BAB III KETERKAITAN SUMBER DAYA GENETIK DENGAN PATEN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KETERKAITAN SUMBER DAYA GENETIK DENGAN PATEN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL"

Transkripsi

1 BAB III KETERKAITAN SUMBER DAYA GENETIK DENGAN PATEN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Paten Paten merupakan perlindungan hukum untuk karya intelektual di bidang teknologi. Karya intelektual tersebut dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan produk dan proses. Menurut Pasal 1 ayat (1) UU N0 13 Tahun 2016 Tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensiadalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatanpemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Inventor:adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yangsecara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.

2 Pemegang Paten: adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yangmenerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten. Paten Sederhana: adalah invensi yang memiliki nilai kegunaan lebihpraktis daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible). Adapun invensi yang sifatnya tidak kasat mata (intangible), seperti metode atau proses, penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by process tidak dapat diberikan perlindungan sebagai Paten Sederhana. Namun demikian, sifat baru dalam Paten Sederhana sama dengan Paten biasa yaitu bersifat universal. Dalam ruang lingkup Paten, Invensi yang dapat diberi Paten Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, invensi yang dapat dimintakan perlindungan Paten adalah invensi yang: 1. Baru (novelty); Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya (prior art atau the state of art). Pengungkapan bisa berupa uraian lisan, melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut. 2. Mengandung langkah inventif (inventive step);

3 Yaitu invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan. 3. Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable). Yaitu invensi dapat diterapkan dalam industri sesuai dengan uraian dalam permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik. Sedangkan Invensi yang tidak dapat di-paten-kan sebagai pengecualian, ada invensi-invensi yang tidak dapat dipatenkan, yakni : 1. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan 2. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan 3. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika 4. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik 5. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis. B. Paten Sebagai Bentuk Dari Hak Kekayaan Intelektual Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra,

4 gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. 21 Kekayaan atau aset berupa karya-karya yang dihasilkan dari pemikiran atau kecerdasan manusia mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan manusia sehingga dapat dianggap juga sebagai aset komersial. Karya-karya yang dilahirkan atau dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia baik melalui curahan tenaga, pikiran dan daya cipta, rasa serta karsanya sudah sewajarnya diamankan dengan menumbuhkembangkan sistem perlindungan hukum atas diakses pada tanggal 11 Maret

5 kekayaan tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI merupakan cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman. Paten adalah perlindungan HKI bagi karya intelektual yang bersifat teknologi, atau dikenal juga dengan istilah invensidan mengandung pemecahan/solusi teknis terhadap masalah yang terdapat pada teknologi yang telah ada sebelumnya. Dalam Pasal 7 TRIPS ( tread related aspect of intellectual property right ) tujuan dari perlindungan dan penegakan HKI adalah mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. TRIPS Agreement sebagai suatu bagian dari Uruguay Round 1994 menetapkan standar minimum untuk dipatuhi oleh negara-negara anggotanya dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kekayaan intelektual, di mana standar-standar ini kemudian juga berlaku untuk pengetahuan tradisional. Negaranegara yang meratifikasi TRIPS diharapkan menetapkan sistem perlindungan kekayaan intelektual yang menyeluruh yang meliputi paten, hak cipta, tanda-tanda geografis, rancangan industri, merk dagang, dan rahasia dagang.

6 Berdasarkan TRIPS Agreement, adalah tidak mungkin untuk melindungi pengetahuan tradisional di bawah hukum paten yang ada saat ini. Beberapa perlindungan terbatas atas pengetahuan tradisional kemungkinan akan dapat diberikan dengan menggunakan sistem hak cipta, rahasia dagang dan indikasi geografis. Meski demikian, Persetujuan TRIPS memiliki keterbatasannya sendiri dalam melindungi pengetahuan tradisional sebagai kekayaan intelektual dari masyarakat tradisional dan lokal. Masalahnya adalah karena kekakuan yang terbentuk dalam ukuran-ukuran ini dan sifat asli dari pengetahuan tradisional. Negara berkembang harus segera menggunakan Pasal 27.3(b) untuk mendorong langkah-langkah bukan paten melalui sistem sui generis. Pasal 27.3(b) dari TRIPS Agreement menyatakan bahwa: members may also exclude from patentability... plants and animals other than microorganisms, and essentially biological processes for the production of plants or animals other than non-biological and microbiological processes. However, Members shall provide for the protection of plant varieties either by patents or by an effective sui generis system or by a combination thereof. The provisions of this subparagraph shall be reviewed four years after the entry into force of the WTO Agreement. TRIPS Agreement telah menciptakan kesempatan baru untuk mengembangkan rezim alternatif dari hak atas kekayaan intelektual, yang secara etis, sosial dan lingkungan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan dari masyarakat tradisional di negara-negara berkembang. Hal ini merupakan suatu kesempatan

7 yang harus segera dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang dengan cara membuat dan mendorong langkah-langkah perlindungan non-paten. Indonesia sendiri telah meratifikasi TRIPS Agreement melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO. Paten merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang paling erat kaitannya dengan pemanfaatan SDG. Ketentuan dalam sistem paten yang terkait dengan pemanfaatan SDG adalah: 1. Paten diberikan untuk setiap invensi, baik produk maupun proses, dalam semua bidang teknologi sepanjanginvensi tersebut baru, mempunyai langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri {TRIPs Pasal 27(1) dan Undang-undang Paten no. 14, 2001)}. 2. Bahwa Mikroorganisme baik yang telahada di alam atau hasil rekayasa genetika merupakan subject matter yang patentable (lihat TRIPs Pasal 27(3). Kedua Pasal di atas menjadi penting dalam kaitannya dengan pemanfaatan SDG karena: a. Perjanjian TRIPS memungkinkan diberikannya paten untuk material genetika (dan produk-produk turunan-nya) dan juga varietas tanaman tertentu (dengan sistem sui generis). Perjanjian TRIPs tidak mengatur bagaimana hak paten atau varietas tanaman diperoleh, apakah konsisten atau tidak dengan hak negara (sovereignty) asal dari sumber daya genetik tersebut ada ketidak

8 seimbangan antara negara berkembang sebagai pemilik sumber daya genetik dan negara maju dengan kemampuan teknologinya. b. Perjanjian TRIPS tidak mempunyai pembatasan bagi paten yang dihasilkan dari pengetahuan tradisional yang berarti bertentangan dengan Pasal 8(j) dari CBD. c. Perjanjian TRIPS menyediakan per-lindungan material genetika (dan produk-produk turunannya) melalui paten, tanpa memastikan bahwa keten-tuan dari CBD, yang meliputi prior informed consent dan benefit sharing dipertimbangkan. Bentuk perlindungan Paten adalah pemberian hak eksklusif bagi Pemegang Paten untuk: a. Dalam hal Paten produk: - membuat; - menggunakan; - menjual; - mengimpor; - menyewakan; - menyerahkan; atau - menyediakan untuk dijual; atau - disewakan; atau - diserahkan b. Dalam hal Paten proses:

9 menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Saat ini, kondisi Indonesia dan negara berkembang lain secara umum adalah: a. Kaya akan SDG, b. Relatif rendah akan kemampuan teknologi, c. Relatif rendah akan sumber daya finansial, d. Banyak invensi yang dipatenkan oleh perusahaan dari negara maju dengan menggunakan sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional dari negaraberkembang. Peraturan Perundang-undangan mengenai HKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun Beberapa nama seperti Caxton, Galileo dan Guttenberg merupakan penemu-penemu yang tercatat sebagai penemu dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Pada tahun 1500-an hukum-hukumtentang paten tersebut mulai diadopsi oleh Kerajaan Inggris yang kemudian lahir hukum mengenai paten yang pertama di Inggris, yaitu Statute of Monopolies (1623). Selanjutnya di Amerika Serikat, undang-undang paten baru muncul pada tahun Secara internasional, peraturan di bidang HKI pertama kali terjadi pada tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang, dan desain. Pada tahun 1886 terdapat perjanjian Berne Convention untuk masalah hak cipta (copyright). Kedua konvensi tersebut antara lain membahas

10 tentang standarisasi, tukar-menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak kekayaan intelektual. Hasil dari kedua konvensi tersebut adalah dibentuknya biro administratif yang bernama The United International Bureau for The Protection of Inttellectual Property yang kemudian dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO merupakan organisasi internasional di bawah lembaga Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) yang khusus menangani masalah HKI. Peraturan lainnya yang terkait dengan HKI secara internasional adalah hasil dari perundingan di Uruguay yang disebut sebagai Putaran Uruguay (Uruguay Round). Putaran Uruguay yang berlangsung pada tahun membahas tentang tarif dan perdagangan dunia atau General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang kemudian membentuk organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organisation (WTO). Selain pembentukan WTO, kesepakatan lain yang didapat dalam Putaran Uruguay adalah persetujuan tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan perdagangan dan hak kekayaan intelektual atau Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi persetujuan WTO tersebut melalui UU No. 7 Tahun Peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia, secara historis telah ada sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu

11 itu masih bernama Netherlands East Indies telah menjadi anggota Paris Convention For the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sejak tahun Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942, semua peraturan perundangundangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. C. Pemanfaatan Ekonomi Sumber Daya Genetik dan Kaitannya Dengan Paten Paten merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang paling erat kaitannya dengan pemanfaatan SDG. Ketentuan dalam sistem paten yang terkait dengan pemanfaatan SDG. Perkembangan ilmu bioteknologi telah mendorong pengembangan potensi ekonomi, pemanfaatan dan komersialisasi SDG. Dalam hal ini, Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, yang biasanya merupakan negara-negara beriklim tropis dengan kekayaan sumber daya genetik yang melimpah, seharusnya ada dalam posisi yang kuat untuk memperoleh keuntungan dalam pemanfaatan sumber daya genetik. Berbagai bentuk komersialisasi dapat dilakukan dalam memanfaatkan HKI. Bentuk-bentuk komersialisasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mengembangkan Sendiri Pada bentuk komersialisasi ini, pemilik HKI dapat mengembangkan usaha berbasiskan HKI miliknya. Bentuk komersialisasi ini merupakan bentuk komersialisasi yang memiliki resiko dan pengembalian ekonomis yang paling

12 tinggi. Pada bentuk komersialisasi ini, semua resiko ditanggung oleh pemilik HKI dengan catatan bahwa pemilik HKI memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya ini. 2. Akuisisi Membeli/mengakuisisi suatu perusahaan lebih tidak beresiko dibandingkan dengan mengembangkan usaha baru karena investasi pengembangan awal sudah selesai dan infrastruktur produksi sudah tersedia. Dengan bentuk komersialisasi ini, pemegang HKI dapat meningkatkan daya saingnya untuk penetrasi pasar dengan lebih cepat karena memperpendek time to market dengan tetap mempertahankan kendali total (Megantz, 1996). Tantangan pada bentuk komersialisasi adalah potensi-potensi friksi atau konflik karena perbedaan budaya atau manajemen antara pemilik HKI dan perusahaan yang mengakuisisinya. 3. Joint Venture Ketika dua perusahaan memiliki kesamaan visi atau saling mengisi satu sama lain (satu perusahaan menutup asset komplementer dari perusahaan yang lain), maka sebuah perusahaan joint venture dapat dibentuk. Dalam joint venture ini, dua atau lebih perusahaan menyetujui untuk berbagi modal, teknologi, sumberdaya manusia, resiko dan imbalan dalam pembentukan unit usaha baru di bawah pengawasan bersama (Megantz, 1996). Bentuk komersialisasi ini sangat strategis apabila bias ditemukan partner yang memiliki asset komplementer (kapasitas, sumberdaya, dan lain-lain).

13 4. Lisensi Lisensi berarti izin yang diberikan oleh pemilik HKI kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu HKI dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Hak untuk memakai HKI ini umumnya ditukar dengan suatu biaya lisensi atau royalti dalam berbagai bentuknya, seperti persentase dari laba bersih pemegang lisensi, persentase dari penjualan kotor dari pemegang lisensi atau biaya yang telah ditentukan. Bentuk komersialisasi ini merupakan bentuk yang paling umum digunakan dalam komersialisasi HKI. Lisensi sendiri terdapat dua bentuk yaitu lisensi eksklusif dan noneksklusif. Pada lisensi eksklusif, pemilik HKI biasanya memutuskan untuk tidak memberikan HKI tersebut kepada pihak lain dalam daerah tersebut untuk jangka waktu lisensi, kecuali kepada pemegang lisensi eksklusifnya. Sedangkan pada lisensi non eksklusif, pemilik HKI dapat memberikan lisensi HKI-nya kepada pihak lainnya dan juga menambah jumlah pemakai lisensi dalam daerah yang sama. 5. Aliansi Strategis Jika dua perusahan memiliki tujuan yang sama dan saling menguntungkan, sebuah aliansi dapat dibentuk yang memungkinkan terjadinya pembagian keuntungan. Melalui sebuah aliansi, perusahaan dapat menggunakan keahlian masing-masing untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari sebuah pasar atau satu perusahaan setuju untuk memasarkan dan menjual produk yang dihasilkan

14 oleh perusahaan yang lain. Dalam bentuk komersialisasi ini, satu perusahaan dapat mencapai tujuan dengan tetap mempertahankan fleksibilitasnya untuk beradaptasi dengan cepat misalnya dengan penggantian partner. Aliansi dapat horisontal atau vertikal. Sebagai contoh pada aliansi yang vertikal, partner menangani market dan pemilik HKI mengembangkan produknya. 6. Penjualan Pemilik HKI dapat melakukan penjualan atas HKI-nya dengan pertimbangan-pertimbangan strategis tertentu. Bentuk komersialisasi ini merupakan yang paling tidak beresiko bagi pemilik HKI tetapi memberikan resiko yang tertinggi bagi pembelinya. Namun demikian kenyataannya memang jauh dari yang diharapkan. Biopiracy menjadi hal yang sering terjadi yang menimpa negara-negara berkembang dengan kekayaan sumber daya genetik yang melimpah. Negara maju dengan kemampuan teknologinya cenderung telah mengambil keuntungan yang tidak adil dari sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional dari negaranegara berkembang. Pemanfaatan ekonomi dari SDG dengan menggunakan bioteknologi, khususnya di bidang Farmasi dan Bioteknologi tidak dapat dipungkiri berkembang dengan dukungan sistem HKI, khususnya paten dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Dari data yang ada di kantor- kantor paten di dunia termasuk di Indonesia, maka akan tampak adanya pergeseran permohonan paten bidang farmasi dari invensi bidang kimia menjadi bidang bioteknologi.

15 Potensi ekonomi dari pemanfaatan dan komersialisasi SDG biasanya melibatkan pengetahuan tradisional dan mendorong terjadinya biopiracy dimana pengambilan keuntungan yang tidak adil dari SDG dan pengetahuan tradisional terkait saat ini dilakukan setidaknya dengan dua cara berikut: 1. Pencurian, penyalahgunaan, atau free-riding sumber daya genetika dan/atau pengetahuan tradisional melalui sistem paten. 2. Pengambilan, pengumpulan tanpa izin untuk tujuan komersial dari sumber daya genetika dan/atau pengetahuan tradisional. Adapun tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HKI secara umum meliput i: a. Memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan dengan inventor, pencipta, desainer, pemilik, pemakai, perantara yang menggunakannya, wilayah kerja pemanfaatannya dan yang menerima akibat pemanfaatan HKI untuk jangka waktu tertentu; b. Memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau upaya menciptakan suatu karya intelektual; c. Mempromosikan publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk dokumen HKI yang terbuka bagi masyarakat; d. Merangsang terciptanya upaya alih informasi melalui kekayaan intelektual serta alih teknologi melalui paten; e. Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena adanya jaminan dari negara bahwa pelaksanaan karya intelektual hanya diberikan kepada yang berhak.

16 Begitu pula dengan rezim hak atas kekayaan intelektual, transfer sumber daya genetik, pemanfaatan spesimen jenis seperti pertukaran, peragaan, perdagangan, spesimen dilindungi yang pada saat didapatkan/dimiliki belum dilindungi, instrumen ekonomi dalam pemenfaatan sumber daya geneti, dan kerja sama pemanfaatan sumber daya genetik, sampai saat ini masih belum lengkap pengaturannya. Hal ini berdampak pada timbulnya potensi kerugian atas keragaman sumber daya genetik di Indonesia. Dari uraian di atas kita dapat melihat bahwa sebenarnya apabila SDG dimanfaatkan dengan semestinya bersama-sama dengan sistem HKI dan dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa sendiri hal ini merupakan sinergi yang saling mendukung dalam memperoleh manfaat dari potensi SDG.

17 BAB IV PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK BERDASARKAN UU NO. 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN A. Perlindungan Ikan Spesifik Sebagai Salah Satu Sumber Daya Genetik Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten Besarnya potensi sumber daya genetik ikan dan harapan yang tersimpan diikuti dengan kenyataan yang ada bahwa pada potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Kekayaan sumberdaya genetik yang ada belum mampu bersaing baik di tingkat global maupun nasional. Sampai saat ini, secara umum budidaya perikanan didominasi oleh komoditas ikan-ikan impor baik untuk ikan hias maupun konsumsi. Dari jenis ikan konsumsi yang sudah memasyarakat, sebagian besar merupakan ikan introduksi seperti ikan mas, nila, patin Bangkok, lele dumbo, bawal air tawar, udang vanamei dan stylostris. Menurut UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, pemerintah melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumber daya ikan beserta lingkungannya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. UU ini selanjutnya dirubah dan dilengkapi dengan UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam UU ini pengelolaan perikanan dalam wilayah engelolaan perikanan Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan serta untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan

18 harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatika peran serta masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, ikan merupakan satwa yang berada dalam kawasan hutan konservasi yang perlakuannya tunduk pada rezim Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang dilaksanakan oleh otoritas yang menyelenggarakan urusan di bidang kehutanan. Perlakuan tersebut terkait dengan kewenangan konservasi dan pemanfaatan. Namun, di sisi lain dalam rezim undang-undang tentang perikanan, ikan dimanapun lokasi beradanya merupakan kewenangan dari otoritas yang menyelenggarakan urusan di bidang kelautan dan perikanan. Sebagai contoh dalam Pasal 7 huruf p Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 diatur bahwa dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri Keluatan dan Perikanan menetapkan rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya. Dalam Penjelasan Pasal 7 huruf p Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dinyatakan bahwa: Ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam melaksanakan rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan dan lingkungannya, antara lain, dengan penanaman atau reboisasi hutan bakau, pemasangan terumbu karang buatan, pembuatan tempat berlindung atau berkembang biak ikan, peningkatan kesuburan perairan dengan jalan pemupukan atau penambahan jenis makanan, pembuatan saluran ruaya ikan, atau pengerukan dasar perairan.

19 Patut disadari bahwa untuk waktu yang lama riset dan pengembangan lebih terfokus pada bidang budidaya. Di bidang perbenihan, Indonesia masih tertinggal oleh karenanya perlu dipacu melalui: 1) teknologi untuk pengembangan produk diharapkan mampu menciptakan produk-produk unggul yang karakteristiknya lebih disukai masyarakat konsumen, 2) kebijakan pengembangan komoditas termasuk teknologinya harus beralih dari komoditas tertentu yang sudah lama dikembangkan (kurang dari 10 jenis), 3) potensi banyak sumber lainnya harus mendapat perhatian yang lebih besar dan dipercepat pengembangannya. Melihat keanekaragaman hayati ikan air tawar, di Wilayah Barat Indonesia tercatat mencapai 1000 spesies. Angka tersebut melebihi jumlah spesies Asia Tenggara di Daratan Asia yang tercatat sebesar 900 spesies. Namun demikian, saat ini baru 40 spesies komoditas ikan telah dikembangkan sebagai sumber daya genetik untuk kegiatan budidaya dalam rangka menunjang diversifikasi usaha budidaya. Tiga puluh dua diantaranya adalah ikan asli Indonesia. Dengan komposisi 22 jenis ikan air tawar (patin jambal, patin tikus, jelawat, betutu, belida, baung, tambakang, betok, gurame, semah, tawes, lampam, arowana, kelabau, nilem, lele, bilih, benangin, gabus, bandeng, belanak) dan 10 ikan laut (kakap putih, kakap merah, kakap, kerapu bebek, kerapu macan, kerapu kertang, kerapu lumpur, kerapu batik, kerapu sunu, baronang). Tingginya kekayaan hayati dan ekploitasi yang telah dilakukan sejak lama

20 sangat kontradiktif dengan pengetahuan tentang sifat- sifat biologis ikan-ikan tersebut yang masih jauh dari sempurna dan terbatas pada daftar nama saja. Informasi dasar biologis sumber daya genetik sangat penting untuk mengoptimalkan budidaya sumber daya genetik yang dimanfaatkan. Selanjutnya dokumentasi informasi tersebut merupakan bahan dasar pemuliaan untuk menghasilkan jenis-jenis ikan unggul yang spesifik lokasi/ geografi/kondisi lahan, dapat dibudidayakan secara intensif pada lahan terbatas, mampu menampilkan pertumbuhan yang baik pada kondisi lingkungan perairan yang kurang mendukung dan dapat diterima konsumenserta memiliki keunggulan dari aspek ekonomi. Mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas secara geografis dan dilimpahi oleh sumber daya genetik yang tinggi, keunggulan ini seyogianya dapat dijadikan aset pembangunan. Daerah yang luas dengan keunggulan dan potensi spesifik seharusnya diisi oleh sumber daya genetik yang sesuai dengan potensi lahan yang mendukung dan budaya lokal. Hanya lahan yang cocok dengan sumber daya genetik yang dapat memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, besar sekali peranan sumber daya genetik sebagai bahan baku pemuliaan untuk menghasilkan bibit-bibit/varietas unggul melalui program seleksi, hibridisasi dan DNA rekombinan bagi keberhasilan pemuliaan dan pembangunan nasional. Langkah- langkah di atas dapat meningkatkan keanekaragaman bahan pangan perikanan yang tersedia bagi konsumen dan mencegah membanjirnya keaneka ragaman ikan introduksi/impor. Potensi dan keanekaragaman ikan asli yang memiliki prospek menjanjikan

21 untuk dibudidayakan sangatlah besar, namun demikian pencapaian hasil-hasil riset yang telah dilaksanakan khususnya yang berhubungan dengan pemuliaan ikan masih sangat sedikit. Padahal kita sering dihadapkan pada masalah kegagalan panen dikarenakan adanya masalah mutu benih yang kurang baik, tumbuh lambat, dan rentan terhadap penyakit (SUGAMA, 2006). Contoh masalah budidaya yang sedang kita hadapi saat ini adalah adanya penurunan mutu benih pada budidaya ikan mas, udang windu, dan kerapu serta terjangkitnya penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada budidaya udang windu Koi Herpes Virus (KHV) pada budidaya ikan mas dan Virus Nerve Necroses (VNN) atau iridovirus pada budidaya kerapu. Masalah tersebut hingga kini belum dapat ditanggulangi secara tuntas. Hasil riset yang telah dicapai hubungannya dengan penyakit di atas hanya baru sebatas menjawab, bahwa ikan mati terserang penyakit virus tersebut di atas. Jawaban tersebut diyakinkan setelah adanya pengembangan teknik deteksi virus dengan Polimerase Chain Reaction (PCR). Riset dengan sasaran memperbaiki pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit menjadi tantangan ke depan. Sementara ini hasil riset ikan budidaya yang sudah diperbaiki mutu genetiknya, sehingga mempunyai pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan populasi aslinya adalah ikan mas Rajadanu, udang galah G-Macro, Lele Sangkuriang, Patin Pasupati, Nila Cijeruk. Dalam krisis ekonomi yang masih berlangsung saat ini, sektor perikanan sangat diharapkan berperanan besar sebagai salah satu sumber devisa negara untuk menggerakkan perekonomian nasional. Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan yang dapat menunjang harapan tersebut di atas Meskipun

22 sektor budidaya perikanan kontribusinya relatif kecil dari total produksi ikan, namun dampak sosial yang diberikan cukup besar dalam menggerakkan ekonomi masyarakat pedesaaan. Selain itu sektor budidaya mempunyai kelebihan dalam aspek padat karya dan kerakyatan dibandingkan dengan sektor tangkapan yang kebanyakan dimiliki oleh pengusaha besar. Nampaknya peningkatan budidaya perikanan di masa depan menjadi sebuah tantangan dan target bersama. Berdasarkan statistik perikanan kontribusi terbesar berasal dari perikanan tangkap. Melihat bahwa dalam kurun waktu luas areal pembudidayaan bertambah dari Ha menjadi Ha, lahan pembudidayaan tersebut terdiri dari lahan laut, tambak, kolam, dan sawah. Sedangkan keramba/jaring apung berjumlah unit pada tahun 2000 menjadi unit pada tahun 2003 (DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA,2005). Secara umum produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan sebesar 10% per tahun yakni dari ton pada tahun 2000 menjadi ton pada tahun Untuk Propinsi Jawa Barat, wilayah ini memiliki keunggulan pada sektor budidaya ikan dibandingkan dengan propinsi lainnya dilihat dari jumlah rumah tangga perikanan budidaya, jumlah petani, luas usaha budidaya, produksi, dan nilainya berdasarkan STATISTIK PERIKANAN (2004). Potensi ini harus dapat dimanfaatkan secara optimal, pengembangan- nya tidak berorientasi semata-mata pada peningkatan produksi, tetapi kepada pening- katan produktivitas dan nilai tambah. Oleh karena itu efisiensi usaha merupakan faktor yang sangat penting dengan melakukan pemilihan sumber daya genetik/jenis ikan yang tepat. Selain

23 itu, dukungan yang mengarah pada penerapan teknologi (nutrisi, lingkungan dan patologi) yang lebih maju, perluasan areal dan pengadaan benih yang memadai dalam jumlah maupun mutunya (pemuliaan) sangat dibutuhkan. Khusus daerah-daerah tertentu, ikan-ikan yang menjadi maskot/ikon daerah perlu mendapat perhatian untuk pengembangannya seperti ikan Batak di Sumatera Utara, Belida di Sumatera Selatan, Nilem/Tawes/Kancra di Jawa Barat, Tambra di Kalimantan, Sidat di Sulawesi, Cherax di Papua dan sebagainya. Bekerjasama dengan pemerintah daerah akan lebih banyak lagi penciptaan maskot-maskot ikan di daerah yang berkaitan dengan tradisi masyrakat lokal untuk kepentingan produksi ikan budidaya dan pelestarian ikan-ikan favorit tersebut dari kepunahan. Perairan tropis di sekitar wilayah Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati (biodiversity) di dunia. Banyak sungai dan danau merupakan habitat asli ikan Indonesia (endemic species). Sebagaimana dimaklumi sumberdaya genetik telah lama dimanfaatkan secara terus-menerus dan bahkan meningkat ekploitasinya untuk perdagangan. Pada tingkat global, kurang lebih tiga perempat dari spesies yang belum diketahui hilang dari beberapa pulau yang terisolasi (WCMC, 1992) yang sebagian besar merupakan jenis moluska dan burung dari Wilayah Asia Pasifik. Untuk vertebrata, sebesar 1469 spesies dalam kondisi terancam punah (UNEP, 2002). Di kawasan Asia, banyak negara perekonomiannya masih sebagian besar tergantung pada sumberdaya genetik. Dewasa ini telah muncul kesadaran dari banyak lembaga konservasi terhadap kegiatan yang sedang berlangsung seperti

24 penggundulan hutan, pembendungan waduk, ekplorasi laut sebagai kegiatan yang tidak berkelanjutan. Namun demikian sering dihadapi bahwa ekploitasi sumberdaya alam dan konservasi sering berbenturan kepentingan. Meskipun telah tersedia hukum untuk mengefektipkan konservasi keanekaragaman hayati namun pelaksanaan dan pengawasannya menunjukkan banyak masalah khususnya yang berkaitan dengan perdagangan gelap satwa liar/langka dan keberadaan perusahaan kayu bahkan di lokasi kawasan lindung. Dalam beberapa pekan terakhir, terlalu sering kita membaca dan mendengar banyaknya bencana yang timbul akibat ulah dan keserakahan manusia berupa banjir dan tanah longsor. Tentu saja bencanabencana ini akan sangat mempengaruhi keberadaan spesies-spesies ikan yang kita miliki akibat rusaknya habitat, spawning dan nursery ground yang sangat menentukan keberlangsungan hidup. Mengingat betapa pentingnya peranan sumberdaya genetik, sudah seharusnya dilakukan penegakan hukum secara meyeluruh dan keterpaduan dalam pengelolaan aset yang kita miliki. Dewasa ini berkembang suatu pandangan bahwa kriteria utama untuk melakukan konservasi (pelestarian) adalah perbedaan phylogenetic (pohon keturunan) (STIASSNY, 1994; VRIJENHOEK, 1998). Dari sisi taksonomi, perbedaan yang jauh dari suatu biota memberikan kontribusi yang besar terhadap keseluruhan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu perbedaan phylogenetic sudah sepatutnya memperoleh prioritas yang lebih tinggi untuk keperluan konservasi (BOWEN, 1999). Usulan pendekatan konservasi ini memiliki banyak kemiripan dengan pendekatan yang memberikan prioritas lebih tinggi kepada area yang memiliki banyak endemik spesies.

25 Perbedaan antara pendekatan ekologi dengan sistematik adalah bahwa pada konser- vasi dari suatu ekosistem tidak tergantung pada keberadaan spesies yang terancam punah atau jenis endemik, melainkan untuk mencegah hilangnya keanekaragaman hayati dari pengrusakan habitat. Oleh karena itu spesies- spesies yang memainkan peranan penting dalam proses ekologi akan mendapatkan prioritas yang lebih tinggi untuk dikonservasi. Dua pendekatan di atas dapat dijadikan acuan kemana program konservasi yang akan kita jalankan untuk melindungi kekayaan hayati yang kita miliki. Upaya-upaya pelestarian plasma nutfah yang telah dilakukan adalah: 1. penetapan dan pembiakan ikan yang populasinya terbatas. Kegiatan ini dilakukan oleh lembaga riset, perguruan tinggi, dan pengusaha/petani maju; 2. penetapan wilayah konservasi oleh institusi terkait baik berupa kawasan suaka alam terpadu maupun suaka perikanan di perairan tertentu; 3) pengaturan lalu lintas plasma nutfah berupa introduksi spesies asing atau dan transplantasi suatu spesies ke wilayah lain; 4) penebaran ulang (restocking) berbasis masyarakat yang bertujuan untuk meningkat- kan pendapatan masyarakat nelayan dan pelestarian stock ikan dalam suatu perairan umum; 5) pembentukan wadah koleksi, dapat berupa taman rekreasi ataupun wisata seperti gelanggang samudra dan taman akuarium ikan air tawar; 6) pengembangan jaringan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya plasma nutfah, diantaranya Indonesian Network on Fish Genetics Research and Development (INFIGRAD).

26 Kekayaan sumberdaya genetik ikan merupakan suatu anugerah bagi Indonesia. Seyogianya aset tersebut memberikan manfaat ekonomi untuk mewujudkan ketahanan nasional apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Dengan mempertimbangkan kekayaan sumberdaya genetik perikanan yang belum dimanfaatkan secara optimal maka perlu dilakukan pembenahan agar supaya peranan sumber daya genetik ikan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dapat lebih ditingkatkan. Selain sebagai sumber pangan, sumber daya genetik ikan juga sangat berperanan besar dalam kehidupan sosio-ekonomi masyarakat Indonesia. Hendaknya dalam pemanfaatan sumber daya genetik, kearifan tradisional merupakan pertimbangan yang perlu dimasukkan. Di masa mendatang, penerapan pengelolaan dan kebijakan secara terpadu yang mengatur pemanfaatan plasma nutfah yang berorientasi pada pelestarian yang berkelanjutan sangat perlu diberdayakan dan mempunyai kekuatan hukum yang tegas. B. Faktor Penghambat Dalam Perlindungan Sumber Daya Genetik Yang Akan Dipatenkan Sumber daya genetik sebagai sesuatu yang ada di alam tidak seharusnya diberi perlindungan paten tapi perlu dilindungi dari penjarahan. Sumber daya genetik dapat dipatenkan asalkan memenuhi persyaratan standart berupa: novelty (kebaruan), non obvious (bersifat inventif) and useful (kebergunaan). Namun kenyataanya, banyak faktor yang menjadi penghambat dalam perlindungan

27 sumber daya genetik yang akan dipatenkan. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang menjadi penghambat, yaitu : 1. Kurangnya penyampaian informasi dan pemahaman mengenai paten yang dilakukan melalui sosialisasi. Kurangnya sosialisasi yang membuat masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap sumber daya genetik yang seharusnya dapat dipatenkan. 2. Kurangnya menginventarisir kekayaan sumber daya alam lokal. Kekayaan sumber daya lokal yang melimpah namun kurangnya perhatian untuk menginventarisirnya dan mematenkannya. 3. Kurangnya keahlian memanfaatkan sumber daya alam genetika. 4. Kurangnya ketersediaan perlindungan bagi pengetahuan masyarakat atas sumber daya alam. 5. Sulitnya dalam pengurusan perizinan paten. 6. Banyak invensi yang dipatenkan oleh perusahaan dari negara maju dengan menggunakan sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional dari Negara berkembang. 7. Sistem paten tidak menjamin PriorInformed Consent (PIC) dan Benefit Sharing. 8. Tidak adanya suatu penghormatan atas kedaulatan (sovereignty) suatu negara dimana SDG berasal. 9. mikroorganisme dinilai bukan merupakan suatu invensi, sehingga seharusnya merupakan subject matter yang tidak dapat dipatenkan.

28 C. Penyelesaian Faktor Penghambat Untuk Mematenkan Sumber Daya Genetik Banyak faktor yang menjadi penghambat dalam perlindungan sumber daya genetik yang akan dipatenkan, seperti yang telah disebutkan diatas. Berikut ini penyelesaian yang menjadi faktor penghambat untuk mematenkan sumber daya genetik, yaitu : 1. Melakukan perencanaan dan melakukan kerja sama dengan melibatkan partisipasi seluruh elemen bangsa baik peneliti, akademisi, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan juga masyarakat yang bersangkutan yang memiliki pengetahuan/penelitian untuk bisa dinikmati juga oleh generasi yang mendatang. 2. Melakukan sosialisasi mengenai Paten. 3. Mempermudah perizinan Hak Paten. 4. Menginventarisir kekayaan sumber daya alam lokal. 5. Menjamin PriorInformed Consent (PIC) dan Benefit Sharing. 6. Mengamandemen UU No 13 Tahun 2016 dan menciptakan UU khusus yang mengatur tentang sumber daya genetik.

29 BAB V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa : 1. Sumber Daya Genetik (SDG) yang diartikan sebagai material genetik seperti bahan dari tumbuhan, binatang, jasad renik atau jasad laij yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat (hereditas) yang mempunnyai nilai nyata atau potensial. Di Indonesia dasar hukum mengenai Sumber Daya Genetik (SDG) ini tidak diatur secara khusus namun terdapat beberapa peraturan terkait Sumber Daya Genetik yaitu seperti Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, TAP MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun , TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan Undang-undang No. 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA), PP Penggnti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

30 2. Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertenakan dan Kesehatan Hewan dan Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 3. Paten sebagai bentuk perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) erat kaitannya dengan pemanfaat Sumber Daya Genetik (SDG). Paten diberikan untuk setiap invensi, baik produk maupun proses dalam semua bidang teknologi sepanjang invensi tersebut baru dan mempunyai langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. 4. Perlindungan Sumber Daya Genetik (SDG) dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2016 sebenarnya tidak diatur secara khusus karena sumber daya genetic sebagai sesuatu yang ada di alam tidak seharusnya diberi perlindungan paten tetapi perlu diberi dilindungi dari penjarahan pihak asing. Sumber Daya Genetik (SDG) dapat dipatenkan dengan memenuhi beberapa syarat, akan tetapi terdapat beberapa penghambat seperti, kurangnya sosialisasi mengenai informasi dan pemahaman mengenai paten, kurang menginventarisir kekayaan sumber daya alam lokal, kurangnya keahlian memanfaatkan sumber daya alam genetika, kurangnya ketersediaan perlindungan bagi pengetahuan masyarakat atas sumber daya alam, sulitnya dalam pengurusan perizinan paten, banyaknya invensi yang dipatenkan oleh perusahaan dari negara maju dengan menggunakan SDG dan pengetahuan tradisonal dari negara berkembang, sistem paten tidak menjamin Prior Informed Consent (PIC) dan Benefit Sharing, tidak adanya suatu penghormatan atas kedaulatan (sovereignty) suatu negara

31 dimana SDG berasal dan mikrooganisme dinilai bukan merupakan suatu invensi sehingga seharusnya merupakan subject matter yang tidak dapat dipatenkan. B. Saran 1. Kedepannya agar komponen yang diperlukan dalam perlindunga Sumber Daya Genetik (SDG) ini seperti peraturan hukum yang secara khusus mengenai Sumber Daya Genetik (SDG) dapat dibuat atau diakan agar tujuan Sumber Daya Gentik (SDG) untuk memakmurkan rakyat tercapai dan berjalan dengan baik. 2. Kedepannya agar Sumber Daya Genetik (SDG) dapat dimanfaatkan dengan semestinya bersama-sama dengan sistem Hak Kekayaan Interlektual (HKI) dan dapat dimanfaat untuk kepentingan bangsa sendiri karena merupakan sinergi yang saling mendukung dalam memperoleh manfaat dari potensi SDG. 3. Kedepannya agar Sumber Daya Genetik (SDG) dapat dipatenkan dan memenuhi syarat untuk dipatenkan yaitu dengan melakukaan sosialisasi mengenai paten, mempermudah proses perzinan Hak Paten, menginventarisir kekayaan sumber daya alam lokal, menjamin Prior Informed Consent (PIC) dan Benefit Sharing, melakukan perencanaan dan melakukan kerja sama dengan melibatkan seluruh elemen bangsa serta membuat undang-undang khusus yang mengatur sumber daya genetik.

KAJIAN TEKNIS DAN SOSIO-EKONOMIS PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN

KAJIAN TEKNIS DAN SOSIO-EKONOMIS PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN KAJIAN TEKNIS DAN SOSIO-EKONOMIS PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN RUDHY GUSTIANO Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1 Bogor 16154 email: rgustiano@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK SPESIES LIAR DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN ATAS PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO Subjek dan Objek Hukum Arti & Peranan Hak Kekayaan Intelektual Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Paten 1. Pengertian Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU Paten, yang dimaksud dengan Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta PATEN Sejarah dan pengertian hak paten, objek dan subjek hak paten, sistem pendaftaran, pengalihan hak paten, jangka waktu dan ruang lingkup hak paten, pemeriksaan permintaan paten, lisensi dan pembatalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked MUHAMMADIYAH MALANG Apa Kekayaan Intelektual (KI)? ADALAH: kreasi dari pikiran yang muncul dari kemampuan intelektual manusia, berupa

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law) TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Intelectual Property Rights Law) Hak Kekayaan Intelektual : Jenis Jenis dan Pengaturannya O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : C Dosen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada umumnya, sumber daya alam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah terjemahan resmi dari Intellectual Property Rights

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) PENGERTIAN HAKI: Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual"

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijuluki sebagai negara agraris yang mengandalkan perekonomian sektor pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. dijuluki sebagai negara agraris yang mengandalkan perekonomian sektor pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan limpahan sumber daya alam sehingga dijuluki sebagai negara agraris yang mengandalkan perekonomian sektor pertanian. Oleh

Lebih terperinci

SOFYAN ARIEF SH MKn

SOFYAN ARIEF SH MKn Kekayaan Intelektual SOFYAN ARIEF SH MKn sofyanariefumm@gmail.com 085736025201 PROSES LAHIRNYA KARYA INTELEKTUAL Olah pikir manusia Lahir karena kemampuan Intelektual Manusia Manusia Menghasilkan suatu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan Kekayaan Intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN Oleh DR (IPB) H. BOMER PASARIBU, SH,SE,MS.* SOSIALISASI UU NO 4 TH 2006 Tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai

Lebih terperinci

PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA)

PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA) PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA) DEPARTEMEN PERTANIAN Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008 PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL (PPM) ATAU

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Perlindungan Varietas Tanaman. Dasar Hukum. Perbandingan dg Negara Lain

Perlindungan Varietas Tanaman. Dasar Hukum. Perbandingan dg Negara Lain Perlindungan Varietas Tanaman Tim Dosen HKI Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 SEJARAH PVT Dimulai dari adanya Mendel s Genetic Law 1900. sejak saat itu negara-negara seperti Perancis, Inggris, Italia

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI PERGURUAN TINGGI

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI PERGURUAN TINGGI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI PERGURUAN TINGGI Dr. Ir. Krisnani Setyowati Efridani Lubis, SH, MH Elisa Anggraeni, STP, MSc M. Hendra Wibowo, STP Kantor HKI-IPB Kantor Hak Kekayaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN I. UMUM Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumberdaya hayati yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perdagangan global seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kualitas

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1919, 2014 LIPI. Perjanjian. Pengalihan. Material. Pedoman PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH

Lebih terperinci

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke: ETIKA PERIKLANAN Modul ke: Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi Periklanan (Marcomm) www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Antara HaKI, Islam dan Teknologi Informasi. Konsep, Sejarah dan Ragam HaKI. Profile. Konsep HaKI. HaKI? Apa itu Hak?

Antara HaKI, Islam dan Teknologi Informasi. Konsep, Sejarah dan Ragam HaKI. Profile. Konsep HaKI. HaKI? Apa itu Hak? Antara HaKI, Islam dan Teknologi Informasi Romi Satria Wahono romi@romisatriawahono.net http://romisatriawahono.net YM: romi_sw Profile SMA Taruna Nusantara, Magelang (1993) Department of Computer Sciences,

Lebih terperinci

SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia SEJARAH HKI DI INDONESIA Sejarah Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia Tim Dosen Hak Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Brawijaya A. Sebelum Penjajahan Belanda Tidak ada Hk HKI, karena tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan seni, budaya, suku, bangsa, dan agama. Keanekaragaman akan memberikan suatu identitas

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual

Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual Modul 1 Pengertian dan Sejarah Hak Kekayaan Intelektual H PENDAHULUAN Surahno, S.H, M Hum. ak Kekayaan Intelektual sebagai hak yang mengakomodasi semua hasil olang pikir manusia akan menjadi faktor penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI JANUARI RIFAI januari@raharja.info Abstrak Apa itu HAKI? Hak Atas Kekayaan Intelektual atau HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi

BAB I PENDAHULUAN. Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku sebagaimana pepatah menyatakan adalah jendela dunia. Setiap isi buku berisikan pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan lainnya yang akan menambah wawasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

Tanya Jawab Tentang Paten

Tanya Jawab Tentang Paten Tanya Jawab Tentang Paten Apakah paten itu? Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I

PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I PENGANTAR KOMPUTER & SOFTWARE I Etika Dalam Pemanfaatan Teknologi II Tim Pengajar KU1102 - Institut Teknologi Sumatera Outline 1. Hak Kekayaan Intelektual - Definisi - Jenis-jenis hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus

BAB I PENDAHULUAN. para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, di mana persaingan bisnis berlangsung sengit, para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus berupaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

MAKALAH ETIKA PROFESI HAKI (HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL)

MAKALAH ETIKA PROFESI HAKI (HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL) MAKALAH ETIKA PROFESI HAKI (HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL) Oleh : Ika Restuningtyas 2110121012 Ni Putu Nanda A 2110121015 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA TEKNIK INFORMATIKA 1.1 Pengertian Hak Kekayaan

Lebih terperinci

Dr. Tb. Maulana Kusuma Web: Gunadarma University

Dr. Tb. Maulana Kusuma   Web:  Gunadarma University Dr. Tb. Maulana Kusuma Email: mkusuma@staff.gunadarma.ac.id Web: http://mkusuma.staff.gunadarma.ac.id Gunadarma University Ruang Lingkup HKI Hak atas Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai suatu perlindungan

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hak-hak penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hak-hak penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu-isu di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hak-hak penduduk asli telah menjadi sumber perdebatan dalam beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan untuk memecahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Buah-buahan Lokal Buah-buahan lokal merupakan buah yang varietas tanamannya asli dari Indonesia dan ditanam oleh petani Indonesia terlepas dari nama dan varietasnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAKI

TINJAUAN TENTANG HAKI TINJAUAN TENTANG HAKI Mata Kuliah : Legal Aspek dalam Produk TIK Henny Medyawati, Universitas Gunadarma Materi dikutip dari beberapa sumber Subjek dan objek hukum Subjek Hukum adalah : Segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32 BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32 A. PENDAHULUAN Hasil penelitian yang baik adalah yang memberikan dampak dan manfaat, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

1.1. Latar Belakang dan Tujuan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DIBIDANG PENANGKAPAN IKAN UNTUK PERAIRAN UMUM DARATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU No.29 Tahun 2000) DR. Ir. Sugiono Moelyopawiro, MSc.

Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU No.29 Tahun 2000) DR. Ir. Sugiono Moelyopawiro, MSc. KATA PENGANTAR Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : G1-11.PR.09.03 Tahun 2006 Tertanggal 16 Januari 2006 dibentuklah Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci