TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Labi-labi. Klasifikasi Amyda cartilaginea menurut Ernst dan Barbour (1989) adalah sebagai berikut :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Labi-labi. Klasifikasi Amyda cartilaginea menurut Ernst dan Barbour (1989) adalah sebagai berikut :"

Transkripsi

1 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Labi-labi Klasifikasi Amyda cartilaginea menurut Ernst dan Barbour (1989) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Ordo : Testudines Sub-Ordo : Criptodira Famili : Trionychidae Genus : Amyda Spesies : Amyda cartilaginea (Boddaert 1770) Kasmirudin (1998) menyatakan bahwa terdapat perkembangan takson A. cartilaginea dari masing-masing ahli. Nama spesimen tipe yang pertama diberi nama Testudo cartilaginea oleh Boddaert pada tahun 1770 dengan type locality di Jawa (Bour et al. 1995). Kemudian Geoffroy Saint-Hilaire (1809) memberi nama Trionyx javanicus. Boulenger (1889) memberi nama Trionyx cartilagineus di bawah genus Trionyx. Siebenrock tahun 1909 dan Anandale tahun 1912 menyetujui nama Trionyx cartilagineus. Hasil penelitian morfologi karapas family Trionychidae yang dilakukan Meylan (1987) menyatakan bahwa genus Trionyx yang menyebar di Asia Tenggara sebagai genus Amyda Boddaert dan yang menyebar di Rusia, Cina sampai Jepang adalah Plediscus sinensis Wiegmann, sedangkan genus Trionyx hanya menyebar di perairan tawar Afrika yaitu di Sungai Nil. Dalam penelitiannya, Kusdinar (1995) menggunakan nama Trionyx cartilaginous Boddaert untuk kura-kura belawa, sedangkan Kasmirudin (1998) dalam penelitiannya di Bengkulu dan Palembang menggunakan nama A. cartilaginea. Mashar (2009) dalam penelitian karakteristik morfologi kura-kura belawa menyimpulkan bahwa kura-kura belawa merupakan jenis A. cartilaginea,

2 6 termasuk pada kelompok kura-kura berkarapas lunak. Spesies A. cartilaginea yang menurut Pritchard (1979) adalah Trionyx cartilaginous adalah anggota family Trionychidae yang dikenal sebagai kura-kura berkarapas lunak Asiatic Soft Shelled Turtles, dengan ciri-ciri umum adalah karapas dan plastron tidak punya lempeng epidermis, hanya berupa kulit lunak, tubuh pipih, ekor pendek dan tungkai dengan jari-jari yang nampak jelas dengan 3 cakar. Nama daerah untuk labi-labi cukup banyak, misalnya masyarakat pasundan (Jawa Barat) menyebut kuya, masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) menamakan labi, dan masyarakat yang bermukim di Kalimantan menyebutnya bidawang. Di dunia Internasional labi-labi dikenal sebagai soft-shelled turtles. Hal tersebut dikarenakan karapas atau cangkangnya lebih lunak jika dibandingkan dengan karapas penyu (marine turtles) yang 100% hidup di air asin (Kairuman & Amri 2002). Bentuk tubuh labi-labi sangat khas berbentuk theca yaitu oval agak lonjong, pipih, dan tanpa sisik. Di sisi belakang dari karapas terdapat pelebaran pipih yang bentuknya membulat mengikuti bentuk karapas bagian belakang, dengan tekstur seperti tulang rawan (cartilage). Hidungnya memanjang membentuk tabung seperti belalai. Sepasang tungkai kaki di depannya masing-masing berkuku tiga buah dan berselaput renang, demikian pula sepasang tungkai kaki belakangnya. Dengan dua pasang tungkai tersebut, labi-labi dapat berenang dengan cepat karena selaput renangnya cukup besar dan bisa berlari di daratan. Labi-labi tidak bergigi, tetapi rahangnya sangat kuat dan tajam. Matanya berukuran relatif kecil dan lubang hidungnya terletak di ujung belalai yang kecil dan pendek. Mulutnya mempunyai bibir yang relatif tebal. Hewan ini termasuk jenis yang mempunyai leher relatif panjang karena dapat mencapai paling sedikit pertengahan dari karapasnya (Kairuman & Amri 2002). Leher labi-labi dapat dipanjang-pendekkan, jika ingin melindungi dirinya maka akan memendekkan lehernya dan memasukkan kepala serta tungkai-tungkainya ke dalam theca (Iskandar 2000). Labi-labi memiliki karapas yang ditutupi oleh kulit, dan sebagian dibangun dari tulang rawan. Warna karapas hitam sampai abu-abu, pada perisai punggung terdapat bintil-bintil kecil membentuk garis putus-putus dari depan ke belakang. Kadang-kadang ditemui juga bercak hitam bertemu putih melengkung sebanyak

3 pada bagian belakang perisainya, terutama pada individu muda. Kepala dan kaki berwarna hitam atau abu-abu, pada hewan muda umumnya dijumpai bintilbintil berwarna kuning (Iskandar 2000). Di Kalimantan Timur, ditemukan labilabi berwarna kuning memiliki tubuh yang lebih tipis/ramping dengan bagian supracaudal dan marginal karapas lebar dan tipis. Labi-labi berwarna kuning umumnya diperoleh di sungai besar berarus kuat (Kusrini et al. 2009). Bagian plastron (ventral) berwarna putih pucat pada A. cartilaginea dewasa dan kemerahan pada individu muda (Elviana 2000). Plastron berwarna putih susu atau kadang-kadang sampai kuning tua, tergantung dari habitat dan lingkungannya (Kairuman & Amri 2002). Perbedaan ciri individu muda dan individu dewasa A. cartilaginea adalah guratan-guratan dan bintik-bintik hitam atau kuning pada karapas. Tanda-tanda khas dipermukaan karapas mulai berkurang, kecuali bintikbintik kuning pada kepala tetap ada sampai mencapai ukuran maksimal. Kaki menyerupai dayung dengan 3 jari bercakar (Elviana 2000). Labi-labi dapat mencapai sekitar 100 cm, pada umumnya hanya sekitar 60 cm saja. Ukuran morfometri labi-labi yang pernah diukur di Belawa, Bengkulu, dan Palembang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Ukuran Morfometri Labi-labi A. cartilaginea yang pernah diukur di beberapa daerah Parameter Belawa a. Panjang Karapas (cm) b. Lebar Karapas (cm) c. Bobot Tubuh (kg) Bengkulu a. b. c. Panjang Karapas (cm) Lebar Karapas (cm) Bobot Tubuh (kg) Palembang a. b. c. Panjang Karapas (cm) Lebar Karapas (cm) Bobot Tubuh (kg) Jantan Betina Kisaran Rataan Kisaran Rataan 32,9-66,9 23,8-50,7 3,3-29, , ,5 0,2-0, ,5-17 0,08-0,8 53,6 39,4 16,7 15,3 13,2 0,4 16,2 13,2 0,3 26,4-68, ,9-30, ,2-0,6 9-18,5 8-17,5 0,1-0,9 41,8 30,2 8,9 16,3 14,2 0,4 14,2 12,4 0,3

4 8 2.2 Perilaku Perilaku adalah gerak-gerik satwaliar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang datang dari lingkungannya. Satwaliar mempunyai berbagai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Untuk mempertahankan hidupnya, melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerjasama untuk mendapatkan pakan, pelindung, pasangan untuk kawin, reproduksi dan lainnya (Alikodra 2002). Fungsi utama perilaku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam (Tanudimadja 1978 dalam Alikodra 2002) Labi-labi bisa hidup pada iklim yang berbeda, dari musim panas, dingin, semi, hingga musim gugur. Ia termasuk hewan berdarah dingin, yang artinya suhu tubuhnya tidak tetap tetapi berubah-ubah mengikuti suhu lingkungan di sekitarnya. Perubahan suhu lingkungan dapat mempengaruhi aktivitas hewan tersebut. Pada suhu yang tinggi, labi-labi bersifat lebih aktif dan pada suhu rendah bersifat kurang aktif. Dalam keadaan umum, labi-labi selalu bersembunyi di dalam lumpur atau di dalam pasir di dasar kolam atau sungai, sehingga sulit untuk ditemukan. Labi-labi hanya kadang-kadang memunculkan hidungnya ke permukaan air (Kusrini et al. 2009). Makanan utama labi-labi adalah ikan, tetapi tidak menolak sisa makanan manusia (Iskandar 2000). Labi-labi seringkali berada di dalam lubang di pinggir sungai yang dipakai untuk beristirahat, kawin dan berkumpul dengan labi-labi lainnya. Lubang dapat dicari berdasarkan tanda-tanda cakaran di sekitar pinggir sungai. Lubang ini berukuran cukup besar yang sebagian besar berair namun sebagian lagi kering. Lubang ini biasanya terlihat saat surut yang jika digali bisa diperoleh sejumlah labi-labi. Jumlah labi-labi yang bisa ditemukan di lubang ini berkisar 7-12 ekor. Pada saat bertelur, labi-labi akan meletakkan telur-telurnya di sarang yang bisa berupa banir pohon yang ditutupi daun-daunan dan kayu lapuk di lantai hutan atau dalam gundukan lumpur, jumlah telur mencapai butir (Kusrini et al. 2009). Kebiasaan berjemur labi-labi merupakan salah satu kebutuhan hidup. Dengan berjemur matahari membuat semua air pada cangkang atas dan bawahnya

5 9 terjemur kering, sehingga lumut, jamur, parasit yang menempel pada permukaan badannya dapat kering dan terkelupas. Bila tidak berjemur, maka labi-labi akan mudah terserang penyakit atau mendapat gangguan fisiologis. 2.3 Demografi Populasi Populasi Pengelola harus mempunyai pengetahuan mengenai dinamika populasi dan interaksi dengan habitatnya agar pengelolaan populasi satwaliar dapat berjalan secara efektif. Dinamika populasi yang tidak beraturan menurut skala waktunya (irregular) disebut fluktuasi, sedangkan jika beraturan dan tetap skala waktunya (reguler) disebut siklik (Alikodra 2002). Populasi menurut Tarumingkeng (1994) adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam suatu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu. Sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersal). Populasi juga diartikan sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya, bisa menempati wilayah yang sempit sampai luas, tergantung spesies dan kondisi daya dukung habitatnya (Alikodra 2002). Sifat populasi satwaliar menurut Odum (1994) adalah kerapatan, natalitas (laju kelahiran), mortalitas (laju kematian), penyebaran umur, potensi biotik, dispersi dan bentuk pertumbuhan atau perkembangan. Sifat genetik populasi berkaitan langsung dengan ekologinya seperti adaptif, sifat keserasian reproduktif dan ketahanan. Sifat populasi di alam sangat sulit untuk diukur meskipun sudah ada perbaikan-perbaikan dan perkembangan dalam metodenya. Untungnya, seringkali tidak perlu mengukur semua sifat populasi tersebut karena kadang sifat populasi bisa diukur dari data yang lainnya.

6 10 Siklus hidup labi-labi hampir sama dengan reptil lainnya, yaitu dari telur menetas menjadi larva, kemudian berubah menjadi tukik dan selanjutnya menjadi labi-labi remaja, dewasa dan kemudian melakukan perkawinan serta menetaskan telur untuk melanjutkan keturunannya (Kairuman & Amri 2002). Musim bertelur labi-labi pada bulan September-Januari dengan puncaknya pada bulan November- Desember. Labi-labi bertelur di darat pada saat hari sudah mulai gelap dan suasana tenang (Kusdinar 1995). Pinggir sungai yang landai sangat menunjang untuk mencari tempat bertelur karena labi-labi bertelur di pinggiran sungai yang landai (Nutaphand 1979; Elviana 2000) Labi-labi bernapas dengan paru-paru, demikian juga dengan anak-anaknya yang baru menetas. Sepanjang hidupnya, labi-labi tidak pernah mengalami perubahan alat pernapasan. Jika berada di dalam air sekali-kali kepala labi-labi akan muncul ke permukaan air untuk menghirup oksigen dari udara bebas. Karena bernapas dengan paru-paru, peredaran darahnya menyerupai peredaran darah manusia. Hanya, sekat antar kedua belahan jantungnya belum sempurna, sehingga darah bersih dan darah kotor masih dapat bercampur di dalam jantung Kerapatan Populasi Indriyanto (2010) menyatakan kerapatan populasi bervariasi menurut waktu dan tempat. Dalam pengkajian suatu kondisi populasi, kerapatan merupakan parameter utama yang harus diketahui. Kerapatan populasi merupakan salah satu hal yang menentukan pengaruh populasi terhadap komunitas atau ekosistem. Kerapatan populasi juga sering digunakan untuk mengetahui perubahan populasi pada saat tertentu. Perubahan tersebut adalah berkurang atau bertambahnya individu dalam satu unit luas atau volume. Kerapatan menjadi ciri yang pertama mendapatkan perhatian di dalam pengkajian populasi. Pengaruh populasi dalam ekosistem tidak hanya bergantung pada jenis, namun juga pada jumlah individunya atau kerapatan populasinya (Odum 1994). Perhitungan secara aktual terhadap kerapatan seringkali sangat sulit untuk dilakukan, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Odum (1994) mengemukakan bahwa kerapatan populasi bisa dihitung dengan beberapa metode, yaitu (1) Perhitungan total (kadang-kadang mungkin untuk organisme besar, jelas

7 11 tampak atau berkelompok); (2) Pengambilan contoh secara kuadrat (perhitungan dan penimbangan organisme dalam petak contoh atau transek yang cukup besar ukuran dan jumlahnya; (3) Menandai dan menangkap kembali (sampel ditangkap, ditandai dan dilepaskan kembali; (4) Removal sampling (sejumlah organisme disingkirkan dari daerah itu; dan (5) Tanpa petak contoh (untuk organisme yang diam seperti pohon) Struktur Umur Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi, perbandingan tersebut dapat juga dibedakan menurut jenis kelaminnya. Struktur umur dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwaliar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelstarian satwaliar (Alikodra 2002). Kajian mengenai dinamika populasi sangat bergantung pada kemampuan untuk mengenali umur individu dalam populasi tersebut (Caughley 1977). Namun, menentukan umur satwaliar di lapangan adalah suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan sehingga perlu dilakukan suatu pendekatan yang lebih sederhana untuk pendugaan umur (Alikodra 2002). Penentuan struktur umur labi-labi didasarkan pada Panjang Lengkung Karapas (PLK), hal ini mengacu pada Alviola et al. (2003) bahwa panjang karapas pada kura-kura (penyu) merupakan indikator yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan dengan lebar karapas. Pembagian kelas umur mengacu pada Kusrini et al. (2007), dimana kelas umur labi-labi dibagi kedalam 4 (empat) kelas umur disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Struktur umur labi-labi berdasarkan hasil pengukuran PLK Kelas Umur PLK (cm) Struktur Umur I 5,9 Tukik II 6,0 19,9 Remaja III 20 24,9 Dewasa Muda IV 25 Dewasa

8 Nisbah kelamin Indriyanto (2010) menyatakan bahwa selain distribusi individu menurut kelas umur, ukuran populasi juga dipengaruhi oleh perbandingan jenis kelamin, yaitu perbandingan antara jantan dan betina dalam suatu populasi. Keseimbangan jumlah jantan dan betina menjadi sangat penting untuk menjamin keberlanjutan populasi tersebut. Ukuran populasi akan lebih bernilai jika diketahui proporsi jantan dan betina dalam populasi tersebut. Apabila dalam suatu populasi ukurannya besar namun perbandingan jantan dan betina tidak seimbang, maka kemungkinan terjadinya penurunan populasi akan lebih besar. Identifikasi jenis kelamin pada labi-labi baru dapat dilakukan terhadap labilabi dewasa dengan ukuran PLK lebih dari 25 cm (Oktaviani et al. 2008). Labilabi jantan memiliki ekor berbentuk memanjang sehingga ujungnya banyak terlihat diluar karapas, sebaliknya pada labi-labi betina bentuk ekor lebih pendek dan gempal sehingga tidak tampak di luar karapas (Jensen & Das 2008; Kusrini et al. 2009) 2.4 Habitat dan Penyebaran Bailey (1984) mengatakan bahwa habitat yang sesuai merupakan habitat yang mampu menyediakan semua kelengkapan habitat terdiri dari berbagai macam jenis termasuk makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lainnya yang diperlukan oleh spesies satwaliar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil. Suatu habitat merupakan hasil interaksi dari komponen fisik dan komponen biotik. Sedangkan komponen biotik terdiri atas vegetasi, mikrofauna, makrofauna dan manusia. Jika seluruh keperluan hidup satwaliar dapat terpenuhi di dalam suatu habitatnya, maka populasi satwaliar tersebut akan tumbuh dan berkembang sampai terjadi persaingan dengan populasi lainnya (Alikodra 2002). Habitat satwaliar menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang mendasar seperti pelindung (cover/shelter), pakan, air, tempat berkembangbiak. Cover memberikan perlindungan pada satwaliar dari cuaca yang ekstrim ataupun predator. Berdasarkan sumber pakannya, satwaliar dapat

9 13 diklasifikasikan sebagai herbivora, spermivora (pemakan biji), frugivora (pemakan buah), karnivora, omnivora, dan sebagainya Faktor Fisik Faktor fisik yang berperan dalam pertumbuhan populasi labi-labi (A. cartilaginea) antara lain : a. Suhu Alikodra (2002) menyatakan bahwa suhu merupakan faktor yang penting bagi kehidupan biosfer, karena pengaruhnya besar terhadap bentuk kehidupan. Reproduksi, pertumbuhan dan kematian suatu organisme dapat dipengaruhi oleh suhu. Secara umum, suhu berpengaruh terhadap perilaku satwaliar, ukuran tubuh ataupun bagian-bagiannya. Satwaliar yang hidup di dalam air mempunyai toleransi yang sempit terhadap suhu jika dibandingkan dengan satwaliar yang hidup di darat. Berarti suhu air pada wilayah aliran sungai yang dipengaruhi oleh aktivitas industri akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan perairan. Sesuai dengan arah aliran air, maka pengaruh kenaikan suhu air ini sangat nyata pada wilayah aliran di bagian bawahnya. Kairuman & Amri (2002) menyebutkan bahwa suhu merupakan faktor penting dalam kehidupan labi-labi karena dapat mempengaruhi metabolisme. Jika suhu air rendah, derajat metabolisme akan rendah, begitu pula sebaliknya. Derajat metabolisme tersebut sangat berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen dan akan sebanding dengan kenaikan suhu air. Perubahan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan terjadinya stres pada labi-labi. Alikodra (2002) menyatakan bahwa organisme yang mengalami stres akan menyebabkan terganggunya sistem reproduksi mereka. Air terdiri atas tiga lapis, yaitu lapisan atas yang disebut efilimnion, lapisan tengah (termoklin), lapisan bawah yang disebut hipolimnion. Suhu air pada lapisan efilimnion biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan hipolimnion. Hal ini disebabkan karena lapisan efilimnion langsung terkena sinar matahari. Sementara itu, lapisan termoklin biasanya akan mengalami penurunan suhu yang sangat cepat. Suhu yang paling sesuai untuk kehidupan labi-labi adalah C (Kairuman & Amri 2002).

10 14 b. Air Ketersediaan air pada suatu habitat secara langsung dipengaruhi oleh iklim lokal. Iklim tidak hanya menentukan kuantitas total air yang tersedia per tahun, tetapi juga keadaan hujan yang merata sepanjang tahun atau hanya dalam beberapa bulan saja. Satwaliar memerlukan air untuk beberapa proses yaitu pencernaan makanan dan metabolisme, mengangkat bahan-bahan sisa dan untuk pendinginan dalam proses evaporasi. Satwaliar memperoleh air dari berbagai sumber seperti air bebas yang tersedia di danau, kolam, sungai, bagian vegetasi yang mengandung air, embun dan air yang dihasilkan dari proses metabolisme lemak maupun karbohidrat di dalam tubuh (Alikodra 2002). c. Tipe substrat dasar perairan Tipe perairan yang sangat disukai A. cartilaginea adalah perairan tenang, dengan dasar perairan berlumpur (Rooij 1970; Nutaphand 1979; Ernst & Barbour, 1989). Kondisi seperti ini terdapat di daerah hilir sungai (Bayly & Williams 1981). Tipe perairan tersebut banyak terdapat di dataran rendah yang meliputi sungai, rawa, dan danau sungai mati (oxbow). Tipe dasar perairan yang berlumpur sangat disukai A. cartilaginea karena dapat menunjang kegiatan reproduksinya (tempat breeding ground) dan sebagai tempat bersembunyi (Ernst & Barbour 1989). d. Kecerahan Kecerahan merupakan suatu ukuran biasan cahaya dalam perairan, yang dapat disebabkan oleh partikel koloid dan tersuspensi. Partikel-partikel ini bisa berasal dari bahan organik dan bukan bahan organik, seperti lumpur atau sampah. Kecerahan tidak langsung membahayakan kebidupan labi-labi, tetapi dapat menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air (Kairuman & Amri 2002). e. Kecepatan arus Labi-labi termasuk ke dalam binatang air karena hidupnya berada di dalam dan tidak bisa jauh dari perairan. Pergerakan arus air dapat menentukan penyebaran kehidupan organisme perairan. Organisme yang hidup di sungai yang arusnya deras harus mampu menahan tubuhnya agar tetap stabil, atau jika tidak mampu mereka akan bergerak mengikuti pergerakan arus air. Perairan dengan

11 15 kecepatan permukaan antara 10 s/d 20 cm per detik memiliki dasar perairan berlumpur (Suwigno 1996) dan ini sesuai sebagai habitat labi-labi. f. Derajat keasaman (ph) Derajat keasaman atau yang lebih dikenal dengan sebutan ph (puissance of the Hidrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Ukuran nilai ph adalah 1-14 dan angka 7 merupakan ph netral atau normal. Derajat keasaman ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Pada siang hari, fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi karbondioksida dan akan menghasilkan oksigen di dalam air, sehingga menyebabkan ph air meningkat. Pada malam hari, biota air tadi mengkonsumsi oksigen dalam proses respirasi dan akan menghasilkan karbondioksida, sehingga ph air akan menurun. Nilai ph air yang ideal untuk budidaya labi-labi adalah 7-8 (Kairuman & Amri 2002) Faktor Biotik Secara biologis, labi-labi pada umumnya menyenangi perairan yang kaya akan hewan air seperti ikan, molusca, crustacea, dan lain-lain, serta permukaan airnya terdapat tumbuhan air seperti eceng gondok, salvinia, semanggi, teratai dan lainnya (Nutaphand 1979). Ketersediaan berbagai sumberdaya ini sebagai potensi jenis pakan bagi labi-labi. Jenis pakan labi-labi sangat bervariasi, Jensen dan Das (2005) menemukan bahwa di dalam usus besar labi-labi terdapat materi tumbuhan dan vertebrata, ini mengindikasikan bahwa labi-labi merupakan hewan omnivora. Elviana (2000) pernah melakukan penelitian karakteristik habitat labi-labi di perairan Jambi, datanya dapat di lihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik fisik dan kimia habitat labi-labi di perairan Jambi (Elviana 2000) No. Karakter Batang Pangian Batang Langsip Batang Bulian 1 Suhu air ( 0 C) Suhu udara ( 0 C) ph sungai 6,0-6,3 6,5-6,6 6,3-6,5 4 Lebar sungai (m) 7,0 6,5 7,5 5 Kedalaman (m) 1,0-2,0 1,5-2,5 1,5-2,6

12 16 Tabel 3 Lanjutan No. Karakter Batang Pangian Batang Langsip Batang Bulian 6 Kecepatan arus permukaan 15,4 11,6 11,1 (cm/det) 7 Debit air (m/det) 1,62 1,51 1,71 8 Kecerahan air (cm) Substrat dasar Berlumpur Berlumpur Berlumpur 10 Pinggir sungai Landai Landai Landai Penyebaran A. cartilaginea merupakan jenis yang menyebar luas di Asia Tenggara. Di Indonesia, jenis ini dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok. Penyebaran terkini diketahui terdapat di Sulawesi (Auliya 2007; Koch et al. 2008). Umum dijumpai di daerah yang tenang, berarus lambat, keruh dan mempunyai lapisan lumpur tebal (Iskandar 2000). Labi-labi banyak ditemukan di kolam yang berhubungan dengan sungai atau danau. Di Kalimantan Timur, labilabi juga ditemukan di sungai yang terpengaruh pasang surut air laut (Kusrini et al.2009). Pada beberapa tempat di Cirebon, dijumpai labi-labi di kolam alami dalam jumlah besar dan dianggap keramat. Nuitja et al. (1994) melaporkan bahwa habitat A. cartilaginea dan Dogania subplana sulit dibedakan secara detail. Namun demikian, A. cartilaginea lebih sering ditemukan di daerah hilir sungai sedangkan Dogania subplana lebih ke hulu sungai. Farajallah (1995) menyatakan bahwa A. cartilaginea tidak pernah ditemukan pada sungai yang pasirnya ditambang atau berdasar batu-batu kecil sampai tanggung Seleksi Habitat Seleksi didefinisikan sebagai proses dimana satwa secara nyata memilih suatu sumberdaya atau habitat (Johnson 1980). Hadirnya populasi atau individu tergantung pada kriteria biologi dan fisik serta kriteria ini untuk membangun habitat. Penggunaan habitat atau (habitat use) merupakan penggunaan dari salah satu komponen-komponen ini, sedangkan seleksi habitat (habitat selection) merupakan proses dimana satwa memilih komponen apa yang digunakan. Pemilihan komponen diatur dalam urutan hierarki dengan urutannya adalah

13 17 jangkauan geografis, daerah jelajah (home range) individu dalam jarak geografis, penggunaan komponen dalam home range dan representasi dari bagian komponen home range yang secara aktual digunakan oleh individu. Bailey (1984) menyatakan bahwa seleksi habitat merupakan spesialisasi bagi suatu spesies, memilih habitat tertentu berarti membatasi diri pada habitat tersebut dan akan mencapai adaptasi terutama kesesuaian dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia. Moris (1987) menyatakan bahwa pemilihan habitat merupakan suatu hal penting bagi satwaliar karena mereka dapat bergerak secara mudah dari satu habitat ke habitat lainnya untuk mendapatkan makanan, air, reproduksi atau menempati tempat baru yang menguntungkan. Faktor yang mendorong terjadinya pemilihan habitat berhubungan dengan laju predasi, toleransi fisiologis dan interaksi sosial. Adapun kondisi mikro habitat tidak menentukan terjadinya pemilihan habitat. Satwaliar tidak menggunakan seluruh kawasan hutan yang ada sebagai habitatnya tetapi hanya menempati beberapa bagian secara selektif. Beberapa spesies satwaliar menggunkaan habitat secara selektif dalam rangka meminimumkan interaksi negatif (misalnya: predasi dan kompetisi) dan memaksimumkan interaksi positif (misalnya: ketersediaan mangsa). Pemilihan habitat oleh satwaliar dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu ketersediaan pakan, menghindari pesaing, dan menghindari predasi (Moris 1987; Leksono 2007). McComb (2007) menjelaskan bahwa perilaku seleksi habitat juga telah memungkinkan setiap spesies memilih habitat dengan cara yang memungkinkan untuk mengurangi kompetisi memperoleh sumberdaya dengan spesies lain. Jadi, tekanan seleksi evolusioner pada setiap spesies, baik abiotik dan biotik telah menyebabkan spesies tersebut mengembangkan strategi yang berbeda untuk kelangsungan hidup yang berkaitan dengan seleksi habitat dan dinamika populasi. Beberapa spesies yang memiliki habitat generalis, dapat menggunakan sumberdaya makanan dan cover yang luas, spesies generalis cenderung mudah beradaptasi dan terdapat dalam berbagai macam kondisi lingkungan. Spesiesspesies yang lain memiliki habitat spesialis. Spesies spesialis beradaptasi bertahan hidup di hutan dengan memanfaatkan penggunaan sekumpulan sumberdaya yang sempit.

14 18 Leksono (2007) menjelaskan dua pendekatan untuk mempelajari seleksi habitat, pertama pendekatan proksimal yakni melihat pemilihan habitat sebagai mekanisme perilaku dan mempertanyakan dalam rangka fisiologi bagaimana hewan memilih habitatnya, kedua pendekatan ultimate atau pendekatan evolusi yakni melihat alasan adaptif untuk pemilihan habitat dan signifikansi evolusioner dari perilaku yang terlibat. 2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. SIG merupakan suatu sistem komputer yang memiliki empat kemampuan utama dalam menangani data, yakni : memasukan data (Input Data), mengeluarkan data / informasi, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data. Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi dan informasi atribut. Informasi lokasi atau informasi spasial. Contoh yang umum adalah informasi lintang dan bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi. Contoh lain dari informasi spasial yang bisa digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi misalnya adalah Kode Pos. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial. Suatu lokalitas bisa mempunyai beberapa atribut atau properti yang berkaitan dengannya, contohnya jenis bencana, kependudukan, pendapatan per tahun,dan lain-lain. Kumara (2006) menjelaskan keunggulan-keunggulan SIG sebagai sebuah perangkat yang sudah dioperasikan dengan kemampuan untuk mengumpulkan, menyimpan, memunculkan kembali, mentransformasi dan menampilkan data spasial dari dunia nyata untuk sebuah maksud dan tujuan tertentu, telah membuat SIG sebagai perangkat yang sangat berguna dalam analisis spasial dan telah diaplikasikan dalam berbagai kegiatan, tidak hanya sebagai pemetaan, namun juga pemanfaatannya dibidang pengelolaan sumberdaya alam maupun konservasi.

15 19 Sinclair et al. (2006) menyatakan bahwa SIG merupakan sarana yang menghubungkan informasi geografis yang kompleks dari struktur fisik, relief topografi, fitur biologis, dan elemen lanskap buatan manusia ke dalam database komputerisasi. Hal ini memungkinkan pengguna dengan cepat menyaring informasi spasial yang kompleks dalam konteks visual. Osborne et al. (2001) menggunakan SIG dan penginderaan jauh untuk membuat pemodelan penggunaan habitat pada skala lanskap. 2.6 Pemanenan dan Perdagangan Pemanenan Pemanenan berarti suatu kegiatan memanen hasil. Suatu hasil atau produk diperoleh setelah kita memelihara dengan baik, berarti ada unsur pengelolaan. Satwaliar harus dikelola dengan baik sehingga menghasilkan suatu kondisi populasi yang sehat dengan laju pertumbuhan yang maksimal (Alikodra 2010). Informasi dasar mengenai populasi dan biologi suatu spesies merupakan suatu hal yang penting untuk kegiatan pengelolaan spesies tersebut. Labi-labi adalah kura-kura air tawar Asia yang paling banyak dipanen dari alam untuk diperdagangkan guna kebutuhan konsumsi maupun untuk bahan pembuatan obat tradisional Cina. Kelimpahan spesies ini di perdagangan mengalami penurunan sebesar duapertiga dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, yang menggambarkan penurunan populasi alami di Indonesia, dan di beberapa negara lain pun populasi lokal telah mengalami penurunan (CITES 2004). Perdagangan yang terus menerus merupakan ancaman utama bagi kelestariannya, dan perdagangan dalam jumlah besar dapat terlihat di pasar-pasar domestik membuat kelompok penyu dan kura-kura dapat digunakan sebagai indikator yang cocok untuk mengevaluasi pengelolaan dan pengendalian pemanenan hidupan liar dan perdagangannya di Indonesia (Sheperd & Nijman 2007). Pemanenan labi-labi di alam untuk memenuhi permintaan pasar domestik dan luar negeri dilakukan tanpa memperhatikan aspek kelestarian populasinya. Hasil tangkapan dari berbagai ukuran berat diambil untuk dijual kepada para pengumpul, yang kemudian akan mensortir berdasarkan berat yang bernilai jual

16 20 tinggi yaitu antara 3 s.d. 15 kg, ukuran ideal untuk konsumsi. CITES Scientific Authority di Indonesia telah menghimbau untuk tidak melakukan pemanenan terhadap labi-labi dengan ukuran berat antara 5 s.d. 15 kg karena diduga merupakan ukuran bagi individu betina yang reproduktif Alur Perdagangan Indonesia merupakan eksportir terbesar untuk kelompok reptil dengan jumlah ekspor mencapai angka 62% dari total 14 juta individu, sementara negara pengimpornya berturut-turut adalah Singapura, Uni Eropa dan Jepang. Sheperd (2000 dalam Nijman 2010) melaporkan ekspor tahunan labi-labi dari Indonesia ke negara Cina mencapai angka 1 juta kilogram atau diperkirakan setara dengan ekor. Sheperd dan Nijman (2007) menyebutkan perdagangan kelompok penyu dan kura-kura dalam jumlah besar yang terlihat di pasar-pasar domestik dapat digunakan sebagai indikator yang cocok untuk mengevaluasi pengelolaan dan pengendalian pemanenan hidupan liar dan perdagangannya di Indonesia. Perdagangan kura-kura di Indonesia dan Indochina digambarkan oleh Traffic (2008) memiliki kesamaan alur maupun pelaku-pelakunya, tetapi di Indonesia berlangsung lebih dinamis. Dinamika ini ditunjukkan melalui hubungan antar-pelaku yang berlangsung lebih fleksibel, dimana para penangkap bisa langsung mengakses para eksportir tanpa melalui para pengumpul maupun pedagang, sementara di Indochina yang bisa berhubungan dengan para eksportir hanyalah para pedagang besar tingkat regional atau dengan kata lain hubungan antara para pelaku memiliki struktur dan alur yang jelas dan tertentu Harga Di negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Cina, Korea, dan Taiwan sudah sejak lama menjadikan labi-labi sebagai komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti halnya ikan dan udang. Tingginya permintaan daging labi-labi dikarenakan oleh terbukanya peluang ekspor ke negara-negara di Asia Timur tersebut. Hal ini berawal dari mulai kewalahannya para pembudidaya labi-labi di negara-negara tersebut untuk memenuhi permintaan

17 21 konsumen yang cenderung meningkat tajam dari waktu ke waktu. Kondisi ini mendongkrak harga jual labi-labi ke tingkat yang cukup tinggi.pada tahun 1999 lalu, harga jual labi-labi ukuran konsumsi di Indonesia yang diekspor ke Taiwan sekitar 12 dolar AS per ekor untuk labi-labi berumur 1 tahun. Pada awal tahun 2001, harga beli untuk ukuran yang sama di negara pengimpor sudah mencapai sekitar 20 dolar AS (Amri & Khairuman 2002). Beberapa hasil penelitian menyebutkan informasi mengenai harga labi-labi untuk pasar dalam negeri. Nijman et al. (2012) mengemukakan apabila harga labilabi diasumsikan sebesar USD 10,00 per kg maka nilai perdagangan labi-labi mencapai angka USD 10 juta per tahun untuk beberapa wilayah yang diobservasi. Harga labi-labi yang berlaku di pasar dalam negeri dibedakan oleh ukuran bobot tubuhnya. Harga labi-labi di Kalimantan Timur dibagi menjadi tiga kelas yaitu : kelas < 20 kg, kelas kg dan kelas > 30 kg berturut-turut Rp /kg, Rp /kg dan /kg (Kusrini et al. 2009), sementara Oktaviani dan Samedi (2008) menuliskan bahwa harga labi-labi di Sumatera Selatan juga dibedakan berdasarkan klasifikasi ukuran dan terbagi menjadi 8 kelas dengan harga tertinggi untuk labi-labi berukuran 3,1 9,9 kg yaitu Rp Rp

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi 2.1.1 Taksonomi Menurut Ernst dan Barbour (1989), klasifikasi labi-labi (Amyda cartilaginea) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptillia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem - sistem terestorial dan lentik. Jadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Parameter Demografi Populasi Panenan Tingkat pemancing dan pengumpul di Kabupaten Sambas Pemanenan labi-labi di Kalimantan Barat dilakukan dengan menggunakan pancing

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN KETAPANG

III. METODE PENELITIAN KETAPANG III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dua lokasi tangkapan labi-labi (Amyda cartilaginea) yaitu di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang untuk tingkat pemancing

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Burung Pantai Menurut Mackinnon et al. (2000) dan Sukmantoro et al. (2007) klasifikasi burung pantai adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Fillum : Chordata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR Oleh: Dr. Endang Widyastuti, M.S. Fakultas Biologi Unsoed PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bulu Babi Bulu babi merupakan organisme dari divisi Echinodermata yang bersifat omnivora yang memangsa makroalga dan beberapa jenis koloni karang (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk

Lebih terperinci

TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN

TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN Dengan mempelajari materi urutan tingkat organisasi kehidupan dan pengertiannya, maka kita akan semakin mengerti manfaat biologi yang kita pelajari sebelumnya. Kita juga akan

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci