4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perairan pantai Subang yang terletak di pantai utara pulau Jawa berhadapan langsung dengan Laut Jawa yang berada di sebelah utaranya. Beberapa sungai utama bermuara di pantai Subang, seperti Sungai Cilamaya, Blanakan, Ciasem, Cipunagara dan Sungai Cileuleuy yang membentuk 5 anak sungai. Umumnya sungai-sungai tersebut dimanfaatkan oleh nelayan sebagai sarana keluar/masuk perahu saat melakukan penangkapan ikan di perairan pantai utara Subang. Di antara sungai-sungai tersebut, Sungai Blanakan merupakan jalur yang paling ramai sebagai sarana keluar/masuk kapal penangkapan ikan dari luar Subang, karena di tepi sungai ini terdapat Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Blanakan. Para nelayan dari lokasi perairan sekitar umumnya langsung mendaratkan ikan hasil tangkapannya di TPI tersebut (Ariawan & Irawanti 2005). Selain itu, di daerah pesisir dekat laut lepas terdapat unit penambangan minyak pertamina yang berjarak sekitar ± 1Km dari Blanakan. Di bagian daratan Blanakan sangat dekat dengan jalur pantura yang termasuk daerah perlintasan kendaran yang tersibuk di Pulau Jawa. Selain itu, terdapat hamparan persawahan yang mengelilingi Kecamatan Blanakan, dimana buangan irigasi persawahan tersebut diantaranya masuk ke Sungai Blanakan. Salah satu mata pencaharian masyarakat Kecamatan Blanakan adalah bertambak ikan di daerah mangrove dengan konsep sylvofishery. Beberapa aktivitas di sekitar Kecamatan Blanakan yang berpontensi meningkatkan kandungan logam berat dalam perairan adalah pengecatan untuk anti fouling pada kapal dan pencucian kapal di sungai dapat meningkatkan konsentrasi logam Cu. Kegiatan transportasi yang menghasilkan asap dari bahan bakar baik itu dari kapal tempel maupun kendaraan motor menjadi penyumbang Pb ke perairan Blanakan begitu juga halnya dengan penambangan minyak mentah yang ada didaerah laut Blanakan yang berpotensi penyumbang Pb ke pesisir Blanakan. Menurut penelitian Pacyna (1986) dalam Darmono (2001) minyak mentah mengandung logam Pb sebesar µg/l dan Cd sebesar µg/l.

2 18 Sedangkan kegiatan perbaikan/ pengecatan kapal dan penggunaan pestisida merupakan penyumbang logam Cd ke perairan tersebut (Mukhtasor 2007). 4.2 Parameter Lingkungan Parameter fisika dan kimia yang diamati pada penelitiann ini antara lain suhu, ph, oksigen terlarut (DO) dan salinitas. Hasil pengamatann tersebut tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter fisika dan kimia perairan Blanakan Parameter Suhuu ph DO Salinitas Satuan C - mg/l psu Data Sampel ,1-8, Baku Mutu* ,5 >5 0,5-30 * KepMen LH Nomor 51 Tahun Suhu Suhu merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan hidup organisme dalam suatu ekosistem darat maupun perairan (Khazali 1998). Suhu di perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasii udara, penutupan awan, aliran dan kedalaman badan air. Perubahan suhu air berpengaruh terhadap sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Peningkatan suhu akan meningkatkan reaksi kimia, evaporasi dan votilisasi (Effendi 2003). Hasil pengukuran suhu di lokasi penelitian disajikan pada Gambar Hulu Blanakan Tambak A Tambak B Tambak C Tambak D Ciasem Blankan Gangga Gambar 3. Grafik nilai suhu ( o C) di perairan lokasi penelitian

3 19 Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa suhu perairan di lokasi penelitian berada pada rentang angka o C dan hal ini sesuai dengan baku mutu KepMen LH (2004) yaitu sekitar o C. Suhu pada kedelapan daerah tersebut masih dapat ditoleransi bagi kehidupan biota. Daerah tambak C dan D memiliki suhu paling tinggi dibandingkan dengan daerah perairan lainnya yaitu sebesar 34 o C, sedangkan daerah perairan hulu Blanakan memiliki suhu paling rendah yaitu sebesar 29 o C. Daerah tambak C dan D memiliki suhu yang paling tinggi karena daerah tersebut memiliki jumlah mangrove yang lebih sedikit dibandingkan daerah lainnya. Hal ini menyebabkan panas matahari yang sampai ke perairan tambak C dan D lebih besar daripada daerah lainnya. Hulu Blanakan memiliki suhu yang rendah karena perairannya tergolong perairan terbuka dimana perpindahan maupun perubahan suhu relatif lebih cepat berubah. Hal ini juga didukung oleh kondisi lingkungan hulu Blanakan yang didominasi oleh pepohonan rindang. Berbeda halnya dengan daerah tambak A dan B yang memiliki populasi mangrove yang lebih lebat. Pada tambak A dan B, suhu perairannya relatif lebih rendah. Selain itu, perairan tambak merupakan perairan yang tergolong semi tertutup dimana debit air diatur oleh masukan dan keluaran air dari kalen (pintu). Berbeda halnya pula dengan daerah muara yang merupakan perairan terbuka, dimana terjadi perpindahan suhu yang relatih cepat. Suhu berbanding lurus dengan toksisitas dari logam berat, semakin tinggi suhu dari suatu perairan tersebut maka semakin tinggi juga tingkat toksisitas logam yang ada di perairan tersebut yang dapat membahayakan bahkan menyebabkan kematian biota Salinitas Setiap lokasi memiliki kadar salinitas yang berbeda-beda menurut sebaran horizontal salinitasnya, dimana semakin menuju laut maka salinitasnya semakin tinggi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan (presipitasi) dan aliran sungai (run off) yang ada di sekitarnya (Effendi 2003). Hal tersebut sesuai dengan data salinitas yang ditampilkan pada Gambar 4 yang menunjukkan bahwa perairan yang posisinya semakin ke laut (muara), nilai salinitasnya semakin tinggi.

4 20 30,0 30,0 30,0 1,0 8,0 4,0 7,0 7,5 Gambar 4. Grafik nilai salinitas (psu) di perairan lokasi penelitian Berdasarkan grafik salinitas perairan tersebut dapat diketahui bahwa hulu Blankan memiliki salinitas paling kecil, yaitu sebesar 1psu. Hal tersebut wajar karena semakin ke arah hulu, salinitasnya akan semakin mendekati salinitas air tawar. Pada daerah tambak A, B, C, dan D masing-masing memiliki salinitas 8,4 psu, 7,0 psu dan 7,5 psu. Tambak A dan C terletak lebih dekat ke arah laut (hilir) dibanding tambak B dan D. Menurut Effendi 2003, nilai salinitass semakin ke laut akan semakin tinggi nilainya. Hal ini sesuai dengan yang didapat di lapangan, dimana nilai salinitass tambak A dan C lebih tinggi (8 psu dan 7,5 psu) dibanding dengan tambak C dan D (4 psu dan 7 psu) yang letak tambaknya lebih dekat dengan hulu. Salinitas tertinggi terdapat pada daerah Ciasem, Blanakan, dan a Gangga yaitu masing-masing sebesar 30 psu. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa daerah muara memiliki perpaduan air laut yang lebih dominan dibandingkan dengan air tawar, selain itu pengambilan sampel ini dilakukan tepat pada saat air pasang. Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nybakken (1992) bahwa kondisi perairan daerah estuari dipengaruhi oleh pengaruh daratan (tawar) dan lautan. Salinitas tinggi terjadi saat pengaruh lautan lebih dominan dibandingkan pengaruh dari daratan, yaitu ketika terjadi pasang. Sedangkan nilai salinitas rendah dipengaruhi oleh pengaruh daratan, yaitu ketika air tawar masuk ke perairan melalui aliran sungai. Hal inilah yang menyebabkann perairan muara

5 21 memiliki kisaran salinitas yang luas, sedangkan pada hulu Blanakan memiliki kisaran yang rendah ph Derajat keasaman (ph) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion-ion hidrogen dan menunjukan kondisi air. Dengan mengetahui nilai ph perairan dapat mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam perairan. Nilai ph suatu perairan memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur dalam konsentrasi ion hidrogen (Sarjono 2009). Hasil pengukuran ph di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5. 6,5 7,0 7,0 7,0 8,0 8,0 8,0 5,0 Hulu Blanakan Tambak A Tambak B Tambak C Tambak D Ciasem Blankan Gangga Gambar 5. Grafik nilai ph di perairan lokasi penelitian Berdasarkan hasil pengukuran nilai ph perairan selama pengamatan menunjukan nilai ph berada pada kisaran 5-8. Nilai ph tertinggi terdapat pada perairan muara, yaitu Ciasem, Blanakan, dan Gangga, masing-masing sebesar 8, sehingga perairan ini tergolong perairan basa. Tingkat toksisitas logam berat di perairan juga dapat dipengaruhi oleh ph. Toksisitas logam berat akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ph di perairan. Hal ini karena adanya logam yang sukar larut yang menyebabkan logam lebih banyak mengendap di dasar perairan (Sarjono 2009). Padaa umumnya ph air laut tidak bervariasi karena adanya kapasitas penyangga (buffering capacity) dari sistem karbon dioksida dalam air laut, hal ini berarti ph air laut tidak mudah berubah. Namun demikian apabila terjadi pembebanan pengotoran perairan yang terus-menerus, baik yang berasal dari limbah domestik maupun

6 22 industri, maka akan terjadi pula perubahan ph. Jika hal ini terjadi maka akan menimbulkan gangguan bagi biota laut (Nontji 1984 dalam Mulyawan 2005). Produktifitas perairan dapat dipengaruhi oleh ph, air yang bersifat basa dan netral cenderung lebih produktif dibanding dengan air yang bersifat asam Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh seluruh jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan (Salmin 2005). Hasil pengukuran oksigen terlarut di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Grafik kandunga DO (mg/l) di perairan lokasi penelitian Berdasarkan hasil pengukuran nilai oksigen terlarut (DO) yang dilakukan di lapangan didapatkan nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada daerah tambak A yaitu sebesar 8,9 mg/l. Nilai oksigen terendah terdapat pada daerah Hulu Blanakan yaitu sebesar 4,1 mg/l. Sedangkan kandungan oksigen terlarut pada stasiun pengamatan lainnya berkisar antara 7,0 mg/l hingga 8,6 mg/l. Hulu Blanakan memiliki nilai DO yang rendah disebabkan perairan tersebut dekat dengan perumahan penduduk dan sering menjadi tempat pembuangan limbah rumah tangga seperti limbah organik. Limbah rumah tanggga dapat menurunkan nilai DO perairan, karena mikroorganisme mempergunakan oksigen untuk mendegradasi organik tersebut (Nybakken 1982). Sungai Blanakan memiliki kedalaman yang lebih rendah dibanding perairan lainnya, sehingga suhu dari sinar matahari cepat masuk dan

7 23 mempengaruhi nilai DO sampel perairan. Stasiun pengamatan tambak A memiliki nilai DO yang tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya. Hal tersebut diduga karena tambak A memiliki kepadatan pohon mangrove yang tinggi dibanding tambak B, C, dan tambak D. Sehingga pada saat masukan cahaya tinggi pada siang hari, akan terjadi proses fotosintesis yang tinggi pula (Effendi 2003). Dalam suatu perairan seperti perairan pesisir, pasti memiliki nilai saturasi DO. Saturasi merupakan tingkat jenuh, dan saturasi DO merupakan tingkat terjenuh DO yang ada dalam suatu perairan. Umumnya saturasi oksigen dari hulu ke hilir perairan akan semakin. memiliki DO yang cukup tinggi, disebabkan pada saat pasang terjadi pergerakan pengaduk-adukan air yang dapat meningkatkan nilai DO pada perairan tersebut. (Effendi 2003). 4.3 Logam Berat Kadmium (Cd) Hasil pengukuran Cd di perairan Blanakan menunjukkan bahwa kadar Cd rerata di perairan Blanakan relatif sama, yakni <1 µg/l. Perairan Hulu Blanakan memiliki nilai Cd sebesar 0,22 µg/l, pada daerah tambak A, B, C, dan D masingmasing sesuai urutan memiliki nilai sebesar 0,38 µg/l, 0,36 µg/l, 0,18 µg/l dan 0,49 µg/l. Daerah muara yaitu Ciasem, Blanakan dan Gangga masing-masing memiliki nilai Cd sebesar 0,51 µg/l dan 0,27 µg/l. Berdasarkan baku mutu menurut KepMen LH No. 51 Tahun 2004, nilai Cd yang diperoleh dari 8 daerah pengambilan sampel tersebut belum melewati batas yang ditentukan yaitu sebesar 1 µg/l. Kandungan Cd tertinggi terdapat pada Ciasem yaitu sebesar 0.51 µg/l, diikuti tambak D, tambak A, B, Blanakan dan Gangga, Hulu Blanakan dan yang terendah pada tambak C. Menurut Jaakola dkk. (1971) dalam Sanusi (1985), air laut yang belum tercemar mengandung 1-2 µg/l Cd. Sedangkan pada perairan laut yang tercemar antara kali lebih besar. Secara ringkas, gambaran hasil pengukuran kandungan logam berat Cd di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.

8 24 0,49 0,51 0,38 0,36 0,27 0,27 0,22 0,18 Hulu Blanakan Tambak A Tambak B Tambak C Tambak D Ciasem Blankan Gangga Gambar 7. Grafik kandungan logam Cd (µg/l) di perairan lokasi penelitian Hart dan Davis (1981) dalam Anggraeny (2010) menyatakan bahwa Cd yang terdapat dalam air hampir 90 persen dalam bentuk terlarut, hanya sebagian kecil diabsorpsi oleh padatan tersuspensi atau partikel. Kadmium bersifat toksis terhadap hewan air disebabkan sifat logam berat tersebut yang mudah terikat pada gugus sulfhydri (-SH) protein tubuh hewan. Hal tersebut menyebabkan aglutinasi, aktivitas enzim terhambat, mengikat ligand fosfat, mengubah membran permeabilitas sel, bersifat anti metabolit terhadap Zn, merusak dan mereduksi sistem detoksifikasi mikrosomal dalam hati. Menurut Katz (1973) dalam Sanusi (1985), dikemukakan bahwa toksisitas Cd pada ikan dapat mengakibatkan terbentuknya lapisan mukus pada insang ikan. Hal itu menimbulkan gangguan terhadap respirasi dan sistem sirkulasi darah lewat insang. Daerah Ciasem memiliki nilai Cd yang tinggi karena daerah ini merupakan tempat perlintasan kapal-kapal penangkap ikan, dimana setiap kapal penangkap ikan tersebut akan melepaskan Cd yang berasal dari cat kapal (Syahminan 1996). Selain dari pada itu, pengambilan sampel ini dilakukan di saat pasang dimana sumber Cd dari laut lepas terbawa oleh arus laut. Dalam perairan sekalipun mengandung kadar Cd yang rendah, dapat menimbulkan tekanan fisiologis

9 25 berat terhadap kehidupan tiram, yaitu melalui kerusakan sublethal terhadap efisiensi pemanfaatan makanan ( Sanusi 1985). Berdasarkan hasil penelitian Widigdo & Pariwono (2000) (Lampiran 6) menunjukkan bahwa nilai logam berat Cd yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih rendah, dimana nilai logam berat Cd pada penelitian Widigdo & Pariwono (2000) berada pada kisaran nilai 3-36 µg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada daerah muara. Nilai logam berat tersebut berbeda dapat disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan sampel yang memiliki rentang 10 tahun. Selain itu juga karena perairan Blanakan, khususnya daerah tambak, sudah banyak digalakkan dan disosialisasikan tentang pentingnya menanam mangrove pada tambak yang memiliki peran dalam mengasimilasi logam berat pada air (Gunawan & Anwar 2008). Berdasarkan hasil penelitian Gunawan & Anwar (2008) pada Lampiran 8 didapat nilai logam berat Cd < 4 µg/l yang diamati didaerah Ciasem pada tahun Nilai Cd di daerah Ciasem lebih tinggi disebabkan daerah Ciasem lebih dekat dengan jalur pantura, dimana terdapat banyak aktivitas transportasi kendaraan yang secara umum menjadi penyumbang logam Cd ke perairan. Untuk kebutuhan budidaya udang, kandungan logam berat Cd yang diperbolehkan berada dalam perairan tambak adalah sebesar 0-10 µg/l (Prihatman 2000). Dalam badan perairan, kelarutan Cd dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Biota-biota yang tergolong kelompok udangudangan akan mengalami kematian dalam selang waktu 96 jam bila di dalam badan perairan terlarut logam atau persenyawaan Cd pada rentang konsentrasi antara µg/l. Untuk jenis biota laut seperti ikan akan mengalami kematian bila dalam badan perairan tersebut terkandung logam Cd pada rentang konsentrasi µg/l (Lestari & Edward 2004) Tembaga (Cu) Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa nilai logam berat jenis Cu pada masing-masing stasiun pengamatan memiliki kadar < 8 µg/l. Pada daerah Hulu Blanakan memiliki nilai sebesar 2,21 µg/l, daerah Tambak A, B, C, dan D sesuai urutan sebesar 2,04 µg/l, 0,51 µg/l, 2,55 µg/l, dan 1,02 µg/l. Tiga daerah muara seperti Ciasem, Blanakan dan Gangga masing-masing

10 26 sebesar 1,87 µg/l dan 2,89 µg/l. Dari kedelapan daerah tersebut, Blanakan dan Gangga memiliki kadar logam berat Cu paling tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Nilai Cu yang diperoleh berdasarkan baku mutu KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 menunjukan bahwa nilai Cu pada kedelapan tempat belum melewati batas yang ditetapkan yaitu sebesar 8 µg/l, sehingga logam berat Cu belum begitu berbahaya bagi biota yang ada di perairan. Namun Cu termasuk kedalam kelompok logam esensial dimana dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai Ko-enzim dalam proses metabolisme tubuh. Sifat racunnya baru muncul dalam kadar yang tinggi. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan dimana ia hidup. Gangga dan Blanakan memiliki nilai Cu tertinggi dikarenakan perairan ini merupakan daerah tempat perlintasan kapal-kapal perikanan setiap waktu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mukhtasor (2007) bahwa logam berat Cu dipakai dalam pengawetan kayu dan cat antikarat pada lambung kapal. 2,89 2,89 2,55 2,21 2,04 1,87 1,02 0,51 Hulu Blanakan Tambak A Tambak B Tambak C Tambak D Ciasem Blankan Gangga Gambar 8. Grafik kandungan logam Cu (µg/l) di perairan lokasi penelitian Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widigdo & Pariwono (2000) pada daerah Subang, didapatkan nilai Cu yang sudah melewati batas baku mutu KepMen LH Nomor 51 Tahun 2004 yaitu sebesar 235 µg- 412 µg. Hal ini diduga karena pengambilan sampel pada penelitian Widigdo & Pariwono dilakukan pada tahun 2000, sehingga diduga terjadi pengendapan

11 27 logam berat Cu ke dasar perairan. Selain itu, daerah pengambilan sampel penelitian yang dilakukan Widigdo & Pariwono (2000) lebih dekat dengan laut lepas, sehingga logam berat memiliki kecenderungan lebih cepat mengendap ke dasar laut, hal ini dikarenakan senyawa-senyawa logam Cu memiliki tingkat kelarutan yang relatif kecil dan kondisi perairan yang bersalinitas tinggi (Kadang 2005). Untuk kebutuhan budidaya udang, kandungan logam berat Cu yang diperbolehkan berada dalam perairan adalah sebesar 0-20 µg/l (Prihatman 20000). Ikan sensitif terhadap logam Cu karena mempunyai penahan yang efektif pada proses absorpsi tembaga. Juga merupakan racun bagi algae dan moluska. Konsentrasi Cu sebesar µg dapat membunuh ikan (Cannel 1974 dalam Syahminan 1996). Konsentrasi logam Cu sebesar 50 µg telah membahayakan lingkungan laut. Logam Cu dapat terakumulasi oleh organisme laut dengan faktor konsentrasi sebesar kali besarnya dalam moluska dan seribu kali dalam ikan (Razak 1980 dalam Syahminan 1996). Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut sebesar 10 µg dapat mengakibatkan kematian fitoplankton. Kematian tersebut disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Jenis-jenis sumberdaya ikan yang termasuk dalam keluarga udangudangan akan mengalami kematian dalam tenggang waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu berada dalam kisaran µg/l. Dalam tenggang waktu yang sama, biota yang tergolong ke dalam keluarga moluska akan mengalami kematian bila kadar Cu yang terlarut dalam badan perairan di mana biota tersebut hidup berkisar antara µg/l, dan kadar Cu sebesar µg/l dalam badan perairan telah dapat membunuh ikan-ikan (Lestari & Edward 2004). Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 6) yang dilakukan oleh Widigdo & Pariwono (2000) menunjukan bahwa nilai logam berat Cu yang diperoleh jauh lebih tinggi dibanding dengan hasil data logam berat Cu yang diperoleh pada penelitian ini, dimana logam Cu memiliki rentang nilai dari µg/l dengan nilai tertinggi terdapat pada daerah muara. Nilai logam berat tersebut berbeda bisa disebabkan karena selang tahun pengambilan sampel yang dilakukan yang memiliki rentang 10 tahun dimana logam berat tersebut mengalami pengendapan ke dasar laut.

12 Timbal (Pb) Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui nilai logam berat jenis Pb pada masing-masing stasiun pengamatan. 4,63 4,84 2,32 1,47 1,05 0,63 0,42 1,26 Hulu Tambak A Tambak B Tambak C Tambak D Blanakan Ciasem Blankan Gangga Gambar 9. Grafik kandungan logam Pb (µg/l) di perairan lokasi penelitian Dari kedelapan stasiun pengamatan tambak D memiliki kadar logam berat timbal (Pb) paling tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Kedelapan stasiun pengamatan tersebut memiliki kadar < 8 µg/l. Hal ini mengindikasikan bahwa masing-masing perairan tersebut belum tercemar oleh logam Pb sesuai dengan baku mutu KepMen LH No. 51 Tahun Berdasarkan data, Blanakan dan Ciasem merupakan perairan dengan nilai logam berat Pb yang rendah. Hal ini sesuai dengan pustaka yang dikemukakan oleh Sudarmaji dkk. (2006) bahwa di dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari pada air tawar. Walaupun di lapangan diketahui bahwa terdapat sebuah pabrik kilang minyak bumi di lepas pantai dimana minyak bumi ini merupakan salah satu sumber dari logam berat Pb. Menurut Millero & Sohn (1992) dalam Anggraeny (2010) timbal (Pb) merupakan jenis logam yang masuk ke perairan laut melalui atmosfer dan cepat menghilang dari perairan laut karena residence time-nya singkat dimana Pb memiliki residence time selama 14 hari di perairan. Selain itu, Pb memiliki berat atom yang besar sehingga memiliki kemungkinan untuk mengendap ke sedimen lebih cepat. Tambak C dan tambak D memiliki nilai Pb yang lebih tinggi. Jika dilihat dari kondisi lingkungannya tambak C dan D ditumbuhi oleh sedikit mangrove dibandingkan dengan tambak A dan B. Tambak yang memiliki sedikit mangrove,

13 29 batuan maupun batuan pasir akan lebih mudah tergerus oleh air (laut dan darat) dan terbawa oleh air tambak baik saat pasang maupun surut dimana kadar Pb secara alami di dalam tanah sekitar µg/kg (Sudarmaji dkk. 2006). Hal tersebut juga diperjelas oleh Gunawan dkk. (2007) yang mengatakan adanya fakta bahwa tambak empang parit yang masih mempertahankan mangrovenya mengandung bahan pencemar lebih rendah daripada tambak yang sudah tidak ada mangrovenya merupakan indikasi bahwa mangrove memiliki peranan yang penting dalam menjaga kualitas habitat perairan. Selain itu juga dengan adanya mangrove pada tambak akan berdampak pada meningkatnya keragaman makhluk hidup, yang mana makhluk hidup tersebut dapat menyerap logam berat (bioakumulasi), seperti pada tambak A & B. Unsur Pb cenderung mengalami bioakumulatif dalam tanaman dan tubuh hewan air. Senyawa ini dalam bentuk organik lebih beracun dibandingkan dalam bentuk anorganik. Berdasarkan hasil penelitian (Lampiran 6) yang dilakukan oleh Widigdo & Pariwono (2000) menunjukan bahwa nilai logam berat Pb yang diperoleh jauh lebih tinggi dibanding dengan hasil data logam berat Pb yang diperoleh pada penelitian ini, dimana logam Pb memiliki rentang nilai dari µg/l dengan nilai tertinggi terdapat pada daerah muara. Nilai logam berat tersebut berbeda dapat disebabkan karena selang tahun pengambilan sampel yang dilakukan yang memiliki rentang 10 tahun. Selain itu juga karena perairan Blanakan khususnya daerah tambak sudah banyak digalakkan dan disosialisasikan tentang pentingnya menanam mangrove pada tambak yang memiliki peran dalam mengasimilasi logam berat pada air (Gunawan & Anwar 2008). Selain itu juga penelitian terdahulu dilakukan di daerah laut dimana logam berat lebih cepat mengendap ke dasar perairan dan pengambilan logam berat Pb dilakukan hanya sekali sampling (spasial). Berdasarkan penelitian (Lampiran 8) yang dilakukan oleh Gunawan & Anwar (2008) di daerah tambak Ciasem didapat nilai logam berat Pb sebesar 562 µg/l, nilai Pb ini lebih besar ukurannya bila dibandingkan dengan parameter yang diamati lainnya. Hal ini diduga karena daerah tambak Ciasem lebih dekat dengan jalan raya (pantura) dan rumah penduduk, dimana jalan raya dan transportasi merupakan penyumbang Pb ke dalam perairan termasuk tambak.

14 30 Dari segi kebutuhan untuk budidaya udang/ikan, kandungan logam berat Pb yang diperbolehkan berada dalam perairan adalah sebesar 0-30 µg/l (Prihatman 2000). Berdasarkan penelitian Ghalib dkk. (2002) menyatakan bahwa keberadaan logam berat timbal sebanyak 50 µg/l terjadi laju penurunan konsumsi oksigen sebesar 0,0959 µl O 2 /mg berat basah/ jam pada perlakuan juvenil bandeng (Chanos chanos) sehingga akan mempengaruhi proses respirasi pada ikan yang dapat menyebabkan ikan lemas dan mati. Timbal dapat mempengaruhi kerja enzim-enzim atau fungsi protein, bahkan dapat menyebabkan kematian pada ikan dan organisme perairan lainya yaitu pada konsentrasi 50 µg/l (Hutagalung & Razak 1981 dalam Syahminan 1996). Pb bersifat toksis terhadap biota laut, kadar Pb sebesar µg/l dapat menyebabkan keracunan pada jenis ikan tertentu dan pada kadar µg/l dapat membunuh ikan-ikan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa biota-biota perairan seperti krustakea akan mengalami kematian setelah 245 jam, bila pada badan perairan dimana biota itu berada terlarut Pb pada konsentrasi µg/l (Lestari & Edward 2004). 4.4 Implikasi Pengelolaan Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa daerah Blanakan yang menjadi tempat pengambilan sampel belum terjadi indikasi pencemaran pada perairan baik itu pada tambak, sungai, maupun muara. Namun, logam berat Cd, Cu, dan Pb merupakan bahan inorganik yang bersifat tidak dapat diurai oleh makhluk hidup sehingga akan terakumulasi didalam tubuh biota dan juga manusia yang mengkonsumsinya. Berdasarkan hasil penelitian logam berat (Lampiran 4) Cd, Cu, dan Pb oleh Napitu (2011) pada biota ikan dan udang di empat stasiun penelitian perairan Blanakan yang sama daerahnya yaitu tambak, hulu, dan muara didapatkan nilai Cu sebesar µg/l dengan nilai terbesar terdapat pada udang di daerah muara. Nilai Cd berkisar dari 4-5 µg/l, dan nilai Pb memiliki rentang nilai 5-196,3 µg/l yang mana nilai tertinggi terdapat pada udang di daerah muara. Dari data yang didapatkan oleh Napitu dan saya mengindikasikan bahwa nilai logam berat pada air lebih kecil dibandingkan pada biota,. Logam berat Cd, Cu, dan Pb merupakan logam berat yang bersifat non biodegradable sehingga

15 31 akan terus terakumulasi dalam tubuh yang mengkonsumsinya yang disebut proses bioakumulasi. Semakin tinggi tingkat tropic level-nya maka semakin banyak pula logam berat tersebut yang terakumulasi. Ini yang disebut proses biomagnification atau bioamplification. Sebagai gambaran bila kandungan pencemar non biodegradable dalam air 0,003 µg/l, maka di dalam plankton akan naik menjadi 40 µg/l, kemudian di dalam tubuh ikan-ikan kecil yang memakan plankton menjadi 500 µg/l, bila ikan-ikan kecil ini dimakan oleh ikan yang lebih besar maka kandungan pencemar dalam ikan besar ini menjadi 2000 µg/l. Kemudian bila ikan-ikan besar ini dimakan oleh burung elang maka kandungan bahan pencemar di dalam tubuh burung elang tersebut menjadi µg/l (Wardhana 1995 dalam Gunawan & Anwar 2008). Demikian juga sama halnya bila ikan tersebut dimakan oleh manusia, maka manusia yang menerima bahan pencemar tertinggi. Berdasarkan batasan dari Dirjen Perikanan Budidaya yang merujuk ke batasan dari Komisi Eropa, batasan maksimum residu yang dibolehkan Maximum Residual Limit (MRL) untuk jenis logam berat di dalam udang untuk Pb, dan Cd adalah 500 µg/l sedangkan pada ikan adalah berturut-turut untuk Pb, dan Cd adalah 200 µg/l, dan 50 µg/l (Putra dkk. 2008). Konsentrasi residu maksimum yang diizinkan bagi produk laut untuk kesehatan manusia adalah sebagai berikut, Pb 1500 µg/l dan Cd 200 µg/l, sedangkan Cu yang merupakan salah satu unsur essensial masing-masing adalah µg/l (FAO 1983 dalam Arifin 2011). Salah satu upaya mengurangi dampak dari pencemaran tersebut adalah melalui mekanisme penyaringan alami oleh komponen biotik ekosistem, terutama vegetasi mangrove. Hasil penelitian Gunawan & Anwar (2008) membuktikan bahwa ekosistem mangrove mampu meredam pengaruh pencemaran perairan melalui proses asimilasi perairan. Hasil penelitian Gunawan dkk. (2007) menunjukkan bahwa pemanfaatan mangrove secara lestari melalui pola sylvofishery memberikan dampak ekologis yang baik. Bahkan dalam substrat tambak biasa mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri 16 kali lebih besar dibandingkan substrat mangrove dan 14 kali lebih (Lampiran 5) besar dari tambak empang parit (sylvofishery). Meskipun demikian, saat ini ekosistem mangrove di lokasi tersebut banyak ditebang sehingga tidak mampu menjalankan mekanisme alaminya menyaring pencemaran air. Adanya fakta bahwa tambak empang parit

16 32 yang masih mempertahankan mangrovenya mengandung bahan pencemar lebih rendah daripada tambak yang sudah tidak ada mangrovenya merupakan indikasi bahwa mangrove memiliki peranan yang penting dalam menjaga kualitas habitat perairan. Hal ini seharusnya menjadi pembelajaran dan disebarluaskan kepada para petambak yang telah membabat mangrovenya agar mau menanaminya kembali. Pemahaman juga diberikan, bahwa kualitas produk perikanan akan sangat menentukan harga jual di pasar. Oleh karena itu kualitas habitat perairan (dalam hal ini termasuk ekosistem mangrove) perlu dijaga kelestariannya. Dengan demikian produk perikanan dari Indonesia diharapkan dapat diterima pasar, baik dalam maupun luar negeri. Untuk memulihkan kembali fungsi ekologis dan mengoptimalkannya dengan fungsi ekonomis maka perlu dilakukan restorasi atau rehabilitasi tambak empang parit. Dalam kegiatan restorasi ini, tidak saja dengan menanami kembali kawasan hutan mangrove yang gundul tetapi juga mengembalikan disain empang parit yang telah banyak diubah. Dengan komposisi dan disain lanskap sylvofishery secara menyeluruh sehingga memenuhi perbandingan 80% mangrove dan 20% tambak secara merata, maka diharapkan fungsi ekologis dan ekonomis secara berangsur akan kembali optimal.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Berdasarkan buku Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten (9), wilayah mangrove desa Jayamukti Kecamatan Blanakan secara administrasi kehutanan termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai

TINJAUAN PUSTAKA. pengumpul hujan dan juga berbagai kehidupan manusia. Umumnya sungai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan sumber air sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sungai berfungsi sebagai transportasi sedimen dari darat ke laut, untuk pengumpul hujan dan juga berbagai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat Miller (2004) dalam Mukhtasor (2006) mendefinisikan bahwa pencemaran merupakan sebaran penambahan pada udara, air, dan tanah, atau makanan yang membahayakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran adalah suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat menyebabkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang, Sepanjang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang, Sepanjang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu adalah salah satu kabupaten yang ada di provinsi jawa barat. Ibu kota Indramayu adalah Indramayu yang merupakan pusat pemerintahannya, Indramayu dari segi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laut dan kehidupan di dalamnya merupakan bagian apa yang disebut Ekosistem yaitu suatu lingkungan tempat berlangsungnya reaksi timbal balik antara makhluk dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang terdapat di provinsi Bali dengan banyak aktivitas manusia seperti tempat singgah kapal-kapal dan berbagai aktivitas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagian besar

Lebih terperinci