BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak Pada mulanya pajak hanyalah merupakan suatu upeti (pemberian Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan perkembangan upeti tersebut sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya, pemberian yang dilakukan rakyat kepada Negara digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, membangun sarana sosial dan lain sebagainya. Dengan adanya perkembangan dalam masyarakat, maka sifat upeti yang semula dilakukan secara cuma-cuma dan memaksa tersebut, kemudian dibuatlah suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tersebut tetap ada namun unsur keadilan lebih diperhatikan maka dibuatlah suatu ketentuan berupa Undang-Undang yang mengatur tentang tata cara perpajakan, siapa saja yang akan dikenakan pajak, objek apa saja yang akan dikenakan pajak dan berapa besarnya pajak yang harus dibayar Pengertian Pajak Untuk memahami alasan mengapa Wajib Pajak perlu membayar pajak yang digunakan untuk membiayai keperluan Negara, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian pajak itu sendiri. Pajak merupakan sarana reformasi Negara dalam meningkatkan kemandirian keuangan Negara, meningkatkan tingkat keadilan, serta progresivitas dari pungutan pajak itu 11

2 sendiri. Dalam Undang- Undang RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ( Pasal 1) menyatakan bahwa : Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani dalam Waluyo (2011:2) Pajak merupakan iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan Smeets dalam buku karangan Ilyas dan Burton (2008:6) memaparkan definisi pajak sebagai : Prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual yang maksudnya untuk membiayai pengeluaran pemerintah. 12

3 Deifinisi lainnya yang dikemukakan oleh Seligman (2011:432), seorang guru ekonom, guru besar pendiri dan presidan pertama dari American Economic Association yang menyaakan bahwa: tax is compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Dari definisi pajak diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian tersebut : 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang. Asas ini sesuai dengan pasal 1 (angka 1) UU No. 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2. Pemungutan pajak bersifat memaksa. Apabila terdapat Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan Perundang-Undangan. 3. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya : orang yang membayar pajak akan berjalan dijalan yang sama dengan orang yang tidak membayar pajak. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas Fungsi Pajak Menurut Waluyo (2011 : 6) menyatakan bahwa Pajak dilihat dari pemungutannya memiliki dua fungsi : 13

4 1. Fungsi Budgetair (Penerimaan) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN (Anggran Pendapatan Belanja Negara) sebagai penerimaan dalam Negeri. 2. Fungsi Regulerend (mengatur) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh : dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekankan. Demikian juga terhadap barang mewah Jenis - Jenis Pajak Menurut Waluyo (2011 : 12) menyatakan jenis pajak dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu : A. Menurut Golongannya dibagi menjadi 2 golongan : a) Pajak Langsung Yaitu pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh). b) Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain sehingga sering disebut dengan pajak tidak langsung. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). B. Menurut sifatnya Dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 14

5 a) Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b) Pajak Objektif Yaitu pajak yang bedasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. C. Menurut pemungutannya Dapat dibagi menjadi 2 golongan : a) Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan unutk membiayai rumah tangga. Contohnya : Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. b) Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya : Pajak Reklame dan Pajak Parkir Hukum Pajak Kewenangan pemungutan pajak berada pada Pemerintah. Di Negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan dalam Undang-Undang, seperti di Indonesia pemungutan pajak diatur dalam pasal 23A Amandemen Undang- Undang Dasar 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dalam Undang-Undang. Selanjutnya, keseluruhan peraturan yang meliputi kewenangan Pemerintah untuk 15

6 mengambil kekayaan seseorng dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas Negara termaksud ruang lingkup pengertian hukum pajak. (Waluyo 2011 : 7) Dalam buku Waluyo edisi 10 (2011 : 11), memuat tentang hukum pajak mengatur hubungan antara Pemerintah (Fiskus) selaku pemungut pajak dengan Wajib Pajak. Apabila dilihat dari materinya, hukum pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Hukum pajak materil Yaitu hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objekobjek), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara Pemerintah dan Wajib Pajak. Contohnya : UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. UU No. 12 Tahnu 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. b. Hukum pajak formal Yaitu hukum pajak yang memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum pajak materiil menjadi kenyataan. Contohnya : Tata Cara Penghapusan utang pajak Yang termaksud dalam Subjek Pajak adalah semua Warga Negara Indonesia yang bahkan sejak ia dilahirkan di Indonesia dan menetap di Indonesia atau Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari. Sedangkan yang termaksud dalam Objek Pajak adalah adanya harta, warisan yang belum terbagi, adanya penghasilan 16

7 maupun adanya melakukan transaksi. Yang berhak dikatakan sebagai Wajib Pajak apabila Orang Pribadi tersebut telah memenuhi Syarat Subjektif dan Syarat Objektif seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan yaitu setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan Subjektif dan Objektif sesuai dengan Ketentuan Perundang-Undangan Perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan (tempat usaha) Wajib Pajak yang kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan NPWP, maka wajib mengisi Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan, apabila tidak maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan UU No. 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Untuk batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sesuai dengan Pasal 3 (3) UU KUP adalah : 1. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya Masa Pajak. 2. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak. 17

8 3. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak. Berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang perpajakan, ada beberapa jenis pajak yang dibebankan kepada Wajib Pajak, yaitu : a. Pajak Penghasilan (PPh) dalam UU RI No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU RI No. 36 Tahun b. Pajak Pertambahan Nilai atas barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) dalam UU RI No. 8 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU RI No. 42 Tahun c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam UU RI No. 12 Tahun 1985 sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU RI No. 12 Tahun Sistem Pemungutan Pajak Sedangkan untuk sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (2011 : 17 ) dibagi atas 3 (empat), yaitu : a. Official Assessment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemungut pajak (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Dengan berlakunya sistem ini, Wajib Pajak bersifat pasif dan menunggu pihak Fiskus untuk mengeluarkan SKP ( Surat Ketetapan Pajak) guna untuk mengetahui besarnya pajak yang terutang. b. Self Assessment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak sendiri untuk menghitung, meyetor dan melaporkan besarnya 18

9 pajak terutang. Dengan sistem ini, maka Wajib Pajak berperan secara aktif dan pihak Fiskus hanya melakukan pengawasan guna Wajib Pajak agar tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Contohnya : PPh. c. Withholding System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong dan memungut pajak, yang selanjutnya pihak ketiga ini akan meyetorkannya kepada Fiskus. Contoh : PPN, PPh pasal 22, pasal4(2), pasal 23, pasal 15, pasal Pajak Pertambahan Nilai Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai menurut Untung Sukardji (2012 : 1), yaitu : 1. PPN adalah Pajak Tidak Langsung PPN dapat dialihkan ke pihak lain apabila pembeli sudah membeli barang dan membayarkan PPN, maka penjual wajib menyetorkan kepada Negara. 2. PPN adalah Pajak Objektif PPN dikenakan apabila memiliki objek pajak. 3. PPN Bersifat Multi Stage Levy PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. 4. Perhitungan PPN Terutang untuk Dibayar ke Kas Negara Menggunakan Indirect Subtraction Method Indirect Subtraction Method adalah metode perhitungan PPN yang akan disetor ke kas negaraa dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. 19

10 5. PPN Bersifat Non Kumulatif PPN yang Multi Stage Levy naum bersifat non kumulatif yaitu tidak menimbulkan pajak berganda. 6. PPN di Indonesia Menganut Tarif Tunggal (Single Rate) PPN di indonesua menggunakan tarif tunggal yang dalam UU PPN 1984 ditetapkan sebesar 10%. Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) wajib untuk membuat Faktur Pajak apabila terjadinya penjualan. Dalam UU PPN No. 42 Tahun 2009, PKP wajib membuat faktur pajak apabila adanya terjadinya pembayaran atau terjadinya penyerahan barang/jasa kena pajak, faktur pajak harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya dan dapat dikreditkan dalam jangka waktu 3 bulan. Akan tetapi dalam UU perpajakan sebelum tahun 2008 tidak mengharuskan PKP untuk membuat faktur pajak pada akhir bulan berikutnya Pajak Penghasilan Dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008, menyatakan: Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subyek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Dan dalam buku Waluyo (2011:99) berisi bahwa pengertian Subjek Pajak meliputi Orang Pribadi, Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), sebagai berikut : a. Orang Pribadi 20

11 Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan. Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak pengganti menggantikan yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. c. Badan Pengertian Badan mengacu pada Undang-Undang KUP, bahwa Badan merupakan Orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnta, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama atau bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa dan Bentuk Badan lainnya termaksud Kontrak Investasi Kolektif dan Badan Usaha Tetap. d. Badan Usaha tetap Adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 21

12 2.2 Tinjauan Umum tentang Sengketa Pajak Pengertian Sengketa Pajak Pengertian Sengketa Pajak dalam pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak : Sengketa Pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara pihak Wajib Pajak dengan pihak Fiskus, akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding/gugatan ke pengadilan pajak berdasarkan peraturan Perundang-Undangan perpajakan, termaksud gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang penagihan pajak dengan surat paksa (Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa Kategori Sengketa Pajak Dalam praktiknya, produk hukum dari ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Fiskus tidak selalu dapat diterima atau disetujui oleh Wajib Pajak. Pada umumnya Wajib Pajak dan atau juga Fiskus menganggap bahwa terdapat kesalahan atau pelanggaran pada produk ketetapan sehingga perlu direvisi. Berdasarkan kelaziman, kesalahan atau pelanggaran yang berujung pada masalah sengketa pajak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a. Sengketa formal Sengketa formal timbul apabila Wajib Pajak dan atau Fiskus tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Perundang- Undangan Perpajakan. Bagi Fiskus, kesalahan atau pelanggaran formal mencakup segala penyimpangan terhadap prosedur dan tata cara pemeriksaan, penerbitam ketetapan sampai dengan keputusan keberatan. 22

13 Sedangkan bagi Wajib Pajak, kesalahan atau pelanggaran formal tersebut berupa tidak dipatuhi atau dilaksanakannya prosedur dan tata cara yang ditetapkan oleh Perundang-Undangan perpajakan. Contohnya : masalah jangka waktu penyampaian surat dan syarat formal sahnya suatu permohonan. b. Sengketa material Sengketa material atau biasa yang dikenal dengan materi sengketa, terjadi apabila tedapat perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar (dalam kasus restitusi) menurut Fiskus dengan jumlah perhitungan menurut Wajib Pajak. Perbedaan ini bisa timbul karena adanya beda pendapat mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas perpajakan, perselisihan atas suatu transaksi, atau bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya Penagihan Pajak Pengertian Penagihan Pajak dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Tujuan dengan adanya penagihan pajak agar Wajib Pajak atau penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. 23

14 Saat jatuh tempo pembayaran pajak merupakan awal dari proses penagihan pajak. Prosedur dalam penagihan pajak dalam Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), yaitu : 1. Surat Teguran Surat teguran merupakan langkah awal dari proses penagihan pajak. Surat Teguran diterbitkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak. 2. Surat Paksa Surat Paksa diterbitkan dan disampaikan setelah 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat teguran 3. Penyitaan Apabila setelah diberikan Surat Paksa, akan tetapi penanggung pajak masih belum melunasi utang pajaknya, maka dalam jangka waktu 2x24 jam akan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang penanggung pajak. 4. Pengumuman Lelang Setelah tindakan penyitaan harta penanggung pajak dilakukan dan Penanggung Pajak masih belum melunasi seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak, maka dilanjutkan dengan penjualan barang sita tersebut atau dilakukan secara lelang. Apabila barang yang akan dilelang merupakan barang yang tidak berwujud maka diperlukan pengumuman lelang setelah jangka waktu 14 hari setelah tanggal penyitaan dan dilakukan pengumuman kedua dalam jangka waktu setelah 10 hari kemudian. 24

15 5. Lelang. Lelang dilakukan dalam jangka waktu 14 hari sejak pengumuman lelang Hapusnya Utang Pajak Dalam buku Waluyo ( 2011:19), adapun utang pajak disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Pembayaran Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas Negara. 2. Kompensasi Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang yang diluar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu, kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima Wajib Pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang. 3. Daluarsa Daluarsa diartikan sebagai daluarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluarsa telah lampau waktu lima tahun terhitung sejak diterbitkannya ketetaan pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluarsa penagihan pajak tertangguhkan, antara lain dapat terjadi apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa. 25

16 4. Pembebasan Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya, tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, teapi terhadap sanksi administrasi. 5. Penghapusan Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan Wajib Pajak, misalnya : keadaan keuangan Wajib Pajak Pengadilan Pajak Pengertian Pengadilan Pajak dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak karena Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Dalam hal Banding, Pengadilan Pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa atas Keputusan Keberatan, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sengketa Pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan pemohon banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan. Selain itu Pengadilan Pajak dapat juga memeriksa dan memutuskan Banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sepanjang Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 26

17 Sedangkan dalam hal Gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutuskan sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya yang dimaksud dalam pasal 23 ayat 2 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 dan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang berlaku Timbulnya Sengketa Pajak Pemeriksaan Pengertian pemeriksaan dalam Pasal 1 (25) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 : Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan progessional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Landasan hukum pemeriksaan pajak terdapat dalam pasal 29 ayat (1) UU No. 6 tahun 1983 yang sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan UU No. 28 Tahun tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan : Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak 27

18 dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan apabila Wajib Pajak : a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termaksud yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. b. Menyatakan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi. c. Tidak menyampaikam atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran. d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risk (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Sedangkan dalam pasal 30 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007, pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dapat dilakukan dalam hal : a. Pemberian NPWP secara jabatan. b. Penghapusan NPWP. c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. d. Wajib pajak mengajukan keberatan. 28

19 e. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan netto. f. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil. g. Penentuan satu (pemusatan) atau lebih tempat terutang pajak pertambahan nilai. h. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak. Setelah dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan dari hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan atau selisih, maka pihak Fiskus berwenang untuk menerbitkan produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang berfungsi sebagai Surat Tagihan Pajak (STP). Sebelum diterbitkannya produk hukum tersebut, bagian tim pemeriksa pajak akan memberitahukan secara tertulis mengenai hasil dari pemeriksaan yang biasa dikenal dengan nama Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, Tim Pemeriksa, Kantor Pelayanan Pajak. Dalam kondisi ini, sering sekali Wajib Pajak merasa keberatan atas penetapan jumlah pajak yang ditetapkan oleh Fiskus dalam SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), maka dari sini mulailah terjadi sengketa antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak. Pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dimulai dari penelitian atas SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) yang disampaikan Wajib Pajak ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak) sedangkan untuk penegakkan hukum dilakukan dengan cara pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. Adapun produk hukum yang diterbitkan oleh fiskus atas hasil pemeriksaan Waluyo (2011 : 53) adalah : 29

20 a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diterbitkan dalam hal : 1. Apabila dalam hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang dibayar. 2. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. 3. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%. 4. Apabila Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Penerbitan SKPKB akan disertai dengan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. Sanksi administrasi dikenakan sebesar 2% per bulan maksimal 24 bulan berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah pajak yang terutang. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan untuk menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKPKBT. Penerbitan SKPKBT dilakukan apabila ditemukan data baru dan/atau 30

21 data yang semula belum terungkap yang dapat menyebabkan penambahan pajak yang terutang. c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diakibatkan oleh jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diterbitkan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak. KPP (Kantor Pelayanan Pajak) sudah harus menerbitkan SKPLB paling lama 12 (Dua Belas) bulan sejak permohonan diterima kecuali untuk kegiatan tertentu. Apabila melebihi jangka waktu tersebut belum ada keputusan dari KPP, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Wajib Pajak berhak untuk memperoleh pengembalian atas kelebihan pajaknya. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang dibayar melebihi pembayaran pajak yang ditetapkan, maka SKPLB ini masih dapat diterbitkan lagi. d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah pokok pajak yang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. e. Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa denda dan bunga. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan dalam hal : 1. Apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. 31

22 2. Apabila dari hasil penelitian Surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. 3. Apabila Wajib Pajak dikenakan sanksi berupa bunga dan atau denda. 4. Apabila Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tidak melaporkan kegiatannya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 5. Apabila pengusaha yang tidak/belum dikukuhkan sebagai PKP, tetapi membuat Faktur Pajak. 6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu, atau tidak mengisi Faktur Pajak dengan lengkap. Penerbitan STP (Surat Tagihan Pajak) ini juga akan disertai dengan sanksi berupa sanksi administrasi dan/atau sanksi bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak sampai dengan saat diterbitkannya STP (Surat Tagihan Pajak) Penyelesaian Sengketa Pajak Dalam buku Diaz Priantara (2011:224) Atas hasil pemeriksaan yang dikeluarkannya SKP (Surat Ketetapan Pajak) maupun STP (Surat Tagihan Pajak) oleh pihak Fiskus, tentunya tidak semuanya disetujui Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan perlawanan : 32

23 a. berdasarkan Pasal 16 UU KUP Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima, harus member keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib Pajak. Apabila jangka waktu yang dimaksud telah lewat, tetapi DJP tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, DJP wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak ingin menggunakan Pasal 16 UU KUP, ia harus yakin bahwa penerbitan SKPKB atau SKPKBT atau STP oleh DJP terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Keberatan Keberatan merupakan proses awal yang harus ditempuh bila terjadi persengkataan atau perselisihan dibidang pajak. Apabila Wajib Pajak 33

24 berpendapat bahwa jumlah pajak yang ditetapkan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan hanya kepada DJP (Direktorat Jendral Pajak) sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 yang sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan yang menyatakan bahwa : Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ; Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ; Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ; Pemotongan atau Pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang- Undangan Perpajakan. Keberatan harus diajukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan yang harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya atau dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak didaerah tertentu, menjadi tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Dalam jangka waktu 12 bulan sejak Surat 34

25 Keberatan tersebut diterima, maka DJP sudah harus memberikan keputusan atas keberatan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian dan menolak. Namun apabila dalam jangka waktu 12 bulan, DJP belum/tidak memberikan keputusan kepada Wajib Pajak, maka dalam hal ini akan dianggap bahwa pengajuan keberatan yang dilakukan Wajib Pajak diterima. Apabila keputusan tersebut berupa ditolak maupun dikabulkan sebagian, maka Wajib Pajak akan dikenai sanksi adminstrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. c. Banding. Dalam pasal 27 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah beberapa kali dengan UU No. 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa Banding merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak terhadap keputusan yang dapat diajukan banding, yaitu keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak yaitu surat keputusan keberatan. Banding diajukan oleh Wajib Pajak hanya kepada Badan Peradilan Pajak atau Pengadilan Pajak hanya atas Surat Keputusan Keberatan dalam arti lain, Banding tidak dapat diajukan Wajib Pajak apabila sebelumnya Wajib Pajak tidak mengajukan Keberatan. Permohonan Banding ini harus diajukan paling lama 3 bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan. Dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan banding, maka denda administrasi sebesar 50% 35

26 akibat keberatan ditolak atau diterima sebagian tidak dikenakan. Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 12 bulan sudah harus memberikan keputusan apakah banding diterima seluruhnya maupun sebagian atau ditolak. Apabila dalam hal keputusan Banding ditolak maupun diterima sebagian, maka Wajib Pajak dikenakan denda sebesar 100% (seratus persen). d. Gugatan Dalam pasal 40 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diuraikan bahwa : Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Penagihan Pajak terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan yang berlaku. Apabila Wajib Pajak mendapati penerbitan surat ketetapan pajak atau STP tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang diatur dalam ketentuan peratutan perundang-undangan perpajakan, maka sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) huruf d, Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan kepada Badan Peradilan Pajak. Seperti yang terdapat dalam pasal 23 Undang-Undang KUP, menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat melakukan gugatan atas : a. Pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang. b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak. c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal

27 d. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan. Syarat pengajuan gugatan dalam Pasal 40 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak : a. Diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Pajak dalam Bahasa Indonesia dengan dicantumkan tanggal diterima pelaksanaan penagihan atau keputusan yang digugat. b. Dalam hal gugatan dilakukan atas pelaksanaan penagihan pajak, diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. c. Dalam hal gugatan dilakukam terhadap suatu keputusan, diajukan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. d. Satu gugatan adalah untuk satu keputusan atau satu pelaksanaan penagihan. Wajib Pajak yang mengajukan gugatan harus membayar semua jumlah yang tertera dalam SKP (Surat Ketetapan Pajak) yang dikenal dengan istilah tidak menunda kewajiban perpajakan dan tidak menghalangi pelaksanaan penagihan pajak. Akan tetapi Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penyicilan atau penundaan pembayaran pajak yang terutang termaksud kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam SPT meskipun telah ditentukan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak. Kelonggaran ini diberikan dalam jangka waktu 12 bulan 37

28 dan hanya diberikan kepada Wajib Pajak yang mengalami kesulitan likuiditas. Gugatan yang telah masuk dalam Pengadilan Pajak, masih dapat dicabut oleh penggugat dengan cara mengajukan surat pernyataan pencabutan gugatan kepada Pengadilan Pajak. Gugatan yang dicabut akan dihapuskan dari daftar sengketa dengan cara : a. Penetapan ketua pengadilan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang (belum dilakukan oleh Majelis Hakim). b. Putusan Majelis Hakim melalui pemeriksaan dalam hal surat penyataan pencabutan diajukan setelah sidang (saat sidang gugatan sudah dimulai/berjalan dan sedang dilakukan pemeriksaan) atas persetujuan tergugat. e. Pengajuan dan Penghapusan Sanksi Administrasi berdasarkan Pasal 36 UU KUP, Wajib Pajak dapat mengajukan maksimal 2 kali untuk pengurangan, penghapusan atau pembatalan sanksi administrasi san STP atau SKP: 1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi adminitrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; 2. Mengurangn atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar; 3. Mengurangkan atau membatalakna Surat Tagihan Pajak; atau 4. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa : 38

29 1) Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2) Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Direktur Jenderal Pajak dalam Jangka Waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima, harus memberikan keputusan atas permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu telah lewat, tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolaj atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak. Sanksi adminstrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan meliputi sanksi administrasi yang tercantum dalam : a. STP (Surat Tagihan Pajak). b. SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar). c. SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan). Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPKB atau SKPKBT, hanya dapat dilakukan dalam hal surat ketetapan : a. Tidak diajukan keberatan. b. Diajukan keberatan, tetapi telah dicabut oleh WP. c. Diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat 4 UU KUP. 39

30 Akan tetapi dalam pengajuan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi, terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh WP yaitu : a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) STP, SKPKB atau SKPKBT. b. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang mendukung permohonannya. c. Permohonan harus disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar. d. WP telah melunasi pajak yang terutang. e. Surat permohonan ditandatangani oleh WP, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP, maka surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus. Ini merupakan persyaratan formal yang harus dipenuhi oleh WP sebelum mengajukan permohonan atau pengurangan sanksi administrasi, jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka permohonan WP tidaklah dapat diproses. 40

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 28 28 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemahaman Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut: 1. Soemahamidjaja yang dikutip oleh Ilyas

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN PENETAPAN DAN KETETAPAN Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Pajak awalnya adalah suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), tetapi bersifat wajib dan dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. 1 ALUR KUP WP SPT SKP Inkraacht 3 bulan (dikrim) Daftar Inkraacht Pemeriksaan Keberatan Inkraacht 5 tahun 3 bulan(dite rima)

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN... i PENGERTIAN DAN DEFINISI... 1 CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK... 1 ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN... 1 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK... 4 i PENGERTIAN DAN DEFINISI

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERPAJAKAN

MANAJEMEN PERPAJAKAN MANAJEMEN PERPAJAKAN MODUL 9 Dosen : Jemmi Sutiono Ruang : B-305 Hari : Minggu Jam : 13:30 16:00 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011 Manajemen Perpajakan Jemmi Sutiono Pusat

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ BEBERAPA PERUBAHAN POKOK UU

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 27 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2011 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH - 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN - 1 - SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : a. PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas Akhir Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat.dengan demikian, negara diharapkan memiliki penghasilan yang cukup dalam membiayai kepentingan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Waluyo (2008) adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Waluyo (2008) adalah: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Waluyo (2008) adalah: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI PERANAN PEMERIKSAAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP JUMLAH PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI LEBIH BAYAR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT Lamhot,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORI PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pustaka 2.1.1 Kepatuhan Wajib Pajak 2.1.1.1 Pengertian Kepatuhan Definisi kepatuhan perpajakan menurut James yang dikutip

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf g Undang Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Implementasi Nugroho (2012: 158), menyatakan implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 1 PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang :

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Undang-undang perpajakan dibuat sebagai pedoman bagi berbagai pihak, terutama bagi Wajib

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2010 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Bagian: 1 Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pengertian pajak menurut Waluyo (2007:2) adalah: Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan sumber pendapatan daerah yang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. 1 Pengertian Pajak (1) Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK HAK WAJIB PAJAK 1. Menunda penyampaian surat pemberitahuan 2. Pembetulan Surat Pemberitahuan 3. Mengangsur pembayaran 4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 10 OKTOBER 2011 NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG : PAJAK RESTORAN Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian Hukum 2011

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a. bahwa Pajak Air

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting,

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci