V. KONDISI PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI INDONESIA
|
|
- Farida Siska Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 V. KONDISI PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI INDONESIA 4.4. Sejarah Perkembangan Industri Gula Rafinasi Industri gula rafinasi mulai berdiri di Indonesia pada tahun Pabrik gula dalam negeri sebelum tahun 1996 menghasilkan gula kristal putih melalui proses sulfitasi dan karbonatasi. Dari standar proses yang ada selama ini, kedua proses yang ada tersebut sulit diharapkan dapat mencapai kualitas yang memenuhi syarat untuk industri makanan, minuman dan farmasi. Untuk konsumsi industri kualifikasi gula yang dibutuhkan lebih tinggi daripada gula untuk konsumsi rumahtangga. Teknologi yang digunakan sangat menentukan mutu produk gula yng dihasilkan. Secara umum dapat dilihat spesifikasi kualitas jenis gula yang dibedakan berdasarkan teknologi proses pembuatannya. Tabel 7. Spesifikasi Kualitas Gula Uraian Gula mentah Gula putih Gula putih Gula rafinasi Proses defiksasi sulfitasi karbonatasi rafinasi Purity (% Polarisasi) Warna (IU) Abu (%) 0.3 max Invert sugar 0.3 max 0.2 max 0.1 max max SO 2 (ppm) 6 max Moisture 0.5 max Sumber : AGRI, 2009 Kebutuhan gula putih mutu tinggi diperkirakan terus meningkat sesuai dengan perkembangan industri makanan dan minuman. Selama ini produksi gula dalam negeri yang betul-betul memenuhi syarat untuk industri baru mencapai sekitar 40 ribu ton per tahun pada tahun untuk mengatasi kekurangan
2 tersebut di samping dapat dipenuhi dari impor, maka digunakanlah gula putih hasil karbonatasi dengan terlebih dahulu dimurnikan dengan instalasi pemurnian yang dibuat khusus sehingga memenuhi syarat untuk keperluannya. Definisi menurut AGRI (2009), gula rafinasi atau gula super putih adalah gula konsumsi yang berkualitas dengan derajat kemurnian gula yang tinggi dan kadar abu serta SO 2 yang sangat rendah serta memenuhi syarat keamanan pangan sehingga sesuai/cocok untuk kebutuhan gula konsumsi industri makanan dan minuman serta farmasi. Industri gula rafinasi menggunakan bahan baku dari gula mentah untuk proses produksinya diawali dengan berdirinya PT Bernas pada tahun 1996 dengan kapasitas produksi sebesar 150 ribu ton/tahun dan sejak tahun 2003 diambil alih oleh PT Angels Products dengan peningkatan kapasitas menjadi 500 ribu ton/tahun. Tahun 2002 mulai beroperasi pabrik PT Jawamanis Rafinasi, disusul kemudian PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Dharmapala Usaha Sukses terakhir PT Sugar Labinta. Dengan demikian sampai tahun 2008 terdapat 6 pabrik gula rafinasi dengan kapasitas ijin 2.44 juta ton/tahun. Sedangkan jumlah produksi tahun 2008 adalah 1.26 juta ton Produksi Gula Rafinasi Untuk memperoleh gula yang bermutu tinggi maka bahan baku gula mentah harus diolah dengan proses yang dikenal dengan rafinasi. Dalam keadaan standar proses rafinasi menghasilkan gula yang memenuhi syarat untuk keperluan industri Kuswurj, 2008). Proses pembuatan gula rafinasi adalah dengan mengolah gula mentah/raw sugar dengan tahapan proses: (1) affinasi yaitu proses pencucian dan
3 pelarutan, (2) karbonatasi yaitu proses pemurnian dengan susu kapur dan gas CO2, (3) filterasi yaitu proses penyaringan, (4) pertukaran ion yaitu proses penghilangan warna, (5) kristalisasi yaitu proses pemasakan dengan vacum fan supaya menjadi kristal, (6) sentifugal yaitu proses pemisahan dan penyaringan kristal gula, dan (7) proses pengepakan dengan mengemas dalam bag 50 kg. Mutu gula rafinasi yang dihasilkan mutu I < 45 icumsa dan mutu II > 80 icumsa. Menurut Tjokrodirdjo et al. (1999), pabrik rafinasi yang ada selama ini terdiri dari 2 tipe, yaitu pabrik rafinasi (Tipe A) yang menyatu dengan pabrik gula dan pabrik rafinasi yang berdiri sendiri (Tipe B). Pabrik rafinasi Tipe A memperoleh bahan baku dan energi dari pabrik gula sehingga lebih menghemat biaya transportasi dan energi, serta dapat mengontrol kualitas bahan bakunya., sedangkan pabrik rafinasi Tipe B memperoleh bahan baku dari pabrik gula lain atau bahkan impor. Pabrik yang mampu memproduksi gula rafinasi ini sampai akhir tahun 2008 ada enam perusahaan yakni PT Sentra Usahatama Jaya, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Angels Product, PT Jawa Manis Rafinasi, PT Dharmapala Usaha Sukses dan PT Sugar Labinta. Kelima perusahaan itu telah mendapat izin impor raw sugar (bahan baku gula rafinasi) Departemen Perdagangan atas rekomendasi Departemen Perindustrian. Importir Terdaftar (IT) adalah para pihak yang diberi izin oleh Pemerintah (seperti PT Rajawali, PT Perkebunan Negara) untuk mengimpor gula jika stok gula konsumsi lokal atau petani kurang. Sedangkan Importir Produsen (IP) adalah industri gula rafinasi (yang tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia atau AGRI) yang diizinkan Pemerintah untuk mengimpor gula sebagai bahan baku industri gula rafinasi lokal. IP juga diberikan
4 oleh Pemerintah pada industri makanan dan minuman (termasuk UKM) sebagai bahan baku utama (sekitar 35 persen) pembuatan produk makanan dan minuman. Tabel 8. Kapasitas dan Produksi Gula Rafinasi Tahun N o Perusahaan Kapasitas Izin (000 ton) Produksi (000 ton) PT Angels Products PT Jawamanis Rafinasi PT Sentra Usahatama Jaya PT Permata Dunia Sukses Utama PT Dharmapala Usaha Sukses PT Sugar Labinta Jumlah Sumber : AGRI, 2009 Produksi gula rafinasi mengalami peningkatan sesuai dengan kapasitas izin pabrik, penurunan pada tahun 2008 disebabkan izin impor gula mentah yang diberikan pemerintah akibat belum tersedianya produksi gula mentah dalam negeri dan untuk mencegah masuknya gula rafinasi ke pasar retail. Dari keenam pabrik rafinasi yang ada, hanya satu pabrik yang tidak melakukan impor gula mentah. Gula mentah diperoleh dari plantation tanaman tebu milik sendiri.bahan baku berupa gula mentah dapat diimpor dengan mudah dari negara tetangga seperti Thailand, Australia, Fiji, Philiphina dan pasar dunia seperti Brazil dan Kuba. Namun akibat adanya pembatasan oleh pemerintah tersebut, maka pabrik rafinasi sulit mengantisipasi rencana produksi karena sangat tergantung pada impor gula mentah. Selain untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi, industri rafinasi gula memiliki pangsa pasar yang berbeda dengan industri gula putih biasa, karena lebih
5 banyak tertuju pada industri makanan dan minuman di dalam negeri. Investasi baru dan pengembangan industri gula rafinasi menjadi peluang besar bagi peningkatan kapasitas industri domestik dan penyerapan lapangan kerja Permintaaan Gula Rafinasi Kebutuhan gula rafinasi diperkirakan akan terus meningkat sesuai perkembangan industri makanan dan minuman yang dapat dilihat pada Tabel 2. Sesuai dengan tuntutan gula yang tinggi, maka gula rafinasi banyak digunakan di industri makanan, minuman serta farmasi seperti pengolahan susu, industri minuman, sirop, kopi instan, coklat, obat batuk, permen, serta hotel dan restauran. Untuk tahun 2002 sebagai gambaran, konsumsi gula rafinasi (khusus industri besar dan menengah) serta kontribusi gula berdasarkan jenis industri. Tabel 9. Kontribusi dan Konsumsi Gula pada Industri Makanan dan Minuman Tahun 2002 Jenis Industri Kontribusi Gula (%) Konsumsi (Ton) IPS/Susu Roti dan biskuit Minuman ringan Permen Coklat dan manisan buah Kecap dan sirup Total Sumber : GAPMMI, 2008 Menurut Amin dalam Soebekty (2005), kebutuhan gula industri menuntut persyaratan yang bervariasi tergantung pada jenis produk, sasaran produk, dan faktor-faktor lainnya. Hal ini menyebabkan sulitnya penghitungan secara pasti jumlah yang dibutuhkan untuk masing-masing kualitas. Namun bila digunakan
6 pendekatan penyaluran, terdapat tiga kualitas gula untuk industri yang beredar di pasar yaitu kualitas double refined, rafinasi, dan SHS IA. Kualitas double refined umumnya digunakan untuk industri yang memerlukan persyaratan sangat khusus seperti industri makanan bayi dan ibu hamil serta obat-obatan. Gula kualitas rafinasi biasanya digunakan untuk industri pada umumnya, sedangkan kualitas SHS IA banyak digunakan untuk substitusi dan campuran bagi industri umum. Dari kecenderungan yang terjadi sampai sekarang, jenis gula yang relatif besar potensi penyerapannya adalah gula kualitas rafinasi dan lokal yang berkualitas baik (SHS IA dan semi rafinasi). Berdasarkan data Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) yang sejak tahun 1997 menjadi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dari BPS, industri makanan dan minuman merupakan konsumen gula rafinasi terbesar yang jumlahnya mengalami perubahan setiap tahunnya. Dari seluruh jumlah industri tersebut, diperoleh 19 jenis industri (besar maupun sedang) yang menggunakan gula rafinasi sebagai salah satu bahan bakunya. Tabel 10. Jumlah Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Pengguna Gula Rafinasi Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun Tahun Industri Besar (unit) Industri Sedang (unit) Total (unit) Sumber : BPS, 2009
7 Dari jumlah perusahaan industri makanan dan minuman, lebih 80 persen pengguna gula rafinasi adalah industri besar. Meskipun mengalami penurunan yang cukup tinggi dari tahun 1997 sampai tahun 2001 akibat krisis moneter yaitu sekitar persen, namun kondisi pada tahun 2006 mengalami perbaikan dimana persentasi jumlah perusahaan industri besar naik lebih tinggi dibandingkan indsutri sedang. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya tingkat kepercayaan dalam berinvestasi di Indonesia yang ditentukan dari skala ekonomi perusahaan besar yang semakin besar dan efisien Pemasaran Gula Rafinasi Jika dilihat dari penggunaan gula rafinasi pada industri makanan dan minuman, gula rafinasi yang diproduksi dalam negeri hampir 100 persen diserap oleh industri makanan dan minuman. Hal ini sesuai dengan Kepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002 mengenai tataniaga impor gula yang mengatur mengenai penggunaan gula rafinasi hanya dipergunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi. Perusahaan industri makanan dan minuman memperoleh gula rafinasi dari pabrik rafinasi melalui jalur penjualan pemesanan atau kontrak beli pada.pabrik rafinasi. Pembelian gula rafinasi dalam negeri memiliki kemudahan dalam prosedur, cara pembayaran serta tidak selalu tunai, dapat diperoleh dalam tempo dua minggu dampai satu bulan, dan dapat diperoleh secara partai kecil minimal 50 ton. Sementara kalau melalui impor banyak kendala seperti masalah prosedur, misalnya setelah memperoleh rekomendasi dan pengakuan sebagai IP gula juga harus melakukan verifikasi oleh PT Sucofindo, pembayaran dan pesanan jumlah
8 besar, serta harus melakukan kontrak jauh hari sedangkan harga gula rafinasi di pasar dunia tidak menentu (Munir, 2006). Pada dasarnya pemasaran gula rafinasi dari pabrik gula rafinasi ke industri makanan dan minuman bersifat oligopoli (Soebekty, 2005). Jumlah pabrik rafinasi sebagai penjual gula rafinasi sangat sedikit dan terbatas dibandingkan jumlah industri pengguna gula rafinsi. Keadaan ini seharusnya menimbulkan ketergantungan indsutri makanan dan minuman kepada pabrik rafinasi dan posisi pabrik rafinasi dalam pembentukan harga menjadi sangat kuat. Namun dalam kenyataan di lapangan, dengan adanya kebijakan pengaturan impor (Kepmenperindag No. 643/MPP/Kep/9/2002) dimana dalam kepmen ini diatur ada beberapa industri makanan dan minuman yang dapat langsung melakukan impor gula rafinasi, menyebabkan posisi pabrik rafinasi tidak terlalu dominan Impor Bahan Baku dan Gula Rafinasi Untuk memenuhi permintaan gula rafinasi, impor bahan baku (gula mentah) dapat dilakukan oleh pabrik gula rafinai sesuai dengan rasio impor atau jatah yang berlaku. Pemasok gula mentah terbesar adalah Thailand dan Australia, yang diduga karena faktor lokasi yang berdekatan dengan indonesia. Ketergantungan bahan baku gula mentah bagi pabrik gula rafinasi di dalam negeri masih cukup besar, perkembangan impor gula mentah dan gula rafinasi selama sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut terlihat bahwa peningkatan impor terjadi baik gula mentah maupun gula rafinasi. Bertambahnya impor ini tidak terlepas dari beberapa faktor seperti peningkatan kapasitas produksi pabrik rafinasi, penawaran dan permintaan gula rafinasi oleh
9 industri dalam negeri, tingkat harga domestik terhadap harga dunia serta kebijakan pemerintah dalam industri pergulaan dari mulai tingkat usahatani sampai tingkat industri pengolahan makanan dan minuman. Dilihat dari sisi penawaran dan permintaan, produksi gula rafinasi dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan bahan baku industri pengolahan makanan dan minuman, sehingga sisanya harus impor. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir (2006) pada salah satu pabrik gula rafinasi, dengan respondennya adalah industri pengguna gula rafinasi yang pernah membeli gula rafinasi di pabrik tersebut menyatakan bahwa 60 persen keputusan pembelian gula yang dilakukan sangat ditentukan oleh perkembangan harga jual gula rafinasi di pasar dunia, sedangkan sisanya disebabkan faktor kualitas dan mutu produk yang dirasakan kurang stabil serta kontinuitas produk Kebijakan Pemerintah mengenai Gula Rafinasi Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%. Sejak pertengahan tahun 1980-an, peranan sektor industri pengolahan khususnya industri makanan dan minuman meningkat sangat tajam, melebihi peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang sangat menakjubkan
10 tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1996, pangsa nilai ekspor non migas mencapai persen dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar persen diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle). Kebijakan pemerintah yang terkait dengan masalah industri gula rafinasi berupa beberapa buah surat keputusan menteri. Inti dari kebijakan-kebijakan ini adalah pengaturan dan pengontrolah tata cara impor gula mentah dan gula rafinasi. Keseluruhan kebutuhan bahan baku dari berbagai macam olahan makanan dan minuman harus melalui importir yang telah ditunjuk pemerintah, di samping jumlah impor yang ditetapkan pemerintah. Sebagai komoditas strategis, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pergulaan nasional untuk menghindari masuknya gula impor dengan menetapkan bea masuk impor gula putih/gula rafinasi sebesar persen melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 568/KMK.01/1999 tanggal 31 Desember 1999 yang kemudian tarif tersebut diubah menjadi tarif spesifik melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 324/KMK.01/2002 tanggal 3 Juli 2002 yang berisi tarif bea masuk gula mentah Rp 550 per kg, dan gula putih/gula rafinasi untuk industri sebesar Rp 700 per kg. Surat keputusan yang mengatur ketentuan impor gula adalah Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 643/MPP/Kep/9/2002 mengenai tataniaga impor gula dimana diatur pula di dalam keputusan tersebut kode HS jenis gula rafinasi yang dapat diimpor yaitu gula kristal mentah/gula
11 kasar (raw sugar) dan gula kristal rafinasi (refined sugar) adalah gula yang dipergunakan sebagai bahan baku proses produksi, yang termasuk dalam Pos Tarif/HS ; ; dan Tataniaga ini berupa pembatasan importir gula mentah dan gula rafinasi hanya boleh dilakukan oleh Importir Produsen gula yang menggunakan gula tersebut untuk bahan baku proses produksi. Pemerintah kemudian menetapkan kebijakan baru untuk menyempurnakan kebijakan tersebut dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.527/MPP/Kep/2004 tanggal 17 September 2004 mengenai pengaturan penggunaan bilangan ICUMSA yaitu suatu parameter nilai kemurnian yang berkaitan dangan warna gula yang diukur berdasarkan standar internasional, dalam satuan Internasional Unit (IU) untuk gula mentah dan gula rafinasi impor,.yang kemudian disempurnakan oleh Keputusan Menteri Perdagangan No. 02/M/Kep/XII/2004 tanggal 7 Desember 2004.
I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinciANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H
ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H34066114 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS
Lebih terperinci... Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri GULA di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)
Hubungi Kami 021 31930 108 021 31930 109 021 31930 070 marketing@cdmione.com J ika industri gula dalam negeri tidak segera dibenahi, bisa saja Indonesia akan menjadi importir gula mentah terbesar di dunia
Lebih terperinciCUPLIKAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 643/MPP/Kep/9/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR GULA.
CUPLIKAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 643/MPP/Kep/9/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR GULA Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Gula Kristal Mentah/Gula
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA
59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Keputusan Presiden tahun 2004 tentang pergulaan, dalam pasal 1, menetapkan bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. NOMOR : 643/MPP/Kep/9/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR GULA
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 643/MPP/Kep/9/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR GULA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pasokan
Lebih terperinciABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.
ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sasaran utama yaitu keseimbangan antara sektor pertanian dan industri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi nasional jangka panjang di Indonesia mempunyai sasaran utama yaitu keseimbangan antara sektor pertanian dan industri. Keseimbangan tersebut
Lebih terperinci-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Or
No. 2000, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Gula. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/M-DAG/PER/12/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data 4.1.1 Data Pasar dan Pemasaran Gula Tahun Jawa Luar Jawa Jumlah Peningkatan (%) 1990 1,693,589 425,920 2,119,509-1991 1,804,298 448,368 2,252,666 6.28
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA DI INDONESIA
V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA DI INDONESIA 5.1 Industri Pergulaan Indonesia Menurut KPPU (2010) bahwa gula terdiri dari beberapa jenis, dilihat dari keputihannya melalui standar ICUMSA (International
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula
PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah
Lebih terperinciV. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA
83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciPENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 15/KPPU/PDPT/VII/2015 TENTANG
PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 15/KPPU/PDPT/VII/2015 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN ALVEAN SUGAR S.L OLEH COPERSUCAR S.A LATAR BELAKANG 1. Berdasarkan
Lebih terperinci2015, No Perdagangan Antarpulau Gula Kristal Rafinasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
No.1520, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Gula Kristal Rafinasi. Perdagangan. Antarpulau. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/9/2015 TENTANG PERDAGANGAN ANTARPULAU
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.460, 2017 KEMENPERIN. Pembangunan Industri Gula. Fasilitas Memperoleh Bahan Baku PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/M-IND/PER/3/2017 TENTANG
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui
Lebih terperinciPrarancangan Pabrik Sorbitol dari Tepung Tapioka dan Gas Hidrogen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi, penting bagi Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang termasuk dari sektor industri. Salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman
24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI
DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan)
Lebih terperinciSusu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan
Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciTATA NIAGA IMPOR GULA KASAR (RAW SUGAR) (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
TATA NIAGA IMPOR GULA KASAR (RAW SUGAR) (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 456/MPP/KEP/6/2002 tanggal 10 Juni 2002) MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 61/MPP/Kep/2/2004 TENTANG PERDAGANGAN GULA ANTAR PULAU. MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami
Lebih terperinciPermintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia
Ilmu Pertanian Vol. 18 No.1, 2015 : 24-30 Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia The Demand for Raw Sugar in Indonesia Rutte Indah Kurniasari 1, Dwidjono Hadi Darwanto 2, dan Sri Widodo 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciYOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017
IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan
Lebih terperinciPOSITION PAPER KPPU KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI GULA. terhadap. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia
POSITION PAPER KPPU terhadap KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI GULA Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia 2010 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi penting dan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciSIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Bahan baku proses pabrik gula adalah tanaman yang banyak mengandung gula. Kandungan gula dalam tanaman ini berasal dari hasil proses asimilasi yang
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10
II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau
Lebih terperinciJIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014
ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat
Lebih terperinciBAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi
BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat penting dan merupakan suatu indikator penentu kemajuan suatu Negara. Peningkatan pembangunan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh setiap negara untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu
Lebih terperinciANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H
ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H34066114 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas
Lebih terperinciBAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menghadapi persaingan Internasional yang semakin tajam, maka Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja yang murah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai
PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung batangnya mengandung air gula dengan kadar mencapai 20 persen. Air gula inilah
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik
BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring
Lebih terperinciBAB 3. GAMBARAN UMUM IMPOR GULA INDONESIA DAN KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK ATAS GULA (PMK No.150/PMK.011/2009)
BAB 3 GAMBARAN UMUM IMPOR GULA INDONESIA DAN KEBIJAKAN PENGENAAN BEA MASUK ATAS GULA (PMK No.150/PMK.011/2009) 3.1. Impor 3.1.1. Dasar Kebijakan 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tepung terigu dari waktu ke waktu semakin menjadi komoditi pangan penting di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tepung terigu semakin menguasai kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor pertanian. Sektor pertanian secara umum terdiri dari lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan pangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomian. Selain itu sebagian besar penduduk Indonesia bekerja pada sektor
Lebih terperinciEKONOMI SWASEMBADA GULA INDONESIA
EKONOMI SWASEMBADA GULA INDONESIA Oleh : Bustanul Arifin 1 Pendahuluan Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN GULA KRISTAL RAFINASI DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PEREDARAN GULA KRISTAL RAFINASI DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM
VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai
Lebih terperinciVIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO
VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan dalam pertumbuhan ekonomi, penerimaan devisa negara,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena UMKM mempunyai fleksibilitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan suatu negara dapat diindikasikan dengan pesatnya industrialisasi pada negara tersebut. Salah satu hal dasar yang mendorong berdirinya suatu industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini produksi gula pasir dalam negeri semakin tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi sehingga kekurangan yang ada harus ditutupi oleh impor gula.
Lebih terperinci