BUPATI LAMPUNG BARAT KEPUTUSAN BUPATI LAMPUNG BARAT NOMOR : 10 TAHUN T e n t a n g
|
|
- Lanny Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BUPATI LAMPUNG BARAT KEPUTUSAN BUPATI LAMPUNG BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2003 T e n t a n g PROGRAM INTESIFIKASI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang : a. bahwa selajan dengan tujuan pembangunan pertanian, Program Intrnsifikasi Pertanian diselenggarakan dalam rangka peningkatan pendapatan petani, mendukung pemantapan kebutuhan pangan dalam negeri dan pengembangan komoditas unggulan spesifik lokasi untuk memperkuat Ketahanan Pangan Nasional; b. bahwa untuk mewujudkan tujuan tersebut dan menjamin tercapainya sasaran Program Intensifikasi, khususnya sasaran komoditas prioritas nasional, maka perlu ditetapkan kebijaksanaan Program Intensifikasi Padi, Jagung, Kedelai dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat Tahun Anggaran 2003 yang diatur dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Lampung Barat; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah tingkat II Lampung Barat (Lembaran
2 Negara Tahun 1991 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3452); 2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4713); 3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502); 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BI tidak dapat memberikan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka Kredit Program; 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 9. Keputusan Presiden Nomor 176 Tahun 1999 tentang Penerbitan Surat Utang Pemerintah dalam rangka Pembiayaan Kredit Program; 10. Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 54 Tahun 1996 Nomor : 301/Kpts/LP.1204/4/96 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian;
3 11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 20/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Usaha Kemitraan; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 93/Kpts/OT.210/3/1997 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Nelayan; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nonor 26/MPP/Kep/I/1999 tentang Pendistribusian Pupuk untuk Petani Tanaman Pangan di Daerah yang sulit dijangkau. Mengingat : 1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1996 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng Coklat pada Tanaman Padi; 2. Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 1988 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Perkoperasian; 3. Instruksi Gubernur Lampung Nomor Inst/09/B.IV/HK/1997 tentang Pembentukan Kelompok Anggota Tempat Pelayanan Koperasi dan Unit Otonomi Koperasi Desa; 4. Hasil Rapat Teknis Perencanaan Daerah di tingkat Kecamatan dan Rapat Teknis Perencanaan Daerah di tingkat Kabupaten di Liwa pada tanggal.. Agustus MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI LAMPUNG BARAT TENTANG PROGRAM INTENSIFIKASI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN BAB I KETENTUAN UMUM
4 Pasal 1 Pengertian Dalam Lampiran Keputusan ini yang dimaksud dengan : (1). Daerah adalah Kabupaten Lampung Barat; (2). Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; (3). Bupati adalah Bupati Lampung Barat; (4). Bimbingan Massal adalah suatu sistem manajemen pembangunan pertanian untuk menggerakkan peran serta petani secara massal dengan berorientasi pada koordinasi penyelenggaraan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan program; (5). Program Bimbingan Massal adalah program peningkatan produksi dan usaha pertanian melalui intensifikasi komoditas prioritas yang berwawasan agrobisnis di Pekon dengan sistem, dalam rangka meingkatkan pendapatan petani, menetapkan kebutuhan pangan dan pengembangan komoditas unggulan spesifik lokasi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional; (6). Intensifikasi Pertanian adalah upaya pengamalan ilmu dan teknologi dalam usaha tani untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dengan memanfaatkan potensi tanaman, lahan, daya dan dana secara terpadu serta mempertahankan kelestarian sumber daya alam; (7). Intensifikasi Umum (Inmum) adalah intensifikasi yang dilakukan petani perorangan dengan tidak menjalin ikatan kerjasama usaha tani berkelompok; (8). Intensifikasi Khusus (Insus) penyelenggaraan intensifikasi pertanian yang dilaksanakan atas dasar kerjasama antar anggota kelompok tani dalam satu hamparan usaha tani guna memanfaatkan potensi lahan, teknologi, daya dan dana secara optimal; (9). Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia dan bahan baku olahan;
5 (10). Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dengan harga yang terjangkau; (11). Koperasi Tani adalah badan usaha yang beranggotakan anggota kelompok tani yang bergerak di sektor pertanian dan tumbuh berdasarkan kesamaan aktivitas dan kepentingan ekonomi; (12). Koperasi Primer yang selanjutnya disebut Koperasi adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; (13). Teknologi Pertanian adalah Piranti teknis pertanian yang dikembangkan dari ilmu pengetahuan untuk mempermudah, mempercepat, meningkatkan, mengarahkan, membina dan membimbing usaha tani sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai; (14). Rekomendasi Paket Teknologi adalah anjuran resmi pejabat yang berwenang tentang suatu teknologi yang sudah diuji dan layak untuk diterapkan; (15). Tanpa Olah Tanah (TOT) adalah salah satu alternatif teknologi penyiapan untuk daerah-daerah spesifik seperti lahan kering, lahan tanpa pengolahan tanah, dengan memanfaatkan kegiatan organisme tanah dalam menyuburkan tanah di lahan kering atau wilayah yang kekurangan tenaga kerja; (16). Rencana Definitif Kelompok Tani (RDK) adalah rencana kerja usaha tani dari kelompok tani untuk suatu periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah dan berisi rincian kegiatan dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usaha tani sehamparan wilayah kelompok tani, seperti : sasaran areal tanam, pola tanam, gerakan-gerakan, jadwal kegiatan pembagian tugas dan lain-lain; (17). Rencana Definitif Kebutuhan kelompok Tani (RDKK) adalah rencana kebutuhan kelompok tani untuk suatu periode tertentu yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani menjadi kebutuhan benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, serta modal kerja, untuk mendukung pelaksanaan RDK yang dibutuhkan oleh petani merupakan pesanan kelompok tani kepada koperasi atau lembaga lain; (18). Tahun Anggaran yang selanjutnya disebut TA adalah waktu tanam selama 1 (satu) tahun yang dimulai dari Januari hingga Desember;
6 (19). Pelaksana Program Intensifikasi adalah masyarakat tani yang didukung oleh aparat, swasta dan kelembagaan lainnya yang bergerak di bidang pertanian; (20). Gerakan Hemat Air adalah sebagai upaya untuk merubah perilaku masyarakat dan pemerintah baik yang berperan sebagai produsen maupun konsumen kearah perilaku yang lebih menghemat air; (21). Lima Jurus Kemampuan Kelompok Tani adalah : a. Kemampuan merencanakan kegiatan peningkatan produktivitas usaha tani anggotanya melalui penerapan rekomendasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara optimal; b. kemampuan melaksanakan dan mentaati perjanjian dengan pihak lain; c. Kemampuan memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional; d. Kemampuan meningkatkan hubungan melembaga dengan koperasi; e. Kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi serta menggalang kerjasama kelompok. Pasal 2 Program Intensifikasi Padi, Jagung, Kedelai dan Hortikultura Tahun Anggaran 2003 terdiri dari : (1). Intensifikasi Padi di seluruh Kecamatan; (2). Intensifikasi Jagung di seluruh Kecamatan kecuali Kecamatan Way Tenong, Karya Penggawa dan Pesisir Utara; (3). Intensifikasi Kedelai di Kecamatan Suoh, Balik Bukit, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan, Bengkunat, Pesisir Tengah, Karya Penggawa dan Lemong; (4). Intensifikasi Hortikultura (Sayuran) di seluruh Kecamatan kecuali Way Tenong; (5). Intensifikasi Hortikultura (Buah-buahan) di seluruh Kecamatan kecuali Way Tenong; (6). Pengembangan ubi jalar di kecamatan Belalau, Batu Brak, Sekincau, Suoh, Balik Bukit, Sukau, Bengkunat dan Lemong.
7 BAB II KETENTUAN POKOK PENYELENGGARAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PADI, JAGUNG, KEDELAI DAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN 2003 Pasal 3 Pokok-pokok Kebijaksanaan (1). Program Intensifikasi Pertanian dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesesuaian dan daya dukung lahan, kondisi sosial ekonomi masyarakat petani dan daya saing produk pertanian; (2). Program Intensifikasi Pertanian disusun berdasarkan perencanaan dan musyawarah dari tingkat pekon, kecamatan, kabupaten serta dengan mempertimbangkan kepentingan ketahanan pangan nasional; (3). Intensifikasi Pertanian dilaksanakan secara terpadu dalam satu sistem usahatani, mencakup komoditas prioritas nasional maupun komoditas unggulan spesifik lokasi yang memiliki nilai ekonomi dan peluang pasar dengan menggalang keikutsertaan petani kecil secara massal. Intensifikasi tersebut dilaksanakan dalam pola tanam monokultur, tumpangsari, tumpang gilir, tanam sela maupun cabang usahatani lainnya; (4). Intensifikasi usahatani Konservasi pada lahan kering memperhatikan kaidah konservasi pada lahan pertanian di Daerah Aliran Sungai bagian hulu yang telah dipersiapkan dengan upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLTK); (5). Peningkatan Mutu Intensifikasi Pertanian dalam rangka pencapaian produktivitas yang tinggi dan peningkatan pendapatan petani dilakukan melalui pemasyarakatan penerapan teknologi anjuran yang didukung dengan : a. Pengaturan pola tanam dan tata komoditas dengan kondisi lahan dan agroklimat dalam satu hamparan skala ekonomi (luasan, volume) secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial diterima untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dengan meningkatkan parsipatif daerah; b. Bimbingan Intensifikasi Pertanian yang dikoordinasikan melalui Sistem, diselenggarakan dalam kerjasama yang serasi antara berbagai perangkat kelembagaan yang mencakup pengaturan, penyuluhan, perkreditan/permodalan,
8 penyaluran sarana produksi, termasuk yang terkait di bidang pengolahan dan pemasaran hasil. Tujuan bimbingan intensifikasi adalah meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, mengembangkan kelembagaan agrobisnis dan agroindustri di Pekon dan memanfaatkan potensi wilayah secara optimal. (6). Dalam rangka meningkatkan mutu intensifikasi dan mewujudkan ketentuan pada ayat (5), ditetapkan kebijaksanaan umum pengelolaan intensifikasi sebagai berikut : a. Upaya pencapaian tingkat produkticvitas, produksi dan pendapatan petani pada lahan sawah dan lahan kering melalui pola Insus, dan Inmum sedangkan pada lahan kering disertai konservasi tanah; b. Insus dan Inmum diterapkan di daerah-daerah yang mempunyai lahan sawah dan lahan kering untuk peningkatan produktivitas tanaman padi, jagung, kedelai dan hortikultura dengan penerapan teknologi yang tersedia, sarana produksi dan pemasaran terjamin; c. Intensifikasi Pertanian di lahan kering, diupayakan dengan mengembangkan usahatani terpadu yang menguntungkan serta tetap memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air; d. Partisipasi petani dalam intensifikasi pertanian ditingkatkan dengan pembudayaan perencanaan partisipatif termasuk penyusunan RDK dan RDKK, mengikhtiarkan pemanfaatan fasilitas kredit dan pemanfaatan berbagai fasilitas proyek terkait serta bantuan lainnya. (7). Pembinaan dalam kegiatan pra panen, pasca panen, pengolahan hasil, pemasaran hasil pertanian dan distribusinya yang dilakukan oleh instansi terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya; (8). Gerakan pembudayaan tabungan kelompok tani guna memupuk modal dan meingkatkan pemanfaatannya bagi usaha tani; (9). Pembinaan oleh instansi terkait dalam menggerakkan partisipasi masyarakat guna mewujudkan ketahanan pangan melalui pemantauan situasi produksi dan ketersediaan pangan dalam kegiatan produksi, pengolahan hasil, distribusi dan diversivikasikan pangan;
9 (10). Pengendalian, Pemantauan, pelaporan dan evaluasi yang dilaksanakan pada berbagai tingkatan pelaksanaan program, agar Program Intensifikasi Pertanian berjalan sesuai dengan rencana dan petunjuk teknis; (11). Kegiatan proyek-proyek berasal dari APBN, APBD, BLN dan sumber dana lainnya diarahkan untuk menunjang kegiatan intensifikasi agar terjadi peningkatan dayaguna dan hasil guna. Pasal 5 P e s e r t a Peserta Program Intensifikasi Pertanian Padi, Jagung, Kedelai dan Hortikultura adalah semua petani dan diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan intensifikasi guna meningkatkan produktivitas usaha taninya, terutama melalui kerjasama dalam kelompok tani, antar kelompok tani meupun melalui kerjasama dengan perusahaan mitra yang saling menguntungkan. BAB III S A S A R A N Pasal 6 Pendapatan Usahatani, Produksi dan Areal Intensifikasi (1). Pendapatan bersih dari usahatani intensifikasi yang merupakan resultante dari penerapan teknologi anjuran, pelaksanaan efisiensi dan efektifitas pembiayaan usahatani dan pemasaran dengan harga bersaing, dalam 1 (satu) tahun per Ha, berdasarkan ekologi lahan, paling sedikit (minimal) untuk : a. Lahan sawah pengairan : Rp. 4 Juta/Ha/Tahun; b. Lahan sawah tadah hujan : Rp. 3 Juta/Ha/Tahun; c. Lahan kering : Rp. 3 Juta/Ha/Tahun. (2). Guna meningkatkan proguksi pangan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan nasional, sasaran padi, jagung dan kedelai periode Januari - Desember tahun 2003 adalah :
10 a. Sasaran produksi pada tahun 2003 sebesar ton gabah kering panen; b. Sasaran produksi jagung tahun 2003 sebesar ton pipilan kering; c. Sasaran produksi kedelai tahun 2003 sebesar 254 ton biji kering. (3). Sasaran produktivitas intensifikasi padi, jagung dan kedelai pada tahun 2003 adalah sebagai berikut : U r a i a n Produktifiatas Rata-rata Bentuk Hasil Padi Sawah (Ku/Ha) Padi Ladang (Ku/Ha) Jagung (Ku/Ha) Kedelai (Ku/Ha) 45,0 26,0 28,0 11,2 gkp gkp pipilan kering biji kering (4). Sasaran Areal Tanam Intensifikasi padi, jagung, kedelai dan hortikultura pada periode Januari - Desember 2003 adalah sebagai berikut : a. Padi Sawah : Ha b. Padi Ladang : Ha c. Jagung : Ha d. Kedelai : 220 Ha e. Hortikultura Sayur-sayuran : Ha Buah-buahan : 947 Ha (5). Rincian sasaran areal tanam, luas panen, produktivitas dan produksi padi, jagung, kedelai dan hortikultura per kecamatan sebagaimana tercantum pada lampiran keputusan ini. BAB IV USAHA TANI
11 Pasal 7 Pengelolaan Usahatani (1). Pola Usahatani, pemilihan komoditas dan teknologi ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah kelompok tani yang sebelumnya dilandasi oleh Rembug Pekon dan Musyawarah kelompok Tani / KTNA se Kecamatan yang didukung oleh rekomendasi teknologi spesifik lokasi, dengan tetap mengupayakan penggunaan dan pelestarian sumberdaya secara optimal sesuai dengan tata ruang dan rencana pembangunan wilayah; (2). Dalam mengoptimalkan penggunaan lahan, indeks pertanaman dioptimalkan melalui pengaturan pola tanam dan jadwal tanam yang tepat bagi pemilihan komoditas dan varietes; (3). Intensifikasi padi, jagung dan kedelai dikembangkan melalui pola Insus dan Inmum; (4). Pengembangan intensifikasi padi, jagung, kedelai dan hortikultura, diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi pelaksana Program Intensifikasi dengan menerapkan efisiensi usahatani dan pemanfaatan sumberdaya secara optimal, melalui upaya mewujudkan hubungan kemitraan antara kelompok tani / petani dengan lembaga dunia usaha (BUMN, BUMD, Koperasi/KUD, Swasta) dan LSM dengan pendekatan agribisnis; (5). Untuk mewujudkan usaha off farm yang dinamis, diarahkan penumbuhan koperasi tani atau asosiasi kelompok tani yang selalu didampingi dan dibina berkelanjutan sampai dengan taraf mandiri oleh instansi terkait dalam penyelenggaraan sistem. Pasal 8 Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (1). Pengendalian OPT yang sesuai dengan pelaksanaan PHT harus memenuhi persyaratan aspek teknis, ekonomis, sosial dan ekologis serta dilaksanakan dalam kerjasama yang terpadu antar instansi terkait. Perencanaan dan pelaksanaan PHT ditingkat lapangan menjadi bagian integral dari RDK dan RDKK; (2). Pada dasarnya perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab bersama masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini terjadi ekspedisi serangan dan atau di daerah sumber serangan yang membahayakan dan tidak dapat ditangani oleh petani, maka dilakukan
12 pengendalian oleh pemerintah secara berjenjang dari tingkat kecamatan sampai tingkat pusat. Pasal 9 Panen, Pasca Panen dan Pemasaran (1). Untuk meningkatkan nilai tambah dan menekan kehilangan hasil, baik mutu maupun bobot dilaksanakan perlakuan panen dan pasca panen sesuai teknologi yang dianjurkan. (2). Guna memperoleh jaminan pemasaran hasil dengan harga yang layak, dikembangkan pola kemitraan antara kelompok tani / koperasi atau antara kelompok tani dengan perusahaan mitra; (3). Pengembangan pemasaran hasil harus dapat menjamin aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitas dengan harga yang layak. BAB V SARANA PRODUKSI DAN PERMODALAN Pasal 10 Pengairan (1). Seluruh areal yang terjamin airnya baik irigasi, teknis, setengah teknis, sederhana/pekon, tadah hujan maupun rawa pasang surut dan rawa lebak dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam usaha intensifikasi pertanian; (2). Penentuan luas areal berbagai komoditas prioritas nasional dan komoditas prioritas wilayah yang direncanakan dalam Program Intensifikasi disesuaikan dengan areal berpengairan yang fungsional; (3). Penggunaan air bagi komoditas di luar Program Intensifikasi diupayakan agar tidak mengganggu ketersediaan air yang diperlukan bagi komoditas tersebut; (4). Dalam rangka peningkatan pemanfaatan air pengairan untuk usahatani terutama pada musin kemarau, pada daerah irigasi teknis dan sederhana maka dilakukan hal-hal sebegai berikut :
13 a. Jadwal giliran pembagian air yang telah ditetapkan oleh panitia irigasi, diatur sesuai dengan pola tanam dan tata tanam yang telah disepakati dalam musyawarah anggota perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A); b. Panitia Irigasi berkewajiban memantau hambatan dan pelaksanaan rencana dan dapat manata ulang rencana pengalokasian air; c. Memanfaatkan air larian (running water), air hujan, air sungai melalui pengembangan pompanisasi dan embung-embung. (5). Pemanfaatan air dan irigasi untuk Program Intensifikasi diupayakan melalui Gerakan hemat Air; (6). Pengelolaan Sarana dan Prasarana irigasi disesuaikan dengan pola tanam sehingga air irigasi bisa dimanfaatkan secara optimal. Pasal 11 Benih (1). Penggunaan benih padi, jagung, kedelai dan hortikultura diatur sebagai berikut : a. Petani pelaksana Program Intensifikasi diupayakan menggunakan benih/bibit varietes unggul berlabel, khusus untuk padi, jagung dan kedelai agar diupayakan menggunakan benih berlabel biru; b. Dalam percepatan peningkatan produksi padi, dikembangkan penggunaan varietes untunggul baru (label biru) yang direkomendasi sesuai dengan daerah pengembangannya; c. Dalam rangka persepatan peningkatan produksi jagung, dikembangkan penggunaan jagung hibrida disamping jagung komposit unggul yang direkomendasi sesuai dengan daerah pengembangan; d. kebutuhan benih padi, jagung dan kedelai TA sebagaimana tercantum dalam daftar lampiran keputusan ini; e. Penggunaan Varietes padi dalam satu wilayah binaan Penyuluh Pertanian disesuaikan dengan anjuran pergiliran varietes setempat; f. Sistem Jabel (Jalinan Arus benih Antar Lapang) khususnya kedelai tetap dilaksanakan agar benih kedelai selalu tersedia.
14 (2). Ketetapan varietes, mutu, jumlah, harga tempat dan waktu penyediaan benih dibina dan diawasi oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat. Pasal 12 Pupuk dan Pestisida (1). Pengadaan dan penyaluran pupuk dan pestisida secara umum dilakukan sesuai dengan mekanisme pasar, khusus untuk daerah yang sulit dijangkau, pengadaan dan penyaluran pupuk sesuai dengan Ketetapan Menteri Pertanian berpedoman pada SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 26/MPP/Kep/I/1999; (2). Untuk Penyusunan Rencana Kebutuhan pupuk untuk setiap musim tanam pada masing-masing kecamatan sebagaimana tersebut Pasal 12 ayat (1), wewenang diberikan kepada Bupati untuk menyusun rencana kebutuhan pupuk dengan rincian menurut macam, jumlah dan jadwal bulanan kebutuhan pupuk bagi masing-masing wilayah kecamatan, Koperasi/KUD dan Pekon; (3). Selain pupuk Urea, TSP/SP36, ZA dan KCI, petani pelaksana intensifikasi dapaat menggunakan pupuk alternatif sesuai dengan rekomendasi yang berlaku; (4). Pemerintah Propinsi/Kabupaten sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memantau, mengendalikan dan mengawasi penyediaan dan penyaluran pupuk dan pestisida yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian di Lini II, III, dan IV sesuai dengan prinsip 5 Tepat yaitu : tepat mutu, jenis, jumlah, waktu dan tempat; (5). Produsen/Importir/Distributor pupuk dan pestisida yang direkomendasikan oleh Dapartemen Pertanian, diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala tentang realisasi pengadaan, penyediaan/stock dan penyalurannya. Pasal 13 Alat dan Mesin Pertanian (1). Dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan, indeks pertanaman di tingkatkan > 200 melalui pengaturan pola tanam dan jadwal tanam yang tepat terutama bagi daerah-daerah yang jadual pergiliran pengairannya tepat.
15 (2). Untuk mempercapat pengolahan tanah mendapatkan mutu olahan yang baik dan seragam serta meningkatkan produktivitas lahan, maka selain penggunaan ternak kerja juga perlu dikembangkan penggunaan traktor. Untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja pengolahan tanah dapat dilaksanakan tanpa olah tanah (TOT). (3). Penggunaan sabit bergerigi untuk panen perlu dibudayakan oleh petani/kelompok tani maupun penebuas guna mengurangi kehilangan hasil serta mempercapat pelaksanaan panen. (4). Pengembangan penggunaan alat dan mesin permanen, serta penggunaan mesin perontok/pemipil dikembangkan agar permanen dan perontokan dapat lebih dipercepat serta kehilangan hasil dapat ditekan. (5). Pengembangan penggunaan alat dan mesin pertanian diarahkan pengelolaannya oleh kelompok tani, UPJA, Koperasi atau Perusahaan Swasta/Pelayanan Jasa, tanpa mengesampingkan peran perani perorangan sehingga kebutuhan petani akan jasa alat dan mesin pertanian terpenuhi secara tepat. (6). Dalam rangka mengembangkan penggunaan alat dana mesin pertanian serta mewujudkan ayat (4), perlu ditumbuh kembangkan pengusaha-pengusaha daerah iuntuk bergerak dibidang pelayanan jasa alat dan mesin pertanian. (7). Pembinaan dan bimbingan teknis maupun pengelolaan alat dan mesin pertanian terutama yang bermotor yang telah dimiliki oleh petani/kelompok tani, Koperasi dan Swasta termasuk mobilisasinya dilakukan melalui wadah Asosiasi Pengusaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian. (8). Bengkel/Pengrajin perlu ditumbuhkembangkan dan dibina agar mampu membuat bagian tertentu dan vital dari alat dan mesin pertanian sehingga dapat mendukung pelayanan purna jual atau membuat alat sederhana sesuai dengan kebutuhan petani. (9). Rncana Jumlah kebutuhan Alat Mesin Prtanian TA untuk intensifikasi di masing-masing Kcamatan sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini, sedang pengadaannya sesuai dengan jumlah alat dan mesin pertanian yang telah tersedia.
16 Pasal 14 Permodalan (1). Petani pelaksana intensifikasi pertanian dapat memanfaatkan sumber-sumber permodalan yang tersedia, baik dari tabungan kelompok tani berbagai macam kredit lainnya. (2). Petani peserta program intensifikasi Pangan yang membutuhkan tambahan modal dari fasilitas kredit program untuk dapat menerapkan teknologi anjuran, berpedoman pada ketentuan yang berlaku. BAB IV DUKUNGAN KELEMBAGAAN Pasal 15 Kelompok Tani 1. Kelompok tani diberdayakan dalam rangka menumbuhkan kebersaman, kemandirian, dan kerjasama petani baik dalam kelompok maupun antar kelompok tani untuk melaksanakan 5 (lima) jurus kemampuan kelompok tani. 2. Untuk menjamin agar kelompok tani mampu menerapkan teknologi anjuran secara penuh, mampu memecahkan masalah yang dihadapi serta mampu memanfaatkan peluang ekonomi, maka kelompok tani terus ditingkatkan dan diberdayakan kepada hal-hal berikut : a. Peningkatan kepemimpinan, pengembangan dinamika dan kemampuan kelompok tani dalam perencanaan usaha tani dari bawah berupa RDK dan RDKK secara musyawarah melalui perencanaan partisipatif; b. Peningkatan kemampuan mengurus kegiatan usaha tani baik di lahan sawah maupun di lahan lainnya termasuk kegiatan off farm serta mengusahakan kerjasama usaha tani; c. Peningkatan kemampuan kelompok tani dalam mengembangkan agribisnis dan menjalin kemitraan dengan koperasi dan perusahaan mitra berdasarkan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan, membutuhkan dan menguatkan; d. Peningkatan kemampuan kelompok tani untuk membina anggotanya menjadi anggota koperasi dan Tempat Pelayanan Koperasi (TPK);
17 e. Peningkatan kemampuan kelompok tani untuk mengembangkan fungsi kelompok seperti tempat belajar, wahana usaha dan kelompok usaha; f. Penumbuhan kelompok tani menjadi koperasi tani; g. Pemberdayaan kelompok tani untuk mewujudkan lumbung pekon. (3). Untuk menumbuhkan dan memantapkan pengembangan kelompok tani menjadi koperasi tani, dilakukan upaya-upaya : a. Meningkatkan peran aktif ketua kelompok tani dan kelompok tingkat wilayah binaan Penyuluh Pertanian baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus koperasi; b. Meningkatkan kemampuan kontak tani dan anggota kelompok tani dalam mempersiapkan diri menjadi pengurus koperasi melalui bimbingan dan pelatihan. (4). Upaya peningkatan kemampuan kelompok tani, dilaksanakan oleh Dinas / Instansi terkait dengan menggerakkan seluruh aparat yang ada di tingkat kabupaten, kecamatan dan pekon. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani/kelompok taji dalam mengelola usaha taninya secara rasional untuk mencapai sasaran pendapatan yang ditetapkan. Pelaksanaan pembinaan kelompok tani berpedoman kepada SK Menteri Pertanian Nomor 93/Kpts/OT.210/3/1997, dengan menerapkan berbagai metode/sistem yang ada seperti latihan dan kunjungan, kursus petani, percontohan usaha tani, temu lapang, temu usaha, lomba intensifikasi dan lain-lain yang tujuannya untuk memotivasi petani/kelompok tani serta untuk memperkuat institusi yang ada di tingkat petani. (5). Sasaran peningkatan kemampuan kelompok tani peserta Program Intensifikasi Pertanian TA.2003 adalah 857 kelompok tani dengan rincian sebagai berikut : a. Kelompok Pemula = 416 Kelompok Tani b. Kelompok Lanjut = 417 Kelompok Tani c. Kelompok Madya = 42 Kelompok tani d. Kelompok Utama = 0 Kelompok Tani.
18 (6). Rincian sasaran peningkatan kemampuan kelompok tani per kecamatan sebagaimana tercantum pada daftar lampiran nomor 28 Keputusan ini. Pasal 16 Koperasi Koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan diberdayakan untuk dapat : a. Meningkatkan dan memantapkan fungsi koperasi sebagai pelayanan sarana produksi, permodalan, pengolahan dan pemasaran hasil; b. Meningkatkan peranan koperasi dalam peningkatan skala usaha, posisi adu tawar dan partisipasi petani; c. Meningkatkan kemampuan pengurus koperasi dalam aspek manajemen dan administrasi; d. Meningkatkan peran aktif pengurus koperasi dan musyawarah penyusunan dan pelayanan RDKK; e. Meningkatkan kemampuan kontak tani dan anggota kelompok tani dalam mempersiapkan diri menjadi pengurus koperasi melalui bimbingan dan pelatihan. Pasal 17 Kelembagaan Penyuluh Pertanian (1). Peningkatan kinerja penyuluhan pertanian melalui peningkatan peran dan fungsi kelembagaan penyuluhan dilakukan sebagai berikut : a. Mempercepat pembenahan pengelolaan BPP sesuai dengan fungsinya terutama dalam peningkatan kualitas pemberdayaan manusia pertanian dan alih teknologi di tingkat lapangan; b. BPP merupakan sarana untuk menunjang penyelenggaraan penyuluhan terutama di tingkat kecamatan. Pengelolaan BPP dilakukan oleh koordinator Penyuluh Pertanian bersama-sama dengan kelompok tani nelayan;
19 c. BPP difungsikan dalam upaya meningkatkan kinerja penyuluh pertanian dengan menerapkan sistem pembinaan di wilayah kerjanya, serta memonitor pengembangan usaha tani; d. Menjadikan BPP sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai instansi/sarana kegiatan penyuluhan pertanian di tingkat kecamatan dan pekon. (2). Peran dan fungsi penyuluh pertanian dalam gerakan intensifikasi meliputi : a. Meningkatkan partisipasi petani dalam setiap tahapan kegiatan intensifikasi (Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pemecahan masalah); b. Menumbuhkan dinamika dan kepemimpinan anggota kelompok tani melalui kegiatan musyawarah, diskusi dan penyusunan RDK dan RDKK; c. Membimbing kelompok tani dan penyusunan RDKK dan bertanggung jawab atas kebenaran RDKK; d. Menyampaikan anjuran teknologi tepat guna kepada petani dan membina penerapannya dalam rangka peningkatan mutu intensifikasi; e. Membina dan mendorong berkembangnya organisasi dan kemampuan petani dalam pengamanan Lima Jurus Kemampuan Kelompok Tani; f. Mendorong terwujudnya hubungan yang melembaga antar kelompok petani koperasi, serta hubungan kemitraan usaha antara kelompok tani, koperasi dan perusahaan mitra; g. Membina pelaksanaan perakitan/rancang bangun usaha tani sesuai dengan kondisi setempat; h. Menyiapkan bahan penyusunan Program Penyuluhan Pertanian Kebupaten dan kecamatan dan menyusun Rencana Kerja Penyuluh Pertanian; i. Menyiapkan rencana intensifikasi dan rencana kerja pada tingkat wilayah binaan penyuluh pertanian. (3). Rapat Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Mimbar Sarasehan, Latihan bagi petugas dan tokoh masyarakat, diselenggarakan oleh instansi terikat secara periodik, terencana, terarah dan terpadu sesuai dengan tugas dan fungsinya; (4). Untuk menyukseskan Program Intensifikasi Pertanian, dimantapkan kerjasama antar penyuluh pertanian yang dikoordinasikan oleh Camat;
20 (5). Peranan Pemimpin formal dan non formal di pedesaan terus ditingkatkan untuk mendukung dan mendorong secara maksimal partisipasi petani/kelompok tani dalam pelaksanaan usaha tani; (6). Pada Hari Krida Pertanian (21 Juni - 21 Juli) dilakukan pembinaan dan gerakan musyawarah kelompok tani untuk menyusun RDK dan RDKK; (7). Untuk mengoptimalkan kegiatan para penyuluh pertanian, perlu ditetapkan wilayah binaan bagi setiap penyuluh pertanian yang disesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga pembinaan terhadap kelompok tani dapat lebih terarah serta bertanggung jawab atas keberhasilan Program Intensifikasi pada wilayah binaan menjadi lebih jelas; (8). Untuk meningkatkan semangat berpartisipasi petani dalam pelaksanaan Program Intensifikasi Pertanian dan untuk memacu dinamika kelompok tani, diselenggarakan perlombaan Intensifikasi Padi, Intensifikasi serta pemberian penghargaan yang menarik. BAB VII TATA LAKSANA Pasal 18 Tata Kerja (1). Program Intensifikasi Padi, Jagung, Kedelai dan Hortikultura di Kabupaten Lampung Barat TA yang ditetapkan dalam keputusan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Instruksi Camat, dan diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 10 Januari 2003; (2). Camat selaku Penanggung Jawab Program Intensifikasi di tingkat kecamatan selanjutnya merinci dan menjabarkan serta melaksanakan kebijaksanaan Program Intensifikasi Padi, Jagung, Kedelai dan Hortikultura; (3). Rencana Indikatif yang tercantum dalam keputusan Bupati Lampung Barat dijabarkan lebih lanjut dalam Instruksi Camat dan Program Penyuluhan Pertanian yang selanjutnya rencana ini dikonsultasikan oleh penyuluh/petugas lain kepada kelompok tani;
21 (4). Dalam pelaksanaannya, instansi di tingkat Kebupaten dan Kecamatan bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan melekat, sehingga setiap sub sistem dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (5). Koordinasi Pelaksanaan Kebijaksanaan Program Intensifikasi Padi, Jagung, Kedelai dan Hortikultura berpedoman pada Prosedur Baku Intensifikasi Pertanian yang berlaku. BAB VIII DUKUNGAN ANGGARAN Pasal 19 Pembiayaan (1). Kegiatan operasional intensifikasi didukung oleh anggaran yang bersumber dari APBN, APBD, Dana Pembangunan Pekon, Bantuan Luar Negeri (BLN), Dana Pembangunan Daerah, Swasta, Swadaya dan sumber dana lainnya; (2). Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan kelompok tani menjadi beban kelompok tani dan besarnya ditetapkan secara musyawarah dalam kelompok tani yang bersangkutan; (3). Petani peserta Program Intensifikasi tidak dikenakan pungutan apapun diluar beban yang wajib bagi petani sesuai dengan ketentuan program yang berlaku. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur keputusan ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat.
22 Pasal 21 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Barat. Ditetapkan di Liwa Pada Tanggal 30 Januari 2003 BUPATI LAMPUNG BARAT, Ttd. ERWIN NIZAR T. Tembusan : disampaikan kepada Yth : 1. Gubernur Propinsi Lampung 2. Sekretaris Daerah Propinsi Lampung 3. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Lampung 4. Ketua DPRD Kabupaten Lampung Barat 5. Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Barat 6. Assisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Barat 7. Kepala Dinas Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Lampung Barat 8. Pimpinan Cabang BRI Kotabumi 9. Kepala Dinas Lingkup Pertanian Kabupaten Lampung Barat 10. Ketua Dekopinda Kabupaten Lampung Barat 11. Camat se-kabupaten Lampung Barat 12. Himpunan Keputusan Bupati.
BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015
BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI PERTANIAN KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG
GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PROGRAM BIMAS INTENSIFIKASI PADI, PALAWIJA, HORTIKULTURA,
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciBUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014
BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN KUANTAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI MALANG BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu produksi dan
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO TAHUN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BOGOR TAHUN
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan
Lebih terperinciWALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI HULU SUNGAI TENGAH
BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
Lebih terperinciBUPATI PENAJAM PASER UTARA
BUPATI PENAJAM 9 PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2014 DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.
PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DAN PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN TAHUN 2010 DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JOMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang
Lebih terperinciPerkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung
Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu
Lebih terperinciBUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012
BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA PROBOLINGGO
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG
PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN
Lebih terperinciSALINAN NOMOR 5/E, 2010
SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2001 No. Urut: 9 Seri: D KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 7 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PROGRAM BIMAS INTENSIFIKASI PADI, JAGUNG, KEDELAI, HORTIKULTURA,
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,
BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciWALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA BUKITTINGGI NOMOR : 1 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR PERTANIAN DI KOTA BUKITTINGGI TAHUN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 59 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SUB SEKTOR
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SIAK,
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena
Lebih terperinciKEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,
KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah
Lebih terperinciBUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS,
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016
WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK KOMODITI TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KOTA SOLOK
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BELITUNG
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT
Lebih terperinciWALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA
WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA TEBING TINGGI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA TEBING
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA SURABAYA TAHUN
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,
BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG
1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN
WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN PELALAWAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA
BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT
LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL 2-8 - 2011 PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT I. LATAR BELAKANG Mayoritas masyarakat Kabupaten Garut bermata
Lebih terperinciBUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G
BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK
Lebih terperinciWALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,
WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI ( HET ) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BLITAR TAHUN ANGGARAN 2009
Lebih terperinci6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan
PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR TENTANG ALOKASI KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA : a. bahwa peranan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G
SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SRAGEN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 03 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SERANG
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG
1 BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN 2014
Lebih terperinciBUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2016
Lebih terperinci1 of 6 02/09/09 11:44
Home Galeri Foto Galeri Video klip Peraturan Daerah Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JEMBER
PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci