PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE"

Transkripsi

1 PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini. Bogor, Februari 2010 JAE WON LEE NRP C

3 ABSTRACT JAE WON LEE, Influence of Moon Age Period to the Catch and Fishers Income Level of Stationary Bamboo Lift Net in Serang Regency. Under supervision of ARI PURBAYANTO and BAMBANG MURDIYANTO. Stationary bamboo lift net is a kind of fishing gears, operated at night time using lamps to attract fish approaching the gear. This study is aimed to analyses the influence of moon ages (full, semi full, and dark moon) to the catch and fishers income of the stationary bamboo lift net. Field experiment using 6 units of the lift net was conducted in Serang waters from 13 June to 11 July The result showed that moon age has significantly influenced to the catch weight of stationary bamboo lift net. Fishing operation on dark and semi full moon resulted the highest catch of which 144,2670 kg/unit for semi full moon and 119,8631 kg/unit for dark moon. However, the catches during those two moon age periods were not statistically significant different. Therefore, it is recommended to do fishing operation using this gear on the dark and semi full moon period. Fishers that operate the stationary bamboo lift net in Serang Regency comprise of two groups, i.e. fishers without boat and with boat. The income level of fishers with boat on the dark moon period rearched Rp per day, Rp per day during semi full moon period, and Rp per day during full moon period. Whilst the fishers without boat have the income of Rp per day during dark moon period, Rp per day during semi full moon period and lose Rp (4.500) per day during full moon period. Key word: stationary bamboo lift net, moon age, income, Serang Regency.

4 RINGKASAN JAE WON LEE, Pengaruh Periode Hari Bulan terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang. Di bawah bimbingan : ARI PURBAYANTO (Ketua) dan BAMBANG MURDIYANTO (Anggota). Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya persaingan untuk mendapatkan sumberdaya ikan sebagai tujuan kegiatan penangkapan. Tingkat persaingan ini sangat terlihat di pesisir yang merupakan wilayah subur dan cenderung memiliki kelimpahan sumberdaya ikan cukup baik. Bentuk motivasi persaingan tersebut salah satunya adalah ekonomi, oleh karenanya nelayan di pesisir cenderung merespon persaingan dengan meningkatkan upaya penangkapan maupun efektivitas kegiatan penangkapan. Kabupaten Serang merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan cukup tinggi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Serang bersinggungan dengan laut terutama Selat Sunda dan Laut Jawa. Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki wilayah pesisir dengan aktivitas perikanan cukup tinggi yakni Teluk Banten. Kegiatan penangkapan di perairan Kabupaten Serang khususnya Teluk Banten dilakukan dengan menggunakan bagan, pukat pantai, jaring insang, payang, dan pancing. Bagan merupakan alat tangkap yang memiliki pertumbuhan sangat signifikan selama 10 tahun terakhir yaitu 17%. Tingginya penggunaan bagan oleh nelayan di Kabupaten Serang diduga karena tingkat kepemilikannya ringan, teknologinya sederhana dan efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Banyaknya keunggulan unit penangkapan bagan ini bukan tanpa masalah, namun ada beberapa kendala diantaranya sulit memperoleh BBM (minyak tanah) untuk bahan bakar petromaks sebagai pembangkit cahaya yang merupakan alat bantu utama dalam perikanan bagan. Selain itu, pengoperasian bagan juga sangat dipengaruhi oleh kondisi hari bulan dan sebaran cahayanya. Namun selama ini pengaruh kondisi bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi hari bulan (terang, semi terang dan gelap) terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap. Penelitian lapangan dilakukan di perairan Teluk Banten Kabupaten Serang dengan menggunakan 6 unit bagan tancap selama 29 hari dari 13 Juni hingga 11 Juli Jumlah bagan dalam penelitian dianggap sebagai bentuk ulangan, sehingga

5 hingga pada akhir penelitian diperoleh 29 x 6 ulangan data. Data hasil penelitian dikelompokkan menjadi data sebelum tengah malam dan sesudah tengah malam, kemudian dianalisis secara deskriptif dan statistik untuk mengetahui pengaruh perubahan hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tangkapan bagan tancap terdiri dari 34 spesies dengan komposisi 14 jenis ikan pelagis dan 20 lainnya ikan demersal. Spesies ikan pelagis memang lebih sedikit namun secara bobot sangat mendominasi hasil tangkapan hingga 88,23%. Berdasarkan hasil uji statistik terdapat pengaruh yang nyata antar hari bulan terhadap bobot hasil tangkapan bagan tancap selama penelitian. Hasil tangkapan (total dan ikan pelagis) sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan hari bulan, waktu penangkapan dan interaksi keduanya, namun untuk tangkapan ikan demersal hanya dipengaruhi oleh waktu penangkapan. Secara statistik juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara hasil tangkapan selama hari gelap dan hari semi terang. Nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan bagan tancap tanpa perahu dan dengan perahu. Bila dianalisis antara hasil tangkapan yang diperoleh selama satu bulan penuh terhadap dugaan tingkat pendapatan nelayan, maka nelayan bagan tancap yang memiliki perahu pada periode bulan gelap memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp per hari, semi terang sebesar Rp per hari dan Rp per hari pada hari terang. Sedangkan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp per hari pada musim gelap, Rp per hari pada semi terang dan rugi sebesar Rp per hari bulan terang. Key word: bagan tancap, hari bulan, pendapatan, Kabupaten Serang.

6 DAFTAR ISTILAH Bagan tancap (stationary bamboo lift net) : Jenis alat tangkap dari kelompok jaring angkat (lift net) yang pengoperasiannya menetap. Biaya tetap (fix cost) : Biaya yang tidak mengalami perubahan walaupun input dan output produksi mengalami perubahan. Biaya variable (variable cost) : Biaya yang selalu mengalami perubahan seiring dengan berubahannya input maupun output produksi. Bulan gelap (dark moon) : Kondisi bulan yang muncul antara 0 jam hingga 4 jam dalam satu hari. Bulan semi terang (Semi full moon) : Kondisi bulan yang biasanya terlihat sebagian atau membentuk sabit dan rata-rata kemunculannya dalam satu hari antara 4,5 jam hingga 8 jam. Bulan terang (full moon) : Kondisi bulan penuh dan rata-rata dalam satu hari mucul selama lebih dari 8,5 jam. Jaring angkat (lift net) : Kelompok jaring yang pengoperasiannya diangkat. Perikanan lampu (Light fishing) : Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat bantu cahaya. Pay back period : Periode waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran biaya investasi dengan menggunakan aliran kas dalam satu bulan atau satu tahun. Pendapatan : Keuntungan usaha dikurangi dengan pengeluaran usaha (biaya). One day fishing : Kegiatan penangkapan yang dilakukan selama satu hari. Rasio (R/C) : Nilai perbandingan antara jumlah pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha. Petromaks : Alat pembangkit cahaya yang menggunakan BBM umumnya minyak tanah sebagai bahan bakar.

7 PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG JAE WON LEE Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang Nama Mahasiswa : Jee Won Lee NRP : C Program Studi : Teknologi Kelautan Menyetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc. Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi, Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana, Prof.Dr.Ir.John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 6 Februari 2010 Tanggal Lulus :

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan tesis ini adalah tahap akhir dari pendidikan strata dua yang saya jalani di Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul Pengaruh Periode Hari Bulan terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang dalam perjalanan panjang penyusunan tesis ini saya banyak sekali mendapat bantuan serta arahan dari berbagai pihak dan dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ari Pubayanto, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini. 3. Keluarga saya baik yang berada di Korea Selatan maupun yang berada di Indonesia yang telah memberikan doa dan dukungannya. 4. Tim enumerator Indra Supiyono, S.Pi, Adi Susanto, S.Pi, Darmawan Mega Permana, S.Pi, Hari Priaza, S.Pi, Eko Sulkani, S.Pi, Ilham Sahzali, S.Pi, Deni Ramdani, S.Pi, Arhi Eka Priatna, S.Pi, dan Noer Cahyadi, S.Pi. 5. Nelayan bagan tancap di Serang diantaranya Pak Pendi, Pak Ujang, Pak Helmi, Pak Misja, Pak Bastam, dan Pak Safrudin terima kasih atas bantuannya pada saat pengambilan data lapangan. 6. Pihak Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu yang telah mengizinkan aula pertemuan nelayan menjadi tempat menginap tim enumerator. 7. Semua pihak yang telah membantu dan proses penyelesaian tesis ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai kelulusan pada jenjang pendidikan strata dua. Tesis ini berjudul Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang. Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan hasil tangkapan bagan tancap selama satu bulan yang diduga kuat sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan cahaya bulan (fase bulan), namun selama ini jarang sekali yang mengamati seberapa besar perubahan hasil tangkapan baik jumlah, komposisi dan pengaruhnya kepada tingkat pendapatan nelayan. Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis ingin meneliti mengenai perubahan hasil tangkapan bagan selama satu bulan. Selain itu dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai tingkat pendapatan nelayan bagan selama satu periode bulan. Penulis juga memperkuat permasalahan ini dengan tinjauan pustaka mengenai perikanan bagan tancap, fase bulan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap selama satu periode bulan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Murdiyanto, M.Sc. yang telah membimbing selama penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat sejumlah keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini. Bogor, Februari 2010 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Kyoungju, Korea Selatan pada tanggal 29 September Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudaran. Selain itu, penulis juga bapak dari dua orang putri Cheong Min Lee dan Jung Hwa Lee. Setelah menyelesaikan pendidikan SMU, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Pukyung National University Korea Selatan selama 4 tahun dari Maret 1971 hingga Februari Selepas dari universitas penulis mendapat kesempatan bekerja di bidang perikanan sebagai perwira kapal ikan pada kapal trawl selama 3 tahun sejak Februari 1975 hingga Mei Kemudian, pada tahun 1978 hingga 1994 penulis menjadi fishing master kapal trawl 900 GT GT yang beroperasi di perairan Pasifik utara (Laut Bering dan Laut Okhotsk), Afrika Barat, Iran, dan New Zealand. Setelah 19 tahun bekerja di laut kemudian penulis bergabung dengan PT Indah Megah Sari sebagai staf ahli marketing penyaluran tenaga kerja ke kapal-kapal perikanan di Korea Selatan pada tahun 2001 dan menetap di Indonesia. Jabatan terakhir penulis adalah An Honorary Fisheries Officer In Indonesia yang diberikan oleh Departeman Pertanian dan Perikanan Korea Selatan pada tanggal 15 Oktober Penulis juga seorang yang mendedikasikan kehidupannya untuk perikanan sehingga untuk memperluas pengetahuan, pada Tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana pada Program Studi Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii ix xi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Unit Penangkapan Bagan Sumberdaya Ikan Pelagis Hari Bulan dan Cahaya bagi Kegiatan Penangkapan Aspek Ekonomi Pendapatan Pendapatan rumah tangga METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Sumber Data Metode Pengambilan Data Analisis Data Analisis komposisi hasil tangkapan Analisis komposisi ukuran (panjang berat) hasil tangkapan Analisis statistik Analisis pendapatan KEADAAN UMUM Letak Geografis dan Topografi Kondisi Perikanan Kabupaten Serang Kondisi Daerah Penangkapan dan Musim Penangkapan Unit Penangkapan Ikan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Unit penangkapan bagan tancap Pengoperasian bagan tancap Komposisi hasil tangkapan Sebaran panjang frekuensi hasil tangkapan dominan Perubahan bobot hasil tangkapan terhadap waktu penangkapan 53 v

13 5.1.6 Perubahan bobot tangkapan ikan pelagis terhadap waktu penangkapan Perubahan bobot hasil tangkapan ikan demersal dominan terhadap waktu penangkapan Hubungan hari bulan dengan hasil tangkapan Periode kemunculan bulan Keragaan ekonomi unit penangkapan bagan tancap Pembahasan Komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan berdasarkan hari bulan Hasil tangkapan berdasarkan waktu pengoperasian Tingkat pendaptan nelayan berdasarkan hari bulan KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFATAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

14 DAFTAR TABEL 1 Hasil tangkapan bagan selama kurun waktu 1984 hingga Metode pengumpulan data Daftar analisis ragam percobaan faktorial Potensi lestari sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa Sebaran panjang garis pantai Kabupaten Serang Jumlah dan sebaran pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang Perkiraan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis di perairan Selat Sunda Armada penangkapan ikan di Kabupaten Serang, Tahun Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang, Tahun Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan Komposisi hasil tangkapan dari enam unit bagan selama satu bulan yang dikelompokkan berdasarkan hari bulan Hasil analisis ANOVA hasil tangkapan total Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) Hasil ANOVA untuk ikan pelagis Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) Hasil analisis ANOVA untuk ikan teri, tembang dan kembung Hasil uji Tukey faktor hari bulan untuk ikan teri Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan teri, kembung dan tembang selama penelitian Hasil ANOVA untuk ikan demersal Rata-rata hasil tangkapan bagan berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Hasil analisis ANOVA untuk ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung Rata-rata hasil tangkapan ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Kemunculan bulan selama penelitian Biaya investasi perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang vii

15 27 Biaya tetap pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Biaya variabel pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Parameter pendapatan usaha kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Simulasi pendapatan nelayan bagan tancap per musim per periode hari bulan viii

16 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir kerangka pemikiaran Perahu nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang Bangunan bagan tancap nelayan Kabupaten Serang Pengisian petromaks dengan bensin dan solar dengan perbandingan 5: Proses pengoprasian bagan tancap di Kabupaten Serang Proporsi bobot hasil tangkapan enam unit bagan sampel Proporsi bobot ikan hasil tangkapan ikan pelagis per spesies Proporsi bobot ikan hasil tangkapan ikan dimersal per spesies Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan teri (Stolephorus spp) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan kembung (Rastrelliger spp) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan japuh (Dussumeria acuta) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan golok-golok (Chirosentrus dorab) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan cumi (Loligo sp) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapann manyung (Arius thalassinus) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan belanak (Mugil sp) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tiga waja (Johnius dussumieri) Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan sotong (Sepia sp) Rata-rata total tangkapan bagan selama ujicoba Rata-rata total tangkapan ikan pelagis selama ujicoba Rata-rata total tangkapan ikan dimersal selama ujicoba Rata-rata total tangkapan teri (Stolephorus sp) selama ujicoba Rata-rata total tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) ujicoba Rata-rata total tangkapan kembung (Leiognathus sp) selama ujicoba Rata-rata total tangkapan pepetek (Leiognathus sp) selama ujicoba 61 ix

17 27 Rata-rata total tangkapan cumi-cumi (Loligo sp) selama ujicoba Rata-rata total tangkapan manyung (Arius thalassinus) selama ujicoba x

18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta lokasi penelitian Perhitungan analisis usaha perikanan bagan tancap dengan kapal atau perahu di Kabupaten Serang, tahun Perhitungan analisis usaha perikanan bagan tancap tanpa kapal atau perahu di Kabupaten Serang, tahun Daftar harga ikan di tingkat nelayan xi

19 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas yang pada akhirnya akan merugikan nelayan dan semua pihak yang berkepentingan dengan perikanan secara umum. Kegiatan penangkapan yang tidak terkendali, umumnya terjadi di wilayah pesisir, karena daerah tersebut merupakan wilayah subur dan memiliki kelimpahan sumberdaya tinggi (Nybaken 1988). Tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir, mengakibatkan terjadinya kompetisi usaha penangkapan yang berdampak negatif terhadap keberadaan stok sumberdaya ikan dan kondisi ekologi perairan di wilayah tersebut. Salah satu alasan yang mendasari kompetisi usaha penangkapan di beberapa daerah adalah alasan ekonomi dari pelaku kegiatan. Seperti diketahui bersama, jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara sederhana kondisi ini akan mendorong usaha peningkatan pemenuhan kebutuhan untuk masing-masing individu. Wilayah pesisir yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan akan merespon hal ini dengan meningkatkan upaya penangkapan untuk meningkatkan hasil tangkapan yang secara tidak langsung diharapkan dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi nelayan. Namun dalam jangka panjang, respon penambahan armada penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dalam rangka meningkatkan pendapatan, bila tidak diatur dengan baik dapat merugikan nelayan itu sendiri. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan sumberdaya di perairan tidak seimbang dengan tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan. Kabupaten Serang merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan cukup tinggi. Hal ini disebabkan hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Serang merupakan daerah yang bersinggungan dengan laut terutama Selat Sunda dan Laut Jawa. Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki panjang garis pantai mencapai 230 km, dimana 75 km berada di pesisir Laut Jawa, 45 km di Selat Sunda dan sisanya 110 km lainnya tersebar di 17 pulau-pulau kecil. Selain itu,

20 Kabupaten Serang juga memiliki laut yang cukup luas yaitu 880 km 2 yang berada di dua wilayah Laut Jawa (555 km 2 ) dan Selat Sunda (333 km 2 ) (DKP 2008). Azis dan Boer (2006) menyebutkan potensi perikanan WPP Laut Jawa dan Selat Sunda mencapai 214 ton per tahun dimana potensi ikan pelagis di daerah tersebut mencapai 21,4 ton per tahun. Berdasarkan data tersebut maka sektor perikanan Kabupaten Serang memiliki peluang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara lebih optimal. Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Serang dimanfaatkan dengan menggunakan beberapa alat tangkap diantaranya, bagan, pukat pantai, jaring insang, payang, dan pancing. Alat tangkap ini menangkap beberapa spesies diantaranya adalah tenggiri (Scomberomorus spp), kembung (Rastrellinger spp), tongkol (Auxis`thazard), selar (Selaroides spp), layang (Decapterus spp), lemuru (Sardinella longiceps), teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kurisi (Nemipterus nemathoporus) dan pepetek (Leiognathus sp) (DKP 2006). Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang. Jumlah unit penangkapan bagan pada tahun 2006 di Kabupaten Serang mencapai 8,96%. Unit penangkapan bagan yang dioperasikan di perairan Serang terdiri dari dua jenis yaitu bagan rakit dan bagan perahu. Data statistik perikanan Provinsi Banten mencatat pertumbuhan rata-rata unit penangkapan bagan selama kurun waktu sepuluh tahun mencapai 17,73% dan merupakan angka pertumbuhan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan unit penangkapan lainnya. Beberapa alasan yang dapat menjelaskan tingginya tingkat pertumbuhan unit penangkapan bagan di Serang adalah tingkat efisiensi dan efektivitas unit penangkapan bagan lebih tinggi bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Tingginya efisiensi unit penangkapan bagan disebabkan karena bagan tidak memerlukan bahan bakar minyak (BBM) dalam jumlah besar untuk melakukan operasi penangkapan, terlebih dengan harga BBM yang cenderung fluktuatif dan meningkat akan mendorong peningkatan pertumbuhan alat tangkap bagan di tahun-tahun mendatang. Selain itu, metode pengoperasian unit penangkapan bagan tidak rumit dan mudah diterima oleh nelayan (Suswanti 2005). 2

21 Pengoperasian bagan umumnya dilakukan pada keadaan bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan penangkapan. Tujuan penangkapan bagan adalah ikan-ikan pelagis yang memiliki sifat fototaksis positif sehingga pada kondisi bulan gelap tingkat penyebaran ikan di perairan dapat diminimalisir. Pada kondisi bulan gelap (fase gelap) rata-rata nelayan akan memperoleh hasil tangkapan tinggi dan terus mengalami penurunan hingga kondisi bulan mencapai purnama. Fenomena perubahan hasil tangkapan nelayan bagan antara bulan gelap dan bulan terang belum banyak diteliti. Selain itu, komposisi hasil tangkapan bagan pada bulan gelap dan bulan terang juga belum banyak diteliti. Lebih jauh lagi, perubahan jumlah dan komposisi hasil tangkapan bagan pada bulan terang dan gelap akan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. 1.2 Perumusan Masalah Alat tangkap bagan di Kabupaten Serang merupakan salah satu jenis alat tangkap yang cukup banyak digunakan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir pertumbuhan unit penangkapan bagan khususnya bagan tancap mencapai 17,73%. Angka pertumbuhan tersebut merupakan tingkat perubahan yang cukup signifikan bila dibandingkan alat tangkap lainnya. Tingginya pertumbuhan tersebut tidak lepas dari perkembangan wilayah, kemudahan teknologi, tingkat investasi yang rendah, dan metode penangkapan yang bersifat one day fishing. Selain hal-hal teknis tersebut, tingginya penggunaan bagan juga disebabkan tingkat efektivitas unit penangkapan bagan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang permintaanya cukup tinggi di Kabupaten Serang. Dari sekian banyak keunggulan penggunaan unit penangkapan bagan baik dari sisi teknologi maupun metode pengoperasian tidak serta merta memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan hasil tangkapan terlebih terhadap peningkatan pendapatan serta perekonomian nelayan. Selain karena hal-hal menenjerial, kondisi ini juga disebabkan oleh pola pikir nelayan yang menganggap bahwa kegiatan penangkapan menggunakan bagan hanya dapat dilakukan sekitar hari selama satu siklus bulan. Sehingga sisa hari dalam siklus bulan yang berjumlah hari cenderung tidak digunakan untuk kegiatan penangkapan. 3

22 Nelayan memang memahami perubahan-perubahan fase bulan terhadap hasil tangkapan yang mungkin diperoleh, namun dalam pengoprasiannya mereka tidak mengetahui waktu efektif yang berhubungan dengan perubahan hari bulan dalam melakukan kegiatan penangkapan. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan terhadap fase bulan yang dihubungkan dengan waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh sehingga nelayan dapat mengetahui jumlah hari efektif dalam satu fase bulan serta waktunya untuk masing-masing fase bulan. 1.3 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan komposisi hasil tangkapan dan pendapatan nelayan bagan tancap selama periode bulan gelap, semi terang dan terang. 1.4 Tujuan 1. Menganalisis pengaruh periode bulan terhadap hasil tangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang. 2. Menganalisis tingkat pendapatan nelayan bagan tancap menurut periode bulan gelap, semi terang dan terang. 1.5 Manfaat Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap bagan tancap di Kabupaten Serang, khususnya yang menyangkut efektivitas penangkapan terkait dengan perubahan fase bulan dan waktu penangkapan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perikanan bagan tancap baik secara teknis maupun ekonomi di Kabupaten Serang. 1.6 Kerangka Pemikiran Kabupaten Serang memiliki dua jenis perairan yang berbeda baik karateristik maupun jenis sumberdayanya. Dua jenis perairan tersebut adalah Selat Sunda dan Laut Jawa. Perairan Selat Sunda merupakan percampuran massa air dari Laut Jawa dan Samudera Hindia. Pertemuan massa air ini memberikan pengaruh terhadap keberadaan sumberdaya ikan di sekitar Selat Sunda. Umumnya pertemuan dua massa air yang berbeda memiliki peluang sebagai 4

23 daerah penangkapan ikan yang baik karena merupakan daerah yang subur dan selalu identik dengan banyak ikan. Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar 214 ton per tahun dimana potensi ikan pelagis di daerah tersebut mencapai 21,4 ton per tahun (Azis dan Boer 2006). Kelompok ikan pelagis menjadi kelompok dominan dan penting dalam produksi perikanan Kabupaten Serang. Hampir 60% produksi perikanan berasal dari kelompok ikan pelagis terutama ikan pelagis kecil, sehingga kelompok ikan pelagis kecil menjadi penting dan mendapat perhatian khusus untuk dapat dijaga kelestariannya. Kegiatan penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Serang dilakukan dengan berbagai jenis alat tangkap. Adapun jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis ini adalah bagan, pukat pantai, jaring insang, payang, dan pancing. Penggunaan alat tangkap bagan sangat dipengaruhi oleh tingkat teknologi yang mudah, ekonomis dan efektif untuk menangkap ikan yang melakukan ruaya disekitar pantai. Penggunaan alat tangkap (bagan) yang berjumlah 120 unit pada tahun 2007 secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan yang diperoleh nelayan Serang secara keseluruhan. Hasil tangkapan bagan akan sangat dipengaruhi oleh adanya perubahan tingkat sebaran cahanya bulan di perairan. Perubahan tingkat intensitas cahaya bulan akan sangat mempengaruhi kondisi perikanan bagan khususnya kuantitas hasil tangkapan. Perubahan kuantitas hasil tangkapan nelayan selama satu bulan (periode bulan gelap, semi terang dan terang) akan sangat berdampak terhadap jumlah ikan pelagis yang didaratkan di Kabupaten Serang. Perubahan kuantitas tersebut berdampak terhadap tingkat pendapatan dan respon nelayan selama periode bulan gelap, semi terang dan terang pada perikanan bagan tancap yang pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi perekonomian nelayan. Secara rinci alur pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. 5

24 Laut Jawa Sumberdaya ikan pelagis Kab. Serang Selat Sunda Potensi dan tingkat pemanfaatan Alat tangkap dominan (Bagan) Ekonomis Kemudahan teknologi Efektif Operasi Penangkapan Intensitas cahaya Ruaya Jenis Bulan Gelap Bulan Semi Terang Bulan Terang Hasil tangkapan Komposisi Jumlah dan nilai Tingkat pendapatan Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran. 6

25 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Bagan Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang banyak digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil. Unit penangkapan bagan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis-Makassar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat alat tangkap ini sudah dikenal di seluruh Indonesia. Perkembangan bagan yang begitu pesat di perairan Indonesia, merupakan indikasi bahwa unit penangkapan bagan memiliki karakteristik yang sesuai dengan masingmasing daerah dimana bagan dioperasikan. Kesesuaian unit penangkapan bagan dengan daerah penangkapan tersebut tidak terlepas dari pengembangan dan modifikasi sedemikian rupa sehingga unit penangkapan bagan cocok untuk tipe daerah yang berbeda (Sudirman, 2003). Menurut Sudirman (2003) beberapa modifikasi yang dilakukan terdiri dari bentuk dan metode operasi. Berdasarkan cara pengoperasiannya, bagan dikelompokan kedalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989). Junaidi (2001), mengemukakan bahwa lift net adalah alat tangkap yang dioperasikan dengan cara dinaikkan atau ditarik ke atas dari posisi horisontal yang ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang berada diatasnya dengan menyaring air. Unit penangkapan bagan yang ada di Indonesia terdiri dari berbagai jenis. Subani dan Barus (1989) menyebutkan bahwa unit penangkapan bagan terdiri dari bagan tancap (stationary lift net), bagan rakit (raft lift net) dan bagan perahu (boat lift net). Perbedaan antara 3 jenis unit penangkapan bagan yang disebutkan di atas menurut Subani dan Barus (1989) adalah : 1. Bagan tancap (stationary lift net) Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-pindahkan, satu kali pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan. Pada bagan tancap terdapat rumah bagan yang disebut "anjang-anjang" dan berbentuk piramida;

26 2. Bagan rakit (raft lift net) Bagan rakit adalah jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindahpindahkan ke tempat yang diperkirakan banyak ikannya. Di sebelah kanan dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu yang berfungsi sebagai landasan dan sekaligus sebagai alat apung. Pada bagian ini juga terdapat anjang-anjang; 3. Bagan perahu (boat lift net) Bentuknya lebih sederhana dibandingkan bagan rakit dan lebih ringan sehingga memudahkan dalam pemindahan ke tempat yang dikehendaki. Bagan perahu terbagi atas dua macam, yaitu bagan yang menggunakan satu perahu dan bagan dua perahu. Bagian depan dan belakang bagan dua perahu dihubungkan oleh dua batang bambu, sehingga berbentuk bujur sangkar. Bambu tersebut berfungsi sebagai tempat untuk menggantung jaring atau waring. Kemudian Baskoro (1999), membagi bagan menjadi dua jenis yaitu bagan tancap dan bagan apung. Selanjutnya Baskoro (1999) menjelaskan bahwa bagan apung dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu bagan dengan satu perahu, bagan dengan dua perahu, bagan rakit dan bagan dengan menggunakan perahu mesin. Secara umum dua jenis bagan yang dioperasikan di Indonesia memiliki komponen utama yang hampir sama. Menurut Subani dan Barus (1989) komponenkomponen penting bagan adalah jaring bagan, rumah bagan (anjang-anjang), kerangka bagan, serok, roller dan lampu. Penggulung (roller) berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada saat dioperasikan. Takril (2005) menambahkan komponen lain yang digunakan untuk pengoperasian bagan adalah perahu yang dilengkapi dengan motor khusus pada jenis bagan perahu. Selain itu, unit penangkapan bagan merupakan jenis alat tangkap yang memerlukan alat bantu operasi penangkapan yaitu cahaya oleh karena itu bagan juga sering disebut sebagai light fishing (Brandt,1985). Cahaya sebagai komponen yang memegang peran penting dalam kegiatan penangkapan bagan dapat bersumber dari lampu petromaks, lampu neon, lampu merkuri dengan tingkatan intensitas yang beragam mulai rendah hingga 2 kwatt hingga 650 kwatt (Sudirman 2003; Takril 2005). 8

27 Pengoperasin unit penangkapan bagan umumnya dilakukan setelah matahari mulai tenggelam. Penangkapan dengan menggunakan bagan diawali dengan menurunkan jaring hingga batas kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disekitar lampu yang diletakkan di bawah bagan. Kemudian lampu dimatikan satu persatu sehingga hanya tersisa satu lampu dibagian tengah dengan demikian ikan akan terkonsentrasi di bagian tengah jaring bagan, langkah selanjutnya adalah mengangkat jaring bagan dan hasil tangkap dipindahkan dari jaring ke dalam keranjang-keranjang hasil tangkapan dengan menggunakan serok (Subani dan Barus 1989). Ikan yang menjadi target penangkapan bagan adalah jenis ikan pelagis kecil yang memiliki sifat fototaksis positif atau jenis-jenis ikan yang tertarik terhadap cahaya. Kecenderungan ini disebabkan daya tembus cahaya yang pada saat pengoperasian hanya berada dipermukaan. Namun pada kenyataannya jenis-jenis ikan lain seperti ikan predator dan demersal non-fototaksis positif ikut tertangkap oleh bagan (Takril 2005). Beberapa ikan predator yang tertangkap oleh bagan antara lain layur, tenggiri, alu-alu hingga ikan besar seperti albakor dan cakalang juga tidak jarang ikut tertangkap. Tertangkapnya ikan predator oleh bagan disebabkan jenis ikan tersebut menemukan gerombolan ikan-ikan kecil disekitar bagan sebagai makan ikan tersebut (Lestari 2001 dalam Tarkril 2005). Pendapat yang sama juga pernah dikemukakan oleh Zusser (1958) dalam Gunarso (1985) yang menyatakan bahwa ikan akan mendekati cahaya karena cahaya merupakan indikasi keberadaan makanan. Takril (2005) menyebutkan bahwa hasil tangkapan bagan selama kurun waktu 1984 hingga 2003 yang dikumpulkan dari 20 peneliti menunjukkan bahwa ikan hasil terdiri dari empat kelompok besar yaitu pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan total spesies yang tertangkap selama kurun waktu tersebut berjumlah 39 jenis. Takril (2005) menyebutkan terdapat beberapa spesies dominan yang tertangkap oleh bagan diantaranya teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), selar (Selaroides sp), layang (Decapterus spp), pepetek (Leiognathus sp), layur (Trichiurus savala), dan cumi-cumi (Loligo sp). Data hasil tangkapan bagan yang dikumpulkan oleh 20 peneliti disajikan pada Tabel 1. 9

28 Tabel 1 Hasil tangkapan bagan selama kurun waktu 1984 hingga 2003 No Nama Ikan Sumber/Peneliti Σ I Ikan Pelagis 1 Teri (Stolephorus spp) 18 2 Tembang (Sardinella fimbriata) 13 3 Selanger (Dorosoma chacundd) 1 4 Selar (Selaroides sp) 10 5 Kembung (Rastrelliger spp) 15 6 Serinding malam (Apogon spp) 1 7 Cuweh (Caranx spp) 1 8 Selar bentong (Selaroides crumenopthalmus) 4 9 Layang (Decapterus spp) Selar ekor kuning (Selaroides leptolepis) 5 11 Balida (Notopterus chitata) 1 12 Tongkol (Auxis thazard) 7 13 Rebon (Mysis acates) 1 14 Daun bambu (Chorinemus tal) 1 15 Tenggiri (Scomberomorus commersoni) 4 16 Julung-julung (Hemirhampus) 3 17 Japuh (Dussumeria acuta) 8 18 Sembulak (Sardinella sp) 2 19 Lemuru (Sardinella longiceps) 6 20 Alu-alu (Sphyraena sp) 4 21 Cakalang (Katsuwonus pelamis) 3 22 Tetengkek (Megalaspis cordylla) 3 23 Buntal (Diodon histrix) 2 24 Kerong-kerong (Therapon theraps) 1 25 Bulan-bulan (Megalops cypriinoides) 1 26 Kuniran (Parupeneus luteus) 1 27 Baronang (Siganus guttatus) 1 28 Lolosi (Caesio spp) 1 II Ikan Demersal 29 Belanak (Mugil spp) 2 30 Pepetek (Leiognathus sp) Layur (Trichiurus savala), Bawal putih (Pampus argentus) 3 33 Semar (Mene makulata) 1 34 Komo (Euthynus afinis) 2 10

29 Tabel 1 lanjutan Tabel 1 (lanjutan) No Nama Ikan Sumber/Peneliti Gulamah (Argyrosumus) 1 III Ikan Lainnya 36 Cumi-cumi (Loligo sp) Udang jerbung (Penaeus merguiensis) 1 38 Udang windu (Penaeus monodon) 1 39 Sotong (Sepia spp) 4 40 Kepiting 1 Sumber : Takril (2005) Keterangan peneliti: 1. Lamatta Komaruddin (1995) 11. Satria (1999) 16. Lestari (2001) 2. Pagalay (1986) 7. Julianti (1995) 12. Zulfia (1999) 17. Effendi (2002) 3. Haeruddin (1986) 8. Hayat (1996) 13. Pujianti (1999) 18. Effendi (2003) 4. Yudha (1994) 9. Said (1997) 14. Holil (2000) 19. Sudirman (2003) 5. Mihasriati (1994) 10. Effendi (1998) 15. Junaidi (2001) 20. Zebri (2003) Σ 2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis umumnya merupakan filter feeder, yaitu jenis ikan pemakan plankton dengan jalan menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya ditandai oleh adanya tapis insang yang banyak dan halus. Lain halnya denga selar, yang termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan krustasea (Suyedi 2001). Pada siang hari ikan pelagis kecil berada di dasar perairan membentuk gerombolan yang padat dan kompak (shoal), sedangkan pada malam hari naik ke permukaan membentuk gerombolan yang menyebar (scattered). Ikan juga dapat muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mendung disertai hujan gerimis. (Suyedi 2001). Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu ikan pelagis besar seperti kelompok tuna (Thunidae) dan cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok marlin (Makaira sp), kelompok tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri (Scomberomorus spp), selar (Selaroides leptolepis) dan sunglir (Elagastis bipinnulatus), kelompok Kluped seperti teri (Stolephorus indicus), japuh (Dussumeria 11

30 spp), tembang (Sadinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps) dan siro (Amblygaster sirm), dan kelompok Skrombroid seperti kembung (Rastrelliger spp) (Aziz et al diacu dalam Suyedi 2001). Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan (Merta et al. 1998). Ikan pelagis umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schoaling juga berfungsi sebagai konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikanikan besar) sehingga perlu upaya pelestarian (Suyedi 2001). DKP (2006) menyebutkan bahwa potensi ikan pelagis di perairan Indonesia adalah 3,2 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan 46,59 % sehingga peluang untuk pengembangannya masih 43,41% namun pemanfaatannya harus diperhatikan lokasi penangkapannya karena penangkapan ikan pelagis di Indonesia sebagian besar telah memperlihatkan tingkat penguasaan yang berlebih seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka kecuali untuk Laut Arafura dan Laut Sulawesi serta Samudera Pasifik. Hal ini berdasarkan hasil reevaluasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan ikan pelagis di perairan Indonesia. Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti lemuru (Sardinella Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makasar, Ambon dan Laut Jawa, kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan, kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) di Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat. Menurut data wilayah pengelolaan FKPPS (Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan) disebutkan bahwa ikan layang banyak tertangkap di Laut Pasifik, teri di Samudera Hindia dan kembung di Selat Malaka. Ikan pelagis dapat ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan seperti purse seine atau pukat cincin, jaring insang, payang, bagan dan sero (Suyedi 2001). 12

31 2.3 Hari Bulan dan Cahaya bagi Kegiatan Penangkapan Perhitungan periode hari bulan dilakukan sejak bulan gelap hingga awal periode gelap bulan berikutnya, pada jeda waktu tersebut terjadi beberapa perubahan kondisi bulan dari gelap hingga terang. Perubahan kondisi bulan tersebut di bagi menjadi empat fase. Fase bulan baru atau bulan gelap (new moon), fase bulan kuadran 1 (sabit pertama), fase bulan purnama (full moon) dan fase bulan kuadran 2 (sabit terakhir). Periode perubahan kondisi bulan tersebut rata-rata terjadi setiap tujuh hari, sehingga dalam satu bulan dapat diperkirakan mejadi 29 hari atau lebih tepatnya 29,531 hari (Rakhmadevi 2004). Perubahan-perubahan kondisi penampakan bulan dari bumi terjadi akibat adanya perubahan sudut posisi cahaya matahari terhadap posisi bulan pada saat mengelilingi bumi (Cooley, 2001). Perubahan kondisi hari bulan akan mempengaruhi tingkat intensitas cahaya yang diterima bumi akibat sudut pantul cahaya matahari oleh bulan terhadap bumi selalu berubah, sehingga cahaya bulan di bumi pun berubah-uban siring dengan fase peruhanan hari bulan. Perubahan hari bulan tersebut menurut Hilder (1999) dapat mengindikasi waktu yang baik untuk bercocok tanam dan kegiatan perikanan. Aktivitas perikanan khususnya perikanan light fishing, sangat terpengaruh dengan adanya perubahan intensitas cahaya, karena ikan sebagai target penangkapan merupakan jenis ikan pelagis yang memiliki tingkat kepekaan terhadap cahaya cukup tinggi. Menurut Gunarso (1985) ikan mampu merespon perubahan intensitas cahaya dengan rentang 0,01-0,001 lux, tergantung tingkat kemamupan ikan beradaptasi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nicol (1963) diacu dalam Sudirman (2003) menyebutkan bahwa sebagian besar ikan laut memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan cahaya. Penggunaan cahaya untuk kegiatan penangkapan, memiliki tujuan untuk menggumpulkan ikan, karena ikan memiliki sifat ketertarikan terhadap cahaya sifat tersebut umumnya disebut sebagai fototaksis positif (Sudirman 2003). Sifat fototaksis ini banyak dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan karena menguntungkan terhadap nelayan, hal ini disebabkan ikan dapat dengan mudah 13

32 dikumpulkan dengan menggunakan cahaya buatan. Menurut Gunarso (1985) ikan berkumpul di sekitar cahaya karena cahaya mengindikasikan keberadaan makanan. Hal ini dibuktikan dengan percobaan dimana ikan dalam kondisi lapar akan lebih cepat merespon cahaya dibandingkan ikan dalam kondisi kenyang. Pada saat bulan purnama, kolom perairan lapisan atas menjadi relatif lebih tenang. Keadaan ini dimanfaatkan oleh fauna nokturnal untuk mencari makan, melakukan pemijahan dan ruaya. Namun kondisi bulan purnama menurut Subani dan Barus (1989) kurang efektif untuk kegiatan penangkapan kerena cahaya menyebar merata diperairan sehingga, cahaya lampu untuk kegiatan panangkapan mengalami pembiasan kurang sempurna di perairan yang pada akhirnya efektivitas penggunaan cahaya untuk mengumpulkan ikan kurang efisien. 2.4 Aspek Ekonomi Pendapatan Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang digunakan dalam usaha, serta besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha. Keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara total penerimaan (total revenue) dan total biaya (total cost). Bila penerimaan total lebih besar dibandingkan dengan biaya total maka usaha tersebut dikatakan untung, jika sebaliknya usaha tersebut dikatakan merugi (Djamin 1984). Djamin (1984) selanjutnya juga menjelaskan formula yang digunakan untuk menghitung keuntungan usaha adalah : µ = TR-TC katerangan : µ : keuntungan (rupiah) TR : total penerimaan (rupiah) TC : total biaya (rupiah) kriteria TR>TC : usaha menguntungkan 14

33 TR<TC : usaha mengalami kerugian TR=TC : usaha impas Pendapatan rumah tangga Pendapatan rumah tangga menurut BPS (1997) yaitu seluruh pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi, pendapatan tersebut terdiri atas: 1) Pendapatan dari upah atau gaji, yang mencakup upah atau gaji yang diterima seluruh rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut, baik uang maupun barang atau jasa. 2) Pendapatan dari seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor, yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3) Pendapatan lainnya, yaitu pendapatan diluar upah atau gaji yang menyangkut usaha dari : (1) perkiraan sewa rumah sendiri, (2) bunga, deviden atau royalti, paten, sewa atau kontrak lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan, dan sebagainya; (3) buah hasil usaha (hasil usaha sampingan yang dijual) ; (4) pensiunan dan klaim asuransi jiwa; (5) kiriman family atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa dan sebagainnya. Pendapatan rumah tangga pada hakikatnya diperoleh melalui bekerja, jasa asset dan sumbagan dari pihak lainnya, sehingga apabila semua sumber tersebut memberikan input maka pendapatan total adalah seluruh pendapatan yang diperoleh rumah tangga dari berbagai sumber di atas (Hidayat, 1992). Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari ketiga jenis sumber tersebut atau salah satunya saja. Menurut Nugroho (1996), nelayan sebagai pelaku kegiatan perikanan memiliki nilai pendapatan yang berbeda tergantung pada hasil tangkapan (produksi) dan harga komoditas hasil tangkapan tersebut. Lebih lanjut keberhasilan produksi dan harga hasil tanggkapan sangat tergantung pada tingkat penggunaan teknologi (perlengkapan, motorisasi unit penangkapan, dan mekanisasi alat tangkap) dan 15

34 penguasaan teknologi. Melalui mekanisasai dan motorisasi kegiatan usaha penangkapan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dengan kecenderungan demikinan diharapkan tingkat pendapatan yang diperoleh rumah tangga akan semakin baik dan meningkat (Hermanto 1996). 16

35 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember Penelitian lapangan dilakukan di Kecamatan Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten dan penelitian pengaruh periode hari bulan dilakukan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB. Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 29 hari dari tanggal 13 Juni hingga 11 Juli Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Alat pengukur waktu (jam/stopwatch). 2) Papan ukur (measuring board). 3) Alat pengukur berat hasil tangkapan (timbangan). 4) Lux meter untuk mengukur intensitas cahaya bulan di sekitar bagan. 5) Buku identifikasi ikan. 6) Alat dokumentasi (kamera). 7) Kuesioner, untuk menggali informasi nilai investasi, biaya, harga hasil tangkapan, dan pendapatan nelayan. 3.3 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung kegiatan operasional unit penangkapan bagan dan wawancara terhadap nelayan yang mengoperasikan unit penangkapan bagan di Kecamatan Serang, Kabupaten Serang. Data primer yang dikumpulkan antara lain, ukuran panjang dan berat hasil tangkapan, komposisi hasil tangkapan, musim, daerah penangkapan, jumlah trip, tenaga kerja, karakteristik responden. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Kecamatan, dan Biro Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan mencakup kondisi geografi dan

36 administrasi wilayah, keadaan penduduk, pemasaran, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan, kebijakan pemerintah di sektor perikanan (kebijakan penyediaan input, informasi harga, dan investasi). 3.4 Metode Pegumpulan Data Pengambilan data sosial ekonomi nelayan bagan tancap dilakukan dengan menggunakan metode survei. Sedangkan pengumpulan data hasil tangkapan dilakukan dengan mengikuti langsung kegiatan operasi penangkapan dari enam unit bagan tancap di Kabupaten Serang. Pengambilan data dilakukan setiap hari selama 29 hari, dimulai pada tanggal 13 Juni 2009 hingga 11 Juli Pemilihan tanggal 13 Juni 2009 karena mempertimbangkan kondisi hari bulan pada saat itu, dimana pada tanggal tersebut adalah siklus awal nelayan bagan tancap melakukan kegiatan penangkapan selama satu bulan. Dipilihnya bagan tancap sebagai sarana penelitian karena bagan ini bersifat menetap sehingga posisi fishing ground tetap selama penelitian berlangsung. Data primer hasil tangkapan yang diambil setiap hari adalah komposisi, panjang dan berat hasil tangkapan. Sehingga pada akhir penelitian diperoleh data sebanyak 29 x 6 bagan/ulangan. Selanjutnya untuk mengamati komposisi hasil tangkapan selama penelitian (satu periode bulan) maka, hasil tangkapan dikelompokkan menjadi tiga macam periode hari bulan yaitu, bulan gelap, semi terang dan terang. Selain itu, data tangkapan juga dikelompokkan kembali berdasarkan waktu tertangkapnya yaitu, sebelum dan sesudah tengah malam. Hal ini ditujukan agar kecenderungan dan pola-pola tertangkapnya ikan untuk setiap periode hari bulannya dapat diketahui dengan baik. Selain itu, untuk keperluan perhitungan ekonomi kegiatan usaha penangkapan bagan tancap, maka diambil juga data mengenai metode penangkapan alat tangkap, musim, daerah penangkapan, jumlah trip, tenaga kerja, permodalan, biaya operasi, pemasaran hasil tangkapan, tingkat pendapatan nelayan, dan kebutuhan hidup nelayan selama satu bulan. Melalui pengambilan data ekonomi kehidupan nelayan ini diharapkan dapat mengukur tingkat pendapatan nelayan, dan apakah pendapatan tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup nelayan bagan tancap selama satu bulan. 18

37 Secara rinci motode pengambilan data untuk masing-masing parameter disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Metode pengumpulan data No Jenis data 1. Komposisi hasil tangkapan 2. Komponen ukuran hasil tangkapan 3. Metode pengoperasian 4. Kondisi perairan 5. Tingkat perekonomian nelayan Sumber Pengamatan langsung Data sekunder Wawancara Dilakukan melalui pengamatan langsung dengan bagan yang akan disewa selama penelitian Panjang ikan ; panjang ikan yang diukur adalah panjang cagak yaitu diukur dari bagian pangkal ekor hingga ujung mulut ikan. Berat hasil tangkapan : berat hasil tangkapan tersebut diukur dengan cara di timbang Pengamatan secara langsung proses pengoprasian bagan dari tahap persiapan sampai penarikan jaring /hauling kemudian waktu penaraikan akan dicatat Dilakukan pada saat pengoperasian unit penangkapan Dilakukan pada saat tidak melaut (pagi hari hingga sore) Referensi-referensi untuk mengidentifikasi jenis hasil tangkapan Data dinas perikanan dan instansi terkait Wawancara dengan nelayan setempat Wawancara dengan nelayan untuk mengetahui detil pengoperasian unit penangkapan Wawancara dengan nelayan setempat mengenai kondisi perairan melalui kuisioner Wawancaran dengan nelayan bagan setempat 3.5 Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif maupun statistik. Analisis deskriptif dilakuan untuk mengetahui kondisi unit penangkapan, metode pengoperaisan dan komposisi hasil tangkapan. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan antara hari bulan dan bobot hasil tangkapan selama penelitian, analisis yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dan uji Tukey (Gaspersz, 1991) untuk mengetahui kombinasi faktor yang 19

38 memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Analisis dilakukan menggunakan software SPSS 14. Data hasil tangkapan dikelompokkan berdasarkan hari bulan dan tingkat kemunculan bulan selama satu hari, untuk memudahkan pengamatan maka selama satu periode bulan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bulan terang, semi terang dan gelap. Bulan terang adalah kondisi bulan dimana kemunculannya lebih dari 8,5 jam dalam satu hari, kemudian kondisi semi terang diperoleh apabila kemunculan bulan berada antara 4,5 jam sampai 8 jam, dan kondisi gelap apabila bulan hanya muncul antara 0 jam hingga 4 jam. Berdasarkan pengamatan dilapangan bulan gelap terjadi pada hari ke-23 sampai hari ke-3 bulan berikutnya (18-27 Juni 2009), semi terang terjadi pada hari ke-18 sampai hari ke-22 dan hari ke-4 sampai hari ke-8 ( Juni 2009 dan 28 Juni 2009 sampai 2 Juli 2009) dan hari terang (purnama) terjadi antara hari ke-9 hingga hari ke-17 (3-11 Juli 2009) Analisis komposisi hasil tangkapan Sebelum dianalisis, hasil tangkapan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui nama umum dan nama latinnya. Pengidentifikasian dilakukan dengan menggunakan buku referensi tentang taksonomi dan kunci identifikasi (Saanin 1971). Kemudian hasil tangkapan akan dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Data penelitian hasil tangkapan kemudian diukur dan ditimbang untuk mengetahui bobot hasil tangkapan per jenis ikan. Setelah itu, hasil tangkapan dikelompokkan berdasarkan jenis spesies, kelompok spesies dan waktu tertangkapnya. Kelompok spesies yang dimaksud adalah kelompok ikan pelagis, demersal atau lainnya, sedangkan waktu tertangkapnya adalah sebelum dan sesudah tengah malam (pukul WIB). Kemudian data hasil tangkapan tersebut baik komposisi, sebaran hasil tangkapan dan lainnya disajikan dalam bentuk tabel dan gambar Analisis komposisi ukuran (pajang dan berat) hasil tangkapan Analisis terhadap data ukuran ikan hasil tangkapan bertujuan untuk mengetahui apakah hasil tangkapan yang diperoleh merupakan hasil tangkapan yang layak ditangkap atau tidak. Oleh karena itu data hasil tangkapan (pajang maupun bobot) dikelompokkan 20

39 kedalam bentuk sebaran frekuensi. Melalui analisis tersebut dapat diketahui pada selang ukuran mana ikan banyak tertangkap. Menurut Gaspersz (1991) untuk menentukan selang dan lebar kelas dapat dilakukan dengan menggunakan formula ; K = ((log n x 3,32)+1) I = (data terbesar-data terkecil)/k keterangan : K : jumlah kelas n : jumlah data I : lebar kelas Analisis statistik Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan faktorial. Penelitian ini menggunakan dua faktor yang mempengaruhi percobaan yaitu hari bulan dan waktu penangkapan. Faktor hari bulan mempunyai 3 taraf sedangkan waktu penangkapan terdiri atas 2 taraf. (1) Faktor pertama hari bulan a. Taraf 1 (a1) : bulan gelap b. Taraf 2 (a2) : bulan semi terang c. Taraf 3 (a3) : bulan terang (2) Faktor kedua waktu penangkapan a. Taraf 1 (b1) : sebelum pukul WIB b. Taraf 2 (b2) : setelah pukul WIB Model persamaan linearnya adalah: Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk (Gaspersz, 1991) Keterangan : Y ijk : hasil tangkapan bagan pada konstruksi hari bulan ke-i waktu penangkapan ke-j ulangan ke-k; µ : rataan umum; α i : pengaruh hari bulan ke-i; 21

40 β j (αβ) ij ε ijk : pengaruh waktu penangkapan ke-j; : pengaruh interaksi hari bulan ke-i dan waktu penangkapan ke-j; : pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-k yang memperoleh perlakuan kombinasi ke-ij. Tabel 3 Daftar analisis ragam percobaan faktorial yang terdiri atas dua faktor dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Sumber Keragaman db JK KT Perlakuan Hari Bulan Waktu Penangkapan Hari Bulan * Waktu Penangkapan Galat ab 1 a 1 b - 1 (a 1) (b 1) ab ( r- 1) JKP JK(A) JK(B) JK(AB) JKG Total rab - 1 JKT KTP KT(A) KT(B) KT(AB) KTG Hipotesis yang diuji untuk model tetap adalah : (1) H 0 : α i = 0 (tidak ada pengaruh faktor hari bulan yang diujicobakan) H 1 : α i 0 (ada pengaruh faktor hari bulan yang diujicobakan) F hit (A) = KT(A)/KTG Kaidah keputusannya adalah : Jika F hit (A) > F α(v1-v2) maka tolak H 0 Jika F hit (A) F α(v1-v2) maka gagal tolak H 0 V1 = (a-1) dan V2 = ab(r-1) (2) H 0 : β j = 0 (tidak ada pengaruh faktor waktu penangkapan yang diujicobakan) H 1 : β j 0 (ada pengaruh faktor waktu penangkapan yang diujicobakan) F hit (A) = KT(B)/KTG Kaidah keputusannya adalah : Jika F hit (B) > F α(v1-v2) maka tolak H 0 Jika F hit (B) F α(v1-v2) maka gagal tolak H 0 V1 = (b-1) dan V2 = ab(r-1) 22

41 (3) H 0 : (αβ) ij = 0 (tidak ada pengaruh interaksi hari bulan dan waktu penangkapan yang diujicobakan) H 1 : (αβ) ij 0 (ada pengaruh interaksi hari bulan dan waktu penangkapan yang diujicobakan) Kaidah pengambilan keputusan hipotesis, yaitu apabila F hitung > F tabel maka tolak H 0 dan jika F hitung < F tabel maka gagal tolak H 0. Apabila hasil analisis memperoleh keputusan tolak H 0 maka untuk mengetahui perlakuan yang memberikan nilai berbeda terhadap jumlah ikan yang tertangkap maka diperlukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Tukey (Gaspersz, 1991) dengan menggunakan perangkat lunak SPSP Analisis pendapatan Analisis pendapatan (keuntungan) dihitung dengan menggunakan formula sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djamin (1984), yaitu : µ = TR-TC keterangan : µ : keuntungan (rupiah) TR : total penerimaan (rupiah) TC : total biaya (rupiah) kriteria TR>TC : usaha menguntungkan TR<TC : usaha mengalami kerugian TR=TC : usaha impas 23

42 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografi dantopografi Kabupaten Serang terletak di bagian barat dan utara Pulau Jawa dan merupakan bagian dari Provinsi Banten. Serang merupakan sebuah kabupaten yang memiliki topografi beragam, dari dataran tinggi hingga daerah pesisir yang kaya akan sumberdaya alam. Secara geografis Kabupaten Serang terletak pada posisi 05 o 50'00" hingga 06 o 20'00" LS dan 105 o 00'00" hingga 106 o 22'00" BT dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 2.612,09 km 2 (DKP 2008). Kabupaten Serang secara administrasi dibatasi oleh Laut Jawa dan Kota Cilegon masing-masing di sebelah utara dan barat, sedangkan di sebelah selatan dibatasi oleh Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, kemudian di sebelah timur Kabupaten Serang dibatasi oleh Kabupaten Tanggerang. Sebagai suatu sistem kepemerintahan Kabupaten Serang terbagi menjadi 34 kecamatan, 20 kelurahan, 354 desa dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah (BPS Banten, 2009). Salah satu sektor yang memiliki potensi besar di Kabupaten Serang adalah perikanan, karena sebagian wilayah Kabupaten Serang berada di wilayah pesisir Laut Jawa hingga ke Selat Sunda di bagian barat. Daerah yang memiliki potensi besar di sektor perikanan tersebut berada di Kecamatan Anyer, Kasemen, Tirtayasa, Pontang, Cinangka, Bojonegara, (DKP Provinsi Banten 2007). 4.2 Kondisi Perikanan Kabupaten Serang Kabupaten Serang merupakan wilayah yang memiliki potensi besar di bidang perikanan tangkap, karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan Selat Sunda. DKP (2007) menyatakan bahwa potensi perikanan Laut Jawa adalah sebesar 796,64 ribu ton/tahun yang dikelompokan ke dalam jenis ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang penaeid, lobster dan cumi-cumi. Secara rinci, besarnya potensi lestari dari setiap kelompok ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 bawah ini.

43 Tabel 4 Potensi lestari sumberdaya ikan di Laut Jawa No Kelompok sumberdaya ikan Potensi lestari (ribu ton/tahun) 1. Ikan pelagis besar Ikan pelagis kecil Ikan demersal Ikan karang konsumsi Udang penaeid Lobster Cumi-cumi 4.03 Jumlah Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan (2007) Selain itu, Kabupaten Serang juga memiliki potensi besar di bagian barat khususnya di wilayah yang bersinggungan dengan Selat Sunda. Naamin dan Linting (1983), menyebutkan bahwa perairan Selat Sunda mempunyai sediaan cadangan atau standing stock ikan pelagis sebesar sampai ton per tahun, dengan potensi lestari sampai ton per tahun. Sedangkan perikanan demersal mempunyai sediaan cadangan sebesar sampai ton per tahun dengan potensi lestari 758 sampai ton per tahun. Besarnya potensi sumberdaya ikan juga didukung oleh kondisi perikanan pantai Kabupaten Serang. Kabupaten Serang memiliki panjang pantai kurang lebih 233 km. Panjang garis pantai tesebut berada di sebelah barat 45 km dan di utara 75 km dan garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau kecil di wilayah Kabupeten Serang mencapai 113 km. Sebaran potensi panjang pantai Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran panjang garis pantai Kabupaten Serang Perairan Panjang pantai (km) Kab. Serang Selat Sunda 45 Laut Jawa 75 Pulau-pulau kecil 113 Sumber : Buku Saku Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2008) 25

44 Selain di pesisir Pulau Jawa potensi perikanan Kabupaten Serang juga tersebar di beberapa pulau-pulau kecil yang mencapai 17 buah. Pulau-pulau tersebut disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan sebaran pulau-pulau kecil Kabupaten Serang No Nama Pulau Kecamatan Desa Luas (Ha) 1 Sangiang Anyer Cikoneng 845,5 2 Salira Bojonegara Pulo Ampel 1.875,00 3 Kali Utara Bojonegara Pulo Ampel 3,5 4 Tarahan Bojonegara Margagiri 11,88 5 Kemanisan Bojonegara Bojonegara 7,5 6 Cikantung Bojonegara Bojonegara 1,25 7 Panjang Kasemen Pulo Panjang Semut Kasemen Pulo Panjang 1.875,00 9 Karang Cawene Cinangka Cinangka 4,38 10 Karang Parejakah Cinangka Cinangka 3,5 11 Tunda/Babi Tirtayasa Wargasara 257,5 12 Kali Selatan Bojonegara Pulo Ampel 3 13 Pamujan Besar Pontang Susukan Pamujan Kecil Pontang Domas 0,63 15 Kubur Kasemen Banten 4.375,00 16 Gedang/Pisang Kasemen Banten 1.563,00 17 Lima Kasemen Banten 3,5 Sumber : Buku Saku Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten (2008) 4.3 Kondisi Daerah Penangkapan dan Musim Penangkapan Suatu daerah penangkapan ikan (fishing ground) dapat dinilai memiliki prospek yang baik apabila sumberdaya hayati yang menjadi tujuan penangkapan tersedia cukup tinggi, stoknya mudah tumbuh dan berkembang serta dapat diketahui musim dan daerah penyebarannya. Daerah penangkapan nelayan Serang pada umumnya terletak di sekitar Selat Sunda yang berada di sebelah Selatan pada titik koordinat 105 o 15' E/6 o 54' S sampai dengan 104 o 35'E/5 o 59' S, sebelah Timur berbatasan dengan pantai Pulau Jawa, sebelah Utara dengan titik koordinat 106 o 03' E/ 5 o 46' S sampai dengan 105 o 48' 26

45 E/5 o 49' S dan sebelah Barat berbatasan dengan pantai Pulau Sumatera (Heriawan, 2008). Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan Samudera Hindia dan Laut Jawa. Luas perairannya lebih kurang km 2. Berbentuk seperti corong, pada bagian Utara lebih sempit (24 km) dan lebih dangkal (80 m), sedangkan bagian Selatan memiliki lebar sekitar 100 km dan kedalaman mencapai m (Birowo 1983 diacu dalam Sabri 1999). Pada Selat Sunda bagian Selatan perairannya sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan Samudera Hindia. Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang unik, karena hampir setiap saat kondisinya dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudera Hindia dan sifat perairan dangkal Laut Jawa. Menurut Kurnio dan Hardjawidjaksana (1995) diacu dalam Yusfiandayani (2004), keberadaan Gunung Krakatau yang terdiri dari beberapa gugusan pulau yaitu Sertung, Rakata, Rakata Kecil (Panjang) dan Anak Krakatau yang aktif, selalu memuntahkan material piroklastik selang antara satu menit hingga empat menit dan cenderung menghasilkan tsunami dengan gelombang kecil dan sedang. Topografi dasar laut Selat Sunda memiliki bentuk yang beragam, yaitu berbentuk paparan, (slope), mangkuk (deep sea basins), gunung bawah laut (seamount) dan pemunculan dasar perairan (throughs). Musim penangkapan di Serang khususnya disekitar Selat Sunda dipengaruhi oleh cuaca (musim) dan ketersediaan ikan. Nelayan di pesisir Selat Sunda mengenal tiga musim penangkapan ikan yang berkaitan dengan periode angin muson, yaitu musim angin barat, musim angin timur dan musim peralihan. Musim angin barat berlangsung pada sekitar bulan Desember-Maret, musim timur berlangsung antara bulan Agustus-Oktober, dan musim peralihan di antara kedua periode musim barat dan timur. Dalam bulan Agustus hingga Oktober, nelayan umumnya banyak memperoleh ikan sehingga periode tersebut dapat disebut sebagai musim puncak kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan dalam periode lain, yaitu mulai dari Desember hingga Maret, hasil tangkapan biasanya sedikit sehingga periode tersebut disebut sebagai musim paceklik. Namun secara umum, kegiatan penangkapan ikan di 27

46 Selat Sunda berlangsung hampir sepanjang tahun. Hal ini disebabkan nelayan setempat dapat menggunakan berbagai jenis alat tangkap untuk menangkap ikan yang sesuai dengan musimnya (Tabel 7). Tabel 7 Perkiraan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan di perairan Selat Sunda No Jenis ikan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des 1 Kembung xxx xxx /// /// /// /// /// /// /// 2 Selar xxx xxx xxx /// /// /// /// /// 3 Tembang xxx xxx /// /// /// /// /// /// /// 4 Tongkol xxx xxx /// /// /// /// xxx 5 Teri xxx /// /// /// /// /// /// /// /// 6 Lemuru xxx xxx /// /// /// /// /// xxx 7 Tenggiri xxx xxx /// /// /// /// /// /// 8 Layur /// /// /// /// /// /// /// /// 9 Manyung /// xxx xxx /// /// /// /// /// 10 Peperek /// /// /// /// /// /// /// 11 Pari /// /// xxx xxx /// /// /// /// /// 12 Cucut /// xxx xxx xxx xxx /// /// /// Bawal /// /// /// /// /// /// /// /// /// 14 Belanak xxx xxx /// /// /// /// /// Layang /// /// /// /// /// /// xxx xxx xxx 16 Kakap xxx xxx xxx /// /// /// /// /// /// Kerapu xxx xxx xxx /// /// /// /// /// /// Bambangan xxx xxx xxx /// /// /// /// /// /// Tigawaja /// /// /// /// /// /// 20 Kurisi /// /// /// /// /// /// /// xxx xxx 21 Tuna xxx xxx xxx /// /// /// /// /// /// 22 Cakalang xxx xxx xxx /// /// /// /// /// 23 Kuro /// /// /// /// /// /// xxx xxx 24 Udang /// /// /// /// /// /// 25 Rajungan /// /// /// /// /// /// Cumi-cumi xxx xxx xxx /// /// /// /// /// Sumber : Yusfiandayani (2004) Keterangan : xxx = musim sedikit ikan (paceklik) /// = musim biasa +++ = musim banyak ikan (puncak) 28

47 4.4 Unit Penangkapan Ikan Perkembangan perikanan tangkap tidak akan lepas dari perahu, nelayan dan alat tangkap. Perahu yang digunakan di Kabupaten Serang bervariasi dari perahu hingga kapal dengan tenaga penggerak berupa mesin, namum secara umum kondisi armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang masih tergolong kecil karena sebagian besar kapal yang beroperasi masih di bawah 5 GT. Berikut disajikan Kondisi armada penangkapan yang ada di Kabupaten Serang berdasarkan data Tahun Tabel 8 Armada penangkapan ikan di Kabupaten Serang, Tahun 2007 No Jenis Armada Jumlah 1. Jukung 63,00 2, Perahu motor tempel 1.027,00 3. Kapal < 5 GT 214,00 Sumber : Statistik Perikanan Provinsi Banten (2008) Komponen lain dalam unit penangkapan ikan adalah nelayan. Dalam literatur yang sama juga disebutkan bahwa nelayan Kabupaten Serang pada tahun 2007 berjumlah orang yang secara keseluruhannya merupakan nelayan penuh. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Serang pada tahun 2007 berjumlah unit. jumlah ini terdiri dari 5 macam alat tangkap yang yaitu payang, jaring insang hanyut, jaring klitik, bagan tancap dan pancing lainnya. Secara rinci jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten serang disajikan pada Tabel 9 di bawah ini. Tabel 9 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang, Tahun 2007 No Jenis Alat tangkap Jumlah 1 Payang 545,00 2 Jaring insang hanyut 260,00 3 Jaring klitik 86,00 4 Bagan tancap 128,00 5 Pancing lainnya 410,00 Jumlah 1.429,00 Sumber : Statistik Perikanan Provinsi Banten (2008) 29

48 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Unit penangkapan bagan tancap Unit penangkapan bagan dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu, perahu atau kapal, alat tangkap bagan, dan nelayan. Perahu atau kapal bagan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Serang rata-rata berukuran di bawah 5 GT dengan panjang total (LOA) 12 meter, lebar (B), 2,25 meter dan tinggi (d) 0,8 meter, serta tenaga penggerak menggunakan mesin donfeng berkekuatan 20 PK. Kapal merupakan alat transportasi bagi nelayan bagan karena selama pengoperasian bagan, kapal hanya berfungsi untuk mengantarkan nelayan dari fishing base menuju fishing ground dan sebaliknya. Gambar 2 Perahu nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang Unit penangkapan bagan tancap yang dioperasikan di perairan Teluk Banten Kabupaten Serang terdiri atas bangunan bagan, waring, alat pendukung (petromaks, tali penggantung petromaks, keranjang ikan, dan serok). Bangunan bagan terbuat dari bambu dengan diameter 8-10 cm, setiap bangunan bagan umumnya memiliki tiang pancang yang berjumlah 24 atau 25 batang. Berdasarkan wawancara dengan

49 nelayan setempat ukuran bangunan bagan bervariasi dari 9 x 9 meter hingga 12 x 12 meter. Waring sebagai komponen penting kegiatan penangkapan bagan, terbuat dari polyamide monofilament berwarna hitam dengan ukuran mata jaring 0,3-0,5 cm, dan panjang 13 meter. Supaya waring atau jaring bagan dapat terbentang dengan sempurna maka pada bagian tepi waring dibuat bingkai dari bambu dengan ukuran 10 meter x 10 meter. Bila panjang waring 13 meter dan bingkainya berukuran 10 meter maka tinggi waring diperkirakan mencapai 2 meter (Gambar 3). Bambu bingkai waring biasanya dilubangi pada setiap ruasnya. Hal ini bertujuan agar ronga-rongga bambu dapat terisi oleh air, sehingga bambu menjadi berat mudah tenggelam dengan cepat. Pada bagian tengah dari alat tangkap bagan terdapat bagunan yang menyerupai gubuk/rumah bagan. Bangunan ini berfungsi untuk berlindung bagi nelayan dari terpaan angin dan hujan. Selain itu, rumah bagan ini juga berfungsi sebagai tempat istirahat bagi nelayan pada sela waktu setting hingga hauling. Gambaran alat tangkap bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Gambar 3. Lampu petromaks merupakan sumber cahaya dan alat bantu utama kegiatan penangkapan bagan tancap. Jumlah petromaks yang digunakan oleh nelayan rata-rata berjumlah 4 unit. Petromaks ini dipasang dibagian tengah bangunan bagan. Bahan bakar petromaks umumnya menggunakan minyak tanah, namun nelayan Kabupaten Serang menggunakan campuran solar dan bensin dengan perbandingan 5:1. Penggunaan campuran solar dan bensin ini bertujuan untuk menyiasati mahalnya minyak tanah. Komponen terakhir dari unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang adalah nelayan. Nelayan bagan tancap di lokasi penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu, nelayan bagan yang memiliki perahu atau kapal dan yang tidak memiliki perahu atau kapal. Setiap perahu atau kapal bagan tancap digunakan secara berkelompok oleh 9 sampai 11 orang nelayan, dimana 8 sampai 10 orang adalah nelayan bagan tancap tanpa perahu dan satu orang pemilik perahu sekaligus sebagai 31

50 nelayan bagan. Umumnya bagan tancap di lokasi penelitian dioperasikan oleh satu orang nelayan. Gambar 3 Bangunan bagan tancap nelayan di Kabupaten Serang Pengoperasian bagan tancap Pengoperasian unit penangkapan bagan dimulai dengan persiapan pada pukul WIB. Persiapan yang dilakukan meliputi menyiapkan bahan bakar minyak (solar dan besin) kurang lebih 6 liter, membersihkan kaca, tudung dan kaos petromaks, serta persiapan keperluan perbekalan nelayan terutama konsumsi. Setelah persiapan perlengkapan selesai kemudian sekitar pukul WIB nelayan menuju kapal yang berlabuh di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu. Setiap kapal bagan umumnya digunakan oleh satu kelompok yang berjumlah 9 hingga 11 orang nelayan. Kapal berangkat dari fishing base di PPP Karangantu menuju fishing ground, dengan waktu perjalanan 30 hingga 45 menit. 32

51 Bagan mulai dioperasikan mulai pukul WIB. Pengoperasian bagan dimulai dengan menurunkan waring secara perlahan-lahan hingga kedalaman maksimum, biasanya meter. Setelah waring selesai diturunkan nelayan mempersiapkan petromaks untuk dinyalakan. Petromaks yang digunakan oleh nelayan bagan tancap di Kabupaten serang disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Pengisian petromaks dengan bensin dan solar dengan perbandingan 5:1 Kegiatan selanjutnya adalah menurunkan petromaks satu persatu dan menggantungnya tepat di bawah bangunan bagan (Gambar 5 Bagian c). Penggantungan dilakukan sedemikian rupa sehingga petromaks berada kurang lebih 50 cm hingga 100 cm di atas permukaan air. Setelah semua terpasang pada posisinya nelayan kemudian menunggu dan memperhatikan kondisi lingkungan (cahaya petromaks, arus, angin dan kedatangan ikan). Setelah 1 (satu) jam biasanya tekanan petromaks ditambah dengan memompanya sehingga cahayanya stabil dan tidak redup. Proses hauling rata-rata dilakukan setelah 2-3 jam setelah setting, namun patokan waktu ini tidak selalu sama tergantung kondisi ikan, bila sebelum 2 jam ikan 33

52 telah datang nelayan akan mengangkat jaring, begitu juga sebaliknya. Proses hauling dimulai dengan mengurangi jumlah petromaks dari 4 unit menjadi 2 unit. Hal ini dilakukan untuk mengonsentrasikan ikan disekitar cahaya (petromaks). Setelah itu, lampu yang tersisa diangkat menjauhi permukaan air dengan cara menarik tali penggantung petromaks, sedemikian rupa sehingga petromaks tepat ada di bawah bangunan bagan dengan jarak sekitar 100 cm. Proses selanjutnya adalah penarikan waring, proses ini dimulai dengan memutar roller secara perlahan-lahan, hal ini dilakukan agar ikan tidak terkejut dan meloloskan diri dari waring. Putaran roller semakin dipercepat pada saat waring mendekati permukaan air, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah ikan yang lolos karena ikan mengetahui ada benda asing yang bergerak mendekatinya. Roller terus diputar hingga bingkai waring menyentuh lantai/rangka bagan bagian atas. Proses terakhir dari pengoperasian bagan adalah memindahkan hasil tangkapan yang berada di waring ke keranjang (gendut) dengan menggunakan serok. Setelah itu, ikan yang tertangkap dikelompokkan berdasarkan jenisnya masing-masing. Proses pengoperasian bagan diulangi hingga 4-5 kali setting setiap malamnya. Gambaran kegiatan oprasional bagan tancap diilustrasikan pada Gambar 5. 34

53 Keterangan : a. Bagan siap operasi; b. Setting waring; c. Penurunan petromaks; d. Pengangkatan petromaks. e. Hauling dan f. Pengambilan hasil tangkapan. Gambar 5 Proses pengoperasian bagan tancap di Kabupaten Serang. 35

54 5.1.3 Komposisi hasil tangkapan 1) Tangkapan total Hasil tangkapan bagan sampel (6 unit) selama satu bulan terdiri dari 34 jenis ikan, dengan bobot total hasil tangkapan mencapai kg, sehingga rata-rata hasil tangkapan per unit bagan per bulan adalah 690 kg. Hasil tangkapan bagan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu jenis ikan pelagis dan demersal. Teri (Stolephorus spp) adalah spesies yang paling banyak tertangkap selama penelitian. Teri yang tertangkap rata-rata memiliki panjang dan berat total kurang lebih 6,6 cm dan 6,4 gram. Total tangkapan teri (Stolephorus sp) selama satu bulan pada enam unit bagan adalah kg, atau rata-rata per unit bagan sekitar 424 kg/bagan/bulan. Selain teri, ikan tembang (Sardinella fimbriata) juga mendominasi selama penelitian, dimana rata-rata tangkapannya mencapai 775 kg atau 129 kg/bagan/bulan. Tembang yang tertangkap rata-rata memiliki panjang total dan bobot sekitar 9,9 cm dan 11,9 gram. Hasil tangkapan ketiga yang memiliki dominasi tinggi lainnya adalah ikan pepetek. Pepetek (Leiognathus sp) yang tertangkap selama satu bulan oleh enam unit bagan adalah 356 kg atau 59 kg per unit per bulan, ukuran pepetek yang tertangkap rata-rata memiliki panjang total mencapai 7,8 cm dan berat tubuh rata-rata mencapai 11,3 gram. Tangkapan bagan terendah selama penelitian adalah ikan sebelah (Pseuttodes erumai), ikan ini hanya tertangkap satu ekor selama uji coba. Minimnya jumlah ikan sebelah (Pseuttodes erumai) yang tertangkap oleh bagan disebabkan jenis ikan ini adalah jenis ikan demersal yang hidup di dasar perairan dan hanya sewaktu-waktu melakukan ruaya diurnal (naik/turun ke permukaan perairan). Selain itu, adanya ikan demersal yang tertangkap juga disebabkan oleh adanya sikap feeding habit ikan-ikan demersal yang tertarik oleh kumpulan ikan disekitar bagan. Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan disajikan pada Tabel

55 Tabel 10 Data hasil tangkapan bagan sampel selama satu bulan No Spesies Panjang (cm) Rata-rata Berat (gram) Berat Total (gram) Rata-rata /bagan/bulan (gram) 1 Teri (Stolephorus spp) 6,6 6, ,6 2 Tembang (Sardinella fimbriata) 9,9 11, ,6 3 Pepetek (Leiognathus sp) 7,8 11, ,0 4 Kembung (Rastrelliger spp) 10,7 15, ,2 5 Cumi (Loligo sp) 14,5 26, ,0 6 Japuh (Dussumeria acuta) 9,5 12, ,1 7 Golok-Golok (Chirosentrus dorab) 26,8 85, ,8 8 Selar (Selaroides sp) 20,2 25, ,9 9 Talang-talang (Chorinemus tala) 17,9 103, ,8 10 Selanget (Dorosoma chacunda) 9,3 31, ,7 Kedukang/ manyung (Arius 11 thalassinus) 18,9 218, ,0 12 Belanak (Mugil spp) 12,1 47, ,5 13 Serinding (Apogon spp) 7,6 8, ,7 14 Tigawaja (Jonius dussunieri) 16,2 73, ,7 15 Sotong (Sepia spp) 25,5 216, ,8 16 Gulamah (Argyrosomus amoyensis) 13,5 74, ,0 17 Bawal hitam (Fermio niger) 4,7 166, ,3 18 Belida (Notopterus chitata) 24,3 96, ,0 19 Kurisi (Nemipterus nemathoporus) 9,9 20, ,0 20 Rajungan (Portunus pelagicus) 11,4 83, ,7 21 Kerapu (Cephalopholis sp) 12,4 65, ,0 22 Semadar / baronang (Siganus theraps) 10,4 21, ,8 23 Sembilang (Plotosus canius) 8,0 13, ,2 Tenggiri (Scomberomorus 24 commersoni) 11,0 30, ,8 25 Layur (Trichiurus savala) 15,5 26, ,2 26 Bawal Putih (Pampus argentus) 9,5 70, ,0 27 Julung-julung (Hemirhapus far) 8,9 30, ,3 28 Udang windu (Penaeus monodon) 7,8 8, ,3 29 Ikan lidah (Cynoglosus lingua) 15,5 45, ,7 30 Bandeng (Chanos chanos) 18,0 100, ,7 31 Udang jerbung (Penaeus marguensis ) 13,0 30, ,0 32 Kakap (Lutjanus argentimaculatus) 7,5 25,0 50 8,3 33 Kerong-kerong (Terapon therap) ,3 34 Sebelah (Pseuttodes erumai) ,8 Total

56 Berdasarkan pengamatan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian diperoleh bahwa jumlah spesies ikan pelagis jauh lebih sedikit dibandingkan dengan ikan demersal. Spesies yang tertangkap selama penelitian berjumlah 34 jenis yang terdiri atas 14 jenis ikan pelagis dan 20 jenis lainnya adalah ikan dimerasal. Meskipun jumlah spesies ikan demersal lebih dominan tertangkap selama penelitian, namun bila dilihat dari sisi bobot hasil tangkapan, maka bobot hasil tangkapan ikan pelagis lebih besar. Pada Gambar 6 disajikan perbandingan bobot hasil tangkapan ikan pelagis dan demersal selama penelitian. 11,77% 88,23% Ikan pelagis Ikan demersal Gambar 6 Proporsi bobot hasil tangkapan enam unit bagan sampel. Gambar 6 menunjukkan bahwa bobot total hasil tangkapan enam unit bagan selama penelitian didominasi oleh ikan pelagis. Tangkapan ikan pelagis selama penelitian mencapai 88,23 % atau (3.455 kg), sedangkan ikan demersal hanya sekitar 11,77 % atau (461 kg). Tingginya persentase bobot hasil tangkapan ikan pelagis dapat dipahami karena unit penangkapan bagan merupakan alat tangkap yang ditujukan untuk menangkap ikan pelagis. Selain itu, kondisi ini juga didukung oleh metode pengoperasian bagan dengan alat bantu cahaya yang mengakibatkan sebagian besar jenis ikan pelagis yang tertarik terhadap cahaya (fototaksis positif) lebih banyak 38

57 tertangkap. Disisi lain adanya ikan demersal yang tertangkap selama penelitian, disebabkan ikan demersal tersebut tertarik oleh adanya mangsa yang berada di sekitar cahaya baik itu plankton maupun ikan kecil yang berada disekitar cahaya (Gunarso, 1985). 2) Ikan pelagis Selama penelitian, ikan pelagis merupakan kelompok ikan dominan dari sisi jumlah. Selama penelitian diperoleh 14 jenis ikan pelagis dengan lima spesies utama dan sembilan jenis ikan pelagis lainnya. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian disajikan pada Gambar 7. 3,16% 1,94% 1,81% 2,50% 21,37% 69,22% Teri (Stolephous spp) Kembung (Rastrelliger spp) Golok-Golok (Chirosentrus dorab) Tembang (Sardinella fimbriata) Japuh (Dussumeria acuta) Ikan lainnya Gambar 7 Proporsi bobot hasil tangkapan ikan pelagis per spesies. Perbandingan bobot hasil tangkapan ikan pelagis pada Gambar 7 hanya disajikan untuk lima jenis hasil tangkapan utama dan sembilan jenis ikan pelagis lainnya dikelompokkan dalam jenis ikan lainnya karena jumlahnya sangat sedikit. Lima spesies utama tersebut adalah teri (Stolephorus sp) berjumlah 69,22 % atau (2.392 kg), tembang (Sardinela fimbrita) memiliki proporsi sebesar 21,37 % atau 39

58 (775 kg), kemudian kembung (Rastrelliger sp) sebesar 3,16% atau (109 kg), japuh (Dussumeria acuta), dan golok-golok (Chirosentrus dorab) masing-masing berjumlah (67 kg ), atau sebesar 1,94 % dan (63 kg) atau 1,81%. Sedangakan kelompok ikan pelagis lainnya yang berjumlah 9 jenis hanya memiliki bobot 2,5 % dari total tangkapan ikan pelagis selama penelitian. Spesies pelagis lainnya adalah selar (Selaroides sp), talang-talang (Chorinemus tala), selanget (Dorosoma chacunda), serinding (Apogon spp), belida (Notopterus chitata), semadar/baronang (Siganus theraps), tenggiri (Scomberomorus commersoni), julung-julung (Hemirhapus far) dan kerong-kerong (Terapon therap). 3) Ikan demersal Komposisi ikan demersal yang tertangkap selama penelitian berjumlah 20 jenis dengan berat total mencapai kg. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian, terdapat lima jenis ikan demesal yang mendominasi hasil tangkapan. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal selama ujicoba penangkapan disajikan pada Gambar 8. 1,38% 1,31% 3,67% 1,54% 17,69% 74,41% Pepetek (Leiognathus sp Cumi (Loligo sp) Mayung (Arius thalassinus) Belanak (Mugil spp) Tigawaja (Jonius dussunieri) Ikan dimersal lainnya Gambar 8 Proporsi bobot hasil tangkapan ikan demersal per spesies. 40

59 Hasil tangkapan ikan demersal didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) yang mencapai 74,41% (343 kg), kemudian cumi-cumi (Loligo sp) sebesar 17,69 % (82 kg), ikan lain yang juga mendominasi adalah manyung (Arius thalassinus) dan belanak (Mugil sp). Ikan manyung (Arius thalassinus) yang tertangkap selama penelitian mencapai 1,54 %, (7 kg) dan pesentase belanak (Mugil sp) yang tertangkap selama penelitian mencapai 1,38 % atau (6 kg). Spesies lainnya yang mendominasi adalah tigawaja (Jonius dussumieri) mencapi 1,31 % atau (6 kg) dan kelompok ikan lainnya sebesar 3,64 %. Kelompok ikan lainnya berjumlah 15 spesies. Spesies tersebut adalah kurisi (Nemiphterus nemathoporus), kerapu (Cephalopholis sp), sembilang (Plotosus canius), layur (Trichiurus savala), bawal putih (Pampus argentus), ikan lidah (Cynoglosus lingua), bandeng (Chanos chanos), kakap (Lutjanus argentimaculatus), ikan sebelah (Pseuttodes erumai), sotong (Sepia spp), gulamah (Argyrosomus amoyensis), bawal hitam (Fermio niger), udang windu (Panaeus monodon), Rajungan (Portunus pelagicus), dan udang jerbung (Paenaeus merguensis). 4) Perbandingan komposisi hasil tangkapan total terhadap perubahan hari bulan (terang, semi terang dan gelap) Komposisi hasil tangkapan selama satu bulan dikelompokkan menjadi 3 periode kemunculan bulan, yaitu tangkapan bulan gelap, semi terang, dan terang. Pembagian ini didasarkan pada waktu kemunculan bulan. Kondisi bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul antara 0 jam hingga 3,5 jam, sedangkan bulan semi terang terjadi apabila kemunculan bulan berada antara 4 jam sampai 7,5 jam, dan bulan terang adalah kondisi bulan dimana kemunculannya lebih dari 8 jam dalam satu hari. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil tangkapan enam unit bagan sampel terdapat perbedaan baik dari sisi jumlah spesies yang tertangkap maupun bobot total tangkapan selama satu siklus bulan. Berdasarkan Tabel 11, spesies yang mendominasi untuk masing-masing waktu penangkapan adalah sama yaitu teri (Stolephorus spp) untuk ikan pelagis dan ikan demersal didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp). 41

60 Bulan gelap terjadi antara hari ke-23 sampai hari ke-3 bulan berikutnya. Kondisi bulan gelap pada umumnya akan memberikan hasil tangkapan terbaik. Namun kondisi ini tidak terjadi pada ujicoba yang dilakukan pada 6 unit bagan selama satu siklus bulan. Hasil tangkapan total pada kondisi bulan gelap berjumlah kg, yang terdiri atas kg ikan pelagis dan sisanya sebanyak 157 kg adalah ikan demersal. Jumlah spesies yang tertangkap pada kondisi bulan gelap hanya berjumlah 28 jenis dengan 12 jenis adalah ikan pelagis dan 16 lainnya ikan demersal. Sementara itu, kondisi yang memberikan hasil tangkapan terbaik dari sisi jumlah justru terjadi pada saat bulan semi terang (hari ke-18 sampai hari ke-22 dan hari ke-4 sampai hari ke-8 siklus bulan). Hasil tangkapan pada saat bulan semi terang berjumlah kg dengan komposisi ikan pelagis dan demersal masing-masing kg dan 204 kg Selain bobot, jumlah sepesies yang tertangkap pada kondisi ini juga lebih banyak mencapai 31 jenis, dimana 13 jenis ikan pelagis dan 18 lainnya ikan demersal. Analisis hasil tangkapan juga dilakukan pada kondisi purnama atau bulan terang. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada hari bulan terang, masih ada ikan yang tertangkap walaupun bobot hasil tangkapannya turun drastis dari kondisi gelap dan semi terang. Hasil tangkapan enam unit bagan selama bulan terang berjumlah 747 kg dengan didominasi oleh ikan pelagis sebesar 76,33% atau 646 kg. Jumlah spesies yang tertangkap juga mengalami penurunan drastis. Selama penelitian spesies yang tertangkap pada kondisi bulan terang berjumlah 20 jenis dengan proporsi sama antara ikan pelagis dan demersal yaitu masing-masing10 jenis. 42

61 Tabel 11 Komposisi hasil tangkapan dari enam unit bagan selama satu bulan yang dikelompokkan berdasarkan hari bulan No Spesies Gelap (gram) Pembangian Hari Bulan Semi terang (gram) Terang (gram) IKAN PELAGIS Teri (Stolephorus spp) Tembang (Sardinella fimbriata) Kembung (Rastrelliger spp) Golok-Golok (Chirosentrus dorab) Japuh (Dussumeria acuta) Talang-talang (Chorinemus tala) Serinding (Apogon spp) Selar (Selaroides sp) Belida (Notopterus chitata) Semadar / baronang (Siganus theraps) Julung-julung (Hemirhapus far) Selanget (Dorosoma chacunda) Tenggiri (Scomberomorus commersoni) Kerong-kerong (Terapon therap) IKAN DEMERSAL Pepetek (Leiognathus sp) Cumi (Loligo sp) Kedukang/ manyung (Arius thalassinus) Sotong (Sepia spp) Gulamah (Argyrosomus amoyensis) Bawal hitam (Fermio niger) Tigawaja (Jonius dussumieri) Rajungan (Portunus pelagicus) Kerapu (Cephalopholis sp) Kurisi (Nemipterus nemathoporus) Belanak (Mugil spp) Sembilang (Plotosus canius) Udang jerbung (Penaeus marguensis) Layur (Trichiurus savala) Bandeng (Chanos chanos) Kakap (Lutjanus argentimaculatus) Ikan lidah (Cynoglosus lingua) Udang windu (Peneus monodon) Bawal Putih (Pampus argentus) Sebelah (Pseuttodes erumai) TOTAL BOBOT TOTAL SPESIES

62 5.1.4 Sebaran panjang frekuensi hasil tangkapan dominan 1) Ikan pelagis Analisis sebaran panjang total hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian dilakukan untuk lima jenis tangkapan dominan yaitu teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), japuh (Dussumeria acuta), dan golok-golok (Chirosentrus dorab). Lima jenis ikan tersebut juga merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Jumlah Individu (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total 2,5-3,53 3,53-4,56 4,56-5,59 5,59-6,62 6,62-7,65 7,65-8,68 8,68-9,71 9,71-10,74 10,74-11,77 Selang kelas panjang (cm) Gambar 9 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan teri (Stolephorus spp). Sebaran rata-rata panjang ikan teri (Stolephorus spp) yang tertangkap selama penelitian menyebar dari 2,5 cm hingga 11,77 cm. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa panjang total rata-rata ikan teri berada pada selang 2,5-11,77 cm. Selain itu, ikan teri yang tertangkap sebelum tengah malam rata-rata lebih kecil, dibandingkan dengan rata-rata panjang ikan teri yang tertangkap setelah tengah malam. Hal ini terlihat dari rata-rata selang kelas dominan teri (Stolephorus spp) sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Sebelum tengah malam ikan teri banyak tertangkap pada selang kelas 3,53-4,56 cm, sedangkan setelah tengah malam berada pada selang kelas 4,56-5,59 cm. 44

63 Jumlah Individu (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total 6,93-7,61 7,61-8,29 8,29-8,97 8,97-9,65 9,65-10,33 10,33-11,01 11,01-11,69 11,69-12,37 12,37-13,05 Selang Kelas (cm) Gambar 10 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata). Berdasarkan Gambar 10, rata-rata panjang tubuh ikan tembang yang tertangkap menyebar dari 6,93-13,05 cm dan sebagian besar berada pada selang kelas 8,29-9,65 cm. Pada waktu penangkapan sebelum tengah malam, ikan tembang yang tertangkap paling banyak pada selang panjang 8,97-9,65 dengan jumlah 38 ekor. Sementara itu, penangkapan pada waktu setelah tengah malam banyak mendapatkan ikan tembang dengan selang yang sama. Sedangkan selang kelas rata-rata panjang tubuh tembang (Sardinella fimbriata) dengan jumlah paling rendah adalah pada ukuran 6,93-7,61 cm dengan jumlah 3 ekor selama ujicoba penangkapan dilakukan. Ikan kembung (Rastrelliger spp) juga menjadi salah satu jenis tangkapan pelagis dominan selama penelitian. Selama 174 ulangan sebelum dan setelah tengah malam hanya 87 ulangan yang berhasil menangkap kembung (Rastrelliger spp). Hasil tangkapan kembung (Rastrelliger spp) seperti ditujukkan pada Gambar 11 memberikan informasi bahwa ikan kembung yang tertangkap rata-rata memiliki panjang antara 4,8 cm hingga 14,6 cm. Akan tetapi, ikan kembung yang tertangkap didominasi oleh ikan dengan ukuran rata-rata panjang tubuh pada selang 9-10,4 cm. 45

64 Frekuensi Tertangkap (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total 4,8-6,2 6,2-7,6 7, ,4 10,4-11,8 11,8-13,2 13,2-14,6 Selang Kelas (cm) Gambar 11 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan kembung (Rastrelliger spp). Secara keseluruhan hasil tangkapan ikan kembung selama pengoperasian bagan sebagian besar lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11, dimana rata-rata kembung di setiap selang kelas setelah tengah selalu lebih tinggi dibandingkan sebelum tangah malam. Semakin besar ukuran ikan ternyata terjadi penurunan jumlah yang tertangkap sehingga dapat dikatakan bahwa ikan kembung yang tertangkap dengan ukuran lebih dari 10,4 cm semakin sedikit. Japuh (Dussumeria acuta) juga merupakan salah satu jenis tangkapan dominan, frekuensi kemunculan japuh selama penelitian berjumlah 44 kali, dari 174 kali ulangan. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa rata-rata panjang tubuh japuh yang tertangkap pada 44 kali ulangan berada pada rentang panjang 6,5-13,1 cm, dengan selang kelas dominan ada pada 9,8-10,9 cm. Jumlah frekuensi ikan yang tertangkap pada selang kelas tersebut adalah 11 ekor. 46

65 12 Frekunsi Tertangkap (ekor) ti Sebelum pukul Sesudah pukul Total 0 6,5-7,6 7,6-8,7 8,7-9,8 9,8-10,9 10, ,1 Selang Kelas (cm) Gambar 12 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan japuh (Dussumeria acuta). Secara umum frekuensi kemunculan japuh (Dussumeria acuta) yang tertangkap selama penelitian lebih banyak pada waktu penangkapan setelah tengah malam, karena data total frekuensi menunjukkan bahwa tangkapan japuh setelah tengah malam berjumlah 24 ekor sedangkan sebelum tengah malam 20 ekor. Bila dilihat dari ukurannya frekuensi japuh setelah tengah malam lebih banyak pada ukuran 8,7-9,8 cm sedangkan untuk waktu penangkapan sebelum tengah malam didominasi oleh ikan japuh dengan selang panjang 9,8-10,9 cm. Jenis ikan dominan yang terakhir adalah ikan golok-golok. Salah satu ikan yang menjadi komoditas unggulan di wilayah Pulau Sumatera ini tertangkap, pada selang panjang antara cm. Sebaran ukuran ikan yang tertangkap mengalami fluktasi yang tinggi. Secara keseluruhan frekuensi tertinggi tertangkapnya golokgolok (Chirosentrus dorab) berada pada selang kelas 31,4-35,2 cm dengan jumlah total 7 ekor. 47

66 Frekunsi Tertangkap (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total ,8 23,8-27,6 27,6-31,4 31,4-35,2 35,2-39 Selang Kelas (cm) Gambar 13 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan golok-golok (Chirosentrus dorab). Gambar 13 merupakan visualisasi frekuensi ikan golok-golok yang tertangkap selama penelitian. Secara umum frekuensi kemunculan golok-golok (Chirosentrus dorab) lebih banyak setelah tengah malam. Hal ini terlihat dari 174 kali ujicoba penangkapan, golok-golok tertangkap sebelum tengah malam berjumlah 19 ekor sedangkan setelah tengah malam hanya berjumlah 12 ekor. 2) Ikan demersal Sebaran rata-rata panjang tubuh ikan demersal yang diamati hanya dilakukan untuk lima macam spesies yang memiliki frekuensi kemunculan tertinggi selama pengambilan sampel, spesies tersebut adalah pepetek (Leiognathus sp), cumi (Loligo sp), belanak (Mugil spp), manyung (Arius thalassinus), dan tigawaja (Johnius dussunieri). Melalui pengamatan terhadap rata-rata sebaran panjang kelas ikan hasil tangkapan diharapkan dapat diperoleh dominasi ukuran ikan yang tertangkap oleh bagan selama penelitian, sehingga dari hasil tangkapan dapat diperoleh informasi tingkat kelayakan penangkapan spesies dimaksud. 48

67 Jumlah Individu (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total 3,4-4,5 4,5-5,6 5,6-6,7 6,7-7,8 7,8-8,9 Selang Kelas (cm) 8, ,1 11,1-12,2 Gambar 14 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp). Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa sebaran frekuensi ikan pepetek (Leiognathus sp) yang tertangkap selama penelitian pada 174 ulangan menyebar normal dari ukuran 3,4-12,2 cm. Pepetek yang dominan muncul selama penelitian berada pada selang kelas 5,6-6,7 cm, dengan frekuensi kemunculan sebanyak 51 ekor. Sedangkan ukuran pepetek yang paling jarang tertangkap ada pada selang kelas 3,4-4,5 cm yang tertangkap hanya satu ekor. Secara umum frekuensi kemunculan pepetek selama penelitian lebih banyak setelah tengah malam. Berdasarkan data yang diperoleh pepetek tertangkap sebanyak 68 ekor sebelum tengah malam dan 127 ekor setelah tengah malam. Namun terdapat perbedaan ukuran antara pepetek yang tertangkap sebelum tengah malam dan setelah tengah malam, dimana pepetek yang tertangkap sebelum tengah malam cenderung berukuran lebih kecil. Hal ini dapat dilihat dari modus tertangkapnya ikan pepetek pada setiap selang kelas. Sebelum tengah malam, ikan pepetek muncul lebih banyak pada selang kelas 5,6-6,7 cm sedangkan sebelum tengah malam ada di 7,8-8,9 cm. 49

68 Jumlah Individu (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total 3,4-4,5 4,5-5,6 5,6-6,7 6,7-7,8 7,8-8,9 8, ,1 11,1-12,2 Selang Kelas (cm) Gambar 15 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan cumi (Loligo sp). Pada Gambar 15 dapat dilihat frekuensi sebaran rata-rata panjang tubuh cumicumi yang tertangkap selama penelitian. Secara umum cumi-cumi yang tertangkap sebelum tengah malam berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan cumi-cumi yang tertangkap setelah tengah malam. Hal ini dapat dilihat dari tangkapan cumi pada masing-masing selang kelas dimana cumi-cumi dengan ukuran besar hanya tertangkap setelah tengah malam. Total cumi-cumi yang tertangkap selama penelitian adalah 175 ekor, dimana 81 ekor tertangkap sebelum tengah malam dan 94 lainnya tertangkap setelah tengah malam, sehingga dapat disimpulkan bahwa cumi-cumi lebih banyak muncul setelah tengah malam. Jenis ikan demersal lain yang tertangkap adalah ikan manyung. Rata-rata panjang tubuh manyung (Arius thalassinus) yang tertangkap berkisar antara cm. Akan tetapi, ikan manyung berukuran kecil lebih banyak yang tertangkap dibandingkan dengan manyung berukuran besar. Hasil tangkapan ikan manyung selama penelitian ditunjukkan pada Gambar

69 Jumlah Individu (ekor) ,1 15,1-19,2 19,2-23,3 23,3-27,4 27,4-31,5 31,5-35,6 Selang Kelas (cm) Sebelum pukul Sesudah pukul Total Gambar 16 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan manyung (Arius thalassinus) Frekuensi rata-rata panjang tubuh manyung (Arius thalassinus) selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 16. Manyung (Arius thalassinus) selama penelitian tertangkap sebanyak 17 ekor dari 174 ujicoba penangkapan baik sebelum maupun setelah tengah malam. Dari 17 ekor manyung yang tertangkap, 10 ekor diperoleh setelah tengah malam dan 7 ekor lainnya diperoleh dari penangkapan sebelum tengah malam. berdasarkan analisis selang kelas, manyung yang tertangkap sebagian besar berada pada selang kelas rendah ( cm). Frekuensi Tertangkap (ekor) 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0, ,5 14, ,5 23,5 28 Selang Kelas (cm) Sebelum pukul Sesudah pukul Total Gambar 17 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan belanak (Mugil sp) 51

70 Frekuensi tertangkapnya ikan belanak (Mugil sp) selama penelitian disajikan pada Gamber 17. Berdasarkan data yang diperoleh selama penelitian frekuensi kemunculan ikan belanak adalah sebanyak 8 ekor dari 174 ulangan, dengan tingkat kemunculan dominan ada pada selang kelas 10-14,5 cm. Pada gambar yang sama juga diperoleh informasi ikan belanak yang tertangkap sebelum tengah malam lebih besar dibandingkan dengan ikan belanak yang tertangkap setelah tengah malam. 12 Frekuensi tertangkap (ekor) Sebelum pukul Sesudah pukul Total ,1 13,1-15,2 15,2-17,3 17,3-19,4 19,4-21,5 Selang Kelas (cm) Gambar 18 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan tigawaja (Jonius dussumieri). Pada Gambar 18 terlihat bahwa frekuensi ikan tigawaja yang tertangkap selama penelitian menyebar dari ukuran 11-21,5 cm. Frekuensi tertangkap terbesar adalah sebanyak 10 ekor dari total kemunculan 27 ekor yaitu pada selang kelas panjang 17,3-19,4 cm. Secara umum, ikan tigawaja lebih banyak tertangkap pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, namun perbedaannya tidak begitu signifikan dengan perbandingan sebelum dan setelah tengah malam adalah 14:13. Selain itu, ikan tigawaja yang tertangkap sebelum tengah malam memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan setelah tengah malam. 52

71 Frekuensi Tertangkap (ekor) ,9-16,8 16,8-24,7 24,7-32,6 32,6-40,5 40,5-48,4 Selang Kelas (cm) Sebelum pukul Sesudah pukul Total Gambar 19 Sebaran rata-rata panjang hasil tangkapan sotong (Sepia sp). Sotong (Sepia sp) adalah spesies demersal yang menjadi salah satu tangkapan dominan selama pengambilan sampel. Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa frekuensi total sotong selama penangkapan menyebar normal dari rata-rata panjang tubuh 8,9 cm hingga 48,4 cm. Selang kelas 24,7 cm hingga 32,6 cm merupakan selang kelas yang memiliki frekuensi tertangkap cumi terbanyak dibandingkan dengan kelas lainnya (5 ekor), sedangkan yang terendah ada pada selang kelas 8,9 cm hingga 16,8 cm dan 40,5 cm hingga 48,4 cm, masing-masing (satu kali). Pada gambar yang sama juga dapat dilihat bahwa sotong yang tertangkap sebelum tengah malam memiliki selang kelas yang lebih kecil dibandingkan dengan sotong setelah tengah malam Perubahan bobot hasil tangkapan terhadap waktu penangkapan 1) Bobot total tangkapan Bobot total hasil tangkapan bagan selama penelitian berfluktuasi mengikuti perubahan hari bulan. Pada Gambar 20 disajikan perubahan bobot hasil tangkapan 53

72 bagan selama penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam. Rata-Rata Hasil tangkapan bagan (gram) Gelap Semi terang I Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 20 Rata-rata total tangkapan bagan selama ujicoba. Total hasil tangkapan rata-rata bagan selama satu bulan, baik sebelum maupun setelah tengah malam memiliki perbedaan yang signifikan. Pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, ikan cenderung lebih banyak tertangkap pada kondisi bulan semi terang pertama dan terus menurun hingga akhir bulan gelap, kemudian meningkat sedikit pada semi terang kedua. Pada periode bulan terang, hasil tangkapan menurun drastis karena efektivitas penangkapan dengan cahaya berkurang karena adanya cahaya bulan yang menyebar merata di perairan. Pola hasil tangkapan setelah tengah malam mengalami perubahan yang drastis bila dibandingkan dengan keadaan sebelum tengah malam. Rata-rata hasil tangkapan total bagan setelah tengah malam pada kondisi semi terang pertama cenderung lebih sedikit kemudian meningkat hingga pertengahan bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan berfluktuasi hingga semi terang kedua, sedangkan pada saat purnama atau bulan terang hasil tangkapan kecenderungan konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan tertinggi terjadi pada kondisi semi terang pertama, kemudian menurun dan meningkat kembali pada saat bulan gelap, kemudian menurun kembali hingga menjelang bulan terang. Pada kondisi bulan terang hasil tangkapan cenderung konstan. 54

73 Secara umum total hasil tangkapan bagan lebih banyak tertangkap pada kondisi bulan semi terang pertama, hal ini karena bulan mengalami gelap pada waktu sore yaitu antara pukul antara pukul , kondisi ini sangat mendukung untuk penangkapan karena pada saat senja antara pukul WIB merupakan saatsaat ikan aktif untuk mencari makan. Sedangkan aktifitas penangkapan telah dilakukan sejak pukul WIB serta rata-rata hauling pertama dilakukan pukul WIB. Kondisi inilah yang menyebabkan hasil tangkapan total bagan lebih terkonsentrasi pada bulan semi terang pertama. 2) Bobot tangkapan ikan pelagis Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis mengalami fluktuasi mengikuti perubahan hari bulan. Secara rinci fluktuasi bobot total hasil tangkap ikan pelagis selama penelitian disajikan pada gambar dibawah ini Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Gelap Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 21 Rata-rata total tangkapan ikan pelagis selama ujicoba. Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan pelagis selama penelitian dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tangkapan sebelum dan setelah tengah malam. Sebelum tengah malam, ikan pelagis lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan menurun hingga pertengahan bulan gelap serta hilang pada akhir bulan gelap. Kemudian ikan mulai tertangkap kembali pada semi terang kedua dan tidak tertangkap lagi pada saat purnama. 55

74 Kondisi berbeda ditunjukkan oleh hasil tangkapan ikan pelagis pada pengoperasian bagan setelah tengah malam. Pada semi terang pertama ikan cukup banyak tertangkap dengan kecenderungan menurun hingga akhir semi terang pertama. Namun pada awal bulan gelap hasil tangkapan meningkat hingga pertengahan bulan gelap, kemudian hasil tangkapan berfluktuasi hingga awal purnama. Pada saat purnama, hasil tangkapan ikan pelagis setelah tengah malam cenderung konstan. Secara umum, total hasil tangkapan tertinggi terjadi saat kondisi bulan semi terang pertama dan menurun hingga akhir semi terang pertama serta meningkat kembali pada bulan gelap dan berfluktuasi pada saat semi terang kedua dan konstan pada saat-saat purnama. 3) Bobot tangkapan ikan demersal Hasil tangkapan ikan demersal selama ujicoba penangkapan disajikan dalam dua periode waktu yang berbeda, yaitu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Secara keseluruhan ikan demersal yang tertangkap selama ujicoba penangkapan mengalami fluktuasi seperti disajikan pada Gambar 22. Rata-Rata Tangkapan Bagan (gram Semi terang I Gelap Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 22 Rata-rata total tangkapan ikan demersal selama ujicoba. 56

75 Pada Gambar 22, bobot hasil tangkapan rata-rata ikan demersal selama penelitian memiliki pola yang berbeda dengan ikan pelagis. Sebelum tengah malam, bobot tangkapan ikan demersal selama kondisi semi terang pertama cenderung meningkat hingga pertengahan bulan gelap, namun peningkatan ini jumlahnya tidak signifikan. Kemudian pada semi terang kedua hingga awal bulan terang hasil tangkapan ikan demersal kembali muncul dan menghilang pada saat-saat bulan terang. Pola berbeda juga terjadi pada hasil tangkapan setelah tengah malam, ikan demersal pada kondisi bulan semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap cenderung meningkat dengan peningkatan lebih besar bila dibandingkan tangkapan sebelum tengah malam. Pada akhir bulan gelap hingga awal-awal semi terang kedua hasil tangkapan cenderung konstan. Kemudian hasil tangkapan meningkatan kembali pada awal bulan terang, namun peningkatan ini tidak terus terjadi melainkan menurun drastis hingga pertengahan bulan terang, selanjutnya hasil tangkapan pada pertengahan bulan terang cenderung konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan ikan demersal memiliki pola meningkat pada semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap, walaupun jumlahnya cukup sedikit, dan mengalami penurunan drastis hingga konstan pada akhir bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan menunjukkan peningkatan drastis hingga akhir semi terang kedua dan kembali menurun hingga konstan pada saat purnama Perubahan bobot hasil tangkapan ikan pelagis dominan terhadap waktu penangkapan Ikan pelagis merupakan komponen terbesar hasil tangkapan bagan tancap selama penelitian baik pada operasi penangkapan sebelum maupun setelah tengah malam. Gambaran hubungan bobot hasil tangkapan dengan waktu untuk tiga tangkapan utama disajikan pada Gambar 23, 24 dan 25. Ikan tersebut adalah teri (Stolephorus sp), tembang (Sardinella fimbriata), dan kembung (Rastrelliger sp). 57

76 1) Teri (Stolephorus sp) Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Gelap Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 23 Rata-rata total tangkapan teri (Stolephorus spp) selama ujicoba. Hasil tangkapan teri selama ujicoba penangkapan mengalami fluktuasi yang tinggi. Pada operasi penangkapan sebelum tengah malam, ikan teri lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan terus mengalami penurunan. Fluktuasi ini disebabkan oleh kondisi arus dan efektivitas cahaya lampu yang digunakan. Kondisi berbeda ditunjukkan untuk teri (Stolehous sp) yang tertangkap setelah tengah malam. Hasil tangkapan setelah tengah malam memiliki pola yang sedikit berbeda dengan sebelum tengah malam. Setelah tengah malam, ikan teri memiliki kecenderungan meningkat dengan sedikit fluktuasi sejak awal kondisi semi terang pertama hingga awal bulan terang. Selanjutnya pada pertengahan hingga akhir bulan terang hasil tangkapan cenderung konstan. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan teri (Stolephorus sp) pada kondisi semi terang pertama lebih banyak dengan kecenderungan tertangkap sebelum tengah malam. Kemudian hasil tangkapan teri (Stolephorus sp) berfluktuasi sejak bulan gelap hingga awal bulan terang kedua. Sedangkan pada kondisi bulan terang hasil tangkapan teri (Stolephorus sp) konstan. 58

77 2) Tembang (Sardinella fimbriata) Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Gelap Hari Bulan Semi terang II Sebelum Pukul Setelah Pukul Terang Gambar 24 Rata-rata total tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) selama ujicoba. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) sebelum tengah malam lebih banyak tertangkap pada awal kondisi semi terang pertama dan terus mengalami penurunan hingga hilang pada pertengahan bulan gelap. Kemudian tembang (Sardinella fimbriata) tertangkap kembali pada semi terang kedua hingga awal bulan terang atau purnama. Tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) setelah tengah malam memiliki pola berbeda dengan tangkapan sebelum tengah malam. Tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) pada awal semi terang pertama hingga awal bulan gelap mengalami penurunan, namun meningkat drastis pada pertengahan bulan gelap dan berfluktuasi pada kondisi semi terang kedua serta konstan pada kondisi bulan terang. Bila digabungkan antara tangkapan sebelum dan setelah tengah malam, maka total hasil tangkapan tembang (Sardinella fimbriata) lebih banyak tertangkap pada kondisi semi terang pertama dan bulan gelap. Sedangkan pada kondisi semi terang kedua cenderung berfluktuasi serta konstan pada saat bulan terang. 59

78 3) Kembung (Rastrelliger spp) Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Gelap Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 25 Rata-rata total tangkapan kembung (Rastrelliger sp) selama ujicoba. Hasil tangkapan kembung (Rastrelliger sp) yang disajikan pada Gambar 25 menunjukkan kondisi yang sangat berbeda dengan hasil tangkapan lainnya, dimana ikan kembung (Rastrelliger sp) hanya tertangkap pada saat-saat tertentu saja selama ujicoba penangkapan. Secara keseluruhan hasil tangkapan kembung (Rastrelliger sp) lebih banyak tertangkap setelah tengah malam, dengan periode waktu tertangkap berada pada pertengahan bulan gelap Perubahan bobot hasil tangkapan ikan demersal dominan terhadap waktu penangkapan Hasil tangkapan ikan demersal hanya digambarkan untuk tiga jenis ikan dominan yaitu pepetek (Leiognathus sp), cumi-cumi (Loligo sp) dan manyung (Arius thalassinus). Hasil pengamatan terhadap hasil tangkapan masing-masing spesies dimaksud disajikan pada Gambar 26, 27 dan

79 1) Pepetek (Leiognathus sp) Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Gelap Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 26 Rata-rata total tangkapan pepetek (Leiognathus sp) selama ujicoba. Pepetek (Leiognathus sp) selama penelitian selalu tertangkap, walaupun dengan jumlah yang berbeda setiap harinya. Tangkapan pepetek (Leiognathus sp) sebelum tengah malam jumlahnya sedikit dan berfluktuasi, bahkan untuk hari-hari tertentu seperti pada akhir bulan gelap dan awal-awal bulan terang ikan ini tidak tertangkap. Pada Gambar 26 juga dapat dilihat bahwa hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp) selepas tengah malam cenderung meningkat sejak semi terang pertama hingga pertengahan bulan gelap kemudian menurun kembali pada akhir bulan gelap. Setelah itu, hasil tangkapan tembang meningkat kembali pada semi terang kedua dan puncaknya terjadi pada awal bulan terang, kemudian menurun hingga konstan hingga akhir purnama. Secara umum total hasil tangkapan pepetek (Leiognathus sp) lebih banyak tertangkap setelah tengah malam dengan periode waktu tertangkap berada pada pertengahan bulan gelap hingga awal-awal bulan terang. 61

80 2) Cumi (Loligo sp) Gelap Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 27 Rata-rata total tangkapan cumi (Loligo sp) selama ujicoba. Cumi (Loligo sp) merupakan jenis ikan demersal yang cukup dominan selama ujicoba penangkapan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 27, dimana hasil tangkapan cumi hampir ada setiap hari kecuali hari ke-14 atau 8 Juli Secara keseluruhan hasil tangkapan cumi (Loligo sp) lebih banyak tertangkap setelah tengah malam, dengan periode tertangkap berada pada kondisi bulan semi terang baik pertama maupun kedua. Tidak tertangkapnya cumi pada hari ke-14 karena pada saat itu merupakan kondisi purnama penuh dan wilayah disekitar bagan cukup terang. Oleh karena itu, tidak ada cumi yang tertangkap karena secara biologis cumi lebih menyenangi daerah dengan tingkat pencahayaan redup (Gunarso, 1985). Pendapat Gunarso (1985) ini dapat dibuktikan dengan banyaknya cumi yang tertangkap pada kondisi semi terang baik pertama maupun kedua. 62

81 3) Manyung (Arius thalassinus) Rata-Rata Hasil Tangkapa Bagan (gram) Semi terang I Gelap Semi terang II Terang Hari Bulan Sebelum Pukul Setelah Pukul Gambar 28 Rata-rata total tangkapan manyung (Arius thalassinus) selama ujicoba. Manyung (Arius thalassinus) adalah jenis ketiga yang juga mendominasi hasil tangkapan ikan demersal selama penelitian, namum ikan ini hanya tertangkap sesekali saja. Pada Gambar 28 dapat dilihat bahwa manyung (Arius thalassinus) tertangkap hanya pada kondisi semi terang dan terang saja. Pada kondisi semi terang manyung (Arius thalassinus) lebih banyak tertangkap sebelum tengah malam sedangkan pada kondisi bulan terang manyung (Arius thalassinus) tertangkap setelah tengah malam Hubungan hari bulan dengan hasil tangkapan 1) Tangkapan total Untuk mengetahui hubungan antara hari bulan dengan hasil tangkapan maka dilakukan analisis dengan Rancangam Acak Lengkap (RAL) faktorial. Pengaruh hari bulan dan waktu penangkapan terhadap hasil tangkapan dapat dilihat dari hasil ANOVA. Hasil analisis ANOVA seperti ditunjukkan pada Tabel

82 Tabel 12 Hasil analisis ANOVA hasil tangkapan total Sumber Keragaman JK db KT F Sig Hari bulan 42591, ,8 8,5027 0,0012 Waktu penangkapan 25124, ,75 10,0315 0,0035 Hari bulan * Waktu penangkapan 31926, ,1 6, ,0049 Sisa 75137, ,574 Total ,8 36 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa hari bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap total hasil tangkapan, hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang lebih kecil dari nilai taraf nyata 0,05. Oleh karena itu, perbedaan pengoperasian bagan berdasarkan hari bulan memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Apabila dilihat berdasarkan nilai rata-rata hari bulan penangkapan maka hari bulan penangkapan yang menghasilkan jumlah tangkapan terbesar adalah pada hari bulan semi terang dengan rata-rata tangkapan sebesar 144,27 kg dan hasil tangkapan paling rendah terjadi pada bulan terang dengan jumlah tangkapan sebesar 62,22 kg. Berdasarkan hasil analisis ANOVA di atas, belum tergambar waktu penangkapan terbaik untuk tiga kelompok waktu (gelap, semi terang dan terang), maka untuk memperoleh waktu terbaik perlu dilakukan uji lanjutan terhadap hasil uji pada Tabel 12. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji Tukey HSD dengan menggunakan perangkat lunak (software) SPSS 14. Pada Tabel 13 disajikan hasil uji Tukey dimana hasilnya menunjukkan bahwa hasil tangkapan antara bulan gelap dan bulan semi terang tidak berbeda nyata. Hal ini dapat disimpulkan dari nilai sig < 0,05. Sementara itu, hasil tangkapan antara bulan gelap dan bulan terang, serta bulan semi terang dan terang menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Artinya, pada bulan terang tidak direkomendasikan untuk melakukan operasi penangkapan. Sementara untuk bulan gelap dan semi terang masih direkomendasikan untuk dilakukannya operasi penangkapan bagan di lokasi penelitian. 64

83 Tabel 13 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan (I) Hari Bulan Gelap Semi Terang Terang (J) Hari Bulan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Semi Terang -24, , ,466 Terang 57,6357 * 20, ,022 Gelap 24, , ,466 Terang 82,0395 * 20, ,001 Gelap -57,6357 * 20, ,022 Semi Terang -82,0395 * 20, ,001 Sementara itu, berdasarkan waktu penangkapan bagan dapat dilihat bahwa faktor waktu penangkapan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Hal ini dapat dilihat dari nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05. Waktu penangkapan terbaik adalah setelah pukul WIB dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 135,20 kg sementara rata-rata hasil tangkapan pada waktu sebelum pukul WIB adalah sebesar 82,3679 kg. Oleh karena itu, waktu yang direkomendasikan untuk menangkap ikan menggunakan bagan tancap baik pada saat bulan gelap atau semi terang adalah setelah tengah malam. Penentuan waktu terbaik tidak perlu dilakukan dengan menggunakan uji lanjut karena faktornya hanya dua jenis. Hari bulan dan waktu penangkapan memiliki interaksi yang positif dimana kombinasi keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Apabila merujuk pada rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh, waktu penangkapan yang ideal adalah pada kondisi bulan gelap dan dilakukan seletah pukul WIB (setelah tengah malam) karena menghasilkan rata-rata total tangkapan sebesar 186,1843 kg. 65

84 Tabel 14 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Std. Deviasi N Gelap Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 119, , Semi Terang Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 144, , Terang Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 62, , Total Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 108, , ) Tangkapan ikan pelagis Hasil analisis terhadap tangkapan ikan pelagis selama penelitian menunjukkan bahwa faktor perbedaan waktu pengoperasian dan hari bulan memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil tangkapan bagan. Begitu pula dengan interaksi kedua faktor tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig yang lebih kecil dari α (sig < 0,05) untuk masing-masing faktor yang dianalisis seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil ANOVA untuk ikan pelagis Sumber Keragaman JK db KT F Sig Hari bulan 34441, ,513 7,543 0,002 Waktu penangkapan 16868, ,569 7,389 0,011 Hari bulan * Waktu penangkapan 31932, ,251 6,994 0,003 Sisa 68487, ,.902 Total ,

85 Berdasarkan hasil analisis ANOVA tersebut, maka diperlukan uji lanjutan terhadap faktor hari bulan untuk mengetahui periode bulan yang memiliki perbedaan pengaruh terhadap hasil tangkapan dengan menggunakan uji Tukey. Seperti halnya pada hasil analisis terhadap hasil tangkapan total, pengaruh perbedaan periode bulan gelap dan semi terang tidak berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan pelagis. Sementara itu, hasil tangkapan periode bulan semi terang dan terang serta bulan terang dan gelap memiliki pengaruh yang berbeda nyata. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka periode bulan terbaik untuk melakukan penangkapan ikan pelagis adalah pada saat periode bulan gelap dan semi terang dimana hasil tangkapan ratarata pada periode bulan gelap adalah 106,7904 kg dan pada bulan semi terang sebesar 127,2911 kg. Sementara itu, untuk mengetahui waktu penangkapan terbaik tidak dapat dilakukan uji Tukey mengingat jumlah faktornya hanya dua jenis. Oleh karena itu, waktu penangkapan yang terbaik adalah setelah tengah malam dengan rata-rata tangkapan sebesar 117,6320 kg. Tabel 16 Hasil uji Tukey untuk faktor hari bulan (I) Hari Bulan (J) Hari Bulan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Gelap Semi Terang Terang Semi Terang -20, , ,551 Terang 52,9154 * 19, ,029 Gelap 20, , ,551 Terang 73,4162 * 19, ,002 Gelap -52,9154 * 19, ,029 Semi Terang -73,4162 * 19, ,002 Interaksi antara hari bulan dan waktu penangkapan juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan dimana kombinasi yang menghasilkan rata-rata hasil tangkapan tertinggi adalah pada saat bulan gelap dan dilakukan setelah tengah malam dengan rata-rata tangkapan sebesar 168,1388 kg seperti ditunjukkan pada Tabel

86 Tabel 17 Rata-rata hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan dan hari bulan (kg) Hari Bulan Waktu Penangkapan Mean Std. Deviasi N Gelap Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 106, , Semi Terang Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 127, , Terang Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 53, , Total Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 95, , Ikan pelagis yang mendominasi hasil tangkapan selama ujicoba penangkapan adalah ikan teri, kembung dan tembang. Untuk mengetahui pengaruh hari bulan dan waktu penangkapan terhadap bobot hasil tangkapan ketiga jenis ikan tersebut, maka dilakukan analisis ANOVA dan uji Tukey untuk faktor yang berbeda nyata. Hasil analisis terhadap faktor-faktor tersebut ditunjukkan pada Tabel 18. Pada ikan teri, faktor hari bulan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bobot hasil tangkapan. Tetapi faktor waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara itu, interaksi antara waktu penangkapan dan hari bulan juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan ikan teri. Hal ini dapat dilihat dari nilai sig yang menjadi pedoman pengambilan keputusan dimana nilainya lebih kecil dari α (sig < 0,05). Pada ikan tembang, faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan adalah waktu penangkapan dengan nilai sig = 0,033. Sementara faktor hari bulan dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyara terhadap bobot hasil tangkapan. Kemudian untuk 68

87 hasil tangkapan kembung, kedua faktor (hari bulan dan waktu penangkapan) tidak memberikan pengaruh yang berbeda dan kedua faktor tersebut juga tidak saling berinteraksi. Tabel 18 Hasil analisis ANOVA untuk ikan teri, tembang dan kembung Sumber Keragaman JK db KT F Sig Ikan Teri Hari bulan 19428, ,388 22,602 0,000 Waktu penangkapan 1542, ,336 3,588 0,068 Hari bulan * Waktu penangkapan 12846, ,484 14,945 0,000 Sisa 12894, ,806 Total , Ikan Tembang Hari bulan 3035, ,936 3,170 0,056 Waktu penangkapan 2400, ,633 5,014 0,033 Hari bulan * Waktu penangkapan 1684, ,459 1,760 0,189 Sisa 14363, ,784 Total 35421, Ikan Kembung Hari bulan 145, ,656 1,605 0,218 Waktu penangkapan 101, ,522 2,242 0,145 Hari bulan * Waktu penangkapan 37, ,773 0,415 0,664 Sisa 1358, ,281 Total 1923, Berdasarkan hasil uji Tukey seperti pada Tabel 19 menunjukkan bahwa, kombinasi waktu pengoperasian bagan terhadap hari bulan (bulan gelap, semi terang dan terang) seluruhnya memberikan pengaruh yang berbeda nyata untuk ikan teri. Oleh karena itu, untuk mengetahui waktu penangkapan terbaik ikan teri dapat dilakukan dengan membandingkan rata-rata bobot hasil tangkapan pada masingmasing periode bulan tersebut. Sementara untuk ikan tembang, uji Tukey tidak dapat dilakukan karena faktor yang berpengaruh nyata hanya terdiri atas 2 taraf (waktu penangkapan) sedangkan untuk bobot hasil tangkapan ikan kembung tidak dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. 69

88 Tabel 19 Hasil uji Tukey faktor hari bulan untuk ikan teri (I) Hari Bulan (J) Hari Bulan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Gelap Semi Terang Terang Semi Terang -27,5663 * 8, ,008 Terang 29,3292 * 8, ,004 Gelap 27,5663 * 8, ,008 Terang 56,8955 * 8, ,000 Gelap -29,3292 * 8, ,004 Semi Terang -56,8955 * 8, ,000 Untuk mengetahui waktu yang lebih baik untuk melakukan penangkapan ikan teri, kembung dan tembang maka dapat dilakukan dengan melihat rata-rata bobot hasil tangkapan yang diperoleh. Untuk ikan teri, hasil tangkapan rata-rata tertinggi adalah pada saat pengoperasian bulan semi terang sebelum pukul WIB yaitu sebesar 107,7917 kg. Hasil tangkapan tertinggi untuk ikan tembang adalah pada saat pengoperasian hari bulan gelap setelah pukul WIB dengan rata-rata bobot hasil tangkapan sebesar 42,4550 kg. Hasil analisis ANOVA untuk ikan kembung menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh hari bulan dan waktu operasi terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan oleh sebaran data rata-rata bobot tangkapan yang relatif seragam. Hasil tangkapan tertinggi adalah pada saat hari bulan gelap dan pengoperasian setelah pukul WIB dengan rata-rata bobot hasil tangkapan sebesar 8,6642 kg. 70

89 Tabel 20 Rata-rata bobot hasil tangkapan ikan teri, kembung dan tembang selama penelitian Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Ikan Teri Kembung Tembang Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi N Gelap Sebelum Pukul ,1387 8,69 2,4383 3,59 7,0687 4,14 6 Setelah Pukul , ,66 8, ,45 42, ,88 6 Total 64, ,02 5, ,18 24, ,48 12 Semi Terang Sebelum Pukul , ,40 0,8800 1,39 22,6187 7,24 6 Setelah Pukul , ,29 3,1083 4,03 32, ,24 6 Total 92, ,22 1,9942 3,10 27, ,02 12 Terang Sebelum Pukul , ,47 0,0167 0,04 4,8408 4,75 6 Setelah Pukul , ,44 1,6383 1,40 8,7267 5,32 6 Total 35, ,00 0,8275 1,27 6,7837 5,22 12 Total Sebelum Pukul , ,92 1,1117 2,33 11,5094 9,66 18 Setelah Pukul , ,61 4,4703 9,23 27, ,08 18 Total 64, ,53 2,7910 6,85 19, , ) Tangkapan ikan demersal Ikan demersal yang tertangkap oleh bagan disebabkan oleh dua faktor, yaitu tertarik oleh cahaya dan tertarik oleh mangsa yang berkumpul di sekitar area penyinaran lampu bagan. Dalam kasus kedua, ikan cenderung berkumpul disekitar bagan untuk mencari makanan. Berdasarkan hasil analsis ANOVA terhadap faktor hari bulan dan waktu penangkapan, hasil tangkapan ikan demersal hanya dipengaruhi oleh faktor waktu penangkapan yang dapat dilihat melalui nilai sig < 0,05. Penyebabnya antara lain karena sebagian besar ikan yang tertangkap bertujuan mencari makan, sehingga ketika lewat tengah malam mangsa yang berkumpul di sekitar bagan sudah cukup banyak. Ikan demersal pun kemudian bergerak ke permukaan untuk menemukan makanan dan tertangkap pada bagan. 71

90 Tabel 21 Hasil ANOVA untuk ikan demersal Sumber Keragaman JK db KT F Sig Hari bulan 447, ,753 1,574 0,224 Waktu penangkapan 819, ,610 5,764 0,023 Hari bulan * Waktu penangkapan 7, ,547 0,025 0,975 Sisa 4265, ,185 Total 11438, Berdasarkan rata-rata bobot hasil tangkapan dapat disimpulkan bahwa waktu pengoperasian yang ideal adalah setelah tengah malam karena menghasilkan rata-rata hasil tangkapan tertinggi sebesar 17,5718 kg. Sementara untuk hari bulan yang paling produktif adalah pada kondisi bulan semi terang dengan rata-rata hasil tangkapan sebesar 16,9758 kg. Tabel 22 Rata-rata hasil tangkapan bagan berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Hari Bulan Waktu Penangkapan Rata-rata Std. Deviasi N Gelap Sebelum Pukul ,1000 5, Setelah Pukul , , Total 13,0728 9, Semi Terang Sebelum Pukul , , Setelah Pukul , , Total 16, , Terang Sebelum Pukul ,1967 4, Setelah Pukul ,5083 9, Total 8,3525 8, Total Sebelum Pukul ,0289 8, Setelah Pukul , , Total 12, ,

91 Tabel 23 Hasil analisis ANOVA untuk ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung Sumber Keragaman JK db KT F Sig Ikan Pepetek Hari bulan 189, ,735 0,872 0,428 Waktu penangkapan 672, ,711 6,193 0,019 Hari bulan * Waktu penangkapan 30, ,111 0,139 0,871 Sisa 3258, ,624 Total 7192, Cumi-cumi Hari bulan 34, ,154 2,264 0,121 Waktu penangkapan 0,001 1,001 0,000 0,992 Hari bulan * Waktu penangkapan 15, ,713 1,018 0,373 Sisa 227, ,576 Total 447, Ikan Manyung Hari bulan 0, ,319 0,960 0,394 Waktu penangkapan 0, ,159 0,478 0,495 Hari bulan * Waktu penangkapan 0, ,184 0,555 0,580 Sisa 9, ,332 Total 12, Hasil analisis ANOVA untuk ikan demersal dominan yaitu ikan pepetek, cumicumi dan ikan manyung menunjukkan bahwa faktor hari bulan dan waktu penangkapan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata kecuali pada ikan pepetek. Pada ikan pepetek, waktu penangkapan yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap hasil tangkapan sehingga waktu penangkapan ideal untuk penangkapan ikan pepetek adalah pada bulan gelap atau semi terang dan setelah lewat tengah malam. Hal ini didasarkan pada rata-rata hasil tangkapan tertinggi dimana pada bulan gelap diperoleh ikan pepetek sebesar 14,498 kg dan pada bulan semi terang 16,2183 kg. 73

92 Tabel 24 Rata-rata hasil tangkapan ikan pepetek, cumi-cumi dan ikan manyung berdasarkan hari bulan dan waktu penangkapan Hari Bulan Waktu Penangkapan Ikan Pepetek Cumi-cumi Ikan Manyung Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi Rata-rata Std. Deviasi N Gelap Sebelum Pukul ,4258 2,34 4,0300 5,83 0,0333 0,08 6 Setelah Pukul , ,17 2,2388 1,05 0,0000 0,00 6 Total 8,9621 9,11 3,1344 4,10 0,0167 0,06 12 Semi Terang Sebelum Pukul , ,99 1,9192 1,96 0,5483 1,18 6 Setelah Pukul , ,48 3,2017 2,38 0,1333 0,28 6 Total 12, ,92 2,5604 2,18 0,3408 0,85 12 Terang Sebelum Pukul ,1808 4,48 0,5683 0,41 0,1833 0,45 6 Setelah Pukul ,8258 8,56 1,1058 0,85 0,2333 0,55 6 Total 6,5033 7,38 0,8371 0,69 0,2083 0,48 12 Total Sebelum Pukul ,8686 7,41 2,1725 3,65 0,2550 0,72 18 Setelah Pukul , ,23 2,1821 1,72 0,1222 0,35 18 Total 9, ,89 2,1773 2,81 0,1886 0,56 36 Hari bulan gelap atau semi terang dan waktu penangkapan setelah tengah malam memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil tangkapan. Penggunaan cahaya lampu akan lebih efektif apabila suasana/cuaca pada saat operasi penangkapan dilakukan gelap gulita. Oleh karena itu, intensitas penangkapan ikan menggunakan bagan sebaiknya lebih ditingkatkan pada waktu-waktu tersebut Periode kemunculan bulan Cahaya bagi kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kedatangan ikan. Selama penelitian intentitas cahaya bulan setiap harinya berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan adanya pergeseran kemunculan bulan selama satu bulan akibat adanya pergerakan rotasi dan revolusi bulan terhadap bumi. Pada Tabel 25 disajikan perubahan kemunculan bulan selama satu periode (satu bulan), dimana pada tanggal juni 2009 atau bertepatan dengan hari ke-26 sampai ke-28 siklus bulan, bulan tidak muncul. Hal ini 74

93 disebabkan pada hari-hari tersebut merupakan kondisi bulan gelap atau akhir siklus bulan. Sebaliknya pada tanggal 5-9 Juli 2009 atau bertepatan dengan ke-12 hingga ke-15 siklus bulan, bulan muncul sejak sore hingga pagi hari, kondisi ini sering disebut bulan terang (purnama). Pada Tabel 25 juga diperoleh suatu pola kemunculan yaitu bulan gelap, semi terang dan terang. Bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul dengan periode kemunculan hanya berkisar antara 0-4 jam. Semi terang adalah kondisi dimana bulan hanya muncul dengan kisaran waktu kemunculan antara 4,5-8 jam. sedangkan bulan gelap adalah kondisi bulan yang muncul dengan kisaran waktu kemunculan antara 8,5-12,5 jam. Pada kondisi semi terang pertama kemunculan bulan terjadi setelah tengah malam, artinya pada kondisi semi terang pertama wilayah perairan sebelum tengah malam gelap atau sering disebut gelap sore. Sedangkan pada semi terang kedua bulan muncul sebelum tengah malam, oleh karena itu nelayan sering menyebut kondisi ini sebagai gelap pagi karena kondisi perairan setelah tengah malam cenderung gelap. 75

94 Tabel 25 Kemunculan bulan selama penelitian Hari Bulan Tanggal Kemunculan Bulan Durasi (Jam) Ket Hari Bulan Tanggal Kemunculan Bulan Durasi (Jam) Ket Jun ST-I 4 28-Jun ,5 ST-II Jun ST-I 5 29-Jun ST-II Jun ,5 ST-I 6 30-Jun ,5 ST-II Jun ,5 ST-I 7 01-Jul ,5 ST-II Jun ,5 ST-I 8 02-Jul ST-II Jun ,5 G 9 03-Jul ,5 T Jun ,00 2,5 G Jul T Jun ,5 G Jul ,5 T Jun-09-0 G Jul ,5 T Jun-09-0 G Jul ,5 T Jun-09-0 G Jul ,5 T Jun G Jul ,5 T 1 25-Jun ,5 G Jul ,5 T 2 26-Jun ,75 G Jul ,5 T 3 27-Jun G Sumber : Data lapangan Keterangan : ST-I : Kondisi bulan Semi Terang pertama ST-II : Kondisi bulan Semi Terang kedua T : Kondisi bulan terang atau purnama G : Kondisi bulan gelap Keragaan ekonomi unit penangkapan bagan tancap Keragaan usaha penangkapan unit penangkapan bagan tancap di lokasi penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu, kelompok usaha nelayan bagan tancap yang memiliki kapal dan kelompok nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu. Setiap satu nelayan yang memiliki kapal atau perahu akan mengajak 8-10 orang nelayan tanpa perahu. Disini terjadi proses saling menguntungkan antara kelompok nelayan dimana nelayan tanpa perahu dan nelayan bagan yang memiliki perahu. Nelayan tanpa perahu akan diuntungkan karena kelompok ini memperoleh transportasi dari fishing base ke fishing ground maupun sebaliknya, sedangkan 76

95 nelayan pemiliki perahu akan mendapat imbalan berupa pendapatan sebesar 15% dari tangkapan setiap nelayan tanpa perahu sebagai pengganti biaya transportasi. Berdasarkan struktur usaha yang dijalankan oleh kedua kelompok nelayan ini, maka sudah jelas terdapat perbedaan baik dari sisi biaya investasi, biaya oprasional, maupun biaya variabel serta keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha. 1) Biaya investasi Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk membeli barang-barang yang diperlukan dalam melaksanakan suatu unit usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang, kegiatan usaha penangkapan dengan menggunakan bagan tancap memerlukan biaya investasi yang tidak begitu besar. Biaya tersebut digunakan untuk pengadaan kapal, mesin kapal, bangunan bagan, petromaks, serok dan keranjang bagan. Khusus untuk nelayan bagan tancap tanpa perahu tidak menginvestasikan dananya untuk pengadaan kapal dan mesin kapal. Pada Tabel 26 disajikan komponen investasi usaha penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang. Biaya investasi antara kedua jenis usaha tersebut memperlihatkan adanya suatu ketimpangan, dimana bagan tancap dengan menggunakan perahu sebesar Rp sedangkan nelayan bagan tanpa perahu hanya memerlukan biaya sebesar Rp Perbedaan besarnya biaya investasi antara kedua jenis usaha ini disebabkan nelayan bagan ini tidak menginvestasikan dananya untuk pembelian kapal dan kelengkapanya. Rincian biaya investasi usaha penangkapan dengan bagan tancap disajikan pada Tabel

96 Tabel 26 Biaya investasi perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang Kelompok Nelayan No Jenis Investasi Jumlah Harga Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Kapal Mesin Bangunan bagan Petromaks Serok Keranjang TOTAL Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 2) Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak tergantung pada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan tingkat pengeluaran atau produk dalam interval waktu tertentu. Biaya tersebut harus tetap dikeluarkan sekalipun kegiatan operasi penangkapan tidak dilakukan (Soeharto, 1999). Biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan selama satu tahun (12 bulan), walaupun pada kenyataanya nelayan hanya melaut atau oprasional selama 10 bulan dalam satu tahunnya. Biaya tetap usaha perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang digunakan untuk pengeluaran penyusutan dan pemeliharan komponen investasi. Biaya tetap kelompok nelayan bagan tancap yang memiliki perahu secara keseluruhan adalah Rp biaya ini digunakan pemeliharaan dan perhitungan penyusutan kapal, mesin kapal, bagan, petromaks, serok dan keranjang. Sedangakan biaya tetap nelayan bagan tancap tanpa perahu hanya berjumlah Rp dimana biaya tersebut digunakan untuk pemeliharaan dan perhitungan penyusutan bagan, petromaks, serok dan keranjang. Biaya tetap kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Tabel

97 Tabel 27 Biaya tetap pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang No Jenis Biaya Tetap Biaya Tetap Per Tahun Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Penyusutan Kapal Penyusutan Mesin Penyusutan Bagan Penyusutan Petromaks Penyusutan Serok Penyusutan Keranjang Perawatan Kapal Perawatan Mesin Perawatan Bagan Perawatan Petromaks Perawatan Serok Perawatan Kerajang Total Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 3) Biaya variabel Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya mengalami perubahan sesuai dengan tingkat produksi yang dilakukan (Soeharto, 1999). Biaya variabel usaha perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang dihitung selama 10 bulan dalam satu tahun. Hal ini dilakukan mengingat nelayan bagan tancap umumnya tidak melaut selama 2 bulan yaitu bulan Januari dan Februari, karena biasanya kondisi laut pada bulan-bulan tersebut tidak mendukung untuk kegiatan penangkapan. Biaya variabel perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kelompok nelayannya. Biaya variabel kedua kelompok nelayan ini berbeda di beberapa komponen, sehingga besarannya pun berbeda satu dengan yang lainnya. 79

98 Biaya variabel kelompok nelayan bagan tancap dengan perahu selama satu tahun (10 bulan operasi) berjumlah Rp Biaya ini digunakan untuk pemenuhan BBM kapal, minyak untuk petromaks, perbekalan melaut, tambat labuh, bongkar muat, dan retribusi hasil tangkapan. Sedangkan biaya variabel kelompok nelayan tanpa perahu selama satu tahun (10 bulan operasi) berjumlah Rp Biaya varibel ini terbagi menjadi empat kelompok belanja yaitu minyak untuk lampu petromaks, perbekalan melaut, ongkos ojek perahu dan retribusi hasil tangkapan. Rician biaya variabel kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan tancap di Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Biaya variabel pengoperasian unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang No Jenis Biaya Variabel Biaya Tetap Per Tahun Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 BBM kapal Minyak untuk lampu petromaks Perbekalan Melaut Tambat labuh dan bongkar muat Ongkos ojek perahu Retribusi TOTAL Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi bagi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 4) Pendapatan dan karakteristik usaha Perhitungan pendapatan kegiatan usaha penangkapan dilakukan dengan mengkombinasikan hasil wawancara dan hasil tangkapan selama ujicoba (13 Juni sampai 11 Juli 2009), kemudian data hasil ujicoba dikonversi dan disesuai dengan data hasil wawancara. Berdasarkan metode tersebut diperoleh kesamaan antara tingkat pendapatan berdasarkan wawancaran dan hasil konversi pendapatan nelayan 80

99 selama ujicoba penangkapan (hasil tangkapan x harga) baik untuk musim puncak, sedang maupun paceklik. Formulasi yang digunakan untuk menghitung pendapatan yang didasarkan pada konversi hasil tangkapan bagan selama ujicoba adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan musim puncak dihitung sebesar 2 kali lipat (200%) dari pendapatan musim sedang (data sample hasil tangkapan selama ujicoba yang dikalikan dengan harga ikan di tingkat nelayan pada saat penelitian). 2. Pendapatan sedang sama dengan data sample hasil tangkapan yang dikalikan dengan harga di tingkat nelayan pada saat penelitian. 3. Pendapatan Paceklik dihitung sebesar (75%) dari pendapatan musim (data sample hasil tangkapan selama ujicoba yang dikalikan dengan harga ikan di tingkat nelayan pada saat penelitian). Perhitungan pendapatan juga sangat memperhatikan kondisi musin ikan selama satu tahun. Musim puncak terjadi selama 4 bulan (April, Mei, Oktober, dan November), Musim sedang berlangsung kurang lebih selama 4 bulan (Juni, Juli, Agustus, dan September) dan sedangkan musim paceklik atau kondisi dimana nelayan masih melaut namun hasilnya minim terjadi selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret dan Desember, kemudian pada bulan Januari dan Februari nelayan tidak melaut karena kondisi alam tidak memungkinkan akibat lingkungan yang fluktuatif dan tidak dapat diduga. Biasanya pada saat-saat demikian nelayan akan melakukan aktivitas sampingan di darat, baik sebagai buruh tani maupun buruh bangunan, dan aktivitas lainnya Berdasarkan batasan dan beberapa asumsi diatas maka diperoleh hasil bahwa tingkat pendapatan bersih yang diterima oleh nelayan bagan tancap pemiliki perahu selama satu tahun adalah Rp atau sekitar Rp per bulan. Bila dikelompokkan kedalam musim, maka pendapatan pada musim puncak adalah Rp per musim atau Rp per bulan. Musim sedang sebesar Rp atau Rp per bulan dan musim paceklik sebesar atau sekitar Rp per bulan (Tabel 17). Besarnya pendapatan nelayan bagan 81

100 tancap yang memiliki perahu ini disebabkan dalam perhitungan diasumsikan nelayan tanpa perahu yang ikut dikapalnya selalu tetap selama satu tahun, sehingga pemiliki kapal akan selalu mendapat uang transportasi. Pendapatan bersih nelayan bagan tancap tanpa perahu selama satu tahun adalah sebesar Rp atau sekitar Rp per bulan. Bila dibagi per musim penangkapan maka, pendapatan nelayan selama satu tahun sebetulnya berfluktuasi. Pada musin puncak nelayan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp per musin atau sekitar Rp per bulan. Pada musim sedang nelayan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp per musim atau Rp per bulan. Sedangkan pada musim paceklik nelayan cenderung rugi karena pendapatan bersih mereka rugi sebesar Rp atau rugi sebesar Rp per bulan, walaupun cenderung merugi namun mereka tetap melaut (Tabel 29) Usaha bagan tancap dengan perahu memiliki nilai R/C sebesar 1,67 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1,67 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,75 tahun atau kurang lebih 9 bulan. Hal berbeda terjadi pada nelayan bagan tancap tanpa perahu dimana, nilai R/C sebesar 3,57 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 3,57 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,25 tahun atau kurang lebih 3 bulan. Bila dipandang dari prespektif usaha sebetulnya perikanan bagan tancap tanpa perahu lebih menguntungkan jika dibadingkan dengan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu. Hal ini dapat dijelaskan dari nilai rasio pendapatan dan biaya (R/C) serta nilai payback period usaha perikanan bagan tancap tanpa perahu, dimana nilai-nilai dimaksud lebih besar dibandingkan dengan perikanan bagan tancap dengan perahu. 82

101 Tabel 29 Parameter pendapatan usaha kegiatan penangkapan bagan tancap di Kabupaten Serang Jumlah No Parameter Usaha Bagan Tancap A Bagan Tancap B 1 Pendapatan bersih musim puncak (4 bulan) Pendapatan bersih musim sedang (4 bulan) Pendapatan bersih musim paceklik (2 bulan) Pendapatan total (12 bulan) R/C 1,67 3,569 6 PP 0,75 0,254 Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi nelayan bagan lainnya. Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 5) Pendapatan per periode hari bulan Pendapatan nelayan bagan tancap di Kabupaten Serang bila disimulasikan kedalam tiga kelompok waktu hari bulan yaitu periode bulan gelap, semi terang dan terang, maka secara keseluruhan terdapat perbedaan yang mencolok antara waktu tersebut. Rata-rata pendapatan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu pada periode waktu gelap adalah Rp atau Rp per hari, pada periode waktu semi terang kondisinya lebih baik dimana pendapatan rata-rata sebesar Rp atau Rp per hari, dan pada periode terang pendapatan nelayan sangat minim dimana rata-rata pendapatan nelayan hanya sebesar Rp atau Rp per hari (Tabel 30). Fluktuasi pendapatan juga terjadi pada usaha perikanan bagan tanpa perahu, dimana rata-rata pendapatan setiap harinya berbeda. Rata-rata pendapatan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu pada periode waktu gelap hanya sebesar Rp atau Rp per hari, pada periode waktu semi terang kondisinya lebih baik dimana pendapatan rata-rata sebesar Rp atau Rp per hari, sedangkan pada periode terang nelayan cenderung merugi sebesar Rp atau Rp 83

102 4.500 per hari. Pada Tabel 30 juga diperoleh suatu pemahaman bahwa pada operasi penangkapan pada periode terang tidak sepenuhnya mengakibatkan kerugian khusunya untuk nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu, karena periode terang pada musim puncak masih memberikan keuntungan sebesar Rp per musin atau Rp per hari. Tabel 30 Simulasi pendapatan nelayan bagan tancap per musim per periode hari No bulan Parameter Usaha Per periode gelap (10 hari) Bagan Bagan Tancap A Tancap B Per periode semi terang (10 hari) Bagan Bagan Tancap Tancap A B Per periode terang (9-10 hari) Bagan Bagan Tancap A Tancap B 1 Musim Puncak , Musim Sedang , ( ) 3 Musim Paceklik ( ,00) ( ) ( ) Rata-rata/musim (44.667) (pembulatan) Rata-rata/hari (Pembulatan) (45.000) (4.467) (4500) Sumber : Olahan data lapangan (2009) Keterangan : Bagan tancap A : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya memiliki kapal dan digunakan untuk transportasi nelayan bagan lainnya Bagan tancap B : Perikanan bagan tancap yang pemilikinya tidak memiliki kapal. 5.2 Pembahasan Komposisi hasil tangkapan Bagan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang bersifat fototaksis positif sehingga dalam pengoperasiannya diperlukan alat bantu penangkapan berupa cahaya. Penggunaan lampu petromaks ditujukan untuk menarik perhatian ikan sehingga berkumpul di daerah penangkapan dan selanjutnya tertangkap oleh jaring bagan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis jauh lebih besar dari pada ikan demersal. Hal ini menunjukkan bahwa bagan merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis karena ikan pelagis cenderung memiliki sifat fototaksis positif (Solario Jr, 2008). 84

103 Meskipun bagan ditujukan untuk menangkap kelompok ikan pelagis, namun pada kenyataannya ikan demersal juga ada yang tertangkap dengan persentase mencapai 11,77%. Tertangkapnya ikan demersal oleh bagan dapat disebabkan oleh tingkah laku ikan demersal yang juga menyenangi cahaya maupun oleh tingkah laku ikan dalam menemukan makanan (feeding habit). Berkumpulnya ikan-ikan pelagis seperti teri disekitar bagan akan memicu berkumpulnya ikan-ikan lain dengan ukuran lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya siklus saling memakan (rantai makanan) antara ikan kecil dengan predatornya yang berukuran lebih besar untuk mendapatkan makanan. Oleh karena itu, kemunculan ikan teri kemudian akan diikuti ikan-ikan predator baik dari jenis ikan demersal maupun ikan pelagis sehingga kedua kelompok ikan tersebut diperoleh pada saat penelitian dengan proporsi yang jauh berbeda (demersal : pelagis = 1 : 8). Kelompok ikan pelagis dominan yang tertangkap selama penelitian adalah ikan teri, diikuti tembang dan kembung. Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baskoro et al. (2004) dimana hasil tangkapan bagan Rambo di Selat Makasar didominasi oleh ikan teri, layang, kembung, tembang, selar dan japuh. Secara umum, teri hidup menyebar pada permukaan perairan hingga lapisan kedalaman 20 meter. Biasanya, penangkapan teri dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Apabila penangkapan dilakukan pada siang hari, maka nelayan akan melakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan teri yang terlihat muncul kepermukaan. Sebaliknya, bila penangkapan dilakukan pada malam hari maka nelayan menggunakan alat bantu berupa lampu untuk menarik perhatian ikan teri berkumpul disekitar sumber cahaya. Tertariknya ikan pada cahaya sudah menjadi hal yang alami, karena sifat fototaksis positif dari ikan (Ayodhyoa, 1979). Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian ikan teri mengingat ikan teri diduga merupakan salah satu ikan yang bersifat fototaksis positif sehingga tidak mengherankan apabila hasil tangkapan bagan selama penelitian didominasi oleh ikan teri. Menurut Baskoro dan Suherman (2007), teri akan muncul ke permukaan pada waktu subuh dan senja hari di area dekat pantai. Hal ini berhubungan dengan pola migrasi harian dan tingkah laku mencari makan ikan teri. Kemunculan teri karena 85

104 tertarik oleh cahaya lampu pada penangkapan dengan bagan biasanya didahului oleh berkumpulnya plankton dibawah lampu sebagai makanan utama ikan teri. Makanan utamanya dapat berupa plankton maupun udang serta ikan-ikan yang lebih kecil. Dengan demikian, kemunculan ikan teri selain tertarik tehadap cahaya yang tidak biasa juga disebabkan oleh keberadaan makanannya. Adanya gerombolan ikan teri memberikan daya tarik tersendiri bagi ikan-ikan predator untuk berkumpul dan mencari mangsa. Ikan kembung dan tembang untuk merupakan jenis ikan yang mempunyai sifat predator dan berburu untuk mendapatkan mangsa (Baskoro et al., 2007). Keberadaan mangsa kerap kali mengundang predator untuk berkumpul disekitarnya seperti yang terjadi pada penangkapan bagan. Ikan tembang, kembung, japuh dan golok-golok yang ukuran tubuhnya relatif lebih besar dari ikan teri dan sekaligus predator ikan-ikan kecil akan berusaha mendapatkan makanan sesuai dengan siklus dan kebiasaan mencari makan masing-masing ikan. Selain itu, ikan tembang juga merupakan ikan yang bersifat fototaksis positif yang tertarik terhadap cahaya pada intensitas lux (Tupamahu dan Baskoro, 2004). Maka diperkirakan Pada penelitian ini, keempat jenis ikan tersebut termasuk dalam 5 jenis hasil tangkapan dominan yang sering sekali tertangkap pada setiap penangkatan waring. Dengan demikian maka dapat dipastikan apabila ikan teri terkumpul disekitar bagan, maka pada lapisan yang lebih dalam terdapat gerombolan ikan predator dalam hal ini ikan tembang dan kembung. Karena tidak mampu meloloskan diri pada saat jaring diangkat, maka kelompok ikan-ikan predator tersebut tertangkap pada pengoperasian bagan Hasil tangkapan berdasarkan hari bulan Metode pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari dan ketika kondisi gelap gulita. Dengan demikian, nelayan bagan akan melakukan operasi penangkapan ketika bulan gelap. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi lampu petromaks sebagai atraktor, sehingga mampu menarik perhatian ikan-ikan untuk berkumpul dibawahnya. Pada saat terjadi bulan purnama, kondisi pencahayaan yang menyebar 86

105 merata di seluruh perairan menyebabkan distribusi ikan juga menyebar. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan meskipun pada pengoperasiannya digunakan lampu sebagai atraktor. Secara umum hari bulan dihitung berdasarkan waktu kemunculan bulan, yaitu kondisi terang (kemunculan bulan 8,5-12 jam), semi terang (kemunculan bulan 4,5-8 jam) dan gelap (kemuculan bulan 0-4 jam). Perubahan bobot hasil tangkapan secara total baik pelagis maupun demersal secara umum memiliki hubungan erat terhadap perubahan hari bulan selama penelitian. Hal ini didukung oleh sebaran jumlah ikan yang tertangkap selama penelitian dimana jumlah ikan yang tertangkap cenderung berubah mengikuti perubahan hari bulan, kondisi ini diperkuat dengan hasil telaah statistik terhadap hasil tangkapan total dimana terdapat perbedaan nyata pada taraf uji 95% baik ikan pelagis maupun demersal. Bila ditelaah kembali berdasarkan kelompok hari bulan pada saat penangkapan, maka terdapat perbedaaan bobot hasil tangkapan total terhadap hari bulan. Pada kondisi bulan terang hasil tangkapan total jumlahnya sangat sedikit, jumlah tangkapan pada saat bulan terang secara statistik memang berbeda nyata dengan kondisi pada saat bulan gelap, maupun semi terang. Penyebab berbedanya hasil tangkapan pada kondisi terang salah satu sebabnya adalah kondisi cahaya bulan menyebar secara luas diperairan, hal ini diperkuat dengan data kemunculan bulan selama bulan terang yang mencapai 8-12 jam per hari. Selain itu, kondisi purnama juga akan mengakibatkan pasang surut yang tinggi. Pasang yang terjadi pada saat bulan purnama biasanya disebut dengan pasang purnama dimana pada saat pasang purnama, air laut naik dengan tinggi yang optimum dibandingkan hari-hari sebelum dan setelah purnama. Kondisi pasang surut air laut juga diduga mempengaruhi hasil tangkapan bagan selama penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total tangkapan pada kondisi bulan gelap dan semi terang secara statistik tidak berbeda nyata, namun berdasarkan rata-rata hasil tangkapan jumlah ikan yang tertangkap pada kedua kondisi ini cukup banyak, dan bila dikaitkan dengan waktu penangkapan ikan lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Kondisi ini dapat didekati dengan melihat kondisi perairan, dimana 87

106 perairan setelah purnama (semi terang dan gelap) masih dipengaruhi oleh fenomena pasang surut yang tinggi sehingga penyebaran ikan lebih banyak dipermukaan. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap tingkah laku ikan mencari makan dan tingkah laku ikan dalam ruaya harian. Selain itu, tingginya jumlah tangkapan yang pada saat bulan gelap dan semi terang disebabkan kondisi cahaya bulan yang tadinya terang (maksimum) perlahanlahan akan meredup dan menjadi gelap gulita lagi pada saat bulan mati. Intensitas cahaya bulan tentu saja sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan bagan. Seyogyanya seiring dengan perjalanan hari bulan menjelang bulan mati, hasil tangkapan bagan akan terus meningkat. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat fenomena jumlah hasil tangkapan banyak ketika mendekati kemunculan atau hilangnya bulan. Hal ini dapat dilihat semi terang pertama dimana perbandingan hasil tangkapan antara sebelum tengah malam dan setelah tengah malam hampir sama, dan pada kondisi tersebut bulan muncul sebelum tengah malam dan hilang setelah tengah malam. Namun fakta ini harus ditelaah kembali karena pada saat penelitian data mengenai intensitas cahaya bulan ketika akan muncul maupun hilang tidak diperloleh karena kendala peralatan Hasil tangkapan berdasarkan waktu pengoperasian Waktu pengoperasian bagan secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu sebelum tengah malam dan setelah tengah malam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil tangkapan bagan sebelum dan setelah tengah malam. Perbedaan hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam dapat terjadi karena beberapa hal antara lain : (1) kondisi pencahayaan (2) kondisi fisik perairan dan (3) tingkah laku ikan target tangkapan. Berdasarkan hasil uji statistik waktu penangkapan terbaik adalah setelah tengah malam, karena rata-rata hasil tangkapan total cukup tinggi. Selain hasil tangkapan total, ikan pelagis sebagai target utama bagan seperti teri (Stolephorus spp), tembang (Sardinella fimbriata) dan kembung (Rastrelliger spp) juga menunjukkan hal yang sama, lebih banyak tertangkap setelah tengah malam. Hal ini disebabkan oleh 88

107 kondisi perairan yang relatif lebih gelap sehingga cahaya petromaks yang dipancarkan dapat menarik perhatian ikan teri untuk mendekat. Ikan teri yang telah berkumpul kemudian menarik perhatian ikan-ikan predator untuk mendekat. Kondisi ini juga didukung oleh kondisi biologis ikan dimana sebagian besar waktu makan masing-masing ikan yang relatif berada pada zona waktu setelah tengah malam, sehingga ikan-ikan predator lebih aktif untuk mencari makan. Baskoro et al. (2004) mengemukakan bahwa hasil tangkapan bagan rambo setelah waktu tengah malam lebih besar dibandingkan pengoperasian bagan sebelum tengah malam. Hal ini disebabkan sedikitnya oleh 2 hal yaitu sifat fototaksis dan feeding behaviour. Pada kondisi setelah tengah malam, kehadiran cahaya lampu petromak cenderunga memberikan daya tarik yang lebih besar karena kondisi perairan yang lebih gelap. Ikan yang bersifat fototaksis positif akan lebih cepat dan banyak berkumpul di sekitar bagan. Selain itu, sifat biologis ikan tertentu yang memiliki waktu mencari makan pada waktu setelah tengah malam diduga ikut berpengaruh terhadap hasil tangkapan yang diperoleh. Fenomena yang sama juga terjadi pada kelompok ikan demersal. Ikan demersal merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malam hari sehingga pengoperasian bagan setelah waktu tengah malam mendapatkan hasil tangkapan ikan demersal yang lebih banyak. Tingkah laku ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal) diduga memberikan pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil tangkapan bagan setelah tengah malam Tingkat pendapatan nelayan Kegiatan usaha pada dasarnya adalah mencari keuntungan yang sebesarbesarnya untuk memenuhi kebutuhan pelakunya. Perikanan bagan tancap di Kabupaten Serang terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan bagan tancap yang memiliki perahu dan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu. Kedua kelompok usaha ini memiliki struktur modal dan biaya yang berbeda, khususnya halhal yang menyangkut investasi serta oprasional kapal dan perlengkapannya. 89

108 Nelayan bagan yang memiliki perahu memerlukan investasi cukup besar bila dibandingkan dengan nelayan bagan tanpa perahu pada saat akan memulai usaha. Namun secara kelayakan usaha, nelayan bagan dengan perahu tidak lebih baik dari nelayan yang tidak memiliki perahu. Hal ini dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu nilai R/C dan payback period. Nilai R/C sebesar 1,67 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 1,67 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,75 tahun atau kurang lebih 9 bulan. Hal berbeda terjadi pada nelayan bagan tancap tanpa perahu dimana, nilai R/C sebesar 3,57 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan sebesar 3,57 rupiah dan tingkat pengembalian usaha kurang lebih 0,25 tahun atau kurang lebih 3 bulan. Secara perhitungan tahunan menamg resiko nelayan tanpa perahu lebih baik, tetapi bila dibedah secara parsial per musim dan per kelompok hari bulan, pendapatan rata-rata nelayan bagan tanpa perahu selama satu tahun jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan nelayan bagan tancap yang memiliki perahu. Kondisi ini terjadi karena nelayan bagan tancap pemiliki perahu selalu memperoleh pendapatan lain, selain dari kegiatan penangkapan ikan. Pendapatan tersebut berasal dari biaya transportasi kapal dari nelayan bagan tancap tanpa perahu sebesar 15% dari nilai hasil tangkapan masing-masing nelayan yang menjadi kelompoknya. 90

109 6 KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan tujuan ingin dicapai dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil tangkapan total dan tangkapan ikan pelagis dipengaruhi oleh faktor perbedaan hari bulan, waktu penangkapan, interaksi antar keduanya dan faktor yang paling berpengaruh adalah perbedaan hari bulan. 2. Hasil tangkapan ikan demersal tidak dipengaruhi oleh periode hari bulan, melainkan dipengaruhi oleh waktu penangkapan. 3. Hari bulan yang memberikan hasil tangkapan terbaik terjadi pada saat semi terang dan waktu penangkapan terbaik terjadi setelah tengah malam. 4. Rata-rata pendapatan bersih nelayan bagan tancap yang memiliki perahu selama satu tahun pada periode bulan gelap adalah Rp per hari, Rp per hari pada priode semi terang dan Rp per hari pada perode bulan terang. Sedangkan nelayan bagan tancap yang tidak memiliki perahu memperoleh rata-rata pendapatan bersih selama satu tahun sebesar Rp per hari pada periode gelap, Rp per hari pada semi terang dan rugi sebesar Rp per hari pada saat periode terang. 6.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebaiknya diterbitkan kalender khusus bagi nelayan yang mencantumkan fase bulan dan kolom pencatatan hasil tangkapan, sehingga nelayan dapat memahami perubahan fase bulan terhadap hasil tangkapan yang diperoleh hingga pada akhirnya nelayan dapat menentukan waktu penangkapan yang baik berdasarkan fase bulan.

110 DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa, A. U Fishing Menthod. Ilmu Teknik Penangkapan Ikan. Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan IPB. 144 hal. Azis, K.A dan Boer, M Rencana Pengelolaan Perikanan Provinsi Banten. Serang. 48 hlm. Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Jakarta Hal. Baskoro, M. S Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan). Graduate School of Fisheries, Tokyo University of Fisheries. Doctoral Course of Marine Sciences and Technology, 149. Hal Baskoro, M. S., Sudirman dam A. Purbayanto Analisis Hasil Tangkapan dan Keragaman Spesiesn Setiap Waktu Hauling pada Bagan Rambo di Perairan Selat Makasar. Buletin PSP. Volume XII. No. 1 hal Baskoro, M. S., A. Effendy dan. S.H Wisudo Distribusi Ikan dan Pola Sebaran Cahaya Bawah Air Pada Bagan Motor di Selat Sunda, Provinsi Banten. Buletin PSP Volume XVI No. 1 hal Brandt, A. V Fish Catching Methods of the World. Third Edition. Fishing News Books Ltd. Farnham Hal. Badan Pusat Statistik Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Jakarta : Badan Pusat Statistik : 127. Hal. Badan Pusat Statistik Banten Banten Dalam Angka Banten : Badan Pusat Statistik : 398. Hal. Cooley K Moon Phases, http ://westminster.net/faculty/t3/activities/ moonphases/index.html. [23 Mi 2003] Departemen Kelautan dan Perikanan Statistik Kelautan dan Perikanan Tahun Jakarta. 314 hal. Djamin Z Perencanaan dan Analisis Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 167 hlm. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Laporan Statistik Perikanan Tangkap Serang. 71 hal. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Buku Saku Perikanan Provinsi Banten Tahun 2007: Serang. 96 hal. Gaspersz, V Metode Perancangan Percobaan untuk ilmu-ilmu pertanian, ilmu-ilmu biologi. Bandung: Armico. 471 hal. Gunarso, W Tingkah Laku Ikan. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Heriawan. Y Alokasi Unit Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pandeglang, Banten : Menuju Perikanan Tangkap Yang Terkendali : [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 120 hlm.

111 Hermanto Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi Kasus di Muncar Banyuwangi). Bogor : Pusat Penelitian Agroekonomi, Badan Penelitian dan Pengembagan Pertanian, Departemen Pertanian. Hilder C A Teapot In Paradise. teapot.orcon.net./ brief_ history/ index, html. [23 Juli 2003] Junaidi Bagan Perahu di Labuan Bajo, Flores : Rancang Bangun dan Metode Pengoperasiannya. (Skripsi, tidak dipublikasikan). Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal. Linting, M.L dan E.M, Amin Potensi Sumberdaya Perikanan Selat Sunda. Laporan Penelitian Perikanan Laut. Vol 27. Jakarta. Merta, I.G.S., S. Nurhakim dan J. Widodo Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil diacu dalam Potensi Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, Jakarta. hlm Nugroho, T Studi Pengaruh Aspek Sosial Ekonomi terhadap Kualitas Usaha Penangkapan Ikan Penangkapan di Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nybaken, J.W Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi. Terjemahan PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Rachkmadevi, C.C Waktu Perendaman dan Periode Bulan : Pengaruhnya terhadap Kepiting Bakau Hasil Tangkapan Bubu di Muara Sungairadak, Pontianak. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Saanin, H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta : Bina Cipta. 254 Hal. Sabri, M Pendugaan stok ikan pelagis dengan metode hidroakustik dan model produksi surplus di Selat Sunda [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 74 hlm. Selorio Jr. C.M. Ricardo.P.B dan Kazuhiko. A Cacth Composition and Discards of Stationary Lift Net Fisheries in Panay Gulf Philippines. mem.fac fish. Kagoshima. Univ. Special issue. Subani, W. dan Barus, H. R Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Edisi Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut, Sudriman Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Proses Penangkapan Pada Bagan Rambo. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 231 hlm. Suyedi, R Sumber daya ikan pelagis. Makalah Falsafah Sains. [terhubung berkala]. Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor: 6 hlm. [3 Juni 2007]. 93

112 Syamsudin, F Perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap penangkapan ikan tongkol. [terhubung berkala]. Iptek Indonesia - Bidang Biologi, Pangan, dan Kesehatan: 5 hlm Perubahan-Iklim-dan-Pengaruhnya-terhadap-Penangkapan-Ikan- Tongkol.shtml [3 Juni 2007]. Takril Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tupamahu A. Dan M. S. Baskoro Pengaruh Intensitas Cahaya dan Lama Waktu Pencahayaan terhadap Adaptasi Retina Ikan Tembang (Sardinella fimbriata). Buletin PSP. Volume XII No. 1 April Hal Umar H Studi Kelayakan Bisnis : Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Edisi 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 462 Hal. Yusfiandayani, R Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di Perairan Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 231 hlm. 94

113 LAMPIRAN 1

114 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian 96

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Bagan Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang banyak digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil. Unit penangkapan bagan pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

Hermanto Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi Kasus di Muncar Banyuwangi). Bogor : Pusat Penelitian

Hermanto Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi Kasus di Muncar Banyuwangi). Bogor : Pusat Penelitian DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa, A. U. 1979. Fishing Menthod. Ilmu Teknik Penangkapan Ikan. Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan (tidak dipublikasikan). Bogor: Fakultas Perikanan IPB. 144 hal. Azis, K.A

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian pengaruh periode hari bulan terhadap hasil tangkapan dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dilakukan selama delapan bulan dari bulan Mei 2009 hingga Desember

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya

2.2. Reaksi ikan terhadap cahaya H. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagan apung Bagan adalah alat tangkap yang menggunakan cahaya sebagai alat untuk menarik dan mengumpulkan ikan di daerah cakupan alat tangkap, sehingga memudahkan dalam proses

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/14 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK AGUS SUHERMAN. Analisis Hasil Tangkapan Mini

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kota Serang 4.1.1 Letak geografis Kota Serang berada di wilayah Provinsi Banten yang secara geografis terletak antara 5º99-6º22 LS dan 106º07-106º25

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU

PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU THE DIFFERENCE OF BOAT LIFT-NET PRODUCTION BASED ON MOON PERIOD AT BARRU WATERS Andi Nurlindah 1), Muhammad Kurnia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang SNI SNI 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alat Tangkap Cantrang Cantrang adalah alat tangkap berbentuk jaring yang apabila dilihat dari bentuknya menyerupai alat tangkap payang, tetapi ukuran di tiap bagiannya lebih kecil.

Lebih terperinci

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON 6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON Pada dasarnya pengelolaan perikanan tangkap bertujuan untuk mewujudkan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan. Untuk itu, laju

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan 5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaring Arad Jaring arad (mini trawl) adalah jaring yang berbentuk kerucut yang tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sayap. Bagian-bagiannya

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN

PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN PENGEMBANGAN LAMPU BAWAH AIR SEBAGAI ALAT BANTU PADA BAGAN TANCAP DI DESA TAMBAK LEKOK KECAMATAN LEKOK PASURUAN DEVELOPMENT OF UNDER WATER LAMP AS A TOOL TO LIFT NET IN TAMBAK LEKOK VILLAGE PASURUAN Fuad

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Macam-macam lampu tabung (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: ht tp :// w w w.b p s. go.id Katalog BPS: 5402003 PRODUKSI PERIKANAN LAUT YANG DIJUAL DI TEMPAT PELELANGAN IKAN 2008 ISSN. 0216-6178 No. Publikasi / Publication Number : 05220.0902 Katalog BPS / BPS Catalogue

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Administrasi wilayah Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 0 LU 4 0 LS dan 102,25 0 108,41 0 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km 2, atau 8.701.742 ha yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info

Gambar 1. Jaring Angkat Sumber : bbfi.info BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jaring Angkat/ Bagan (Lift net) Menurut Mulyono (1986) Jaring Angkat merupakan salah satu alat tangkap yang dioperasikan diperairan pantai pada malam hari dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK

ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK ANALISIS HASIL TANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus sp.) DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERBEDAAN KEDALAMAN DI PERAIRAN MORODEMAK Analysis of Catching Anchovy (Stolephorus sp.) by Boat Lift Nets

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT 36 IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT Wilayah utara Jawa Barat merupakan penghasil ikan laut tangkapan dengan jumlah terbanyak di Propinsi Jawa Barat. Pada tahun

Lebih terperinci

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA

KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jurnal Galung Tropika, 3 (3) September 2014, hlmn. 127-131 ISSN 2302-4178 KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DI PESISIR BARAT SELATAN PULAU KEI KECIL KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Fishing Activity In South West

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Wilayah Banten berada pada batas astronomi 5º7 50-7º1 11 Lintang Selatan dan 105º1 11-106º7 12 Bujur Timur. Luas wilayah Banten adalah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2) ABSTRAK

Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown, M.Si 2), Dr. Pareg Rengi, S.Pi, M.Si 2)   ABSTRAK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN PUKAT TERI (PURSE SEINE) SEBELUM DAN SESUDAH TENGAH MALAM DI DESA KWALA GEBANG KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA Harry Kurniawan 1), Ir. Arthur Brown,

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o 49-107 o 00 Bujur Timur dan mempunyai

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo 58 5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo Dalam pengoperasiannya, bagan rambo menggunakan cahaya untuk menarik dan mengumpulkan ikan pada catchable area. Penggunaan cahaya buatan yang berkapasitas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di lain pihak, Dahuri (2004) menyatakan bahwa potensi perikanan tangkap di laut

I. PENDAHULUAN. Di lain pihak, Dahuri (2004) menyatakan bahwa potensi perikanan tangkap di laut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia sangat memungkinkan. Hal ini didasarkan atas potensi sumberdaya yang cukup besar dan

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menyebabkan munculnya suatu aktivitas atau usaha di bidang perikanan sesuai dengan kondisi lokasi dan fisiknya. Banyak penduduk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak pada lintang LS LS dan BT. Wilayah tersebut 34 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak dan Geografis Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak pada lintang 06 30 LS-07 00

Lebih terperinci

ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN

ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN ALOKASI UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANDEGLANG, BANTEN : MENUJU PERIKANAN TANGKAP YANG TERKENDALI YUDI HERIAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn: RESEARCH ARTICLE DOI: 10.13170/depik.6.2.5381 Selektivitas alat tangkap purse seine di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Jakarta Purse seine fishing gear selectivity at Muara Angke Fishing Port Jakarta

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 cahaya Menurut Cayless dan Marsden (1983), iluminasi atau intensitas penerangan adalah nilai pancaran cahaya yang jatuh pada suatu bidang permukaan. cahaya dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE JAKARTA

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE JAKARTA Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 2 /Desember 2016 (97-102) SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE JAKARTA Azlhimsyah Rambun P., Sunarto, Isni Nurruhwati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI

SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 89-102 SELEKSI JENIS ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU DI SELAT BALI Oleh: Himelda 1*, Eko Sri Wiyono

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 21-7 10 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 19 28

Marine Fisheries ISSN Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 19 28 Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 19 28 EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON PADA OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN KEI KECIL, MALUKU TENGGARA (Effectiveness of Fish Aggregating

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN PENDAPATAN USAHA MINI PURSE SEINE DI PPP MORODEMAK, DEMAK GRAITA GAIETY JATMIKO

ANALISIS PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN PENDAPATAN USAHA MINI PURSE SEINE DI PPP MORODEMAK, DEMAK GRAITA GAIETY JATMIKO ANALISIS PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN PENDAPATAN USAHA MINI PURSE SEINE DI PPP MORODEMAK, DEMAK GRAITA GAIETY JATMIKO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Visi

I. PENDAHULUAN Visi I. PENDAHULUAN 1.1. Visi Cahaya merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam kegiatan penangkapan ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Penggunaan cahaya, terutama cahaya listrik dalam kegiatan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok

PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK. Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok PENGOPERASIAN LAMPU CELUP BAWAH AIR PADA BAGAN TANCAP DI PERAIRAN LEKOK Application of Underwater Lamp for Bagan Tancap at Lekok 1 Sukandar dan 2 Fuad 1,2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - Universitas

Lebih terperinci

1) The Student at Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau.

1) The Student at Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau. THE COMPOSITION OF PURSE SEINE DURING THE DAY AND AT NIGHT IN THE SASAK JORONG PASA LAMO RANAH PASISIE, DISTRICT WEST PASAMAN, WEST SUMATERA PROVINCE BY : Agus Muliadi 1), ParengRengi, S.Pi, M.Si 2), and

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci