BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan dan kedaulatan tertinggi negara. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Tersirat di dalam amanat Sila ke-empat Pancasila dan juga di dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya, berlakunya konstitusi Negara Indonesia bersumber dari rakyat. Kelembagaan dan pengorganisasian negara merupakan cerminan dari kepentingan rakyat sebagai sumber kedaulatan. Negara demokrasi seperti Indonesia selalu mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memberikan perlindungan dan jaminan hukum. Perlindungan dan jaminan hukum tersebut merupakan supporting system agar proses berjalannya negara kesatuan dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan tata pemerintahan dan bernegara (Sayfudin, 2013: 62). Pelaksanaan kedaulatan rakyat harus diimbangi dengan hukum sebagai aturan main yang disepakati rakyat melalui wakil-wakilnya, terutama melalui konstitusi. Indonesia juga merupakan negara hukum, maka hukum dirumuskan untuk mengatur dan melindungi kepentingan-kepentingan rakyat agar tidak terjadi benturan serta untuk menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Hukum merupakan suatu kaidah sosial, yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat. Namun fungsinya tidak hanya untuk mengatur masyarakat saja melainkan mengaturnya dengan patut dan bermanfaat (Dewantara, 1998: 10). Artinya hukum bukan suatu karya seni yang adanya hanya untuk dinikmati oleh orang-orang yang menikmati saja, bukan pula suatu kebudayaan yang hanya ada untuk bahan pengkajian secara sosial-rasional tetapi hukum diciptakan untuk dilaksanakan, sehingga hukum itu sendiri tidak menjadi mati karena mati kefungsiannya. 1

2 2 Hans Kelsen, seorang pakar ilmu hukum mengungkapkan bahwa hukum adalah sistem norma yang dinamik (Maria Farida. 2007: 23). Oleh karena itu, hukum harus selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuk dan atau menghapusnya. Artinya bahwa hukum itu dikatakan sah apabila dibuat oleh lembaga yang berwenang serta bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Hukum yang dibuat oleh lembaga negara (penguasa atau wakil-wakil rakyat) sudah jelas memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum yang dibentuk oleh masyarakat (Maria Farida. 2007: 43). Dewan Perwakilan Rakyat atau biasa disebut DPR adalah lembaga legislatif negara yang berwenang membentuk suatu peraturan perundangundangan khususnya undang-undang sesuai Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Peraturan perundang-undangan yang dibentuk merupakan cermin dari kebutuhan masyarakat akan suatu hukum sebagai sarana untuk mengatur kehidupan bersama. Di dalam pembentukan suatu perundang-undangan yang pada dasarnya merupakan hukum publik, maka pembentukannya harus dilakukan secara hati-hati dan harus dapat memenuhi kehendak serta keinginan masyarakat. Namun, kenyataannya sering menunjukkan bahwa para wakil rakyat setelah terpilih tidak lagi menyuarakan kepentingan konstituennya, tetapi justru membentuk kelompok elit tersendiri atas nama golongan, kepentingan, maupun partai politik yang teralienasi dari rakyat yang diwakilinya (Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2014: 16). Pada hari Jum at, 26 September 2014, DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui mekanisme voting. Hasil voting menunjukkan sebanyak 226 anggota dewan memilih Pilkada dengan sistem perwakilan melalui DPRD, diantaranya berasal dari Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Gerindra, dan sebagian besar Fraksi Golkar. Sedangkan 135 orang anggota DPR yang terdiri dari Fraksi PDIP, sebagian kecil Fraksi Golkar, dan Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, dan Fraksi Hanura memilih Pilkada langsung oleh rakyat. Jadi, total seluruh anggota DPR yang mengikuti voting sebanyak 361 orang dan memutuskan suara terbanyak yaitu Pilkada

3 3 melalui DPRD. (Herudin Hasil Voting: DPR Putuskan Pilkada Lewat DPRD : Penyelenggaraan Pilkada di Indonesia telah memasuki fase baru dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pemilihan Kepala Daerah tidak lagi dipilih rakyat seperti yang sudah berjalan selama satu dasawarsa terakhir, melainkan dipilih melalui proses pemilihan di DPRD oleh anggota-anggota Dewan di daerah. Tidak hanya mengubah sistem pemilihan Kepala Daerah namun Undang-Undang tersebut juga mengubah cara berdemokrasi bangsa Indonesia, terutama dalam menentukan pemimpin daerah. Keputusan untuk mengubah sistem Pilkada ini pada akhirnya mendapat kritik keras dari masyarakat. Pilkada secara tidak langsung dianggap menciderai hak konstitusional masyarakat, khususnya hak pilih, hak berpartisipasi dalam pemerintahan, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum serta pemerintahan. Sehingga tidak lama setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Pemerintah dalam hal ini Presidenmengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang pada pokoknya membatalkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota karena dianggap telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya telah menimbulkan persoalan dan kegentingan yang memaksa. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tanggal 2 Februari 2015 telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diperbaharui dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 telah mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah dari sistem perwakilan melalui anggota DPRD menjadi langsung oleh rakyat. Hal tersebut tentunya membawa angin segar bagi masyarakat yang sudah menantikan

4 4 kembalinya hak konstitusional mereka untuk dapat memilih, berpartisipasi dalam pemerintahan, dan memperoleh kedudukan yang sama di depan hukum serta pemerintahan. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung atau yang biasa disebut dengan Pilkada merupakan salah satu bentuk demokrasi yang tampil di hadapan masyarakat Indonesia sejak tahun 2005 yang lalu. Pilkada merupakan barometer penyelenggaraan demokrasi di tingkat daerah, yaitu dengan keterlibatan warganya. Keterlibatan warga dalam proses pemilihan kepala daerah sangat memberi efek kebermanfaatan bagi daerah. Hal tersebut berarti bahwa mereka yang dipilih merupakan representasi dari mereka yang memilih, sehingga daerah benar-benar memiliki pemimpin yang sesuai kehendak warga dan tentunya hal ini dapat menjamin kesejahteraan warga serta daerah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar penyelenggaraan pemerintahan secara nasional, dalam hal ini juga termasuk pemerintahan daerah. Di dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebelumnya telah terbit Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur pemilihan kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten atau kota. Di dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 dinyatakan bahwa, Kepala daerah dipilih secara berpasangan dengan wakil kepala daerah yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasisa, jujur, dan adil. Hal tersebut kemudian kembali dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

5 5 Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, yaitu pada Pasal 1 angka 1 yang berbunyi, Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015juncto Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015, Pilkada dikembalikan kepada masyarakat melalui mekanisme pemilihan langsung, bukan melalui DPRD seperti dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun Namun pengembalian mekanisme pemilihan langsung ini tidak serta merta menghapus polemik Pilkada begitu saja. Polemik baru kembali muncul pasca Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 disahkan. Pasalnya, di dalam Undang-Undang yang menjadi lex spesialis penyelenggaraan Pilkada ini tidak mengatur secara tegas mengenai sanksi pidana bagi para pelanggar Undang-Undang, khususnya mengenai suap politik dan/ atau money politic. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 hanya mengatur larangan mengenai money politic tanpa ada sanksi pidana yang tegas didalamnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, pelaku praktik money politic dalam Pilkada nantinya akan sulit untuk dipidanakan. Hal ini dikarenakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 hanya menyantumkan Pasal 73 dan Pasal 47 mengenai larangan praktik money politic. Sementara pasal mengenai sanksi pidana tidak dijelaskan secara tegas di dalamnya. Hanya saja di dalam Pasal 73 ayat (3) sanksi pidana yang berkaitan dengan money politic seperti dalam Pasal 73 ayat (1) dikembalikan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya bahwa pelanggaran Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 akan dimasukkan ke dalam ranah tindak pidana umum dengan menjerat pelakunya ke dalam Pasal 149 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 (Sembilan) bulan. Ancaman pidana penjara maksimal 9 (Sembilan) bulan ini tidak hanya berlaku untuk sang pemberi, namun juga untuk sang penerima money politic.

6 6 Namun untuk dapat menjerat pelaku dengan Pasal 149 KUHP tentunya Bawaslu tidak bisa melakukannya dikarenakan hal tersebut merupakan ranah tindak pidana umum yang hanya bisa ditangani langsung oleh Polri. Begitupun penyidik Polri tidak dapat langsung begitu saja melakukan penyidikan terhadap pelaku meskipun hal tersebut merupakan tindak pidana umum. Meskipun jerat pidana yang diberlakukan untuk pelaku money politic mengacu pada Pasal 149 KUHP namun hukum acara pidana yang berlaku bukanlah yang tertulis pada KUHAP melainkan tetap menggunakan hukum acara pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 sebagai lex specialis. Penyidik Polri yang tergabung di dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) tidak dapat langsung menyidik tindak pidana pemilihan sebelum Bawaslu membuat dan meneruskan laporan ke penyidik Sentra Gakkumdu(2015. Polri : Penyidikan Kasus Pilkada Tidak Gunakan KUHAP. Diakses online pada Hal ini tentu saja akan memakan waktu yang lama untuk memprosesnya, baik dari proses pengkajian laporan dan temuan oleh Bawaslu terkait dugaan pelanggaran pemilihan yang termasuk ke dalam tindak pidana hingga pada proses membuat dan meneruskan laporan ke penyidik Polri serta proses penyidikan hingga putusan pengadilannya. Polemik mengenai money politic atau suap politik semakin terlihat jelas pasca Komisi II DPR bersama KPU menggelar rapat konsultasi pada Selasa, 21 April 2015 yang menyepakati calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah diperbolehkan memberi apapun kepada pemilih dengan syarat nilainya tidak melebihi Rp ,- (2015. Calon Kepala Daerah Dilegalkan Beri Uang Rp 50 Ribu ke Pemilih. Diakses online pada Hal tersebut kemudian diatur di dalam Pasal 26 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota. Hal-hal yang dilegalkan KPU untuk diberikan tim kampanye kepada pemilih antara lain kaos, topi, mug, kalender, kartu nama, pin, ballpoint, payung, dan/ atau stiker paling besar ukuran 10cm x 5cm yang mana

7 7 barang-barang tersebut jika dikonversikan dalam bentuk uang nilainya tidak boleh lebih dari Rp ,00. Pasal 26 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 dengan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 sesungguhnya merupakan satu kesatuan sistematikal yang sempurna dan yang saling terkait satu sama lain. Namun kedua peraturan perundang-undangan tersebut justru menimbulkan kontradiksi baik di dalam pengaturan maupun di dalam pelaksanaannya. Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan secara tegas bahwa: Calon dan/ atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/ atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. Sedangkan pada Pasal 26 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 justru mengatur sebaliknya, meskipun memang sudah memperketat batasan pemberian materi lain berupa bahan kampanye kepada pemilih dalam standar konversi nilai mata uang Rp ,00. Di satu sisi Undang-Undang secara tegas melarang money politic, namun disisi lain peraturan di bawahnya memberikan celah untuk memberi dalam bentuk materi lain kepada pemilih. Artinya bahwa, jika ada Pasangan Calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah dan/ atau tim Kampanye menciptakan dan/ atau membuat bahan kampanye yang selanjutnya diberikan kepada pemilih melewati standar konversi tersebut maka sudah menjadi perbuatan berkualifikasi money politic yang telah memenuhi unsur tindak pidana sebagai pemberian materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih yang pada dasarnya telah dilarang dengan jeratan pidana dan sekaligus administratif. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015juncto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 juga semakin menguatkan celah terjadinya tindak pidana pemilihan dengan lemahnya pengaturan pada Pasal 47. Di dalam Pasal 47 yang mengatur mengenai larangan bagi partai politik ataupun gabungan partai politik untuk menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota justru tidak mengatur mengenai subyek pemberi imbalan. Hal tersebut tentu

8 8 akanmenimbulkan masalah manakala pasangan calon yang justru memberikan imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik sebagai suatu bentuk mahar politik. Sementara di sisi lain Pasal 47 ayat (5) mengatur tentang sanksi diskualifikasi bagi pasangan calon yang diusung partai politik atau gabungan partai jika terbukti memberikan imbalan, meskipun tidak ada satupun ayat di dalam Pasal 47 yang mengatur mengenai subyek pemberi imbalan yang spesifik. Dengan banyaknya aturan-aturan yang kabur atau bersifat semu dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2015 khususnya terkait tindak pidana pemilihan maka dapat membuka celah bagi berbagai pihak untuk melakukan praktik-praktik curang pelaksanaan pilkada. Meskipun memang sulit dibuktikan, namun praktik politik uang atau money politic tidak pernah terlepas dari penyelenggaraan pemilu di Indonesia, baik itu Pemilihan Umum Presiden maupun Pilkada. Hal ini dipengaruhi juga dengan buruknya kualitas produk perundang-undangan terkait Pilkada sebagai payung hukumnya. Berbagai aturan hukum yang melarang praktik politik uang biasanya sangat umum, normatif, dan kabur sehingga memunculkan berbagai bentuk penafsiran (Leo Agustino. 2009: 132). Berbagai celah hukum yang ada juga memberikan peluang bagi pelaku untuk melncarkan praktik politik uang dan juga untuk menghindari jeratan hukumnya. Pilkada yang di dalam pelaksanaannya tidak mengutamakan prinsip demokrasi yang berkeadilan inilah yang akan menciderai makna demokrasi itu sendiri, karena hasil Pilkada yang demikian akan menyimpang dari tujuan awal penyelenggaraan pesta demokrasi di tingkat daerah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian mendalam terhadap tindak pidana pemilihan dan modus operandinya di dalam Pemilihan Kepala Daerah di waktu mendatang melalui penulisan hukum dengan judul : FAKTORKRIMINOGEN TERJADINYA TINDAK PIDANA SUAP POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH.

9 9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah substansi hukum pengaturan tindak pidana suap politik di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015? 2. Bagaimanakah faktor kriminogen tindak pidana suap politik dalam Pemilihan Kepala Daerah? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang hendak dicapai dalam sebuah penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui aturan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang menjadi faktor kriminogen tindak pidana pemilihan pada Pilkada di waktu mendatang. b. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana pemilihan di dalam penggunaan aturan hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan penyusunan skripsi penulisan hukum, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (satu) dalam bidang ilmu hukum (Sarjana Hukum) di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan, dan pemahaman peneliti di bidang Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara khususnya terkait Tindak Pidana Pemilihan pada Pemilihan Kepala Daerah.

10 10 c. Untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir yang kritis dan analitis dalam menerapkan teori yang telah penulis dapatkan selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan ide-ide dan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, dan pada bidang hukum pidana dan hukum tata negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, pedoman, atau landasan teori hukum terutama yang menyangkut masalah tindak pidana pemilihan dalam Pilkada. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian hukum yang sejenis berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara bagi setiap pihak yang terkait seperti civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta, pihak pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif, serta para praktisi hukum. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir kritis dan dinamis bagi peneliti dan setiap pembaca maupun pihak yang menggunakannya dalam penerapan ilmu hukum.

11 11 c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang dapat digunakan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait. E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran hipotesa atau ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan metode ilmiah. Penelitian hukum pada dasarnya adalah suatu proses menemukan kebenaran koherensi, yaitu apakah aturan hukum sesuai norma hukum dan apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Jenis penelitian hukum normatif atau dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pada penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doctrinal ini penekanannya yaitu pada teori-teori hukum, bahan-bahan hukum library based, dan memiliki fokus pada kegiatan membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer maupun sekunder yang selanjutnya akan dikaji untuk merumuskan hasil penelitian dalam hubungannya dengan masalah yang

12 12 diteliti. Penelitian hukum normatif berusaha memberikan penjelasan sistematis mengenai aturan yang mengatur kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara aturan yang mengatur kategori hukum tertentu, serta menganalisis hubungan-hubungan hukum, hambatanhambatan hukum dan memprediksi pembangunan masa depan (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 32). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hkum mempelajari tentang tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, dan norma-norma hukum. Sedangkan sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, serta rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 41). Sifat penelitian ini pada dasarnya sejalan dengan sifat ilmu hukum, yaitu perspektif dan terapan. Penulis menyebut penelitian ini sebagai penelitian preskriptif karena penulis berusaha menjawab isu hukum yang ada berupa tidak terakomodasinya pengaturan mengenai tindak pidana pemilihan pada Pilkada di masa datang serta berusaha mengusulkan formulasi yang ideal mengenai das sollen terkait Pemilihan Kepala Daerah. Penelitian preskriptif sendiri berusaha menjawab isu-isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 35). 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki, dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan penelitian. Dengan pendekatan tersebut penulis akan mendapatkan informasi dan berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan

13 13 undang-undang (statute approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 133). Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini antara lain: a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah berbagai peraturan perundangundangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani atau dengan kata lain bahwa pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 137). Dalam penddekatan perundang-undangan ini peneliti tidak hanya melihat bentuk peraturan perundang-undangannya saja melainkan juga menelaah materi muatannya. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang mampu menampung permasalahan hukum yang ada. Pendekatan perundang-undangan ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undangundang dengan Undang-Undang Dasar atau regulasi dan undangundang. b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) Pendekatan konseptual adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah suatu isu hukum yang belum atau tidak ada aturanya dengan membangun suatu konsep untuk dijadikan acuan dalam penelitianya (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 177). Dalam pendekatan ini, penulis perlu merujuk pada prinsip-prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 178). Pendekatan konseptual

14 14 (conseptual approach) dipilih penulis sebagai salah satu bentuk pendekatan dalam penelitian hukum ini karena belum adanya pengaturan yang jelas mengenai pelanggaran atau tindak pidana pemilihan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tenatang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sehingga penulis berusaha mengajukan formulasi yang ideal dengan bertumpu pada prinsipprinsip hukum. 4. Sumber Penelitian Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Sumber bahan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini antara lain : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari : a) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b) Peraturan dasar, dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun c) Peraturan Perundang-undangan, yaitu : (a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (c) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. (d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

15 15 (e) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (f) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, (g) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, (h) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. (i) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Dana Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota (j) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72-73/PUU-II/2004 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (k) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PHPU.D- VI/2008 tentang Permohonan Keberatan Terhadap Penghitungan Suara Hasil Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur. (l) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

16 16 (m) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 tentang Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Penyelesaian Sengketa Pemilukada. (n) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2015 tentang pedoman beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (o) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota (p) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wonosobo (q) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 61/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pemalang (r) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Situbondo (s) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Manokwari Selatan (t) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Minahasa Selatan (u) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 113/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Musi Rawas

17 17 (v) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tanah Bumbu (w) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PHP.BUP- XIV/2016 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota (x) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota (y) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari : (a) Buku-buku literatur terkait tindak pidana pemilu, pemilihan kepala daerah, demokrasi, dan pemerintahan daerah. (b) Pendapat ahli yang berkompeten dalam bidang tindak pidana pemilihan, Pilkada, dan pemerintahan daerah. (c) Tulisan yang berkaitan dengan tindak pidana pemilihan, Pilkada, dan pemerintahan daerah. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam penelitian hukum ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah studi dokumen atau studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu proses pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum yang memuat teori-teori hukum dan

18 18 materi terkait obyek penelitian, dalam hal ini adalah Pilkada, tindak pidana pemilihan, dan pemerintahan daerah dengan cara menganalisisnya. Proses ini dilakukan dengan mempelajari, membaca, mencatat materi peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, dan lain-lain, serta artikel-artikel dari internet yang membahas mengenai Pilkada, tindak pidana pemilihan, dan pemerintahan daerah. 6. Tenik Analisis dan Pengolahan Bahan Hukum Tahap analisis dalam suatu penelitian hukum merupakan tahapan yang sangat penting, di mana dalam tahapan ini penulis melakukan pemilahan bahan-bahan hukum yang telah diperoleh. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah inventarisasi bahan-bahan hukum, baik primer, sekunder, maupun tersier terlebih dahulu, untuk kemudian dikelola secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum untuk menuju solusi konkret sebagai jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik analisis silogisme deduktif untuk menguraikan dan memecahkan permasalahan yang diteliti berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan. Tahapan analisisi ini berawal dari pengajuan premis mayor, penarikan premis minor dan kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2014 : 47). F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai isi penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penelitian hukum serta dapat mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Peneliti menjabarkan sistematika penulisan penelitian ini ke dalam empat bab yang saling berkaitan dan berhubungan, dimana setiap bab terbagi dalam sub bab yang bertujuan agar mempermudah integrasi dan klasifikasi materi penelitian. Adapun sistematika laporan penulisan hukum yang disusun penulis adalah sebagai berikut :

19 19 BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dibahas landasan teori atau memberikan penjelasan secara terperinci dan teoritik berdasarkan leteraturliteratur yang berkaitan dengan Pilkada, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tindak pidana pemilihan, dan pemerintahan daerah. Tinjauan tersebut antara lain mengenai demokrasi pada umumnya, jenis dan model-model demokrasi, demokrasi di Indonesia, Pilkada pada umumnya, Pilkada di Indonesia, bentukbentuk pelanggaran pemilu, ilmu perundang-undangan, hukum pidana, kriminologi, faktor kriminogen, tindak pidana, dan tindak pidana pemilihan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan Tinjauan Kriminologi Terjadinya Tindak Pidana Suap Politik Pada Pemilihan Kepala Daerah, dalam pokok permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: 1. Substansi hukum pengaturan tindak pidana suap politik di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun Modus operandi tindak pidana suap politik dalam pemilihan kepala daerah.

20 20 BAB IV : PENUTUP Bagian ini merupakan akhir dari penulisan hukum yang berisi beberapa simpulan dan saran berdasarkan analisis dari data yang diperoleh selama penelitian sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Simpulan dan saran ini dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan dan bermanfaat bagi semua pihak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (pemilu) merupakan salah satu bentuk ditegakkannya demokrasi di Indonesia. Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sesuai dengan jadwal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Jimly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU Policy Brief [01] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Dalam rangka menyelenggarakan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada, dalam 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Budi Evantri Sianturi 1, Fifiana Wisnaeni 2. Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ABSTRAK

Budi Evantri Sianturi 1, Fifiana Wisnaeni 2. Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ABSTRAK PENGUATAN KELEMBAGAAN PANWAS PEMILIHAN DALAM MENYELESAIKAN PELANGGARAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH (STUDI KASUS PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI, PIDANA, DAN KODE ETIK PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal tersebut dengan tegas dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pilkada merupakan pesta demokrasi rakyat dalam memilih kepala daerah beserta wakilnya yang berasal dari usulan partai politik tertentu, gabungan partai politik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Pelanggaran. Kode Etik. Daerah. Pemeriksaaan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

Ambiguitas Pengaturan Politik Uang

Ambiguitas Pengaturan Politik Uang Ambiguitas Pengaturan Politik Uang Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Rapat Paripurna DPR telah mengesahkan perubahan kedua atas Undang-Undang No. 1 Tahun

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMERIKSAAN PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke empat yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.983, 2013 KEPOLISIAN. Penyidikan. Tindak Pidana. Pemilu. Tata Cara. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYIDIKAN

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci