ISBN t a hun IAI. Seminar Nasional Farmasi Universitas Sumatera Utara 2012: Peran Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISBN t a hun IAI. Seminar Nasional Farmasi Universitas Sumatera Utara 2012: Peran Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan"

Transkripsi

1 ISBN t a hun ISBN

2 PERPUSTAKAAN NASIONAL: KATALOG DALAM TERBITAN Peranan Farmasi Dalam Pembangunan Kesehatan-Seminar Proceeding editor, M. Pandapotan Nst, dkk. Medan : Fakultas Farmasi USU, 2012 ISBN Termasuk bibliografi 1. Peranan Farmasi I. Kesehatan Hak Cipta dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin dari penerbit Cetakan pertama, September 2012 M. Pandapotan Nst. PERANAN FARMASI DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN: SEMINAR PROCEEDING Hak penerbitan pada Fakultas Farmasi USU. Editor dan Penerbit tidak bertanggung jawab atas substansi tulisan. Penyunting Desain cover : Lia Laila : Sumardi ISBN

3 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KETUA PANITIA... 3 KATA SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS FARMASI USU... 4 KATA SAMBUTAN REKTOR... 6 KATA PENGANTAR EDITOR... 9 DAFTAR ISI KUMPULAN MAKALAH LENGKAP KATEGORI BIOLOGI FARMASI KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SERTA KANDUNGAN ASIATIKOSIDA DAN UJI FITOKIMIA ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI Pemisahan Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Etlasetat dengan KKt Preparatif UJI POTENSI ANTITUBERKULOSIS EKSTRAK ETANOL UJI SITOTOKSIK FRAKSI EKSTRAK ETANOL KUDA LAUT AKTIVITAS SITOTOKSIK BEBERAPA ISOLAT SKRINING FITOKIMIA DAN UJI KEMAMPUAN SEBAGAI TANGGAP PERTUMBUHAN KEDELAI PADA ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI AGAR POTENSI EKSTRAK ETILASETAT DAN EKSTRAK ETANOL UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI POTENSI ANTIBAKTERI AIR REBUSAN SERBUK, EKSTRAK PRODUKSI BIOMASSA SECARA IN VITRO PADA ISOLASI DAN KARAKTERISASI NATRIUM ALGINAT DARI UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL KUMPULAN MAKALAH LENGKAP KATEGORI FARMAKOLOGI FARMASI EFEK JUS WORTEL (Daucus carota L.) UNTUK MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA MARMUT (Cavia cobaya) EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG TANJUNG (Mimusopsi cortex) TERHADAP SEL T47D PEMAKAIAN NSAIDS PADA SEBUAH APOTEK DI MEDAN, INDONESIA: MASALAH TERAPI OBAT ISBN

4 PENGETAHUAN HIPERTENSI PADA MAHASIWA FARMASI YANG MENGIKUTI PHARMACY UPDATE MASALAH TERKAIT PENGGUNAAN OBAT (MTPO) DITINJAU DARI SEGI INTERAKSI OBAT: SEBUAH STUDI KASUS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 (DM TIPE 2) DENGAN PENYULIT HIPERTENSI PROFIL KINERJA PRAKTIK FARMASI KOMUNITAS/APOTEK EFEK EKSTRAK RIMPANG TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORRHIZA ROXB.) TERHADAP PENURUNAN KONTRAKSI OTOT POLOS ILEUM TIKUS (RATTUS NOVERGICUS) JANTAN TERISOLASI SECARA IN VITRO SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIFITAS SALEP EKSTRAK ETANOL DAUN JARAK TINTIR(Jatropha multifida L. )SEBAGAI OBAT LUKA BUATAN YANG DIINFEKSI PADA KULIT MARMUT JANTAN (Cavia cobaya) EFEK PENYEMBUHAN LUKA PADA MARMUT DARI MEMBRAN ALGINAT- KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT KITOSAN UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP SEL T47D PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU MANGGA UJI EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH EFEK EKSTRAK ETANOL MAJAKANI (Quercus infectoria G. Olivier) TERHADAP RESPON IMUN SELULER MENCIT... xxx UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA (Vernonia amygdalina Del.) TERHADAP TIKUS JANTAN GALUR WISTAR... v UJI EFEK EKSTRAK ETANOL BIJI JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN... 6 UJI ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL MAJAKANI PUTIH (Quercus infectoria G. Olivier) DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL PADA TIKUS...iv PENGUJIAN EFEK ANTIDIARE... 7 UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN EFEK PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT ( MSG ) TERHADAP TERBENTUKNYA MIKRONUKLEUS PADA SEL DARAH MERAH MENCIT UJI AKTIVITAS ANTIMIELOSUPRESI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Valeton & v.zijp.) PADA MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI DENGAN SIKLOFOSFAMIDA... 2 KUMPULAN MAKALAH LENGKAP KATEGORI KIMIA FARMASI... 9 PENURUNAN RESIDU PESTISIDA PADA TOMAT DENGAN METODE PENCUCIAN AKRILAMID DALAM MINYAK GORENG BEKAS PENETAPAN KADAR PROTEIN DAN NON PROTEIN NITROGEN (NPN) PADA ULAT KIDU (RHYNCHOPHORUS FERRUGINEUS) DAN ISBN

5 PEMANFAATAN HEMISELULOSA TONGKOL JAGUNG SEBAGAI ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN IDENTIFIKASI POSISI ASAM LAURAT DALAM MINYAK KELAPA MURNI...iv PENETAPAN KADAR CEFADROXIL DALAM SEDIAAN KAPSUL DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI... 1 PENGARUH INTERESTERIFIKASI LEMAK SAPI... 3 PENETAPAN KADAR MERKURI, KROMIUM DAN TEMBAGA PADA KERANG DI PERAIRAN BELAWAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS KANDUNGAN MINERAL KALIUM, NATRIUM, DAN MANGAN PADA CACING TANAH Peryonix sp SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR BAHAN PEMANIS, PENGAWET, DAN KAFEIN DALAM PRODUK MINUMAN RINGAN BERKARBONASI DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SIFAT ANTIBAKTERI DARI HASIL HIDROLISIS MINYAK KELAPA MURNI TERHADAP BAKTERI PATOGEN DAN PROBIOTIK PENETAPAN KADAR SEFADROKSIL DALAM SEDIAAN KAPSUL IDENTIFIKASI ASAM LEMAK PALMITAT PADA... 1 KAJIAN HARA TANAH (ph, C-organik, N dan P) PADA LAHAN KEBUN KELAPA SAWIT PT. PANGKATAN INDONESIA YANG DIAPLIKASIKAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT... 5 PENGEMBANGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SPEKTROMETRI MASSA UNTUK PENETAPAN KADAR RIFAMPISIN, ISONIAZID DALAM SEDIAAN TABLET... 2 PENENTUAN GOLONGAN SENYAWA KIMIA YANG MEMBERIKAN EFEK ANTIDIABETES DARI EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)... 2 PENENTUAN KADAR VITAMIN C PADA KERIPIK KENTANG TERHADAP LAMA PENYIMPANAN DAN KONDISI KEMASAN DENGAN METODE TITRASI IODOMETRI KUMPULAN MAKALAH LENGKAP BIDANG TEKNOLOGI FARMASI... 1 PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb) SEBAGAI PEWARNA RAMBUT DALAM SEDIAAN KRIM... 2 FORMULASI BENTUK SEDIAAN SACHET NATA DE COCO YANG... 2 PRAPERLAKUAN VITAMIN C TERHADAP BIOAVAILABILITAS KLOMIPRAMIN PENGGUNAAN SERBUK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima Gaertn) DALAM FORMULA PEWARNA RAMBUT UJI AKTIVITAS DAN DAN DAYA PELEMBAB... 6 PENGGUNAAN ZAT WARNA KAYU SECANG... 1 ISBN

6 FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN... 5 FORMULASI ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT) METOKLOPRAMIDA HCL METODE FREEZE DRYING...iv FORMULASI ORALY DISINTEGRATING TABLET (ODT) METOKLOPRAMIDA HCL MENGGUNAKAN KROSPOVIDON DAN AC-DI-SOL DENGAN METODE CETAK LANGSUNG... 4 PENGGUNAAN HASIL MODIFIKASI FISIKA PENGARUH KONSENTRASI PATI DAN PH TERHADAP PEMANFAATAN PATI JAGUNG HASIL ISOLASI OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET HANCUR DI MULUT METOKLOPRAMID DENGAN EKSIPIEN SARI TAPE PADAT, CORN STARCH DAN AVICEL PENGARUH PENAMBAHAN ASAM TARTRAT TERHADAP PENINGKATAN NILAI SPF (SUN PROTECTING FACTOR) SEDIAAN TABIR SURYA KOMBINASI OKSIBENZON DAN OKTILMETOKSISINAMAT ISBN

7 B16 PRODUKSI BIOMASSA SECARA IN VITRO PADA PEGAGAN (Centella asiatica) Noverita Sprinse Vinolina Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja XII Medan ABSTRAK Penggunaan tumbuhan sebagai obat, berkaitan dengan kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut terutama zat bioaktif. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif dalam tumbuhan secara umum tumbuhan itu tidak dapat digunakan sebagai obat. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam pegagan merupakan senyawa metabolik sekunder centellosida dan lain-lain. Media terbaik untuk induksi kalus dari daun adalah: [MS + IAA (2 mg/l) + Kn (0,2 mg/l); MS + IBA (0,1 mg/l) + BA (2 mg/l) dan MS + NAA (2 mg/l) + BA (2 mg/l)]. Ketiga media digunakan untuk menginduksi kalus-kalus dari eksplan tangkai daun tetapi bahan ini terbukti kurang efektif untuk induksi eksplan dari daun. Pada media [MS + IAA (2 mg/l) + Kn (0,2 mg/l)], induksi kalus baik tetapi pertumbuhannya sedikit. Pada media [MS + IBA (0,1 mg/l) + BA (2 mg/l)] dan [MS + NAA (2 mg/l) + BA (2 mg/l)] diamati pembentukan kalus yang subur. Pada media dengan NAA, IAA dan IBA akan dihasilkan kalus-kalus yang keras dan kompak, yang tidak diinginkan. Sebaliknya, media yang mengandung 2,4-D (1 mg/l) dengan kombinasi Kn (0,1 mg/l) akan dihasilkan kalus-kalus yang remah, tapi pertumbuhan yang signifikan tidak diinduksi, dan ketika digunakan Kn 1 mg/l tidak ada induksi kalus. Centellosida yang terbanyak dalam kultur kalus adalah madekakosida dan asiatikosida. Jika pada media digabungkan NAA dan BA maka kandungan dari kedua centellosida ini sama. Kandungan dalam kalus kira-kira sepuluh kali lebih rendah daripada tanaman in vitro, kandungannya berkisar antara 1,3-2,5 mg/g berat kering setelah elisitasi. Kandungan asiatikosida pada tanaman in vitro dilaporkan sekitar 50% lebih rendah daripada tanaman yang tumbuh di lapangan. Kata kunci: Produksi biomassa, in vitro, centellosida, pegagan PENDAHULUAN Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Tiongkok, Jepang dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang biasa dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan. Pegagan (Centella asiaticai (L) Urban) telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramuan (jamu). Di Australia telah dibuat obat dengan nama Gotu Kola yang bermanfaat sebagai anti pikun dan juga sebagai anti stress. Di Indonesia pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk penyembuhan penyakit HIV melalui peningkatan ketahanan tubuh pasien. Secara empirik, pegagan bermanfaat sebagai ISBN

8 penyembuh luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, disentri, demam dan penambah selera makan. Di Cina, pegagan bermanfaat untuk memperlancar sirkulasi darah, bahkan dianggap lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginkgo biloba atau ginseng yang berasal dari Korea. Senyawa bioaktif Centella asiatica adalah triterpenoid saponin dan sapogenin dengan kerangka ursane yaitu asiatikosida dan madekasosida yang sangat menarik, demikian juga asam madecassic dan asam asiatik. Asiatikosida dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan berguna dalam pengobatan kusta dan TBC, sementara madekasosida memiliki sifat antiinflamatory dan secara signifikan mampu meningkatkan sekresi kolagen III. Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haermostatika), meningkatkan syaraf memori, anti bakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi, hipotensis, insektisida, antialergi dan stimulan. Saponin yang ada menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan (menghambat terjadinya keloid). Karena sifatnya sebagai obat, minat pada tanaman ini telah meningkat beberapa tahun belakangan dan termasuk dalam studi literatur yang menggambarkan produksi triterpenoid saponin pada berbagai bagian tanaman pada berbagai tanaman dan juga dalam kultur suspensi. Dengan demikian pegagan merupakan tumbuhan yang sangat bermanfaat untuk kehidupan. Bertitik tolak dari ini maka penulis tertarik dan ingin mengetahui produksi biomassa secara in vitro pada pegagan. Penelitian Kultur Teknis Dan Efek Farmakologis Pegagan Penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan bahan pemuliaan yang akan dimanfaatkan untuk pembentukan varietas unggul, perlu dilakukan karakterisasi dan evaluasi pada kondisi Iingkungan yang sesuai, dengan teknik budidaya yang mampu mendukung munculnya nomor nomor aksesi dengan potensi genetik yang optimal. 1. Studi Keragaman Pegagan (Centella asiatica L. (Urban.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Agronomi Melalui Percobaan Lapang Hasil penelitian Studi Keragaman Pegagan (Centella asiatica L (Urban.) Berdasarkan Karakter Morfologi dan Agronomi Melalui Percobaan Lapang menunjukkan bahwa jenis aksesi nyata mempengaruhi semua peubah pertumbuhan. Artinya aksesi yang ada mempunyai Keragaman pertumbuhan yang berbeda. Dari hasil analisa diperoleh bahwa 8 aksesi memiliki kadar asiatikosida di atas rata-rata, yaitu aksesi Bengkulu, Malaysia, Ciwidey, Smukren, Boyolali, Karanganyar, Cilember, dan ISBN

9 Smugrim (0,72; 0,80; 0,77; 0,67; 0,91; 0,68; 0,77 dan 0,81 %). 2. Studi Keragaman Pegagan (Centella asiatica L. (Urban.) Melalui Pendekatan Molekuler Hasil penelitian Studi Keragaman Pegagan (Centella asiatica L. (Urban.) melalui Pendekatan Molekuler menunjukkan bahwa isolasi DNA untuk pegagan telah berhasil yang ditunjukkan dari hasil elektroforesis. Untuk mendapatkan DNA yang berkualitas sebaiknya ekstraksi diambil dari sampel daun muda, dan waktu pengambilannya sebelum matahari terbit. Dari 22 primer (10-mer) yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA bulk terdapat tujuh primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi, yaitu: OPE-15, OPE-19, OPE-20, OPH-05,OPH- 19, OPM-l2 dan OPM-24.Dari 18 aksesi pegagan yang dianalisis berdasarkan penanda RAPD pada tingkat kesamaan 0,73 terdapat 6 kelompok, yaitu (1) Cibodas, Cianjur, Sumedang, Cicurug, Bali, Karanganyar, Smugrim; (2) Cilember, (3) Malaysia; (4) Majalengka, Smukren, Boyalali; (5) Banjaran, Bengkulu, Majalengka, Ungaran, Ciwidey; (6) Manoko. 3. Tanggap Tanaman Pegagan (Centella asiatica L (Urban.) dari Berbagai Ketinggian, Naungan dan Aksesi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Triterpenoid dan Asiatikosida Sedangkan pada penelitian Tanggap Tanaman Pegagan (Centella asiatica L (Urban.) dari Berbagai Ketinggian, Naungan dan Aksesi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Triterpenoid dan Asiatikosida telah diperoleh 5 aksesi dengan kandungan asiatikosida tinggi (Boyolali, Smugrim, Malaysia, Ciwidey, dan Cilember). 4. Tanggap Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. (Urban.) dari Berbagai Ketinggian Tempat dan Pemupukan P, dan Waktu Panen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Triterpenoid dan Asiatikosida. Penelitian ini menunjukkan bahwa di dataran tinggi pada umur 2 bulan di tanah Andosol, pemupukan P terhadap pertumbuhan tanaman pegagan hanya nyata mempengaruhi panjang tangkai bunga induk. Pemberian pupuk P menurunkan panjang tangkai bunga induk. Pemupukan P nyata mempengaruhi warna daun. Pemberian pupuk P semakin meningkatkan nilai warna daun Pemupukan P nyata mempengaruhi tangkai daun, sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatikosida. Pemberian pupuk P semakin meningkatkan bobot tangkai daun, sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatikosida. Bobot panen ISBN

10 tertinggi diperoleh pada perlakuan 72 kg P205/ha, tetapi kandungan asiatikosida tertinggi diperoleh pada perlakuan 36 kg P205/ha. Sedangkan di dataran rendah pada umur 2 bulan di tanah Latosol, pemupukan P terhadap pertumbuhan tanaman pegagan hanya nyata mempengaruhi jumlah daun per tanaman, panjang tangkai daun, panjang sulur, dan panjang tangkai bunga induk. Pemberian pupuk P menurunkan jumlah daun, panjang sulur, dan panjang tangkai bunga induk, tetapi meningkatkan panjang tangkai daun. Pemupukan P tidak nyata mempengaruhi warna daun. Pemupukan P nyata memengaruhi sulur daun, bobot panen, dan kandungan asiatiksia tetapi tidak nyata mempengaruhi bobot daun dan tangkai daun. Pemberian pupuk P semakin meningkatkan bobot sulur daun. Bobot panen tertinggi diperoleh pada perlakuan 108 kg P205/ha, tetapi kandungan asiatikosida tertinggi diperoleh pada 36 kg P205/ha. Di dataran tinggi produksi tanaman pegagan lebih rendah, tetapi kandungan asiatikosida lebih tinggi dibandingkan dataran rendah (Ghulamahdi, M., Sandra Arifin Aziz dan Nurliani Bermawie, 2007). Triterpen Saponin pada Pegagan Penggunaan tumbuhan sebagai obat, berkaitan dengan kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut terutama zat bioaktif. Tanpa adanya suatu senyawa bioaktif dalam tumbuhan secara umum tumbuhan itu tidak dapat digunakan sebagai obat. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan biasanya merupakan senyawa metabolik sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dan lain-lain. Senyawa Terpen Senyawa terpen, pada awalnya merupakan suatu golongan senyawa yang hanya terdiri dari atom C dan H, dengan perbandingan 5 : 8 dengan rumus empiris C5H8 (unit isoprena), yang bergabung secara head to tail (kepala ekor). Oleh sebab itu senyawa terpen lazim disebut isoprenoid. Terpen dapat mengandung dua, tiga atau lebih suatu isoprena. Molekul-molekulnya dapat berupa rantai terbuka atau siklik. Mereka dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil atau gugus fungsional lain. Struktur mirip yang mengandung unsur-unsur lain disamping C dan H disebut terpenoid. Dewasa ini baik terpen maupun terpenoid dikelompokkan sebagai senyawa terpenoid (isoprenoid). Biosintesis terpen adalah kondensasi ester secara enzimatik dari porsil-porsil asetil dari asetilkoenzime A. Zat antara dalam pembentukan terpen adalah pirofosfat (difosfat) dari asam mevalonat dan sepasang isopenteril alkohol. Saponin merupakan senyawa glikosida ISBN

11 kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon). Saponin ini terdiri dari dua kelompok : saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin banyak digunakan dalam kehidupan manusia, salah satunya banyak terdapat dalam letak yang dapat digunakan untuk bahan pencuci kain (batik) dan sebagai shampo. Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metoda ekstraksi. Hasil penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan tumbuhan pegagan (Centella asiatica) mengandung alkaloid, flavonoid, senyawa terpen dan steroid. Struktur terpenoid yang bermacam ragam itu timbul sebagai akibat dari reaksireaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-, farnesil -- dan geranil-geranil pirofosfat. Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen. Biosintesis Centellosida adalah senyawa triterpenoid yang dibiosintesis melalui yang jalur mevalonate dalam sitoplasma, (lihat Gambar 1). Biosintesisnya dapat dibagi dalam tiga tahap: 1. Sintesis prekursor universal dari semua terpenoid, isopentenyl difosfat (IPP). 2. Sintesis pertama triterpene, squalene. 3. Sintesis Centellosida. Keterangan: SQS = squalene synthase, CYS = cycloartenol synthase, βas = β-amyrin synthase Gambar 1. Biosintesis triterpen saponin (Mangas et al., 2008) ISBN

12 Pada Gambar 2 dapat dilihat struktur kimia dari triterpen pentasiklik, R 1 = H (asiatikosida) atau OH (untuk madekasosida), R 2 = glucose-glukose-rhamnose (Aziz et al., 2007). Gambar 2. Hubungan antara sterol dan triterpen saponin pada Centella asiatica Baru-baru ini, Kim et al. (dalam Mangas, et. al, 2009) telah mengkloning beberapa gen yangterlibat dalam jalur biosintesis dari triterpenoid saponin dalam C. asiatica, -amyrin sintase (CabAs), seperti cycloartenol sintase (CaCYS), squalene sintase (CaSQS) dan farnesyl difosfat sintase. Dalam konteks ini, data kuantitatif ekspresi gen ini dapat memberikan wawasan keaktifan dan ketidak aktifan gen serta pengaturan gengen dalam jalur biosintetik C. asiatica. Para penulis ini menunjukkan bahwa tingkat perkembangan mrna CabAS pada daun mencapai puncaknya di usia 2-3 minggu dan menurun setelah 4 minggu. Akan tetapi, meskipun terjadi penurunan tingkat mrna CabAS, kandungan asiatikosida daun meningkat dari waktu ke waktu. Untuk menjelaskan hal ini hubungan terbalik antara tingkat mrna CabAS dan kandungan saponin dalam jaringan, telah diusulkan bahwa triterpene aglycones bertindak sebagai komponen struktural membrane selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, karena jumlah transkrip CabAS meningkat pada awal tahap perkembangan daun C. asiatica, diperkirakan bahwa CabAS mungkin memainkan peran dalam mensintesis komponen struktural membran. Penulis juga telah menentukan bahwa jasmonate metil 0.1mM cukup untuk meningkatkan mrna CabAS dan t CaSQS dan dengan demikian akan kandungan triterpene saponin. Produksi Triterpen Saponin Pegagan Secara In Vitro Media Untuk Mendapatkan Kalus yang Besar dan Remah Sebelum membentuk kultur suspensi sel, perlu untuk mendapatkan biomassa yang baik dari kultur kalus yang remah. Berdasarkan beberapa penelitian, pengaturan pertumbuhan akan berbeda dalam medium MS yang diuji untuk memperoleh kalus-kalus dari eksplan daun dan tangkai daun. Eksplan dari daun muda dan petioles itu disterilisasi dan dikulturkan dalam media MS yang ISBN

13 mengandung kombinasi konsentrasi auksin dan sitokinin yang berbeda (Table2). Media yang diuji untuk induksi kalus ditulis dengan huruf miring dalam Tabel 2. Eksplan diinkubasi dalam gelap pada suhu 25 º C dalam cawan petri. Kalus-kalus mulai tumbuh setelah dua minggu dan telah dikembangkan pada minggu keempat. Induksi persentase kalus-kalus dari daun eksplan pada media diuji seperti yang tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Induksi dan morfologi dari eksplan C. asiatica dalam medium MS a. PGR: pengatur pertumbuhan tanaman, IAA: indoleacetic acid; 2,4-D: 2,4-asam asetat dichlorophenoxy; IBA: indole naphtaleneacetic asam; KIN: kinetin; BA: 6-benzyladenine; 4PU-30: N-(2-cloro-4 - asam butirat; NAA: piridil)-n '- fenilurea. b. Data mewakili rata 20 bereplikasi / menengah dalam dua mengulangi eksperimen. Italic: Media diuji untuk induksi kalus (Mangas et al., 2009) Media terbaik untuk induksi kalus dari daun adalah: [MS + IAA (2 mg/l) + Kn (0,2 mg/l); MS + IBA (0,1 mg/l) + BA (2 mg/l) dan MS + NAA (2 mg/l) + BA (2 mg/l)]. Ketiga media digunakan untuk menginduksi kalus-kalus dari eksplan tangkai daun tetapi bahan ini terbukti kurang efektif untuk induksi eksplan dari daun. Pada media [MS + IAA (2 mg/l) + Kn (0,2 mg/l)], induksi kalus baik tetapi pertumbuhannya sedikit. Pada media [MS + IBA (0,1 mg/l) + BA (2 mg/l)] dan [MS + NAA (2 mg/l) + BA (2 mg/l)] diamati pembentukan kalus yang subur. Pada media dengan NAA, IAA dan IBA akan dihasilkan kalus-kalus yang keras dan kompak, yang tidak diinginkan. Sebaliknya, media yang mengandung 2,4-D (1 mg/l) dengan kombinasi Kn (0,1 mg/l) akan dihasilkan kalus-kalus yang remah, tapi pertumbuhan yang signifikan tidak diinduksi, dan ketika digunakan Kn 1 mg/l tidak ada induksi kalus. Induksi jaringan kalus bertujuan untuk mendapatkan kalus-kalus yang besar, putih dan remah. Ketiga media yang dipilih untuk induksi yang diuji adalah [MS + NAA (2 mg/l) + BA (2 mg/l)] dan [MS + IAA (2 mg/l) + Kn (0,2 mg / L)] akan terbentuk Kalus-kalus yang kompak dan tanpa pertumbuhan yang signifikan, bila menggunakan media yang mengandung BA dalam kombinasi dengan NAA. Pada media dengan [MS + IBA (0,1 mg/l) + BA (2 mg/l)] untuk multiplikasi in vitro C. asiatica, kalus- ISBN

14 kalus berwarna putih, besar tapi tidak remah. Peneliti juga menggunakan ketiga media ini dengan 1/2 MS garam, di mana kalus-kalus lebih putih tapi pertumbuhannya tetap sama dan tetap tidak remah. Peneliti mengamati bahwa pertumbuhan yang lebih besar dengan mengunakan IBA dibandingkan dengan auksin (IAA, NAA, 2,4-D), untuk memperoleh kalus-kalus yang remah, dan mengubah sitokinin BA menjadi N-(2- cloro-4-piridil)-n '-phenilurea (4PU-30) pada konsentrasi yang berbeda. Telah dilaporkan bahwa sitokinin yang berasal dari phenylurea merupakan sumplemen yang terbaik untuk mendukung pertumbuhan tajuk pada C. asiatica, dan dalam penelitian sebelumnya dengan kultur kalus tembakau peneliti mengamati bahwa 4PU-30 berkembang menjadi kalus-kalus yang besar dan remah. Dengan pengecualian media [MS + IBA (0,1 mg/l) + 4PU-30 (0,2 mg/l)], konsentrasi 4PU-30 yang lain diuji (1, 2 dan 3 mg/l) dan memberikan pertumbuhan yang baik, walaupun dalam tidak ditembukan induksi kalus yang tidak remah. Sebelumnya diperoleh kalus-kalus yang remah dengan menggunakan 2,4-D (2 mg/l), diputuskan untuk menggunakannya sebagai pengganti auksin IBA, mempertahankan kinetin 4PU-30 (3 mg/l). Hasilnya, medium MS + 2,4-D (2 mg/l) + 4PU-30 (3 mg/l), adalah medium yang optimal untuk mendapatkan kalus-kalus yang besar, putih dan remah (Gambar 3). Saat ini penelitian yang sedang dikembangkan di laboratorium bertujuan untuk meningkatkan produksi triterpen saponin dengan kultur suspensi sel C. asiatica. Gambar 3. Aspek keremahan kalus-kalus yang diperoleh dengan 2,4-D (2 mg / L) + 4PU- 30 (3 mg/l) sebelum pembentukan kultur suspensi sel (Mangas et al., 2009). Pola Centellosida pada Kalus dan Tanaman In Kandungan madekasosida, Vitro asiatikosida, asam asiatik dan asam ISBN

15 madekasik pada kultur kalus dalam medium MS dengan regulator pertumbuhan yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 4. Angka ini menunjukkan bahwa centellosides yang terbanyak dalam kultur kalus adalah madekakosida dan asiatikosida. Jika pada media digabungkan NAA dan BA maka kandungan dari kedua centellosides ini sama. Kandungan dalam kalus kira-kira sepuluh kali lebih rendah daripada tanaman in vitro, kandungannya berkisar antara 1,3-2,5 mg/g berat kering setelah elisitasi (Gambar 5). Ini mungkin kelihatannya rendah tetapi, sebagaimana disebutkan sebelumnya, kandungan asiatikosida pada tanaman in vitro dilaporkan sekitar 50% lebih rendah daripada tanaman yang tumbuh di lapangan. Gambar 4. Kandungan triterpen saponin dalam kalus Centella asiatica (mg/g berat kering) M : madekasosida A : asiatikosida MA : asam madekasik AA : asam asiatik (Mangas et al., 2009) Gambar 5. Kandungan centellosida tertinggi dan terendah pada kalus (C), bagian tajuk tanaman (AP) dan akar (R) tanaman C. asiatica in vitro (mg/g berat kering) MeJa = Metil Jasmonat (Mangas et al., 2009) ISBN

16 DAFTAR PUSTAKA Achmad. S.A, 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Terbuka, Jakarta. Ahmad, Fasihuddin dan Hasmah Raji, 1993, Kimia Hasilan Semula Jadi dan Tumbuhan Ubatan, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur. Aziz,Z.A, M.R. Davey, J.B.Power, P. Anthony, R.M.Smith and K.C.Lowe Production of asiatikosida and madekasosida in Centella asitica in vitro and in vivo. Plant Sciences Division, School of Biosciences, University of Nottingham,UK. Biologia Plantarum 51(1): Darwis.D. 2001, Teknik Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit Sekunder, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati dan Rekayasa Bioteknologi, FMIPA Universitas Andalas Padang. Duke.J, 2005, Phytochemical and Etnobotanical Databases, Maryland, Beltsuille Agricultural Researah Center. Fessenden & fessenden Kimia Organik Jilid II. Jakarta : Erlangga. Ghulamahdi, M., Sandra Arifin Aziz dan Nurliani Bermawie Evaluasi Karakter Morfologi Fisiologi dan Genetik Pegagan Mendukung Standarisasi Mutu Pegagan. Lab Balai Besar dan Pengembangan Pasca Panen, Lab PSPT IPB, Lab Pusat Studi Biofarmaka IPB Lab Tanah IPB. Hart, Harold Kimia Organik. Jakarta : Erlangga Harborne.J.B, 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Modern Menganalisa Tumbuhan, terbitan ke-2, Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, ITB Bandung. Januwati, Mariam dan M. Yusron. Budidaya Tanaman Pegagan. Balai penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Koesniobari, Soendoro Apotik Hijau. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Air Langga Makin. H.L, 1977, Biochemistry of Steroids Hormones, London, Nlack Well Scientific Oxford Ikan. R, 1991, Natural Products to Laboratory Guide, 2 nd edition, University of Jerusalem. Mannito.P, 1981, Biosynthesis of Natural Products, Terjemahan PG Sammes, Chicster Ellis Horwood Ltd. Mangas, S., Merce, Bonfill, Lidia Osuna, Elisabeth Moyano, Jaime Tortoriello, Rosa M. Cusido, M. Teresa Pin ol, Javier Palazo n The efect of methyl jasmonate on triterpene and sterol metabolisms of Centella asiatica, Ruscus aculeatus and Galphimia glauca cultured plants. Phytochemistry 67 (2006) Mangas, S., Elisabeth Moyano, Lidia Osuna, Rosa M. Cusido, Mercedes Bonfill, Javier Palazo Triterpenoid Saponin Content and The Expression Level of Some Related Genes In Calli of Centella asiatica. Lett 30: Mangas S., Moyano E., Hernandez-Vazquez L. and Bonfill M Centella asiatica (L) Urban: An Updated Approach Terpenoids. Editors: Javier Palazón and Rosa M. Cusidó 1 Laboratorio de Fisiología Vegetal, Facultad de Farmacia, Universidad de Barcelona, Barcelona, Spain. Departament de Ciencies Experimentals. ISBN

ISBN

ISBN ISBN 978-602-8892-72-8 ISBN 978-602-8892-72-8 1 PERPUSTAKAAN NASIONAL: KATALOG DALAM TERBITAN Peranan Farmasi Dalam Pembangunan Kesehatan-Seminar Proceeding editor, M. Pandapotan Nst, dkk. Medan : Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taiwan, Hongkong, Korea dan negara-negara Timur lain. peduli untuk melakukan konservasi tanaman obat. Jepang memberi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Taiwan, Hongkong, Korea dan negara-negara Timur lain. peduli untuk melakukan konservasi tanaman obat. Jepang memberi perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan tentang tanaman obat yang ada di wilayah Nusantara bersumber dari pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus diperkaya dengan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.)

KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) Fauzi, Sutarmin, Endang Broto Joyo Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat-obatan tradisional digunakan kembali oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya yang relatif lebih murah,

Lebih terperinci

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam dunia modern ini dirasa baik, namun keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di Indonesia yang memiliki keunikan berupa rasa manis pada daunnya. Daun stevia ini mengandung sejumlah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu merepresentasikan aktivitas hipoglikemik yang dimiliki buah tin (Ficus carica L.) melalui penurunan kadar glukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu, dan bumbu, serta untuk kebutuhan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini, tingkat kematian akibat penyakit degeneratif seperti jantung, kanker, kencing manis dan lain-lain mengalami peningkatan cukup signifikan di dunia.

Lebih terperinci

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan

berdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu tumbuhan jauh melebihi

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN Diabetes mellitus merupakan sindrom kompleks dengan ciri ciri hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan defisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tumbuhan 2.1.1. Botani Pegagan (Centella asiatica) Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun. Tanaman akan tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisan merupakan salah satu tanaman hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Bunga yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepopulerannya di masyarakat semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. kepopulerannya di masyarakat semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu bahan obat tradisional yang telah dikenal sejak dahulu kala. Penggunaan obat tradisional telah menarik perhatian dan kepopulerannya di

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

ISOLASI, KARAKTERISASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TUMBUHAN PACAR CINA (Aglaia odorata) SKRIPSI SARJANA KIMIA

ISOLASI, KARAKTERISASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TUMBUHAN PACAR CINA (Aglaia odorata) SKRIPSI SARJANA KIMIA ISOLASI, KARAKTERISASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN TUMBUHAN PACAR CINA (Aglaia odorata) SKRIPSI SARJANA KIMIA Oleh : Atik Sofia Wati NIM. 1310411036 Dosen Pembimbing I : Dr.Mai

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan salah satu minuman berbahan dasar tumbuhan alami yang berkhasiat bagi tubuh. Minuman herbal dibuat dengan dasar rempahrempah, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teh sebagai bahan minuman dibuat dari pucuk muda daun teh yang telah mengalami proses pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita telah memanfaatkan tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang sekarang ada. Merebaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

I. PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab terjadinya peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perkembangan teknologi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, salah satu dampak negatifnya ialah munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti Diabetes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh manusia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh manusia adalah glukosa yang dapat diperoleh dari makanan sehari-hari yaitu berupa protein, lemak dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Sebagian besar masyarakat Indonesia banyak menggunakan tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Sebagian besar masyarakat Indonesia banyak menggunakan tumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan banyak memberikan manfaat untuk manusia salah satunya dimanfaatkan sebagai obat herbal. Menurut Kartasapoetra (1992), tumbuhan obat adalah tumbuhan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vanilla planifolia Andrews atau panili merupakan salah satu tanaman industri yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting peranannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kencur merupakan tanaman tropis yang cocok untuk dibudidayakan diberbagai daerah di Indonesia. Rimpang tanaman kencur dapat digunakan sebagai ramuan obat tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Teh adalah jenis minuman non alkohol yang terbuat dari daun teh yang mengalami proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai minuman ini, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai minuman ini, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kopi merupakan salah satu minuman yang sangat di gemari oleh masyarakat Indonesia karena rasa dan aromanya. Minuman ini di gemari oleh segala umur secara turun temurun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, teh berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis). Teh Camellia

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, teh berasal dari tanaman teh (Camellia sinensis). Teh Camellia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan minuman berkafein yang diolah dengan cara menyeduh bagian pucuk atau tangkai daun yang telah dikeringkan. Beberapa jenis teh yang beredar di masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai sumber daya perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah sampai dengan produk pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

SKRIPSI KECEPATAN INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN EUGENOL SIRIH MERAH

SKRIPSI KECEPATAN INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN EUGENOL SIRIH MERAH SKRIPSI KECEPATAN INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN EUGENOL SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) YANG DIPERLAKUKAN MENGGUNAKAN VARIASI JENIS DAN KONSENTRASI AUKSIN Disusun Oleh: Lidya Kartika NPM : 090801084

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. hal dasar dalam kehidupan untuk menunjang semua aktivitas mahkluk hidup. Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal dasar dalam kehidupan manusia. Dengan kondisi yang sehat dan tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JENIS POHON. (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN

PEMANFAATAN JENIS POHON. (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN PEMANFAATAN JENIS POHON MANGROVE API-API (Avicennia spp.) SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN OBAT-OBATAN Ketua : Dr. Ir. Cahyo Wibowo, MScF. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. 2. Dr. Ir. Ani Suryani,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. faktor seperti radiasi, senyawa kimia tertentu, dan virus. Faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada gen atau pada kromosom yang berkaitan dengan timbulnya beragam kelainan, termasuk penyakit kanker. Selain dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan tanaman obat dan rempah telah berlangsung sangat lama

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan tanaman obat dan rempah telah berlangsung sangat lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tanaman obat dan rempah telah berlangsung sangat lama seumur peradaban manusia.pemanfaatan bahan alam sebagai obat dan rempah cenderung mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alfalfa (Mediago sativa L.) merupakan tanaman asli daerah subtropis yang tumbuh liar di pegunungan Mediterania di sebelah barat daya Asia (Sajimin, 2011). Alfalfa termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Mindi Kadar ekstrak pohon mindi beragam berdasarkan bagian pohon dan jenis pelarut. Berdasarkan bagian, daun menghasilkan kadar ekstrak tertinggi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun baru sejumlah

Lebih terperinci

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart BAB 1 PENDAHULUAN Obesitas berasal dari bahasa Latin yaitu obesus yang berarti gemuk. Obesitas atau yang lebih dikenal dengan kegemukan adalah kondisi dimana terjadi peningkatan berat badan melebihi batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik. Sebagian besar tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman merupakan sumber kekayaan alam yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Tanaman itu sendiri terdiri dari akar, batang, daun dan biji. Setiap bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, berbagai macam penyakit degeneratif semakin berkembang pesat dikalangan masyarakat. Penyakit tersebut terkadang sulit disembuhkan dan mempunyai angka kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat

BAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah negara berkembang di dunia yang masih berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat ini. Profil Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pegagan (Centella asiatica) adalah salah satu tumbuhan herbal yang dapat tumbuh

1. PENDAHULUAN. Pegagan (Centella asiatica) adalah salah satu tumbuhan herbal yang dapat tumbuh 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pegagan (Centella asiatica) adalah salah satu tumbuhan herbal yang dapat tumbuh di negara tropis seperti Indonesia. Pegagan merupakan tanaman rumput-rumputan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga menjadi negara yang sangat potensial dalam bahan baku obat, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit pada Mamalia merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam fisiologis tubuh. Organ ini berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya, menjaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yoghurt merupakan salah satu produk minuman susu fermentasi yang populer di kalangan masyarakat. Yoghurt tidak hanya dikenal dan digemari oleh masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lemak merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Lemak ini mencakup kurang lebih 15% berat badan dan dibagi menjadi empat kelas yaitu trigliserida,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan suatu negara tropis di dunia yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan ini memiliki berbagai macam manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berkhasiat obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan. Pengobatan dan pendayagunaan obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging juga dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas sumber daya laut yang memiliki nilai ekonomis. Kerang ini tergolong dalam filum Mollusca makanan laut yang

Lebih terperinci

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini BAB I PENDAHULUAN Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keseimbangan dalam fisiologi sangat penting bagi semua mekanisme tubuh, termasuk dalam mekanisme keseimbangan kadar glukosa darah yang berperan penting dalam aktifitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. spesies) Indonesia yang ditetapkan sebagai maskot Sumatera Barat. Sumatera Barat erat kaitannya dengan budaya dan adat istiadat

I. PENDAHULUAN. spesies) Indonesia yang ditetapkan sebagai maskot Sumatera Barat. Sumatera Barat erat kaitannya dengan budaya dan adat istiadat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Andalas ( Morus macroura Miq.) merupakan salah satu tanaman asli ( indigenous spesies) Indonesia yang ditetapkan sebagai maskot Sumatera Barat. Syamsuardi, Jamsari dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah sebuah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditunjunkkan dengan adanya peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan bahan-bahan yang mengandung satu atau lebih zat senyawa yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Selain dibutuhkan oleh tanaman pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum) merupakan tanaman budidaya yang buahnya bersifat iritan (Cairns, 2004) dan mempunyai rasa pedas. Sifat iritan memberikan sensasi seperti terbakar (burning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella alpine Molk.) merupakan tanaman herba komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman tersebut merupakan tanaman asli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli Indonesia. Tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan asli Indonesia yang hidup secara endemic di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

Lebih terperinci

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD PRAKATA Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatera Utara.

Lebih terperinci