LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN Distribusi Spasial Respon Debit Mataair dan Sungai Bawah Tanah Terhadap Hujan Untuk Prediksi Kapasitas Penyimpanan Air oleh Akuifer Karst di Sebagian Wilayah Karst di Pulau Jawa Tjahyo Nugroho Adji Munif Prawira Yudha Bahar Pandu Dewantara Laboratorium Hidrologi dan Klimatologi Lingkungan Departemen Geografi Lingkungan Dibiayai dari Dana Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (BPPTN-BH) Tahun Anggaran 2016 UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS GEOGRAFI 2016

2 HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN FAKULTAS GEOGRAFI TAHUN ANGGARAN Judul Penelitian : Distribusi Spasial Respon Debit Mataair dan Sungai Bawah Tanah Terhadap Hujan Untuk Prediksi Kapasitas Penyimpanan Air oleh Akuifer Karst di Sebagian Wilayah Karst di Pulau Jawa 2. Identitas Peneliti/Ketua Peneliti* a. Nama Lengkap : Dr. Tjahyo Nugroho Adji, MSc.Tech b. NIP : c. Gol/Pangkat : IVb/Pembina Utama Muda d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala e. Bidang Keahlian : Geohidrologi f. Prodi/Departemen : Geografi Lingkungan/Geografi Lingkungan g. Bidang Ilmu : Geohidrologi h. Alamat Rumah : Pondok Gemilang A-12, Sendangadi, Mlati,Sleman i. Telepon/Faks : j. adji@geo.ugm.ac.id k. Hand Phone : Anggota peneliti No Nama L/P NIM Fakultas/Jurusan Bidang Ilmu 1. Bahar Pandu D. L 7378/GE Geografi Lingkungan Hidrologi 2 Ahmad Rif an KL L 7451/GE Geografi Lingkungan Hidrologi 4. Jangka Waktu Penelitian : 8 bulan mulai 1 Maret Oktober Lokasi Penelitian : Kab.Gunungkidul, DIY dan Kab. Rembang, Jateng, dan Kab. Tuban, Jatim 6. Biaya Penelitian : Rp ,00 (sepuluh juta limaratus ribu rupiah) 7. Nama Jurnal Akreditasi : Carbonate and Evaporites Journal 8. Instansi Penerbit : Springer 9. Target Waktu terbit : 2017 Menyetujui, Kepala Laboratorium Hidrologi dan Klimatologi Lingkungan Yogyakarta, 31 Oktober 2016 Peneliti Dr. M. Widyastuti, M. T. Dr. Tjahyo N. Adji, MSc.Tech NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Geografi Lingkungan UGM Dr. Rika Harini, S.Si., M.P. NIP

3 INTISARI Tingkat perkembangan akuifer karst salah satunya dapat dibedakan dengan menganalisis pola korelasi antara recharge yang berupa curah hujan dengan discharge yang berupa debit pada mataair atau sungai bawah tanah secara temporal. Penelitian ini dilakukan di beberapa mataair dan sungai bawah tanah yang ada di kawasan karst Gunungsewu, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, kawasan karst Rembang, Jateng, dan kawasan karst Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola korelasi antara recharge yang berupa curah hujan dengan discharge pada beberapa mataair dan sungai bawah tanah pada tiga kawasan karst tersebut dengan pengambilan data primer dan memanfaatkan data hidrograf aliran dan data hujan yang tersedia. Penelitian ini menggunakan metode survai yang bersifat induktif, yaitu dengan memasang alat pencatat tinggi muka air pada dua mataair karst yani mataair Petoyan dan Mataair Sumber Semen pada kurun waktu 10 bulan dengan maksud untuk memperoleh data hidrograf banjir pada awal, tengah, dan akhir musim hujan. Selain itu, data sekunder dari beberapa hidrograf sungai bawah tanah dan mataair karst juga akan digunakan yakni data-data di Gua Toto, Gua Seropan, Mataair Beton, Gua Gilap, Gua Ngreneng, Gua Bribin, dan Mataair Ngerong. Selanjutnya, pola korelasi antara hujan dan debit aliran akan dilakukan pada lokasi-lokasi tersebut di atas untuk kemudian digunakan untuk mengkarakterisasi tingkat kapasitas penyimpanan akuifer karstnya. Manfaat penelitian ini selain untuk mengetahui tingkat perkembangan akuifer karst di daerah penelitian, juga dapat digunakan sebagai acuan berapa lama akuifer dapat menyimpan air dan bagaimana detail proses pelepasannya ke mataair atau sungai bawah tanah, sehingga bisa digunakan untuk rekomendasi pemenuhan kebutuhan air, terutama pada saat musim kemarau. Berdasarkan hasil cross correlation dapat diketahui masing-masing obyek kajian memiliki jeda waktu respon debit terhadap imbuhan curah hujan yang berbeda-beda. Korelasi yang perlu diperhatikan adalah korelasi pada time lag postif. Hal tersebut didasarkan oleh hasil korelasi bivariate sebelumnya yang juga menunjukan korelasi positif. Fungsi korelasi silang curah hujan dan debit mataair karst menunjukkan hubungan k (time lag) kearah positif yang menunjukkan bahwa curah hujan mempengaruhi laju aliran debit mataair. Hasil analisis juga menunjukkan hasil time lag respon kenaikan debit mataair dan SBT terhadap curah hujan yang bervariasi untuk ke-6 obyek kajian. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan kesamaan nilai time lag untuk beberapa objek kajian. Nilai time lag pada 3 obyek kajian, yaitu Gua Bribin, Ngreneng, dan Gilap mengalami perbedaan yang signifikan apabila dibandingkan dengan nilai time lag hasil metode cross correlation. Perbedaan tersebut karena perbedaan sifat obyek kajian yang berupa sungai bawah tanah dengan batasan tangkapan air yang sangat besar dan mataair dengan luas daerah tangkapan yang relatif kecil. Kata kunci: hujan, debit mata air, debit sungai bawah tanah, respon, akuifer karst 3

4 1.1. Permasalahan I. PENDAHULUAN Akuifer karst dikenal sebagai akuifer yang memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi, sejalan dengan tingkat perkembangan pembentukan lorong-lorongnya. Semakin berkembangnya pelorongan di sebuah akuifer karst, maka semakin tua pula umur suatu kawasan karst atau dengan kata lain semakin lanjut pula derajat karstifikasinya (Haryono dan Adji, 2004, Adji et al, 1999; Adji dan Haryono, 1999; Haryono et al, 2009; Brunsch et al, 2011). Perkembangan sistem pelorongan ini sangat menentukan sifat akuifer dalam melepaskan simpanan airnya, sehingga mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam penyediaan sumberdaya air. Oleh karena itu, kebanyakan topik penelitian di akuifer karst mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan sifat akuifer dalam melepaskan simpanan akuifer yang tentu saja dikontrol oleh derajat karstifikasinya. Tingkat karstifikasi suatu akuifer akan sangat mempengaruhi karakteristik imbuhan airtanah, besar sedikitnya kapasitas simpanan, dan sistem pelepasan air oleh akuifer. Kondisi karstifikasi akuifer seringkali sulit untuk diketahui, sehingga untuk menggambarkan karakteristik, kondisi internal, dan sistem aliran dalam akuifer dapat dianalisis melalui analisis hidrograf mataair (Bonacci 1993; White 2002; Kresic and Bonacci 2010; Mohammadi and Shoja, 2013). Quinlan et al. (1989, 1991) juga menegaskan bahwa mataair dapat memberikan data yang representatif dan mencerminkan karakteristik alamiah akuifer. Cara-cara yang sudah pernah dilakukan untuk mengklasifikasi tingkat perkembangan akuifer karst, di antaranya adalah: (1) analisis hidrokemograph (Adji, 2011; Adji, 2010; Adji, 2005; Adji, 2011; Adji, 2012), yakni dengan cara memantau variasi kualitas air di sebuah mataair karst; (2) analisis sistem linier; (3) rasio heterogenitas; (4) analisis resesi hidrograf banjir (Adji and Misqi, 2010, Adji, 2013; Adji, 2014; Adji, 2015); dan (5) kecepatan akuifer karst melepaskan air (aquifer flashiness). Metode ke-2 dan ke-3 tidak terkait dengan hidrograf banjir, sedangkan metode ke-1, ke-4, dan ke-5 berkaitan dengan hidrograf aliran pada suatu mataair karst. Selain metode yang sudah disebutkan di atas, salah satu cara yang juga dapat digunakan untuk mengenali perilaku atau karakter akuifer karst adalah dengan 4

5 mengetahui respon sebuah mataair atau sungai bawah tanah (SBT) karst terhadap imbuhan air yang masuk ke dalam sistem akuifer tersebut. Respon akuifer karst yang dimaksud adalah debit pada mataair atau sungai bawah tanah, sementara imbuhan yang dimaksudkan di sini adalah hujan yang jatuh di daerah tangkapan mataair atau sungai bawah tanah karst. Dengan melihat respon akuifer tersebut, maka dapat dilakukan analisis hidrograf mataair ataupun hidrograf SBT untuk mengetahui komponen-komponen aliran yang berkontribusi pada suatu sistem akuifer karst, karena hujan merupakan imbuhan (recharge) utama yang memasok air ke dalam sistem akuifer karst. Selanjutnya, tebal hujan dapat dikorelasikan terhadap besar fluktuasi debit mataair dan SBT. Korelasi secara temporal dapat memberikan gambaran mengenai respon akuifer yang berupa debit aliran airtanah terhadap curah hujan yang berperan sebagai imbuhan. Melalui pendekatan itulah dapat diketahui bagaimana sesungguhnya perilaku akuifer karst di suatu wilayah. Dengan pertimbangan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk melakukan investigasi secara spasial dan temporal terkait respon debit mataair dan SBT karst melalui pendekatan korelasi antara data hidrograf pada mataair dan SBT yang tersedia dengan data hujan yang ada. Secara spasial, penelitian ini akan diterapkan di 4 (empat) yaitu mataair (Beton dan Petoyan) di kawasan karst Gunung Sewu, mataair Sumber Semen di kawasan karst Rembang, dan Mataair Ngerong di Karst rengel, Tuban, serta di lima sungai bawah tanah (Bribin, Gilap, Ngreneng, Seropan, dan Toto) yang terdapat di Karst Gunung Sewu. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar Keaslian Penelitian Kebanyakan peneliti hidrologi karst menggunakan cara-cara sebagai berikut untuk mengklasifikasi tingkat perkembangan akuifer karst, di antaranya adalah: (1) analisis hidrokemograph, yakni dengan cara memantau variasi kualitas air di sebuah mataair karst; (2) analisis sistem linier; (3) rasio heterogenitas; (4) analisis resesi hidrograf banjir (Adji et al, 2016); dan (5) kecepatan akuifer karst melepaskan air (aquifer flashiness). Metode ke-2 dan ke-3 tidak terkait dengan hidrograf banjir, sedangkan metode ke-1, ke-4, dan ke-5 berkaitan dengan hidrograf aliran pada suatu mataair karst. Akan tetapi, penelitian ini mencoba menerapkan metode analisis pola korelasi antara recharge yang berupa curah hujan dengan discharge 5

6 yang berupa debit pada mataair atau sungai bawah tanah pada beberapa tempat dan sifat akuifer karst yang berbeda secara spasial. Ide asli pada penelitian ini adalah teori bahwa karakteristik airtanah karst yang memiliki sistem aliran yang berbeda dengan airtanah pada umumnya menyebabkan kondisi sumberdaya air yang ada di kawasan ini juga berbeda. Karakteristik yang khas pada kawasan karst tersebut dapat diidentifikasi dengan adanya pelepasan airtanah berupa mataair dan juga aliran sungai bawah tanah. Namun disisi lain, variasi eksternal seperti halnya recharge (curah hujan) juga dapat menjadi pertimbangan dalam upaya identifikasi karakteristik akuifer kawasan ini, yakni dengan melihat hubungannya dengan hidrograf pada titik lepasannya pada SBT atau mataair (Adji and Bahtiar, 2016). Gambar 1.Lokasi daerah penelitian (Karst Gunung Sewu, DIY, Karst Rembang (Jateng) dan Karst Rengel, Kab. Tuban, Jawa Timur) 1.3. Faedah Yang Diharapkan 6

7 Faedah umum yang diharapkan yakni baik secara metodologi maupun untuk keperluan pemanfaatan dan konservasi airtanah di wilayah karst. Sementara itu, penelitian mengenai karakteristik akuifer karst skala lokal ini dapat memberikan beberapa manfaat khusus, antara lain : Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan sumbangan metodologi untuk mengkarakterisasi akuifer karst; Pencatatan data debit mataair dan curah hujan yang terekam bermanfaat dalam inventarisasi data dan monitoring kawasan mataair dan sungai bawah tanah; Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui perbedaan secara spasial karakteristik akuifer karst di Pulau Jawa; Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai acuan berapa lama akuifer dapat menyimpan air dan bagaimana detail proses pelepasannya ke mataair atau sungai bawah tanah. II. TUJUAN PENELITIAN Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi spasial kapasitas akuifer untuk menyimpan air pada media rekahan batugamping di sebagian kawasan Karst Gunungsewu, DIY, karst Rembang, Jateng, dan karst Tuban, Jawa Timur. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara recharge yang berupa curah hujan dengan discharge yang berupa debit pada mataair karst dan sungai bawah tanah. III. TINJAUAN PUSTAKA Karakterisasi Perkembangan Akuifer Karst Perkembangan akuifer karst dari muda menuju ke tua dapat dicirikan dengan perkembangan besarnya lorong yang berpengaruh pula terhadap sifat aliran yang dominan pada suatu akuifer karst. Semakin dominan sifat aliran yang dikontrol oleh sistem pelorongan yang ukurannya besar, maka semakin lanjut pula perkembangan aluifer karstnya. Bonacci (1990) menjelaskan bahwa: (1) diffuse flow adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran mm; (2) fissure flow adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran mm; dan (3) 7

8 conduit flow, adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran mm atau lebih. Selanjutnya, White (1988), Ford and Williams (1992), Smart and Hobbes (1986) serta Gillieson (1996) secara prinsip membagi sifat aliran pada akuifer karst menjadi tiga komponen yaitu :aliran saluran/lorong (conduit), celah (fissure), dan rembesan (diffuse). Sementara itu, oleh Domenico and Schwarts (1990), komponen aliran di akuifer karst hanya dibedakan menjadi dua yaitu komponen aliran rembesan (diffuse) dan saluran (conduit), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Komponen aliran diffuse diimbuh oleh air infiltrasi yang tersimpan pada bukit-bukit karst (Haryono, 2001) dan mengisi sungai bawah tanah karst sebagai tetesan dan rembesan pada ornamen gua. Komponen aliran ini bersifat laminar dan karakterisasinya dapat mengikuti hukum Darcy (White, 1993). Sementara itu, komponen aliran conduit mendominasi sungai bawah tanah terutama pada saat banjir dan responnya terhadap hujan hampir menyerupai sungai bawah tanah karena diimbuh oleh aliran permukaan yang masuk ke akuifer karst melalui ponor atau sinkhole. Sifat aliran ini adalah turbulent dan hukum Darcy tidak dapat diterapkan untuk mengkarakterisasinya (Jankowski, 2001). Gambar 2. Diffuse, mixed dan conduit aliran airtanah karst (Domenico and Schwartz, 1990) Analisis hidrograf aliran karst Bentuk kerucut hidrograf pada aliran mataair karst secara unik akan mencerminkan respon dari akuifer untuk melepaskan komponen-komponen 8

9 alirannya. Ford dan Williams ( 1989) telah memberikan ulasan yang rinci tentang permasalahan ini. Analisis hidrograf pada suatu mataair akan mencerminkan sifat dan struktur hidrolika sistem drainase karst. Sebagai contoh, dengan menganalisis kurva resesi dari mataair Ompla di Yugoslavia, Milanovic (1981) menyimpulkan bahwa akuifer mempunyai tiga jenis porositas, yang masing-masingnya mempunyai tiga nilai koefisien resesi yang besarannya berurutan. Milanovic kemudian mempunyai kesimpulan bahwa: (1) Koefisien resesi tertinggi adalah cerminan dari aliran yang keluar dari lorong yang besar, sehingga sifatnya cepat (conduit); (2) Koefisien resesi menengah ditafsirkan sebagai aliran yang keluar dari sistem percelahan yang sudah meluai terkarstifikasi dengan baik (fissure), dan (3) Koefisien resesi terkecil dianggap sebagai respon terhadap aliran yang bersifat merata/menyebar (diifuse/matriks). Selanjutnya, terlepas dari kenyataan bahwa teknik analisis dengan data dari kurva resesi memberikan informasi yang sangat berguna pada sifat dan jenis penyimpanan dan karakteristik struktural dari sistem akuifer sebuah mataair karst, metode ini belum mampu memberikan perbedaan yang jelas atau mampu mengklasifikasi tingkat karstifikasi atau perkembangan akuifer karstnya, karena metode ini hanya mempertimbangkan sifat aliran ketika dilepas saat resesi setelah kejadian banjir (recession limb), dan tidak mempertimbangkan saat naiknya aliran menuju debit puncak (rising limb), yang merupakan bagian yang sangat penting pada suatu hidrograf aliran. Korelasi hujan dan debit mataair atau SBT karst Analisis deret waktu menurut Larocque et al. (1998) merupakan analisis yang mudah diimplementasikan dan sering digunakan untuk menggambarkan akuifer. Penerapan analisis deret waktu pada akuifer karst pertama kali diterapkan oleh Mangin (1981), Mangin and Pulido-Bosh (1983) dan Mangin (1984). Analisis deret waktu pada akuifer karst saat itu sudah didasarkan pada analisis variasi tunggal yang dicirikan dengan struktur individu dari suatu deret waktu, dan analisis korelasi yang dicirikan dengan transformasi dari input ke output. Mangin (1984) telah menggunakan analisis korelasi dan spektral untuk mengklasifikasi tingkat karstifikasi akuifer karst. Hingga saat ini penelitian menggunakan analisis deret waktu di akuifer karst juga telah banyak dilakukan (Padilla and Pulido-Bosch 1995; Eisenlohr et al. 1997; Larocque et al. 1998; Rahnemaei et al. 2005; Panagopoulos and Lambrakis 2006; 9

10 Valdes et al. 2006; Fiorillo and Doglioni 2010; Liu et al. 2011; and Zhang et al. 2013). Salah satunya adalah analisis autokorelasi dan cross korelasi. Analisis autokorelasi mampu mencerminkan hubungan liniear dari setiap kejadian dalam suatu deret waktu (Larocque et al. 1998). Analisis ini menghubungkan setiap data deret waktu dengan variabelnya sendiri untuk mengetahui pengaruh setiap kejadian terhadap seluruh variabel data. Hubungan linier dari setiap variabel data akan mencerminkan sistem memori akuifer. Fiorillo dan Doglioni (2010); Karami and Younger (2002); serta Zhang, et al. (2013) merupakan peneliti yang sudah pernah meneliti perilaku akuifer karst berdasar hubungan antara recharge dan discharge mataair. Salah satu metode yang diambil untuk mencapai tujuan pertama penelitian ini dari penelitian-penelitian tersebut adalah metode analysis time series. Lebih spesifik penelitian ini mengambil metode cross correlation antara input (curah hujan) dan output (debit aliran) dalam sistem akuifer. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa hubungan antara input dan output pada suatu sistem akuifer dapat memberikan gambaran perilaku dari sistem tersebut. IV. METODE PENELITIAN 4.1. Alat Penelitian Penelitian ini membutuhkan beberapa alat yang digunakan untuk membantu memperoleh, mengolah dan menganalisis data. Global Positioning System (GPS): Berguna untuk menentukan letak absolut obyek kajian; Raingauge (Penakar Hujan) Otomatis: Digunakan untuk mencatat tebal curah hujan secara otomatis; Automatic Water Level Data Logger: Berguna untuk mencatat tinggi muka air mataair secara otomatis; Shuttle Logger TMA dan Raingauge: Digunakan untuk mengunduh data pada logger; Laptop/ Portable Computer: Digunakan untuk mengunduh data pada logger; Pita ukur / Meteran: Digunakan dalam mengukur tinggi muka air, dimensi alur aliran dan panjang lintasan untuk pengukuran debit; 10

11 Pelampung Sederhana: Sebagai alat pengukur debit metode area velocity method; Stopwatch: Sebagai alat mencatat waktu tempuh pelampung; Alat tulis, Papan Jalan dan Checklist: Sebagai alat pencatat data ketika berada di lapangan; Software Hoboware Pro: Untuk mengunduh data pada logger dan manajemen data; Software SPSS 16.: Digunakan untuk pemrosesan korelasi metode bivariate dan cross correlation; Perangkat lunak Microsoft Office: Digunakan untuk manajemen, proses perhitungan dan penyajian data Bahan Penelitian Selain alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini, diperlukan pula beberapa bahan untuk mendukung kinerja alat dalam memperoleh, mengolah dan menganalisis data. Bahan-bahan tersebut dibutuhkan selama pra-lapangan dan ketika kerja lapangan, yaitu sebagai berikut: Peta Rupa Bumi Indonesa (RBI) daerah penelitian skala 1:25.000; Peta Geologi Lembar Yogyakarta dan Tuban Skala 1 : Tahun 1995; Data survey mataair di kawasan karst oleh MacDonald dan Partners (1984); Data digital administrasi dan kontur Bakosurtarnal Tahun 2008 ; Baterai Logger Penakar Hujan/ Raingauge Analisis Cross Correlation Korelasi silang (Cross Correlation) merupakan salah satu metode yang banyak digunakan dalam analisis data secara time series. Metode ini dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksikan suatu hubungan suatu series data x (input) dengan data y (output) pada suatu sistem. Untuk melakukan analisis korelasi silang, kedua seri tersebut harus sampel dalam interval waktu yang sama dan 11

12 diasumsikan stasioner dalam mean dan varians (Cowpertwait dan Metcalfe, 2009, Shumway dan Stoffer, 2006, dalam Thomas, 2010). Hubungan kedua variabel tersebut didefinisikan dalam rumus: r xy (k) =... (1) Dimana nilai C zy (k) merupakan cross correlogram. Puncak dari garfik cross correlogram (nilai r xy (k) tertinggi) merupakan estimasi time lag (waktu jeda) yang menunjukan cross correlation antara input dan output sistem.... (2)... (3)... (4) Sedangkan C x (0) dan C y (0) merupakan rumus standar deviasi untuk masingmasing data series variabel x dan variabel y Korelasi silang memungkinkan untuk mengidentifikasi periode data yang sama dan konsisten serta menunjukkan hubungan kuat antara variabel. Penggunaan dataset yang berisi kejadian ekstrim (banjir dan kekeringan) yang tidak mewakili perilaku jangka panjang daerah tangkapan air akan menghasilkan pemahaman yang salah tentang proses hidrologis dan nilai-nilai parameter yang digunakan (Thomas, 2010). Cross-correlation diturunkan dengan menggunakan bahasa R. Besarnya nilai korelasi (R) berkisar antara -1 sampai 1. Apabila nilai R sama dengan atau mendekati 0 menunjukan hubungan antara variabel sangat kecil bahkan tidak ada hubungan (Fiorillo dan Doglioni, 2010). Ketika nilai R mendekati 1 dan -1 menunjukan korelasi yang kuat antara variabel. Nilai korelasi positif memberikan penjelasan bahwa hubungan antara variabel berbanding lurus, sedangkan nilai korelasi negatif memberikan penjelasan hubungan antara variabel berbanding terbalik (Asdak, 1995). 12

13 4.4. Cara Kerja: Menyiapkan data curah hujan (input sistem) dengan data debit aliran mataair/ SBT (output sistem). Pastikan kedua data series tersebut berpasangan. Apabila data debit aliran merupakan data perekaman setiap 30 menit maka data curah hujan juga merupakan data perekaman setiap 30 menit. Menginput kedua data pada kedalam software SPSS 16. Tipe data pada input ini merupakan data numeric untuk data debit dan curah hujan. Setelah input dilakukan, selanjutnya adalah melakukan analisis data menggunakan fungsi analisis time series dan pilih pada fungsi cross correlation. 13

14 Setelah fungsi dipilih, maka akan muncul tampilan seperti berikut ini: Masukan data curah hujan dan dilanjutkan data debit pada kolom variabels. Stelah itu lanjutkan pada menu options, pada menu ini memilih range maksimum time lag (waktu jeda) sesuai kebutuhan analisis. 14

15 Setelah selesai pada menu options maka klik continue dan kemudian pada menu cross correlation pilih OK. Setelah selesai pada menu fungsi cross correlation maka akan muncul hasil perhitungan pada output SPSS viewer sebagai berikut: Model Description Model Name Series Name MOD_4 1 Curah_hujan 2 Debit Transformation None Non-Seasonal Differencing 0 Seasonal Differencing 0 Length of Seasonal Period No periodicity Range of From -10 Lags To 10 Display and Plot All lags Applying the model specifications from MOD_4 Case Processing Summary Series Length 72 Number of Excluded User-Missing Value 0 Cases Due to System-Missing Value 0 Number of Valid Cases 72 15

16 Case Processing Summary Series Length 72 Number of Excluded User-Missing Value 0 Cases Due to System-Missing Value 0 Number of Valid Cases 72 Number of Computable Zero-Order 72 Correlations After Differencing Cross Correlations Series Pair:Curah_hujan with Debit Lag Cross Correlation Std. Error a

17 Perhatikan pada tabel ke-3 Cross Correlations pada tabel diketahui nilai r xy pada kolom tabel cross correlation. Nilai r xy ditampilkan pada setiap jeda waktu sesuai dengan yang telah ditentukan pada menu options sebelumnya. Nilai r xy ditampilkan pada gambar grafik diagram batang CCF. Tabel ke-3 Cross Correlations merupakan hasil perhitungan terdapat keterangan Based on the assumption that the series are not cross correlated and that one of the series is white noise. Keterangan tersebut muncul karena salah satu series data mengalami white noise yang disebabkan oleh tidak stasionernya salah satu data yaitu series data curah hujan yang memiliki kecenderungan musiman. Selain itu pada series data curah hujan sering dijumpai nilai 0 yang dimana dalam analisis statistik nilai 0 akan mengganggu hasil perhitungan. Hasil pada ke-3 Cross Correlations dapat disajikan pada grafik correlogram untuk memudahkan analisis dan pembacaan seperti berikut ini: 17

18 Berdasarkan grafik correlogram diatas maka dapat diketahui bahwa nilai tertinggi korelasi terdapat pada time lag jam ke dua. Menunjukan respon debit mataair yang berupa kenaikan debit aliran berada pada waktu 2 jam setelah kejadian hujan Analisis Grafis Analisis grafis ini merupakan cara untuk menjabarkan dan menyajikan hasil pengolahan data yang disajikan dalam bentuk grafis, seperti diagram batang, grafik dan table serta dalam bentuk atau variasi antara batang, dan garis scatter plot. Penyajian data dengan tampilan grafis semacam ini bertujuan memudahkan untuk memahami pola hubungan dari nilai-nilai yang disajikan. Hampir seluruh hasil penelitian disajiakan dalam bentuk ini. Analisis grafis dibutuhkan pada hasil pembacaan cross-collerogram hasil perhitungan metode cross-correlation Analisis Deskriptif Analisis yang sudah dilakukan dari hasil pengolahan data baik yang disajikan secara grafis maupun komparatif antara hasil satu dengan yang lainnya akan dideskripsikan secara sistematis. Penjelasan secara sistematis ini akan memadukan hasil satu dengan yang lain sehingga mampu menjelaskan hubungan atau respon hujan terhadap karakteristik debit aliran di mtaair dan SBT daerah penelitian Analisis Spasial Komparatif Analisis spasial komparatif digunakan untuk membandingkan hasil cross correlation pada satu lokasi mataair atau SBT dengan lokasi-lokasi yang lain yang masuk pada wilayah kajian penelitian ini. 18

19 V. HASIL PENELITIAN 5.1. SIFAT PELEPASAN AKUIFER KARST Hubungan Curah Hujan Harian Dengan Rerata Debit Aliran Sistem akuifer karst memiliki input dasar berupa curah hujan sesuai dengan siklus hidologi pada umumnya. White (2002) menyebutkan bahwa hujan yang jatuh di kawasan karst akan masuk ke dalam sistem akuifer karst melalui beberapa mekanisme, yaitu imbuhan allogenic, diffuse infiltration, internal runoff, dan overflow dari akuifer bertengger. Semua mekanisme tersebut pada dasarnya berawal dari hujan yang jatuh di kawasan karst. Secara lebih lanjut respon dari input tersebut adalah adanya kenaikan debit pada discharge sistem akuifer karst, yaitu sungai bawah tanah (SBT) maupun mataair. Respon discharge terhadap recharge ini dapat memberikan ciri perilaku struktur internal akuifer karst daerah kajian (Haryono dan Adji, 2010). Curah hujan sebagai variabel bebas akan memberikan dampak pada variabel terpengaruh berupa debit aliran mataair dan SBT pada sistem akuifer karst. Berdasarkan hal tersebut. Hasil hubungan antara variabel bebas berupa curah hujan harian dan rerata debit harian pada 6 objek kajian pelepasan airtanah menunjukan hubungan yang positif (Gambar 3). Nilai korelasi (R) bervariasi untuk masing masing obyek kajian. Gua Bribin memiliki nilai R hubungan curah hujan harian dengan rerata debit harian sebesar 0,252; Gua Ngreneng memiliki nilai R sebesar 0,744; dan Gua Gilap sebesar 0,312. Sedangkan untuk nilai R Mataair Petoyan sebesar 0.,629; Mataair Ngerong sebesar 0,455; dan Mataair Beton sebesar 0,

20 Gambar 3. Scatter Plot Hubungan Curah Hujan Harian dan Rerata Debit Harian 6 Obyek Kajian (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Nilai R positif memberikan pemahaman bahwa hubungan antara variabel bebas (curah hujan) dan variabel terpengaruh (debit mataair) berbanding lurus. Bertambahnya curah hujan akan diikuti dengan kenaikan debit mataair dan SBT. Korelasi sederhana dua variabel ini setidaknya memberikan prespektif bahwa curah hujan sebagai recharge sistem akuifer memiliki hubungan positif terhadap debit mataair dan SBT sebagai discharge akuifer. Hubungan positif tersebut merupakan hubungan yang berbanding lurus, yaitu ketika terjadi penambahan curah hujan maka akan diikuti dengan bertambahnya debit aliran mataair Cross Correlation Curah Hujan Dengan Debit Aliran Mulyana (2004) menyebutkan bahwa Cross Correlation / korelasi silang merupakan metode statistik fungsi transfer pada suatu sistem antara variabel x (bebas) dan variabel y (terpengaruh) menggunakan data time series. Bakalowicz 20

21 dan Mangin (1980; dalam Ford dan Williams 2007) mengungkapkan bahwa sistem akuifer karst dapat dicirikan dengan fungsi dari input berupa curah hujan yang kemudian direspon oleh hidrograf debit mataair. Salah satu fenomena yang dapat dipahami melalui pendekatan ini adalah time lag (jeda waktu) akuifer dalam merespon imbuhan dari curah hujan. Analisis Cross Correlation dengan menggunakan data time series dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman mengenai sistem akuifer karst dengan mengkomparasikan antara input (curah hujan) dan output (debit) untuk mengetahui jeda waktu (time lag) kenaikan debit mataair dari kejadian hujan (Budge dan Sharp, 2009; Zhang, Chen, Chen dan Shi, 2013). Data series yang digunakan untuk metode cross correlation untuk mengetahui time lag respon debit mataair dan SBT terhadap input berupa curah hujan berbedabeda untuk setiap obyek kajian. Gua Bribin, Gilap dan Ngreneng menggunakan periode data series Mei 2006 hingga April Mataair Ngerong menggunakan data series periode waktu Agustus 2014 hingga April Mataair Petoyan menggunakan data series dari bulan Agustus 2013 hingga Mei Sedangkan Mataair Beton menggunakan data series periode Februari 2008 hingga Desember Gambar 4 menunjukan grafik pasangan data dari 6 obyek kajian. 21

22 Gambar 4. Data Series Curah Hujan (mm) dan Debit Aliran (lt/detik) 6 Obyek Kajian (Sumber: Hasil Analisis, 2016) 22

23 Hasil pengolahan data series pada Gambar 5 menggunakan metode cross correlation menghasilkan nilai korelasi (r xy (k)) antara recharge berupa curah hujan dengan discharge berupa debit mataair dan SBT. Nilai korelasi tersebut direpresentasikan dalam grafik yang menghubungkan nilai korelasi dengan time lag (jeda waktu) pengukuran. Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukan Correlogram cross correlation debit Mataair dan SBT dari 6 obyek kajian. Sumbu X pada Gambar 5 menunjukan waktu jeda respon mataair terhadap curah hujan. Respon tertinggi 6 obyek kajian berada pada nilai positif yang menunjukan bahwa respon debit terjadi setelah adanya input pada sistem akuifer oleh curah hujan. Sedangkan sumbu Y menunjukan nilai nilai cross correlation (r xy (k)). Tinggi dan rendah nilai korelasi menunjukan sensitifitas respon curah hujan terhadap perubahan debit aliran. Nilai tertinggi korelasi pada satu hubungan curah hujan dengan debit aliran menunjukan respon awal suatu sistem mataair atau SBT dalam merespon input berupa curah hujan. Gambar 5. Correlogram Cross Correlation Mataair dan SBT 6 obyek kajian (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Berdasarkan hasil cross correlation dapat diketahui masing-masing obyek kajian memiliki jeda waktu respon debit terhadap imbuhan curah hujan yang berbeda-beda. Korelasi yang perlu diperhatikan adalah korelasi pada time lag postif. Hal tersebut didasarkan oleh hasil korelasi bivariate sebelumnya yang juga menunjukan korelasi positif. Fungsi korelasi silang curah hujan dan debit mataair karst menunjukan hubungan k (time lag) kearah positif yang menunjukan bahwa curah hujan mempengaruhi laju aliran debit mataair (Zhang, Chen, Chen dan Shi; 2013). Tabel 1 menunjukan nilai tertinggi r xy (k) masing masing obyek kajian dan

24 juga jeda waktu yang terindikasi sebagai respon awal kenaikan debit mataair dan SBT oleh akibat adanya imbuhan dari curah hujan. Tabel 1. Hasil Pembacaan Correlogram Cross Correlation Mataair Dan SBT pada 6 Obyek Kajian Mataair/SBT Metode Cross Correlation Time Lag (Jam) Nilai Korelasi (r xy (k)) SBT Bribin SBT Ngreneng SBT Gilap Mataair Petoyan Mataair Ngerong Mataair Beton (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Pembagian periode musim penghujan bisa menjadi alternatif analisis untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana pola faktual respon debit mataair dan SBT terhadap curah hujan dari setiap obyek kajian. Namun, apabila melihat secara keseluruhan sampel dari periode awal, tengah, dan akhir musim penghujan, analisis ini dapat digunakan sebagai kontrol hasil perhitungan metode cross correlation. Tabel 2 menunjukan rangkuman dari nilai respon faktual dari data debit aliran dan curah hujan setiap obyek kajian. Tabel 2. Hasil Pembacaan Correlogram Cross Correlation Mataair Dan SBT pada 6 Obyek Kajian Mataair/SBT Periode Musim Hujan Awal Tengah Akhir Metode Crosscheck Manual Rerata Time Lag (Jam) Gua Bribin Gua Ngreneng no data 23.6 Gua Gilap Mataair Petoyan Mataair Ngerong no data 8.4 Mataair Beton (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukan hasil time lag respon kenaikan debit mataair dan SBT terhadap curah hujan yang bervariasi untuk ke-6 obyek kajian. Hasil menunjukan bahwa terdapat perbedaan dan kesamaan nilai time lag 2

25 untuk beberapa objek kajian. Nilai time lag pada 3 obyek kajian, yaitu Gua Bribin, Ngreneng, dan Gilap mengalami perbedaan yang signifikan apabila dibandingkan dengan nilai time lag hasil metode cross correlation. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan bawah ketiga obyek kajian tersebut merupakan obyek yang berupa sungai bawah tanah dengan batasan tangkapan air yang sangat besar. Sedangkan input data berupa curah hujan tidak mampu merepresentasikan secara proporsional kondisi input secara sebaran spasial dan temporal. Hal tersebut yang menjadikan ketidak samaan hasil dari dua metode ini. Sedangkan untuk 3 obyek mataair kajian menunjukan hasil time lag yang memiliki nilai berdekatan. Sehingga dapat dikatakan dari dua metode yang digunakan untuk mengetahui respon awal kenaikan debit aliran dari pengaruh input sistem aliran karst menunjukan hasil yang sesuai. Variasi nilai time lag sebagai representasi respon awal debit aliran dari adanya imbuhan curah hujan pada sistem akuifer karst menunjukan bagaimana kondisi perkembangan sistem akuifer dan juga bagaimana kondisi imbuhan masingmasing obyek kajian. Terdapat dua kemungkinan dari fenomena ini, pertama yaitu respon yang lebih cepat menunjukan sudah lebih berkembangnya sistem akuifer yang ada pada masing-masing obyek kajian. Kedua adalah kondisi imbuhan yang memiliki luasan yang lebih kecil dan juga input masukan kedalam akuifer yang besar menjadikan time travel yang lebih cepat Nilai Konstanta Resesi Resesi merupakan kurva turun pada hidrograf aliran yang mempunyai skala waktu yang lebih panjang daripada kurva naik (rising limb). Kurva naik lebih dipengaruhi oleh adanya pengaruh kondisi daerah tangkapan air dan kejadian hujan yang masuk dalam sistem drainase, sedangkan pada kurva resesi ini dipengaruhi oleh pelepasan komponen aliran yang ada pada sistem drainase tersebut. Schulz (1976) juga menambahkan bahwa komponen aliran pada bagian resesi hidrograf dibedakan menjadi 3 komponen, yaitu channel flow, interflow dan Baseflow. Teori tersebut oleh Adji (2009) digunakan untuk memberikan pendekatan untuk penentuan komponen aliran akuifer karst, dimana channel flow setara dengan conduit, interflow setara dengan fissure dan baseflow setara dengan diffuse. Variasi nilai konstanta resesi masing-masing komponen aliran menurut Schulz (1976), yaitu 0,2 0,5 untuk Channel flow/aliran conduit; 0,5 0,8 untuk interflow/aliran 3

26 fissure dan 0,85 0,98 untuk baseflow/aliran diffuse. Sementara itu Nathan and McMahon (1990; dalam Adji, 2006) jangkauan nilai konstanta resesi masing-masing komponen aliran berkisar 0,2 0,8 untuk channel flow; 0,7 0,94 untuk intermediate flow; dan 0,93 0,995 untuk baseflow. Tabel 3 di bawah ini menunjukan resume dari nilai-nilai konstanta dari 6 obyek kajian kali ini. Tabel 3. Resume Nilai Konstanta Resesi Mataair Dan SBT 6 Obyek Kajian Mataair/SBT K c K i K b T p (Jam) T b (Jam) Gua Bribin Gua Ngreneng Gua Gilap Mataair Petoyan Mataair Ngerong Mataair Beton Rerata (0.442) Rerata (0.795) Rerata (0.998) Rerata (6.4) Rerata (29.9) Rerata (0.581) Rerata (0.795) Rerata (0.991) Rerata (4.2) Rerata (27.2) Rerata (0.524) Rerata (0.682) Rerata (0.991) Rerata (2.4) Rerata (12.89) Rerata (0.452) Rerata (0.755) Rerata (0.996) Rerata (6.8) Rerata (30.9) Rerata (0.901) Rerata (0.972) Rerata (0.994) Rerata (9.0) Rerata (24.9) Rerata (0.729) Rerata (0.945) Rerata (0.989) Rerata (16.5) Rerata (108.1) (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Analisis dengan metode cross correlation dan konstanta resesi merupakan upaya untuk memahami sifat pelepasan akuifer karst dari dua prespektif. Pertama adalah respon awal discharge terhadap recharge yang merepresentasikan karakter akuifer pada awal kejadian banjir melalui cross correlation. Kedua adalah sifat pelepasan aliran pada akuifer karst yang direpresentasikan dengan analisis aliran resesi pada kejadian banjir dengan metode konstanta resesi. Berdasarkan kedua analisis tersebut maka dapat memberikan gambaran bagaimana karakteristik akuifer karst yang diwakili oleh 6 obyek kajian. Karakteristik akuifer karst tersebut selanjutnya didiskripsikan dengan memberikan keterangan tentang perkembangan akuifer karst pada obyek kajian. Tabel 4 menunjukan perkembangan sistem akuifer dari keenam obyek kajian berdasarkan nilai konstanta resesi dan time lag metode cross correlation hasil analisis sebelumnya. 4

27 Tabel 4 Perkembangan Akuifer Karst 6 Obyek Kajian Mataair/SBT K c K i K b T p (Jam) T b (Jam) Time Lag (Jam) Perkembangan Akuifer Karst SBT Bribin SBT Ngreneng SBT Gilap Mataair Petoyan Mataair Ngerong Mataair Beton Akuifer karst berkembang diffuse, fissure, dan conduit Akuifer karst berkembang diffuse, fissure, dan conduit Akuifer karst berkembang diffuse, fissure, dan conduit. Dominasi oleh aliran fissure. Akuifer karst berkembang diffuse, fissure, dan conduit. Dominasi oleh aliran diffuse Akuifer karst belum berkembang. Dominasi oleh aliran diffuse Akuifer karst berkembang diffuse dan conduit. Dominasi oleh aliran diffuse (Sumber: Hasil Analisis, 2016) Berdasarkan Tabel 4 di atas maka dapat diketahui bagaimana perkembangan sistem akuifer karst masing-masing obyek kajian. SBT Bribin dan SBT Ngreneng memiliki perkembangan sistem karst yang mirip. Hal ini tidak lepas dari kondisi SBT Ngreneng yang merupakan bocoran utama dari SBT Bribin (MacDonald and Partners,1984). Sehingga perkembangan sistem akuifer memiliki kemiripan antara dua SBT ini. Nilai konstanta resesi kedua SBT ini menunjukan sudah berkembangnya sistem aliran diffuse, fissure, dan conduit. Begitu pula pada nilai T p dan T b yang tidak jauh berbeda dan juga nilai time lag yang sama. Sedangkan untuk SBT Gilap memiliki karakteristik sistem akuifer yang sedikit berbeda dari SBT Bribin dan Ngreneng. SBT Gilap yang masih dalam satu sistem SBT Bribin memiliki kecenderungan perkembangan aliran berupa fissure yang lebih dominan. Kondisi ini diindikasikan oleh nilai T p, T b dan time lag yang lebih cepat daripada dua SBT lain. Kecepatan respon debit terhadap curah hujan dan juga kecepatan pelepasan aliran menunjukan SBT Gilap memiliki kecenderungan berkembangnya aliran tipe fissure dan conduit. Namun dominasi aliran fissure 5

28 ditunjukan dari nilai K i yang lebih kecil (K i : 682) daripada dua SBT lain di sistem SBT Bribin ini. Mataair Beton memiliki karakteristik sistem akuifer karst yang berkembang pada sistem pelorongan (conduit) dan sistem aliran diffuse dengan dominasi sistem aliran diffuse. Indikasi perkembangan sistem aliran conduit berdasarkan nilai K c 0,729 yang telah masuk dalam kriteria nilai konstanta aliran channel atau conduit. Sedangkan dominasi aliran diffuse pada Mataair Beton dapat dilihat dari respon debit terhadap curah hujan yang tinggi. Nilai T p, T b dan time lag yang besar mengindikasikan bahwa kenaikan dan penurunan debit mataair dari adanya input curah hujan yang lamban. Lambannya respon dan pelepasan aliran ini dapat menjadi indikasi bahwa sistem aliran diffuse dominan. Mataair Petoyan yang terletak pada sisi barat Karst Gunungsewu menunjukan karakteristik sistem aliran akuifer karst yang sudah berkembang baik sistem aliran diffuse, fissure, dan conduit. Kondisi tersebut terepresntasikan dari nilai konstanta resesi Mataair Petoyan (K b : 0,452; K i : 0,755; K c : 0,996). Namun dominasi sistem aliran diffuse terindikasi dari T b dan T p yang cenderung lamban untuk Mataair dengan daerah tangkapan air yang kecil. Berbeda dengan yang lain, Mataair Ngerong memiliki perkembangan sistem akuifer karst yang masih didominasi oleh sistem aliran diffuse. Hal ini ditunjukan dari nilai konstanta resesi yang yang besar untuk masing-masing nilai K b, K i, dan K c. Kondisi tersebut juga diindikasikan dari nilai T p, T b dan time lag yang cenderung lebih tinggi daripada obyek kajian lainnya. VI. DAFTAR PUSTAKA Adji, T. N., Spatial and Temporal Variation of Hydrogeochemistry and Karst Flow Properties to Characterize Karst Dynamic System in Bribin Underground River, Gunung Kidul Regency, DIY Province Java, Indonesia. Summary, Dissertation in Geography Study Program. Graduate School of Geography, Gadjah Mada University, Yogyakarta Adji, T.N. 2012, Wet Season Hydrochemistry of Bribin River in Gunung Sewu Karst, Indonesia, Environmental Earth Sciences, Vol. 67: pp Adji, T.N. dan Haryono, E., Konflik Antara Pemanfaatan Batugamping dan Konservasi Sumberdaya Air Das Bribin di Wilayah Karst Gunung Sewu, Makalah Lokakarya Nasional Menuju Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Berbasis Ekosistem Untuk Mereduksi Konflik Antar Daerah, Yogjakarta,, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, September

29 Adji, T.N., 2005, Agresivitas Airtanah Karst Sungai Bawah Tanah Bribin, Gunung Sewu, Indonesian Cave and Karst Journal, Vol. 1 No1, HIKESPI Adji, T.N., Variasi Spasial-Temporal Hidrogeokimia dan Sifat Aliran Untuk Karakterisasi Sistem Karst Dinamis di Sungai Bawah Tanah Bribin, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, Disertasi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Adji, T.N., 2011, Upper catchment of Bribin underground river hydrogeochemistry (Gunung Sewu Karst, Gunung Kidul, Java, Indonesia) Proceeding of Asian Trans-Disclipinary Karst Conference, Yogyakarta Adji, T.N., Pemisahan aliran dasar bagian hulu Sungai Bribin pada aliran Gua Gilap, di Karst Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 3 September 2011 Adji, T.N., 2013, Hubungan Karakter Aliran dan Sifat Kimia Mataair Petoyan Untuk Karakterisasi Akuifer Karst, Hibah Dana Masyarakat Fak. Geografi UGM Adji, T.N., 2014, Analisis Hidrograf Aliran Untuk Penentuan Derajat Karstifikasi Pada Beberapa Kondisi Mataair dan Sungai Bawah Tanah Karst, Hibah Dana Masyarakat Fak. Geografi UGM Adji, T.N., 2015, Sebaran Spasial Tingkat Karstifikasi Area Pada Beberapa Mataair dan Sungai Bawah Tanah Karst Menggunakan Rumus Resesi Hidrograph Malik and Vojtkova (2012), Hibah BOPTN Fak. Geografi UGM Adji, T.N., Sebaran Spasial Tingkat Karstifikasi Area Pada Beberapa Mataair dan Sungai Bawah Tanah Karst Menggunakan Rumus Resesi Hidrograph Malik and Vojtkova (2012), Laporan Penelitian, Hibah BOPTN Fak. Geografi UGM, Jogjakarta Adji, T.N., 2016, Distribusi Spasial Respon Debit Mataair dan Sungai Bawah Tanah Terhadap Hujan Untuk Prediksi Kapasitas Penyimpanan Air oleh Akuifer Karst di Sebagian Wilayah Karst di Pulau Jawa, Hibah BOPTN Fak. Geografi UGM Adji, T.N., Bahtiar, I.Y., Rainfall discharge relationship and karst flow components analysis for karst aquifer characterization in Petoyan Spring, Java, Indonesia, Environmental Earth Sciences, 75:735 Adji, T.N., Haryono, E., Fatchurrohman, H., Oktama, R., Diffuse flow characteristics and their relation to hydrochemistry conditions in the Petoyan Spring, Gunungsewu Karst, Java, Indonesia, Geosciences Journal, Vol. 20, No. 3, p , June 2016 Adji, T.N., Haryono, E., Woro, S, 1999, Kawasan Karst dan Prospek Pengembangannya di Indonesia, Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, Oktober 1999 Adji, T.N., Hendrayana, H., Sudarmadji, E., Woro, S, 2009, Diffuse Flow Separation Within Karst Underground River at Ngreneng Cave, Proceeding of International Conference Earth Science and Technology, 6-7 Aug 2009, Yogyakarta Adji, T.N., Misqi, M., 2010, The Distribution of Flood Hydrograph Recession Constant for Characterization of Karst Spring and Underground River Flow Components Releasing Within Gunung Sewu Karst Region, Indonesian Journal of Geography, XLII(1) Adji, T.N., Mujib, M.A., Fatchurohman, H., Bahtiar, I.Y., 2014, Analisis Tingkat Perkembangan Akuifer Karst di Kawasan Karst Gunung Sewu, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Karst Rengel, Tuban, Jawa Timur Berdasarkan Analisis Hidrograf, Prosiding PIT IGI ke-17, UNY, Jogjakarta, 15 Nov 2014 Brunsch A, Adji, TN, Stoffel D, Ikhwan M, Oberle P, Nestmann F (2011) Hydrological assessment of a karst area in Southern Java with respect to climate phenomena, Proceeding of Asian Trans-Disciplinary Karst Conference, Yogyakarta Haryono, E, Adji, T.N., Widyastuti, W., 2009, Environmental Problems of Telaga (Doline Pond) in Gunungsewu Karst, Java Indonesia,, Proceeding 15th International Congress of Speleology, Volume II, UIS, Texas, pp

30 Haryono, E. dan Adji, T.N Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Yogyakarta: Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Asdak, C., Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bonacci, O., 1990, Regionalization in karst regions, Proceedings of the Ljubljana Symposium, April 1990, IAHS Publ. no. 191, 1990 Domenico, P.A. and Schwartz, F.W., 1990, Physical and Chemical Hydrogeology. 2 nd Ed. John Wiley & Sons Eisenlohr, L., Bouzelboudjen, M., Kiraly, L., Rossier, Y., 1997, Numerical versus statistical modeling of natural response of karst hydrogeological system. Journal of Hydrology (202): Fiorillo, F., Doglioni, A., 2010, The relation between karst spring discharge and rainfall by cross correlation analysis (Campania, Southern Italy). Hydrogeology Journal (18): Ford, D. and Williams, P. 1992, Karst Geomorphology and Hydrology, Chapman and Hall, London Gillieson, D., 1996, Caves: Processes, Development, and Management, Blackwell, Oxford Haryono, E., Adji, T.N., Geomorfologi dan Hidrologi Karst, Bahan Ajar, Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Haryono, E., Nilai Hidrologis Bukit Karst, Makalah pada Seminar Nasional, Eko- Hidrolik, Maret 2001, Jurusan Teknik Sipil, UGM Jankowski, J., 2001, Groundwater Environment, Short Course Note, School of Geology, University Of New South Wales, Sydney, Australia Karami, G. H. and Younger, P. L.,2002, Assessing karst aquifer heterogeneity using testpumping data. Proceeding of Conference on what s new in Groundwater, London, The Geological Society. Kresic, N., Bonacci, O., 2010, Spring Discharge Hydrograph. In: Kresic N, Stevanovic Z (eds), Groundwater Hydrology of Springs: engineering, theory, management, and sustainability. Oxford, Butterworth-Heinemann. pp Larocque, M., Mangin, A., Razack, M., Banton, O.,1998, Contribution of correlation and spectral analyses to the regional study of a large karst aquifer (Charente, France). Journal of Hydrology (205): Liu, L., Chen, X., Xu, G., Shu, L., 2011, Use of hydrologic time series data for identification of hydrodynamic function and behavior in a karstic water system in China. Hydrogeology Journal (19): Mangin A (1981) Utilisation des analyses corrèlatoire et spectrale dans l approche des systèmes hydrologiques. Computers Rendues Acad. Sci. Paris (293): Mangin A (1984) Pour une meilleure conaissance des systems hydrologiques à partir des analyses corrèlatoire et spectrale. Journal of Hydrology (67):25-43 Mangin A, Pulido-Bosch A (1983) Aplicación de los análisis de correlación y spectral en el estudio de los acuiferos kársticos. Tecniterrae (51):53 Milanovic, P.,1981, Karst Hydrogeology. Water Resources Publications, Littleton, Colorado, USA. Mohammadi, Z., Shoja, A., 2013, Effect of annual rainfall amount on characteristics of karst spring hydrograph. Carbonate and Evaporate, 29 (3), pp Padilla, A., Pulido-Bosch, A.,1995, Study of hydrographs of karstic aquifers by means of correlation and cross-spectral analysis. Journal of Hydrology (168):

31 Panagopoulos, G., Lambrakis, N., 2006, The contribution of time series analysis to the study of the hydrodynamic characteristics of the karst system: Application on two typical karst aquifers of Greece (Trifilia, Alymros Crete). Journal of Hydrology (329): Quinlan, J.F., 1989, Ground-water monitoring in karst terraces: recommended protocols and implicit assumptions. US Environmental Protection Agency Environmental Monitoring Systems Laboratory, Las Vegas. Quinlan, J.F., Smart, P.L., Schindel, G.M., Alexander, E.C., Edwards, A.J., Smith, A.R.,1991, Recommended administrative/regulatory definitions of karst aquifer. Principles for classification of carbonate aquifers. Practical evaluation of vulnerability of karst aquifers and determination of optimum sampling frequency at springs. In: Quinlan JF, Stanley A (eds), Hydrology, ecology, monitoring and management of ground water in karst terranes conference, 3rd, Proceedings: Dublin, Ohio, National Ground Water Association, pp Rahnemaei, M., Zare, M., Nematollahi, A.R., Sedghi, H., 2005, Application of spectral analysis of daily water level and spring discharge hydrographs data for comparing physical characteristics of karstic aquifers. Journal of Hydrology (311): Smart, P.L. and Hobbes, S.L., Characteristics of Carbonate Aquifers: A conceptual basis. In Proceedings, Environmental Problem in Karst Terrains and Their Solution. Bowling Green, KY: National Well Water Association, 1 4 Thomas, B.C., Comparison Of Two Physically-Based Spatially Distributed Hydrology Models In Contrasting Geo-Climatic Settings. Thesis. Faculty of Geo-information Science and Earth Observation (ITC). Valdes, D., Dupont, J.P., Massei, N., Laignel, B., Rodet, J., 2006, Investigation of karst hydrodynamics and organization using autocorrelation and T- C curves. Journal of Hydrology (329): White, W.B., Geomorphology and Hydrology of Karst Terrain. Oxford University Press, New York White, W.B., 1993, Analysis of Karst Aquifer. In:Alley, W.M. (editor), Regional Groundwater Quality. Van Nostrand Reinhold, New York White, W.B., 2002, Karst hydrology: recent development and open question. Engineering Geology (65): Zhang, Z., Chen, Xi, Chen X., dan Shi, P., Quantifying Time Lag of Epikarst-Spring Hydrograph Response to Rainfall Using Correlation and Spectral Analyses. Hydrogeology Journal (2013) 21: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 9

Serial:Powerpoint Presentasi: MENGENAL KAWASAN KARST, CIRI-CIRI DAN TINDAKAN PREVENTIV SEDERHANA UNTUK PELESTARIANNYA

Serial:Powerpoint Presentasi: MENGENAL KAWASAN KARST, CIRI-CIRI DAN TINDAKAN PREVENTIV SEDERHANA UNTUK PELESTARIANNYA Serial:Powerpoint Presentasi: MENGENAL KAWASAN KARST, CIRI-CIRI DAN TINDAKAN PREVENTIV SEDERHANA UNTUK PELESTARIANNYA By: Tjahyo Nugroho Adji Eko Haryono KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY-UGM Bagaimana

Lebih terperinci

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG)

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG) DEPARTEMEN GEOGRAFI LINGKUNGAN FAKULTAS GEOGRAFI Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG) ANTARA

Lebih terperinci

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM (KORELASI SILANG

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM (KORELASI SILANG DEPARTEM MEN GEOGRAFI LINGKUNGAN FAKULTAS GEOGRAFI Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM OSS CORRELATION (KORELASI SILANG ANTARA INPUT (CURAH HUJAN) DA AN OUTPUT

Lebih terperinci

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf DalamPengelolaanAirtanahdi DaerahKarst TJAHYO NUGROHO ADJI & AHMAD CAHYADI Kelompok Studi Karst Kelompok Studi Karst Fak. Geografi UGM LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM) Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM) AIR DI DAERAH KARST Ilmu yang mempelajari air di bumi adalah HIDROLOGI

Lebih terperinci

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG)

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG) DEPARTEMEN GEOGRAFI LINGKUNGAN FAKULTAS GEOGRAFI Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG) ANTARA

Lebih terperinci

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST Igor Yoga Bahtiar igor.bahtiar@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id Abstract Karst aquifer system

Lebih terperinci

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUSRESESI RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012) Tjahyo Nugroho Adji, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST Igor Yoga Bahtiar igor.bahtiar@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id Abstract Karst aquifer system

Lebih terperinci

SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012)

SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012) SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012) Tjahyo Nugroho Adji, M Asyroful Mujib Karst Research

Lebih terperinci

Menentukan Derajat Karstifikasi

Menentukan Derajat Karstifikasi Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) ) akuifer Karst Dr. Tjahyo Nugroho Adji., MSc.Tech Asyroful Mujib, MSc Karst Research Group, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Contents

Lebih terperinci

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST Igor Yoga Bahtiar igor.bahtiar@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id Abstract Karst aquifer system

Lebih terperinci

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM Serial Powerpoint Presentasi: KOMPONEN- KOMPONEN ALIRAN KARST Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM SISTEM HIDROLOGI KARST A. Pendahuluan Karst Gunung Sewu dikenal sebagai kawasan

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata Chapter 2 Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata Igor Yoga Bahtiar 1 dan Ahmad Cahyadi 2 Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

Serial: Powerpoint Presentasi KARTS SYSTEMS, CHARACTERISTICS, DEVELOPMENT, PROBLEMS AND CHARACTERIZATION

Serial: Powerpoint Presentasi KARTS SYSTEMS, CHARACTERISTICS, DEVELOPMENT, PROBLEMS AND CHARACTERIZATION Serial: Powerpoint Presentasi KARTS SYSTEMS, CHARACTERISTICS, DEVELOPMENT, PROBLEMS AND CHARACTERIZATION By: Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FACULTY OF GEOGRAPHY-UGM NON-KARST intergranuler-primerisotropok

Lebih terperinci

KONTRIBUSI HIDROLOGI KARST DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST

KONTRIBUSI HIDROLOGI KARST DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST KONTRIBUSI HIDROLOGI KARST DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST Oleh : TJAHYO NUGROHO ADJI Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM (email : adji_tjahyo@ugm.ac.id) ABSTRAK Hidrologi karst merupakan salah

Lebih terperinci

Serial Powerpoint Presentasi: Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) akuifer Karst

Serial Powerpoint Presentasi: Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) akuifer Karst Serial Powerpoint Presentasi: Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) akuifer Karst Dr. Tjahyo Nugroho Adji., MSc.Tech Asyroful Mujib, MSc Karst Research Group, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA Roza Oktama rozamail08@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id ABSTRACT Flow properties

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN UNTUK PENENTUAN DERAJAT KARSTIFIKASI PADA BEBERAPA KONDISI MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST TJAHYO NUGROHO ADJI LABORATORIUM GEOHIDROLOGI

Lebih terperinci

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA Roza Oktama rozamail08@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id ABSTRACT Flow properties

Lebih terperinci

Pentingnya Monitoring Parameter-Parameter Hidrograf Dalam Pengelolaan Airtanah di Daerah Karst

Pentingnya Monitoring Parameter-Parameter Hidrograf Dalam Pengelolaan Airtanah di Daerah Karst Pentingnya Monitoring Parameter-Parameter Hidrograf Dalam Pengelolaan Airtanah di Daerah Karst Oleh: Tjahyo Nugroho Adji dan Ahmad Cahyadi (Karst Research Group, Fakultas Geografi, UGM) A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. Kelompok Studi Karst, Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas

Lebih terperinci

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer Variasi Temporal Hidrogeokimia Tetesan dari Ornamen Drapery di Dalam Gua Gilap dii Kawasan Karst Gunungsewu, Kabupaten Gunungkidul, DIY Abstract Badi Hariadi dan Tjahyo Nugroho Adji The hydrogeochemical

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012) TJAHYO NUGROHO

Lebih terperinci

Citation: PIT IGI ke-17, UNY, Jogjakarta, 15 Nov 2014

Citation: PIT IGI ke-17, UNY, Jogjakarta, 15 Nov 2014 Analisis Tingkat Perkembangan Akuifer Karst di Kawasan Karst Gunung Sewu, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Karst Rengel, Tuban, Jawa Timur Berdasarkan Analisis Hidrograf Tjahyo Nugroho Adji, M. Asyroful

Lebih terperinci

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA Serial Powerpoint Presentasi: Karst Hydrogeochemistry HIDROGEOKIMIA KARST Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA Interaksi udara-batu gamping-airair

Lebih terperinci

Serial Powerpoint Presentasi

Serial Powerpoint Presentasi Serial Powerpoint Presentasi ATMOSPHERIC CARBONDIOXIDE SEQUESTRATION TROUGH KARST DENUDATION PROCESS (Preliminary Estimation from Gunung Sewu Karst Area) By: Eko Haryono, Tjahyo Nugroho Adji, M. Widyastuti,

Lebih terperinci

Perhitungan Konstanta Resesi Akuifer Karst Sepanjang Aliran Sungai Bribin, Gunung Sewu

Perhitungan Konstanta Resesi Akuifer Karst Sepanjang Aliran Sungai Bribin, Gunung Sewu Perhitungan Konstanta Resesi Akuifer Karst Sepanjang Aliran Sungai Bribin, Gunung Sewu Tjahyo Nugroho Adji, Sudarmadji, Suratman Woro, Heru Hendrayana Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta,

Lebih terperinci

Citation: Gunung Sewu Indonesian Cave and Karst Journal (Vol. 2. No.2, Nov 2006)

Citation: Gunung Sewu Indonesian Cave and Karst Journal (Vol. 2. No.2, Nov 2006) THE DISTRIBUTION OF FLOOD HYDROGRAPH RECESSION CONSTANT OF BRIBIN RIVER FOR GUNUNG SEWU KARST AQUIFER CHARACTERIZATION Tjahyo Nugroho Adji 1, Sudarmadji 2, Suratman Woro 3, Heru Hendrayana 4, and Badi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH PENELITIAN UNTUK MAHASISWA PROGRAM DOKTOR TAHUN ANGGARAN 2009

LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH PENELITIAN UNTUK MAHASISWA PROGRAM DOKTOR TAHUN ANGGARAN 2009 No. Kontrak LPPM-UGM/1158/2009 TANGGAL 19 MEI 2009 Bidang Ilmu MIPA Klaster Sains dan teknik LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH PENELITIAN UNTUK MAHASISWA PROGRAM DOKTOR TAHUN ANGGARAN 2009 KARAKTERISASI PELEPASAN

Lebih terperinci

ANALISIS HIDROKEMOGRAF AIRTANAH KARST SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Arie Purwanto

ANALISIS HIDROKEMOGRAF AIRTANAH KARST SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Arie Purwanto ANALISIS HIDROKEMOGRAF AIRTANAH KARST SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN KABUPATEN GUNUNG KIDUL Arie Purwanto ontorejo@gmail.com Eko Haryono e.haryono@geo.ugm.ac.id ABSTRACT The research was conducted in

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB.

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB. VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB. GUNUNG KIDUL, DIY TJAHYO NUGROHO ADJI 05/1729/PS OUTLINE PRESENTASI 1.

Lebih terperinci

Pemisahan aliran dasar bagian hulu Sungai Bribin pada aliran Gua Gilap, di Karst Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta

Pemisahan aliran dasar bagian hulu Sungai Bribin pada aliran Gua Gilap, di Karst Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta Pemisahan aliran dasar bagian hulu Sungai Bribin pada aliran Gua Gilap, di Karst Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta Tjahyo Nugroho Adji 1 Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

Karakteristik dan Pemanfaatan Mataair di Daerah Tangkapan Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Gunungkidul

Karakteristik dan Pemanfaatan Mataair di Daerah Tangkapan Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Gunungkidul Karakteristik dan Pemanfaatan Mataair di Daerah Tangkapan Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Gunungkidul Romza Fauzan Agniy, Eko Haryono, Ahmad Cahyadi Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN TERSEDIA SECARA ONLINE http://journal2.um.ac.id/index.php /jpg/ JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI: Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi Tahun 22, No. 1, Januari 2017 Halaman: 1621

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN OLEH DOSEN DAN LABORATORIUM FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN OLEH DOSEN DAN LABORATORIUM FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN OLEH DOSEN DAN LABORATORIUM FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA Karakterisasi Kurva Resesi Aliran Pada Beberapa Mataair Karst Tjahyo Nugroho Adji Munif Prawira

Lebih terperinci

Naskah publikasi skripsi-s1 Hendy Fatchurohman (belum diterbitkan)

Naskah publikasi skripsi-s1 Hendy Fatchurohman (belum diterbitkan) KAJIAN ACID NEUTRALIZING CAPACITY PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL Hendy Fatchurohman 1 dan Dr. Tjahyo Nugroho Adji, M.Sc.Tech 2 1,2 Jurusan Geografi Lingkungan, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

BAGAIMANA MEMPREDIKSI KARST. Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

BAGAIMANA MEMPREDIKSI KARST. Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM BAGAIMANA MEMPREDIKSI KERUSAKAN SUMBERDAYA AIR KARST Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM KERUSAKAN 1. Kuantitas/debit apa..? (misal: turunnya debit)..kapan..?..berapa banyak..? Adakah

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Erna Puji Lestari ernaa07@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

Metode Tracer Test untuk Mencari Hubungan Antar Sistem Sungai Bawah Tanah Di Akuifer Karst

Metode Tracer Test untuk Mencari Hubungan Antar Sistem Sungai Bawah Tanah Di Akuifer Karst Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 6, Nomor 1, Januari 2014 Hal. 01-13 Metode Tracer Test untuk Mencari Hubungan Antar Sistem Sungai Bawah Tanah Di Akuifer Karst Harjito Laboratorium

Lebih terperinci

Karst Hydrology Groundwater Hydrology Hydrogeochemistry - Environment

Karst Hydrology Groundwater Hydrology Hydrogeochemistry - Environment CURRICULUM VITAE TJAHYO NUGROHO ADJI Karst Hydrology Groundwater Hydrology Hydrogeochemistry - Environment http://tjahyo-adji.staff.ugm.ac.id A. DATA DIRI Name : Dr. Tjahyo Nugroho Adji, S.Si, MSc.Tech

Lebih terperinci

PENTINGNYA MONITORING PARAMETER-PARAMETER HIDROGRAF DALAM PENGELOLAAN AIRTANAH DI KAWASAN KARST

PENTINGNYA MONITORING PARAMETER-PARAMETER HIDROGRAF DALAM PENGELOLAAN AIRTANAH DI KAWASAN KARST PENTINGNYA MONITORING PARAMETER-PARAMETER HIDROGRAF DALAM PENGELOLAAN AIRTANAH DI KAWASAN KARST Tjahyo Nugroho Adji dan Ahmad Cahyadi (Karst Research Group, Fakultas Geografi, UGM) A. PENDAHULUAN Persediaan

Lebih terperinci

Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010)

Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010) BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Bentanglahan karst memiliki daya tarik tersendiri ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, karena memiliki karakter yang unik baik secara geomorfologi, geologi, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN + 2HCO 3. (1)

BAB I PENDAHULUAN + 2HCO 3. (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karst adalah suatu bentanglahan yang memiliki sistem hidrologi dengan ciri tersendiri. Bentanglahan ini tercipta dari batuan yang mudah larut, seperti batu gamping,

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI METEOROLOGIS TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TELAGA DI SEBAGIAN KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENGARUH KONDISI METEOROLOGIS TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TELAGA DI SEBAGIAN KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL PENGARUH KONDISI METEOROLOGIS TERHADAP KETERSEDIAAN AIR TELAGA DI SEBAGIAN KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi Analisis Neraca Air Meteorologis untuk Mitigasi Kekeringan) Effect of The Meteorological

Lebih terperinci

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM) Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM) AIR DI DAERAH KARST Ilmu yang mempelajari air di bumi adalah HIDROLOGI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH Karst Research Group Fak. Geografi UGM PERTANYAAN?? Apakah karst di daerah penelitian telah berkembang secara hidrologi dan mempunyai simpanan air

Lebih terperinci

Model Tingkat Perkembangan Pelorongan Akuifer Karst Untuk Identifikasi Kapasitas Penyerapan Karbon Sebagai Antisipasi Bencana Pemanasan Iklim Global

Model Tingkat Perkembangan Pelorongan Akuifer Karst Untuk Identifikasi Kapasitas Penyerapan Karbon Sebagai Antisipasi Bencana Pemanasan Iklim Global Model Tingkat Perkembangan Pelorongan Akuifer Karst Untuk Identifikasi Kapasitas Penyerapan Karbon Sebagai Antisipasi Bencana Pemanasan Iklim Global By: Tjahyo Nugroho Adji dan Eko Haryono PREPRINTS VERSION

Lebih terperinci

Keunikan Hidrologi Kawasan Karst: Suatu Tinjauan

Keunikan Hidrologi Kawasan Karst: Suatu Tinjauan Chapter 1 Keunikan Hidrologi Kawasan Karst: Suatu Tinjauan Ahmad Cahyadi Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Email: ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id Intisari Kawasan karst

Lebih terperinci

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA Serial Powerpoint Presentasi: Karst Hydrogeochemistry HIDROGEOKIMIA KARST Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA Interaksi udara-batu gamping-airair

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan makhluk hidup yang tinggal di permukaan bumi terutama bagi manusia. Dalam kehidupan masyarakat yang semakin maju,

Lebih terperinci

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer Variasi Temporal Hidrogeokimia Tetesan dari Ornamen Drapery di Dalam Gua Gilap dii Kawasan Karst Gunungsewu, Kabupaten Gunungkidul, DIY Abstract Badi Hariadi dan Tjahyo Nugroho Adji The hydrogeochemical

Lebih terperinci

HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL

HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL 1) Hendy Fatchurohman, 2) Tjahyo Nugroho Adji, 3) Roza Oktama 1) Master Perencanaan Pengelolaan Pesisir

Lebih terperinci

Oleh: Tjahyo Nugroho Adji 2 (Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi UGM)

Oleh: Tjahyo Nugroho Adji 2 (Kelompok Studi Karst, Fakultas Geografi UGM) KONDISI DAERAH TANGKAPAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST GUNUNGSEWU DAN KEMUNGKINAN DAMPAK LINGKUNGANNYA TERHADAP SUMBERDAYA AIR (HIDROLOGIS) KARENA AKTIVITAS MANUSIA 1 Oleh: Tjahyo Nugroho Adji 2 (Kelompok Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst pada umumnya memiliki karakter yang spesifik dan khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan bentang alam

Lebih terperinci

Fitria Nucifera Program Beasiswa Unggulan BPKLN

Fitria Nucifera Program Beasiswa Unggulan BPKLN PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN KARST BERBASIS ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN DAN PEMETAAN KAWASAN LINDUNG SUMBERDAYA AIR Studi Kasus di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta Ahmad

Lebih terperinci

Urgensi Monitoring Jaringan Pipa PDAM Mataair Paisu Mandoni, Pulau. Peling, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah

Urgensi Monitoring Jaringan Pipa PDAM Mataair Paisu Mandoni, Pulau. Peling, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah Chapter 8 Urgensi Monitoring Jaringan Pipa PDAM Mataair Paisu Mandoni, Pulau Peling, Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah Ahmad Cahyadi 1 Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi,

Lebih terperinci

Metode Pumping Test sebagai Kontrol Untuk Pengambilan Airtanah Secara Berlebihan

Metode Pumping Test sebagai Kontrol Untuk Pengambilan Airtanah Secara Berlebihan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 6, Nomor 2, Juni 2014 Hal. 138-149 Metode Pumping Test sebagai Kontrol Untuk Pengambilan Airtanah Secara Berlebihan Harjito Laboratorium Hidrologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL

HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL HUBUNGAN DEBIT ANDALAN DENGAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA MATAAIR KARST NGELENG, PURWOSARI, GUNUNGKIDUL 1) Hendy Fatchurohman, 2) Tjahyo Nugroho Adji, 3) Roza Oktama 1) Master Perencanaan Pengelolaan Pesisir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Intisari... Abstact... i ii ii iv x xi xvi xviii xix BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah Ngancar untuk Pemanfaatan Sebagai Sumber Air Minum

Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah Ngancar untuk Pemanfaatan Sebagai Sumber Air Minum Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah Ngancar untuk Pemanfaatan Sebagai Sumber Air Minum Nuringtyas Yogi Jurnawan, Setyawan Purnama, dan Ahmad Cahyadi Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim 2012, Sekolah Pascaasarjana, Universitas Gadjah Mada, 30 Juni 2012

Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim 2012, Sekolah Pascaasarjana, Universitas Gadjah Mada, 30 Juni 2012 Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim 2012, Sekolah Pascaasarjana, Universitas Gadjah Mada, 30 Juni 2012 PERAN ORGANISASI MASYARAKAT DALAM STRATEGI ADAPTASI KEKERINGAN DI DUSUN TURUNAN KECAMATAN PANGGANG

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR Chabibul Mifta bibul.mifta@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id ABSTRACT Discharge measurements and analyzing

Lebih terperinci

05/1729/PS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

05/1729/PS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DIY Disertasi Program Studi Geografi Oleh: Tjahyo

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI

MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI MODEL HIDROGRAF BANJIR NRCS CN MODIFIKASI Puji Harsanto 1, Jaza ul Ikhsan 2, Barep Alamsyah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan,

Lebih terperinci

METODE-METODE IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH TANGKAPAN AIR SUNGAI BAWAH TANAH DAN MATAAIR KAWASAN KARST: SUATU TINJAUAN

METODE-METODE IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH TANGKAPAN AIR SUNGAI BAWAH TANAH DAN MATAAIR KAWASAN KARST: SUATU TINJAUAN METODE-METODE IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAERAH TANGKAPAN AIR SUNGAI BAWAH TANAH DAN MATAAIR KAWASAN KARST: SUATU TINJAUAN Ahmad Cahyadi 1, Elok Surya Pratiwi 2, Hendy Fatchurohman 3 1 Magister Perencanaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN

PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN BAB II PENGEMBANGAN POTENSI SUMBERDAYA AIR PERMUKAAN Mahasiswa mampu menjabarkan pengembangan DAS dan pengembangan potensi sumberdaya air permukaan secara menyeluruh terkait dalam perencanaan dalam teknik

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN HUBUNGAN KARAKTER ALIRAN DAN SIFAT KIMIA MATAAIR PETOYAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST TJAHYO NUGROHO ADJI LABORATORIUM GEOHIDROLOGI JURUSAN GEOGRAFI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Identifikasi Pola Aliran Sungai Bawah Tanah di Mudal, Pracimantoro dengan Metode Geolistrik

Identifikasi Pola Aliran Sungai Bawah Tanah di Mudal, Pracimantoro dengan Metode Geolistrik ISSN:2089 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (2012) Vol.2 No.2 halaman 91 Oktober 2012 Identifikasi Pola Aliran Sungai Bawah Tanah di Mudal, Pracimantoro dengan Metode Geolistrik Dimas Noer Karunia,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN Arhananta, Faishal Arkhanuddin, dan Muhammad Dzulfikar Faruqi UPN VETERAN YOGYAKARTA, Jalan SWK No. 104 (Lingkar Utara)

Lebih terperinci

Evolusi Hidrogeokimia pada Mataair di Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Kebupaten Gunungkidul

Evolusi Hidrogeokimia pada Mataair di Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Kebupaten Gunungkidul Evolusi Hidrogeokimia pada Mataair di Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Kebupaten Gunungkidul Afid Nurkholis, Ahmad Cahyadi dan Setyawan Purnama Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi sehari-hari. Tanpa adanya air, manusia tidak dapat bertahan hidup karena air digunakan setiap harinya untuk

Lebih terperinci

Tahun Penelitian 2005

Tahun Penelitian 2005 Sabtu, 1 Februari 27 :55 - Terakhir Diupdate Senin, 1 Oktober 214 11:41 Tahun Penelitian 25 Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan akan berpengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis

Lebih terperinci

1. I Wayan Sumarjaya, S.Si, M.Stats. 2. I Gusti Ayu Made Srinadi, S.Si, M.Si. ABSTRAK

1. I Wayan Sumarjaya, S.Si, M.Stats. 2. I Gusti Ayu Made Srinadi, S.Si, M.Si. ABSTRAK Judul : Peramalan Curah Hujan Menggunakan Metode Analisis Spektral Nama : Ni Putu Mirah Sri Wahyuni NIM : 1208405018 Pembimbing : 1. I Wayan Sumarjaya, S.Si, M.Stats. 2. I Gusti Ayu Made Srinadi, S.Si,

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU. S.H Hasibuan. Abstrak Analisa Debit Banjir Sungai Bonai Kabupaten Rokan Hulu ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI BONAI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU S.H Hasibuan Abstrak Tujuan utama dari penelitian

Lebih terperinci

Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang

Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang Munif Prawira Yudha munifpy@gmail.com Eko Haryono e.haryono@geo.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai pusat bisnis dan ekonomi Indonesia, banyak orang tergiur untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja cerita banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai

BAB I PENDAHULUAN. Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Curah hujan tidak bekerja sendiri dalam membentuk limpasan (runoff). Gabungan antara karakteristik hujan dan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir

PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG. Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN WATERSHED MODELLING SYSTEM SUB DAS SADDANG Sitti Nur Faridah, Totok Prawitosari, Muhammad Khabir Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kata kunci: presipitasi; tren

PENDAHULUAN. Kata kunci: presipitasi; tren STUDI VARIABILITAS CURAH HUJAN STASIUN PENGAMATAN KATULAMPA BERDASARKAN DATA OBSERVASI TAHUN 1981-2006 RAINFALL VARIABILITY ANALYSIS OF KATULAMPA RAIN STATION IN BOGOR, 1981-2006 Astrid Wulandari 1 dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2011 (SNATI 2011) ISSN: Yogyakarta, Juni 2011

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2011 (SNATI 2011) ISSN: Yogyakarta, Juni 2011 PEMANFATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMETAAN IMBUHAN AIRTANAH DAN KERENTANAN AIRTANAH DI KAWASAN KARST (STUDI KASUS DI KECAMATAN PALIYAN DAN KECAMATAN SAPTOSARI, KABUPATEN GUNUNGKIDUL) Ahmad

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran... i ii iii vi ix xi xiii xii BAB I. PENDAHULUAN... 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

Analisis Pola Hujan dan Musim di Jawa Timur Sebagai Langkah Awal Untuk Antisipasi Bencana Kekeringan

Analisis Pola Hujan dan Musim di Jawa Timur Sebagai Langkah Awal Untuk Antisipasi Bencana Kekeringan Jurnal APLIKASI Volume 10, Nomor 2, Agustus 2012 Analisis Pola Hujan dan Musim di Jawa Timur Sebagai Langkah Awal Untuk Antisipasi Bencana Kekeringan Didik Harijanto, Kuntjoro, Saptarita, S. Kamilia Aziz

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Harjito, Agus,D.,2003, Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Lemah Di Bursa Saham Kuala Lumpur,Jurnal Siasat Bisnis,No.8 Vol.1.

DAFTAR PUSTAKA. Harjito, Agus,D.,2003, Pengujian Efisiensi Pasar Bentuk Lemah Di Bursa Saham Kuala Lumpur,Jurnal Siasat Bisnis,No.8 Vol.1. DAFTAR PUSTAKA Fakhruddin, M dan M Sopian Hadianto. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Harjito, Agus,D.,2003, Pengujian Efisiensi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Rutsasongko Juniar Manuhana rutsasongko@gmail.com Suprapto Dibyosaputro praptodibyo@gmail.com Abstract Rivers are media for sediment

Lebih terperinci

Pemisahan Aliran Dasar Bagian Hulu Sungai Bribin pada Aliran Gua Gilap, di Kars Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta

Pemisahan Aliran Dasar Bagian Hulu Sungai Bribin pada Aliran Gua Gilap, di Kars Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 3 Juni 2011: 165-175 Pemisahan Aliran Dasar Bagian Hulu Sungai Bribin pada Aliran Gua Gilap, di Kars Gunung Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta Baseflow Separation of the

Lebih terperinci

Konservasi Sumberdaya Air Kawasan Karst Gunungsewu dengan Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Konservasi Sumberdaya Air Kawasan Karst Gunungsewu dengan Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Chapter 10 Konservasi Sumberdaya Air Kawasan Karst Gunungsewu dengan Peningkatan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Ghufran Zulqhisti 1 dan Ahmad Cahyadi 2 Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH BERDASARKAN KANDUNGAN KLORIDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH BERDASARKAN KANDUNGAN KLORIDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL SALINITAS AIRTANAH BERDASARKAN KANDUNGAN KLORIDA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Ahmad Cahyadi, Muh Aris Marfai, Tommy Andryan Tivianton, Wulandari dan Wahyu Hidayat

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I Pengertian Judul Pengertian Pusat Studi

PENDAHULUAN BAB I Pengertian Judul Pengertian Pusat Studi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul 1.1.1 Pengertian Pusat Studi Pusat: pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan (berbagai-bagai urusan, hal, dsb). Studi: penelitian ilmiah; kajian; telaahan. Pokok

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK FISIK DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST: SEBUAH USULAN

ASPEK-ASPEK FISIK DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST: SEBUAH USULAN Seminar Nasional Biospeleologi Indonesia I ASPEK-ASPEK FISIK DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST: SEBUAH USULAN Ahmad Cahyadi Kelompok Studi Karst Departemen Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI CEKUNGAN KARST GUNUNGSEWU MALALUI DATA GDEM ASTER

KARAKTERISTIK MORFOLOGI CEKUNGAN KARST GUNUNGSEWU MALALUI DATA GDEM ASTER KARAKTERISTIK MORFOLOGI CEKUNGAN KARST GUNUNGSEWU MALALUI DATA GDEM ASTER Eko Budiyanto *) Abstrak : Kawasan karst memiliki karakteristik alamiah yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Vol 1, No.2 2017 p. 01-08 ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Puji Pratiknyo Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

URGENSI PENGELOLAAN KAWASAN KARST GOA PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL

URGENSI PENGELOLAAN KAWASAN KARST GOA PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL URGENSI PENGELOLAAN KAWASAN KARST GOA PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL Slamet Suprayogi, Ahmad Cahyadi dan Romza Fauzan Agniy Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

IDENTITAS MATA KULIAH. Status mata kuliah

IDENTITAS MATA KULIAH. Status mata kuliah IDENTITAS MATA KULIAH Nama mata kuliah Kode/SKS Prasarat Status mata kuliah : Hidrologi Dasar : GEF.1301 2 SKS : Tidak ada : Wajib DESKRIPSI SINGKAT MATAKULIAH Mata kuliah ini berisi deskripsi dasar tentang

Lebih terperinci

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 55 V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA 5.1 Pendahuluan Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan

Lebih terperinci

Sumberdaya Lahan Kawasan Karst Gunungsewu

Sumberdaya Lahan Kawasan Karst Gunungsewu Chapter 9 Sumberdaya Lahan Kawasan Karst Gunungsewu Ahmad Cahyadi Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Email: ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id Intisari Sumberdaya lahan merupakan

Lebih terperinci