BAB I PENDAHULUAN. emosional. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang kurang memiliki kesadaran dan
|
|
- Ridwan Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seseorang dapat menjadi cerdas secara akademis namun kurang cerdas secara emosional. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang kurang memiliki kesadaran dan kontrol emosi atau apa yang disebut dengan kecerdasan emosional (Stein, 2009). Pada kehidupan nyata tingginya IQ seseorang (cerdas secara akademis) tidak berkorelasi dengan pencapaian kesuksesannya. Kecerdasan emosional adalah penentu kesuksesan yang jauh lebih berharga. Para ahli berpendapat bahwa IQ hanya memberikan sebesar 20% sumbangsih terhadap kesuksesan seseorang. IQ yang tinggi merupakan kunci atribut awal yang memungkinkan seseorang untuk terseleksi dalam kolam pelamar perkuliahan, kandidat kerja dan lainnya namun perbedaan dalam hal IQ bukanlah penentu kesuksesan yang kuat diantara mereka yang mampu lolos seleksi inteligensi awal dari karir mereka. Dalam profesiprofesi yang menuntut IQ dengan level yang tinggi, IQ memiliki kekuatan penentu yang lemah. Dalam sebuah studi mengenai para lulusan Harvard dalam disiplin profesional menemukan bahwa hasil ujian masuk (yang secara garis besar mirip dengan IQ) tidak memiliki korelasi sama sekali terhadap kesuksesan berkarir setelahnya. Dalam suatu disiplin yang kompleks seperti sains dan teknik mesin, kepandaian tidaklah cukup untuk menjadi yang terbaik. Mereka yang mencapai ranking tertinggi menunjukkan tidak hanya kemampuan intelektual namun juga kemampuan untuk bekerjasama, membujuk dan memotivasi orang 1
2 lain, juga disiplin diri, fleksibilitas dan daya tahan. Dengan kata lain mereka memiliki kepandaian emosional (Addis, 2013). Kecerdasan emosional sangat berkaitan erat dengan sebagaimana pintar seseorang dapat mengelola emosi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk dapat mengenali baik emosi diri sendiri maupun orang lain. Hal ini mencakup pemahaman atas emosi, juga berkaitan dengan bagaimana kita mengatur emosi diri sendiri dan orang lain (Stein, 2009). Orang yang memiliki EQ tinggi adalah orang-orang yang dapat mengatasi situasi-situasi yang pelik dengan berhasil, mengekspresikan diri mereka dengan jelas, mendapatkan rasa hormat dari orang lain, mempengaruhi orang lain, menarik orang untuk menolong mereka, tetap tenang dibawah tekanan, mengenali reaksi emosional mereka terhadap orang dan situasi, tahu bagaimana mengatakan hal-hal yang benar untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, mampu mengelola diri mereka secara efektif ketika bernegosiasi, mampu mengelola orang lain secara efektif ketika bernegosiasi, memotivasi diri mereka agar dapat menyelesaikan berbagai masalah, dan tahu bagaimana menjadi positif bahkan ketika dalam situasi yang sulit (Stein, 2009). Sebaliknya, orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah adalah orang-orang yang menjadi marah atau cemas tanpa menyadari bagaimana atau apa yang mereka rasakan, tidak mengerti bagaimana mereka dapat mempengaruhi orang lain, gagal dalam memahami apa yang dirasakan oleh orang lain dalam berbagai situasi, tidak dapat secara efektif menangani perasaan maupun perilaku orang lain, bertindak secara mementingkan diri sendiri, kehilangan kendali atas 2
3 diri terutama ketika di bawah tekanan stres, tidak memahami hubungan antara emosi, pikiran dan perilaku, memicu yang terburuk dari orang lain, tidak mudah dalam menemui orang baru atau dalam mempertahankan suatu hubungan, terlalu menganggap tinggi kemampuan mereka, berulang-ulang mendapatkan masalah karena kemampuan memecahkan masalah yang rendah, menjadi terlalu pasif atau agresif dalam berkomunikasi dengan orang lain, tidak memiliki arahan dan tujuan yang jelas dalam hidup, seringkali melihat kehidupan dari sudut pandang yang kelam, merasa tidak bahagia dalam hidup, tidak mudah beradaptasi terhadap perubahan dan dijauhi oleh orang lain (Stein, 2009). Salah satu cara yang digunakan agar seseorang dapat mengendalikan emosinya adalah dengan melibatkan diri dalam aktifitas yang melibatkan gerakan seperti berolahraga. Hal ini akan mampu membantu secara fisik melalui pelepasan hormon endorphin, khususnya apabila yang dilatih adalah olahraga fisik. Orang yang berolahraga secara rutin tidak hanya mampu mengurangi stress tetapi juga dapat cenderung untuk lebih ceria. Juga mampu untuk memiliki rasa kendali atas tubuh sehingga mampu meningkatkan rasa percaya diri (Stein, 2009). Kecerdasan emosional amat penting dalam kehidupan, karena itulah penelitian ini dibuat untuk melihat bagaimana gambaran kecerdasan emosional seseorang. Terutama juga hal ini menjadi penting mengingat subyek yang diteliti masih berusia remaja dimana merupakan masa badai dan stress (storm and stress), karena merupakan masa bergolak yang diwarnai oleh konflik dan perubahan suasana hati (mood) (Hall, dalam Santrock, 2012). 3
4 Olahraga adalah saluran yang ideal untuk meredakan gejolak, olahraga diduga memiliki dampak katartik dan merupakan sarana yang aman, dimana agresi dapat disalurkan dengan cara yang aman melalui displacement, sehingga yang merupakan olahraga yang sesuai dengan fungsi ini adalah jenis olahraga dimana terjadi suatu bentuk agresi (dalam kasus yang peneliti ambil olahraga ini adalah seni bela diri) dimana melibatkan suatu bentuk kontak fisik dan kompetisi. Katarsis adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh remaja kota dalam kehidupan modern dewasa ini yang hidup dalam situasi dan kondisi yang dipenuhi dengan tekanan dan ketegangan (Erlbaum, 1979). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Daniels & Thornton (dalam Jarvis, 2006) melalui tes inventori Buss-Durkee Hostility, latihan seni bela diri karate justru dapat mengurangi agresi. Dalam penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara serangan bermusuhan melalui pemukulan (kecenderungan untuk merespon dengan kekerasan fisik) dan lama berlatih (r=- 0,64). Studi lain mengenai seni bela diri dilakukan oleh Lake & Hoyt (dalam Jarvis, 2006) dimana 193 orang berkebangsaan Amerika berusia 5-10 tahun dilatih ke dalam dua grup yakni untuk pelajaran PE (Physical Exercise) standar atau sesi Tae Kwon Do di sekolah. Setelah lewat 3 bulan, grup menunjukkan kemajuan yang lebih berarti dalam perilaku prososial juga konsentrasi dan ketekunan yang lebih baik (Jarvis, 2006). Penelitian lain yang dilakukan terpisah oleh Martin pada tahun 1976 (dalam Cashmore, 2003) mendukung konsep katarsis, menunjukkan bahwa kadar agresivitas atlet menjadi berkurang setelah berkompetisi. 4
5 Contoh bahwa olahraga seni bela diri dapat membuat seseorang untuk melatih kendali diri dan kedisiplinan dapat dilihat dalam sebuah contoh yang dibabarkan oleh Hershorn (dalam Hershorn 2003: 75-76), beliau mengilustrasikan bahwa gurunya ketika SMA membuat suatu kejutan dengan menendang suatu tong sampah hingga jauh agar mampu menenangkan keributan kelas, namun tindakan itu bukanlah tidak terkendali atau tanpa arahan. Guru tersebut adalah pemegang sabuk hitam Tae Kwon Do. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Daniels dan Thornton (1990) mengenai pengaruh penelitian seni bela diri dengan tingkat permusuhan (baik secara fisik, nonverbal dan verbal) seseorang yang dilakukan terhadap 5 kelompok partisipan (terdiri dari klub Karate, Ju-jitsu, Rugbi, Badminton dan non atlet) yang masingmasing terdiri dari 18 murid dari Universitas Liverpool ditemukan bahwa (grup atlet mengisi kuesioner mereka dalam sesi pelatihan dan nonatlet dalam kamar) tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada hasil tes kepada 5 kelompok. Pemula dalam seni bela diri menunjukkan tingkat permusuhan yang lebih tinggi dibandingkan atlit lainnya, atlit seni bela diri yang berpengalaman menunjukkan tingkat permusuhan yang lebih rendah dibanding atlit lainnya, dan terakhir analisa dari subskala menunjukkan bahwa tingkat permusuhan fisik menurun secara signifikan dengan lamanya pelatihan seni bela diri, dimana tingkat permusuhan nonverbal sedikit meningkat. Secara umum, ada hubungan yang terbalik antara tingkatan sabuk atau lama dari berlatih seni bela diri dengan kecemasan (Reiter dalam Binder, 2007), agresi, permusuhan (Rothpearl dalam Binder, 2007) dan neurotisisme (Layton dalam 5
6 Binder, 2007). Ada korelasi yang positif antara lama dengan waktu berlatih atau tingkat sabuk dengan kepercayaan diri (Duthie dalam Binder, 2007), kebebasan, kemandirian (Konzak dan Bourdeau dalam Binder, 2007) dan harga diri (Richman dan Rehberg dalam Binder, 2007). Sejumlah studi longitudinal yang memantau murid dari Hapkido, Judo (Spear dalam Binder, 2007), Ju-jitsu (Daniels dan Thornton dalam Binder, 2007), Karate (Daniels dan Thornton dalam Binder, 2007), Tae Kwon Do (Finkenberg dalam Binder, 2007) dan Taijiquan (Brown dalam Binder, 2007) menunjang penemuanpenemuan dalam studi cross-sectional dan menemukan dari hasil yang diperoleh dalam lama berlatih dan bukan dari penyusutan jumlah murid bahwa latihan seni bela diri membina pengurangan dalam rasa permusuhan (Daniels dan Thornton dalam Binder, 2007), kemarahan (Brown dalam Binder, 2007), dan perasaan tak berdaya untuk menyerang (Madden dalam Binder, 2007). Seni bela diri juga dapat membuat seseorang untuk menjadi individu yang lembut (Pyecha dalam Binder, 2007), peningkatan rasa percaya diri (Spear dalam Binder, 2007), harga diri (Finkenberg dalam Binder, 2007) dan kontrol diri (Brown dalam Binder, 2007). Dalam penemuan ini jenis bela diri yang dilatih juga relevan. Kemungkinan besar beberapa dari manfaat psikososial dari berlatih seni bela diri berasal dari aktifitas fisik mengingat bahwa olahraga dalam banyak wujud dapat meningkatkan psychosocial wellbeing (Leith dan Taylor dalam Binder, 2007). Namun, penelitian yang secara langsung membandingkan latihan seni bela diri dengan aktifitas fisik lain menunjukkan bahwa latihan seni bela diri menghasilkan perubahan-perubahan psikososial positif yang lebih besar dalam 6
7 ukuran dan keragamannya dari yang dihasilkan oleh banyak aktifitas fisik lainnya. Perubahan-perubahan ini mungkin memiliki etiologi yang berbeda dan kemungkinan besar, aspek-aspek dari pelatihan seni bela diri yang tidak berkaitan dengan olahraga adalah penting (Binder, 2007). Nonsanchuk dan MacNeil (dalam Binder, 2007) memeriksa kecenderungan agresi dari partisipan pada 7 sekolah yang membuka ekskul Karate, Tae Kwon Do dan Ju-jitsu. Pada tiap sekolah, mereka mengevaluasi pentingnya meditasi dalam kelas, seberapa besar penghormatan yang ditunjukkan murid kepada sensei, dojo dan satu sama lain, tingkat kontak yang diperbolehkan untuk area vital tubuh, dan nilai penting dari kata 1. Berdasarkan evaluasi ini, mereka mengklasifikasikan empat dari sekolah ini dalam golongan tradisional (lebih banyak meditasi, hormat, dan kata, lebih sedikit kontak pada daerah-daerah vital) dan tiga darinya dalam golongan modern. Untuk mengontrol faktor penyusutan jumlah murid agar tidak mempengaruhi hasil, peneliti juga mengevaluasi murid-murid yang telah berhenti mengikuti sekolah-sekolah ini, dan murid-murid yang telah pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Murid-murid pemula, baik yang berada di sekolah modern maupun tradisional memiliki nilai-nilai yang serupa. Muridmurid yang lebih maju dalam sekolah-sekolah tradisional menunjukkan nilai skor yang lebih rendah untuk agresi dibanding murid-murid pemula. Tidak ada perubahan dalam hal nilai, pada murid di sekolah dengan penekanan modern. Baik Trulson (dalam Binder, 2007) dan Reget (dalam Binder, 2007) memperoleh hasil yang serupa, sebagai kontras, Egan (dalam Binder, 2007) menemukan bahwa baik 1 Gerakan terkoreografi dalam pola yang detil dan dipraktikkan baik secara sendirian maupun berpasangan. 7
8 gaya pelatihan tradisional maupun modern membawa kemajuan pada kesehatan mental secara umum. Namun demikian, murid dari seni bela diri tradisional menunjukkan kenaikan yang signifikan pada skor self-acceptance yang mana tidak terdapat pada murid-murid dengan penekanan modern dalam pelatihan. Kebanyakan riset menunjang hipotesa bahwa yang mempengaruhi perbedaan ini adalah lingkungan dari pelatihan dan gaya instruksi (Binder, 2007). Bagi beberapa orang, belajar dan menguasai keahlian baru, seperti seni bela diri, memiliki manfaat psikologis termasuk meningkatkan harga diri dan efikasi diri (Finkenberg dalam Shireman). Dalam seni bela diri, kebanyakan sistem memiliki ranking, atau yang disebut sebagai promosi sabuk. Pada tingkat yang rendah, murid mempelajari keahliankeahlian dasar, dan begitu murid naik ke ranking yang lebih tinggi, komponenkomponen lain ditambahkan ke dalam keahlian motorik dasar agar mampu menghasilkan keahlian motorik kompleks. Penjatahan keahlian dan mengajarkan keahlian dalam langkah tahap demi tahap juga bagus karena hal ini mencegah atlit agar tidak menjadi kerepotan dengan terlalu banyaknya informasi baru yang masuk (Frank dalam Shireman). Praktik seni bela diri dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan efikasi diri. Seseorang yang percaya diri telah belajar untuk menangani dengan baik situasi-situasi stres dan berbahaya yang telah mereka hadapi sepanjang sepak terjang kehidupan mereka. Karena sifat dari seni bela diri adalah untuk menghadapi situasi-situasi yang penuh dengan stres, latihan seni bela diri akan meningkatkan keahlian coping yang dibutuhkan untuk menangani jumlah 8
9 stres yang dihadapai seseorang. Dengan lebih banyak menghadapi situasi-situasi yang membuat stres, seseorang belajar untuk mengendalikan emosi-emosi negatif dalam dirinya seperti rasa takut, keraguan dan kemarahan. Adalah pengendalian yang berkembang dalam diri seseorang seiring dengan berjalannya waktu yang meningkatkan kepercayaan diri sebagai mekanisme kontrol yang dikembangkan oleh seseorang melalui pelatihan seni bela diri yang akan mulai berdampak dalam keseharian hidup mereka (Howell dalam Shireman). Hajiani dan Pooladiryshehry (2013) melakukan studi komparatif berupa t-test pada orang-orang yang berlatih seni bela diri dan tidak berlatih seni bela diri namun berolahraga. Studinya bersampelkan 167 orang yang berlatih seni bela diri (seperti Aikido, Karate, Judo, Jujitsu, Tae Kwon Do, Tai chi, Wushu, Kendo, Goshin, Kung Fu Toa, Jeet Kun Do, Kick Boxing, Muay Thai, Sumo, Hapkido dan Boxing) dan 190 orang yang tidak berlatih seni bela diri namun berolahraga (seperti sepak bola, bola voli, handball, bola basket, bersepeda, berenang, angkat beban, senam, catur, berkuda, panjat tebing, ski, ping-pong, golf dan polo). Melalui hasil studi penelitian ditemukan bahwa pada perbandingan subskala percaya diri (yakni lingkup sosial, fisik, moral, intelektual dan edukasional) pada skor perbandingan rata-rata secara umum orang yang berlatih seni bela diri unggul di semua subskala rasa percaya diri kecuali di subskala sosial. Ju-jitsu mengajarkan suatu kode disiplin yang disebut dengan Bushido atau jalan seorang ksatria dimana seseorang diajarkan untuk mengembangkan sikapsikap loyalitas, bertanggung jawab terhadap kewajiban, kepatuhan, harga diri dan kehormatan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari selain juga untuk 9
10 mengajarkan seseorang agar dapat melindungi dirinya agar tidak menjadi korban tawuran maupun menjadi seseorang yang gampang dihasut untuk ikut tawuran (Pell, 2005). Dampak dari berlatih Ju-jitsu juga tidak perlu membutuhkan periode waktu yang lama agar terasa manfaatnya. Nilai-nilai positif seperti disiplin diri, persahabatan, stress reduction, kebugaran, kewaspadaan dan percaya diri (Pell, 2005) dapat dipetik langsung dari berlatih Ju-jitsu dan akan membentuk kecanduan yang lebih positif dibanding kegiatan berkumpul tanpa arahan yang jelas (nongkrong). Selain itu berlatih seni bela diri justru secara paradoks akan membuat seseorang menjadi lebih lembut karena telah bersentuhan langsung dengan kekerasan sehingga seseorang akan lebih cenderung untuk menghindarinya (Crudelli, 2010). Dampak positif dari berlatih Ju-jitsu tidak membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga pengukuran yang pada penelitian ini adalah mengukur EI dari pelajar SMA 6 yang bersabuk putih dengan sabuk kuning (setingkat diatas sabuk kuning). 1.2.Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan tingkat kecerdasan emosional antara pelajar SMA 6 yang berlatih bela diri Ju-jitsu bersabuk putih dengan yang bersabuk kuning? 1.3. Maksud dantujuan Penelitian Maksud 10
11 Melakukan studi perbandingan kecerdasan emosional pada pelajar SMA 6 yang berlatih bela diri Ju-jitsu dengan sabuk putih dibandingkan dengan yang bersabuk kuning Tujuan Ingin mengetahui adakah perbedaan tingkat kecerdasan emosional antara pelajar SMAN 6 yang berlatih bela diri Ju-jitsu bersabuk putih dengan yang bersabuk kuning Kegunaan Penelitian Manfaat Teoritis Memperkaya teori kecerdasan emosional dalam studi mengenai psikologi olahraga dengan topik seni bela diri khususnya Manfaat Praktis 1) Memberi saran kepada remaja mengenai pentingnya berolahraga untuk mengendalikan emosi. 2) Mengingat pentingnya aktifitas olahraga sebagai sesuatu yang positif yang dapat menyalurkan energi secara positif pada orangtua dan guru. 11
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja ditandai oleh perubahan besar diantaranya kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai oleh perubahan besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan psikologis dan fisik, pencarian identitas juga membentuk hubungan
Lebih terperincisama maka diadakan babak tambahan untuk menentukan pemenang.
Pengaruh Kondisi Fisik Dan AgresivitasTerhadap Performance Olahragawan Pada Pertandingan Karate Nomor Kumite A. Latar Belakang Masalah Karate merupakan cabang olahraga beladiri yang mempertandingkan dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga menjadi salah satu aktivitas yang banyak dilakukan oleh manusia demi menjaga dan meningkatkan kebugaran tubuh. Olahraga sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Di kalangan pelajar khususnya pelajar SMP problema sosial moral ini dicirikan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Teknik ini membandingkan dua sampel dimana sampel-sampel yang
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Teknik ini membandingkan dua sampel dimana sampel-sampel yang dimanipulasi tidak berada dalam kendali peneliti. Dalam kasus ini dua kelompok sampel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencak silat merupakan budaya dan seni beladiri warisan bangsa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencak silat merupakan budaya dan seni beladiri warisan bangsa yang mempunyai nilai luhur. Dalam perkembanganya hingga saat ini pencak silat sudah dipertandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral, etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena banyak perilaku yang menyimpang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Olahraga yang dilakukan dengan rutin dan tidak berlebihan akan membuat manusia menjadi sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran di sekolah tidak hanya dilakukan di dalam jam pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan diluar jam pelajaran bertujuan untuk mendorong terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Untuk itu diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan lainnya. Pendidikan jasmani di sekolah dapat diupayakan peranannya untuk mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan merupakan salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak terlepas dari berbagai macam mata pelajaran yang ada di sekolah. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan merupakan salah satu mata pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil bagi suatu kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Belajar merupakan masalah bagi setiap orang, dan tidak mengenal usia dan waktu lebih-lebih bagi pelajar, karena masalah belajar tidak dapat lepas dari dirinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi
Lebih terperinciPENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI
PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM OLAHRAGA USIA DINI Danu Hoedaya Ilustrator: Didin Budiman Kementerian Negara Pemuda & Olahraga Republik Indonesia Bidang Peningkatan Prestasi dan Iptek Olahraga Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah proses panjang yang dialami seorang individu dalam kehidupannya. Proses peralihan dari masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perubahan pola hidup manusia adalah akibat dari dampak era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan pola hidup manusia adalah akibat dari dampak era globalisasi yang semakin dapat dirasakan dalam kehidupan seharihari, pola hidup dari dampak tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sportifitas dan jiwa yang tak pernah mudah menyerah dan mereka adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga adalah yang penting dalam usaha pembangunan bangsa adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia,olahraga yang selama ini masih bisa dipandang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, pengaruh globalisasi bukan hanya membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan juga membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa di Indonesia semakin meningkat. Menurut Amril Muhammad, Sekretaris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh. Dengan berolahraga badan akan terasa segar dan sehat. Banyak macam olah raga yang dapat dilakukan
Lebih terperinciDiajukan Oleh : DAMAR CAHYO JATI J
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS ANGKATAN 2007 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan ataupun kasus tawuran dan keributan antara pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada akhirnya
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa faktor inteligensi merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, suatu perusahaan dituntut untuk selalu bekerja keras dalam menyelesaikan segala tantangan baik yang sudah ada maupun yang akan datang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taekwondo adalah olahraga bela diri modern yang berakar pada bela diri tradisional Korea. Taekwondo terdiri dari tiga kata dasar, yaitu: tae berarti kaki untuk menghancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini mengakibatkan persaingan di dunia kerja semakin tinggi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi saat ini mengakibatkan persaingan di dunia kerja semakin tinggi dan sangat menuntut profesionalisme dari masing-masing individu dalam bekerja. Seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian
1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik, dan mempersiapkan mereka
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS ATLET BELADIRI KARATE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Beladiri pada jaman dulu dipergunakan untuk membela diri dari gangguan mahluk buas, tapi seiring perkembangan manusia beladiri selain dipergunakan untuk membeladiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciSELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)
Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab itu perguruan tinggi khususnya akuntansi dituntut untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA KEBUGARAN, KECERDASAN INTELEKTUAL, DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KINERJA WASIT FUTSAL LEVEL 1 KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Futsal merupakan salah satu olahraga yang cara permainannya menyerupai dengan sepak bola yang diakui oleh FIFA. Perbedaan yang terlihat dengan permainan sepak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan sekolah dibuat agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini adalah ketika seorang anak muda harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi ini, pendidikan menjadi hal yang penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, pendidikan menjadi hal yang penting bagi masyarakat Indonesia agar mampu mengimbangi kemajuan zaman yang sangat pesat, Pendidikan akuntansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinci2015 PERBAND INGAN PERILAKU SOSIAL ANTARA SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER CABANG OLAHRAGA IND IVIDU D AN BEREGU D I SMA PASUND AN 2 BAND UNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia dalam hidupnya akan mengalami proses yang dinamakan dengan perubahan. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan terjadi secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktifitas fisik yang sering kali dilakukan dengan tujuan menunjang kesehatan. Ada pula yang dilakukan dengan tujuan kesenangan atau rekreasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara mantap, dimana di dalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam rentang kehidupannya setiap individu akan melalui tahapan perkembangan mulai dari masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pencak silat merupakan hasil karya budaya bangsa Indonesia yang telah dikembangkan secara turun temurun hingga mencapai bentuknya seperti sekarang ini. Definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi memiliki tujuan yaitu menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi dalam bidang akuntansi saat ini dan kedepannya dituntut untuk tidak hanya menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan di bidang akademik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan modern. Hal ini ditunjukkan dengan adanya minat untuk memandang olahraga dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan pada siswa. Menurut sebagian siswa UN merupakan proses biasa yang wajib dilalui oleh siswa kelas 6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, beberapa sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta mulai gencar mengembangkan pengadaan Kelas Khusus Olahraga (KKO) atau disebut pula dengan sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tinggi tidak sanggup membuat anak didiknya menguasai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tinggi tidak sanggup membuat anak didiknya menguasai dengan baik pengetahun dan keterampilan hidup. Prakasa (1996) mengkritisi pendidikan tinggi akuntansi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berperan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. Undang-Undang Nomor 20
Lebih terperinci