II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Autekologi Autekologi merupakan cabang ilmu ekologi yang membahas pengkajian individu organisme atau spesies, yang berkaitan dengan sejarah hidup dan perilaku sebagai caracara penyesuaian diri terhadap lingkungan dimana spesies atau individu itu hidup (Odum 1994). Autekologi mempelajari tentang sifat dan kelakuan spesies atau populasi yang berhubungan dengan tempat hidup mereka. Penekanan autekologi terkait dengan siklus hidup, distribusi individu spesies pada kondisi alaminya, adaptasi, perbedaan populasi, dan lainlain. Kajian autekologi penting untuk menjelaskan struktur dan dinamika suatu komunitas. Kajian autekologi merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga pemahaman terhadap spesies pada suatu komunitas adalah penting, dikarenakan pengetahun tersebut digunakan sebagai dasar untuk memahami masalah vegetasi secara keseluruhan. Berbagai aspek kajian dalam autekologi pada individu setiap spesies menyangkut identifikasi tumbuhan, asosiasi spesies tumbuhan, distribusi dan manfaat tumbuhan, morfologi tumbuhan, sitogenetik spesies tumbuhan, fisiologi tumbuhan dan kompleksitas lingkungan. Selain itu autekologi juga mengkaji aspek fenologi seperti perkecambahan, gugurnya daun, produksi buah, produksi biji, pembungaan, dan lainlain. Dalam kaitan dengan perbedaan musim selama setahun, maka aspek biotik dan abiotik merupakan parameter yang harus dikuantifikasi pada fase pertumbuhan yang berbeda dengan interval waktu yang teratur. Kompleksitas faktor lingkungan menyebabkan terjadinya variasi pengaruh terhadap setiap fase dalam siklus hidup tumbuhan. Dalam kajian lebih lanjut dijelaskan korelasi fenologi dengan variasi perubahan lingkungan. Parameter yang dipelajari antara lain meliputi pembungaan, penyerbukan, pembuahan, produksi biji, viabilitas biji, dormansi, kapasitas reproduktif, pertumbuhan anakan, dan pertumbuhan vegetatif (Shukla and Chandel 1982 dalam Djufri 2006). Uraian lebih lanjut tentang autekologi oleh Barbour et al. (1987) dikemukakan bahwa autekologi merupakan bagian yang besar dari ekologi tumbuhan dalam kaitannya dengan adaptasi dan kelakuan individu setiap spesies

2 10 atau populasi yang terkait dengan tempat hidup. Dikemukakan lebih lanjut bahwa sub bagian autekologi meliputi demokologi (spesiasi), ekologi populasi dan demografi (ukuran populasi), ekologi fisiologi (ekofisiologi) dan genekologi (genetika). Para ahli autekologi telah mencoba menjelaskan terjadinya distribusi spesies tertentu, sifat fenologis, fisiologis, morfologis, perilaku, dan sifat genetik yang tampak pada habitat tertentu. Autekologiawan telah berusaha untuk menjelaskan pengaruh lingkungan pada level populasi, organismik, suborganismik, dan kemudian menyusun suatu ringkasan sebagai pola adaptasi spesies agar tetap hidup (survive) dalam habitatnya Biodiversitas tumbuhan sagu Biodiversitas atau keanekaragaman hayati merupakan semua kehidupan di atas bumi, yang mencakup tumbuhan, hewan, jamur dan mikroorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman sistem ekologi yang menjadi tempat hidupnya. Keanekaragaman hayati memiliki tiga tingkatan (Kartono 2008), yakni : a) keanekaragaman genetik, yang merujuk pada berbagai informasi genetik yang terkandung di dalam setiap makhluk hidup secara individu, b) keanekaragaman spesies, yang menjelaskan tentang jumlah spesies makhluk hidup dalam suatu ruang tertentu, dan c) keanekaragaman ekosistem, yakni keragaman habitat, komunitas hayati, serta prosesproses ekologis yang terjadi di dalam suatu ekosistem tertentu. Keaneragaman genetik dan ekosistem seringkali dapat diterangkan oleh keanekaragaman spesies karena dalam setiap spesies terkandung berbagai informasi genetik dan tiap spesies memiliki kebutuhan dasar yang berbeda terutama habitat. Primack et al. (1998) mengemukakan bahwa biodiversitas pada tingkat spesies mencakup seluruh organisme di bumi, dari bakteri dan protista melalui dunia tumbuhan, hewan dan jamur. Pada skala yang lebih kecil mencakup variasi genetik dalam spesies, di antara populasi yang terpisah secara geografik dan di antara individu di dalam suatu populasi. Keanekaragaman hayati juga meliputi variasi di dalam komunitas biologi (dimana spesies hidup) dan ekosistem (dimana komunitas berada), dan interaksi antar tingkatan tersebut.

3 11 Dalam upaya memahami keanekaragaman suatu spesies dapat dirunut dari sistem klasifikasinya. Berdasarkan sistem klasifikasi tumbuhan yang dikeluarkan FAO (2007) tumbuhan sagu diklasifikasikan dengan susunan sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuhan) Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan vascular) Superdivision : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Division : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Class : Liliopsida (monokotil) Subclass : Archidae Ordor : Arecales Family : Arecaceae Genus : Metroxylon Rottb. Species : 1. Metroxylon amicarum (H. Wendl.) Becc. 2. Metroxylon elatum Mart. 3. Metroxylon paulcoxii McClatcey 4. Metroxylon rumphii (Willd.) Mart. 5. Metroxylon sagu Rottb. 6. Metroxylon salomonense (Warb.) Becc. 7. Metroxylon vitiense (H. Wendl.) H. wendl.ex Hook.f. 8. Metroxylon warburgii Becc. Tumbuhan sagu menurut Beccari (1918 dalam Flach 1997) membagi genus Metroxylon menjadi dua kelompok. Tumbuhan sagu memiliki jumlah row sisik kulit buah sebanyak 18 dimasukkan ke dalam kelompok Eumetroxylon. Sedangkan apabila jumlah row sisik kulit buah berjumlah antara 2429 termasuk dalam kelompok Coelococcus. Kelompok pertama Eumetroxylon memiliki dua spesies yaitu : Metroxylon sagu Rottb. dan Metroxylon rumphii Mart. Sedangkan kelompok kedua : Coelococcus, terdiri dari 7 spesies yaitu : M. squarosum Becc., M. warburgii Heim., M. upoluense Becc., M. vitiense Benth et Hook, M. amicarum Becc., M. salomonense Becc., dan M. bougainvillense Becc. Menurut Heyne (1950 dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan tumbuhan sagu adalah sagu sejati

4 12 yang termasuk dalam genus Metroxylon. Tumbuhan sagu sejati ini dipisahkan atas dua kelompok berdasarkan adatidaknya duri pada tangkai daun. Kelompok pertama adalah yang berduri meliputi M. rumphii Mart., merupakan spesies utama dalam kelompok ini. Spesies lainnya adalah M. longispinum Mart., M. microcanthum Mart., dan M. sylvestre Mart. Sedangkan kelompok yang tidak berduri adalah M. sagu Rottb., sebagai jenis utama yang mempunyai berbagai forma. Klasifikasi tumbuhan sagu dilakukan pula oleh Rauwerdink (1986 dalam Barahima 2005) yang dilakukan berdasarkan ciriciri berduri atau tidak, berumpun atau tidak, dan jumlah sisik yang menutupi buah. Berdasarkan kriteria tersebut, maka tumbuhan sagu (genus Metroxylon) dibagi atas 5 spesies yaitu 1). M. sagu Rottb. yaitu tumbuhan sagu yang membentuk rumpun, berduri atau tidak, dan buahnya mempunyai 18 sisik yang membujur, 2). M. amicarum Becc, 3). M. vitiense Benth et Hook, 4). M. salomonense Becc, dan 5). M. warburgii Heim yaitu jenis sagu yang tidak berduri dan buahnya ditutupi 2428 sisik longitudinal. Wilayah penyebaran kelima spesies ini oleh Rauwerdink (1986 dalam Flach 1997) meliputi kepulauan Malaya, New Hebrides, Fiji, Carolines, dan kepulauan Salomon. Dikemukakan juga bahwa Metroxylon rumphii sinonim dengan M. squarrosum. Sedangkan M. bougainvillense dari Bougainville sinonim dengan M. salomonense dari kepulauan Salomon. McClatchey et al. (2006) melakukan deskripsi botani tumbuhan sagu genus Metroxylon dan membaginya atas 6 spesies yaitu 1). M. amicarum (H.Wendland) Beccari, 2). M. paulcoxii McClatchey, 3). M. sagu Rottboell, 4). M. salomonense (Warburg) Beccari, 5). M. vitiense (H. Wendland) H. Wendland ex Bentham & Hooker f., dan 6). M. warburgii (Heim) Beccari. Wilayah penyebaran jenisjenis sagu ini meliputi Asia Tenggara, Melanesia, dan beberapa pulau di Micronesia dan Polynesia. Berdasarkan peta penyebaran sagu di dunia yang dibuatnya, tampak bahwa di Indonesia, PNG, dan sebagian kepulauan Filipina Selatan hanya terdapat satu spesies sagu yaitu M. sagu Rottb.

5 Ciriciri morfologi tumbuhan sagu a. Ciri umum Tumbuhan sagu memiliki jenis akar serabut, pada awal pertumbuhan tumbuh akar primer dan dalam pertumbuhan lanjutannya tumbuh dan berkembang akarakar sekunder. Nitta el al (2002 dalam Barahima 2005) membagi sistem perakaran tumbuhan sagu atas dua tipe yaitu : 1) tipe besar yang memiliki diameter sekitar 611 mm, dan 2) tipe kecil dengan ukuran diameter antara 46 mm. Tipe akar besar sebagai akar adventif melekat langsung pada bagian luar epidermal, berukuran besar, dan tumbuh vertikal ke bawah. Tipe akar kecil berupa akar lateral, merupakan percabangan dari akar besar, ukurannya lebih kecil dan tumbuh atau menyebar secara lateral. Batang tumbuhan sagu terbentuk setelah masa russet berakhir yaitu setelah berumur sekitar 34 tahun, dan kemudian membesar dan memanjang dalam waktu sekitar 54 bulan (Flach 2005 dalam Barahima 2005). Batang sagu berbentuk silinder atau bulat memanjang dengan diameter sekitar 5060 cm, bahkan dapat mencapai 8090 cm. Pada umumnya diameter batang bagian bawah lebih besar dibandingkan dengan diameter batang bagian atas. Tumbuhan sagu memiliki batang tertinggi apabila telah sampai pada umur panen yakni 11 tahun atau lebih. Pada masa itu tinggi pohon sagu telah mencapai 1316 m, tetapi ada pula yang dapat mencapai 20 m dengan bobot sekitar satu ton (Haryanto dan Pangloli 1992). Variasi tinggi batang sagu sangat tergantung pada jenis dan pengaruh kondisi lingkungan tumbuh. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang baik, dalam arti tanahnya subur, kandungan air cukup, maka batang sagu memiliki ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. Batang tumbuhan sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras berupa lapisan epidermal, dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung seratserat dan pati. Tumbuhan sagu memiliki sistem daun menyirip yang tumbuh pada tangkai daun. Pada bagian tajuk terdapat sekitar 615 rangkaian daun (ental) dan pada setiap rangkaian terdapat pelepah daun, tangkai daun, dan kurang lebih 20 pasang helai daun dengan panjang antara 6080 cm. Flach dan Schuiling (1991 dalam Barahima 2005) mengemukakan bahwa ukuran tajuk tumbuhan sagu berkisar

6 14 antara 624 ental, panjang setiap ental sekitar 58 meter dengan jumlah anak daun. Flach (1983) menyatakan bahwa sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya sekitar 57 meter. Dalam setiap tangkai daun terdapat sekitar 50 pasang daun dengan panjang bervariasi antara cm, dan lebar sekitar 5 cm. Sagu yang masih muda memiliki tangkai daun yang lebih sedikit jumlahnya yaitu sekitar 1215 tangkai. Pada setiap bulan terbentuk tangkai daun, dan diperkirakan umur tangkai daun sekitar 18 bulan, kemudian akan gugur setelah menua. Daun muda umumnya berwarna hijau muda, kemudian dengan bertambah waktu secara berangsurangsur berubah menjadi hijau tua, selanjutnya berubah lagi menjadi coklat kemerahmerahan apabila daun telah tua. Tangkai daun yang telah tua tersebut akan terlepas dengan sendirinya dari batang, dan meninggalkan bekas pada kulit batang. Tumbuhan sagu mulai berbunga dan berbuah pada umur sekitar 1015 tahun. Kisaran pembungaan ini sangat tergantung pada jenis atau spesies sagu dan kondisi pertumbuhannya. Fase pembungaan diawali dengan munculnya daun bendera, yaitu daun yang ukurannya lebih pendek dari daundaun sebelumnya. Munculnya bunga merupakan indikator bahwa sagu tersebut telah mendekati akhir daur pertumbuhannya. Setelah buahnya mengering diikuti dengan kematian (Braulech 1953 dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Malai bunga menyerupai tanduk rusa yang terdiri atas cabang utama, sekunder, dan tersier. Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina mekar. Dengan demikian tumbuhan sagu melakukan penyerbukan silang (cross polination). Oleh karena itu apabila tumbuhan sagu tumbuh secara soliter, maka jarang yang berhasil membentuk buah. Putik pada bunga betina mengandung tiga sel induk telur, tetapi hanya satu yang keluar membentuk kecambah, sedangkan dua induk terluar lainnya bersifat rudimenter, sedangkan benang sari bunga jantan berjumlah enam helai (Anonim 1979 dalam Barahima 2005). Jumlah struktur bunga sekitar 1525 cabang utama, dengan panjang 23 meter, cabang sekunder terdapat 1522 cabang, dan cabang ketiga terdapat 710 cabang (Jong 2005). Buah sagu berbentuk bulat menyerupai

7 15 buah salak dan mengandung biji yang fertil. Waktu antara mulai muncul bunga sampai fase pembentukan buah diperkirakan sekitar 2 tahun (Haryanto dan Pangloli 1992). Pembentukan buah dan biji dari antesis sampai buah terakhir gugur memerlukan waktu sekitar 1923 bulan. Jumlah buah yang dihasilkan per pohon sagu sekitar buah (Jong 2005). Buah sagu terdiri atas exocarp, mesocarp, endocarp, sarcotesta, testa, endosperm, dan embrio. Exocarp bersisik dan di dalamnya terdapat daging buah yang disebut mesocarp dan tempurung biji yang disebut sarkotesta. Di dalam sarkotesta terdapat endosperm yang berfungsi sebagai cadangan makanan bagi embrio. b. Ciriciri beberapa jenis sagu Di Indonesia terdapat lima spesies tumbuhan sagu yang telah diidentifikasi ciricirinya (Haryanto dan Pangloli 1992). Spesies sagu tersebut adalah sebagai berikut : 1. Metroxylon rumphii Martius (sagu tuni) Tinggi batang berkisar dari 1015 meter, bahkan dapat mencapai 18 meter atau lebih. Memiliki tebal kulit sekitar 23 cm. Kulit pada bagian pangkal lebih tebal dibandingkan dengan ketebalan kulit pada bagian tengah dan bagian ujung. Diameter pada pangkal sampai ujung batang hampir sama, kecuali pada bagian dasar pangkal karena perakarannya yang dangkal. Daun berwarna hijau tua, panjang tangkai (pelepah) daun sekitar 57 meter. Tangkai daun berduri pada bagian pangkal sampai ujung, duri terdapat pula pada pinggir daun. Duri pada tangkai daun berukuran 14 cm, pada stadia anakan durinya sangat banyak dan rapat. Setiap tangkai daun terdiri dari anak daun yang panjangnya cm dan lebar 510 cm. Memiliki sistem perakaran yang dangkal dan banyak terubusnya. Berat batang pada umur panen lebih dari satu ton. Empulurnya lunak dan sedikit mengandung serat sehingga mudah ditokok. Kadar empulur mencapai 82 % dari berat batang dengan kandungan aci/tepung sekitar 20 %.

8 16 Tepung berwarna putih dan enak rasanya. Setiap pohon dapat menghasilkan kg tepung kering (Soerjono 1980 dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Spesies ini merupakan sagu paling besar ukurannya dibandingkan dengan jenis lainnya. 2. Metroxylon sagu Rottboell (sagu molat) Tinggi batang berkisar dari 1014 meter, diameter sekitar 4060 cm, berat batang dapat mencapai 1,2 ton atau lebih. Tangkai daun tidak berduri, ujung daun panjang meruncing. Letak daun berjauhan, panjang tangkai daun sekitar 4,5 meter, panjang lembaran daun sekitar 1,5 meter dan lebar kirakira 7 cm. Memiliki bunga majemuk berwarna sawo matang kemerahmerahan. Empulur lunak dan berwarna putih, sehingga acinya berwarna putih. Berat empulur sekitar 80 % dari berat batang, kandungan aci sekitar 18 %. Setiap pohon dapat menghasilkan aci basah sekitar 800 kg atau sekitar 200 kg aci kering (Soerjono 1980 dalam Haryanto dan Pangloli 1992). 3. Metroxylon sylvestre Martius (sagu ihur) Tinggi batang berkisar dari 1216 meter, bahkan dapat mencapai 20 meter. Diameter batang sekitar 60 cm, berat batang sekitar 1,2 ton. Tebal kulit berkisar 13 cm. Panjang tangkai (pelepah) daun sekitar 46 meter. Daun berwarna hijau tua, memiliki tulang daun yang lunak, dan ujungnya membengkok ke bawah. Pada sekitar pelepah dan sepanjang tangkai daun terdapat duri dengan panjang sekitar 15 cm. Empulur agak keras, mengandung banyak serat dan berwarna kemerahmerahan, sehingga aci yang dihasilkan berwarna kemerahmerahan pula. Berat empulur sekitar 18 % dari berat batang dengan kandungan aci sekitar 1718 %. Setiap pohon dapat menghasilkan sekitar 150 kg aci kering (BPPT 1982 dalam Haryanto dan Pangloli 1992). 4. Metroxylon longispinum Martius (sagu makanaru) Tinggi batang sekitar 1215 meter, diameter sekitar 50 cm. Berat batang sekitar satu ton dan kandungan empulur mencapai 80 % dari berat batang (Rumalatu 1981 dalam Haryanto dan Pangloli 1992).

9 17 Tangkai daun pendek berkisar antara 46 cm dan berduri banyak. Anak daun kecilkecil dengan panjang sekitar cm. Pinggir daun penuh duri. Kandungan aci sagu dalam empulur sekitar 200 kg per pohon, dan rasanya kurang enak. 5. Metroxylon microcanthum Martius (sagu duri rotan) Tinggi batang sekitar 8 meter dengan diameter sekitar 40 cm. Produksi aci dalam setiap pohon hampir sama dengan M. sylvestre Mart. (Soerjono dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Empulur tidak cepat mengalami fermentasi atau pengasaman, sehingga tidak cepat busuk setelah dipanen Habitat dan ekologi tumbuhan sagu Daerah penyebaran tumbuhan sagu terdapat di Pasifik Selatan, Melanesia, Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Philipina. Pada umumnya tumbuh pada lahanlahan yang basah atau tergenang, baik bersifat permanen, tergenang ketika berlangsung musim hujan, dan ada pula yang tumbuh pada lahan kering. Deinum (1984 dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993) menyebutkan bahwa habitat asli tumbuhan sagu adalah tepian parit dan sungai yang becek, tanah berlumpur, akan tetapi secara berkala mengering. Lahan sekitar parit pada umumnya berupa lahan kering, sedangkan pada pinggiran sungai, kebanyakan tergenang air atau relatif basah, meskipun ada pula yang kering. Flach (1983) menyebutkan bahwa habitat tumbuh yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak masam. Apabila akar nafas terendam air secara terus menerus akan menghambat pertumbuhan, dan dengan sendirinya menghambat pembentukan karbohidrat berupa pati dalam pokok batangnya. Tempat tumbuh sagu terdapat di tanah yang lembab, di sepanjang tepi sungai, di sekitar danau dan tanah berawa (Atmawidjaja 1992). Tumbuhan sagu dijumpai juga di tempat dimana terdapat pohon nipah di muara sungai. Tanah lempung berpasir merupakan tempat tumbuh yang baik, sebaliknya di tanah

10 18 gambut pertumbuhan sagu cukup merana. Pada jalur transisi antara hutan sagu dan hutan tropika basah, dimana sesekali digenangi air, sagu tumbuh dengan baik. Tumbuhan sagu dapat pula tumbuh pada tanahtanah organik, akan tetapi sagu yang tumbuh pada kondisi tanah yang demikian biasanya menunjukkan berbagai gejala defisiensi terhadap beberapa unsur hara tertentu yang ditandai oleh berkurangnya jumlah daun dan umur sagu yang lebih panjang mencapai 1517 tahun (Fach 1977 dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Apabila dilihat dari kemungkinan hidup tumbuhan sagu berdasarkan kisaran keadaan hidrologi, maka Notohadiprawiro dan Louhenapessy (1993) menyatakan bahwa kisaran keadaan hidrologi tempat tumbuh sangat lebar. Sagu dapat hidup pada keadaan lahan yang tergenang, sampai kondisi lahan yang tidak tergenang asalkan kondisi kadar air tanah (lengas tanah) terjamin cukup tinggi. Kondisi kadar air yang tinggi ini dapat disebabkan oleh genangan berkala, daya tahan menyimpan air banyak, misalnya karena mengandung bahan organik banyak, maupun oleh air tanah dangkal. Pada genangan tetap, pertumbuhan sagu pada fase semai masih baik, akan tetapi pada fase pembentukan batang (tiang dan pohon) laju pertumbuhannya sangat lambat, jumlah pohon masak tebang per hektar sedikit dan produksi pati per pohon rendah. Pertumbuhan dan produksi tampak cukup baik pada lahan dengan genangan berkala atau yang tidak tergenang. Di daerah rawa pantai dengan kadar garam (salinitas) tinggi tumbuhan sagu masih dapat tumbuh, ditemukan bercampur dengan nipah. Akan tetapi perkembangan fase pembentukan batang dan pembentukan pati terhambat. Secara alamiah di daerah rawa pasang surut zone sagu berada di belakang zone nipah yang lebih tenggelam (Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993). Tumbuhan sagu yang tumbuh dan berkembang di Provinsi Maluku, menurut Louhenapessy (1993) dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu : 1). Kondisi rawa pantai (brackish water) yang bercampur dengan nipah dan tumbuhan payau lainnya, 2). Kondisi rawa air tawar, baik secara murni maupun bercampur dengan tumbuhan rawa, dengan penggenangan tetap maupun penggenangan sementara, 3). Kondisi pantai berpasir yang dipengaruhi oleh

11 19 keadaan pasang surut, dan 4). Kondisi yang tidak tergenang tetapi mempunyai kandungan air tanah yang cukup. Tumbuhan sagu dapat tumbuh di tanah gambut, bahkan di Serawak sagu terutama ditanam di tanah gambut (Flach and Schuiling 1988 dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993). Di daerah Arandai Bintuni Irian Jaya, sagu ditemukan tumbuh pada tanah gambut dengan ketebalan lebih dari 4.5 meter dengan hasil panen mencapai 425 kg per pohon (Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993). Sagu juga dapat tumbuh dan berproduksi baik di tanah pasiran, asal mengandung bahan organik tinggi. Hal ini berkaitan dengan penyediaan air, di tanah dengan kandungan pasir tinggi dan bahan organik rendah memiliki produksi tepung sagu yang rendah. Tumbuhan sagu banyak juga yang tumbuh baik secara alamiah pada tanah liat yang berawa, kaya akan bahanbahan organik seperti di pinggir hutan mangrove atau nipah. Selain itu tumbuhan sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podzolik merah kuning, aluvial, hidromorfik kelabu dan tipetipe tanah lainnya (Manan et al dalam Haryanto dan Pangloli 1992). Tumbuhan sagu pada umumnya tumbuh baik di tropis pada daerah yang terletak antara 10 o LS15 o LU, dan antara 90 o 180 o BT, pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut (dpl). Pertumbuhan sagu terbaik terdapat pada ketinggian mencapai 400 dpl, pada ketinggian tempat yang lebih besar pertumbuhan terhambat dan produksinya rendah (Bintoro 1999 dalam Barahima 2005). Dalam pertumbuhan sagu diperlukan suhu minimal 15 o C, dan pertumbuhan terbaik berlangsung pada suhu sekitar 25 o C dengan kelembaban relatif sekitar 90% dan intensitas sekurangkurangnya 900 J/cm/hari (Flach 1980; Flach et al dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993). Berdasarkan klasifikasi ragam curah hujan oleh Schmidt & Ferguson, daerah pertumbuhan sagu terdapat dalam kawasan ragam A (luar biasa basahsangat basah) dan B (sangat basahbasah). Curah hujan ratarata tahunan yang diperlukan sekitar mm, dan jumlah hari hujan tahunan ratarata antara hari (Turukay 1986 dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993). Hasil studi

12 20 Luhulima et al. (2005) di Sorong Selatan didapatkan bahwa tumbuhan sagu tumbuh baik pada tipe iklim B1, curah hujan mm per tahun, jumlah hari hujan 20 hari per bulan, suhu ratarata o C, tertinggi o C, dengan kelembaban relatif sekitar 84.33%. Menurut Mulyanto dan Suwardi (2000) dikemukakan bahwa sagu tumbuh pada kondisi ekosistem yang spesifik yang dicirikan oleh kondisi temperatur yang berkisar antara 2430 o C, kelembaban relatif terendah 60% dan tertinggi 90%, penyinaran surya terendah 900 J/cm 2 /hari dengan curah hujan yang berkisar antara mm/tahun Intraspesifik dan asosiasi tumbuhan sagu Sebagaimana tumbuhan palem pada umumnya, pada awal pertumbuhan batang belum berbentuk. Pertumbuhan pertama dari biji adalah daun dan akar, daundaun yang tumbuh kemudian terus melebar dari daun sebelumnya. Selama 24 tahun pertumbuhan batang sagu belum muncul di permukaan tanah (Sjachrul 1993). Setelah pertumbuhan daun dan akar sempurna, batang akan tumbuh vertikal. Pada periode ini pertumbuhan daun berlangsung secara konstan. Daun akan tumbuh dalam setiap bulan, dan setiap daun ditaksir berumur antara 1824 bulan. Periode pencapaian tingkat pertumbuhan sangat tergantung pada jenis sagu. Tingkat pertumbuhan ini dikelompokkan atas beberapa kelompok sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Selain pengelompokkan tersebut di atas, pada areal pertumbuhan sagu yang tumbuh membentuk rumpun BPPT (1982 dalam Haryanto dan Pangloli 1992) membaginya atas beberapa tingkat pertumbuhan yaitu : 1. Tingkat semai atau anakan yaitu tumbuhan sagu yang masih kecil, memiliki batang bebas daun 00.5 meter. 2. Tingkat sapihan yaitu tumbuhan sagu yang memiliki batang bebas daun 0.5 1,5 meter. 3. Tingkat tihang yaitu tumbuhan sagu dengan tinggi batang bebas daun 1,55,0 meter. 4. Tingkat pohon yaitu tumbuhan sagu yang memiliki tinggi batang bebas daun di atas 5 meter.

13 21 Tabel 1. Penggolongan tingkat pertumbuhan sagu No. Tingkat Periode Pertumbuhan Pertumbuhan Keterangan 1. Tunas 1 tahun Anakan yang masih menempel pada pohon induk, berdaun 2 atau lebih. 2. Anakan 12,5 tahun Anakan yang masih menempel pada pohon induk tetapi sudah mempunyai sistem perakaran sendiri dan dapat dipisahkan dari pohon induk untuk ditanam. 3. Sapihan 1,52,5 tahun Anakan yang telah tumbuh secara mandiri dan telah membentuk pelepah yang keras. Pada tingkat pertumbuhan ini telah berbentuk sistem perakaran yang kuat dan sukar untuk dipisahkan. 4. Belum masak 6 tahun Pohon sagu muda yang telah tebang membentuk batang tetapi belum berbunga. 5. Masak tebang (MT) 1 Saat bunga mulai keluar sampai mulai berbuah (periode produktif) 6. Lewat masak tebang (LMT) Malai buah telah berbentuk tanduk rusa. Sumber : Sjachrul (1993). Pada rumpun yang terdiri dari beberapa semai, sapihan, tihang dan pohon menyebabkan terjadinya persaingan, diantaranya dalam mendapatkan faktor tumbuh, baik di atas tanah maupun di dalam tanah. Persaingan faktor tumbuh di atas tanah meliputi ruang, udara dan cahaya, sedangkan di dalam tanah berupa air dan unsur hara. Persaingan untuk mendapatkan faktor tumbuh semakin tinggi apabila jumlah individu dalam rumpun lebih tinggi. Dalam persaingan yang tinggi individu pada stadia semai biasanya mengalami hambatan pertumbuhan yang sangat berarti, dan seringkali mengalami kematian. Matanubun dan Maturbongs (2005) menyebutkan bahwa apabila jumlah populasi persatuan luas meningkat akan menyebabkan persaingan yang semakin kuat. Pada lahan kurang basah pohon sagu dapat tumbuh lebih tinggi, sedangkan pada lahan terlalu basah pertumbuhan sagu kalah cepat dengan pertumbuhan rerumputan dan herba sehingga kalah bersaing dalam memperoleh ruang tempat tumbuh. Pada lahan kering pertumbuhan sagu kalah cepat dengan pertumbuhan

14 22 pepohonan hutan lain sehingga kalah bersaing dalam mendapatkan sinar matahari (Flach and Schuiling 1986 dalam Notohadiprawiro dan Louhenapessy 1993). Pola pertumbuhan yang bersamasama ini membentuk asosiasi diantara tumbuhan sagu dengan jenis tumbuhan lain, baik dengan jenis rumputan maupun vegetasi lain berbentuk pohon Potensi areal tumbuhan sagu Tumbuhan sagu yang tumbuh dan berkembang di dunia diperkirakan sekitar dua juta hektar lebih, tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa luas areal sagu dunia dapat mencapai lima juta hektar yang menyebar di Papua New Guinea, Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina, dan Kepulauan Pasifik. Flach (1983) memperkirakan potensi sagu dunia sekitar 2,2 juta hektar dan yang terbanyak terdapat di Indonesia mencapai 1,13 juta hektar atau sekitar 51,14 %. Sebagian besar luasan tumbuhan sagu merupakan sagu yang tumbuh liar secara alami mencapai 90 %, dan yang budidaya hanya sebasar 10 %. Di beberapa daerah di Indonesia diperkirakan bukan merupakan sagu liar, tetapi merupakan sagu budidaya. Sagu yang tumbuh liar pada umumnya terdapat di Papua New Guinea dan Indonesia (khususnya di Maluku dan Papua/Irian Jaya). Perkiraan potensi sagu dunia menurut Bintoro (2000) mencapai lebih dari 2 juta hektar, dan luas areal sagu yang sebenarnya masih perlu ditata secara lebih akurat karena kisaran potensi sagu dunia sangat lebar yaitu sekitar 600 ribu 5 juta hektar, dan sebagian besar luas areal merupakan angka perkiraan. Perkiraan potensi sagu dunia oleh Flach (1983) disajikan pada Tabel 2. Potensi luas areal tumbuhan sagu di Indonesia sangat bervariasi antara sumber yang satu dengan yang lain pada wilayah yang sama. Mulyanto dan Suwardi (2000) melakukan kompilasi luas areal potensi tumbuhan sagu di Indonesia dari berbagai sumber menunjukkan adanya keragaman yang sangat besar. Di Irian Jaya (Papua) luas areal potensi sagu berkisar antara 800 ribu hektar sampai dengan 4,1 juta hektar. Pada wilayah yang sama perbedaan potensi luas areal bisa mencapai 4 kali lipat, atau terdapat perbedaan lebih dari 3 juta ha. Di Provinsi Kepulauan Maluku selisih antara sumber yang satu dengan lainnya

15 23 sekitar 15 ribu hektar. diperlihatkan pada Tabel 3. Potensi luas areal tumbuhan sagu di Indonesia Tabel 2. Perkiraan potensi sagu dunia Negara Tumbuh Liar (ha) Budidaya (ha) Papua New Guinea Provinsi Sepik Provinsi Guv Provinsi Lain Indonesia Irian Jaya (Papua) Maluku Sulawesi Kalimantan Sumatera Kepulauan Riau Kepulauan Mentawai Malaysia Sabah Serawak Malaysia Barat Thailand Philipina Kepulauan Pasifik Total Sumber : Flach (1983) Tabel 3. Perkiraan potensi luas areal tumbuhan sagu di Indonesia No. Daerah Luas Areal (ha) 1. Papua Barat (Irian Jaya) Maluku Sulawesi Sumatera Kalimantan Jawa 262 Sumber : Mulyanto dan Suwardi (2000) Dalam areal sagu yang terbesar di Indonesia yakni Papua (Irian Jaya) dan Maluku mencapai 96 %, sampai dengan tahun 2003 besar potensinya masih sangat beragam. Lakuy dan Limbongan (2003) menyebutkan bahwa berdasarkan data Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah X Papua, luas areal sagu sebesar hektar, tetapi menurut Gubernur Papua (2003) luas areal tumbuhan

16 24 sagu di Papua mencapai 4,1 juta hektar dengan perincian sebagai berikut : 1). Kabupaten Merauke : ha, 2). Kabupaten FakFak : ha, 3). Kabupaten Manokwari : ha, 5). Kabupaten Biak Numfor: ha, dan 6). Kabupaten/Kota Jayapura : ha. Berdasarkan data luas areal sagu yang dikemukakan oleh Prayitno (1991 dalam Ruhendi 2000), makin menunjukkan keragaman luas potensi sagu di Indonesia yang semakin bervariasi Tabel 4). Total luas areal sagu yang dikemukakan mencapai 2,3 juta hektar, berupa hutan sedangkan yang dibudidayakan sebesar 136 ribu hektar. Luas areal sagu yang sangat menonjol terdapat di kepulauan Maluku mencapai 800 ribu hektar. Jika dibandingkan dengan data sebelumnya yang tidak mencapai 50 ribu hektar, maka luasan yang dikemukakan ini hampir mencapai 20 kali lebih besar. Tabel 4. Luas areal tumbuhan sagu di Indonesia Pulau/Kepulauan Berupa Hutan (000) Budidaya (000) Irian Jaya Kepulauan Maluku Sumatera Sulawesi Kalimantan Riau Kepulauan Mentawai Jumlah Sumber : Ruhendi (2000) Potensi jenis tumbuhan sagu di daerah sentra pertumbuhan Papua sangat tinggi. Hasil identifikasi jenisjenis sagu yang dilakukan oleh BPTP Papua ditemukan untuk jenis sagu berduri sebanyak 43 jenis, sedangkan jenis sagu yang tidak berduri sebanyak 17 jenis (Lakuy dan Limbongan 2003). Di daerah Maluku tumbuh dan berkembang lima jenis sagu (Louhenapessy 2006) yaitu : 1). Sagu tuni (Metroxylon rumphii Martius), 2). Sagu ihur (Metroxylon sylvestre Martius), 3). Sagu makanaru (Metroxylon longispinum Martius), 4). Sagu duri rotan (Metroxylon microcanthum Martius), dan 5). Sagu molat (Metroxylon sagu Rottboel). Selain itu di wilayah Seram Timur terdapat jenis sagu yang dikenal dengan nama Sagu Suanggi, yang memiliki tinggi 34 meter telah berbunga. Ada pula jenis sagu molat berduri pada masa anakan. Di Kota Halmahera terdapat

17 25 jenis molat merah dan molat merah berduri. Jenisjenis ini diduga merupakan jenis baru yang terbentuk sebagai akibat terjadinya persilangan (cross over pollination) di antara spesies yang telah ada sebelumnya Pemanfaatan tumbuhan sagu Bagianbagian tumbuhan sagu dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari daun, tangkai daun, kulit batang, dan yang paling penting adalah pemanfaatan bagian empulur dalam menghasilkan pati dan ampas sebagai sisa ekstrak pati untuk pakan ternak dan/atau pupuk organik. Flach (1983) mengemukakan bahwa tumbuhan sagu memiliki multifungsi, daun dapat dimanfaatkan sebagai atap rumah, tangkai daun sebagai bahan bangunan, kulit batang untuk bahan bakar dan industri kertas, dari empulur dapat diproses untuk berbagai kebutuhan, bahan pangan, bahan baku industri makanan, etanol, pakan ternak berprotein tinggi, industri kertas, industri tekstil, board, dan plastik biodegradable. Sedangkan derivat pati dapat dimanfaatkan sebagai lapisan kertas, bahan adhesive, dealdehide untuk industri kertas, eter dan ester sebagai bahan baku obatan. Menurut Bintoro (2007) dikemukakan bahwa berdasarkan sifat fisik dan kimia pati sagu dapat dimanfaatkan tidak terbatas pada bahan pangan saja, tetapi dapat juga digunakan sebagai bahan baku industri, baik pangan maupun non pangan seperti industri kertas dan tekstil. Sebagai bahan pangan, pati sagu dapat dijadikan sebagai bahan pangan pokok sebagian masyarakat di beberapa daerah di kawasan Timur Indonesia. Saat ini pati sagu telah dimanfaatkan lebih luas lagi yaitu sebagai bahan pembuat roti, biskuit, bagea, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, dan penyedap makanan. Dengan perkembangan teknologi ternyata pati sagu dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan plastik yang mudah terurai (biodegradable plastic) (Pranamuda et al dalam Bintoro 2007). Gumbira Sa id (1993) mengemukakan bahwa pati sagu dapat diolah menjadi berbagai macam keperluan seperti sirup fruktosa tinggi, protein sel tunggal untuk pangan dan pakan, Selain itu pati sagu berpotensi dan memiliki prospek yang baik sebagai substrat fermentasi asetonbutanoletanol. Hal ini berarti bahwa pati sagu dapat diolah

18 26 menjadi etanol (gasohol), dan berpeluang sebagai salah satu sumber bahan baku bioenergi. Di Papua New Guinea telah dilakukan serangkaian penelitian tentang studi kelayakan produksi etanol dari pati sagu, dan hasil studi menunjukkan bahwa produksi etanol dari pati sagu adalah layak, diperkirakan produksi etanol dari pati sagu kering mencapai 0.56 liter/kg (Flach, 1983) dan di daerah Sepik telah dibangun industri etanol karena areal sagunya luas, mencapai ha. Di Malaysia pemanfaatan pati sagu telah berkembang lebih luas, yaitu untuk pembuatan gula cair, penyedap makanan (monosodium glutamate), mie, karamel, sagu mutiara, kue cracker, keperluan rumah tangga, industri perekat, dan industri lainnya (Bintoro 2000). Selain pati sagu, ampas sagu kering dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hasil penelitian perlakuan ampas sagu dengan takaran 12,525% untuk ransum ayam pedaging dan petelur tidak memberikan pengaruh yang buruk (Bintoro et al. 2007), dengan kata lain memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ayam. Selain itu dengan pemanfaatan ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan disekitar pengolahan sagu Distribusi spasial Distribusi spasial atau penyebaran spasial (keruangan) berkaitan dengan istilah geografis, sehingga seringkali timbul istilah geospasial. Istilahistilah tersebut mengandung pengertian yang sama dalam konteks Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur informasi geografis. Informasi geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempattempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai keteranganketerangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diketahui. SIG itu sendiri merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atributatributnya (Prahasta 2004). Menurut Aronoff (1989 dalam Prahasta 2004), SIG diartikan sebagai sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan manipulasi informasiinformasi geografi. SIG dirancang unuk mengumpulkan,

19 27 menyimpan, dan menganalisis objekobjek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi : a) masukan data, b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), c) analisis dan manipulasi data, dan d) keluaran. Puntodewo et al. (2003) mengemukakan bahwa SIG memiliki empat komponen utama yaitu perangkat keras, perangkat lunak, data, dan sumberdaya manusia. Perangkat lunak yang banyak dipakai dalam aplikasi SIG antara lain ArcView, IDRISI, ER mapper, GRASS, MapInfo, dan ERDAS. Sedangkan salah satu sumber data dalam SIG berasal dari penginderaan jauh (remote sensing). Dalam teknologi ini, objek di permukaan bumi direkam oleh sensor yang dipasang pada wahana (platform) pesawat udara atau satelit. Pada umumnya objek yang direkam sensor satelit berupa citra digital. Citra digital yang terekam dalam bentuk elemenelemen gambar (picture element = pixel). Pixel menyatakan tingkat keabuan atau tingkat warna yang terekam pada citra (Purwadhi 2001). Perekaman citra digital oleh sensor menggunakan energi elektromagnetik. Spektrum gelombang elektromagnetik yang dipakai dalam perekaman berkisar dari spektrum ultraviolet, tampak, infra merah dekat, infra merah termal, dan gelombang mikro. Perekaman berlangsung dengan melibatkan beberapa spektrum sekaligus sehingga disebut citra multispektral. Citra digital multispektral seperti citra Lansat TM (Thematic mapper) direkam dengan menggunakan tujuh kisaran spektrum elektromagnetik atau tujuh saluran (band = channel) spektral, yaitu : band 1 biru (0,450,52µm) berguna untuk membedakan kejernihan air dan membedakan antara tanah dengan tanaman; band 2 hijau (0,520,60µm) berguna untuk mendeteksi tanaman; band 3 merah (0,630,69µm) berguna untuk membedakan tipe tanaman; band 4 infra merah dekat (NIR) (0,760,90µm) berguna untuk meneliti biomas tanaman, dan juga membedakan batas tanahtanaman dan daratanair; band 5 infra merah sedang (MIR) (1,551,75µm) menunjukkan kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk membedakan tipe tanaman dan kesehatan tanaman, juga digunakan untuk membedakan antara awan, salju dan es; band 6 infra merah termal (TIR) (10,4012,50µm) berguna untuk

20 28 mencari lokasi kegiatan geothermal, mengukur tingkat stres tanaman, kebakaran, dan kelembaban tanah; dan band 7 infra merah sedang (MIR) (2,082,35µm) berhubungan dengan mineral, rasio antara band 5 dan 7 berguna untuk mendeteksi batuan dan deposit mineral (Purwadhi 2001; Puntodewo et al. 2003). Citra digital akan bermakna apabila dilakukan interpretasi atau penafsiran citra. Interpretasi dimaksudkan untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi 2001). Interpretasi secara manual adalah interpretasi data citra berdasarkan pada pengenalan ciri (karakteristik) objek secara keruangan (spasial). Karakterisasi objek yang tergambar pada citra dapat dikenali berdasarkan unsurunsur interpretasi seperti rona atau warna, bentuk, pola ukuran, letak, dan asosiasi kenampakan objek. Sedangkan interpretasi citra digital merupakan evaluasi kuatitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi digital berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektralnya. Setiap kelas kelompok pixel dicari kaitannya terhadap objek atau gejala di permukaan bumi. Objek di permukaan bumi dapat dikenali melalui pengenalan pola spektral yang dapat dilakukan dengan cara klasifikasi. (Purwadhi 2001) mengemukakan bahwa klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokkan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakankenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif. Klasifikasi citra secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu 1) klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang merupakan klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, 2) klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification), merupakan klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, 3) klasifikasi gabungan atau klasifikasi hibrida (hybride) menggunakan kedua cara klasifikasi di atas. Jaya (2007) mengemukakan bahwa klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelaskelas yang ditetapkan berdasarkan peubahpeubah yang digunakan. Proses ini sering juga disebut dengan segmentasi (segmentation).

21 29 Kelas yang terbentuk dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fiturfitur yang telah dikenali di lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh komputer. Citra yang telah dikelompokkan dapat terdiri atas beberapa kelas tutupan lahan, seperti vegetasi, tanah kosong, padang rumput, wilayah pemukiman, wilayah lahan basah, permukaan lahan terbangun (built up) dan sebagainya. Dengan menggunakan data citra Landsat TM, Yuan et al (2005) telah melakukan klasifikasi tutupan lahan dan analisis perubahannya di kotakota berdekatan metropolitan Minnesota. Klasifikasi tutupan lahan ini dilakukan untuk menjelaskan penyebaran spasial perubahan tutupan lahan sejak tahun 1986 sampai dengan Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode hibrid supervisedunsupervised. Selama tujuh tahun terjadi perubahan tutupan lahan berupa perluasan kota dari 23,7% menjadi 32,8%, sementara lahan pertanian, hutan dan lahan basah mengalami pengurangan dari 69,6% menjadi 60,5%.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia memiliki keunggulan komparatif potensi tumbuhan sagu terluas di dunia dibandingkan dengan negara-negara penghasil sagu yang lain, seperti Papua New Guinea (PNG),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Sagu 2.1.1 Klasifikasi McClatchey et. al. (2006) melakukan deskripsi botani tumbuhan sagu genus Metroxylon dan membaginya atas 6 spesies yaitu 1). M. amicarum (H.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L) termasuk dalam keluarga rumput rumputan. tanaman jagung (Zea mays L) dalam sistematika ( Taksonomi ) tumbuhan, kedudukan tanaman

Lebih terperinci

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum

Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Daun tanaman gandum BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Botani Tanaman gandum Menurut Laraswati (2012) Tanaman gandum memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang (Musa spp.) Indonesia pisang merupakan tanaman yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pisang adalah tanaman herba yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Klasifikasi botani tanaman palem botol adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung termasuk keluarga (famili) gramineae, seperti kebanyakan jenis rumput-rumputan. Tetapi tanaman jagung yang termasuk genus zea ini hanya memiliki spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman sagu (Metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Palmae, marga Metroxylon, dengan ordo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Padi Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang dapat hidup dalam genangan air. Tanaman pangan lain seperti gandum, jagung kentang dan ketela rambat akan mati kalau

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Semangka Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae sehingga masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan melon (Cucumis melo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: Caryophyllales, Famili: Cactaceae, Genus:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Rumput dapat dikatakan sebagai salah satu tumbuh-tumbuhan darat yang paling berhasil dan terdapat dalam semua tipe tempat tumbuh dan pada bermacam-macam keadaan. Bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Gonda Tanaman gonda dalam bahasa jawa disebut gondo atau orang barat menyebutnya chikenspike termasuk dalam keluarga Sphenocleaceae. Klasifikasi taksonomi dijelaskan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG

TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG TEKNIK BUDIDAYA ROTAN PENGHASIL JERNANG ASPEK : SILVIKULTUR Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Dr. Tati Rostiwati Judul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Ubikayu Dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (tumbuhan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Tanaman Jagung Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays untuk spesies jagung (Anonim, 2007). Jagung merupakan tanaman semusim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brizilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci