LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA Tahun Ke-1 rencana 1 (satu) tahun Ketua: Ir. Murdini Mukhsin, MT. (NIDN ) Anggota: Yusep Ramdani, ST., MT. (NIDN ) UNIVERSITAS SILIWANGI OKTOBER

2 2

3 RINGKASAN Struktur jembatan cable stayed merupakan salah satu struktur jembatan yang memiliki rasio bentang jembatan terhadap tinggi dek yang tinggi sehingga struktur jembatan jauh lebih ringan dibandingkan jembatan yang ditumpu oleh banyak pilar. Jembatan cable stayed merupakan pilihan utama untuk jembatan bentang panjang karena struktur jembatan cable stayed menghasilkan bentuk geometri dan elemen-elemen struktur yang relatif ringan dan ekonomis. Hasil analisis bentuk geometri pada jembatan cable stayed menunjukan bentuk susunan kabel semi harp menengahi permasalahan dimensi pada susunan harp dan permasalahan pelaksanaan pemasangan pada susunan fan. Hasil analisis statik menunjukkan bahwa pada masa layan pengaruh beban lalu lintas menyebabkan kemungkinan terjadinya lendutan keatas dan kebawah pada dek sehingga terjadi pembalikan tegangan pada dek. Sedangkan beban tetap dan lalu lintas akan mempengaruhi perencanaan pylon dan kabel jembatan. 3

4 PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kepada Alloh SWT, berkat rahmat dan kurnia- Nya, penyusunan Laporan Penelitian dengan judul Optimasi Sistem Struktur Cable-Stayed Akibat Beban Gempa dapat diselesaikan. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan yang menjadikan laporan penelitian ini menjadi lebih baik baik. Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian laporan penelitian. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amien. Tasikmalaya, 31 Oktober 2016 Ketua Peneliti, Murdini Mukhsin, MT NIDN

5 DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Ringkasan Prakata Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran i ii iii iv v vi vii x Bab 1 Pendahuluan 1 Bab 2 Tinjauan Pustaka 3 Bab 3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 14 Bab 4 Metode Penelitian 15 Bab 5 Hasil Yang Dicapai 18 Bab 6 Rencana Tahapan Berikutnya 45 Bab 7 Kesimpulan Dan Saran 46 Daftar Pustaka Lampiran 5

6 DAFTAR TABEL Tabel 5.1. Hasil perhitungan pembesaran momen pada pylon bawah 41 6

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Pertemuan 3 (tiga) lempeng di wilayah Indonesia 3 Gambar 2.2. Penampang kabel dengan strand 5 Gambar 2.3. Tipe susunan kabel 5 Gambar 2.4. Angkur pada Dek dan Pylon 6 Gambar 2.5. Beberapa tipe menara 7 Gambar 2.6. Dek berbentuk box girder 7 Gambar 2.7. Pemodelan struktur cable stayed 8 Gambar 2.8. Elemen batang 9 Gambar 2.9. Elemen balok kolom 9 Gambar Gaya aksial S 1 dan S 7 10 Gambar Momen puntir S4 dan S10 10 Gambar Gaya geser S2 dan S8 11 Gambar Momen lentur S6 dan S12 12 Gambar Gaya geser S3 dan S9 12 Gambar Rectangular plate elemen 13 Gambar 4.1. Penempatan kabel fan system 15 Gambar 4.2. Penempatan kabel Harp system 15 Gambar 4.3. Penempatan kabel Modified fan system 16 Gambar 4.4. Bentuk Pylon yang digunakan 16 Gambar 4.5. Bagan alir penelitian 17 Gambar 5.1. Penampang melintang box girder 18 Gambar 5.2. Kurva hubungan antara lendutan dek, tinggi dek dan inersia pylon 18 Gambar 5.3. Penampang memanjang jembatan cable stayed 19 Gambar 5.4. Tegangan untuk satu pias dek 19 Gambar 5.5. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1A 22 Gambar 5.6. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1B 22 Gambar 5.7. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1C 23 7

8 Gambar 5.8. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1D 23 Gambar 5.9. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 2 24 Gambar Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 3 24 Gambar Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 5 25 Gambar Distribusi tegangan akibat deck prestressing 26 Gambar Distribusi tegangan akibat bottom slab prestressing 26 Gambar Tipe susunan kabel untuk pemodelan 28 Gambar Kurva gaya aksial pylon berbagai tipe susunan cable 29 Gambar Kurva gaya geser pylon arah 22 pada berbagai tipe susunan cable 29 Gambar Kurva gaya geser pylon arah 33 pada berbagai tipe susunan cable 30 Gambar Kurva momen lentur pylon arah 22 pada berbagai tipe susunan cable 30 Gambar Kurva momen lentur pylon arah 33 pada berbagai tipe susunan cable 31 Gambar Kurva tegangan dek atas pada berbagai tipe susunan cable Gambar Kurva tegangan dek bawah pada berbagai tipe susunan cable 32 Gambar Kurva hubungan lendutan dek, diameter kabel dan Inersia pylon 37 Gambar Penampang pylon 38 Gambar Kurva hubungan antara kemiringan kabel dan lendutan dek 39 Gambar 5.25 Grafik gaya aksial pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 42 Gambar 5.26 Grafik gaya geser arah 22 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 42 Gambar 5.27 Grafik gaya geser arah 33 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 43 Gambar 5.28 Grafik momen lentur arah 22 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 43 8

9 Gambar 5.29 Grafik momen lentur arah 33 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 44 9

10 DAFTAR LAMPIRAN Dokumentasi Fisik Penelitian 10

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa dekade terakhir jembatan cable-stayed telah digunakan secara luas di seluruh dunia. Penggunaan secara luas struktur jembatan ini mulai terealisasi baru-baru ini, dengan pengenalan high-strength steel, dek jembatan tipe orthotropic, pengembangan teknik pengelasan yang baru, dan kemajuan dalam analisis struktur. Semakin berkembangnya bentuk dan tipe jembatan cable stayed memberikan tantangan kepada para insinyur untuk menemukan hal yang semakin inovatif dan menantang dikarenakan struktur jembatan cable-stayed banyak digunakan sebagai penghubung 2 (dua) daratan, daerah, wilayah bahkan menghubungkan 2 (dua) kepulauan atau lebih. Struktur jembatan cable-stayed sering digunakan untuk menghubungkan 2 (dua) wilayah yang sangat jauh sehingga struktur jembatan ini sangat cocok memiliki pulau bentang yang sangat panjang. Indonesia adalah negara kepulauan dengan karakteristik wilayah gempa yang tersebar mulai Sabang sampai Merauke. Karakteristik gempa yang terjadi di wilayah Indonesia akan mempengaruhi proses perancangan struktur jembatan cable-stayed pada setiap wilayahnya. Analisa beban gempa dalam perhitungan struktur jembatan cable-stayed sangat penting, karena sistem pylon jembatan cablestayed bersentuhan langsung dengan tanah keras sebagai media pelepasan energi sesaat pada saat terjadi gempa bumi. Secara otomatis besarnya gempa bumi akan mempengaruhi bentuk geometri kabel, type pylon, bentuk dek dan panjang bentang jembatan Rumusan Masalah Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Pertemuan lempeng ini memberikan akumulasi energi tabrakan sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas. Pelepasan energi sesaat ini berupa percepatan gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction 11

12 akan menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan-bangunan sipil diantaranya:struktur gedung, jembatan, bendungan, jalan dan lainnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji optimasi struktur jembatan cable-stayed akibat pengaruh beban gempa dengan perumusan masalah sebagai berikut: a) Bagaimanakah pengaruh zonasi gempa di wilayah Indonesia dapat berpengaruh terhadap desain struktur jembatan cable-stayed? b) Ketika beban gempa statik dan beban gempa dinamik bekerja pada struktur jembatan cable-stayed, apakah akan memberikan perilaku yang sama atau berbeda pada setiap elemen struktur jembatan cable-stayed? c) Apakah perbedaan dalam pemilihan bentuk geometri kabel, bentuk pylon, bentuk dek dan panjang bentang jembatan dapat dioptimalkan dalam proses desain elemen struktur jembatan cable-stayed? 12

13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Indonesia merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku Utara. Hal ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona tumbukan yaitu fore arc, volcanic arc dan back arc. Gambar 2.1. Pertemuan 3 (tiga) lempeng di wilayah Indonesia Mengingat Indonesia adalah wilayah yang rawan terjadi gempa, maka salah satu cara untuk mengurangi kerusakan bangunan akibat gempa tersebut adalah dengan cara merencanakan bangunan tahan gempa berdasarkan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan melakukan perencanaan struktur bangunan dengan pendekatan finite element method (metode elemen hingga). Salah satu cara mengaplikasikan metode tersebut dapat dilakukan dengan bantuan pengunaan software aplikasi. Khususnya untuk struktur jembatan cable-stayed yang memiliki bentang panjang dengan 13

14 penopang jembatan berupa pylon yang cukup berperan dalam mereduksi beban gempa, pemodelan dapat dilakukan dalam ruang 3 dimensi (3D). Untuk melakukan pendekatan idealisasi tersebut maka diperlukan pemodelan struktur berdasarkan material bahan yang digunakan. Salah satu bentuk pemodelan tersebut diantaranya penggunaan rangka baja sebagai struktur dek maka dek diidealisasikan sebagai sebuah struktur frame, sedangkan bila dek yang digunakan menggunakan bahan beton bertulang maka pemodelan dek dapat dilakukan dengan metode shell Struktur Jembatan Cable-Stayed Jembatan cable-stayed adalah salah satu jembatan yang memiliki struktur lantai kendaraan pada satu atau beberapa titik digantung secara elastik pada kabel. Jembatan ini menggunakan sistem kabel sebagai salah satu tumpuannya. Jembatan ini semakin populer seiring kemampuannya mengatasi bentang yang panjang. Kekhususan jembatan ini ditandai dengan daya tarik estetika, penggunaan material struktur secara lebih efisien dan kecepatan cara kerja konstruksinya dan elemen struktural yang dimensinya relatif semakin kecil. Elemen struktur jembatan jembatan cable-stayed yang penting adalah kabel, angkur, menara dan dek Kabel Kabel merupakan bagian jembatan cable-stayed yang menahan gaya tarik, kabel ini harus terhindar dari fatigue dan diproteksi terhadap korosi, terutama pada lingkungan yang agresif. Kabel yang biasa digunakan adalah kabel tipe ikatan wire paralel atau strand paralel yang panjang, karena memiliki modulus elastisitas yang tinggi dan konstan. Gambar penampang menyeluruh kabel dengan strand dapat dilihat pada Gambar 2.2. Strand diletakkan berdekatan, dibungkus dengan helical strand. 14

15 Gambar 2.2. Penampang kabel dengan strand Pemilihan jumlah dan susunan kabel berpengaruh terhadap dimensi gelagar dan menara serta metode pelaksanaan struktur jembatan cable-stayed. Sistem penataan kabel dapat berupa sistem harp (harpa) dimana kabel dipasang sejajar dan disambungkan ke menara dengan ketinggian yang berbeda-beda satu sama lain, sistem radiating dimana kabel dipusatkan pada ujung atas menara dan disebar sepanjang bentang pada gelagar, sistem fan (kipas) dimana kabel disebar pada bagian atas menara dan pada dek sepanjang bentang yang menghasilkan kabel tidak sejajar dan sistem star dimana kabel tersebar sepanjang gelagar. Gambar 2.3. memberikan ilustrasi dari beberapa sistem penataan kabel jembatan cable-stayed. Gambar 2.3. Tipe susunan kabel 15

16 Pada sistem harp, untuk jarak kabel tetap pada dek dan berat gelagar tetap, terjadi gaya kabel yang sama, sedangkan pada sistem fan gaya kabel akan berkurang. Pada sistem kabel fan, gaya tekan pada menara akan lebih besar dan pada dek akan lebih kecil, hal ini berlaku sebaliknya jika sistem harp sehingga akan menimbulkan tekuk yang besar untuk jembatan bentang panjang Angkur Angkur adalah tempat ujung kabel yang dikaitkan ke penumpu. Angkur harus menyalurkan gaya kabel pada dek jembatan dan pylon. Pada pylon kabel dapat diangkur atau sebagai kabel menembus pylon. Kabel diangkur pada menara di setiap sisi secara terpisah seperti pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Angkur pada Dek dan Pylon Menara Menara adalah komponen jembatan cable-stayed yang berfungsi sebagai tumpuan dan rangkaian kabel. Desain menara menunjukkan estetika dari jembatan cable-stayed, maka perancang harus memilih proporsi dan bentuk yang baik. 16

17 Sebagian besar menara dibuat dari beton karena relatif lebih murah dan mudah dibentuk dibandingkan dengan baja. Gambar 2.5. Beberapa tipe menara Menara tipe A ini mempunyai kekakuan lateral yang lebih besar dibandingkan tipe lainnya. Kaki menara dapat disatukan di bawah dek (Gambar 2.5 (c)). Penggunaan menara dengan bentuk-a pada daerah dengan kecepatan angin yang tinggi adalah solusi optimal dari segi penampilan dan stabilitas aeroelastik Dek Dek jembatan cable-stayed terdiri atas tipe rangka padat (stiffening truss) dan tipe profil padat (solid web). Tipe rangka batang memerlukan proses fabrikasi lebih kompleks, relatif sulit dalam perawatan dan mudah terpengaruh korosi sehingga jarang digunakan. Tipe profil padat terdiri atas gelagar pelat (plate girder) dan gelagar box (box girder), gelagar box memiliki kekakuan torsional lebih tinggi dibandingkan gelagar pelat sehingga cocok untuk jembatan yang mengalami torsi yang sangat besar. Gambar 2.6 Dek berbentuk box girder 17

18 2.3. Pemodelan Elemen Struktur Perilaku dari komponen struktur yang dimodelkan harus dapat diwakili oleh elemen yang menjadi modelnya. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan tiga jenis elemen hingga. Kabel dimodelkan sebagai elemen satu dimensi yang setiap titik nodalnya mempunyai satu derajat kebebasan di arah aksial, menara dimodelkan sebagai elemen tiga dimensi yang setiap titik nodalnya mempunyai 6 derajat kebebasan, tiga translasi arah sumbu (X,Y dan Z) dan tiga rotasi dalam arah vektorial sumbu (X,Y dan Z), dan dek dimodelkan sebagai elemen 3 dimensi yang setiap nodalnya mempunyai tiga derajat kebebasan, translasi arah sumbu Z dan rotasi dalam arah vektorial sumbu (X dan Y). Elemen batang Elemen pelat Elemen balok kolom Gambar 2.7. Pemodelan struktur cable stayed Elemen dengan Satu Derajat Kebebasan ( Elemen kabel ) Elemen ini mempunyai karakteristik menghubungkan dua titik nodal, hanya dapat menahan gaya-gaya aksial (tarik dan tekan), dan mempunyai derajat kebebasan satu untuk setiap titik nodalnya. Khusus untuk elemen kabel, untuk setiap kondisi pembebanan yang akan terjadi pada struktur jembatan, gaya aksial pada kabel harus selalu berupa gaya tarik karena kekakuan aksial kabel hanya untuk menahan gaya tarik. Jika pada satu kondisi pembebanan ada kabel yang tertekan, maka pemodelan diperbaiki atau kabel yang tertekan diasumsikan mempunyai kekakuan sangat kecil. Matriks kekakuan k dan matriks gaya temperatur Q untuk elemen batang. 18

19 Gambar 2.8. Elemen batang persamaan matriks untuk elemen satu dimensi adalah: S S 1 2 AE L u1 1 AE T (2.3.1) 1 u 1 2 jika pengaruh temperatur diabaikan maka persamaan (2.3.1) akan menjadi: S S 1 2 AE L u 1 u 1 2 (2.3.2) Elemen dengan Enam Derajat Kebebasan (Elemen balok-kolom) Elemen balok diasumsikan sebagai batang lurus yang seragam yang dapat menahan gaya aksial, momen lentur dan torsi. Gaya-gaya yang bekerja pada balok adalah sebagai berikut : gaya aksial (S1, S7), gaya geser (S2, S3, S8, dan S9), momen lentur (S5, S6, S11, dan S12) dan torsi (S4 dan S10). Gambar 2.9. Elemen balok kolom 19

20 Gaya Aksial (S1 dan S7) Gambar Gaya aksial S1 dan S7 EA S1 u1 EAT m (2.3.3) L dan dari persamaan kesetimbangan pada arah x diperoleh : S1 = -S7 (2.3.4) Momen Puntir ( S4 dan S10 ) Gambar Momen puntir S4 dan S10 GJ S4 u 4 (2.3.5) L dengan meggunakan kondisi kesetimbangan untuk momen puntir maka : S10 = - S4 (2.3.6) Gaya Geser ( S2 dan S8 ) 20

21 Gambar Gaya geser S2 dan S8 S2L S8 (2.3.7) 2 M Tx 12EI z dan (2.3.8) 2 GA L s perlu diketahui disini bahwa kondisi batas berdasarkan teori lentur terjadi ketika shear deformation υs diambil saat dυb/dx = 0; yaitu kemiringan berdasarkan bending deformation adalah nol. Gaya sisa yang bekerja pada balok dapat ditentukan dari persamaan kesetimbangan ; oleh karena itu S8 -S 2 (2.3.9) 21

22 Momen Lentur ( S6 dan S12 ) Gambar Momen lentur S6 dan S12 dan S S 6M Tz (2.3.10) (4 ) L (4 ) L Gaya Geser ( S3 dan S9 ) Gambar Gaya geser S3 dan S9 yang memeperlihatkan arah positif dari momen lentur S5 dan S11 adalah berlawanan dengan S6 dan S12, Momen Lentur ( S5 dan S11 ) Sama dengan sebelumnya maka : 22

23 matriks kekakuan yang diperoleh diatas dapat digabungkan menjadi sebuah matriks sebagai berikut : k k k.. k 1,1 2,1 12,1 k 1, k k 1, , Elemen dengan Tiga Derajat Kebebasan (Elemen Pelat Lentur) Pelat lentur yang dimodelkan disini ialah pelat lentur persegi dengan tiga derajat kebebasan untuk setiap titik nodalnya, yaitu translasi arah sumbu Z dan rotasi dalam arah vektorial sumbu X dan Y, sehingga elemen pelat lentur ini mempunyai 12 derajat kebebasan, Gambar Rectangular plate elemen Sebuah fungsi perpindahan digunakan untuk menghitung kekakuan dari pelat lentur yang berbentuk rectangular berbentuk : uz = au u z c c2x c3 y c4x c5xy c6 y c7x c8x y c9xy c10 y c11x y c12xy (2.3.11) 23

24 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah : a) Melakukan proses analisa beban gempa statik dan dinamik yang bekerja pada struktur jembatan cable-stayed berdasarkan zonasi gempa di wilayah Indonesia terkini. b) Melakukan desain elemen struktur jembatan cable-stayed berdasarkan beban gravitasi, beban angin dan beban gempa. c) Melakukan optimasi perancangan elemen struktur jembatan cable-stayed pada variasi pemilihan bentuk geometri kabel, bentuk pylon, bentuk dek dan panjang bentang jembatan Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a) Diperolehnya analisis beban gempa statik dan dinamik yang bekerja pada struktur jembatan cable-stayed berdasarkan zonasi gempa di wilayah Indonesia terkini. b) Diperolehnya desain elemen struktur jembatan cable-stayed berdasarkan beban gravitasi, beban angin dan beban gempa. c) Diperolehnya perancangan elemen struktur jembatan cable-stayed pada variasi pemilihan bentuk geometri kabel, bentuk pylon, bentuk dek dan panjang bentang jembatan. 24

25 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Umum Dalam Penelitian ini digunakam model struktur jembatan cable stayed dengan menggunakan kabel sebagai elemen truss, pylon sebagai lemen frame dan dek sebagai elemen shell. Kemudian dimodelkan konfigurasi struktur kabel dengan 3 variasi bentuk. Konfigurasi kabel yang digunakan adalah fan system, harp system, dan modified fan system. Gambar 4.1. Penempatan kabel fan system. Gambar 4.2. Penempatan kabel Harp system. 25

26 Gambar 4.3. Penempatan kabel Modified fan system. Gambar 4.4. Bentuk Pylon yang digunakan Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini struktur jembatan cable stayed yang direncanakan berada di wilayah Indonesia Teknik Pengumpulan Data Proses penelitian dilakukan dengan cara menjabarkan peraturan SNI terkini mengenai pembebanan gempa sesuai zonasi kegempaan di wilayah Indonesia, standar peraturan struktur baja dan beton bertulang. Kemudian dilakukan analisis struktur dengan pemodelan 3 dimensi (3D) menggunakan software aplikasi SAP Data-data hasil analisis struktur berupa gaya-gaya dalam dianalisa sebagai data perencanaan struktur. 26

27 4.4. Tahapan Penelitian Untuk mendapatkan optimasi struktur jembatan cable stayed akibat beban gempa maka perlu dilakukan beberapa pemodelan struktur, kemudian hasil dari analisis struktur dibandingkan untuk mendapatkan konfigurasi bentuk paling optimum. Adapun langkah-langkahnya lebih lengkap dijelaskan dengan bagan alir sebagai berikut: STUDI LITERATUR - Konsep dan teori - Review peraturan-peraturan VERIFIKASI SOFTWARE - Analisis 3D jembatan cable stayed PEMODELAN STRUKTUR -Pemodelan masing masing variasi konfigurasi kabel dengan menggunakan software SAP 2000 ANALISIS MODAL - Bentuk Modal - Perioda waktu - Frekuensi - Defleksi maksimum - Reaksi dan gaya dalam ANALISIS DINAMIK - Diagram tegangan - Gaya dalam elemen - Defleksi KESIMPULAN DAN SARAN SELESAI Gambar 4.5. Bagan alir penelitian 27

28 lendutan (m) BAB 5 HASIL YANG DICAPAI 5.1. Penampang Dek Jembatan Cable Stayed Lebar lantai kendaraan yang digunakan sebesar 16,5 m untuk dua jalur lalu lintas, lebar lantai kendaraan adalah sebesar 33 m. Sedangkan lebar jembatan seluruhnya adalah sebesar 35 m. Penampang box girder terdiri atas penampang dengan diaphragma dan tanpa diaphraghma. Sesuai peraturan lendutan maksimum sebesar 1,5 m maka tinggi dek yang digunakan pada jembatan cable stayed ini adalah sebesar 3,5 m Gambar 5.1. Penampang melintang box girder kabel dek Lendutan max di deck pada penggunaan kabel diameter 0.25 m tinggi dek (m) I1 (5m x 5m) I2 (8m x 8m) I3 (11m x 11m) I4 (14m x 14m) -3.5 Gambar 5.2. Kurva hubungan antara lendutan dek, tinggi dek dan inersia pylon 28

29 Jembatan cable stayed mempunyai bentang utama sepanjang 760 m dan bentang tepi sepanjang 380 m serta jarak antar kabel direncanakan sebesar 10 m dimana rasio antara bentang tepi dan bentang tengah adalah ½ sehingga dapat digunakan metode balance cantilever pada tahap. Gambar 5.3. Penampang memanjang jembatan cable stayed Pada masa layan ini sistem pembebanan pada dek hanya beban lalu lintas saja yang bekerja, hal ini telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Gambar 5.4. Tegangan untuk satu pias dek Hasil perhitungan dengan menggunakan software SAP 2000 diperoleh besar tegangan maksimum yang terjadi di dek akibat berat sendiri dek dan beban superimposed adalah sebagai berikut : Akibat berat sendiri dek : Tegangan pada serat atas = - 935,295 kn/m 2. Tegangan pada serat bawah = 372,056 kn/m 2. Akibat beban superimposed : Tegangan pada serat atas = - 270,71 kn/m 2. 29

30 Tegangan pada serat bawah = 58,51 kn/m 2. Sedangkan untuk mendapatkan tegangan maksimum di dek akibat beban lalu lintas maka perlu dilakukan kombinasi pembebanan. Adapun kombinasi pembebanan tersebut dibagi menjadi beberapa kombinasi antara lain : SLS 1A : beban lajur di sepanjang bentang + beban rem + beban temperatur SLS 1B : beban lajur di tengah bentang + beban rem + beban temperatur SLS 1C : beban lajur di satu sisi tepi bentang + beban rem + beban temperatur SLS 1D : beban lajur di dua sisi tepi bentang + beban rem + beban temperatur SLS 2 : beban lajur + beban rem + beban temperatur + beban pejalan kaki SLS 3 : beban lajur + beban rem + beban temperatur SLS 5 : beban lajur + beban rem + beban temperatur + beban angin Hasil analisis struktur yang berupa tegangan yang terjadi akibat kombinasi pembebanan pada dek dapat dilihat pada Gambar 5.5 sampai dengan Gambar Dari grafik tegangan pada Gambar 5.5 sampai dengan Gambar tersebut diperoleh data tegangan maksimum dan minimum yang terjadi pada dek adalah sebagai berikut : Tegangan pada serat atas Teg (negatif) = - 6, kn/m 2 Teg (positif) = + 6, kn/m 2 Tegangan pada serat bawah Teg (negatif) = - 10, kn/m 2 30

31 Teg (positif) = kn/m 2 Hasil tegangan-tegangan maksimum dan minimum ini kemudian digunakan sebagai dasar dalam analisis perencanaan prestress pada dek. 31

32 Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS 1A (beban hidup dan rem di sepanjang bentang) 45 m 178 m Tegangan (kn/m2) 45 m 178 m 10 m x serat atas 2000 Tegangan (kn/m2) Tegangan serat bawah tegangan serat atas tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar 5.5. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1A Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS 1B (beban hidup dan rem di tengah bentang) 10 m x serat atas tegangan serat atas Tegangan serat bawah tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar 5.6. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1B 32

33 Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS 1C (beban hidup dan rem di satu sisi bentang) 178 m 45 m 10 m x serat atas 6000 Tegangan (kn/m2) tegangan serat atas Tegangan serat bawah tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar 5.7. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1C Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS 1D (beban hidup dan rem di dua sisi bentang) 45 m 178 m Tegangan (kn/m2) 10 m x serat atas 5000 Tegangan serat bawah tegangan serat atas tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar 5.8. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 1D 33

34 Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS m Tegangan (kn/m2) 45 m 45 m 178 m 10 m x serat atas Tegangan (kn/m2) tegangan serat atas Tegangan serat bawah tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar 5.9. Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 2 Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS 3 10 m x serat atas Tegangan serat bawah tegangan serat atas tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 3 34

35 Grafik tegangan dek akibat kombinasi SLS Tegangan (kn/m2) 178 m 45 m 10 m x 35 serat atas Tegangan serat bawah tegangan serat atas tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon (m) Gambar Grafik tegangan dek akibat kombinasi beban SLS 5 a. Penentuan gaya prategang awal yang dibutuhkan (Pa dan Pb) Prategang yang digunakan dalam analisis jembatan cable stayed ini adalah central prestressing/straight tendon pada bagian atas dan bawah penampang box girder. Direncanakan untuk central presstressing eksentrisitas tendon dibatasi oleh selimut beton yaitu sebesar 300 mm, maka eksentrisitas central prestressing sebagai berikut : Eksentrisitas tendon deck slab ea = 1381,1 mm Eksentrisitas tendon bottom slab eb = 1818,9 mm Untuk Teg (positif) = + 6, kn/m 2, dimana pada serat atas terjadi tegangan tarik maka dipasang prestress (Pa) pada deck slab, dengan asumsi tegangan tarik pada serat atas tidak terjadi (fatas = 0) maka Pa sebesar : 35

36 Gambar Distribusi tegangan akibat deck prestressing P a P a * e a * y a f atas A I serat atas P a P a * * P a kn Untuk Teg (positif) = kn/m 2, pada serat bawah terjadi tegangan tarik maka dipasang presstress (Pb) pada bottom slab, dengan asumsi tegangan tarik pada serat bawah tidak terjadi (fbawah = 0), maka Pb sebesar : Gambar Distribusi tegangan akibat bottom slab prestressing f bawah 0 P b P b P b A kn P b P b * e b * I y b serat bawah * *

37 b. Penentuan perkiraan jumlah strand yang dibutuhkan. Untuk menentukan besar gaya prategang yang digunakan dalam perhitungan maka digunakan besaran tegangan baja prategang sebagai berikut : fpu = 1860 Mpa menurut ACI tegangan tarik ditendon prategang selama segera setelah pengangkeran tendon tidak boleh melebihi 0,7 fpu untuk tendon pascatarik. Besar gaya prategang initial untuk satu strand adalah sebesar : Pi = 0,7 * fpu * Astrand = 0,7 * 1860 MPa * 98,7 mm 2 =128,5 kn Jumlah strand yang dibutuhkan adalah : Pada deck slab : P a na strand P i Pada bottom slab : P b n b strand P i Tipe susunan kabel Dilakukan analisis formasi susunan kabel untuk tipe harp, fan dan semiharp dengan menggunakan data teknis yang sama sebagai berikut: - Dimensi pylon 12,5 m x 12,5 m dengan Inersia 2034,5 m 4. - Tebal dek sebesar 0,3 m dan tinggi dek 3,5 m. - Panjang bentang utama 760 m dan bentang tepi 380 m. 37

38 380 m 760 m 380 m 380 m 760 m 380 m 380 m 760 m 380 m (a) harp (b) fan (c) semiharp Gambar Tipe susunan kabel untuk pemodelan Pengaruh susunan kabel memberikan perilaku struktur jembatan cable stayed, yang antara lain : a) Urutan gaya aksial semakin besar untuk formasi kabel fan-semiharp-harp b) Urutan gaya geser pilar (V22) semakin kecil untuk formasi kabel fansemiharp-harp c) Urutan gaya geser pilar (V33) semakin besar untuk formasi kabel fansemiharp-harp d) Urutan momen lentur pilar (M22) semakin besar untuk formasi kabel fansemiharp-harp e) Urutan momen lentur pilar (M33) semakin besar untuk formasi kabel fansemiharp-harp f) Urutan tegangan pada dek atas (S11) semakin besar untuk formasi kabel fansemiharp-harp g) Urutan tegangan pada bawah atas (S11) semakin besar untuk formasi kabel fan-semiharp-harp Dari beberapa pertimbangan diatas maka dalam penelitian ini digunakan susunan kabel tipe semiharp karena kabel tipe ini selain menggunakan panjang kabel yang relatif lebih pendek juga gaya-gaya dalam yang terjadi di struktur tidak begitu besar. 38

39 Grafik gaya aksial pylon berbagai tipe cable Tinggi titik tinjauan (m) Tinggi titik tinjauan (m) Gaya aksial pylon HARP SEMI HARP FAN Gaya aksial (kn) Gambar Kurva gaya aksial pylon berbagai tipe susunan cable Grafik gaya geser 22 berbagai tipe cable HARP SEMI HARP FAN V22 V33 V22 V Gaya geser 22 (kn) Gambar Kurva gaya geser pylon arah 22 pada berbagai tipe susunan cable 39

40 Grafik gaya geser 33 pada berbagai tipe cable Tinggi titik tinjauan (m) Tinggi titik tinjauan (m) HARP SEMI HARP FAN V22 V33 V22 V Gaya geser 33 (kn) Gambar Kurva gaya geser pylon arah 33 pada berbagai tipe susunan cable Grafik momen 22 pylon pada berbagai tipe cable HARP SEMI HARP FAN M22 M33 M22 M Momen (knm) Gambar Kurva momen lentur pylon arah 22 pada berbagai tipe susunan cable 40

41 Grafik momen 33 berbagai tipe cable Tinggi titik tinjauan (m) HARP SEMI HARP FAN M22 M33 M22 M Momen 33 (knm) Gambar Kurva momen lentur pylon arah 33 pada berbagai tipe susunan cable Grafik tegangan serat atas dek berbagai tipe cable 175 m 40 m Tegangan (kn/m2) 375 m 10 m x m serat atas HARP SEMI HARP FAN Tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon Gambar Kurva tegangan dek atas pada berbagai tipe susunan cable 41

42 Grafik tegangan serat bawah dek berbagai tipe cable Tegangan (kn/m2) 175 m 40 m 375 m 10 m x m HARP SEMI HARP FAN serat atas Tegangan serat bawah Jarak titik tinjauan dari pylon Gambar Kurva tegangan dek bawah pada berbagai tipe susunan cable 42

43 lendutan max di deck (m) 5.3. Diameter kabel Berdasarkan gambar 5.22 diperoleh bahwa diameter kabel yang cocok untuk jembatan cable stayed ini adalah sebesar 0,25 m DATA LENDUTAN UNTUK TINGGI DEK 3,5 m diameter kabel (m) I1 (5 m x 5 m) I2 (8 m x 8 m) I3(11 m x 11 m) I4 (14 m x 14 m) kabel dek -7-8 Gambar Kurva hubungan lendutan dek, diameter kabel dan Inersia pylon 5.4. Dimensi Pylon Tipe dari pylon pada penelitian ini adalah tipe modifikasi berlian. Keuntungan dari tipe berlian ini karena bentuknya yang arsitektural sehingga menambah nilai estetika dari jembatan. 37

44 Gambar Penampang pylon Dimensi pylon yang digunakan adalah 12,5 m x 12,5 m ( I = 2034,5 m 4 ) dan material yang digunakan adalah beton fc = 25 MPa. Tinggi pylon merupakan fungsi dari panjang panel (Troitsky, 1977) yang dapat dilihat pada Gambar Dengan batas minimum sudut antara kabel dan dek sebesar 25 o maka persamaan tinggi pylon jembatan cable stayed dapat ditulis sebagai berikut: 0 H n.a.tan 25 dimana : n = jumlah kabel a = panjang panel jadi untuk n = 36 buah dan a = 10 m, maka berdasarkan rumus diatas diperoleh tinggi pylon sebesar : H 3610 tan m untuk cable stayed ini digunakan tinggi pylon sebesar 170 m. 38

45 Hubungan antara kemiringan kabel dan lendutan dek TOT lendutan kabel RECOMMENDED LIMITS sudut antara kabel dan dek ( O ) Gambar Kurva hubungan antara kemiringan kabel dan lendutan dek Hasil analisis struktur diperoleh gaya aksial tekan terbesar yang terjadi adalah akibat kombinasi beban ULS 2 yaitu sebesar kn, gaya geser maksimum arah 22 terjadi akibat kombinasi pembebanan ULS 1C sebesar 30353,5 kn, gaya geser arah 33 maksimum sebesar 88589,67 kn akibat kombinasi beban ULS 2, momen lentur arah 22 terbesar dialami pylon adalah akibat kombinasi pembebanan ULS 2 sebesar knm dan momen lentur arah 33 terbesar yang dialami pylon adalah akibat kombinasi beban ULS 1 sebesar Disini akan diberikan contoh hasil analisis pylon dimana gaya-gaya dalam yang maksimum yang terjadi adalah akibat kombinasi beban ULS 1B. Adapun hasil analisisnya adalah sebagai berikut : Untuk dimensi pylon 12.5 m x 12,5 m, luas tulangan vertikalnya adalah : 1.0 m 2 < As < 6.0 m 2 faktor pembesaran momen akibat efek kelangsingan pylon adalah : Lu (22) = Lu (33) = 46,744 m 46,744 m 39

46 I33 = 302,0833 m4 I22 = 33,3333 m4 Pu M22 = ,0 kn = ,0 knm M22(2) = ,0 knm M33 = ,0 knm M33(2) = ,0 knm Pembesaran momen arah longitudinal adalah : C m ( ) ( ) EI P e b b b (11) * M 33 1* knm Pembesaran momen arah transversal adalah : C m 1.0 EI (11) 9 P e

47 b b * M 1, knm dari hasil perhitungan tersebut maka momen dan gaya aksial yang akan digunakan untuk mendesain tulangan yang diperlukan dapat ditabelkan sebagai berikut : Tabel 5.1. Hasil perhitungan pembesaran momen pada pylon bawah Pu rencana ( kn ) M2 rencana ( knm ) M3 rencana ( knm ) Untuk perencanaan tulangan geser diperoleh hasil sebagai berikut : Vu = kn V c kn Beberapa peraturan dalam menentukan tulangan geser dan spasi minimum menurut SK SNI antara lain : (a). Batas spasi tulangan geser < d/2 atau 600 mm (b). Apabila Vs melebihi d d atau 300 mm 1 3 f ' b jarak spasi sengkang tidak boleh lebih dari ¼ c w. (c). Bahan-bahan dan tegangan maksimum Tulangan leleh geser fy < 400 MPa Vs 2 3 f ' b d c w. (d). Luas penampang tulangan minimum A 1 3 b s w v atau f y s maks 3Av f b w y 41

48 Dari hasil perhitungan sebelumnya diketahui bahwa gaya geser arah 33 maksimum adalah Titik tinjauan pada pylon sebesar 88589,67 kn sedangkan kemampuan pylon terhadap geser beton pada pylon adalah sebesar kn, sehingga tidak diperlukan adanya tulangan geser pada pylon. Grafik gaya aksial pada pylon dalam berbagai kombinasi pembebanan 250 Gaya aksial pylon kombinasi ULS 1A kombinasi ULS 1B 200 kombinasi ULS 1C 72 m Titik tinjauan pada pylon kombinasi ULS 1D kombinasi ULS 2 kombinasi ULS 4 kombinasi ULS m m 0-2.0E E E E E E+00 Gaya aksial (kn) Gambar 5.25 Grafik gaya aksial pylon dalam berbagai kondisi pembebanan Grafik gaya geser arah 22 pada pylon dalam berbagai kombinasi pembebanan m 150 kombinasi ULS 1A kombinasi ULS 1B m V33 V33 kombinasi ULS 1C V22 V22 kombinasi ULS 1D kombinasi ULS 2 50 kombinasi ULS 4 kombinasi ULS 5 45 m 0-4.0E E E E E E E+04 Gaya geser V2, (kn) Gambar 5.26 Grafik gaya geser arah 22 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 42

49 Grafik gaya geser arah 33 pada pylon dalam berbagai kombinasi pembebanan Titik tinjauan pada pylon m Titik tinjauan pada pylon kombinasi ULS 1A kombinasi ULS 1B kombinasi ULS 1C kombinasi ULS 1D m V22 V33 V22 V33 kombinasi ULS 2 kombinasi ULS 4 kombinasi ULS m 0-1.0E E E E E E E E E+04 Gaya Geser V3, (kn) Gambar 5.27 Grafik gaya geser arah 33 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan Grafik momen lentur arah 22 pada pylon dalam berbagai kombinasi pembebanan m 150 kombinasi ULS 1A 100 kombinasi ULS 1B kombinasi ULS 1C 108 m M33 M33 kombinasi ULS 1D kombinasi ULS 2 M22 M22 50 kombinasi ULS 4 kombinasi ULS 5 45 m 0-1.5E E E E E E E E+06 Momen lentur M22, (knm) Gambar 5.28 Grafik momen lentur arah 22 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 43

50 Grafik momen lentur arah 33 pada pylon dalam berbagai kombinasi pembebanan 250 kombinasi ULS 1A 200 kombinasi ULS 1B kombinasi ULS 1C kombinasi ULS 1D 72 m Titik tinjauan pada pylon kombinasi ULS 2 kombinasi ULS 4 kombinasi ULS m M33 M33 M22 M m 0-2.0E E E E E E E+06 Momen lentur M33, (knm) Gambar 5.29 Grafik momen lentur arah 33 pada pylon dalam berbagai kondisi pembebanan 44

51 BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Mengingat struktur jembatan cable stayed adalah struktur jembatan dengan teknologi yang terus berkembang maka kiranya ada beberapa hal yang perlu disampaikan berkaitan dengan rencana tahapan penelitian selanjutnya, diantaranya: 1) Penelitian mengenai elemen struktur kabel jembatan difokuskan pada penggunaan keragaman material 2) Penelitian mengenai pylon jembatan difokuskan pada keragaman bentuk pylonnya 3) Penelitian mengenai dek jembatan difokuskan pada bentuk box girder jembatan dan struktur prategangnya 4) Penelitian mengenai beban dinamik akibat beban gempa dilakukan dengan memperhatikan keragaman tanah keras 5) Penelitian mengenai struktur bawah jembatan dilakukan dengan menganalisis bentukbentuk struktur pondasi dan metoda pelaksanaannya 45

52 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1) Gaya-gaya dalam yang timbul pada kabel semakin besar dengan urutan formasi kabel tipe fan-semiharf-harf. Panjang kabel semakin membesar pada formasi kabel tipe harfsemiharf-fan, sedangkan pekerjaan tipe fan memerlukan perletakan kabel pada pylon yang lebih rumit dari pada tipe semiharp. 2) Penggunaan formasi tipe semiharp merupakan pilihan utama pada jembatan cable stayed, karena masih lebih ekonomis. 3) Pada masa pelayanan tegangan serat atas dan bawah dek lebih besar daripada tegangan ijin dek, sehingga diperlukan adanya stressing dek selama tahap pelayanan. 4) Pada masa pelayanan, tegangan serat dek atas dan bawah mengalami perubahan arah tegangan dimana pada dek terjadi tegangan positif dan tegangan negatif, untuk menghindari retak pada dek akibat tegangan positif maka diperlukan stressing pada dek. 5) Gaya-gaya dalam maksimum yang terjadi pada pylon tidak tergantung pada satu jenis pembebanan, untuk momen lentur arah memanjang dek maksimum terjadi akibat beban yang diletakkan ditengah bentang jembatan cable stayed. 6) Tegangan yang terjadi pada kabel selama masa layan adalah sebesar 308,52 MPa dimana nilai ini lebih kecil dari tegangan ijin cable yaitu sebesar 0,75 * fpu (1395 Mpa) Saran 1) Menganalisis bentuk pylon yang beragam pada struktur jembatan cable stayed 2) Menganalisis beban dinamik akibat beban gempa pada struktur jembatan cable stayed dengan keragaman tanah keras 3) Menganalisis penggunaan material yang beragam pada struktur jembatan cable stayed 4) Menganalisis ragam bentuk box girder pada struktur jembatan cable stayed 5) Melakukan perancangan struktur bawah jembatan cable stayed 6) Melakukan perancangan struktur jembatan cable stayed dengan panjang jembatan yang beragam 46

53 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum, (1992), Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, Jakarta Departemen Pekerjaan Umum, (2002), Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI , Jakarta Firmansyah, J. (2003), Tantangan Alam dan Tipe Struktur Jembatan Lintas Selat Sunda, Prosiding Semiloka Infrastruktur Lintas Selat Sunda, Institute Teknologi Bandung Karoumi R., Dynamic Response of Cable-Stayed Bridges Subjected to Moving Vehicles, IABSE 15th Congress, Denmark, pp , Karoumi R., Modeling of Cable Stayed Bridger For Analysis of Traffic Induced Vibrations, Kanok-Nukulchai W., Yiu P.K.A., Brotton D.M., Mathamatical Modelling of Cable-Stayed Bridges, Struct. Eng. Int., 2, pp , Naaman, A.E. (1982), Presstressed Concrete Analysis and Design, McGraw-Hill Nasution A., (2003), Spesifikasi, Tata Cara Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Sistem Struktur Jembatan dan Terowongan, Prosiding Semiloka Infrastruktur Lintas Selat Sunda, Institute Teknologi Bandung Nawy, E.G. (2000), Prestressed Concrete, Prentice-Hal Podolny, W., Scalzi, J.B.(1976), Construction and Design of Cable Stayed Bridges, John Wiley and Sons Troitsky, M.S.,(1977), Theory and Design Cable Stayed Bridges, Crosby Lockwood Staples, London Walther, R. (1988), Cable Stayed Bridges, Thomas Telford, London. Wangsadinata W., (2003), Beberapa Catatan Mengenai Penyeberangan Selat Sunda, Prosiding Semiloka Infrastruktur Lintas Selat Sunda, Institute Teknologi Bandung 47

OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA

OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA Murdini Mukhsin 1),Yusep Ramdani 2) 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Tasikmalaya Email: murdini@unsil.ac.id

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA Tahun Ke-1 rencana 1 (satu) tahun Ketua: Ir. Murdini Mukhsin, MT. (NIDN. 00-0511-5501) Anggota: Yusep Ramdani,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA Masrilayanti 1, Navisko Yosen 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Masrilayanti@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA Mahasiswa: Farid Rozaq Laksono - 3115105056 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Irawan, Ms J U R U S A

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² Ag = Luas bruto penampang (mm²) An = Luas bersih penampang (mm²) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm²) Al = Luas total

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus III. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus yang dilakukan yaitu metode numerik dengan bantuan program Microsoft Excel dan SAP 2000. Metode numerik

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh: ULIL RAKHMAN

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi di Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau bahan yang dapat

Lebih terperinci

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban yang mampu diterima serta pola kegagalan pengangkuran pada balok dengan beton menggunakan dan tanpa menggunakan bahan perekat Sikadur -31 CF Normal

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

Yogyakarta, Juni Penyusun

Yogyakarta, Juni Penyusun KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati serta puji syukur, kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala kasih sayang-nya sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII, KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penganalisaan ini adalah Analisis

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan. VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 EVALUASI KELAYAKAN BANGUNAN BERTINGKAT PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009 SUMATERA BARAT ( Studi Kasus : Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN STUDI KASUS JEMBATAN LAYANG TENDEAN BLOK M CILEDUK Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjan Teknik Strata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif ABSTRAK Ballroom pada Hotel Mantra di Sawangan Bali terbuat dari beton bertulang. Panjang bentang bangunan tersebut 16 meter dengan tinggi balok mencapai 1 m dan tinggi bangunan 5,5 m. Diatas ballroom

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Jembatan merupakan suatu struktur yang memungkinkan transportasi yang menghubungkan dua bagian jalan yang terputus melintasi sungai, danau, kali jalan raya, jalan kereta api dan lain lain. Jembatan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Januari Penulis

UCAPAN TERIMAKASIH. Denpasar, Januari Penulis ABSTRAK Perkembangan teknologi saat ini telah meningkat dengan pesat, bukan sesuatu yang sulit untuk mendapatkan material bermutu tinggi. Dengan menggunakan bahan beton mutu tinggi (f c > 41 MPa) dan baja

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR Analisa Perencanaan Gedung Parkir Indosat Semarang Dengan Struktur Beton Prategang Berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1728-2002)

Lebih terperinci

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc PERENCANAAN SAMBUNGAN KAKU BALOK KOLOM TIPE END PLATE MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03 1729 2002) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Henny Uliani NRP : 0021044 Pembimbing

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1)

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1) LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG B POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG Oleh: Sonny Sucipto (04.12.0008) Robertus Karistama (04.12.0049) Telah diperiksa dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN 11 PRAKATA ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI lii v vi ix xii xiii BAB I PENDAHULlAN 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: Cinthya Monalisa

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH David Bambang H NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) Mata Kuliah : Rekayasa Jembatan Kode Mata Kuliah : MPB 1415 SKS : 2(2-0) Waktu Pertemuan : 100 Menit SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) A. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan pembelajaran umum mata kuliah Setelah

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Tingkat Strata 1 (S-1) DISUSUN OLEH: NAMA

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir.

PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI. Oleh : Ratna Eviantika. : Winarni Hadipratomo, Ir. PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BETON BERTULANG DENGAN PENAMPANG PERSEGI Oleh : Ratna Eviantika NRP : 0221028 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir. UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA. Laporan Tugas Akhir. Atma Jaya Yogyakarta. Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM :

PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA. Laporan Tugas Akhir. Atma Jaya Yogyakarta. Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM : PERANCANGAN JEMBATAN WOTGALEH BANTUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : HENDRIK TH N N F RODRIQUEZ NPM

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan

Lebih terperinci

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perancangan struktur suatu bangunan gedung didasarkan pada besarnya kemampuan gedung menahan beban-beban yang bekerja padanya. Disamping itu juga harus memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength ) BAB I PENDAHULUAN 1. Data Teknis Bangunan Data teknis dari bangunan yang akan direncanakan adalah sebagai berikut: a. Bangunan gedung lantai tiga berbentuk T b. Tinggi bangunan 12 m c. Panjang bangunan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i LEMBAR PENGESAHAN. ii LEMBAR PERSEMBAHAN.. iii KATA PENGANTAR. iv ABSTRAKSI vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xv DAFTAR NOTASI.. xx DAFTAR LAMPIRAN xxiv BAB I

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON

EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON EVALUASI PERBANDINGAN KONSEP DESAIN DINDING GESER TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI BETON TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Indonesia terletak diantara pertemuan 4 lempeng tektonik yaitu, lempeng Filipina, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan Lempeng Hindia-Australia. Akibat letaknya

Lebih terperinci

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb. : 1. Kondisi pada saat transfer gaya prategang awal dengan beban

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : GO, DERMAWAN

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki daerah dengan tingkat kerawanan gempa yang tinggi. Hal ini disebabkan karena wilayah kepulauan Indonesia berada di antara

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD ) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD ) TUGAS AKHIR (TNR, capital, font 14, bold) Oleh : Sholihin Hidayat 0919151058

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI LEMBAR PERYATAAN ORIGINALITAS LAPORAN LEMBAR PERSEMBAHAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci