BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan manusia beranjak tidur pada malam hari. 7 Kata komunikasi atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai dengan manusia beranjak tidur pada malam hari. 7 Kata komunikasi atau"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Komunikasi Transaksi Makna Komunikasi merupakan suatu aktivitas yang dapat terlihat pada setiap aspek kehidupan sehari-hari manusia, yaitu dari sejak bangun tidur di pagi hari sampai dengan manusia beranjak tidur pada malam hari. 7 Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah communis paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Pada definisi-definisi kontemporer menyarankan komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal, seperti dalam kalimat Kita berbagi pikiran, Kita mendiskusikan makna, dan Kita mengirimkan pesan. 8 Komunikasi memiliki variasi definisi yang tidak terhingga seperti; saling berbicara satu sama lain, televisi, penyebaran informasi, gaya rambut, kritik sastra, dan masih banyak lagi. 9 Menurut Berger dan Chaffe (1983:17) menerangkan bahwa komunikasi adalah: Communication science seeks to 7 Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo, 2006, 1. 8 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, 1. 10

2 11 understand the production, processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories containing lawful generalization, that explain phenomena associated with production, processing, and effect. (Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai produksi, pemrosesan, dan efek dari simbol serta sistem signal, dengan mengembangkan pengujian teoriteori menurut hukum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan, dan efeknya.) 10 Begitupun Raymond S. Ross (1938:8) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator. 11 Jhon Fiske dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi, merefleksikan kenyataan bahwa terdapat dua mahzab utama di dalam ilmu komunikasi. Pertama, kelompok yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Kelompok ini fokus dengan bagaimana pengirim dan penerima mengirimkan dan menerima (pesan). Pandangan ini melihat komunikasi sebagai proses di mana seseorang mempengaruhi perilaku atau cara berpikir orang lain. Mahzab kedua, komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Kelompok ini fokus dengan bagaimana pesan, atau teks, berinteraksi dengan manusia di dalam rangka untuk memproduksi makna; artinya, pandangan ini sangat memerhatikan peran teks di dalam budaya kita. Komunikasi sebagai pertukaran tanda dan makna menggunakan istilah seperti signifikansi (pemaknaan), dan tidak menganggap 10 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo, 2004, Ibid. 6

3 12 kesalahpahaman sebagai bukti penting dari kegagalan komunikasi kesalahpahaman tersebut mungkin merupakan hasil dari perbedaan-perbedaan budaya antara pengirim dan penerima. Bagi mahzab ini, ilmu komunikasi adalah kajian teks dan budaya 12 di mana terdapat istilah-istilah baru yang berbeda dengan komunikasi sebagai proses, diantaranya adalah tanda, signifikansi, ikon, indeks, denotasi, konotasi-semua istilah yang mengacu pada berbagai cara menciptakan makna. 13 Komunikasi sebagai transaksi (pertukaran tanda dan makna) adalah proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Beberapa definisi yang sesuai dengan pemahaman ini adalah, antara lain: - Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. (Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson) - Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih. (Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss) - Komunikasi adalah interaksi subjektif purposif melalui bahasa manusia yang berartikulasi ganda berdasarkan simbol-simbol. (Karl Erik Rosengren) 14 Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya. Pemahaman ini mirip dengan definisi berorientasi- 12 Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo, Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011,

4 13 penerima (receiver-oriented definition) seperti yang dikemukakan Burgoon, yang menekankan variabel-variabel yang berbeda, yakni penerima dan makna pesan bagi penerima, hanya saja penerimaan pesan itu juga berlangsung dua-arah, bukan satu-arah. Pesan komunikasi sebagai pertukaran tanda dan makna adalah sebuah konstruksi dari tanda-tanda, yang akan memproduksi makna melalui interaksi dengan audience/penerima. Pengirim, yang didefinisikan sebagai transmiter dari pesan mengalami penurunan peranan/tingkat kepentingan. Penekanan berpindah ke teks dan bagaimana teks dibaca. Pembacaan adalah proses menemukan makna-makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks. Negosiasi terjadi ketika pembaca pembawa aspek-aspek dari pengalaman budayanya untuk menjelajahi tanda dan kode yang membangun teks. Jadi, pembaca yang memiliki pengalaman sosial yang berbeda atau berasal dari latar belakang budaya yang berbeda mungkin akan menemukan makna yang berbeda dari sebuah teks yang sama. Namun hal tersebut, bukanlah serta merta bukti kegagalan komunikasi. Memproduksi dan membaca teks dilihat sebagai sesuatu yang parallel (jika tidak mau menyebutnya identik). Kita mungkin membuat model dari struktur ini dalam bentuk segitiga dengan panah-panah yang mewakili interaksi konstan: struktur tersebut tidak statis melainkan dinamis Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, 5-6.

5 14 Pesan, teks Makna Produser, pembaca Referensi (Gambar 2.1 Pesan dan Makna) Model yang terdapat pada komunikasi sebagai proses pertukaran tanda dan makna disebut sebagai model-model struktural, di mana setiap anak panah menunjukkan relasi di antara unsur-unsur dalam penciptaan makna. Model struktural ini tidak mengasumsikan adanya serangkaian tahap atau langkah yang dilalui pesan, melainkan lebih memusatkan perhatian pada analisis serangkaian relasi terstruktur yang memungkinkan sebuah pesan menandai sesuatu Semiotika Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. 17 Semiotik melihat komunikasi sebagai penciptaan atau pemunculan makna di 16 Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo, 2006, Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, 15.

6 15 dalam pesan baik oleh pengirim maupun penerima. 18 Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. 19 Semiotika atau semiologi adalah studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Tandatanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya memaknai makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga dalam semiotika hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai hal-hal. Memaknai berarti bahwa obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstruksi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2003:15). 20 Ilmu semiotik cenderung mengaitkan dirinya dengan linguistik dan subjek-subjek seni, dan memiliki kecenderungan untuk memfokuskan dirinya terhadap kerja (works) komunikasi. 21 Semiotik memiliki tiga wilayah kajian: a. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaan atau konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut. b. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk 18 Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, Ibid. 21 Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, 3.

7 16 mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi pengiriman kode-kode tersebut. c. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Hal ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan tanda-tanda untuk eksistensi dan bentuknya sendiri. Jadi, fokus utama semiotik adalah teks. Di dalam semiotik, penerima atau pembaca, dipandang memiliki peranan yang lebih aktif dibandingkan sebagian besar model proses (model Gerbner adalah sebuah pengecualian). 22 Semiotika secara historis dibangun di antara dua kubu semiotika, yaitu semiotika kontinental Ferdinand desaussure dan semiotika Amerika Charles Sander Peirce. Kedua semiotika ini justru hidup dalam relasi saling mendinaminasi. Peirce menggunakan kata semiotika, dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata semiologi. Baik semiotika atau semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. 23 Terdapat seorang pemikir strukturalis yang aktif mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean, yaitu Roland Barthes John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, Ibid. 63

8 Semiotika Barthes Roland Barthes, salah seorang pengikut Saussure, yang pertama kali merancang sebuah model sistematis, dengan model ini proses negosiasi, ide pemaknaan interaktif dapat dianalisis. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang aktif mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga dikenal sebagai intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama. Bertens (2001:208) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu dalam Writing Degree Zero (1953; terj. Inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj. Inggris 1972). 25 Barthes, seperti dipaparkan Cobley dan Jansz (1999:44), membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa konotasi yang terkandung dalam mitologimitologi biasanya merupakan hasil konstruksi yang cermat. Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu denotasi (denotation) dan konotasi (connotation). Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi (denotation meaning) dalam hal ini, adalah 25 Ibid. 63

9 18 makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah Soeharto berarti wajah Soeharto yang sesungguhnya. Denotasi adalah tanda yang penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. Misalnya, tanda bunga mengkonotasikan kasih-sayang atau tanda tengkorak mengkonotasikan bahaya. Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisit, tersembunyi, yang disebut makna konotatif (connotative meaning). Untuk memahami lebih dalam mengenai pemaknaan dua tingkat Roland Barthes, berikut digambarkan peta analisis pemaknaan milik Roland Barthes: 1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Petanda) 3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF) 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hal. 51.

10 19 Contoh: Photo of black soldier saluting French flag Black soldier saluting French flag Sign Black soldier saluting French flag Great French empire, all her sons equal etc Sign (Gambar 2.2. Peta Roland Barthes) Sumber: Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, hal. 22 Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda singa, barulah konotasi seperti kegarangan, harga diri, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley dan Jansz, 1999: 51). Jadi, konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes dalam menyempurnakan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam

11 20 tataran denotatif. 26 Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya. 27 Denotasi merupakan signifikasi tingkat pertama, sedangkan konotasi merupakan tingkat kedua. 28 Istilah tahap kedua signifikasi tanda yang digunakan Barthes adalah konotasi. Konotasi menjelaskan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pengguna dan nilai-nilai dalam budaya mereka. Hal ini terjadi ketika makna bergerak ke arah pemikiran subjektif atau setidaknya intersubjektif: yakni ketika interpretasi (interpretant) dipengaruhi sama kuatnya antara penafsir (interpreter) dan objek atau tanda itu sendiri. Bagi Barthes, faktor utama dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama. Penanda di tatanan pertama adalah tanda konotasi. Kedua foto imajiner kita adalah jalan yang sama: perbedaan di antara keduanya terletak pada bentuk, tampilan dari foto tersebut, yaitu, dalam penanda. Barthes (1977) berpendapat dalam foto setidaknya, perbedaan antara konotasi dan denotasi akan tampak jelas. Denotasi adalah mekanisme reproduksi dalam film terhadap objek yang dituju kamera. Konotasi adalah sisi manusia dalam proses pengambilan fotonya: yakni seleksi terhadap apa saja yang diikutsertakan dalam foto, fokusnya, bukaan, 26 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Edisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, Sobur, op.cit., 70.

12 21 sudut kamera, kualitas film, dan selanjutnya. Denotasi adalah apa yang difoto; konotasi adalah bagaimana proses pengambilan fotonya. 29 Selain itu, Roland Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. 30 Kajian mitos yang asli adalah mengenai penceritaan akan peristiwa-peristiwa kisah dewa-dewi dan semacamnya. Untuk membedakan antara mitos asli dan versi modernnya, pakar semiotika Roland Barthes ( ) menyebut mitos versi modern dengan mitologi (Barthes 1957). Mitologi adalah refleksi versi modern dari tema, plot, dan karakter mitos. Mitologi berasal dari gabungan mythos (pemikiran mitos yang benar) dan logos (pemikiran rasionalilmiah). 31 Sebagaimana yang Barthes kemukakan, sebuah mitologi juga dapat membawa kepada suatu pembentukan gaya hidup dan tren sosial. 32 Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Berbagai tingkatan pertandaan ini sangat penting dalam penelitian desain, karena dapat digunakan sebagai model dalam membongkar berbagai makna desain (iklan, produk, interior, fesyen) yang berkaitan secara 29 Ibid Tommy Christomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2010, Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2011, Ibid. 174

13 22 implisit dengan nilai-nilai ideologi, budaya, moral, spiritual. Tingkatan tanda dan makna Barthes ini dapat digambarkan sebagai berikut: 33 Tanda Denotasi Konotasi (Kode) Mitos (Gambar 2.3. Tingkatan Tanda dan Makna Barthes) Tanda Tanda adalah segala sesuatu warna, isyarat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang merepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. 34 Tanda pada dasarnya akan mengisyaratkan suatu makna yang hanya dapat dipahami oleh manusia yang menggunakannya. Bagaimana manusia menangkap sebuah makna tergantung pada bagaimana manusia mengasosiasikan obyek atau ide dengan tanda. 35 Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita; tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri; dan bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. 36 Teori tanda pertama yang sebenarnya diperkenalkan oleh Santo Agustinus ( M) walau ia tidak menggunakan istilah semiotika untuk mengidentifikasikannya. Ia mendefinisikan tanda alami sebagai 33 Tommy Christomy dan Untung Yuwono, op.cit., Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2011, Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2009, Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, 114.

14 23 tanda yang ditemukan secara harfiah di alam. Gejala ragawi, pergesekan daun-daun, warna tumbuhan, dan seterusnya, kesemuanya merupakan tanda alami, seperti juga sinyal yang dikeluarkan binatang untuk merespon keadaan fisik dan emosional tertentu. Ia membedakan jenis tanda ini dengan tanda konvensional, yaitu tanda yang dibuat manusia. Kata, isyarat, dan simbol adalah contoh tanda konvensional. Dalam teori semiotika modern saat ini, tanda konvensional dibagi menjadi tanda verbal dan nonverbal kata dan struktur linguistik lainnya (ekspresi, frasa, dan lain-lain) adalah contoh tanda verbal; gambar dan isyarat adalah contoh tanda nonverbal Makna Makna tidak bersifat absolut, bukan suatu konsep statis yang bisa ditemukan terbungkus rapi di dalam pesan. Makna adalah sebuah proses aktif; para ahli semiotik menggunakan kata kerja seperti; menciptakan, memunculkan, atau negosiasi mengacu pada proses ini. Makna adalah hasil interaksi dinamis antara tanda, konsep mental (hasil interpretasi), dan objek. 38 Komunikan harus menciptakan makna yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang dibuat oleh komunikator. Makin banyak berbagi 37 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2011, Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012,

15 24 kode yang sama, makin banyak menggunakan sistem tanda yang sama, semakin dekatlah makna dari masing-masing pihak yang berkomunikasi atas pesan yang dikirimkan. Kita seringkali menggunakan makna, namun seringkali pula kita tidak memikirkan makna itu. Ketika kita memasuki ruangan yang penuh dengan perabotan, di sana muncul sebuah makna. Seseorang yang sedang duduk di sebuah kursi dengan mata tertutup dan kita mengartikan bahwa ia sedang tidur atau dalam kondisi lelah. Seseorang tertawa dengan kehadiran kita dan kita mencari makna; apakah ia menertawakan kita atau mengajak kita tertawa? Seorang kawan menyeberang jalan dan melambaikan tangannya ke arah kita, artinya ia menyapa kita. Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dan makna konotatif. Piliang (1998:14) mengartikan makna denotatif hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan tahap denotatif. Misalnya, ada gambar manusia, binatang, pohon, rumah. Warnanya juga dicatat, seperti merah, kuning, biru, putih, dan sebagainya. Pada tahapan ini, hanya informasi data yang disampaikan. Menurut Piliang (1998:17), makna konotatif meliputi aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Contohnya, gambar wajah orang tersenyum dapat diartikan sebagai suatu keramahan, kebahagiaan. Tetapi sebaliknya, bisa saja tersenyum diartikan sebagai ekspresi penghinaan

16 25 terhadap seseorang. Untuk memahami konotatif, maka unsur-unsur yang lain harus dipahami pula. 39 Persoalan makna denotasi muncul ketika kita melihat tanda visual berupa gambar titik-titik semut yang menjadi gajah dalam posisi setengah berdiri atau jumping. Sedangkan makna konotasi yang muncul dari persoalan makna denotasi tersebut adalah komposisi gajah jumping tersebut memberi kesan dinamis dan mencerminkan konsep sekuat dan sebesar gajah seperti terlihat pada teks tanda verbal yang berbunyi: Anda benar, ini memang gajah. Tapi jangan salah, sekumpulan semut pun bisa menjadi sebesar dan sekuat gajah. 40 Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (yang disebut sebagai makna referensial). Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Sebagai contoh, di dalam kamus, kata mawar berarti sejenis bunga. Makna konotatif ialah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata mawar tersebut. Kata konotasi itu sendiri berasal dari bahasa Latin connotare, menjadi tanda dan mengarah kepada makna-makna kultural yang terpisah atau berbeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi). Jika denotasi sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, maka konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya (DeVito, 1997:125). Ini 39 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2009, Ibid. 40

17 26 sejalan dengan pendapat Arthur Asa Berger yang menyatakan bahwa kata konotasi melibatkan simbol-simbol, historis, dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional (Berger, 2000a:15). Dikatakan objektif sebab makna denotatif berlaku umum. Sebaliknya, makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya relatif lebih kecil. Barthes menggunakan konsep connotation-nya Hjemslev untuk menyingkap makna-makna yang tersembunyi (Dahana, 2001:23). Konsep ini menetapkan dua cara pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni denotatif dan konotatif. Pada tingkat denotatif, tandatanda itu mencuat terutama sebagai makna primer yang alamiah. Namun, pada tingkat konotatif, di tahap sekunder, muncullah makna yang ideologis. Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan denotasi sebagai berikut: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009,

18 27 Tabel 2.1. Perbandingan antara Konotasi dan Denotasi KONOTASI Pemakaian figure Petanda Kesimpulan Memberi kesan tentang makna Dunia mitos DENOTASI Literatur Penanda Jelas Menjabarkan Dunia keberadaan/ eksistensi Sumber: Arthur Asa Berger. 2000a. Media Analysis Techniques. Edisi Kedua. Penerjemah Setio Budi HH. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya, hlm Mitos Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Budiman, 2001:28). Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumya atau disebut sebagai system pemaknaan tataran kedua.

19 28 Barthes menjelaskan cara yang kedua dalam cara kerja tanda di tatanan kedua adalah melalui mitos. Barthes menggunakan mitos sebagai orang yang memercayainya, dalam pengertian yang sebenarnya. Mitos adalah sebuah cerita di mana suatu kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Mitos primitif adalah mengenai hidup dan mati, manusia dan Tuhan, baik dan buruk. Sementara mitos terkini adalah soal maskulinitas dan feminitas, tentang keluarga, tentang kesuksesan, tentang polisi Inggris, tentang ilmu pengetahuan. Mitos, bagi Barthes, sebuah budaya cara berpikir tentang sesuatu, cara mengonseptualisasi atau memahami hal tersebut. Kembali ke contoh sebelumnya tentang sebuah foto jalan yang digunakan untuk ilustrasi konotasi. Jika kita meminta selusin fotografer untuk memotret sebuah situasi anak-anak yang sedang bermain di jalan, diprediksi sebagian besar akan menghasilkan foto hitam-putih, hard-focus, dan tidak hidup. Hal ini karena, konotasi inilah yang lebih sesuai dengan mitos umum yang kita pergunakan untuk mengonseptualisasi anak-anak yang bermain di jalan. Mitos dominan kita tentang masa kanak-kanak idealnya adalah sebuah periode tentang kealamian dan kebebasan. Tumbuh dewasa berarti menyesuaikan diri terhadap tuntutan sosial dalam masyarakat, yang artinya kehilangan kealamian dan kebebasan. Jika konotasi merupakan

20 29 penanda dari tatanan kedua, mitos adalah makna petanda dari tatanan kedua. 42 Tahap signifikasi yang pertama menjelaskan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara tanda dengan objek yang diwakilinya. Barthes menyebutnya sebagai denotasi. Denotasi merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/ orang banyak (common-sense), makna yang teramati dari sebuah tanda. Sebuah foto tentang situasi sebuah jalan mendenotasikan jalan tersebut kata jalan mendenotasikan sebuah jalan perkotaan sebaris dengan gedung-gedung. Namun, saya dapat memotret jalan yang sama dengan cara yang sangat berbeda. Saya dapat menggunakan film berwarna, memilih hari dengan sinar matahari yang lembut, menggunakan soft-focus dan membuat jalan tampak ceria, hangat, dan komunitas yang manusiawi sebagai tempat bermain anakanak. Atau dapat menggunakan film hitam-putih, hard focus, menghadirkan kontras yang kuat dan membuat jalan yang sama tampak dingin, mati, tidak ramah, dan lingkungan yang destruktif bagi anak-anak untuk bermain di atasnya. Makna denotatif keduanya akan sama. Perbedaannya ada pada makna konotatifnya. 42 Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, 144.

21 30 tataran pertama tataran kedua Realitas Tanda Budaya Konotasi Denotasi Penanda Petanda Bentuk Isi Mitos (Gambar 2.4 Two Orders of Signification dari Barthes dalam Tatanan Kedua, Sistem Tanda dari Tatanan Pertama disisipkan ke dalam Sistem Nilai Budaya) Barthes berpendapat cara kerja mitos yang paling penting adalah menaturalisasi sejarah. Hal ini merujuk pada fakta bahwa mitos sesungguhnya merupakan produk sebuah kelas sosial yang telah meraih dominasi dalam sejarah tertentu: makna yang disebarluaskan melalui mitos pasti membawa sejarah bersama mereka, namun pelaksanaannya sebagai mitos membuat mereka mencoba menyangkalnya dan menampilkan makna tersebut sebagai yang alami (natural), bukan bersifat historis atau sosial. Mitos memistifikasi atau mengaburkan asalusul mereka dan hal tersebut dimensi politis atau sosial mereka. Terdapat mitos bahwa perempuan secara natural lebih memiliki sifat memelihara dan merawat dari pada laki-laki, dan dengan demikian

22 31 tempat natural mereka adalah di rumah membesarkan anak-anak, dan merawat suami, sementara sang suami, juga secara natural, tentu saja memainkan perannya sebagai pencari nafkah. Peran ini kemudian menstrukturkan unit sosial yang paling natural dari semuanya keluarga. Dengan menampilkan makna-makna tersebut sebagai bagian dari alam, mitos menyembunyikan asal usul sejarah mereka, yang kemudian membuatnya menjadi bersifat universal dan membuat mereka tampak tidak hanya tidak dapat diubah namun juga adil; hal ini membuat mitos terlihat melayani kepentingan laki-laki dan perempuan secara setara dan dengan demikian menyembunyikan efek politis mereka (mitos tersebut). 43 Konotasi dan mitos merupakan cara utama di mana tanda bekerja dalam tatanan kedua pertandaan, yakni tatanan di mana interaksi antara tanda dan pengguna atau kebudayaan paling aktif Semiotika Periklanan Tanda dan Makna pada Iklan Iklan sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa tidak hanya bertujuan menawarkan dan memengaruhi calon konsumen untuk membeli 43 Jhon Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Ibid. 149

23 32 barang atau jasa. 45 Budaya massa adalah produk kebudayaan yang terus menerus direproduksi sekaligus dikonsumsi secara massal, sehingga industri yang tercipta dari budaya massa ini berorientasi pada penciptaan keuntungan sebesar-besarnya. Dengan kata lain dalam budaya massa, orientasi produk adalah tren atau mode yang sedang diminati pasar. Dalam pembentukan budaya massa ini, komunikasi massa dan segala institusinya memiliki peranan yang sangat signifikan dan efektif dalam kaitannya untuk menajamkan opini dan mempengaruhi perilaku secara massal serta pembentukan homogenitas budaya dalam masyarakat. 46 Iklan sebagai perwujudan budaya massa menawarkan banyak hal pada masyarakat dan tujuannya hanya satu yaitu supaya masyarakat tergerak untuk mengonsumsi. Iklan juga turut mendedahkan nilai tertentu yang secara terpendam terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, iklan dalam konteks desain komunikasi visual dapat dikatakan bahwa iklan bersifat simbolik, artinya, iklan dapat menjadi simbol sejauh imaji yang ditampilkannya membentuk dan merefleksikan nilai-nilai hakiki. 47 Menurut Williamson, teori semiotika iklan menganut prinsip peminjaman tanda sekaligus peminjaman kode sosial. Misalnya, iklan yang menghadirkan bintang film terkenal, figur bintang film tersebut 45 Ibid Reiza Patters (2010, 16 Juni). Budaya Massa/Mass Culture. Kompasiana [online]. Diakses pada tanggal 16 Juni 2010 dari html 47 Fiske. Op.cit., 3.

24 33 dipinjam mitos, ideologi, image, dan sifat-sifat glamour bintang film tersebut. 48 Berikut ini tabel yang digambarkan oleh Piliang yang menjelaskan bagaimana iklan merupakan sebuah ajang permainan tanda. Tabel 2.2. Tiga Elemen Tanda dalam Iklan Objek Konteks Teks Entitas Visual/ Tanda Visual/ Tulisan Tulisan Fungsi Elemen tanda Elemen tanda Tanda linguistik yang yang yang berfungsi merepresentasikan memberikan memperjelas objek atau produk (atau dan yang diiklankan diberikan) menambatkan konteks dan makna makna pada (anchoring) objek yang diiklankan Elemen Signifier/ Signifier/ Signified signified signified Tanda Tanda semiotik Tanda semiotik Tanda linguistic Sumber: Piliang, Ibid Yasraf Amir Piliang, Post Realitas-Realitas Kebudayaan dalam Post Metafisika. Yogyakarta: Jalasutra, 2003, 263.

25 34 Di dalam iklan terdapat dua aspek yang dapat menghasilkan makna. Dua aspek yang membangunnya, yaitu: 1. Aspek Visual (warna, kontras, bentuk) 2. Aspek Verbal (naskah atau teks iklan) Menurut Vestegaard dan Schroeder, pesan verbal berhubungan dengan situasi saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial kedua pihak yang melakukan komunikasi. Sementara pesan visual, hubungan kedua belah pihak sepenuhnya tidak ditentukan oleh situasi, namun bagaimana khalayak menafsirkan teks dan gambar. Dalam komunikasi verbal, interaksi simbolik selalu menggunakan ikon, indeks, dan symbol Aplikasi Semiotika pada Periklanan Periklanan tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya, seperti gambar, warna, dan bunyi. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film. Lambang yang digunakan pada iklan terdiri atas dua jenis, yaitu verbal dan nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, 50 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kecana, 2007, 143.

26 35 lambang nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Ikon adalah bentuk dan warna yang serupa yang serupa atau mirip dengan keadaan sebenarnya seperti gambar benda, orang, atau binatang. Ikon di sini digunakan sebagai lambang. Kajian sistem tanda dalam iklan juga mencakup objek, yang adalah hal yang diiklankan itu sendiri. Yang penting dalam menelaah iklan adalah penafsiran kelompok sasaran dalam proses interpretan. Jadi, sebuah kata seperti eksklusif dasarnya mengacu pada manajer menengah, tetapi selanjutnya manajer menengah ditafsirkan sebagai tingkat keadaan ekonomi tertentu yang kemudian ditafsirkan sebagai gaya hidup tertentu yang selanjutnya ditafsirkan sebagai kemewahan, dan seterusnya. Proses penafsiran bertahap-tahap ini disebut semiosis (Hoed, 2001:97). Untuk menganalisis iklan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut (Berger, 2000a:199): 1. Penanda dan petanda 2. Gambar, indeks, dan symbol 3. Fenomena sosiologi: demografi orang di dalam iklan dan orangorang yang menjadi sasaran iklan, refleksikan kelas-kelas sosial ekonomi, gaya hidup, dan sebagainya 4. Sifat daya tarik yang dibuat untuk menjual produk, melalui naskah dan orang-orang yang dilibatkan di dalam iklan

27 36 5. Desain dari iklan, termasuk tipe perwajahan yang digunakan, warna, dan unsur estetik yang lain 6. Publikasi yang ditemukan di dalam iklan, dan khayalan yang diharapkan oleh publikasi tersebut Makna Sukses Sukses ialah mendapatkan apa yang diinginkan. Ini tidak sama dengan bahagia, yang bermakna menikmati apa yang baru saja dimiliki. Anda bahagia, dan tak ingin apapun lagi. Cukup merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki. Orang sukses tidaklah begitu berbeda dengan orang yang tak pernah meraih keinginannya dalam hidup. Seseorang dengan penghasilan tiga kali lipat dari orang lain bukan berarti bekerja tiga kali lebih keras. Mereka juga tidak memiliki pengetahuan, kepintaran, atau potensi tiga kali lipat lebih besar. Mereka hanya bertekad untuk meraih tujuan sehingga selalu menemukan kesempatan yang gagal dilihat orang lain. 52 Ahmad Saiful Islam dalam bukunya Berpikir, Bersikap, dan Beraksi ala Pemenang menyatakan bahwa sukses adalah hak pribadinya. Orang dapat mengalami kesuksesan jika orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan kesuksesan itu. Misalkan dengan mengabaikan perkataan negatif yang berusaha menjatuhkan, sebaliknya mantapkan dengan mengatakan kepada diri sendiri 51 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, Lair Ribeiro, Sukses Bukanlah Sebuah Kebetulan. Rumpun, 2009, 10.

28 37 bahwa hal itu wajar saja dan kita tidak senegatif yang dikatakan. Misalnya dengan mengatakan, Kalau saya mengatakan saya ini orang kaya, orang lain mau apa. Wong ini hak-hak saya. Immanuel Kant berkata, Kita melihat segala sesuatu bukan sebagaimana mereka adanya, melainkan sebagaimana kita adanya. Citra diri merupakan lensa yang dengannya kita dapat memandang dunia. Jika seseorang tidak dapat melihat dirinya sebagai seorang yang sukses dalam suatu hal, orang tersebut mungkin membisikkan pada dirinya untuk berhenti mencoba. Atau, jika seseorang melihat dirinya berbakat dalam sesuatu, ia mungkin akan menemukan segala macam kekuatan batin dan pertolongan dari luar. Seluruh keputusan didasarkan pada apa yang mampu dikerjakan oleh seseorang Komunikasi Pemasaran dan Periklanan dalam Konteks Kritis Pemasaran dan promosi produk-produk kebudayaan dapat dilihat sebagai promosi ideologi di belakang produk-produk tersebut. Dalam pengertian ini, orang yang membeli mobil baru pada masa registrasi baru juga membeli pelbagai kepercayaan dan nilai yang diminati orang-orang yang menjalankan pelbagai hal status sosial, kemakmuran materi, baru adalah bagus, daya saing sosial. Pelbagai pandangan nilai ideologis ini menghasilkan kekuasaan bagi orang-orang yang memproduksi barang-barang kebudayaan, dan berpura-pura meningkatkan kekuasaan orang-orang yang mengonsumsi barang-barang tersebut. Hal ini adalah ilusi. Jika orang yang sama (dengan asumsi bahwa dia benar-benar membutuhkan 53 Ahmad Saiful Islam, Berpikir, Bersikap, dan Beraksi ala Pemenang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012,

29 38 alat transportasi tersebut) telah membeli mobil yang berumur tiga tahun, hal tersebut tidak akan menghasilkan perbedaan terhadap kemampuan mereka untuk mengangkut diri mereka sendiri. Tetapi tentu saja budaya komoditas bukan hanya tentang kebutuhan fungsional Graeme Burton, Pengantar Untuk Memahami: Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra, 2008, 38-39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot. Untuk mempermudah penelitian, maka objek kajian tersebut akan ditelisik dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut pandang yang digunakan. Sebagian orang menyebut paradigma sebagai citra fundamental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Sebagai salah satu pendekatan yang baru, maka pendekatan konstruktivis (intepretatif) ini sebenarnya masih kurang besar gaungnya di bandingkan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian baik yang mencakup objek penelitian, metode penelitian, dan hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Membahas mengenai pengertian tentang paradigma, yang dimaksud paradigma penelitian adalah dasar kepercayaan seseorang dalam melakukan penelitian baik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan ini peneliti menempatkan diri sebagai pengamat dalam memaparkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini 73 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini bersifat desktiptif dalam ranah kualitatif. Deskriptif adalah sifat penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini memiliki signifikasi berkaitan dengan kajian teks media atau berita, sehingga kecenderungannya lebih bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana peneliti hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memakai paradigma dari salah satu penelitian kualitatif yaitu teori kritis (critical theory). Teori kritis memandang

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Paradigma Penelitian Paradigma yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis (critical theory). Aliran pemikiran paradigma ini lebih senang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Pengertian paradigma menurut Dedy Mulyana adalah suatu kerangka berfikir yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penilitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisa semiologi komunikasi. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian

Lebih terperinci

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel Abstrak Penelitian ini menggunakan analisis semiotika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah kualitatif (data yang tidak berupa angka-angka) 35

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah kualitatif (data yang tidak berupa angka-angka) 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Alasan mengapa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Dalam penelitian ini peneliti ingin menggunakan sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Analisis Semiotika Pidato Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Kasus Bank Century merupakan penelitian nonkancah atau nonlapangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang atas dasar konvensi sosial yang terhubung sebelumnya - dapat

BAB III METODE PENELITIAN. yang atas dasar konvensi sosial yang terhubung sebelumnya - dapat 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Analisis Semiotik Secara etimologis istilah semiotika berasal dari kata Yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefisinikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi media massa mempunyai peran yang sangat penting untuk menyampaikan berita, gambaran umum serta berbagai informasi kepada masyarakat luas.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analisis semiotika dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan studi wacana media massa. Pendekatan kualitatif adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jeni s Penelitian Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam program televisi

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka seorang peneliti harus dapat memahami dan menggunakan cara

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Semiotika adalah ilmu yang mempelajari sederetan luar objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Alasan mengapa penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Semiotika sebagai Metode Penelitian Semiotika merupakan cabang ilmu yang membahas tentang bagaimana cara memahami simbol atau lambang, dikenal dengan semiologi. Semiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti BAB III METODE PENELITIAN Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan metode analisa semiotika. Analisa semiotika merupakan suatu teknik analisa yang menarik sebuah tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. ParadigmaKonstruktivis Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas. Konstruktivisme melihat bagaimana setiap orang pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma penelitian Penelitian ini menggunakan metodelogi kualitatif, paradigma yang penulis pilih ialah teori kritis. Penelitian kualitatif merupakan suatu strategy

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian kualitatif melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategori, dan deskripsi yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2014 lalu merupakan tahun yang cukup penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada tahun tersebut bertepatan dengan dilaksanakan pemilihan umum yang biasanya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Referensi Buku: Anwar, Yesmil dan Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Referensi Buku: Anwar, Yesmil dan Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008. 85 DAFTAR PUSTAKA Referensi Buku: Anwar, Yesmil dan Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008. Barthes, Roland. Petualangan Semiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian. Penentuan dan teknik yang digunakan haruslah dapat mencerminkan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian. Penentuan dan teknik yang digunakan haruslah dapat mencerminkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur yang dipergunakan dalam upaya mendapatkan data ataupun informasi guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. 1. Penelitian deskriptif yang ditujukan untuk: 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. 1. Penelitian deskriptif yang ditujukan untuk: 2 BAB III METODOLOGI PENELITIAN\ 1.1 Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif ini adalah jenis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Iklan pada hakikatnya adalah aktivitas menjual pesan (selling message) dengan menggunakan ketrampilan kreatif, seperti copywriting, layout, ilustrasi, tipografi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. mengenai pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan

BAB 3 METODE PENELITIAN. mengenai pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan BAB 3 METODE PENELITIAN Berikut ini akan saya uraikan metode dalam penelitian ini, antara lain mengenai pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data. 3.1 Pendekatan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah media audio visual yang memiliki peranan penting bagi perkembangan zaman di setiap negara. terlepas menjadi bahan propaganda atau tidak, terkadang sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cerita yang penuh arti dan bermanfaat bagi audience yang melihatnya. Begitu juga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cerita yang penuh arti dan bermanfaat bagi audience yang melihatnya. Begitu juga BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paragdima Sebuah tontonan akan menjadi daya tarik tersendiri jika memiliki jalan cerita yang penuh arti dan bermanfaat bagi audience yang melihatnya. Begitu juga dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah kualitatif dengan pendekatan semiotika Barthesian. Definisi metode kualitatif menurut Strauss and

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis adalah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metodologi penelitian merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah- langkah sistematik dan logis tentang pencarian data yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma ialah bagaimana kita memandang dunia. Dalam penelitian komunikasi, paradigma digunakan untuk melihat gambaran umum bagaimana komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba

REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba REPRESENTASI MAKNA LESBIANISME DALAM PESAN NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA Ng Oleh : Damai Ryanti Purba 090904041 Abstrak Penelitian ini berjudul Representasi Makna Lesbianisme dalam Pesan Novel Gerhana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Mustopadidjaja adalah teori dasar atau cara pandang yang fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berisikan teori pokok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film selain sebagai alat untuk mencurahkan ekspresi bagi penciptanya, juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya visualnya yang didukung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah. Penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Sifat Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat interpretatif yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung secara menyeluruh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan dalam berkomunikasi. Komunikasi tersebut tidak terbatas hanya dari apa yang diberikan namun juga dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan paradigma

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan paradigma BAB III METODE PENELITIAN 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan paradigma kontruktivist sebagai interpretatif menolak obyektifitas. Obyektifitas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dikatakan berhasil disaat transmisi pesan oleh pembuat pesan (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor

METODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor (1975) dalam Maleong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis tetapkan, yaitu untuk mengetahui bagaimana film 9 Summers 10 Autumns mendeskripsikan makna keluarga dan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan periklanan sangat lekat dalam kehidupan masyarakat terutama di kota kota besar. Dalam satu hari, masyarakat kota selalu berhadapan dengan iklan, dalam tampilan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series, 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1. Paradigma Penelitian Peneliti memakai paradigma konstruktivis yakni menjabarkan secara terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam persaingan saat ini, produsen dengan segala cara berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam persaingan saat ini, produsen dengan segala cara berusaha untuk 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam persaingan saat ini, produsen dengan segala cara berusaha untuk mengenalkan produknya kepada masyarakat luas. Sehingga masyarakat dihadapkan pada banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dalam keberadaannya manusia memang memiliki keistimewaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dalam keberadaannya manusia memang memiliki keistimewaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dalam keberadaannya manusia memang memiliki keistimewaan yang lebih dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Selain kemampuan daya pikirnya, manusia juga memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif eksplanatif. Penelitian deskriptif eksplanatif merupakan penelitian yang mengungkap fakta,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Infotainment berarti informasi-entertainment. Dimana menyuguhkan informasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Infotainment berarti informasi-entertainment. Dimana menyuguhkan informasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Saat ini, infotainment tumbuh dan mulai menguasai tayangan televisi Indonesia dimana menggantikan tayangan-tayangan pertelevisian yang lainya. Infotainment berarti

Lebih terperinci

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal 63 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan kegiatan pengembangan wawasan keilmuan, dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk memperkuat dan mengubah kognisi dalam menciptakan sejumlah makna-makna konotatif. Namun bahasa tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly).

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly). BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menerangkan metode-metode atau cara-cara. Sedangkan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. menerangkan metode-metode atau cara-cara. Sedangkan penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Metodologi berasal dari kata methodology yang maknanya ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-cara. Sedangkan penelitian terjemahan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi visual memiliki peran penting dalam berbagai bidang, salah satunya adalah film. Film memiliki makna dan pesan di dalamnya khususnya dari sudut pandang visual.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendukung sehingga akan terlihat dengan jelas makna dari iklan tersebut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendukung sehingga akan terlihat dengan jelas makna dari iklan tersebut. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Peneliti menggunakan paradigma penelitian konstruktivis. Iklan Provider 3 (tri) versi jadi dewasa itu menyenangkan tapi susah dijalanin akan dibedah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Berdasarkan tujuan penelitian yang penulis tetapkan, yaitu bagaimana komunikasi narsisme agnezmo direpresentasikan dalam akun instagram @Agnezmo. Maka penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang menjadi sasarannya. Dalam berkomunikasi, orang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang menjadi sasarannya. Dalam berkomunikasi, orang menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu proses yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Komunikasi terjadi pada saat seseorang menyampaikan pesan dalam bentuk lambang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. massa yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi non profit dan

BAB 1 PENDAHULUAN. massa yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi non profit dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi massa melalui berbagai media massa yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan bisnis, organisasi non profit dan individu-individu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Paradigma Penelitian Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Saat ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai manfaatnya, melainkan karena gaya hidup yang disampaikan melalui media massa. Barang yang ditawarkan

Lebih terperinci

BAHASA & KOMUNIKASI: Saussure vs Wittgenstein. Dr. Wahyu Wibowo Materi (tambahan) Komunikasi Bisnis untuk Peserta Diklat PPA Bank BCA Jakarta 2011

BAHASA & KOMUNIKASI: Saussure vs Wittgenstein. Dr. Wahyu Wibowo Materi (tambahan) Komunikasi Bisnis untuk Peserta Diklat PPA Bank BCA Jakarta 2011 BAHASA & KOMUNIKASI: Saussure vs Wittgenstein Dr. Wahyu Wibowo Materi (tambahan) Komunikasi Bisnis untuk Peserta Diklat PPA Bank BCA Jakarta 2011 Perihal Komunikasi Mazhab PROSES: komunikasi sebagai transmisi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Cocacola Versi Live Positively disini peneliti

BAB III METODELOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Cocacola Versi Live Positively disini peneliti 3.1. Paradigma Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Peneliti memakai paradigma konstruksionis yakni menjabarkan secara terstruktur/rekonstruksi pada iklan Cocacola Versi Live Positively disini peneliti

Lebih terperinci