BAB II KAJIAN PUSTAKA. terjemahan sebagai berikut: Translation is the superordinate term for converting the

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. terjemahan sebagai berikut: Translation is the superordinate term for converting the"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penerjemahan Kajian dalam penerjemahan dipelopori oleh Newmark (1988) yang mendefinisikan terjemahan sebagai berikut: Translation is the superordinate term for converting the meaning of any source language utterance to the target language. Maksud dari definisi tersebut adalah bahwa didalam penerjemahan terjadi suatu proses konversi makna ujaran dari bahasa sumber kedalam bahasa sasaran. Selanjutnya dalam melakukan proses penerjemahan, Newmark (1988:5) menjelaskan bahwa teks adalah sesuatu yang memiliki dinamika dan bukan sekedar sesuatu yang statis. Penerjemahan merupakan upaya mengalihkan pesan yang ditulis dalam BSu ke BSa dengan mengutamakan kesepadanan makna. Tentu dalam hal melakukan proses penerjemahan, penerjemah membutuhkan keahlian yang cukup dalam menguasai tata bahasa, kemampuan membaca dan memahami teks bacaan pada kedua bahasa. Proses penerjemahan merupakan kegiatan pengalihan suatu pesan dari BSu ke dalam BSa. Proses ini bersifat kognitif karena sifatnya yang abstrak dan tidak dapat dilihat karena terjadi dalam otak penerjemah sehingga hanya dia sendiri yang mengetahuinya dan mengambil suatu keputusan yang tepat. Machali (2009) menyatakan bahwa proses penerjemahan merupakan rangkaian tahapan yang harus dilalui oleh seorang penerjemah agar bisa sampai pada hasil akhir. Sementara itu, menurut Munday (2001: 5) pengertian dari penerjemahan ini adalah As changing of an original verbal language into a written text in a different verbal language. Maksud dari teks tersebut adalah bahwa terjemahan merupakan pertukaran bahasa lisan yang original ke dalam teks tertulis dalam sebuah bahasa lisan yang berbeda. Terkait dengan

2 perihal ekuivalensi yang ditetapkan sebagai suatu kata kunci, Catford (1965:20-21) menyatakan bahwa translation is The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL) and the term equivalent is a clearly a key term. Pemahaman dari definisi tersebut adalah bahwa suatu penerjemahan merupakan proses pertukaran atau pengalihan suatu teks dari bahasa sumber dengan mencari kesepadanan terdekat ke dalam bahasa sasaran. Meskipun sangat jarang terdapat padanan suatu kata dalam bahasa sumber yang sama dengan arti dalam bahasa sasaran, namun keduanya dapat berfungsi secara ekivalen pada saat keduanya dapat saling dipertukarkan (interchangeable). Berdasarkan ketiga definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang menekankan suatu kesamaan, yakni adanya ekuivalensi makna. Dalam penerjemahan, yang kemudian terjadi adalah transfer makna dari bahasa sumber (source language) ke bahasa sasaran (sasaran language), dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan produk (Nababan, 2010). Dari perspektif yang agak berbeda namun masih relevan dengan translasi sebagai penggunaan interpretatif bahasa (interpretative use of language), Ernst dan Gutt memberi pengertian penerjemahan sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk pernyataan ulang (restate) apa yang telah dinyatakan atau dituliskan oleh seseorang dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya. The translation is intended to restate in one language what someone else said or wrote in another language (Ernst & Gutt dalam Hickey, 1998: 46). Terkait dengan perihal makna, Larson mendefinisikan penerjemahan sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran melalui tiga langkah pendekatan, yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3)

3 mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran (Larson, 1984: 3). Bell menegaskan pengertian penerjemahan yang hampir sama dengan Catford, yakni penerjemahan sebagai suatu bentuk pengungkapan suatu bahasa dalam bahasa lainnya sebagai bahasa sasaran, dengan mengedepankan semantik dan ekuivalensi. Translation is the expression in another language (or sasaran language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences (Bell, 1991: 4-5). Berdasarkan beberapa definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan merupakan suatu kegiatan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang kemudian adanya transfer makna dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran. (BSa), dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan yang akan bermuara pada produk terjemahan yang baik, sebagaimana dikemukakan Halliday dalam Steiner bahwa terjemahan yang baik adalah suatu teks yang merupakan terjemahan ekivalen terkait dengan fitur-fitur linguistik yang bernilai dalam konteks penerjemahan. A good translation is a text which is a translation (i.e. is equivalent) in respect of those linguistic feautures which are most valued in the given transalation context. (Halliday, 2001: 17). Penerjemahan bukanlah suatu hal yang sederhana, melainkan sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang kompleks. Disebut kompleks karena penerjemahan tidak terlepas dari berbagai faktor lain yang terkait dengan linguistik, seperti faktor budaya misalnya. Kompleksitas penerjemahan yang telah disinggung pada bahagian latar belakang sebelumnya ditegaskan oleh Hatim, bahwa dalam proses penerjemahan tidak hanya menyangkut kosa kata dan tata bahasa semata, melainkan juga menyangkut perihal budaya. (A translation work is a multi-faceted activity; it is not a simple matter of vocabulary and grammar only but that it can never be separated from the culture (Hatim, 2001: 10).

4 Di samping keharusan akan kemahiran dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran, penerjemahan sebagai proses juga mensyaratkan keterampilan lain; keluwesan, dan kepemilikan wawasan mengenai berbagai disiplin ilmu, tergantung jenis teks yang sedang diterjemahkan. Pada poin ini, Hatim yang dikutip oleh Richards menjelaskan: Translation as very probably the most complex type of event yet produced in the evolution of the cosmos. (Hatim, 2001: 11). Kompleksnya masalah yang dihadapi oleh seorang penerjemah seperti diuraikan di atas, menuntut keterampilan lebih untuk menerapkan penggunaan dua pilar utama sebagai penyangga penerjemahan, yakni yang pertama penerapan teknik-teknik penerjemahan dan penerapan penggeseran-pergeseran pada teks yang diterjemahkan. Oleh karena kompleksitas proses penerjemahan, maka profesionalisme adalah sesuatu yang mutlak. Profesionalisme dalam hal ini ditandai dengan beberapa kompetensi, yakni: 1) Kompetensi dalam dua bahasa (ideal bilingual competence), 2) Memiliki keahlian (expertise) dalam pengetahuan dasar genre teks serta terampil menyimpulkan (inference), dan 3) Kompetensi dalam komunikasi (Bell, 1991: 38-41). Kepemilikan keahlian serta kompetensi tersebut di atas merupakan penanda seorang penerjemah ideal, yang seterusnya akan dapat dengan piawai menerapkan teknik-teknik penerjemahan dalam pekerjaannya. Dalam melaksanakan kegiatan penerjemahan, penerjemah tidak terlepas dari permasalahan teknis. Berbagai jenis teknik penerjemahan tersebut di atas adalah suatu keniscayaan yang harus dimiliki. 2.2 Jenis-jenis Terjemahan Pada dasarnya terjemahan dapat dibedakan ke dalam tiga jenis: (1) terjemahan intralingual atau rewording, yakni interpretasi tanda verbal dengan menggunakan tanda lain dalam bahasa yang sama; (2) terjemahan interlingual atau translation proper, merupakan

5 interpretasi tanda verbal dengan menggunakan bahasa lain; dan (3) terjemahan intersemiotik atau transmutation, yakni `interpretasi tanda verbal dengan tanda dalam sistem tanda nonverbal (Jakobson dalam Venuti, 2000: 114). Tipe penerjemahan pertama atau intralingual menyangkut proses menginterpretasikan tanda verbal dengan tanda lain dalam bahasa yang sama. Dalam penerjemahan tipe yang kedua (interlingual translation) tidak hanya menyangkut mencocokkan/membandingkan simbol, tetapi juga padanan kedua simbol dan tata aturannya atau dengan kata lain mengetahui makna dari keseluruhan ujaran. Terjemahan tipe ketiga yakni transmutation, menyangkut pengalihan suatu pesan dari suatu jenis sistem simbol ke dalam sistem simbol yang lain seperti lazimnya dalam Angkatan Laut Amerika suatu pesan verbal dapat dikirimkan melalui pesan bendera dengan menaikkan bendera yang sesuai dalam urutan yang benar (Nida, 1964: 4). Jenis terjemahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terjemahan interlingual atau translation proper. Sementara Larson dalam Choliluddin (2005: 22) mengklasifikasi terjemahan dalam dua tipe utama, yakni terjemahan berdasarkan bentuk (Form-based translation) dan terjemahan berdasarkan makna (Meaning-based translation). Terjemahan berdasarkan bentuk, cenderung mengikuti bentuk bahasa sumber yang dikenal dengan terjemahan harfiah, sementara terjemahan berdasarkan makna cenderung mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber dalam bahasa sasaran secara alami. Terjemahan tersebut dikenal dengan terjemahan idiomatik. 2.3 Ekuivalensi dalam Terjemahan Bahasa sasaran yang menjadi produk atau hasil suatu proses penerjemahan, idealnya adalah merupakan hasil yang ekivalen dengan keakuratan pesan dari bahasa sumber, keterbacaan, dan keberterimaan produk. Ekuivalensi tersebut menyangkut ekuivalensi pada tataran leksem (kata), frasa (above word level), gramatikal, tekstual, maupun pada tataran

6 pragmatik. Namun dalam hal ini, Mona Baker menyatakan bahwa keseluruhan tataran tersebut digunakan dengan syarat bahwa meskipun ekuivalensi dapat dipraktikkan, hal itu tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor linguistik dan budaya; yang oleh karena itu sifatnya adalah relatif. It is used here with the proviso that although equivalence can usually be obtained to some extent, it is influenced by a variety of linguistic and cultural factors and is therefore always relative. (Baker, 1992: 6). Oleh karena adanya konsep yang menyatakan bahwa penerjemahan merupakan penempatan atau representasi suatu teks yang ekivalen dari suatu bahasa ke bahasa lainnya, maka teks bahasa yang berbeda dapat menjadi ekivalen pada tingkatan yang berbeda; baik secara keseluruhan, maupun sebahagian dalam kaitannya dengan konteks semantik, sintaksis, leksem, dan lain-lain; serta dalam tingkatan penerjemahan kata demi kata, frasa demi frasa, dan klausa demi klausa. Text in different language can be equivalent in different degrees, level of presentation, and ranks. (Bell, 1991: 6). Berbeda dengan Baker, Mary Snell dan Hornby menggunakan istilah parallel teks sebagai pengganti ekuivalen. Suatu hasil terjemahan selalu diperoleh dari teks lain; teks paralel, yakni hasil dari dua teks yang independen dari sisi linguistik dan berasal dari suatu situasi yang sangat identik. A translation is always derived from another text. Parallel texts are two linguistically independent product arising from identical situation. (Snell, 1998: 86). Namun secara substansi keduanya adalah sama, karena ekuivalensi dengan keparalelan adalah dua terminologi yang bersinonim - yakni bahwa pesan yang dikandung oleh bahasa sumber sampai kepada pembaca melaui bahasa sasaran. Ketidakakuratan dalam penerjemahan ditandai dengan ketidakekuivalenan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran, yang kemudian disebut sebagai produk terjemahan yang tidak baik sebab baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran tidak mengandung ide yang sama, sebagaimana dikemukakan oleh Halliday: that translation equivalence is defined

7 in ideational terms; if a text does not match its source text idetionally, it does not quality as a translation, so the question whether it is a god translation does not arise. (Halliday dalam Steiner, 2001: 16). 2.4 Penilaian Kualitas Terjemahan Pembahasan mengenai produk terjemahan sulit untuk lepas dari aspek kualitas terjemahan. Menurut Silalahi (2012: 26), penilaian terhadap kualitas terjemahan terkait erat dengan fungsi terjemahan sebagai alat komunikasi antara penulis asli dengan pembaca sasaran. Ada tiga tingkat kualitas terjemahan yaitu keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan. Dari ketiga tingkat di atas, masalah keakuratan pesan menempati prioritas utama sebagai konsekuensi dari konsep dasar penerjemahan bahwa suatu teks dapat disebut terjemahan jika teks tersebut mempunyai padanan (equivalence relation) dengan teks sumber. Penelitian ini hanya menilai kualitas terjemahan dari sisi keakuratannya saja. Strategi penilaian kualitas terjemahan yang digunakan khususnya penilaian tingkat keakurataan terjemahan yaitu Accuracy Rating Instrument yang dikemukakan oleh Nababan (2004) dalam Silalahi (2012). Dalam penerapannya strategi ini menggunakan penilaian angka skala 1-3 yang dibagi menjadi akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Angka-angka yang digunakan dalam instrumen ini ialah sebagai nilai kecenderungan untuk menilai suatu teks. Kualitas terjemahan diibaratkan seperti tiga sisi yang saling berhubungan. Sisi pertama adalah sisi keakuratan dalam pengalihan pesan. Sisi yang kedua adalah sisi tingkat keberterimaan terjemahan dan sisi yang ketiga adalah sisi tingkat keterbacaan dari terjemahan. Keutuhan dari suatu kualitas terjemahan dapat dilihat dari ketiga sisi tersebut. 2.5 Keakuratan Terjemahan Menurut Nababan (2004: 61) keakuratan terjemahan berkaitan dengan seberapa jauh isi teks bahasa sumber dapat tersampaikan dengan benar ke dalam bahasa sasaran. Terkadang

8 kita menemukan terjemahan yang isi atau pesan yang terkandung pada TSa sesuai dengan isi atau pesan yang terkandung pada TSu, tetapi cara mengungkapkan isi atau pesan tersebut tidak sesuai dengan kaidah atau norma budaya yang berlaku pada Bsa. Dan terkadang ada juga suatu terjemahan yang dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Bsa, tetapi tingkat keakuratan pesannya rendah. Hal tersebut mengakibatkan hasil terjemahan dapat berupa terjemahan akurat, terjemahan kurang akurat dan terjemahan tidak akurat. Suatu terjemahan dapat dikatakan akurat jika terjemahan tersebut tidak mengalami distorsi makna. Maksudnya adalah makna kata, frasa, klausa dan kalimat yang ada di bahasa sumber dalihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Kesimpulannya adalah jika suatu terjemahan diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa sasaran tanpa ada penambahan ataupun penghilangan informasi yang tidak sesuai dengan teks sumbernya, maka terjemahan yang dihasilkan adalah terjemahan yang akurat. Sedangkan jika di dalam suatu terjemahan ditemukan makna kata, istilah teknis, frasa, klausa dan kalimat pada BSunya mengalami distorsi makna (terjemahan ganda) ataupun ada makna yang dihilangkan dan menggangu keutuhan pesan, maka terjemahan tersebut dikatakan terjemahan kurang akurat. Sementara itu, suatu terjemahan dikatakan terjemahan tidak akurat adalah jika makna kata, istilah teknis, frasa, klausa ataupun kalimat pada Bsu dialihkan secara tidak akurat kedalam BSa atau dihilangkan sehingga keutuhan pesan yang ada Bsu tidak diterjemahkan ke dalam BSa. Hal tersebut dapat terjadi bila penerjemah; 1) tidak menemukan padanan kata yang tepat, 2) melakukan penghilangan yang tidak perlu, 3) melakukan penambahan yang tidak perlu dan 4) adanya pergeseran yang dapat menyebabkan distorsi makna.

9 2.6 Makna Figuratif Makna figuratif atau makna kiasan (figurative meaning, tranfered meaning) adalah pemakaian leksem dengan makna yang tidak sebenarnya. Sebagai contoh frasa mahkota wanita tidak dimaknai sebagai sebuah benda yang dipakai seorang wanita di atas kepalanya yang merupakan lambang kekuasaan seorang pemimpin dan berhiaskan emas atau permata, namun frasa ini dimaknai sebagai rambut wanita Selain itu, makna kiasan terdapat pula pada peribahasa atau perumpamaan. Misalnya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Makna figuratif muncul dari bahasa figuratif (figurative language) atau bahasa kiasan. Bahasa figuratif atau kiasan merupakan penyimpangan dari bahasa yang digunakan sehari-hari, penyimpangan dari bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian) kata-kata supaya memperoleh efek tertentu atau makna khusus (Abrams,1981:63). Menurut Abrams (1981:63) bahasa figuratif (figurative language) adalah penyimpangan penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai seharihari (ordinary), penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata, suatu penyimpangan rangkaian kata supaya memperoleh beberapa arti khusus. Bahasa kias atau figuratif menurut Abrams (1981:63-65) terdiri atas simile, metafora, metonimia, sinekdoke, dan personifikasi. 1. Simile adalah majas yang membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lainnya dengan menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Kata penghubung yang digunakan contohnya seperti, bagaikan, bak, layaknya, laksana, dll. Contoh: Guru bagaikan pelita dalam hidup kita.

10 2. Metafora adalah bahasa non-literal atau figuratif yang mengungkapkan perbandingan antara dua hal secara implicit. Contoh: Bibir guci itu mulai retak 3. Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai nama seluruh atau sebaliknya. Contoh: Mereka menjual Koran demi sesuap nasi (makan). 4. Metonimia adalah sebuah majas yang menggunakan sepatah-dua patah kata yang merupakan merek, macam atau lainnya yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata. Contoh: Kaisan selalu pergi ke sekolah dengan menggunakan Honda (seharusnya sepeda motor) 5. Personifikasi adalah salah satu majas dalam Bahasa Indonesia. Personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati. Contoh: Saat ku melihat rembulan, dia seperti tersenyum kepadaku seakan-akan aku merayunya. Bahasa figuratif sebenarnya adalah gaya bahasa kiasan. Altenbernd yang dikutip oleh Pradopo (1994:93) membedakan bahasa kiasan dan sarana retoris (rethorical device). Sejalan dengan pendapat Altenbernd, Abrams (1981:63) mengelompokkan gaya bahasa kiasan dan sarana retoris ke dalam bahasa figuratif. Menurutnya, bahasa figuratif sebenarnya merupakan

11 bahasa penyimpangan dari bahasa sehari-hari atau dari bahasa standar untuk memperoleh efek tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abrams (1981:63). Figurative language is a deviation from what speakers of a language apprehends as the ordinary, or standard, significance or sequence of words, in order to achieve some special meaning or effect. Bahasa kiasan atau figure of speech yaitu alat untuk memperluas makna kata atau kelompok kata untuk memperoleh efek tertentu dengan membandingkan atau membagi serta mengasosiasikan dua hal. Keraf (1994:137) mengatakan bahwa untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut: 1) tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan 2) perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut 3) perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu ditemukan. Jika tak ada kesamaan maka perbandingan itu adalah bahasa kiasan. Keraf menyebut metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. 2.7 Metafora Kajian tentang metafora sudah menjadi topik bahasan sejak zaman Aristoteles. Secara etimologis, metafora dibentuk dari dua kata Yunani, yakni meta yang bermakna di atas atau sesuatu yang melebihi dari seharusnya atau standarnya; dan pherein yang bermakna mengalihkan atau memindahkan. Dengan demikian, metafora dapat dimaknai sebagai

12 pengalihan citra sesuatu kepada sesuatu yang lain atau dengan kata lain metafora merupakan bahasa figuratif yang membandingkan dua hal dengan mengatakan benda yang satu dengan benda lainnya. Sifat manusia yang sangat kompleks menimbulkan keragaman manusia dalam bertindak dan bertutur. Setiap orang dapat mengungkapkan sesuatu hal dengan beragam cara. Demikian juga dengan metafora, ia adalah hasil keragaman sifat manusia dalam mengungkapkan pikiran, tindakan, dan perasaannya. Penggunaan metafora tentu ada maksudnya, atau ada sesuatu yang melatari penggunaannya, misalnya karena kesopanan, keterbatasan dari penggunaan bahasa langsung, keindahan dan sebagainya. Sebagai contoh Engkau adalah MATAHARIKU penggunaan kata matahari sebagai pengalihan dari engkau adalah karena konsep matahari sesuai dengan apa yang dinginkan maksudnya oleh penuturnya. Matahari mewakili sesuatu yang mempunyai daya energi maha besar tanpa habis; sebagai sumber penerangan; mampu memberi kehangatan; langgeng (dalam arti keberadaannya dipercayai akan ada sampai hari Kiamat); dan lain-lain. Kemudian kemungkinan ungkapan tersebut diucapkan oleh seseorang kepada kekasihnya dengan tujuan agar kekasihnya kagum karena dibandingkan dengan sesuatu yang luar biasa. Dengan demikian dari konteks tersebut dapat dikatakan bahwa pengalihan atas sesuatu yang lain karena memang sesuai dengan maksudnya. Apabila menggunakan istilah selain matahari, mungkin apa yang penutur inginkan tidak tercapai. Alwi dkk (1993:484) menyatakan bahwa metafora ialah cara menyatakan sesuatu dengan memakai kata atau frasa yang artinya berbeda benar dari arti yang biasa. Ungkapan memerangi kebodohan, umpamanya, merupakan hubungan metaforis antara verba memerangi dan nomina kebodohan karena kebodohan dianggap sebagai musuh. Metafora disebutkan oleh Keraf (1992:139) merupakan semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya.

13 Lakoff dan Johnson (1980:3) melihat metafora bukan sekadar fenomena bahasa, melainkan juga melibatkan pikiran dan tindakan manusia: metaphor is pervasive in everyday life, not just in language but in thought and action. Our ordinary conceptual system, in terms of which we both think and act is fundamentally methaporical in nature.metafora diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa. Batasan metafora yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980: 1993) terletak pada salah satu aspek utama metafora, yaitu ungkapan metaforis {metaphorical/linguistic expression). Pada awalnya, batasan metafora hanya dibatasi pada bentuk linguistis. Namun, dalam pengertian Lakoff dan Johnson metafora tidak saja beroperasi pada tataran bentuk bahasa semata melainkan juga dalam pikiran (thought) seorang penulis atau tindakan (action) seorang pembicara. Teori metafora konseptual yang diciptakan oleh Lakoff (1993) beroperasi pada tataran pikiran. Metafora menghubungkan dua domain konseptual, yaitu RSu dan RSa (Deignan 2005). Dengan kata lain, definisi metafora yang digagas oleh Lakoff dan Johnson secara komprehensif mencakup aspek linguistis dan aspek kognitif/konseptual penggunaan bahasa dalam konteks tertentu. Dilihat dari segi sintaksis, metafora dapat dibagi menjadi tiga kelompok: (1) metafora nominatif yaitu metafora yang lambang kiasnya hanya terdapat pada nomina kalimat, dan karena nomina posisinya dalam kalimat berbeda-beda, metafora nominatif dapat dibagi lagi menjadi metafora nominatif subjektif dan metafora objektif atau yang biasa disebut metafora nominatif komplementatif, (2) metafora subjektif, yaitu metafora yang lambang kiasnya muncul hanya pada subjek kalimat, sementara komponen-komponen kalimat yang mengandung metafora tetap dinyatakan dengan kata-kata yang mempunyai makna langsung. (3) metafora predikatif, yaitu metafora yang lambang kiasnya hanya terdapat pada

14 predikat kalimat, sedangkan subjek dan komplemen kalimat (jika ada) masih dinyatakan dalam makna langsung, dan (4) metafora kalimat, yaitu metafora yang seluruh lambang kiasnya jenis ini tidak terbatas pada nominatif (baik subjek maupun objek) dan predikatnya saja, melainkan seluruh komponen dalam kalimat metaforis itu merupakan lambang kias (Wahab, 1990: ). Secara semantik, metafora selalu mengandung dua macam makna, yaitu makna kias dan makna yang dimaksud. Makna yang dimaksud dapat diungkapkan melalui serangkaian prediksi yang dapat diterapkan bersama pada lambang atau simbol kias dan makna langsung. Berdasarkan pilihan citra yang dipakai oleh pemakai bahasa dan para penulis di pelbagai bahasa, pilihan citra oleh Ulmann (1977) dibedakan atas empat kelompok, yakni (1) metafora bercitra antropomorfik, (2) metafora bercitra hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konkret, (4) metafora bercitra sinestesia atau pertukaran tanggapan/persepsi indra. Metafora bercitra antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Para pemakai bahasa ingin membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dalam banyak bahasa dapat dicontohkan dengan mulut gua, mata pisau, kepala keluarga, dan lain-lain. Metafora bercitra hewan, biasanya digunakan oleh pemakai bahasa untuk menggambarkan satu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman pemakai bahasa, misalnya kambing hitam, mengadu domba, otak udang, dan lain-lain. Metafora dengan unsur binatang juga dikenakan pada tanaman, misalnya kumis kucing, lidah buaya, kuping gajah. Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan oleh Parera (2004:120) bahwa manusia disamakan dengan sejumlah tak terbatas binatang misalnya dengan anjing, babi, kerbau, singa, buaya, dst, sehingga dalam bahasa Indonesia kita mengenal peribahasa Seperti kerbau dicocok hidung, dan ungkapan buaya darat.

15 Metafora bercitra abstrak ke konkret adalah mengalihkan ungkapanungkapan yang abstrak ke ungkapan yang lebih konkret. Seringkali pengalihan ungkapan itu masih bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu dipertimbangkan untuk memenuhi metafora tertentu. Dicontohkan oleh Parera, secepat kilat satu kecepatan yang luar biasa, moncong senjata ujung senjata, dan lain-lain. Metafora bercitra sinestesia, merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam ungkapan sehari-hari orang sering mendengar ungkapan manis dilihat untuk pakaian walaupun makna manis selalu dikatkan dengan indra rasa; panas di telinga merupakan pengalihan dari indra rasa ke indra pendengaran Jenis Metafora Larson (1998: ) membedakan metafora ke dalam dua kelompok: metafora mati (dead metaphor) dan metafora hidup (live metaphor). Metafora mati merupakan bagian dari konstruksi idiomatis dalam leksikon sebuah bahasa. Ketika sebuah metafora mati digunakan, pendengar atau pembaca tidak memikirkan makna literal kata-kata pembentuknya, tetapi langsung memikirkan makna idiomatik ungkapan tersebut secara langsung. Sebagai contoh, ketika mendengar metafora berbentuk idiom 'kaki meja', pendengar tidak perlu memikirkan makna kata kaki dan meja secara terpisah untuk memahami metafora tersebut. Metafora hidup adalah metafora yang dibentuk oleh penulis atau pembicara pada saat dia ingin menjelaskan sesuatu yang kurang dikenal dengan membandingkannya kepada sesuatu yang sudah dipahami. Berbeda dengan metafora mati yang sudah lama digunakan sehingga kesan metaforisnya tidak begitu menonjol, kesan metaforis metafora hidup terasa

16 sangat kental setelah perbandingan antar dua hal dalam ungkapan tersebut dipahami dengan baik. Metafora hidup sering digunakan untuk menarik minat pembaca atau pendengar, karena jika ungkapan yang didengar atau dibaca tidak sesuai dengan pola makna yang biasa, seorang pendengar atau pembaca akan dipaksa untuk berpikir keras tentang makna ungkapan tersebut, penggunaannya, dan tujuan pembicara atau penulis menggunakannya. Sebagai Contoh: Ina s decision is a nightmare for his brother Keputusan Ina adalah sebuah mimpi buruk untuk saudaranya. Untuk memahami metafora di atas, penting untuk memahami makna dasar dari nightmare (mimpi buruk) yang berkaitan dengan topik Ina s decision (keputusan Ina). Menurut Merriam Webster Dictionary Online makna dasar nightmare adalah a dream that frightens a sleeping person; a very bad dream dan a very bad or frightening experience or situation. Berdasarkan penjelasan di atas Nightmare adalah mimpi yang sangat buruk atau suatu pengalaman/ situasi yang menakutkan. Oleh karena itu, Pembaca akan menarik kesimpulan bahwa apapun keputusan (decision) yang disampaikan Ina membuat saudaranya takut atau tidak bahagia Fungsi Metafora Metafora sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari untuk memperkenalkan konsep baru dalam penawaran makna yang lebih tepat. Namun ungkapan ini lebih sering digunakan dalam karya sastra yang berbentuk puisi. Selain untuk memperkenalkan sebuah fenomena baru dalam berkomunikasi, metafora digunakan untuk mengungkap makna secara singkat dan padat serta sekaligus menghadirkan efek puitis dalam sebuah karya sastra.

17 Metafora adalah bahasa kiasan yang umum diucapkan dalam berbagai bahasa. Tentu saja, penulis menggunakan metafora dalam karya-karyanya (biasanya dalam bentuk karya seni seperti puisi, cerita dongeng, novel, dan lainnya) dengan berbagai tujuan. Sejalan dengan fungsi metafora, Newmark (1958: 292) menyatakan ada tiga fungsi metafora, yaitu: 1. Untuk menggambarkan entitas (benda atau orang), peristiwa, kualitas, konsep atau tindakan secara lebih komprehensif dan padat dari pada menggunakan bahasa harfiah. 2. Fungsi pragmatik (estetis) atau konotatif yaitu untuk mengungkapkan makna, menarik minat pembaca, mengklarifikasikan sesuatu, menyenangkan pembaca atau memberikan kejutan pada pembaca. 3. Hal ini juga digunakan untuk menunjukkan kemiripan antara dua kurang lebih objek yang berbeda Masalah dalam Menerjemahkan Metafora Menurut Newmark (1998: 104), masalah utama dalam penerjemahan secara umum adalah pemilihan strategi terjemahan bagi sebuah teks, sedangkan masalah penerjemahan yang paling sulit secara khusus adalah penerjemahan metafora. Sebagai akibat dari kesulitan itu, terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai hal tersebut. Beberapa pakar penerjemahan berpendapat bahwa metafora tidak dapat diterjemahkan seperti seperti Nida (1964) dan Vinay and Darbelnet (1958) dan Fung and Kiu (1987) dalam Yingying Zhang (2009). Fung and Kiu mengungkapkan even when the same object or experience exists in both languages, the metaphors involved might still be untranslatable due to the different values attached to it in each language (diakses tanggal 27 Mei 2015). Tetapi disisi lain juga tidak sedikit para ahli penerjemahan yang menganggap bahwa metafora adalah bagian dari

18 bahasa dan dapat diterjemahkan seperti Rolf Kloepfer (1965) dalam Dagut (1976), Katharina Reiss (1971) dalam Dagut (1976) Newmark adalah salah satu pakar penerjemahan yang mempercayai bahwa metafora dapat diterjemahkan menggunakan strategi terjemahan. Selanjutnya menurut Dagut (1987: 24), ada tiga hal yang menyebabkan metafora itu sulit untuk diterjemahkan. Ketiga hal tersebut adalah 1) metafora dalam BSu adalah merupakan unsur semantik yang baru sehingga BSa tidak memiliki persediaan padanan untuk metafora tersebut, 2) metafora merupakan bagian dari sebuah bahasa dan semua bahasa pada dasarnya tidak dapat terpisahkan dari budaya, akibatnya hampir semua metafora sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai budaya. Kesimpulannya adalah bahwa metafora hanya dapat dipahami jika nilai-nilai budaya yang terkait dengannnya sudah dipahami terlebih dahulu. 3) metafora merupakan media untuk mengungkap makna secara kreatif, singkat, dan padat. Oleh karenanya, agar seorang penerjemah mampu menerjemahkan metafora dengan mudah maka penerjemah tersebut harus mampu menulis dengan penuh kreatifitas. Sementara itu, Larson mempunyai pendapat yang berbeda dengan Dagut. Menurut Larson (1998: ) dalam Pardede (2013), ada enam hal yang menyebabkan metafora sulit untuk dipahami dan diterjemahkan. Keenam hal tersebut adalah 1) citra yang digunakan dalam metafora mungkin saja tidak lazim dalam BSa. 2) topik metafora tidak selalu dinyatakan dengan jelas. 3) titik kesamaan kadang-kadang implisit sehingga sulit diidentifikasi atau mengakibatkan pemahaman yang berbeda bagi penutur bahasa lain. 4) perbedaan antara budaya BSu dan BSa dapat membuat penafsiran yang berbeda terhadap titik kesamaan. 5) BSa mungkin tidak membuat perbandingan seperti yang terdapat pada metafora TSu, 6) setiap bahasa memiliki perbedaan dalam penciptaan dan penggunaan ungkapan. Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa metafora memiliki keunikan dalam penerjemahan sehingga keunikannya tersebut membuat pandangan para ahli terhadap

19 penerjemahan majas ini cukup beragam. Keunikan metafora ini bermakna bahwa metafora tidak dapat diterjemahkan ke dalam Bsa secara langsung, penerjemah harus menemukan padanan kata yang tepat untuk mengalihkannya ke dalam Bsa sesuai dengan pemahaman dan kebudayaan penuturnya. Berdasarkan prosedur dan strategi yang ada, terlihat bahwa keunikannya membuat penerjemahan setiap metafora perlu diawali dengan pemilahan elemen-elemen yang ada dan analisis terhadap unsur-unsur itu untuk memperoleh pemahaman linguistik, kultural, dan konteks eksternal maupun internal lainnya Strategi Penerjemahan Metafora Strategi penerjemahan adalah langkah-langkah yang digunakan dalam memecahkan masalah-masalah penerjemahan. Lörscher (2005) dalam Silalahi (2012) mendefinisikan strategi penerjemahan sebagai prosedur yang digunakan penerjemah dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, strategi penerjemahan dimulai dari disadarinya permasalahan dan diakhiri dengan dipecahkannya permasalahan atau disadarinya bahwa masalah tersebut tidak dapat dipecahkan pada titik waktu tertentu. Karena metafora merupakan bentuk ungkapan yang paling sulit diterjemahkan, beberapa ahli mencoba merumuskan strategi khusus untuk menerjemahkannya. Ahli penerjemahan yang pertama kali berkontibusi secara signifikan bagi penerjemahan metafora adalah Dagut, Newmark dan Larson. Menurut Dagut (1987: 28), metafora merupakan sebuah penyimpangan kreatif terhadap sistem semantis. Oleh karena itu, secara teoretis, metafora tidak memiliki ungkapan yang sepadan dalam bahasa lain. Jika penerjemahan terminologi-terminologi yang diinstitusionalkan, seperti polisemi dan idiom dilakukan melalui substitusi (menemukan dan mengedit padanan-padanan yang telah tersedia dalam Bsa), penerjemahan metafora merupakan aktivitas penciptaan ulang (a re-creation job). Dengan kata lain, penerjemah harus mereproduksi metafora-metafora yang berterima dalam konteks linguistik dan budaya BSa. Akan tetapi, Dagut tidak memberikan uraian mengenai strategi-strategi yang dapat

20 digunakan untuk menerjemahkan metafora. Newmark merupakan salah satu pakar penerjemahan yang yakin bahwa metafora dapat diterjemahkan. Menurut Newmark (1981: 88-91), secara garis besar, penerjemahan metafora dilakukan dalam dua langkah: (1) mengidentifikasi tipe metafora yang akan diterjemahkan, dan (2) menentukan prosedur penerjemahan yang sesuai untuk mengalihkan metafora tersebut ke dalam BSu. Dia menyarankan tujuh strategi terjemahan metafora berikut. Pertama, menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama dalam BSa dengan cara mereproduksi citra yang sama di TSa. Strategi ini sesuai untuk metafora yang memiliki frekuensi dan keberlakuan yang sepadan antara BSu dan BSa. Kedua, mengganti citra dalam BSu dengan citra standar yang berterima dalam BSa, atau menerjemahkan metafora menjadi metafora lain namun dengan makna yang sama. Strategi ini dapat digunakan dengan baik jika frekuensi citra dalam register BSa sama dengan dalam register BSu. Pendekatan ini lazim digunakan untuk menerjemahkan metafora standar yang kompleks, seperti idiom dan pepatah yang citranya selalu mengandung konotasi kultural sehingga tidak dapat diterjemahkan secara semantis ke BSa. Ketiga, menerjemahkan metafora menjadi simile sambil mempertahankan citra. Strategi ini sesuai digunakan jika citra BSu tidak memiliki kesepadanan di dalam BSa. Sebagai contoh, He is hanging on a thread in the coming competition diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi simile Nasibnya bagai telur di ujung tanduk dalam kompetisi mendatang. Keempat, menerjemahkan metafora menjadi sebuah simile dengan menambahkan citra. Strategi ini sesuai digunakan jika citra BSu tidak memiliki kesepadanan di dalam Bsa, penerjemah dapat mengubah metafora tersebut menjadi sebuah simile. Sebagai contoh, ungkapan I read you like a book dapat diterjemahkan menjadi Aku memahami kamu semudah memahami buku. Kelima, mengubah metafora menjadi makna harfiah (sense). Strategi ini untuk menerjemahkan metafora yang sarat dengan makna harfiah atau register (termasuk frekuensi,

21 tingkat formalitas, muatan emosional, dan keumuman). Sebagai contoh, ungkapan His business continues to flourish dapat diterjemahkan menjadi Bisnisnya terus maju pesat. Ke enam, menghapus metafora jika metafora tersebut tidak ada manfaatnya, atau hanya membuat TSa menjadi bertele-tele. Sebagai contoh, ungkapan He is a snail; he always walks slowly, cukup diterjemahkan menjadi Dia berjalan lambat sekali. Ketujuh, menggunakan metafora yang sama yang dikombinasikan dengan deskripsi harfiah atau keterangan tambahan diantara dua tanda baca koma. Prosedur ini digunakan untuk menerjemahkan metafora yang tidak memiliki padanan berterima dalam BSa. Dalam konteks ini, keterangan tambahan tersebut digunakan untuk memperkuat citra agar metafora itu dipahami pembaca TSa. Newmark menyusun daftar strateginya berdasarkan preferensi. Dengan kata lain, disarankan agar penerjemah memprioritaskan penggunaan masing-masing strategi tersebut sesuai dengan urutan dalam daftar di atas. Strategi ke dua digunakan jika, misalnya karena benturan budaya, strategi pertama tidak dapat digunakan. Strategi ke tiga dipakai hanya jika strategi ke dua tidak sesuai dengan kebutuhan, dan seterusnya. Newmark dan Larson yakin bahwa metafora dapat diterjemahkan setelah penerjemah mengidentifikasi unsur-unsur pembentuknya, yaitu topik, citra dan titik kesamaan. Selain itu, penerjemah juga harus mengetahui konteks ungkapan secara menyeluruh agar makna metafora tersebut dapat dipahami. Teori utama yang dijadikan sebagai landasan analisis strategi terjemahan metafora dalam penelitian ini adalah lima strategi penerjemahan metafora usulan Larson (1998: ), yang tediri dari: (1) menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama di dalam BSa; (2) menerjemahkan metafora BSu menjadi sebuah simile jika dalam sistem BSa membuat simile lebih mudah dipahami daripada metafora; (3) menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora lain dalam BSa tapi memiliki makna yang sama dengan metafora BSu tersebut; (4) menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama di dalam BSa yang

22 disertai dengan penjelasan tentang makna metafora tersebut; dan (5) menerjemahkan metafora menjadi ungkapan non-metaforis. Contoh penggunaan strategi terjemahan metafora seperti yang dikemukakan Larson sebagai berikut. Pertama, menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama ke dalam BSa. Hal ini dapat dilakukan jika metafora itu berterima atau dapat dipahami pembaca TSa tanpa adanya salah pengertian. Sebagai contoh, metafora bahasa Inggris economic growth dan flow of traffic dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi metafora pertumbuhan ekonomi dan arus lalu lintas. Ke dua, menerjemahkan metafora BSu menjadi sebuah simile jika dalam sistem BSa membuat simile lebih mudah dipahami daripada metafora. Sebagai contoh, metafora bahasa Inggris The road is a snake, yang mengungkapkan bahwa bentuk jalan tersebut berbelok-belok seperti seekor ular, lebih baik diterjemahkan menjadi simile Jalan itu seperti ular. Ke tiga, menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora lain dalam BSa tapi memiliki makna yang sama dengan metafora BSu tersebut. Sebagai contoh, ungkapan icy needles lebih baik diterjemahkan menjadi jarumjarum dingin ke dalam bahasa Indonesia. Kedua metafora ini memang sangat berbeda. Akan tetapi, karena dalam kultur bahasa Indonesia citra dingin lebih sesuai daripada citra icy, sehingga makna metafora jarum-jarum dingin lebih mudah dipahami daripada jarumjarum es, maka penerjemahan tersebut akan lebih efektif. Ke empat, menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama di dalam BSa yang disertai dengan penjelasan tentang makna metafora tersebut. Sebagai contoh, metafora The tongue is a fire bias diterjemahkan menjadi Lidah adalah api. Api menghanguskan benda-benda, dan ucapan kita dapat menyakiti orang lain. Ke lima, menerjemahkan metafora menjadi ungkapan non metaforis. Dengan demikian, TSa berubah menjadi ungkapan dengan makna harfiah. Strategi ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan metafora berbentuk idiom yang kesan

23 metaforisnya benar-benar hampir tidak disadari penutur. Sebagai contoh, metafora He was a pig diterjemahkan menjadi Dia sangat berantakan atau Dia tidak pernah rapi. Jika daftar strategi Newmark dan Larson di atas dibandingkan, terlihat tidak ada perbedaan substansial. Jumlah strategi Newmark lebih banyak karena adanya dua strategi yang tidak terdapat dalam daftar Larson: (a) pengalihan metafora menjadi simile dengan menambahkan citra; dan (b) strategi penghapusan. Pada penelitian ini, teori strategi terjemahan yang digunakan adalah teori Larson karena menurut peneliti strategi penghapusan seharusnya dihindari karena setiap metafora sarat dengan makna. Untuk memilih strategi penerjemahan yang baik bagi sebuah metafora tertentu, penerjemah perlu membuat pertimbangan menyeluruh terhadap semua aspek, termasuk tujuan penerjemahan, target pembaca dan jenis teks. Berikut ini adalah uraian singkat terhadap ke tiga aspek tersebut. 1. Tujuan Penerjemahan Penerjemahan pada umumnya bertujuan untuk menghasilkan teks tertentu bagi pembaca kalangan tertentu di lingkungan tertentu. Maksud dan tujuan penerjemahan tersebut merupakan faktor kunci yang secara signifikan memengaruhi prinsip-prinsip yang digunakan penerjemah. Misalnya, jika tujuannya adalah untuk menyampaikan nilai-nilai budaya BSu, penerjemah akan memberi penekanan pada BSu sebanyak mungkin. Jika tujuannya adalah untuk memastikan bahwa teks terjemahan memiliki muatan emosional dan persuasif yang sama seperti aslinya, penerjemah akan menggunakan strategi lain, untuk memastikan pembaca dapat memahami hasil terjemahan dengan baik. 2. Pembaca Target Setiap penerjemahan berorientasi pada publik BSa, karena menerjemahkan adalah tindakan untuk menghasilkan teks bagi publik bahasa tertentu untuk tujuan tertentu dan kelompok pembaca tertentu dalam lingkungan tertentu (Nord, 1987: 12). Oleh karena itu,

24 pembaca target dianggap sebagai faktor penting lainnya yang mempengaruhi pemilihan strategi terjemahan oleh penerjemah. Hal ini megindikasikan bahwa sebelum menerjemahkan, penerjemah perlu bertanya diri sendiri: Siapa pembaca target? Apa latar belakang mereka (misalnya golongan sosial, usia dan jenis kelamin)? Apakah mereka berwawasan luas atau sederhana, awam atau ahli? Informasi seperti itu akan membantu penerjemah untuk memutuskan tingkat formalitas, kadar emosional, dan kesederhanaan yang perlu dia buat dalam proses penerjemahan. 3. Jenis Teks Keputusan tentang pendekatan penerjemahan yang akan digunakan tidak terlepas dari faktor jenis teks. Semua teks memiliki fungsi ekspresif, informatif dan vokatif. Namun salah satu fungsi ini akan berperan dominan, sedangkan dua lainnya bersifat tambahan. Ketika menerjemahkan karya sastra, yang secara umum dianggap sebagai saluran budaya, penerjemah harus mereproduksi bentuk dan isi BSu tanpa mengganggu rasa budaya TSu. Di sisi lain, penerjemahan karya ilmiah dan laporan teknis, yang fungsi didominasi oleh fungsi informatif, harus menggunakan register yang sesuai. Sedangkan pada teks vokatif, gaya yang dominan adalah persuasif atau imperatif. Oleh karena itu, terjemahan yang berhasil untuk teks jenis ini adalah yang memicu tanggapan yang diinginkan dari pembaca teks sasaran. 2.8 Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian dengan tema yang hampir sama dengan penelitian ini, yakni karya tulis ilmiah yang mengkaji tentang penerjemahan metafora adalah: 1. Penelitian Pardede (2013) mengungkapkan ke 174 metafora bahasa Indonesia dalam antologi puisi On Foreign Shores: American Image in Indonesian diterjemahkan dengan menggunakan tiga strategi, yaitu: (1) menerjemahkan metafora menjadi metafora yang sama (59,8%); (2) menerjemahkan metafora menjadi metafora lain tapi bermakna sama (35,6%);

25 dan (3) menerjemahkan metafora menjadi ungkapan non-metaforis atau makna harfiah (4,6%). Karya ilmiah Pardede ini memberikan kontribusi yang bermanfaat terkhusus dalam menganalisis strategi terjemahan dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Larson. Namun penelitian ini menganalisis strategi terjemahan metafora dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada sebuah novel serta mengukur tingkat keakuratan terjemahan sedangkan objek pada penelitian Pardede adalah strategi terjemahan metafora pada puisi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris serta tidak menilai tingkat keakuratan terjemahan. 2. Shafa Firda Nila (2013) dalam tesisnya Teknik Penerjemahan Metafora, Simile dan Personifikasi dalam Novel The Kite Runner dan Dampaknya terhadap Kualitas Terjemahan menunjukkan bahwa terdapat 14 teknik penerjemahan yang digunakan dalam terjemahan metafora, simile, dan personifikasi novel The Kite Runner, yaitu penerjemahan harfiah 192 data (46.5%), peminjaman 49 data (11.9%), modulasi 35 data (8.5%), kompensasi 25 data (6.1%), amplifikasi 21 data (5.1%), amplifikasi linguistik 19 data (4.6%), reduksi 18 data (4.4%), transposisi 15 data (3.6%), kompresi linguistik 14 data (3.4%), generalisasi 10 data (2.4%), teknik penghilangan 5 data (1.2%), adaptasi dan kreasi diskursif masing-masing 4 data (1.0%), serta partikularisasi 2 data (0.5%). Untuk kualitas terjemahan, dilihat dari tingkat keakuratan, sebanyak 312 data (88.1%) tergolong terjemahan akurat, 38 data (10.8%) termasuk terjemahan kurang akurat, dan 4 data (1.1%) merupakan terjemahan tidak akurat. Dilihat dari aspek keberterimaan, sebanyak 332 data (93.8%) merupakan terjemahan yang berterima dan sebanyak 22 data (6.2%) merupakan terjemahan yang kurang berterima. Sementara dari aspek keterbacaan, sebanyak 350 data (98.9%) memiliki tingkat keterbacaan tinggi dan 4 data (1.1%) memiliki tingkat keterbacaan sedang. Dari hasil analisis dampak teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan, teknik penerjemahan harfiah, peminjaman, modulasi, kompensasi, amplifikasi, amplifikasi linguistik, transposisi, kompresi

26 linguistik, generalisasi, adaptasi, dan partikularisasi mampu menghasilkan terjemahan metafora, simile, dan personifikasi yang berkualitas. Sementara teknik reduksi, kreasi diskursif, dan penghilangan cenderung menghasilkan terjemahan yang kurang berkualitas. Dari hasil penelitian Shafa Firda Nila dapat menyumbangkan kontribusi terhadap penelitian ini yaitu menambah pengetahuan penulis mengenai metafora dan cara mengevaluasi penilaian kualitas terjemahan metafora khususnya keakuratan terjemahan metafora. 3. Retno Hendrastuti, M.R. Nababan, Tri Wiratno (2013) dalam jurnal Kajian Terjemahan Metafora yang menunjukkan sikap dalam Buku Motivasi The Secret menunjukkan bahwa (1) ada 15 jenis teknik penerjemahan dari total 292 teknik yang ditemukan dalam terjemahan metafora yang menunjukkan sikap dalam buku The Secret, (2) penilaian terhadap kualitas terjemahan menunjukkan hasil kualitas yang tinggi (3) penerapan teknik-teknik penerjemahan menghasilkan tingginya kualitas terjemahan karena dapat mengakomodasi perbedaan kaidah bahasa dan budaya serta mengalihkan bentuk, jenis makna, dan sikap. Hasil penelitian jurnal ini juga memberikan kontribusi terhadap penelitian ini yaitu menambah pengetahuan penulis mengenai metafora dan cara mengevaluasi penilaian kualitas terjemahan metafora khususnya keakuratan terjemahan metafora. 4. Luh Nyoman Tri Lilasari (2012) dalam tesisnya The translation of live metaphors in harry potter and the deathly hallows into harry potter dan relikui kematian menjabarkan makna yang tersirat dalam live metaphors yang diterapkan dalam novel tersebut, dan kemudian menganalisa strategi yang digunakan untuk menerjemahkannya ke dalam versi Indonesianya serta menemukan jenis shift atau perubahan yang muncul pada proses penerjemahannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa sulit untuk menjelaskan makna metafora jika topik dan/atau titik kesamaan pada live metaphors dinyatakan tersirat tidak

27 tersurat secara jelas. Strategi yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan live metaphors pada novel ini ada tiga yaitu dengan mempertahankan citra metaforanya, menerjemahkannya dalam bentuk simile, atau langsung menerjemahkan arti yang sebenarnya dengan atau tanpa mempertahankan citra metaforanya. Strategi yang pertama yang paling sering diterapkan yaitu mempertahankan citra metaforanya dalam versi Indonesia. Keempat jenis category shifts ditemukan dalam penerjemahan novel ini yaitu class shift, structure shift, unit shift, dan intra system shift. Penelitian Luh Nyoman Tri Lilasari juga berkontribusi dalam menganalisis strategi terjemahan dengan penelitian ini karena menggunakan teori yang sama dalam menganalisis strategi terjemahan yaitu seperti yang dikemukakan oleh Larson (1998). Namun Luh Nyoman Tri Lilasari menganalisis strategi terjemahan dan shift dari terjemahan live metaphors saja dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan objek penelitian ini berbeda yaitu menganalisis strategi terjemahan metafora dalam bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan menilai keakuratan terjemahannya. 5. Okta Suprajaheni (2011) dalam tesisnya Metafora Pada Novel The Stars Shine Down Dan Terjemahannya Pada Kilau Bintang Menerangi Bumi mengungkapkan bahwa strategi yang diterapkan dalam menerjemahkan adalah metafora yang diterjemahkan ke dalam metafora, metafora yang diterjemahkan menjadi similes, dan metafora yang diterjemahkan ke dalam bahasa non-kiasan. Di antara strategi tersebut diatas, metafora yang diterjemahkan ke dalam metafora yang paling dominan yang diterapkan oleh penerjemah. Lebih lanjut lagi, prosedur penerjemahan yang digunakan adalah pinjaman, terjemahan harfiah, transposisi, dan modulasi. Selain itu, ada beberapa terjemahan yang menggunakan lebih dari satu prosedur terjemahan dalam menerjemahkan metafora bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

Penerjemahan Metafora

Penerjemahan Metafora Penerjemahan Metafora Parlindungan Pardede parlpard2010@gmail.com Universitas Kristen Indonesia Pendahuluan Metafora lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari untuk memperkenalkan objek atau konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan merupakan suatu kegiatan pengalihan makna atau pengungkapan kembali isi suatu teks ke bahasa lain. Mengalihkan dan memindahkan makna serta memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung dan skripsi yang relevan dengan judul penelitian. Sesuai dengan judul penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era kemajuan teknologi dewasa ini semakin banyak terjemahan bahasa dari tingkat kata, frasa hingga teks untuk menyampaikan makna teks bahasa sumber (TSu) ke dalam

Lebih terperinci

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta KAJIAN TERJEMAHAN KALIMAT YANG MEREPRESENTASIKAN TUTURAN PELANGGARAN MAKSIM PADA SUBTITLE FILM THE QUEEN (KAJIAN TERJEMAHAN DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK) Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sesuatu yang bersifat universal karena tidak memedulikan warna kulit, ras, agama, bangsa dan negara. Bahasa merupakan perwujudan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kerangka teori yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF

2015 METAFORA DALAM TUTURAN KOMENTATOR INDONESIA SUPER LEAGUE MUSIM : KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola menjadi cabang olahraga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain pertandingannya yang menarik terdapat pula fenomena bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang dikumpulkan baik berupa penelitian, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,

Lebih terperinci

KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3

KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3 KETIDAKAKURATANNYA MENGANALISA TERJEMAHAN DALAM SUBTITLE BAHASA INDONESIA UNTUK FILM TOY STORY 3 Samsul Hadi, Ismani STKIP PGRI Pacitan samsulhadi.mr@gmail.com, ismanipjkr@gmail.com ABSTRAK. Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertentangkan aspek-aspek dua bahasa yang berbeda untuk menemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan menerjemahkan bukanlah sesuatu yang baru bagi manusia karena sudah sejak lama manusia melaksanakannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerjemahan bisa mencakup beberapa pengertian. Ahli linguistik telah memberi banyak definisi tentang penerjemahan, diantaranya: (1) bidang ilmu secara umum,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri atas dua subbab yaitu simpulan dan saran. Bagian simpulan memaparkan tentang keseluruhan hasil penelitian secara garis besar yang meliputi strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Untuk mempertanggungjawabkan suatu karya ilmiah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris

Bab I PENDAHULUAN. Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan teks, buku-buku dan informasi lain ke dalam bahasa Inggris telah dilakukan oleh praktisi atau pakar-pakar terjemahan untuk penyebaran informasi dari satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan merupakan upaya untuk mengganti teks bahasa sumber ke dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan penerjemahan as changing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerjemahan merupakan suatu kegiatan transformasi bentuk yakni kegiatan mengubah bentuk bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam The Merriam Webster Dictionary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dirasakannya melalui hasil karya tulisnya kepada para pembacanya. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang dirasakannya melalui hasil karya tulisnya kepada para pembacanya. Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komik merupakan salah satu karya sastra. Dengan membaca karya sastra termasuk melakukan proses komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pengarang komik ingin menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era globalisasi saat ini yang bercirikan keterbukaaan, persaingan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era globalisasi saat ini yang bercirikan keterbukaaan, persaingan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini yang bercirikan keterbukaaan, persaingan, dan kesalingtergantungan antar bangsa serta derasnya arus informasi yang menembus batas-batas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis akan menjabarkan teori-teori yang digunakan penulis dalam menerjemahkan Komik Indonesia Nusantaranger karya Tim Nusantaranger. Agar dapat menerjemahkan komik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini Penulis akan menjabarkan tentang teori yang digunakan Penulis dalam menerjemahkan lirik lagu Sepasang Mata Bola karya Ismail Marzuki. Penerjemahan lirik lagu ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah bahan utama kesusastraan. Harus disadari bahwa bahasa adalah ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistik dari kelompok pemakai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. fungsional, (3) fungsi bahasa adalah membuat makna- makna, (4) bahasa adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini meneliti teks terjemahan buku bilingual yang berupa wacana sains untuk mengdentifikasi jenis metafora gramatikal dan keakuratan

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penerjemah lebih banyak menggunakan metode penerjemahan sama makna dan bentuk dengan total 208 kalimat. Metode penerjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan secara tertulis dari teks suatu

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan secara tertulis dari teks suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan secara tertulis dari teks suatu bahasa ke bahasa yang lain. Teks yang diterjemahkan disebut Teks Sumber (Tsu) dan bahasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa sangatlah penting, karena merupakan penghubung dalam setiap pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Pada setiap bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan serta saran berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan sintak..., Vandra Risky, FIB UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Pokok Bahasan Bahasa adalah sebuah perangkat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Adapun definisinya secara umum, adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk

Lebih terperinci

IDEOLOGI DALAM PENERJEMAHAN (Farida Amalia Universitas Pendidikan Indonesia)

IDEOLOGI DALAM PENERJEMAHAN (Farida Amalia Universitas Pendidikan Indonesia) IDEOLOGI DALAM PENERJEMAHAN (Farida Amalia Universitas Pendidikan Indonesia) A. Pendahuluam Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa ke dalam teks bahasa lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara

BAB I PENDAHULUAN. Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan kalimat pada suatu karya tulis biasanya diterjemahkan secara semantik atau pragmatik. Kajian makna bahasa seharusnya tidak terlepas dari konteks mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita

BAB I PENDAHULUAN. Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang anak yang sudah terbiasa dibacakan ataupun membaca buku cerita sendiri bisa menjadikannya sebagai sahabat. Buku cerita memberikan informasi kepada anak tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin

BAB II LANDASAN TEORI. A. Bahasa Mandarin BAB II LANDASAN TEORI A. Bahasa Mandarin 1. Definisi Bahasa Mandarin Bahasa mandarin merupakan salah satu bahasa yang paling sering bei digunakan di dunia ini. Dalam pengertian luas, Mandarin berarti 北

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara sadar ataupun tidak, manusia seringkali menggunakan gaya bahasa kiasan atau majas untuk mengungkapkan, menyetujui, menggambarkan suatu hal secara tidak langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga

BAB I PENDAHULUAN. Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca buku bermanfaat bagi manusia, mulai dari anak-anak hingga dewasa sekalipun. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain sebagai hiburan, penghilang stres, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perbedaan bahasa sudah tidak lagi menjadi hambatan untuk mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia. Tuntutan mendapatkan informasi inilah yang memunculkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan 282 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan menyajikan keseluruhan hasil penelitian ini, yakni maksim prinsip kerjasama (cooperative principles) dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini, penulis akan mengemukakan beberapa teori mengenai pengertian penerjemahan dan metode penerjemahan yang akan digunakan untuk menganalisis data pada Bab 3. Seperti dikutip

Lebih terperinci

TEKNIK PENERJEMAHAN BSu BSa

TEKNIK PENERJEMAHAN BSu BSa TEKNIK PENERJEMAHAN Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari ke, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di negara Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di negara Republik Indonesia. Pentingnya bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi:

Lebih terperinci

ANALISIS TERJEMAHAN EUFEMISME ORGAN DAN AKTIFITAS SEKSUAL DALAM NOVEL FIFTY SHADES OF GREY

ANALISIS TERJEMAHAN EUFEMISME ORGAN DAN AKTIFITAS SEKSUAL DALAM NOVEL FIFTY SHADES OF GREY ANALISIS TERJEMAHAN EUFEMISME ORGAN DAN AKTIFITAS SEKSUAL DALAM NOVEL FIFTY SHADES OF GREY Desi Zauhana Arifin, Djatmika, Tri Wiratno Magister Linguistik Penerjemahan Program PASCASARJANA UNS dezauhana@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. kenali adalah surat perjanjian, sertifikat, buku ilmu pengetahuan bidang hukum BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teks hukum merupakan jenis teks yang bersifat sangat formal dan sangat terstruktur. Teks hukum ini sangat beragam macamnya, yang paling mudah kita kenali adalah surat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Pada kajian pustaka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Pada kajian pustaka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pada kajian pustaka dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Verba Aksi Verba aksi adalah kata kerja yang menyatakan perbuatan atau tindakan, atau yang menyatakan perbuatan, tindakan, gerak, keadaan dan terjadinya sesuatu (Keraf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hyde mulai dari masa anak-anak hingga dewasa, yang awalnya ingin menjadi. seorang komikus kemudian beralih menjadi seorang pemusik.

BAB I PENDAHULUAN. Hyde mulai dari masa anak-anak hingga dewasa, yang awalnya ingin menjadi. seorang komikus kemudian beralih menjadi seorang pemusik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autobiografi atau otobiografi adalah sebuah biografi atau riwayat hidup yang ditulis oleh pemiliknya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia otobiografi adalah riwayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada

BAB I PENDAHULUAN. bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Menurut Tarigan (2008:1) ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang orang menghadapi kesulitan dalam memahami isi atau makna

BAB I PENDAHULUAN. Terkadang orang menghadapi kesulitan dalam memahami isi atau makna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjemahan dapat dipahami sebagai sebuah proses penyampaian pesan dalam sumber bahasa tertentu yang ditransformasikan ke dalam bahasa lain agar dapat dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur bahasa terdiri atas beberapa tingkatan yaitu kata, frasa, klausa dan kalimat. Frasa merupakan satuan sintaksis yang satu tingkat berada di bawah satuan klausa,

Lebih terperinci

STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH PRAGMATIK DALAM BUKU PRINCIPLES OF PRAGMATICS KARANGAN GEOFREY LEECH

STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH PRAGMATIK DALAM BUKU PRINCIPLES OF PRAGMATICS KARANGAN GEOFREY LEECH STRATEGI PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH PRAGMATIK DALAM BUKU PRINCIPLES OF PRAGMATICS KARANGAN GEOFREY LEECH Cipto Wardoyo UIN Sunan Gunung Djati Bandung cipto_w@yahoo.com Abstrak Penelitian ini mencoba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak. kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berkomunikasi antar manusia dibutuhkan bahasa yang disepakati oleh pengguna bahasa itu sendiri. Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini semakin banyak cara yang digunakan untuk mengetahui keadaan di seluruh dunia. Perbedaan bahasa kini sudah tidak menjadi pengahalang lagi bagi kita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keniscayaan karena kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. keniscayaan karena kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada zaman globalisasi ini, penerjemahan merupakan sebuah keniscayaan karena kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan yang semakin meningkat sehingga penerjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Jepang adalah salah satu negara yang kerap dijadikan acuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, dibalik kemajuan teknologinya yang pesat

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan

BAB 6 PENUTUP. Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan 192 BAB 6 PENUTUP Terjemahan yang baik memiliki tiga kriteria, yakni ketepatan, kejelasan, dan kewajaran (Larson, 1989:53). Ketepatan berarti bahwa terjemahan harus menyampaikan pesan sesuai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara tanda - tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam linguistik terdapat kajian khusus mengenai makna yang dikenal dengan Semantik. Semantik adalah ilmu tentang makna. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks terjemahan diciptakan dalam bingkai kondisi yang berlainan dengan bentuk-bentuk tulisan yang lebih bebas. Penerjemah harus berhadapan dan mengatasi sejumlah masalah

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. novel Eomma-reul Buthakhae (2008). Terdapat enam kalimat bermajas metonimia

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. novel Eomma-reul Buthakhae (2008). Terdapat enam kalimat bermajas metonimia BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1. SIMPULAN Terdapat beberapa pola kalimat bermajas metonimia yang ditemukan dalam novel Eomma-reul Buthakhae (2008). Terdapat enam kalimat bermajas metonimia yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative Children merupakan buku cerita bilingual yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa

Lebih terperinci

22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas

22, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 dapat diungkapkan dengan makna sebagai representasi maksud emosional manusia yang tidak terbatas. Penggunaan bahas , Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 METAFORA PADA RUBRIK OPINI HARIAN KOMPAS Ananda Nurahmi Berkah Nastiti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan metafora dalam rubrik opini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 109 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan dipaparkan tentang simpulan dan saran yang didapat setelah melakukan analisis data berupa majas ironi dan sarkasme dalam novel The Return of Sherlock Holmes dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegunaan bahasa adalah sebagai alat komunikasi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. satu kegunaan bahasa adalah sebagai alat komunikasi dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh bahasa tidak akan lepas dalam kegiatan manusia setiap harinya. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa adanya bahasa. Salah satu

Lebih terperinci

Satu alat penting yang tidak dapat Anda tinggalkan adalah kamus teknis tentang topik yang sedang Anda terjemahkan. Dengan kamus itu, Anda dapat

Satu alat penting yang tidak dapat Anda tinggalkan adalah kamus teknis tentang topik yang sedang Anda terjemahkan. Dengan kamus itu, Anda dapat ix M Course Overview ata kuliah Translation 6 bertujuan memberikan bekal kemampuan menerjemahkan teks berbahasa Inggris ke bahasa Indonesia dan sebaliknya secara akurat, tepat dan wajar. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan)

IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan) 1 IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan) Oleh: Indrie Harthaty Sekolah Tinggi Bahasa Asing Pertiwi Abstrak Kajian

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini menarik minat pemerhati bahasa khususnya di bidang penerjemahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini menarik minat pemerhati bahasa khususnya di bidang penerjemahan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan adanya festival film yang memberikan penghargaan untuk kategori film bahasa asing terbaik dapat menambah manfaat pemakaian lebih dari satu bahasa dalam sebuah

Lebih terperinci

TEKNIK PENERJEMAHAN METAFORA, SIMILE, DAN PERSONIFIKASI DALAM NOVEL THE KITE RUNNER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN TESIS

TEKNIK PENERJEMAHAN METAFORA, SIMILE, DAN PERSONIFIKASI DALAM NOVEL THE KITE RUNNER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN TESIS 1 TEKNIK PENERJEMAHAN METAFORA, SIMILE, DAN PERSONIFIKASI DALAM NOVEL THE KITE RUNNER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

Pendekatan Fungsional di Dalam Penerjemahan Oleh Masduki Dosen Sastra Inggris Universitas Trunojoyo

Pendekatan Fungsional di Dalam Penerjemahan Oleh Masduki Dosen Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Pendekatan Fungsional di Dalam Penerjemahan Oleh Masduki Dosen Sastra Inggris Universitas Trunojoyo ABSTRACT Functional approach as one of the approaches in translation has given new colouring in the translation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa Indonesia. Salah satu ragam bahasa di Indonesia adalah peribahasa. Berbicara mengenai peribahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan negara yang mempunyai empat musim, yaitu haru (musim semi), natsu (musim panas), aki (musim gugur), fuyu (musim dingin). Setiap musim mempunyai ciri

Lebih terperinci

Ragam Penerjemahan. Kardimin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata Abstract

Ragam Penerjemahan. Kardimin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata Abstract Ragam Penerjemahan Kardimin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata kardimin_1968@yahoo.com Abstract There are three issues that arise in the transition of text from the source language to the target language,

Lebih terperinci

ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI)

ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI) ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI) Eka Susylowati, SS, M.Hum Staf Pengajar Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Surakarta Abstrak Metafora merupakan penggunaan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya

BAB I PENDAHULUAN. bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel Higurashi no Ki merupakan salah satu karya penulis terkenal bernama Hamuro Rin. Pria kelahiran Kitakyushu, Jepang ini memulai debutnya sebagai penulis pada tahun

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan hingga pembahasan, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Gaya Kata (Diksi) Pada naskah film Kembang

Lebih terperinci