengketa Pemilu yang berkaitan dengan hasil perolehan suara Pemilu, lembaga kehakiman yang berwenang menyelesaikan adalah Mahkamah Konstitusi. Jika melihat pada sejarah bangsa Indonesia, pemikiran mengenai pembentukan Mahkamah Konstitusi sudah muncul sebelum Indonesia merdeka. Hal ini dapat diketahui dari pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar oleh BPUPKI. Anggota BPUPKI, yaitu Prof. MR. M. Yamin mengusulkan agar selain Mahkamah Agung seharusnya dibentuk juga Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai pembanding undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Namun akhirnya usulan itu gagal. Usulan atas pembentukan Mahkamah Konstitusi muncul kembali setelah era reformasi terutama pada waktu pembahasan rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Perubahan yang terjadi pada masa reformasi telah menyebabkan perubahan dari supremasi Majelis 9

10 Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi konstitusi. Karena perubahan yang mendasar itu, maka perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan konstitusional, serta hadirnya lembaga yang mengatasi sengketa antar lembaga negara yang kini telah menjadi sederajat, saling mengimbangi, dan saling mengendalikan (checks and balances). Seiring dengan itu, muncul desakan agar pengujian peraturan perundang-undangan tidak hanya terbatas pada peraturan di bawah undang-undang melainkan juga atas undangundang terhadap Undang-Undang Dasar. Kewenangan melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar itu diberikan kepada sebuah mahkamah tersendiri di luar Mahkamah Agung (MA). Atas dasar pemikiran itu, adanya Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdiri sendiri di samping MA menjadi sebuah keniscayaan. Setelah melalui proses pembahasan yang mendalam, akhirnya MK menjadi kenyataan dengan disahkannya Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi perubahan ketiga dari Undang-Undang Dasar 1945 pada Sidang Tahunan MPR tanggal 21 November Dengan disahkannya kedua pasal tersebut, maka Indonesia menjadi negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi dan menjadi negara pertama pada abad ke-21 yang membentuk lembaga kekuasaan kehakiman tersebut. Untuk menjalankan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, pemerintah telah mengeluarkan peraturan khusus, yaitu Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, salah satu wewenang dari Mahkamah Konstitusi adalah 10

11 memutus sengketa atau perselisihan atas hasil pemilihan umum. Tidak semua sengketa yang berkaitan dengan Pemilu berada dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi. Hanya sengketa hasil Pemilu yang diumumkan secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi hal-hal berikut yang dapat dibawa ke depan Mahkamah Konstitusi : 1. Pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 2. Penentuan pasangan calon yang akan bersaing pada tahap kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 3. Kursi yang dimenangkan dalam sebuah daerah pemilihan oleh satu partai politik yang bersaing. BAB III PEMBAHASAN I. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Meski jenis pelanggaran Pemilu bermacam-macam, tetapi tata cara penyelesaian yang diatur dalam undang-undang hanya mengenai 11

12 pelanggaran pidana Pemilu. Pelanggaran administrasi diatur lebih lanjut melalui Peraturan KPU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu, dan mengenai perselisihan hasil perolehan suara telah diatur dalam UU Mahkamah Konstitusi. a. Mekanisme Pelaporan Penyelesaian pelanggaran Pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 BAB XX. Secara umum, pelanggaran diselesaikan melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) sesuai dengan tingkatannya sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pelaksanaan Pemilu. Dalam proses pengawasan tersebut, Bawaslu dapat menerima laporan, melakukan kajian atas laporan dan temuan adanya dugaan pelanggaran, dan meneruskan temuan dan laporan dimaksud kepada institusi yang berwenang. Selain berdasarkan temuan Bawaslu, pelanggaran dapat dilaporkan oleh anggota masyarakat yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu dan peserta pemilu kepada Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota paling lambat 3 (tiga) hari sejak terjadinya pelanggaran Pemilu. Bawaslu memiliki waktu selama 3 (tiga) hari untuk melakukan kajian atas laporan atau temuan terjadinya pelanggaran. Apabila Bawaslu menganggap laporan belum cukup lengkap dan memerlukan informasi tambahan, maka Bawaslu dapat meminta keterangan kepada pelapor dengan perpanjangan waktu selama 5 (lima) hari. 12

13 Berdasarkan kajian tersebut, Bawaslu dapat mengambil kesimpulan apakah temuan dan laporan merupakan tindak pelanggaran Pemilu atau bukan. Dalam hal laporan atau temuan tersebut dianggap sebagai pelanggaran, maka Bawaslu membedakannya menjadi : 1) pelanggaran pemilu yang bersifat administratif, dan 2) pelanggaran yang mengandung unsur pidana. Bawaslu meneruskan hasil kajian tersebut kepada instansi yang berwenang untuk diselesaikan. Aturan mengenai tata cara pelaporan pelanggaran Pemilu diatur dalam ketentuan Pasal 247 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang diperkuat dalam Peraturan Bawaslu Nomor 05 Tahun b. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pelanggaran Pemilu yang bersifat administrasi menjadi kewenangan KPU untuk menyelesaikannya. UU membatasi waktu bagi KPU untuk menyelesaikan pelanggaran administrasi tersebut dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya dugaan laporan pelanggaran dari Bawaslu. Sesuai dengan sifatnya, maka sanksi terhadap pelanggaran administrasi hendaknya berupa sanksi administrasi. Sanksi tersebut dapat berbentuk teguran, pembatalan kegiatan, penonaktifan dan pemberhentian bagi pelaksana Pemilu. Aturan lebih lanjut tentang tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi dibuat dalam peraturan KPU. Peraturan KPU mengenai hal ini adalah Peraturan KPU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu. 13

14 Meski kewenangan menyelesaikan pelanggaran administrasi menjadi domain KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Pemilu Pasal 248 sampai Pasal 251, tetapi UU Pemilu juga memberikan tugas dan wewenang kepada Panwaslu kabupaten/kota, Panwaslu provinsi dan Bawaslu untuk menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran terhadap ketentuan kampanye yang tidak mengandung unsur pidana (Pasal 113 ayat (2), Pasal 118 ayat (2), dan 123 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008). Terhadap pelanggaran yang menyangkut masalah perilaku yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu seperti anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota dan jajaran sekretariatnya, maka Peraturan KPU tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diberlakukan. Hal yang sama juga berlaku bagi anggota Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota dan jajaran sekretariatnya, yang terikat dengan Kode Etik Pengawas Pemilu. c. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran Pidana Pemilu 1) Proses Penyidikan Sebenarnya penanganan tindak pidana Pemilu tidak berbeda dengan penanganan tindak pidana pada umumnya, yaitu melalui kepolisian kepada kejaksaan dan bermuara di pengadilan. Secara umum perbuatan tindak pidana yang diatur dalam UU Pemilu juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tata cara penyelesaian juga mengacu kepada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan asas lex specialist derogat 14

15 lex generali maka aturan dalam UU Pemilu lebih utama. Apabila terdapat aturan yang sama maka ketentuan yang diatur KUHP dan KUHAP menjadi tidak berlaku. Mengacu kepada Pasal 247 angka (9) UU Pemilu, temuan dan laporan tentang dugaan pelanggaran Pemilu yang mengandung unsur pidana, setelah dilakukan kajian dan didukung dengan data permulaan yang cukup, diteruskan oleh Bawaslu kepada penyidik kepolisian. Proses penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri dalam jangka waktu selama-lamanya 14 (empatbelas) hari terhitung sejak diterimanya laporan dari Bawaslu. Kepolisian mengartikan 14 (empatbelas) hari tersebut termasuk hari libur. Hal ini mengacu kepada KUHAP yang mengartikan hari adalah 1 x 24 jam dan 1 bulan adalah 30 hari. Guna mengatasi kendala waktu dan kesulitan penanganan pada hari libur, pihak kepolisian telah membentuk tim kerja yang akan menangani tindak pidana Pemilu. Setiap tim beranggotakan antara 4 sampai 5 orang. Dengan adanya tim kerja tersebut maka penyidikan akan dilakukan bersama-sama. Setelah menerima laporan pelanggaran dari Bawaslu, penyidik segera melakukan penelitian terhadap : (1) kelengkapan administrasi laporan yang meliputi keabsahan laporan (format, stempel, tanggal, penomoran, penanda tangan, cap/stempel), kompetensi Bawaslu terhadap jenis pelanggaran, dan kejelasan penulisan; dan (2) materi laporan yang antara lain : kejelasan indentitas (nama dan alamat) pelapor, saksi dan tersangka, tempat kejadian perkara, uraian kejadian/ 15

16 pelanggaran, waktu laporan. Berdasarkan identitas tersebut, penyidik melakukan pemanggilan terhadap saksi dalam waktu 3 (tiga) hari dengan kemungkinan untuk memeriksa saksi sebelum 3 (tiga) hari tersebut yang dapat dilakukan di tempat tinggal saksi. 14 (empatbelas) hari sejak diterimanya laporan dari Bawaslu, pihak penyidik harus menyampaikan hasil penyidikan beserta berkas perkara kepada penuntut umum (PU). Maksimal 5 (lima) hari sejak berkas diterima, penuntut umum melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan. Karena sejak awal penanganan kasus di kepolisian pihak kejaksaan sudah dilibatkan untuk mengawal proses penyidikan maka duduk perkara sudah dapat diketahui sejak Bawaslu melimpahkan perkara ke penyidik. Dengan demikian maka penuntut umum dapat mempersiapkan rencana awal penuntutan yang memuat unsur-unsur tindak pidana dan fakta-fakta perbuatan. Pada saat tersangka dan barang bukti dikirim/diterima dari kepolisian maka surat dakwaan sudah dapat disusun pada hari itu juga. Karena itu masalah limitasi waktu tidak menjadi kendala. Untuk memudahkan proses pemeriksaan terhadap adanya dugaan pelanggaran pidana Pemilu, Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan telah membuat kesepahaman bersama dan telah membentuk sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu). Adanya Gakumdu memungkinkan pemeriksaan perkara pendahuluan melalui gelar perkara. 2) Proses Persidangan 16

17 Tindak lanjut dari penanganan dugaan pelanggaran pidana Pemilu oleh kejaksaan adalah pengadilan dalam yuridiksi peradilan umum. Mengingat bahwa Pemilu berjalan cepat, maka proses penanganan pelanggaran menggunakan proses perkara yang cepat (speed tryal). Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana Pemilu menggunakan KUHAP sebagai pedoman beracara, kecuali yang diatur secara berbeda dalam UU Pemilu. Perbedaan tersebut terutama menyangkut masalah waktu yang lebih singkat dan upaya hukum yang hanya sampai banding di Pengadilan Tinggi. 7 (tujuh) hari sejak berkas perkara diterima, Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu. Batasan waktu ini akan berimbas kepada beberapa prosedur yang harus dilalui seperti pemanggilan saksi dan pemeriksaan khususnya di daerah yang secara geografis banyak kendala. Untuk itu maka UU memerintahkan agar penanganan pidana Pemilu di pengadilan ditangani oleh hakim khusus yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 03/2008. MA juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 07/A/2008 yang memerintahkan kepada Pengadilan Tinggi untuk segera mempersiapkan/ menunjuk hakim khusus yang menangani tindak pidana Pemilu. Dalam hal terjadi penolakan terhadap putusan Pengadilan Negeri, para pihak memiliki kesempatan untuk melakukan banding ke Pengadilan Tinggi. Permohonan banding terhadap putusan tersebut diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah 17

18 putusan dibacakan. Pengadilan Negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi paling lama 3 (tiga) hari sejak permohonan banding diterima. Pengadilan Tinggi memiliki kesempatan untuk memeriksa dan memutus permohonan banding paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima. Putusan banding tersebut merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum. 3) Proses Pelaksanaan Putusan Tiga hari setelah putusan pengadilan dibacakan, Pengadilan Negeri/ Pengadilan Tinggi harus telah menyampaikan putusan tersebut kepada penuntut umum. Putusan harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima jaksa. Jika perkara pelanggaran pidana Pemilu menurut UU Pemilu dipandang dapat mempengaruhi perolehan suara peserta Pemilu maka putusan pengadilan atas perkara tersebut harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional. Khusus terhadap putusan yang berpengaruh terhadap perolehan suara ini, KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, dan peserta Pemilu harus sudah menerima salinan putusan pengadilan pada hari putusan dibacakan. KPU berkewajiban untuk menindaklanjuti putusan sebagaimana dimaksud. II. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi 18

19 Sesuai dengan Konstitusi yang dijabarkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, perselisihan tentang hasil perolehan suara Pemilu diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi. Tata cara penyelesaian perselisihan perolehan hasil suara Pemilu 2009 telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pada sengketa hasil Pemilu tahun 2004, Mahkamah Konstitusi telah memutus 252 perkara yang diajukan oleh partai politik, 23 perkara yang diajukan oleh calon anggota DPD, dan 1 perkara yang diajukan oleh pasangan calon presiden/calon wakil presiden. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 252 perkara yang diajukan partaipartai politik itu terbagi kepada empat jenis, yaitu permohonan dikabulkan sebanyak 41 perkara (14,96%), permohonan ditolak sebanyak 135 perkara (49,27%), permohonan tidak dapat diterima sebanyak 89 perkara (32,48%) dan 9 perkara (3,28%) ditarik kembali oleh pemohon. Sedangkan pada Pemilu legislatif 2009, Mahkamah Konstitusi telah menerima 71 permohonan yang meliputi 42 permohonan untuk partai politik dan 29 permohonan dari calon anggota DPD. Permohonan yang diajukan oleh partai politik meliputi seluruh partai politik peserta Pemilu 2009, baik nasional maupun partai lokal di Aceh, kecuali Partai Rakyat Aceh dan Partai Aceh Aman Sejahtera. Sementara itu perkara yang diajukan calon anggota DPD berasal dari daerah pemilihan Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Papua, Maluku, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Gorontalo, Kepulauan 19

20 Riau, Lampung, Nanggroe Aceh Darussalam, lampung, Jambi, Banten, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Permohonan sengketa Pemilu diajukan oleh peserta Pemilu paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Pengajuan permohonan disertai dengan alat bukti pendukung seperti sertifikat hasil penghitungan suara, sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan setiap jenjang, berita acara penghitungan beserta berkas pernyataan keberatan peserta, serta dokumen tertulis lainnya. Apabila kelengkapan dan syarat permohonan dianggap tidak cukup, panitera Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada pemohon untuk diperbaiki dalam tenggat waktu 1 x 24 jam. Apabila dalam waktu tersebut perbaikan kelengkapan dan syarat tidak dilakukan, maka permohonan tidak dapat diregistrasi. Tiga hari kerja sejak permohonan tercatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, panitera mengirimkan permohonan kepada KPU. Dalam permohonan tersebut disertakan juga permintaan keterangan tertulis dari KPU yang dilengkapi dengan bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan. Keterangan tertulis tersebut harus sudah diterima Mahkamah Konstitusi paling lambat satu hari sebelum hari persidangan. Mahkamah menetapkan hari sidang pertama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diregistrasi. Penetapan hari sidang pertama diberitahukan kepada pemohon dan KPU paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. Pemeriksaan permohonan dibagi menjadi : 20

21 1) pemeriksaan pendahuluan, untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan. Panel Hakim yang terdiri atas 3 orang hakim konstitusi wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan apabila terdapat kekurangan paling lambat 1 x 24 jam. 2) pemeriksaan persidangan, yang dilakukan untuk memeriksa kewenangan Mahkamah Konstitusi, kedudukan pemohon, pokok permohonan, keterangan KPU dan alat bukti oleh Panel Hakim dan/atau Pleno Hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan Mahkamah Konstitusi dijatuhkan paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan selanjutnya disampaikan kepada pemohon, KPU dan Presiden serta dapat disampaikan kepada pihak terkait. KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti Putusan tersebut. Sebagai salah satu tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu, penyelenggaraan peradilan sengketa hasil Pemilu yang menjadi wewenang MK sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan tahapan-tahapan sebelumnya. Adanya perselisihan hasil penghitungan suara antara penyelenggara dengan peserta Pemilu pada kenyataannya tidak hanya terjadi karena kekeliruan dalam proses penghitungan suara atau rekapitulasi suara disetiap tingkatan, tetapi juga dapat terjadi karena adanya pelanggaran Pemilu yang mempengaruhi hasil penghitungan suara. Karena itu peran lembaga-lembaga lain dalam penyelesaian pelanggaran Pemilu disetiap tahapan sangat penting artinya bagi kelancaran peradilan perselisihan hasil Pemilu. 21

22 Pada saat pelaksanaan wewenang memutus sengketa hasil pemilu, kesiapan pemohon dan termohon sangat menentukan kelancaran persidangan. Pemohon yang dalam hal ini adalah peserta Pemilu dibatasi waktunya mengajukan permohonan selambatlambatnya 3x24 jam setelah pengumuman hasil secara nasional oleh KPU. Karena itu untuk dapat membuat dan mengajukan permohonan yang didukung alat bukti kuat, pemohon harus memiliki data dan saksi yang lengkap. Hal itu membutuhkasn kesiapan baik dari sisi mekanisme internal maupun sumber daya manusia peserta Pemilu. Kesiapan juga diperlukan oleh KPU sebagai termohon serta pihak terkait lainnya. Untuk melaksanakan wewenang konstitusional memutus hasil Pemilu 2009, Mahkamah Konstitusi telah melakukan berbagai persiapan, antara lain dari sisi hukum acara, koordinasi dan hubungan antar lembaga, serta sarana dan prasarana. Dari sisi hukum acara, yaitu dikeluarkannya peraturan tentang Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilu. Mengingat pelaksanaan wewenang memutus sengketa hasil Pemilu terkait dengan tahapan pelaksanaan Pemilu sebelumnya serta terkait pula dengan kesiapan pihak-pihak yang akan bersengketa, Mahkamah Konstitusi telah berkoordinasi dengan berbagai lembaga, antara lain dengan KPU, Bawaslu, partai politik dan Mahkamah Agung. Koordinasi tersebut akan dilanjutkan secara intensif selama pelaksanaan Pemilu serta diperluas dengan lembaga-lembaga lain yang terlibat dan memiliki peran dalam penyelenggaraan Pemilu. 22

23 Untuk memberikan pelayanan terbaik kepada semua pihak dalam perkara perselisihan hasil Pemilu, sekaligus untuk memberikan akses yang mudah dan cepat kepada keadilan dan pengadilan, telah dioperasikan pula sarana video conference. Malalui sarana tersebut dapat dilakukan konsultasi perkara secara online, penyampaian dokumen online, persidangan jarak jauh serta akses risalah dan putusan secara online. Fasilitas video conference tersebut ditempatkan di 34 perguruan tinggi yang tersebar diseluruh Indonesia sehingga masyarakat diseluruh pelosok Indonesia memiliki akses yang sama terhadap MK dan jarak tidak lagi menjadi penghambat terciptanya persamaan di hadapan hukum (equality before the law). BAB IV PENUTUP I. Kesimpulan a. Penyelesaian pelanggaran Pemilu adalah melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) sesuai dengan tingkatannya sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap setiap 23

24 tahapan pelaksanaan Pemilu. Mekanisme penyelesaian diawali dengan adanya laporan pelanggaran dari masyarakat maupun berdasarkan temuan Bawaslu/Panwaslu di lapangan. Berdasarkan kajian tersebut, Bawaslu dapat mengambil kesimpulan apakah temuan dan laporan merupakan tindak pelanggaran Pemilu atau bukan. Bawaslu meneruskan hasil kajian tersebut kepada instansi yang berwenang untuk diselesaikan. Untuk pelanggaran administrasi adalah menjadi kewenangan KPU untuk menyelesaikannya. sanksi terhadap pelanggaran administrasi hendaknya berupa sanksi administrasi. Sanksi yang diberikan berbentuk teguran, pembatalan kegiatan, penonaktifan dan pemberhentian bagi pelaksana Pemilu. Sedangkan penyelesaian pelanggaran pidana Pemilu dilakukan melalui proses penyidikan oleh penyidik kepolisian, proses penuntutan oleh kejaksaan, persidangan di pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan pelaksanaan putusan. b. Lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil Pemilu berkaitan dengan perolehan suara adalah Mahkamah Konstitusi. Tata cara penyelesaian perselisihan perolehan hasil suara Pemilu 2009 telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Permohonan sengketa Pemilu diajukan oleh peserta Pemilu paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Pemeriksaan permohonan dibagi menjadi pemeriksaan pendahuluan, yaitu 24

25 untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, serta pemeriksaan persidangan yang dilakukan untuk memeriksa kewenangan Mahkamah Konstitusi, kedudukan pemohon, pokok permohonan, keterangan KPU dan alat bukti. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan selanjutnya disampaikan kepada pemohon, KPU dan Presiden serta dapat disampaikan kepada pihak terkait. KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti Putusan tersebut. II. Saran Secara umum UU Pemilu telah memberikan pedoman untuk menyelesaikan pelanggaran yang terjadi. Pengaturan penyelesaian pelanggaran Pemilu dengan batasan waktu yang singkat bertujuan untuk mendorong penyelesaian kasus yang disesuaikan dengan tahapan pelaksanaan Pemilu sehingga ada jaminan bahwa Pemilu diselenggarakan secara bersih. Penanganan pelanggaran secara jujur dan adil merupakan bukti adanya perlindungan kedaulatan rakyat dari tindakan-tindakan yang dapat mencederai proses dan hasil Pemilu. Adalah kewajiban bagi pengawas, penyelenggara dan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa semua pelanggaran Pemilu yang terjadi dapat diselesaikan secara adil dan konsisten. DAFTAR PUSTAKA Januari Sihotang, Mahkamah Konstitusi dan Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu, Artikel, Harian Analisa, Jakarta,

26 Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Pelanggaran Pemilu 2009 dan Mekanisme Penyelesaiannya, Position Paper, Jakarta, Desember Pan Mohamad Faiz, Sengketa Pemilu dan Masa Depan Demokrasi, Artikel Jurnal Hukum, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu. 26

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

JAKARTA, 03 JUNI

JAKARTA, 03 JUNI KESIAPAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA PILPRES TAHUN 2014 Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Disampaikan Pada Acara Rapat Koordinasi Nasional Dalam Rangka Pemantapan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 05/PMK/2004 TENTANG PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004 MAHKAMAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di BEBERAPA MASUKAN UNTUK PERUBAHAN UU PEMILU LEGISLATIF A. Umum Meski Pemilu 2004 dinilai berlangsung cukup lancar, namun banyak pihak yang merasa kecewa atas penyelenggaraan pemilihan umum tersebut, terutama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KESIAPAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014 Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Acara Rapat Koordinasi Menteri

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb No.1442, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Sengketa PEMILU. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PROSES PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent No.1711,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU.Pemilihan.Gubernur.Bupati.Walikota.Pelanggaran Administrasi. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.983, 2013 KEPOLISIAN. Penyidikan. Tindak Pidana. Pemilu. Tata Cara. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERKAIT LARANGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PEI{GADILAI{ TIIYGGI MEDAN JL. PENGADILANNO. l0 TELP: F-AX. :

PEI{GADILAI{ TIIYGGI MEDAN JL. PENGADILANNO. l0 TELP: F-AX. : PEI{GADILAI{ TIIYGGI MEDAN JL. PENGADILANNO. l0 TELP: 4518804-4538659 F-AX. :061-4518804 MEDAN (20112) Nornnr Lamp. Perihal W2.U/ tt72- lt]lr.nlol. i0/n//20l4 I (satu) set Pengiriman file Peradilan Tindak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Daftar Isi Undang undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Buku Bab Bagian Par Kesatu Ketentuan Umum I Pengertian Istilah 3 II Asas, Prinsip dan Tujuan 7 Kedua Penyelenggara Pemilu I KPU 9 Kesatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 Oleh: A. Mukthie Fadjar 2 I. Pendahuluan Salah satu kewenangan konstitusional yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (disingkat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1999 (33/1999) Tanggal: 19 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke No.452, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum. Pencabutan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.874, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH AGUNG. Tindak Pidana Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARPESERTA PEMILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017

POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017 POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU 2019 Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017 LANDASAN HUKUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2017 BAWASLU. Penanganan Pelanggaran Administrasi. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik baik di pemerintah maupun di legislatif. Pelaksanaan pemilihan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN TEMUAN DAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2017 PEMERINTAHAN. Pemilihan Umum. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1985, 2014 PERATURAN BERSAMA. Pemilihan Umum. Penyelenggaraan. Tata Laksana. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH [LN 2008/51, TLN 4835] BAB XXI KETENTUAN PIDANA Pasal

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN SAMBAS NOMOR : 26a/Kpts/KPU-Kab-019.435667/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DI TEMPAT PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BERACARA KODE ETIK PENYELENGGARA PEMIILIHAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924]

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 202 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci