STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) TERHADAP GULMA JAJAGOAN (Echinochloa crus-galli L.) Oleh: Sudianto Samosir P A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) TERHADAP GULMA JAJAGOAN (Echinochloa crus-galli L.) Oleh: Sudianto Samosir P A"

Transkripsi

1 STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) TERHADAP GULMA JAJAGOAN (Echinochloa crus-galli L.) Oleh: Sudianto Samosir P A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN SUDIANTO SAMOSIR. Studi Periode Kritis Tanaman Padi Hibrida (Oryza sativa L.) terhadap Gulma Jajagoan (Echinochloa crus-galli L.). (Dibimbing oleh DWI GUNTORO). E. crus-galli merupakan salah satu gulma utama penyebab rendahnya produksi padi hibrida. Terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman padi hibrida sangat peka terhadap persaingan gulma E. crus-galli. Periode waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai periode kritis tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode kritis tanaman padi hibrida terhadap gulma E. crus-galli. Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember April 2010, di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Terdapat 14 taraf perlakuan periode kompetisi, yaitu periode bersih gulma E. crus-galli (BG) 0-2 MST, BG 0-4 MST, BG 0-6 MST, BG 0-8 MST, BG 0-10 MST, BG 0-12 MST, dan BG 0-14 MST dan periode bergulma E. crus-galli (G) 0-2 MST, G 0-4 MST, G 0-6 MST, G 0-8 MST, G 0-10 MST, G 0-12 MST, dan G 0-14 MST. Dengan demikian, terdapat 42 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petak berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar petak 0.5 m, jarak antar ulangan 2 m, dan jarak tanam adalah 25 cm x 25 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan, jumlah daun, bobot kering akar dan tajuk, indeks luas daun, anakan produktif, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot 1000 butir padi, gabah kering panen dan gabah kering, % biji isi, % biji hampa, dan % biji hijau per malai. Berdasarkan peubah hasil gabah kering giling padi pada periode bersih gulma E.crus-galli dan bergulma gulma E. crus-galli, periode kritis tanaman padi hibrida terhadap gulma E.crus-galli terjadi pada umur 4 MST hingga 8 MST. Dengan demikian, pengendalian gulma Echinochloa crus-galli pada pertanaman padi harus dikendalikan pada saat 4-8 MST agar kehilangan hasil tanaman padi akibat kompetisi dapat dihindarkan.

3 STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) TERHADAP GULMA JAJAGOAN (Echinochloa crus-galli L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Petanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SUDIANTO SAMOSIR P A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul : STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) TERHADAP GULMA JAJAGOAN (Echinochloa crus-galli L.) Nama : Sudianto Samosir P NRP : A Mayor : Agronomi dan Hortikultura Menyetujui, Dosen Pembimbing Dwi Guntoro, SP, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Laeparira, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 19 April Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari Bapak Tumpal Samosir dan Ibu Posma Situmorang. Tahun 2000 penulis lulus dari SD N 1 Laeparira, kemudian penulis menyelesaikan studi di SLTP Swasta St Paulus Sidikalang pada tahun Selanjutnya penulis lulus dari SMU N 1 Sidikalang pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur USMI pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Selama menjalani studi di IPB penulis aktif dalam UKM PMK IPB sebagai kordinator tim Komisi Pelayanan Siswa. Penulis juga aktif pada organisasi eksternal kampus Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Bogor sebagai Badan Pengurus Cabang (BPC) Departemen Perguruan Tinggi pada tahun 2008/2009 dan Ketua Bidang Pendidikan Kader dan Kerohanian pada tahun 2009/2010. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Gulma pada Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan anugrah-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Studi Periode Kritis Tanaman Padi Hibrida (Oriza sativa L.) terhadap Gulma Jajagoan (Echinochloa crus-galli) ini disusun sebagai tugas akhir penulis dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis menyempaikan terima kasih kepada: 1. Dwi Guntoro, SP, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ir. A. Pieter Lontoh, MS dan Ir. Heny Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen penguji atas saran dan masukannya untuk penulisan skripsi ini. 3. Ir. Diny Dinarti, MSi selaku dosen pembimbing akademik, atas saran dan bimbingannya dalam kegiatan akademik. 4. Ayahanda, Ibunda, dan saudara kandung tercinta yakni Lamtota Samosir, Sastrawati Samosir, Haryono Samosir, Septina Samosir, dan Handayani Samosir atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. 5. Kakak Penulis yakni Steve Mualim, Devi, Kurnia, Welmar, Rivaldo, Wilson, Rico, Alex, Elisabeth, Eka Manalu, dan komunitas PKM Dramaga atas doa, bantuan, dan semangat kebersamaan selama penelitian. 6. Raja, Zenyferd, Yosep, Jimmy, Agustinus, Angga, Rusmanto, Trisna temen-temen AGH 43 dan semua teman Penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan. Bogor, November 2010 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Padi Hibrida... 4 Botani dan Ekologi Echinochloa crus-galli... 5 Pengaruh Gulma terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi... 6 Periode Kritis Tanaman... 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

8 viii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Tinggi Tanaman Padi Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Jumlah Anakan Padi Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Jumlah Daun Padi Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Bobot Kering Tajuk Padi Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Bobot Kering Akar Padi Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Padi Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E.crus-galli terhadap Indeks Luas Daun Padi Pengaruh Populasi Padi dan E.crus-galli terhadap Waktu Heading Padi dan 75 % Berbunga Pengaruh Populasi Padi dan E.crus-galli terhadap Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif Padi Pengaruh Populasi Padi dan E.crus-galli terhadap Panjang Malai dan Jumlah Biji Per Malai Pengaruh Populasi Padi dan E.crus-galli terhadap Bobot 1000 Butir Gabah Padi Pengaruh Populasi Padi dan E.crus-galli terhadap Bobot Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling Perumpun dan Ubinan Padi Pengaruh Populasi Padi dan E.crus-galli terhadap Jumlah dan Persentase Gabah Isi dan Gabah Hampa Padi Tinggi Gulma E.crus-galli... 29

9 ix 15. Jumlah Anakan Gulma E.crus-galli Jumlah Daun Gulma E.crus-galli Bobot Kering Tajuk Gulma E.crus-galli Bobot Kering Akar Gulma E.crus-galli Bobot Kering Total Gulma E.crus-galli Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Gulma E.crus-galli Jumlah Rumpun Perkuadran E.crus-galli Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif Gulma E.crus-galli Jumlah Biji Per Malai dan Panjang Malai Gulma E.crus-galli ix

10 x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gulma E.crus-galli pada Pertanaman Padi Saat 6 MST Biji E.crus-galli Respon Periode Kompetisi Gulma E.crus-galli terhadap Biomassa Padi Respon Periode Kompetisi Gulma E.crus-galli terhadap Hasil GKG Padi... 39

11 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Padi Arize Hibrindo R Data Klimatologi Wilayah Situgede Selama Penelitian Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Denah Percobaan Analisis Ragam Tinggi Tanaman Padi Analisis Ragam Jumlah Anakan Tanaman Padi Analisis Ragam Jumlah Daun Tanaman Padi Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Tanaman Padi Analisis Ragam Bobot Kering Akar Tanaman Padi Analisis Ragam Rasio Bobot Kering Akar dan Tajuk Tanaman Padi Indeks Luas Daun Padi Analisis Ragam Saat Heading dan Saat 50 % Populasi Berbunga Analisis Ragam Anakan Saat Panen Padi Analisis Ragam Panjang Malai dan Jumlah Biji Per Malai Analisis Ragam Bobot 1000 Butir Gabah Padi Analisis Ragam GKP dan GKG Padi Analisis Ragam Biji Isi, Biji Hampa, dan Biji Hijau Padi Analisis Ragam Tinggi Gulma E. crus-galli Analisis Ragam Jumlah Anakan Gulma E. crus-galli Analisis Ragam Jumlah Daun Gulma E. crus-galli... 60

12 xii 21. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk Gulma E. crus-galli Analisis Ragam Bobot Kering Akar Gulma E. crus-galli Analisis Ragam Bobot Kering Total Gulma E. crus-galli Rasio Bobot Kering Akar dan Tajuk Gulma E. crus-galli Analisis Ragam Jumlah Rumpun Per Kuadran Gulma E. crusgalli Analisis Ragam Anakan dan Anakan Produktif Gulma E. crusgalli Panjang Malai, Jumlah Biji Per Malai dan Gulma E. crus-galli xii

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia dihadapkan pada persoalan pemenuhan pangan. Permasalahan yang masih muncul dimana angka kelaparan masih tetap tinggi. Pemenuhan kebutuhan pangan diperhadapkan pada berbagai masalah yaitu tingkat produktivitas pangan yang masih belum optimal sedangkan tingkat konsumsi pangan semakin tinggi seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Beras merupakan bahan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan akan beras akan semakin tinggi, dilihat dari pertambahan jumlah penduduk Indonesia sebesar 3 juta jiwa/tahun, yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Abdurachman et al., 2004). Selain itu, bergesernya pola konsumsi masyarakat yang beralih dari jagung ke beras menyebabkan posisi beras menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat (Seran et al., 2008). Hal ini menyebabkan permintaan kebutuhan beras nasional terus meningkat sedangkan pertumbuhan produksi padi nasional mulai menunjukkan gejala stagnan. Pada era tahun 2000-an, produksi padi hanya meningkat rata-rata kurang dari 1% per tahun. Lebih rendah dibandingkan pada dasawarsa 90-an yang rata-rata meningkat 1.47% per tahun dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode tahun 80-an, dimana pertumbuhan produksi ratarata mencapai 4.34% per tahun (Lakitan, 2010). Pelambanan laju peningkatan produksi padi nasional berkaitan dengan beberapa faktor yaitu tidak bertambahnya luas lahan budidaya padi selama periode tahun 2000-an, sehingga upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi hanya mampu meningkatkan produksi sebesar 0.1% selama periode 2001 sampai Di samping itu, peningkatan produktivitas masih menghadapi berbagai kendala, baik teknis-agronomis maupun sosial-ekonomi-budaya (Lakitan, 2010). Dalam upaya mengatasi masalah produksi dan produktivitas padi, maka muncul gagasan untuk menggunakan padi hibrida sebagai alternatif pilihan dalam upaya meningkatkan produksi padi nasional. Padi hibrida merupakan hasil persilangan dari dua induk (genetically-fixed varieties) yang mampu menunjukkan sifat superior (efek heterosis), terutama potensi hasilnya meningkat sekitar

14 %, sehingga produktivitas dapat meningkat menjadi ton/ha (Lakitan, 2010). Gulma merupakan kendala agronomis dalam peningkatan produksi padi, dimana gulma bersifat lebih rakus dibandingkatan tanaman padi dalam memperebutkan sarana tumbuh (Sukman dan Yakup, 2002). Sedangkan Lakitan (2010) menyatakan bahwa aplikasi pupuk pada padi hibrida 43% lebih tinggi dibandingkan dengan padi inbrida. Hal ini menyebabkan derajat kompetisi memperebutkan sarana tumbuh semakin tinggi. Persaingan antara gulma dan tanaman yang kita usahakan dalam mengambil zat-zat makanan dan air dari dalam tanah dan penerimaan sinar matahari untuk proses fotosintesa, menimbulkan kerugian-kerugian baik kualitatif maupun kuantitatif produksi. Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma pada padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma antara 20 50% (Sundaru et al., 1976). Sedangkan Singh et al. (1996) menyatakan bahwa pengaruh kompetisi gulma terhadap tanaman dapat menurunkan hasil 30 60%, bahkan bila tidak dilakukan upaya pengendalian dapat menyebabkan gagal panen. Smith (1981) dan IRRI (1985) menyatakan bahwa E. crus-galli merupakan salah satu gulma penting dan terganas di dunia dalam budidaya padi hibrida. Verdha (2010) menambahkan bahwa Gulma E. crus-galli lebih kompetitif dibandingkan dengan tanaman padi. Gulma ini mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi (Frauke, 2007; Novianti, 2010). Gulma E. crus-galli dapat menyebabkan penurunan produksi padi dalam bentuk bobot gabah kering sebesar 48% dan menurunkan gabah isi sebesar 46.2% (Frauke, 2007). Tanaman padi tidak perlu bersih gulma selama siklus hidupnya. Untuk menghilangkan kuantitas dan kualitas komoditas, gulma perlu dikendalikan pada saat periode kritis (Setyowati et al., 2007). Periode kritis merupakan periode dimana tanaman sangat sensitif terhadap kompetisi dan berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil akhir tanaman budidaya. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai periode kritis tanaman padi terhadap gulma E. crus-galli. Dengan mengetahui periode kritis, pengendalian gulma E. crus-galli dapat dilakukan dengan efektif.

15 3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode kritis tanaman padi hibrida terhadap gulma E. crus-galli. Hipotesis 1. Terdapat pengaruh periode kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. 2. Terdapat periode kritis tanaman padi terhadap gulma E. crus-galli dimana derajat kompetisi tinggi.

16 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Hibrida Penelitian padi hibrida di Indonesia dimulai pada tahun 1984 dan lebih diintensifkan sejak 2001 oleh peneliti pemulia tanaman (Las et al., 2003). Hingga kini telah tersedia 17 varietas hibrida padi yang telah dilepas di Indonesia, empat diantaranya hasil penelitian Puslitbang Tanaman Pangan, dan tiga belas lainnya hasil dari penelitian perusahaan benih swasta. Namun di tengah gencarnya upaya swasembada beras nasional, ternyata respon petani terhadap padi hibrida masih agak pasif (Sumarno, 2006). Padi hibrida dikembangkan untuk dapat mengatasi kemandekan produktivitas padi saat ini. Padi hibrida adalah hasil perkawinan dua tetua yang berbeda genotipenya. Melalui perkawinan itulah terkumpul gen-gen yang keberadaannya secara bersamaan memberikan efek heterosis (Susanto, 2008). Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat sekitar 1 ton/ha lebih tinggi daripada varietas unggul biasa (inbrida). Namun, keunggulan hibrida tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Oleh karena itu, produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang peran penting dan strategis (Las et al., 2003). Berbagai galur padi hibrida telah dihasilkan melalui persilangan dengan melibatkan galur mandul jantan sitoplasmik (CMS) atau galur mandul jantan (A), galur pemulih kesuburan (restorer, R) (Las et al., 2003). Penanaman padi hibrida (yang unggul) adalah pemanfaatan teknologi yang dapat dinilai aman lingkungan dan tidak menimbulkan polemik pro-kontra seperti pada tanaman transgenik (Sumarno, 2006). Varietas unggul hibrida umumnya memiliki potensi hasil lebih tinggi dari padi nonhibrida. Susanto (2008) menyatakan varietas unggul padi hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi (sekitar 30%) daripada varietas unggul inhibrida.

17 5 Botani dan Ekologi Echinochloa crus-galli Rumput E. crus-galli merupakan tumbuhan kelas annual kelas Monokotyledon, famili Poaceae dan mempunyai nama lain Panicum crus-galli. Taksonomi E. crus-galli adalah sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Ordo : Graminales Famili : Gramineae Genus : Echinochloa Spesies : Echinochloa crus-galli. E. crus-galli memiliki penyebaran yang cukup luas ( garis LU dan LS) bersifat kosmopolit yang berasosiasi dengan tanaman padi, tebu, kopi, teh, tembakau, dan jeruk (Moenandir, 1993). Sundaru et al. (1976) menyebutkan bahwa E. crus-galli merupakan tumbuhan setahun, perakaran dangkal, tumbuh berumpun, dan tingginya sekitar cm. E. crus-galli tumbuh dengan baik pada tanah basah dan akan tumbuh bila sebagian batangnya terendam air. Gulma ini paling baik tumbuh dalam tanah berat dengan kandungan nitrogen tinggi. E. crus-galli tumbuh baik dalam kondisi yang menguntungkan pertumbuhan tanaman padi. Gulma ini mirip dengan bibit padi sehingga sering ditanam tanpa disengaja (IRRI, 1985). Rumput E. crus-galli tumbuh optimal pada suhu C, sedangkan untuk perkecambahan biji antara C. Pada kapasitas lapang, biji gulma ini berkecambah 70-90%, berkecambah dengan baik pada genangan air setinggi 10 cm. Rumput ini banyak terdapat di daerah tropis dan sedikit di daerah subtropis (Moenandir, 1988). Reproduksi E. crus-galli pada umumnya melalui biji. Tiap tanaman E. crus-galli dapat menghasilkan sebanyak butir biji (IRRI, 1985). Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa E. crus-galli merupakan jenis tumbuhan yang mampu menghasilkan biji sebelum tanaman padi sawah dipanen. Oleh karena itu, gulma ini menyebabkan penurunan dalam hasil yang dapat dipanen dan penurunan kualitas panen.

18 6 Tanah pertanian merupakan tempat simpanan biji yang memungkinkan pemasukan dan pengeluaran biji dapat terjadi. Biji E. crusgalli yang tersimpan dalam tanah dalam keadaan dorman. Sehingga dapat diduga bahwa biji yang tersimpan dalam tanah dapat berkecambah pada waktu tertentu sesuai sifat dormansi yang dimiliki gulma tersebut. Biji gulma ini memiliki tingkatan masa dorman yang berbeda-beda, dan perkecambahan tidak terjadi secara serentak (Sastroutomo, 1990). E. crus-galli merupakan tumbuhan C4 (Galinato et al., 1999). Sastroutomo (1990) menambahkan bahwa pengaruh kompetisi tumbuhan C4 jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gulma berdaun lebar. Hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat dari pertumbuhannya yang menyebar luas dengan daun yang tumbuh horizontal yang membuatnya semakin kompetitif akan cahaya. Selain itu dalam Sukman dan Yakup (2002) dinyatakan bahwa gulma golongan ini memiliki efisiensi jauh lebih tinggi dibandingkan gulma berdaun lebar dalam menggunakan air, suhu, dan unsur hara dalam menyelesaikan siklus hidupnya. Arai dalam Sutrisno et al. (1981) menyatakan bahwa E. crus-galli menyerap nitrogen 60 sampai 80 kali jauh lebih banyak dari pada padi. Oleh karena itu, pemupukan pada saat fase vegetatif justru meningkatkan daya kompetisi terhadap tanaman budidaya. E. crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan penyinaran penuh. Gulma ini memiliki bobot kering empat kali lebih besar serta jumlah malai dan anakan dua kali lebih banyak dibandingkan pada daerah tumbuh dengan naungan lebih dari 50% (Galinato et al., 1999). Pengaruh Gulma terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gulma pada pertanaman padi, terutama padi sawah menimbulkan kerugian terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Gulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman padi. Gulma lebih kompetitif dibandingkan dengan tanaman padi (Verdha, 2010). Gulma menyerap hara, air, dan cahaya lebih cepat dibanding tanaman pokok dan membutuhkan biaya pengendalian sangat besar (Sukman, 2002).

19 7 Gulma memiliki efek serius yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kompetisi terhadap tanaman adalah varietas, jarak, kesehatan tanaman, kerapatan populasi dan berjangkitnya gulma, kesuburan tanah, iklim dan lama persaingan (Chisaka, 1977). Gulma yang rapat, tapi umurnya pendek maka kemungkinan perusakan yang diakibatkan akan kecil. Namun jika gulma rapat, dan lebih tinggi dibandingkan tanaman budidaya akan menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman budidaya. Gulma mempengaruhi fase pengusahaan padi yang menyebabkan kerusakan saat pertumbuhan vegetatif, maupun saat pembentukan primordia bunga dan pengisian bulir. Gulma mengintensifkan masalah penyakit-penyakit serangga dan hama yang lain yang berperan sebagai inang. Smith (1981) menyatakan bahwa gulma golongan rumput dapat menyebabkan peningkatan kutu busuk padi. Gulma juga mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman budidaya, seperti halnya gulma E. crus-galli (Jung et al., 2004). Selain itu, gulma dapat merusak kualitas biji yang dihasilkan tanaman padi, karena terganggunya saat pembungaan dan pengisian bulir padi (Moenandir, 1993). Sutrisno et al. (1981) menyatakan bahwa gulma E.crus-galli pada fase vegetatif dapat menunda pembentukan primordia bunga selama 6 hari. Tertundanya primordia berpengaruh terhadap panjang malai, dan panjang pendeknya malai berpengaruh terhadap produksi. Pada umumnya, gulma yang sering menimbulkan masalah dan kerugian paling besar biasanya merupakan gulma rumput. Gulma golongan rumput umumnya merupakan penyaing berat bagi pertanaman padi terutama dalam mendapatkan unsur nitrogen dan air (Sutrisno, 1981). Gulma E. crus-galli merupakan gulma terganas di dunia yang mempunyai daya saing yang tinggi (Smith, 1967). Gulma E. crus-galli sangat mirip dengan tanaman padi, terutama bila masih muda sukar dibedakan dengan tanaman padi. Gulma E. crus-galli diantara 3 tanaman padi dapat mengurangi hasil sebesar 57%. Frauke (2007) melaporkan bahwa gulma E. crus-galli dapat menyebabkan penurunan produksi padi dalam bentuk bobot gabah kering sebesar 48% dan menurunkan gabah isi sebesar 46.2% (Frauke, 2007). Selain itu, Verdha (2010) melaporkan bahwa gulma E. crus-galli mampu menurunkan biomassa padi sebesar 87%.

20 8 Periode Kritis Tanaman Nietto et al. (1968) menyatakan bahwa kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman tidak selalu berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Pada periode awal hanya sedikit pengaruhnya terhadap tanaman, dan pada akhir pertumbuhannya. Diantara kedua periode tersebut terdapat suatu periode dimana tanaman peka terhadap kehadiran gulma. Periode ini dinamakan dengan periode kompetisi. Zimdahl (1980) menyatakan bahwa saat periode kritis, tanaman berada dalam keadaan sensitif berkompetisi secara aktif dengan gulma. Menurut Moenandir (1993) periode dimana tanaman sangat sensitif terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis tanaman. Pada saat periode kritis, tanaman sangat peka terhadap terhadap lingkungan, terutama terhadap kompetisi penggunaan unsur hara, cahaya matahari, dan ruang tumbuh. Periode kritis adalah periode di mana setelah adanya gulma sedikit sekali atau atau tidak sama sekali berpengaruh pada pertumbuhan atau hasil akhir tanaman budidaya (Omafra, 2002). Nietto et al. (1968) menentukan periode kritis berdasarkan percobaan dengan perlakuan setangkup antara periode penyiangan dan kompetisi gulma. Pada periode penyiangan gulma dan tanaman budidaya ditumbuhkan secara bersama-sama untuk jangka waktu tertentu sampai gulmanya disiangi, selanjutnya tanaman budidaya ditumbuhkan bebas gulma sampai panen. Pada periode kompetisi gulma tanaman dibiarkan bebas gulma untuk beberapa periode tertentu sejak pertanaman, setelah ini tanaman budidaya dibiarkan tumbuh bersama-sama gulma hingga panen. Sastroutomo (1990) menjelaskan bahwa penentuan periode kritis dapat dilihat dari derajat kemiringan relatif periode bebas gulma dan periode yang tidak bebas gulma. Periode bebas gulma merupakan ukuran daya kompetisi relatif tanaman budidaya, sedangkan periode yang tidak bebas gulma merupakan ukuran daya kompetisi relatif gulma terhadap tanaman budidaya. Periode kritis tanaman juga ditentukan oleh derajat kompetisi yang dipengaruhi oleh spesies, kepadatan gulma dan tanaman, serta keadaan iklim dan lingkungan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Periode kritis yang disebabkan oleh persaingan antar tanaman budidaya dengan adanya gulma, waktu tanam, jenis tanah, beda musim tanam termasuk beda kadar air tanah, beda kesuburan, pola

21 9 tanaman tunggal atau ganda (Moenandir, 1985). Titik kritis dalam periode kompetisi antara tanaman dengan gulma berkisar antara 1/3-1/2 dari umur tanaman (Mercado dalam Sukman dan Yakup, 2002). Omafra (2002) menentukan periode kritis saat terjadi kehilangan hasil lebih dari 5%. Waktu pengendalian gulma yang tepat adalah pada awal periode kritis. Pengendalian gulma saat periode kritis merupakan suatu keharusan untuk menghindari terjadinya gangguan gulma yang berkelanjutan sehingga tidak menurunkan hasil panenan (Mahfudz, 2006). Mahmoodi dan Rahmini (2009) menambahkan bahwa dengan mengetahui periode kritis maka siklus pengendalian gulma terkendali, sehingga kehilangan hasil tidak terjadi. Uremis et al. (2009) menyatakan bahwa pengendalian gulma saat periode kritis terbukti efektif dalam menjaga kehilangan hasil tanaman pertanian.

22 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Desember 2009 sampai dengan April Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih padi hibrida Arize, biji E. crus-galli, pupuk (Urea, SP-18, KCl), insektisida, dan molusida. Alat yang digunakan antara lain kuadran 0.5 m x 0.5 m, oven, dan alat budidaya umum, alat ukur seperti meteran, penggaris, serta alat-alat lainya yang menunjang pelaksanaan penelitian. Metode Penelitian Penelitian ini disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Terdapat 14 taraf perlakuan periode kompetisi, yaitu periode bersih gulma E. crus-galli (BG) 0-2 MST, BG 0-4 MST, BG 0-6 MST, BG 0-8 MST, BG 0-10 MST, BG 0-12 MST, dan BG 0-14 MST dan periode bergulma E. crus-galli (G) 0-2 MST, G 0-4 MST, G 0-6 MST, G 0-8 MST, G 0-10 MST, G 0-12 MST, dan G 0-14 MST. Dengan demikian, terdapat 42 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petak berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar petak 0.5 m, jarak antar ulangan 2 m dengan perbedaan tinggi 0.5 m, dan jarak tanam adalah 25 cm x 25 cm. Model percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ij = µ + α i + β j + ε ij Y ij : Pengamatan pada blok ke i, perlakuan bergulma dan bersih gulma ke j µ : Rataan umum α i : Pengaruh blok ke i ; i: 1,2,3 β j : Pengaruh perlakuan cara ke j ; j: 1,2,3, ε ij : Galat pada blok ke i, perlakuan bergulma dan bebas gulma ke j.

23 11 Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F). Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata, analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Penentuan periode kritis tanaman padi hibrida terhadap gulma digunakan cara Nietto et al., (1968) yaitu dengan membuat grafik dari peubah respon tanaman terhadap kondisi bebas gulma dan kondisi bergulma dari awal pertanaman sampai panen. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan percobaan dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut : 1. Persiapan lahan Lahan sawah diolah dalam dua kali pengolahan lahan. Tahap pertama tanah diolah dengan pembajakan secara membujur dan melintang 5 minggu sebelum tanam, kemudian pembuatan petakan dengan ukuran 4 m x 5 m sebanyak 42 petak satuan percobaan. Tahap kedua adalah pengolahan dan perataan lahan per petak percobaan dengan cangkul 1 minggu sebelum tanam. 2. Persemaian padi Benih disemaikan pada lahan semai basah dengan ukuran lahan semai 1.2 m x 5 m dengan 3 kg benih padi hibrida. 3. Penanaman padi hibrida varietas Bibit padi hasil penyemaian ditanam secara berlajur dengan 2-3 batang bibit perlubang tanam. Penanaman padi di lahan dilakukan setelah 14 hari penebaran biji E. crus-galli dengan umur padi 14 hari setelah semai. 4. Penanaman E. crus-galli Biji E. crus-galli direndam selama 24 jam, kemudian ditiriskan dan dibiarkan dalam kondisi lembab hingga biji berkecambah. Pengecambahan biji E. crusgalli ini dilakukan di laboratorium ekofisiologi tanaman IPB. Biji tersebut disebarkan sebanyak 15 g/petak ke petak percobaan berdasarkan prosedur penelitian. Penyemaian E. crus-galli dilakukan sebagai bahan tanam untuk perlakuan periode kompetisi setelah periode bersih E. crus-galli. Penyebaran dan penyemaian biji E. crus-galli berkecambah dilakukan pada waktu yang bersamaan.

24 12 5. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman padi meliputi pengendalian gulma, pengairan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian gulma yang dilakukan adalah penyiangan gulma pada setiap petak perlakuan untuk gulma selain E. crus-galli yaitu setiap minggu selama fase pertumbuhan vegetatif. Pengendalian gulma jenis E. crus-galli dilakukan secara manual sesuai dengan perlakuan. Pemupukan pertama pada 0 MST yaitu dengan dosis 100 kg Urea/ha, 100 kg SP-18/ha, dan 80 kg KCl/ha. Pemupukan kedua pada umur 4 MST dengan dosis 90 kg Urea/ha. Sedangkan pemupukan ketiga pada saat terbentuknya primordial bunga atau pada umur 8 MST yaitu dengan dosis 90 kg Urea/ha, dan 20 kg KCl/ha. Pengairan dilakukan dengan intensif sekitar 1-10 cm. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual dan kimiawi. Pengendalian keong mas dilakukan secara manual dan dengan penebaran molusida Sapponen pada 0 MST. Pengendalian belalang dilakukan dengan penyemprotan insektisida Sidametrin dengan konsentrasi 1.5 cc/l pada 5, 7, 9, dan 10 MST. Pengendalian walang sangit dilakukan dengan penyemprotan insektisida bulkok 80 EC dengan konsentrasi 1 cc/l pada 11 dan 12 MST. 6. Pemanenan Panen padi hibrida dilakukan pada umur 110 HSS atau 96 HST. Kriteria padi yang dipanen adalah padi yang telah matang penuh dengan ciri-ciri 90% padi telah menguning. Tanaman padi dipotong dengan menggunakan sabit dan selanjutnya malai dirontokkan dengan mesin perontok bulir padi. Pemanenan dikelompokkan berdasarkan panen per rumpun dan per ubinan untuk setiap satuan percobaan. Panen per rumpun dilakukan dengan pemanenan rumpun tanaman contoh yaitu sebanyak 10 rumpun contoh, sedangkan panen per ubinan yaitu dengan pemanenan petak perlakuan dengan luas 2.5 m x 2.5 m.

25 13 Pengamatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Hibrida 1. Tinggi tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan meteran dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi. Pengamatan pada 10 tanaman contoh yang diambil secara acak setiap minggu dari 2-8 MST. 2. Jumlah anakan Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan secara manual pada 10 rumpun tanaman contoh acak dari 2-8 MST. 3. Jumlah daun Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun secara manual pada 10 rumpun tanaman contoh acak dari 2-8 MST. 4. Bobot kering akar dan tajuk Bobot kering akar dan tajuk diperoleh dengan cara menimbang akar dan tajuk tanaman yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam atau dimana kadar air akar adalah nol. Pengambilan contoh dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai panen sebanyak satu rumpun per petak. 5. Indeks luas daun Pengamata indeks luas daun dilakukan dengan penggunaan metode gravimetri. Setiap petak diambil sebanyak 3 rumpun contoh secara acak. Pengambilan contoh dilakukan pada 8 MST. Hasil dan Komponen Hasil Tanaman Padi Hibrida 1. Waktu heading Pengamatan dilakukan secara visual pada 10 tanaman contoh per petak. 2. Waktu 75% berbunga Pengamatan dilakukan secara visual pada setiap petakan satuan percobaan dimana dalam 75% rumpun per petak telah berbunga. 3. Jumlah anakan produktif Pengamatan dilakukan saat panen dengan menghitung jumlah anakan produktif per rumpun pada 10 tanaman contoh per petak.

26 14 4. Panjang malai Pengamatan dilakukan saat panen dengan mengukur panjang malai pada 10 contoh malai per petak. 5. Jumlah bulir per malai Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah biji per malai pada 10 contoh malai per petak. Mutu Hasil Tanaman Padi Hibrida 1. Bobot gabah kering panen dan giling (GKP dan GKG) Pengambilan contoh untuk pengamatan GKP dan GKG dilakukan secara per rumpun dan per ubinan. Bobot gabah kering panen diukur pada saat panen tanpa pengeringan, dan bobot gabah kering giling diukur setelah pengeringan hingga padi siap giling. Kadar air acuan yaitu GKG pada kontrol sebesar 15%. 2. Bobot 1000 butir gabah Bobot 1000 butir padi diukur dari 1000 butir GKG. Pengambilan contoh secara acak dari sampel ubinan per petak percobaan. 3. Persentase biji isi / malai, biji hampa / malai, dan biji hijau / malai Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah bulir gabah isi, hampa, dan hijau per 10 contoh malai. Pertumbuhan Vegetatif Gulma E. crus-galli 1. Tinggi tanaman Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan meteran dari permukaan tanah sampai daun tertinggi dari 2-6 MST pada 5 tanaman contoh. 2. Jumlah anakan Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan secara manual dari 2-6 MST pada 5 tanaman contoh. 3. Jumlah daun Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun secara manual dari 2-6 MST pada 5 tanaman contoh.

27 15 4. Bobot kering akar dan tajuk Bobot kering akar dan tajuk diperoleh dengan cara menimbang akar dan tajuk tanaman yang telah dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam atau dimana kadar air akar adalah nol. Pengambilan contoh dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai panen sebanyak satu kuadran per satuan percobaan. 5. Jumlah rumpun per kuadran Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah rumpun dalam kuadran contoh secara manual setiap 2 minggu sekali. Hasil dan Komponen Hasil Gulma E. crus-galli 1. Anakan saat panen Penghitungan jumlah anakan saat panen dilakukan secara manual pada 5 tanaman contoh. 2. Jumlah anakan produktif Pengamatan dilakukan saat panen dengan menghitung jumlah anakan produktif per rumpun pada 5 tanaman contoh. 3. Panjang malai Pengamatan dilakukan saat panen dengan mengukur panjang malai pada 5 contoh malai per petak. 4. Jumlah biji per malai Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah biji per malai pada 5 contoh malai.

28 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada Bulan Desember-April Tempat penelitian di lahan sawah Desa Situgede dengan ketinggian sekitar 230 m dpl. Jumlah curah hujan selama penelitian adalah mm. Curah hujan pada saat penyemaian dan awal penanaman yakni sekitar mm/bulan, curah hujan meningkat saat fase pertumbuhan vegetatif yaitu sekitar dan mm/bulan dan curah hujan berkurang saat fase generatif hingga pascapanen atau sekitar 42.9 mm/bulan. Suhu dan kelembaban rata-rata pada saat penelitian yaitu C dan 84%. Rata-rata penyinaran matahari yaitu 57.35% atau dengan intensitas cahaya sebesar cal/cm 2. Hama utama yang menyerang padi saat awal penanaman adalah keong mas (Pomacea canaliculata). Pemberian molusida Sapponen dengan dosis 5 gr/m 2 efektif digunakan untuk mengendalikan hama keong mas sehingga populasi tanaman padi per petak dapat dipertahankan. Tanaman padi yang berumur 5 MST menunjukkan gejala terserang belalang (Valanga nigricornis). Serangan belalang menimbulkan kerusakan dengan adanya bekas gigitan pada daun. Pengendalian hama belalang dilakukan dengan penyemprotan insektisida Sidametrin dengan konsentrasi 1.5 cc/l. Penyemprotan insektisida Sidametrin dilakukan pada 5, 7, 9 dan 10 MST yaitu berdasarkan tingkat populasi dan serangan belalang. Pada saat pembungaan dan saat bulir matang susu yaitu pada 11 MST, populasi hama walang sangit (Leptocoria acuta) mengalami peningkatan. Pengendalian walang sangit dilakukan dengan penyemprotan insektisida bulkok 80 EC dengan konsentrasi 1 cc/l. Serangan cendawan seperti penyakit blast yang diakibatkan Cercospora sp. di akhir fase vegetatif atau awal fase generatif cukup tinggi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan gulma E. crus-galli lebih tinggi dibandingkan tanaman padi.

29 17 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi Hibrida Tinggi Tanaman Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi (Lampiran 5). Tinggi tanaman padi pada 8 MST (Tabel 1) adalah berkisar antara cm. Tabel 1. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Tinggi Tanaman Padi Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Anakan Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan padi pada 4-8 MST (Lampiran 6). Pada 8 MST (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan periode bersih gulma E. crus-galli hingga 6 MST jika dibandingkan dengan perlakuan G 0-14 MST mampu meningkatkan jumlah anakan padi sebesar 158.8% (dari 8.5 anakan/rumpun meningkat menjadi 22.0 anakan/rumpun), namun peningkatan jumlah anakan dari perlakuan BG 0-8 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan BG 0-6 MST. Gulma E. crus-galli pada 0-4 MST jika dibandingkan dengan perlakuan

30 18 BG 0-14 MST tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah anakan padi. Akan tetapi, apabila gulma E. crus-galli mulai hadir pada 4 MST hingga panen maka pertambahan jumlah anakan padi terhambat. Perlakuan bergulma E. crus-galli 0-14 MST jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crus-galli pada 0-14 MST mampu menurunkan jumlah anakan padi sekitar 64.43% (dari 23.9 anakan/rumpun menurun menjadi 8.5 anakan/rumpun). Tabel 2. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Jumlah Anakan Padi Perlakuan Jumlah Anakan Per Rumpun 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST BG ab 13.4a-d 18.1ab 18.1ab 16.5b-c BG ab 12.7b-e 15.1b 17.4ab 18.7a-c BG ab 17.1a 17.9ab 20.3ab 22.0a BG abc 12.8b-e 18.4ab 21.6a 22.6a BG abc 13.6a-c 18.6ab 20.4ab 24.0a BG a 14.7a-c 19.4ab 18.5ab 23.5a BG ab 15.8ab 20.1a 22.2a 23.9a G a 14.0a-c 17.4ab 21.2a 24.4a G bc 10.9c-f 14.9b 15.6bc 21.2ab G bc 9.6ef 9.4c 10.8d 14.5c-e G abc 10.8ef 9.9c 10.5d 11.3d-f G abc 8.4f 10.4c 10.8d 9.3ef G bc 9.1ef 9.0c 11.3dc 11.0d-f G c 8.5f 8.1c 7.9d 8.5f Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Daun Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah daun padi pada 4-8 MST (Lampiran 7). Pada 8 MST (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan periode bersih gulma E. crus-galli hingga 6 MST jika dibandingkan dengan perlakuan G 0-14 MST (kontrol) dapat meningkatkan jumlah daun yaitu sebesar 154.2% (dari 38.0 daun/rumpun meningkat menjadi 96.6 daun/rumpun), namun peningkatan jumlah daun dari perlakuan BG 0-8 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan BG 0-6 MST. Gulma E. crus-galli pada 0-4 MST jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-14 MST tidak berpengaruh terhadap penurunan jumlah daun padi. Akan

31 19 tetapi, apabila gulma E. crus-galli mulai hadir pada 4 MST hingga panen maka pertambahan jumlah daun padi terhambat. Perlakuan bergulma E. crus-galli 0-14 MST jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crus-galli pada 0-14 MST mampu menurunkan jumlah daun padi sekitar 63.53% (dari daun/rumpun menurun menjadi 38.0 daun/rumpun). Tabel 3. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Jumlah Daun Padi Perlakuan Jumlah Daun Per Rumpun 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST BG a-c 66.2ab 70.1ab 68.6bc BG b-d 48.5bc 74.5a 85.1ab BG a 57.6ab 80.9a 96.6a BG b-d 65.6ab 84.3a 97.3a BG a-d 60.4ab 81.6a 103.2a BG ab 62.6ab 83.9a 110.1a BG a-d 68.6a 83.8a 104.2a G a-d 60.8ab 91.7a 102.7a G b-d 51.4bc 67.1-c 84.5ab G dc 30.1d 49.6b-d 65.6bc G b-c 33.1dc 44.4dc 59.1b-d G a-d 32.6dc 46.0dc 38.3d G b-c 28.8d 43.7dc 44.7cd G d 27.9d 35.0d 38.0d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Bobot Kering Tajuk Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap bobot kering tajuk padi pada 6-14 MST (Lampiran 8). Pada 14 MST (Tabel 4) menunjukkan bahwa perlakuan periode bersih gulma E. crus-galli hingga 8 MST jika dibandingkan dengan perlakuan G 0-14 MST mampu meningkatkan bobot kering tajuk padi sebesar 325.6% (dari g/rumpun meningkat menjadi g/rumpun), namun peningkatan bobot kering tajuk padi dari perlakuan BG 0-10 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan BG 0-8 MST. Sebaliknya apabila pertanaman

32 20 padi dibiarkan dalam kondisi bergulma E. crus-galli maka bobot kering akar akan berkurang, namun kondisi bergulma E. crus-galli hingga 4 MST jika dibandingkan dengan BG 0-14 MST tidak berpengaruh terhadap penurunan bobot kering tajuk padi. Perlakuan bergulma E. crus-galli 0-14 MST jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crus-galli pada 0-14 MST mampu menurunkan bobot kering tajuk sekitar 77.94% (dari g/rumpun menurun menjadi g/rumpun). Tabel 4. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Bobot Kering Tajuk Padi Perlakuan Bobot Kering Tajuk (g/rumpun) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST BG a-c 16.27b-d 18.60cd 6.93c 11.53e BG a-e 23.87a-c 25.33b-d 12.20c 16.60de BG b-e 18.83a-d 19.70cd 23.87cb 27.67b-e BG b-e 22.10a-d 25.50b-d 37.07b 53.33a BG a-d 19.80a-d 29.57bc 61.03a 46.40ab BG a 31.43a 45.33a 78.10a 56.57a BG a 25.63ab 38.17ab 61.67a 56.80a G a-c 17.50b-d 26.60b-d 78.43a 35.90a-d G a-e 17.20b-d 26.53b-d 63.87a 40.10a-c G b-e 16.27b-d 16.93cd 26.93cb 23.00c-e G a-e 11.43dc 19.10cd 9.77c 22.47c-e G e 12.53b-d 24.07b-d 15.20c 19.73c-e G c-e 15.43b-d 13.10d 12.20c 19.57c-e G ed 8.57d 17.97cd 8.20c 12.53e Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Bobot Kering Akar Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpenaruh terhadap bobot kering akar padi pada 10-MST (Lampiran 9). Pada 14 MST (Tabel 5) menunjukkan bahwa perlakuan periode bersih gulma E. crus-galli hingga 6 MST jika dibandingkan dengan perlakuan G 0-14 MST mampu meningkatkan bobot kering akar padi sebesar 101.8% (dari 3.73 g/rumpun meningkat menjadi 7.53 g/rumpun ), namun peningkatan bobot kering akar padi dari perlakuan BG 0-

33 21 8 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan BG 0-6 MST. Sebaliknya apabila pertanaman padi dibiarkan dalam kondisi bergulma E. crus-galli maka bobot kering akar akan berkurang, namun kondisi bergulma E. crus-galli hingga 4 MST tidak berpengaruh terhadap penurunan bobot kering akar padi. Perlakuan bergulma E. crus-galli 0-14 MST jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crus-galli pada 0-14 MST mampu menurunkan bobot kering akar sekitar 63.8% (dari g/rumpun menurun menjadi 3.73 g/rumpun). Tabel 5. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Bobot Kering Akar Padi Perlakuan Bobot Kering Akar (g/rumpun) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST BG bc 1.17d 2.80e BG a-c 2.57dc 3.33c-e BG bc 4.07b-d 7.53a-e BG a-c 7.30ac 10.50ab BG a-c 8.60ab 8.20a-c BG ab 11.43a 12.43a BG a 9.97a 10.33ab G ab 11.90a 7.60a-e G a-c 10.53a 8.03a-d G bc 4.80b-d 4.07c-e G bc 1.50d 5.03c-e G bc 2.70dc 3.00de G c 2.07d 3.73c-e G c 2.10d 6.17b-e Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap rasio bobot kering tajuk dan akar padi (Lampiran 10). Pada 14 MST (Tabel 6), menunjukkan bahwa rasio tajuk dan akar tanaman padi hibrida adalah tajuk/akar.

34 22 Tabel 6. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Padi Perlakuan Rasio Tajuk dan Akar Padi 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST 14 MST BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G Indeks Luas Daun Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap indeks luas daun padi (Lampiran 11). Pada Tabel 7, periode bersih gulma E. crus-galli 0-10 MST meningkatkan ILD padi sebesar 175.6% (dari 1.15 meningkat menjadi 3.17), namun peningkatan ILD padi dari perlakuan BG 0-12 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-10 MST. Gulma E. crus-galli pada 0-4 MST tidak berpengaruh terhadap penurunan ILD padi. Akan tetapi, apabila gulma E. crus-galli mulai hadir pada 4 MST hingga panen maka nilai ILD akan menurun. Hal ini disebabkan kompetisi gulma E. crus-galli dan padi dalam mendapatkan sarana tumbuh untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Perlakuan bergulma E. crus-galli 0-14 MST jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crusgalli pada 0-14 MST mampu menurunkan ILD padi sekitar 58.9% (dari 2.8 satuan ILD menurun menjadi 1.15 satuan ILD).

35 23 Tabel 7. Pengaruh Periode Kompetisi Padi dan E. crus-galli terhadap Indeks Luas Daun Padi Perlakuan Indeks Luas Daun pada 8 MST BG a-e BG b-f BG d-f BG b-f BG ab BG a BG a-c G a-d G ab G e-h G h G f-h G d-g G gh Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi Hibrida Waktu Heading dan 75% Berbunga Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap waktu heading padi dan 75% berbunga (Lampiran 12). Pada Tabel 8, waktu heading padi adalah 68 HST untuk setiap perlakuan. Waktu berbunga padi hingga 75% berbunga adalah HST. Tabel 8. Pengaruh Populasi Padi dan E. crus-galli terhadap Waktu Heading Padi dan 50 % Berbunga Perlakuan Waktu Heading (HST) 75% Berbunga (HST) BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G

36 24 Jumlah Anakan pada Saat Panen Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif padi (Lampiran 13). Pada Tabel 9, perlakuan bersih gulma hingga 8 MST jika dibandingkan dengan perlakuan G 0-14 MST mampu meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 260% (dari 5.0 anakan/rumpun meningkat menjadi 18.0 anakan/rumpun). Sebaliknya apabila semakin lama pertanaman padi dibiarkan bergulma E. crusgalli maka jumlah anakan produktif padi akan semakin berkurang. Perlakuan bergulma E. crus-galli 0-14 MST jika dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crus-galli pada 0-14 MST mampu menurunkan jumlah anakan produktif padi sekitar 64.8% (dari 14.2 anakan/rumpun menurun menjadi 5 anakan/rumpun). Tabel 9. Pengaruh Populasi Padi dan E. crus-galli terhadap Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif Padi Perlakuan Jumlah Anakan Total/Rumpun Jumlah Anakan Produktif/Rumpun BG d 4.7f BG d 7.0ef BG b 11.0dc BG a 18.0a BG ab 15.3ab BG a 17.1ab BG ab 14.2bc G a 16.3ab G ab 15.1ab G a-c 11.6cd G cd 8.9de G cd 6.5ef G b-d 5.6ef G d 5.0f Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Panjang Malai dan Jumlah Biji Per Malai Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap panjang malai dan jumlah biji per malai padi (Lampiran 13). Pada

37 25 Tabel 10, menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin lama lahan bersih gulma E. crus-galli (BG) maka panjang malai dan jumlah biji per malai padi semakin meningkat dan semakin lama lahan bergulma E. crus-galli (G) maka panjang malai dan jumlah biji per malai padi akan semakin menurun. Panjang malai tertinggi adalah cm dan panjang malai terendah adalah cm. Jumlah biji per malai tertinggi adalah sekitar biji dan jumlah biji per malai terendah adalah 93.9 biji. Kondisi periode kompetisi yang lebih lama jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-14 MST dapat menurunkan panjang malai dan jumlah biji per malai tanaman padi hingga 16.4% (dari cm menurun menjadi cm) dan 28.3% (dari biji/malai menurun menjadi biji/malai). Tabel 10. Pengaruh Populasi Padi dan E. crus-galli terhadap Panjang Malai dan Jumlah Biji Per Malai Perlakuan Panjang Malai (cm) Jumlah Biji Per Malai (n) BG b-e 108.2dc BG c-f 109.0dc BG c-f 103.5b-d BG ab 133.5ab BG a 136.4ab BG a 144.0a BG a 134.7ab G ab 139.6ab G a-c 130.4a-c G a-d 117.0b-d G ef 96.8d G f 93.9d G d-f 96.4d G d-f 96.6d Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Bobot 1000 Butir Gabah Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap bobot 1000 butir gabah padi (Lampiran 13). Pada Tabel 11, Bobot 1000 butir gabah padi berkisar antara g.

38 26 Tabel 11. Pengaruh Populasi Padi dan E. crus-galli terhadap Bobot 1000 Butir Gabah Padi Perlakuan Bobot 1000 Butir (g) BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G Bobot GKP dan GKG Per Rumpun dan Ubinan Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap bobot GKP dan GKG per rumpun dan per ubinan padi (Lampiran 13). Pada Tabel 12, bobot GKG per rumpun padi pada keadaan bersih gulma E. crusgalli 0-8 MST jika dibandingkan dengan G 0-14 MST meningkat sebesar 267.4% (dari 1.23 ton/ha meningkat menjadi 4.53 ton/ha), namun peningkatan bobot GKG per rumpun padi dari perlakuan BG 0-8 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan BG 0-8 MST. sedangkan bobot GKG per ubinan padi pada keadaan bersih gulma E. crus-galli 0-6 MST jika dibandingkan dengan G 0-14 MST meningkat sebesar 474.7% (dari 0.51 ton/ha meningkat menjadi 2.95 ton/ha). Perlakuan bergulma E. crus-galli pada 0-4 MST tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot GKG berdasarkan data per rumpun dan ubinan padi. Akan tetapi, apabila gulma E. crus-galli mulai hadir pada 4 MST hingga panen maka pertambahan bobot GKG padi terhambat. Keadaan bergulma E. crus-galli 0 hingga panen jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-14 MST mengakibatkan penurunan hasil GKG hingga 85.9% (dari 3.66 ton/ha menurun menjadi 0.51 ton/ha).

39 27 Tabel 12. Pengaruh Populasi Padi dan E. crus-galli terhadap Bobot Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling Perumpun dan Ubinan Padi Perlakuan Bobot Gabah Per Rumpun Bobot Gabah Kering Per Ubinan GKP (g) GKG (g) Ton/ha GKP (g) GKG (g) Ton/ha BG e 4.01e 1.00e c de 0.64de BG de 5.42e 1.35e bc c-e 1.25c-e BG c 9.39cd 2.34cd a ab 2.95ab BG a 18.15a 4.53a ab a-d 2.14a-d BG a 15.88ab 3.97ab a a-c 2.28a-c BG a 17.93ab 4.48ab a ab 3.50ab BG a 16.23ab 4.05ab a a 3.66a G a 14.98b 3.74b a ab 2.97ab G a 15.67ab 3.91ab a ab 3.43ab G b 11.61c 2.90c a b-e 2.05b-e G cd 6.70de 1.67de bc c-e 1.29c-e G de 5.54e 1.38e bc c-e 1.16c-e G de 4.99e 1.24e c c-e 0.85c-e G de 4.94e 1.23e c e 0.51e Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah dan Persentase Gabah Isi dan Gabah Hampa Padi Perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah dan persentase gabah isi, dan persentase gabah hampa padi, tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah biji hampa (Lampiran 13). Pada Tabel 13, jumlah biji isi per malai berkisar antara biji dan jumlah biji hampa per malai berkisar antara biji. Terdapat kecenderungan bahwa semakin lama gulma E. crus-galli pada pertanaman padi maka persentase biji isi per malai padi akan semakin rendah. Sebaliknya semakin lama gulma E. crus-galli pada pertanaman padi maka persentase biji hampa per malai padi akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa gulma E. crus-galli mempengaruhi proses pembentukan dan pengisian bulir padi. Periode bersih gulma E. crus-galli 0-4 MST meningkatkan % biji isi padi sebesar 18.7% (dari 69.5% meningkat menjadi 82.5%), namun peningkatan % biji isi padi dari perlakuan BG 0-6 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-4 MST. Periode bersih gulma E. crus-galli 0-4 MST menurunkan % biji hampa padi

40 28 sebesar 42.7% (dari 30.4% menurun menjadi 17.4%), namun penurunan % biji hampa padi dari perlakuan BG 0-6 MST hingga BG 0-14 MST tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-4 MST. Keadaan bergulma E. crus-galli 0 hingga panen jika dibandingkan dengan perlakuan BG 0-14 MST mengakibatkan penurunan persentase gabah isi hingga 12.87% (dari 80.8% menurun menjadi 70.4%) dan dapat meningkatkan persentase gabah hampa hingga 54.5% (dari 19.1% menurun menjadi 29.5%). Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa gulma mengakibatkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil panen tanaman budidaya. Tabel 13. Pengaruh Populasi Padi dan E. crus-galli terhadap Jumlah dan.persentase Gabah Isi, dan Gabah Hampa Padi Perlakuan Jumlah Biji Per Malai % Sebaran Biji Per Malai Isi Hampa Isi Hampa BG dc b-d 30.4a-c BG bc a 17.4d BG bc ab 19.1cd BG ab a-c 20.0b-d BG ab a-c 19.6b-d BG a a-c 20.8b-d BG ab ab 19.1cd G ab a-d 25.4a-d G ab a 18.0d G bc a-d 24.1a-d G d d 32.1b-d G cd a-d 28.6b-d G cd cd 31.0b-d G cd b-d 29.5a-c Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

41 29 Pertumbuhan Vegetatif Gulma Echinochloa crus-galli Tinggi Gulma E. crus-galli Tinggi gulma E. crus-galli selama 6 MST tidak berbeda nyata pada (Lampiran 14). Tinggi gulma E. crus-galli pada 6 MST adalah antara cm (Tabel 14). Rata- rata pertambahan tinggi gulma E. crus-galli hingga 6 MST adalah sekitar 15 cm/minggu. Tabel 14. Tinggi Gulma E. crus-galli Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Anakan E. crus-galli Pada 3 MST (Lampiran 15) menunjukkan bahwa jumlah anakan pada perlakuan BG 0-2 MST berbeda nyata dengan perlakuan G 0-4 MST hingga G 0-14 MST. Jumlah anakan gulma E. crus-galli pada perlakuan BG 0-2 MST dengan 1.7 anakan/rumpun berbeda nyata dengan perlakuan G 0-4 MST dengan 3.1 anakan/rumpun (Tabel 15). Pada 6 MST jumlah anakan gulma E. crus-galli berkisar antara anakan/rumpun.

42 30 Tabel 15. Jumlah Anakan Gulma E. crus-galli Perlakuan Jumlah Anakan Per Rumpun 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST BG b BG c BG c BG c BG c BG c BG c G c G a G a G a G a G a G a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Daun E. crus-galli Pada 3 MST (Tabel lampilan 16) menunjukkan bahwa jumlah daun E. crus-galli pada perlakuan BG 0-2 MST berbeda nyata dengan perlakuan G 0-4 MST hingga perlakuan G 0-14 MST. Pada 6 MST (Tabel 16), jumlah daun gulma E. crus-galli berkisar antara daun/rumpun. Tabel 16. Jumlah Daun Gulma E. crus-galli Perlakuan Jumlah Daun Per Rumpun 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST BG b BG c BG c BG c BG c BG c BG c G c G a G a G a G a G a G a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

43 31 Bobot Kering Tajuk E. crus-galli Pada Lampiran 17, menunjukkan bahwa bobot kering tajuk E. crus-galli berbeda nyata pada 6-12 MST. Terdapat kecenderungan bahwa bobot kering tajuk E. crus-galli pada perlakuan bergulma E. crus-galli lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bersih E. crus-galli (Tabel 17). Hal ini terjadi karena faktor perlakuan periode kompetisi dengan waktu tanam gulma E. crus-galli yang berbeda. Pada 12 MST (Tabel 17) bobot kering tajuk E. crus-galli berkisar antara g/0.25 m 2. Tabel 17. Bobot Kering Tajuk Gulma E.crus-galli Perlakuan Bobot Kering Tajuk (g/0.25 m 2 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST BG b 48.5b 81.5ab 143.4a BG b 22.5b 61.4a-c 66.5cd BG c 38.5b 50.4bc 98.6bc BG c 0.0c 39.6c 81.1b-d BG c 0.0c 0.0d 54.4d BG c 0.0c 0.0d 0.0e BG c 0.0c 0.0d 0.0e G c 0.0c 0.0d 0.0e G c 0.0c 0.0d 0.0e G ab 0.0c 0.0d 0.0e G ab 91.7a 0.0d 0.0e G a 88.1a 67.3a-c 0.0e G ab 99.1a 92.9a 108.2b G a 86.6a 95.9a 153.3a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Bobot Kering Akar E. crus-galli Pada Lampiran 18, menunjukkan bahwa bobot kering akar E. crus-galli berbeda nyata pada 8-12 MST. Terdapat kecenderungan bahwa bobot kering akar E. crus-galli pada perlakuan bergulma E. crus-galli lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bersih E. crus-galli (Tabel 18). Hal ini terjadi karena faktor

44 32 perlakuan periode kompetisi dengan waktu tanam gulma E. crus-galli yang berbeda. Pada 12 MST (Tabel 18) bobot kering akar gulma E. crus-galli berkisar antara g/0.25 m 2. Tabel 18. Bobot Kering Akar Gulma E. crus-galli Perlakuan Bobot Kering Akar (g/0.25 m 2 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST BG bc 7.1c 25.2ab BG c 6.4c 10.6bc BG bc 6.9c 18.3a-c BG d 9.1c 11.0bc BG d 0.0d 7.0c BG d 0.0d 0.0d BG d 0.0d 0.0d G d 0.0d 0.0d G d 0.0d 0.0d G d 0.0d 0.0d G bc 0.0d 0.0d G ab 18.5b 0.0d G a 19.9b 25.0ab G a 30.5a 32.6a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Bobot Kering Total E. crus-galli Pada Lampiran 19, menunjukkan bahwa bobot kering total E. crus-galli berbeda nyata pada 2 MST dan 6-12 MST, namun tidak berbeda nyata pada 4 MST. Pada Tabel 19, bobot kering total E. crus-galli pada 12 MST berkisar antara g/0.25 m 2. Bobot kering total E. crus-galli tertinggi pada perlakuan G 0-14 MST dan Bobot kering total E. crus-galli terendah adalah pada perlakuan BG 0-10 MST. Terdapat kecenderungan bahwa bobot kering total gulma E. crus-galli pada perlakuan bergulma E. crus-galli lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bersih gulma E. crus-galli.

45 33 Tabel 19. Bobot Kering Total Gulma E. crus-galli Perlakuan Bobot Kering Total (g/0.25 m 2 ) 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST BG b 57.7b 88.6bc 168.6ab BG b 27.6b 67.8cd 77.1de BG c 44.7b 57.3cd 117.0dc BG c 0.0c 48.7d 92.1d-e BG c 0.0c 0.0e 61.4e BG c 0.0c 0.0e 0.0f BG c 0.0c 0.0e 0.0f G b c 0.0c 0.0e 0.0f G b c 0.0c 0.0e 0.0f G ab ab 0.0c 0.0e 0.0f G b ab 102.6a 0.0e 0.0f G ab a 102.5a 85.9b-d 0.0f G ab ab 118.8a 112.9ab 133.2bc G a a 106.6a 126.3ab 186.0a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar E. crus-galli Pada Lampiran 20, rasio tajuk dan akar E. crus-galli pada perlakuan periode kompetisi antara padi dan E. crus-galli tidak berbeda nyata. Pada 12 MST (Tabel 20) rasio tajuk dan akar adalah berkisar antara Tabel 20. Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Gulma E. crus-galli Perlakuan Rasio Tajuk & Akar E.crus-galli 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

46 34 Jumlah Rumpun E. crus-galli Per 0.25 m 2 Pada Lampiran 21, menunjukkan bahwa jumlah rumpun E. crus-galli untuk setiap perlakuan berbeda nyata pada 6 MST dan MST. Pada 12 MST (Tabel 21), jumlah rumpun per 0.25 m 2 E. crus-galli adalah berkisar rumpun per kuadran. Tabel 21. Jumlah Rumpun E. crus-galli Per 0.25 m 2 Perlakuan Jumlah Rumpun Per 0.25 m 2 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST BG c b 3.3ab BG c b 1.3c BG d b 2.3bc BG d ab 2.3bc BG d c 1.7c BG d c 0.0d BG d c 0.0d G d c 0.0d G d c 0.0d G c c 0.0d G bc c 0.0d G ab ab 0.0d G a-c ab 2.7a-c G a a 4.0a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Pertumbuhan Generatif Gulma E. crus-galli Jumlah Anakan Saat Panen Pada Lampiran 22, jumlah anakan dan jumlah anakan produktif E. crusgalli pada setiap perlakuan periode kompetisi berbeda nyata. Pada Tabel 22, jumlah anakan dan anakan produktif pada perlakuan periode bersih gulma E. crusgalli (BG) 0-2 MST hingga BG 0-8 MST yaitu anakan dan anakan, cenderung lebih rendah dibandingkan jumlah anakan dan anakan peroduktif pada periode bergulma E. crus-galli (G) 0-8 MST hingga G 0-14 MST yaitu anakan/rumpun dan anakan/rumpun.

47 35 Tabel 22. Jumlah Anakan Total dan Anakan Produktif Gulma E. crus-galli Perlakuan Jumlah Anakan Total Jumlah Anakan Produktif Per Rumpun Per Rumpun BG a-c 6.9bc BG bc 6.5bc BG bc 6.4bc BG c 4.0c BG d 0.0d BG d 0.0d BG d 0.0d G d 0.0d G d 0.0d G d 0.0d G ab 10.1ab G ab 9.8ab G ab 9.9ab G a 11.5a Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Jumlah Biji Per Malai, dan Panjang Malai E. crus-galli Jumlah biji per malai dan panjang malai gulma E. crus-galli pada setiap perlakuan periode kompetisi tidak berbeda nyata (Lampiran 23). Panjang malai E. crus-galli adalah cm. Jumlah biji permalai adalah biji (Tabel 23). Tabel 23. Jumlah Biji Per Malai, dan Panjang Malai Gulma E. crus-galli Perlakuan Panjang Malai (cm) Jumlah Biji / Malai (biji) BG BG BG BG BG BG BG G G G G G G G

48 36 E. crus-galli Padi Gambar 1. Gulma E. crus-galli pada Pertanaman Padi Saat 6 MST Gambar 2. Malai E.crus-galli

49 37 Pembahasan Periode Kritis Periode kompetisi antara tanaman padi dan gulma E. crus-galli berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Pengaruh negatif ini ditunjukkan dengan penurunan biomassa, jumlah daun, jumlah anakan produktif, ILD, jumlah biji per malai, persentase gabah isi dan hampa, dan bobot gabah padi yang dihasilkan. Tjitrosoedirdjo et al. (1984) menyatakan bahwa pengaruh tersebut disebabkan adanya hubungan negatif antar tanaman dalam memperebutkan sarana tumbuh. Periode kritis tanaman padi terhadap gulma E. crus-galli dapat ditentukan dari peubah biomassa (biological yield) dan bobot GKG (economical yield) tanaman padi akibat perlakuan periode bersih gulma dan bergulma E.crus-galli. Besar kecilnya biomassa ditentukan oleh banyak sedikitnya anakan, dan besar kecilnya biomassa yang terbentuk pada fase vegetatif mempengaruhi gabah yang dihasilkan (Sutrisno et al., 1981) Berdasarkan periode bersih gulma pada 14 MST, biomassa padi pada BG 0-6 MST berbeda nyata dengan kontrol (BG 0-14 MST) sedangkan perlakuan BG 0-8 MST tidak berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 3). Keadaan tersebut menggambarkan bahwa gulma E. crus-galli harus dikendalikan sejak awal tanam hingga 8 MST sehingga pembentukan biomassa tidak terhambat. Berdasarkan periode bergulma, biomassa padi pada G 0-4 MST tidak berbeda nyata dengan kontrol (BG 0-14 MST), sedangkan perlakuan G 0-6 MST mulai berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini berarti bahwa titik kritis gulma E. crus-galli baru menurunkan hasil secara nyata jika berada di areal pertanaman padi setelah 4 minggu sejak tanam. Dengan demikian, periode kritis pembentukan biomassa tanaman padi terhadap gulma E. crus-galli terjadi pada umur 4-8 MST.

50 38 Gambar 3. Respon Periode Kompetisi Gulma E. crus-galli terhadap Biomassa Padi Periode kritis pembentukan biomassa padi dipengaruhi adanya perbedaan daya kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli dalam memperebutkan sarana tumbuh. E. crus-galli merupakan gulma dan tumbuhan berjalur C4 yang mempunyai pertumbuhan cepat pada stadium vegetatif dan hal ini dapat mendesak pertumbuhan anakan padi (tumbuhan berjalur C3). Pada perlakuan G 0-14 MST saat 6 MST, jumlah anakan gulma E. crus-galli sebesar 14.9 anakan/rumpun (Tabel 15) dengan kepadatan 4 rumpun per 0.25 m 2 (Tabel 22) dapat menurunkan jumlah anakan padi (Tabel 2) sebesar 66.1% (dari 23.9 anakan/rumpun pada kontrol menurun menjadi 8.1 anakan/rumpun). Selain itu, tinggi gulma E. crus-galli hingga 6 MST pada G 0-14 MST (Tabel 14) mencapai cm sedangkan tinggi tanaman padi (Tabel 1) hanya mencapai 57.5 cm. Tinggi tanaman padi yang yang jauh lebih pendek dibandingkan gulma E. crusgalli mengakibatkan kalah berkompetisi dalam mendapatkan cahaya. Arai dalam Sutrisno (1981) menyatakan bahwa gulma E. crus-galli menyerap nitrogen 60 sampai 80 kali lebih banyak dari tanaman padi. Oleh karena itu penambahan pupuk Urea saat stadium vegetatif justru mendorong pertumbuhan gulma E. crusgalli, dan akhirnya meningkatkan kompetisi dan berakibat pada penurunan kualitas dan kuantitas gabah yang dihasilkan. Derajat kompetisi gulma E. crus-galli yang tinggi terhadap tanaman padi mengakibatkan penurunan hasil yang nyata. Berdasarkan Gambar 4, semakin lama lahan padi bergulma E. crus-galli maka kehilangan hasil GKG padi akan semakin besar. Jika dibandingkan dengan kontrol (BG 0-14 MST), kehilangan

51 39 hasil GKG padi pada perlakuan G 0-2 MST sebesar 1.5%, G 0-4 MST sebesar 3.4%, G 0-6 MST sebesar 28.4%, G 0-8 MST sebesar 58.7%, G 0-10 MST sebesar 65.8%, G 0-12 MST sebesar 69.2%, dan G 0-14 MST sebesar 69.5%. Kehadiran gulma E. crus-galli hingga 4 MST tidak mempengaruhi kehilangan hasil padi. Hal ini diduga karena pada fase awal pertumbuhan tanaman sarana tumbuh masih tersedia sehingga tingkat kompetisi masih rendah (Sukman dan Yakup, 2002). Sebaliknya, semakin lama lahan padi bersih dari gulma E. crus-galli maka kehilangan hasil GKG padi semakin kecil. Jika dibandingkan dengan kontrol (BG 0-14 MST), kehilangan hasil GKG padi pada perlakuan BG 0-2 MST sebesar 75.3%, BG 0-4 MST sebesar 66.5%, BG 0-6 MST sebesar 42.1%, BG 0-8 MST sebesar -11.8%, BG 0-10 MST sebesar 2%, BG 0-12 MST sebesar -10.5% (tanda - berarti hasil GKG > kontrol). Berdasarkan perlakuan periode bersih gulma, kecenderungan kehilangan hasil GKG padi melebihi ambang batas 5% terjadi hingga umur 8 MST. Padi pada umur 0-8 MST merupakan saat dimana terjadinya fase pertumbuhan vegetatif hingga awal fase generatif (saat terjadinya primordia pembungaan dan pengisian bulir padi). Kompetisi antara gulma dengan tanaman padi pada umur ini mengakibatkan efek yang merugikan bagi hasil produksi (Zimdahl, 1980 dan Sastroutomo, 1990). Gambar 4. Respon Periode Kompetisi Gulma E. crus-galli terhadap Hasil GKG Padi Berdasarkan Gambar 4, titik kritis periode kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli adalah pada umur 4 MST dan 8 MST. Pada selang umur 4-8 MST, kehilangan hasil padi jika dibandingkan dengan kontrol lebih

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI DAN KEPADATAN POPULASI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh aksesi dan tingkat populasi gulma E. crus-galli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA TANAMAN PADI SAWAH DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli

KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA TANAMAN PADI SAWAH DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA TANAMAN PADI SAWAH DENGAN GULMA Echinochloa crus-galli ABSTRAK Tiap varietas padi memiliki pertumbuhan dan produksi serta kemampuan kompetisi yang berbeda terhadap gulma

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011 di lahan sawah yang berlokasi di Desa Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Elevasi/GPS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

STUDI KOMPETISI ANTARA GULMA Echinochloa crus-galli DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PENDEKATAN REPLACEMENT SERIES

STUDI KOMPETISI ANTARA GULMA Echinochloa crus-galli DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PENDEKATAN REPLACEMENT SERIES STUDI KOMPETISI ANTARA GULMA Echinochloa crus-galli DAN TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DENGAN PENDEKATAN REPLACEMENT SERIES OLEH VERDHA FARILLA SANDHI A24051286 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru yang dibawahi oleh Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. Penelitian ini dimulai pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A34104069 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 27 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada 105 13 45,5 105 13 48,0 BT dan 05 21 19,6 05 21 19,7 LS, dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR PADI SAWAH (Oryza sativa L) PADA TIGA JUMLAH BARIS CARA TANAM LEGOWO A. Harijanto Soeparman 1) dan Agus Nurdin 2) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang 17 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan perlakuan galur mutan padi gogo. Galur mutan yang diuji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan persawahan Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dari bulan Mei hingga November 2012. B. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH. Oleh: Nur Fithri Meriyanti A

STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH. Oleh: Nur Fithri Meriyanti A STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH Oleh: Nur Fithri Meriyanti A34104050 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan II. Materi dan Metode 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan Januari-Mei 2013.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor I : Lokasi biji

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur, dengan ketinggian 60 m dpl, jenis tanah Podsolik

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH Ir. Yunizar, MS HP. 08527882006 Balai Pengkajian Teknologi Riau I. PENDAHULUAN Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian, juga menjadi pembawa perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. E. crus-galli memiliki nama lain Panicum crus-galli yang merupakan tanaman annual kelas Monocotyledon, famili Poaceae/Graminae (IRRI, 1983). Galinato

Lebih terperinci

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/

Sumber : Nurman S.P. (http://marisejahterakanpetani.wordpress.com/ Lampiran 1. Deskripsi benih sertani - Potensi hasil sampai dengan 16 ton/ha - Rata-rata bulir per-malainya 300-400 buah, bahkan ada yang mencapai 700 buah - Umur panen padi adalah 105 hari sejak semai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli

TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. Morfologi Echinochloa crus-galli TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. E. crus-galli merupakan suatu jenis rumput liar yang termasuk gulma tahunan. E. crus-galli termasuk dalam kelas Poales, famili Poaceae (Galinato et

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru Riau Jl. H.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas III. TATA CARA PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian telah dilaksanakan pada Bulan Juli 2016 November

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci