Oleh : Dilla Wahyuni NIM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : Dilla Wahyuni NIM :"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ASUPAN KARBOHIDRAT, PROTEIN, LEMAK, DAN SERAT DENGAN KEJADIAN SINDROMA METABOLIK PADA ORANG DEWASA DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2014 Karya Tulis Ilmiah Diajukan ke Program Studi D.III Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Oleh : Dilla Wahyuni NIM : JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN 2014

2 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN D III GIZI Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014 Dilla Wahyuni Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak, dan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun viii + 62 halaman + 13 tabel, 13 lampiran ABSTRAK Sindroma metabolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk didalamnya pola hidup terutama pola aktivitas dan makanan. Prevalensi kejadian sindroma metabolik di dunia berkisar %, Amerika 23,7 %, Bali 20,3 %, dan di Surabaya 32 %. Obesitas dan kelainan-kelainan yang menyertainya merupakan komponen dari sindrom metabolik yang saat ini menjadi epidemik di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak, dan serat dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan penelitian analitik, menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada bulan September 2013 sampai Juli Populasi dalam penelitian ini adalah orang dewasa berumur tahun yang memeriksakan kolesterol lengkap, gula darah puasa dan belum terdiagnosa penyakit. Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 56 orang. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian diperoleh kejadian sindroma metabolik sebanyak 46,4 %, sebanyak 66,1 % sampel dengan asupan karbohidrat berlebih, 71,4 % asupan protein berlebih, 73, 4 % asupan lemak berlebih dan 69,6 % asupan serat kurang. Ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat, lemak, dan serat dengan kejadian sindroma metabolik dan tidak terdapat hubungan bermakna antara asupan protein dengan kejadian sindroma metabolik. Disarankan kepada Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat untuk lebih memperkenalkan fasilitas dan jasa medis kepada masyarakat. Disarankan kepada orang dewasa untuk meningkatkan konsumsi serat dan mengurangi konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak untuk mencegah sindroma metabolik Selain itu bagi peneliti selanjutnya, bisa menjadikan KTI ini sebagai referensi. Kata Kunci (Key Word) : Sindroma Metabolik, Asupan Zat Gizi Daftar Pustaka (42) ( )

3 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN DIII GIZI Karya Tulis Ilmiah, Juli 2014 Dilla Wahyuni Relationship Between Intake Of Carbohydrates, Proteins, Fats, And Fiber To The Incidence Of Metabolic Syndrome In Adults In The Central Health Laboratory West Sumatra Province In viii+ 62 pages + 13 tables, 12 attachments ABSTRAK Metabolic syndrome can be caused by several factors, including lifestyle and activity patterns, especially food. Prevalence of metabolic syndrome in the world ranging from 20-25%, U.S 23.7%, Bali 20.3% and Surabaya 32%. The purpose of this study is to examine the relationship intake of carbohydrates, proteins, fats, and fiber to the incidence of metabolic syndrome in adults in the Central Health Laboratory West Sumatra Province. This research is analytic, using a cross-sectional design. This research was conducted in the Central Health Laboratory in West Sumatra province in September 2013 to July Population in this study were adults aged years were examined complete cholesterol, fasting blood sugar and undiagnosed disease. The samples in this study were taken by purposive sampling and obtained a sample of 56 people. Analysis of the data using univariate and bivariate analysis using the chisquare test statistic with 95% confidence level. The result showed the incidence of metabolic syndrome as much as 46.4%, as many as 66.1% of samples with excessive carbohydrate intake, excess protein intake of 71.4%, 73.4% excess fat intake and fiber intake of approximately 69.6%. There is a significant association between the intake of carbohydrates, fats, and fiber with the incidence of metabolic syndrome and there was no significant association between protein intake with the incidence of metabolic syndrome. Suggested to Health Laboratory of West Sumatera to more introduce facilities and medical services to the community. It is recommended to adults to increase fiber consumption and reduces the consumption of carbohydrates, proteins, and fats to prevent metabolic syndrome Keyword : Metabolic syndrome, intake of nutrients Bibliography (42) ( )

4 RIWAYAT HIDUP Nama : Dilla Wahyuni Tempat/Tanggal Lahir : Padang Panjang/30 Juni 1993 Alamat : Jln. Arif Rahman Hakim No. 28 Balai-Balai Dalam, Padang Panjang Barat. Nama Orang Tua : Muhammad Yusuf Nurmiati Agama : Islam Pendidikan : 1. SD 09 Padang Panjang, [ ] 2. SMP N 5 Padang Panjang, [ ] 3. SMA N 2 Padang Panjang, [ ] 4. DIII Poltekkes Kemenkes RI Padang, [ ]

5 KATA PENGANTAR Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT dengan berkat serta rahmat dan karunia-nya, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan oleh penulis meskipun menemukan kesulitan maupun rintangan. Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi DIII jurusan Gizi di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan DIII Gizi pada masa akhir pendidikan. Judul Karya Tulis Ilmiah ini Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak dan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat Tahun Pada Kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas segala bimbingan, pengarahan dari ibu Defriani Dwiyanti S.SiT, M.Kes, selaku Pembimbing I dan Ibu Ismanilda, S,Pd, M.Pd, selaku Pembimbing II Karya Tulis Ilmiah dan dari berbagai pihak yang penulis terima, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada: 1. Bapak Sunardi, SKM, M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Padang. 2. Ibu Hasneli, DCN, M.Biomed, selaku Ketua Jurusan Gizi, dosen Pembimbing Akademik (PA) dan selaku tim penguji. 3. Ibu Kasmiyetti, DCN, M.Biomed, selaku Ka. Prodi DIII Jurusan Gizi. 4. Ibu Safyanti, SKM, M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran guna menyempurnakan karya tulis ini. 5. Pimpinan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat atas izin penelitian dan bantuan informasi data yang diperlukan. 6. Kepada keluarga, terutama orang tua dan adik yang telah memberikan motivasi, semangat, dan do a yang tulus tak ternilai. 7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan penulisan karya tulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

6 Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga penulis merasa masih ada belum sempurna baik dalam isi maupun dalam penyajiannya. Untuk itu penulis selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah Ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua dan menjadi bekal bagi saya dalam mengabdi di masyarakat. Padang, Juli 2014 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Manfaat Penelitian... 6 E. Ruang Lingkup Penelitian... 7 BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 8 A. Sindroma Metabolik Definisi Sindroma Metabolik Kriteria sindroma Metabolik Etiologi B. Faktor yang Dapat Menyebabkan Sindroma Metabolik Obesitas Resistensi Insulin Dislipidemia Hipertensi C. Penatalaksanaan Penurunan Berat Badan Medikamentosa D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan sindroma Metabolik Konsumsi Makronutrien Asupan Makanan Asupan Kabohidrat Asupan Protein Asupan Lemak Asupan Serat Cara Penilaian Konsumsi Pangan E. Kerangka Konsep F. Hipotesis G. Definisi Operasional BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 35

8 B. Waktu dan Tempat Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Metode Pengumpulan Data E. Cara Pengolahan dan analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian B. Gambaran UmumSampel Jenis Kelamin Umur Pekerjaan C. Hasil Analisa Univariat Analisa Bivariat BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik Menurut WHO Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Kelapa dan Lemak Lain Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Jenis Kelamin di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Umur di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 5. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pekerjaan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 7. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Karbohidrat di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 8. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Protein di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 9. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Lemak di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 10. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Asupan Serat di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun

10 Tabel 11. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 12. Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 13. Hubungan Asupan Lemak dengan Kejadian Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tabel 13. Hubungan Asupan Serat dengan Kejadian Sindroma Metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian... 33

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E Lampiran F Lampiran G Lampiran H Lampiran I Lampiran J Lampiran K Lampiran L : Surat Permohonan Izin Penelitian : Surat Izin Penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat : Jadwal Penelitian : Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden : Identitas Sampel : Tabel FFQ semi Kuantitatif : Master Tabel Hasil Penelitian : Output Karakteristik Sampel : Output Hasil Analisa Univariat Variabel Dependent : Output Hasil Analisa Univariat Variabel Independent : Output Hasil Uji Chi Square : Lembar Konsultasi

13 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir sejumlah perubahan yang berhubungan dengan resistensi insulin termasuk hipertensi, obesitas, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia dan HDL yang rendah sudah dipahami dengan baik. Sejumlah perubahan tersebut berkaitan dengan metabolisme dalam tubuh. Perubahanperubahan itu bukanlah sebuah penyakit tetapi merupakan sekumpulan kelainan metabolisme yang saling berinteraksi yaitu obesitas, dan kerentanan metabolisme endogen. 1 Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III (NCEP ATP III) tahun 2001, sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar Trigliserida tinggi dan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) rendah, hipertensi dan kadar glukosa plasma abnormal, dimana diagnosis sindroma metabolik harus memenuhi 3 atau lebih faktor risiko tersebut. 2 Sindroma metabolik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk didalamnya pola hidup terutama pola aktivitas dan makan. Makanan tinggi kalori dan cepat saji kini mudah didapat di setiap tempat, sangat membantu diantara kegiatan rutin yang padat. Dengan demikian terciptalah asupan kalori yang tinggi dengan pemakaian energi yang rendah, lalu sisanya akan tersimpan dalam bentuk

14 lemak. Sehingga akan terjadi overweight dan obesitas, yang biasanya juga diiringi dengan resistensi insuilin, dimana resistensi insulin ini berhubungan dan banyak ditemui bersamaan dengan risiko kardiovaskuler. 3 Asupan makanan yang merupakan salah satu faktor dari terjadinya obesitas yang selanjutnya akan berubah menjadi sindroma metabolik. Asupan makan dengan jumlah berlebih yang potensial menimbulkan obesitas adalah lemak dan karbohidrat, karena keduanya apabila berlebih dari jumlah yang dibutuhkan akan disimpan didalam tubuh dalam sel-sel lemak. Kondisi ini apabila terus berlangsung tanpa diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai akan mengakibatkan terjadi obesitas yang selanjutnya akan berdampak terjadi peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler. 4 Asupan Protein secara berlebihan juga tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan kegemukan. Dalam kaadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan protein secara berlebihan dapat menyebabkan obesitas. 5 Penelitian yang dilakukan oleh Sargowo 4, dari hasil analisis hubungan kausal ternyata semakin banyak asupan makanan seseorang maka kejadian sindroma metaboliknya semakin meningkat. Riskesdas 6 (2007) menunjukkan berdasarkan kriteria WHO prevalensi masyarakat yang kurang mengonsumsi buah sayur sebesar 93,6 %, dan konsumsi buah sayur proporsinya semakin rendah dengan semakin rendahnya sosial ekonomi. Berdasarkan data tersebut dapat menggambarkan tingkat konsumsi serat

15 masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Serat makanan memberikan manfaat secara fisiologi yaitu sebagai relaksasi, kontrol kolesterol darah dan kontrol glukosa darah, dapat mengurangi risiko kanker kolon dan juga membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung. Berdasarkan faktor penyebab terjadinya sindroma metabolik, maka sindroma metabolik dapat menaikan dua kali risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali pada penyakit diabetes mellitus tipe 2. 4 Berdasarkan Rikesdas 7 (2003) prevalensi PJK 4,3 %, dan hipertensi 28 %. Berdasarkan Rikesdas 6 tahun (2007) menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit jantung 7,2 %, hipertensi 31,7 %, sedangkan Diabetes Mellitus (DM) 5,7 %, obesitas 19,1 %, dan obesitas sentral 18,8 %. Menurut data Riskesdas 6 (2007) prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT) di Indonesia adalah 10,2 % dan total diabetes mellitus 5,7 %, sedangkan untuk prevalensi faktor-faktor risiko sindroma metabolik lain seperti obesitas umum, obesitas sentral, dan hipertensi yaitu 10,3 %, 18.8 %, dan 29,8 %. Data epidemiologi menyebutkan prevalensi sindroma metabolik dunia adalah %. Hasil penelitian Framingham Off spring Study menemukan bahwa pada responden berusia tahun terdapat 29,4 % pria dan 23,1 % wanita menderita sindroma metabolik. 10 Sedangkan penelitian di Perancis menemukan prevalensi sindroma metabolik sebesar 23 % pada pria dan 21 % pada wanita. 9 Sedangkan menurut tipe daerah, sindrom metabolik tampak lebih tinggi di daerah perkotaan (23,6 %) dibandingkan daerah perdesaan (15,7 %). Prevalensi sindroma metabolik

16 dapat dipastikan cenderung meningkat oleh karena meningkatnya obesitas maupun obesitas sentral. 7 Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,13 %. 8 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh M Pande Dwipayana et al yang dilakukan pada populasi umum di Kota Bali (1840 orang) sindroma metabolik didapatkan rata rata 20.3 %, daerah perkotaan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Prevalensi sindroma metabolik cenderung meningkat sampai umur 60 tahun setelah itu cenderung menurun. Prevalensi antar daerah berbeda, diduga hal ini berhubungan dengan pola makan dan jumlah asupan garam. 9 Pada penelitian populasi di Depok didapatkan bahwa, prevalensi sindroma metabolik sekitar 26 %, sedangkan pada kelompok umur tahun mencapai 36 %. 10 Sedangkan prevalensi sindroma metabolik pada remaja Indonesia yang obesitas di Jakarta Utara dan Selatan sebesar 19,14 % untuk laki-laki dan 10,63 % untuk perempuan. Penelitian sindroma metabolik pada pasien rawat jalan pernah dilakukan di Surabaya dengan menggunakan kriteria ATP III maka didapatkan prevalensi sebesar 32%. 11 Berdasarkan Dari data yang didapat di Balai Laboratorium Provinsi Sumatera Barat dalam buku induk rekaman teknis kimia klinik, bahwa jumlah orang yang bekunjung dan memeriksakan kadar lipid darah lengkap dan gula darah puasa di Balai Laboratorium Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah 975 orang. Dilaboratorium ini belum ada pengukuran tekanan darah dan lingkar pinggang.

17 Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak dan Serat, dengan Kejadian Sindroma Metabolik Pada Orang Dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 B. Rumusan Masalah Bagaimana hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat, dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat, dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun b. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan karbohidrat di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun c. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan lemak di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun d. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan protein di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

18 e. Diketahuinya distribusi frekuensi sampel berdasarkan asupan serat di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun f. Diketahuinya hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian sindroma metabolik di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun g. Diketahuinya hubungan asupan lemak dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun h. Diketahuinya hubungan asupan protein dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun i. Diketahuinya hubungan asupan serat dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penelitian Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman serta dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian gizi klinik khususnya sindroma metabolik. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama mengikuti pendidikan di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Padang.

19 2. Bagi Responden Sebagai masukan bagi penderita sindroma metabolik mengenai hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik dan dapat mencegah terjadinya penyakit degeneratif. 3. Bagi Institusi Dapat menambah informasi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tentang hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak dan serat dengan kejadian sindroma metabolik. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 yang diteliti adalah hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak, dan serat, dengan kejadian sindroma metabolik pada orang dewasa di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014.

20 A. Sindroma Metabolik 1. Definisi BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Sindrom X atau sering juga disebut dengan sindroma metabolik adalah suatu sindrom (kumpulan gejala) yang diamati pada mereka yang meskipun tekanan darah terkontrol, namun tetap menderita serangan jantung juga. 13 Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang berkaitan langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut antara lain terdiri dari dislipidemia atherogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa pada sindroma metabolik, keadaan prototrombik, dan proinflamasi. 14 Sindroma metabolik adalah kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika kondisi-kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada seseorang, maka orang tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit makrovaskuler. 15 Berbagai organisasi telah memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh kelompok studi setuju bahwa obesitas, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen utama sindrom metabolik. Berdasarkan The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III) 4, Sindrom Metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal 8

21 (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm), 2). Peningkatan kadar trigliserida darah ( 150 mg/dl, atau 1,69 mmol/ L), 3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dl atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dl atau <1,29 mmol/ L), 4). Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik 130 mmhg, tekanan darah diastolik 85 mmhg atau sedang memakai obat anti hipertensi), 5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa 110 mg/dl, atau 6,10 mmol/ L atau sedang memakai obat anti diabetes) Kriteria Sindrom Metabolik Hingga saat ini ada 3 definisi sindroma metabolik yang telah diajukan, yaitu definisi World Health Organization (WHO), The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP ATP- III) dan International Diabetes Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, WHO menyampaikan definisi sindroma metabolik dengan komponen-komponennya antara lain : (1) gangguan pengaturan glukosa atau diabetes (2) resistensi insulin (3) hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida plasma > 150 mg/dl dan kolesterol high density lipoprotein (HDL-C) < 35 mg/dl untuk pria; < 39 mg/dl untuk wanita; (5) obesitas sentral (laki-laki : waistto-hip ratio > 0,90; wanita: waist-to-hip ratio > 0,85) dan atau indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; dan (6) mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g). 16

22 Sindroma Metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut. Jadi kriteria WHO 1999 menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2 faktor risiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminaria. 16 Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien sindroma metabolik adalah The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III), yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliserida (kadar serum trigliserida > 150 mg/dl), kadar HDL-C < 40 mg/dl untuk pria, dan < 50 mg/dl untuk wanita; tekanan darah > 130/85 mmhg, dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dl. 2 Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas sentral menjadi indikator utama terjadinya sindroma metabolik sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh International Diabetes Federation (IDF) tahun Seseorang dikatakan menderita sindroma metabolik bila ada obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut > 80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida > 150 mg/dl (1,7 mmol/l) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C: < 40 mg/dl (1,03 mmol/l) pada pria dan < 50 mg/dl (1,29 mmol/l) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik > 130 mmhg atau diastolik > 85 mmhg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) > 100

23 mg/dl (5,6 mmol/l), atau diabetes tipe 2. Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator sindroma metabolik yang terbaru tersebut. 17 Kriteria diagnosis The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) NCEP- ATP III menggunakan parameter yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan lebih mudah mendeteksi sindroma metabolik. Yang menjadi masalah adalah dalam penerapan kriteria diagnosis The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III) adalah adanya perbedaan nilai normal lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia 90 cm pada pria dan wanita 80 cm sebagai batasan obesitas sentral. 2 Belum ada kesepakatan kriteria sindroma metabolik secara international, sehingga ketiga definisi itu merupakan yang paling sering digunakan. Tabel 1 berikut menggambaran perbedaan ketiga definisi tersebut.

24 Tabel 1 Kriteria diagnosis sindroma metabolik menurut WHO (World Health Organization), The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP-ATP III) dan International Diabetes Federation (IDF) Komponen Obesitas abdominal/ sentral Kadar glukosa darah tinggi Hipertrigliseridemia Hipertensi Mikroalbuminuri Kriteria diagnosis WHO: Resistensi insulin plus : Waist to hip ratio : Laki-laki : > 0,9 Wanita : > 0,85 atau IMB >30 Kg/m 150 mg/dl ( 1,7 mmol/l) TD 140/90 mmhg atau riwayat terapi anti hipertensif Toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa terganggu,resistensi insulin atau DM JAMA 2001; 285: Etiologi Rasio albumin urin dan kreatinin 30 mg/g atau laju eksresi albumin 20 mcg/menit Criteria diagnosis ATP III : 3 komponen di bawah ini Lingkar perut : Laki-laki: > 102 cm Wanita : >88 cm 150 mg/dl ( 1,7 mmol/l) TD 130/85 mmhg atau riwayat terapi anti hipertensif 110 mg/dl IDF Lingkar perut : Laki-laki: 90 cm Wanita : 80 cm 150 mg/dl TD sistolik 130 mmhg TD diastolik 85 mmhg GDP 100mg/dl Suatu hipotesis mengatakan bahwa penyebab utama sindroma metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin berkorelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan Penyakit Kardiovaskuler (PKV) diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan

25 disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskuler dan pembentukan atheroma. 18 Hipotesis lain karena perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas sentral. Suatu studi membuktikan bahwa individu yang mengalami kadar kortisol yang tinggi dalam serum (yang disebabkan oleh stress kronik) mengalami obesitas sentral, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidak seimbangan aksis hipotalamus-hipofisisadrenal yang terjadi akibat stress akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard. 18 Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak viseral. 20 Salah satu karakteristik obesitas abdominal atau lemak viseral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen. Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma dapat berpengaruh terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi. 14 B. Faktor yang Dapat Menyebabkan Sindroma Metabolik 1. Obesitas Obesitas sentral atau obesitas viseral terjadi akibat kurangnya aktifitas fisik dan perubahan pola makan. Peningkatan jumlah lemak yang disimpan dalam rongga perut. Besar lingkar pinggang berkaitan erat dengan kemungkinan

26 menderita penyakit diabetes melitus tipe 2 dan penyakit komplikasi dari sindroma metabolik (hipertensi, kolesterol tinggi, serangan jantung, stroke, kerusakan hati dan ginjal). 20 Berat badan adalah hasil olahan dari jenis makanan yang dimakan dengan kegiatan atau aktifitas yang dilakukan. Makan dengan sedikit karbohidrat, banyak protein, lemak dan manis-manis, tanpa diimbangi dengan aktif berolahraga atau berkegiatan lain, maka akan terjadi surplus kalori yang diubah menjadi lemak tubuh dan akan mengakibatkan kegemukan Cara Mengukur Obesitas sentral Cara mengukur lingkar pinggang (waist circumference) adalah mengukur panjang lingkar daerah antara batas bawah tulang rusuk (arkus kosta) dengan puncak iliaka melewati secara horizontal umbilikus/pusar. Diukur dengan pita meteran non elastis atau meterline, pita pengukur menyentuh, tetapi tidak menekan kulit dengan tingkat ketelitian 0,1 cm. 22 Lemieux (2000) dalam Fasli Jalal, dkk, menggunakan lingkar pinggang dan kadar trigliserida untuk mendeteksi sindroma metabolik, menemukan lingkar pingang 90 cm dikombinasikan dengan kadar trigliserida plasma puasa >150 mg/dl dapat mendeteksi penderita sindroma metablik sebanyak 80% dari 185 pria subjek penelitian. Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan lingkar pinggang dapat digunakan sebagai pemeriksaan uji saring yang mudah, murah dan berguna untuk mendeteksi sindroma metabolik. 23

27 2. Kriteria Obesitas Sentral Kriteria obesitas sentral dari pengukuran lingkar pinggang, jika lingkar pinggang > 102 cm untuk pria, dan > 88 cm cm untuk wanita. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang terkait Resistensi Insulin Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindroma metabolik. 24 Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana ambilan glukosa yang distimulasi oleh isulin di berbagai jaringan seperti liver, jaringan lemak, otot skeletal berkurang (tidak dapat menggunakan insulin secara efisien) 25 sehingga mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat. Kadar glukosa yang tinggi dalam waktu lama dapat menyebabkan disfungsi endotel dan akhirnya dapat mempercepat proses aterosklerotik, untuk kadar insulin yang lebih banyak dari pada normal untuk mempertahankan keadaan normoglikemi (euglikemi) Dislipidemia Dislipidemia yang khas pada sindroma metabolik ditandai dengan peningkatan Trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Konsentrasi Trigliserida plasma meningkat akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan Trigliserida sehingga terjadi transfer Trigliserida ke HDL. Namun pada orang

28 dengan resistensi insulin dan konsentrasi Trigliserida normal dapat ditemukan pada penurunan kolesterol HDL. 24 Sehingga terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan Trigliserida. Mekanisme ini berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resitensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati yang selanjutnya melibatkan penurunan kolesterol HDL. 24 Peran sistem imunitas pada resitensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil lipid pada subjek dengan resistensi insulin. studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, respetor, dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan konsentrasi profil lipid Hipertensi Resitensi insulin juga berperan pada patogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan efek pressor dan depressor. The insulin Resistance Atherosclerosis Study melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subjek normal namun tidak pada pasien dengan DM tipe 2. 24

29 C. Penatalaksanaan Setelah melihat faktor-faktor yang dapat menyebabkan sindroma metabolik maka kita patut mencegahnya seperti yang telah ditentukan oleh The National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) (NCEP ATP III) sebagai berikut: 1. Penurunan Berat Badan Latihan fisik dan diet punya peran penting dalam penurunan sensitifitas insulin atau diabetes mellitus dan merupakan faktor kunci keberhasilan pengobatan sindroma metabolik, yaitu dengan cara mengubahan gaya hidup agar berat badan turun hingga mencapai tingkat ideal. Berhubung pola hidup ini merupakan suatu kebiasaan yang sudah diterapkan sekian lama, tentunya diperlukan penyesuaian bertahap dengan bimbingan dan evaluasi yang teratur dan bijaksana sesuai dengan kondisi pasien. 3 Perubahan pola hidup yang dimaksud disini adalah pengaturan diet dan peningkatan aktifitas fisik (latihan yang berkesinambungan, dengan interval dan berirama, bertahap sesuai kemampuan fisik) sehingga kemampuan kardiorespirasi meningkat. 28 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, latihan fisik dan penurunan berat badan terbukti mampu meningkatkan sensitivitas terhadap insulin. Latihan fisik juga dapat meningkatkan aktivitas enzim lipolisis dan meningkatkan kadar HDL serta menurunkan kadar trigliserida. 3 Pengurangan sebesar % dari total kebutuhan kalori perhari dapat diterapkan pada pasien dengan berat badan lebih atau obesitas. Diet dengan susunan: 30 % kalori dari lemak, 25 % dari protein dan 55 % dari karbohidrat

30 dapat dipakai untuk menurunkan kadar trigliserida dan dapat menurunkan berat badan. Apabila belum tercapai target penurunan berat badan, porsi karbohidrat dapat dikurangi dan diganti dengan lemak monounsaturated (lemak tidak jenuh tunggal) Medikamentosa a. Terapi Diabetes Mellitus Obat yang digunakan adalah obat yang dipakai untuk diabetes mellitus tipe 2, Obat-obatan untuk meningkatkan sensitifitas insulin seperti golongan metformin saja atau kombinasi dengan golongan tiazolidindion menjadi pilihan pada sindroma metabolik. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 akibat penurunan kemampuan sekresi insulin dapat diberikan obat pemicu sekresi insulin, seperti obat golongan sulfoniluria atau glinid, atau dengan kombinasi pemberian insulin, tergantung kondisi pasien. Pemilihan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dipilih dari dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme berbeda.terapi kombinasi insulin dengan OHO selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Kombinasi OHO dengan insulin yang banyak digunakan adalah kombinasi OHO dengan insulin basal, menggunakan insulin kerja sedang atau panjang yang diberikan malam hari. 28 b. Terapi Hipertensi Obat-obatan yang dapat menghambat aktifasi sistem renin angiotensin aldosteron system seperti golongan angiotensin converting enzyme inhibitors

31 (ACEI) atau angiotensin reseptor bloker (ARB), merupakan pilihan utama pada pasien hipertensi yang disertai sindroma metabolik, sesuai dengan patofisiologi yang diketahui hingga saat ini. Terapi hipertensi dengan obat golongan ARB, valsartan, terbukti dapat menghambat onset dan progresifitas menjadi diabetes sampai 23 % dibandingkan dengan amlodipin (VALUE study). 29 c. Terapi dislipidemia Obat pilihan untuk menurunkan Trigliserida dan menaikkan HDL selain olah raga pada sindroma metabolik adalah golongan statin. Pada Scandanavian Simvastatin Survival Study simvastatin terbukti menurunkan kejadian penyakit jantung koroner sebesar 55 % selama 5 tahun pada penderita DM. Statin menghambat sintesis kolesterol pada fase awal dengan menghambat HMG coa reductase dan dapat meningkatkan sintesis LDL reseptor yang berfungsi sebagai clearance receptor, sehingga mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Efek statin pada penurunan LDL mencapai % dan penurunan trigliserida 7-30 % serta meningkatkan kadar HDL 5-15 %, tergantung dari jenis atau golongan statin yang digunakan. Meskipun efek penurunan Trigliserida dan kenaikan HDL tidak setinggi golongan fibrat yang bekerja dengan cara merangsang enzim lipoprotein lipase, namun statin mempunyai efek pleiotropik yang sangat baik. 3 Efek pleiotropik statin diantaranya adalah, untuk menstabilkan plak aterosklerosis dan mengurangi reaksi inflamasi serta mengurangi proliferasi otot polos. Statin dapat menstabilkan plak karena dapat menghambat

32 penetrasi monosit ke sel endotel, menghambat oksidasi LDL dan menghambat produksi protein matrik metalloproteinase (MMP) yang di hasilkan oleh makrofag. 3 D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sindroma Metabolik Konsumsi makanan ialah makanan yang dimakan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Setiap manusia membutuhkan makanan untuk melanjutkan hidupnya. Tingkat konsumsi seseorang dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas hidangan yang dapat dilihat dari semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh meliputi karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sedangkan kuantitas dapat dilihat dari jumlah masing-masing zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Tubuh akan mendapatkan kondisi dan kesehatan yang baik apabila makanan yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh baik dari segi kualitas maupun kuantitas Konsumsi Makronutrien Konsumsi makronutrien adalah konsumsi energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Konsumsi makanan sumber energi yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang akhirnya menyebabkan obesitas. Masalah obesitas timbul akibat ketidak seimbangan energi yang masuk dengan energi yang keluar yang dikenal dengan keseimbangan energi positif, yaitu konsumsi energi lebih banyak dari pada yang digunakan sehingga terjadi perubahan mekanisme metabolisme ketiga zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) terutama kelebihan glukosa akan diubah menjadi glikogen yang akan disimpan dalam otot dan hati, tetapi kapasitas simpannya terbatas

33 sehingga kelebihan glukosa harus diubah menjadi bentuk lain yang disimpan dalam jaringan lemak tubuh (Adipose) sehingga menimbulkan kegemukan atau obesitas. 22 Pola makan gaya barat yang mempunyai karakteristik tinggi asupan lemak, karbohidrat, protein dan rendah asupan serat berhubungan dengan resistensi insulin dan obesitas yang merupakan kriteria sindroma metabolik. Kebutuhan serat harus dipenuhi karena serat dapat memberikan rasa kenyang sehingga densitas makanan menurun Asupan Makanan Asupan makan merupakan faktor penentu dalam diet, yang digambarkan dalam frekuensi makan, acara makan, mengabaikan sarapan pagi dan kebiasaan makan di luar rumah berhubungan dengan obesitas. Telah disepakati bahwa diet tinggi lemak akan meningkatkan total asupan energi dan meningkatkan kemungkinan terjadi obesitas. Namun demikian beberapa peneliti telah membuktikan bahwa IMT berhubungan dengan indeks glikemik yang terkait dengan diet karbohidrat, karena kualitas makanan terwujud pada proporsi energi apabila dari sumber karbohidrat menurun maka sumber dari lemak dan protein meningkat. 4 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sargowo 4 pada tahun 2011 dari hasil analisis hubungan kausal ternyata faktor komposisi asupan makan berpengaruh terhadap sindrom metabolik. Data peneliti menunjukkan semakin banyak asupan makan maka kejadian sindrom metabolik semakin meningkat. Peneliti menunjukkan bahwa pada indikator sindrom metabolik, ternyata total kolesterol

34 mempunyai nilai tertinggi, selanjutnya diikuti oleh indikator lingkar pinggang. Indikator komposisi asupan makanan yang mempunyai nilai paling tinggi adalah total kalori diikuti lemak dan karbohidrat. 3. Asupan Karbohidrat Karbohidrat merupakan bahan bakar utama dalam tubuh untuk penyediaan energi. Sel-sel tubuh menggunakan karbohidrat terutama dalam bentuk glukosa. Bentuk monosakarida lain sebagai hasil pencernaan selain glukosa adalah fruktosa dan galaktosa. Kedua monosakarida ini didalam hati akan dikomversikan menjadi glukosa. 31 Asupan karbohidrat menyebabkan peningkatan glukosa darah dalam tubuh sehingga pankreas perlu mengeluarkan hormon insulin untuk merangsang penyerapan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Glukosa yang tidak dibutuhkan segera dalam memproduksi energi diubah menjadi glikogen dan lemak tubuh. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya berat badan sehingga terjadi kegemukan atau obesitas. 32 Untuk memelihara kesehatan, WHO menganjurkan agar 50%-65% konsumsi energi total berasal dari karbohidrat komplek dan paling banyak hanya 10% berasal dari gula sederhana. 33 Metabolisme karbohidrat memerlukan insulin sebagai salah satu hormon yang berperan untuk memelihara keseimbangan kadar glukosa dalam darah. Hormon ini tidak langsung bekerja pada sel-sel atau jaringan, akan tetapi harus berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel atau sitosol dari sel. Akan terjadi kelainan metabolisme apabila ada gangguan pada reseptor spesifik atau

35 perubahan dari konsentrasinya. Terjadinya penyakit diabetes terkait dengan tiga kelainan yaitu (1) adanya resistensi insulin di jaringan perifer terutama otot, lemak dan liver, (2) kelainan pada sekresi insulin terutama dalam merespon rangsangan glukosa dan (3) meningkatnya produksi glukosa oleh hati Asupan Protein Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. 33 Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena berkaitan erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, dan menggantikan sel-sel yang mati. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh protein juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. 34 Sebagai zat pengatur protein berfungsi untuk mengatur proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Dapat dikatakan bahwa semua proses metabolik diatur dan dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktifitas enzim diatur lagi oleh hormon, agar proses metabolisme dapat berlangsung. Angka kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0.75 gram/kg berat badan, berupa protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/digestibility dan daya manfaat/ utility telur adalah 100). 33

36 Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan kegemukan. Dalam keadaan berlebih, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh, dengan demikian memakan protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan. 5 Hanya sedikit studi yang melihat hubungan antara PJK dengan asupan protein. Studi yang dilakukan oleh Smit et al menemukan hubungan positif yang bermakna antara PJK dengan masukan protein. Smit et al menemukan bahwa kelompok yang mempunyai asupan persentasi serum kolesterol dan B apolippprotein kuartil terendah dibanding kelompok yang mempunyai asupan protein hewani tertinggi. Walaupun kebanyakan analisa tersebut memang memperlihatkan suatu hubungan antara asupan protein dengan PJK namun analisa tersebut sulit diterjemahkan oleh karena belum dikontrol dengan jenisjenis asam lemak Asupan Lemak Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain. Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan berlemak pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan mencegah pada waktu seseorang mengonsumsi makanan berlemak. 35

37 Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO 1990 menganjurkan konsumsi lemak sebanyak % kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut-lemak. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 8 % dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7 % dari lemak tidak jenuh ganda. 33 Asam Lemak Asam lemak dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandung nya yaitu asam lemak rantai pendek, (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8 hingga 12 karbon), rantai panjang (14-18 karbon, dan rantai sangat panjang (20 atom karbon atau lebih). 33 Semua lemak bahan makanan hewani dan sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang, asam lemak rantai sangat panjang terdapat pada minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon. 35

38 Tabel 2 Komposisi asam lemak kelapa dan lemak lain (per 100 gram) Asam Lemak (g/100 g) Minyak Kelapa Minyak Sawit Lemak Hewani Minyak Jagung Asam-asam lemak jenuh C4:0 C6:0 C8:0 C10:0 C12:0 C14:0 C16:0 C18:0 Asam lemak rantai tunggal C16:0 C18:0 C20:0 C22:0 Asam lemak rantai panjang tidak jenuh C18:2 C18:3 C20:5 C22:5 C22:6 Cholesterol Sumber : USDA nutrient Database for standar reference Pehowich dkk,2000 Pada Negara berkembang yang mempunyai 4 musim atau temperature rendah, sumber lemak yang dipakai adalah lemak yng berasal dari hewani yang diolah menjadi minyak, susu, mentega. Sumber lemak lain yang dipakai dinegara tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti minyak zaitun, kacang tanah, kedelai serta biji-bijian lain. 34 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lipoeto et al (2001) tentang asupan lemak pada etnik Minang Kabau didapatkan bahwa etnik Minang Kabau mengkonsumsi lemak 10,6-21,7 % dari energi total dengan asam

39 lemak jenuh (ALJ) 18 %, dan Dilmi Sulastri et al (2005) juga melakukan penelitian yang sama yaitu presentase asupan jenis asam lemak Etnik Minang Kabau di Padang : ALJ 23 %, ALJT 7.9 % dan ALJJ 4.9 %. 35 Sejauh asupan lemak masih seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita tetap akan sehat. Tetapi kebanyakan dari kita asupan lebih dari apa yang diperlukan, yaitu dengan makanan yang mengandung lemak yang kaya akan kolesterol dalam jumlah yang berlebihan, sehingga kadar kolesterol darah meningkat sampai diatas angka normal yang diinginkan. Disinilah kolesterol tersebut berperan negatif terhadap kesehatan. 35 Meningkatnya konsumsi lemak ini akan berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Obesitas merupakan kondisi ketidak normalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif. 15 Adanya faktor risiko tersebut mempercepat berkumpulnya gejala metabolik menjadi sindrom metabolik. 35 Banyak penelitian telah membuktikan hubungan yang erat antara banyak lemak viseral dengan resistensi insulin. Lemak yang menumpuk di abdomen adalah trigliserida, yang merupakan ikatan gliserol dengan asam lemak bebas. Lemak ini bersifat sangat lipotik artinya sangat mudah terurai, keadaan hipoglikemia sedikit saja akan menyebabkan lemak ini pecah. Asam

40 lemak bebas akan dilepaskan sedangkan gliserol akan masuk kedalam proses pembentukan energi, yang akan mengurangi penggunaan glukosa Asupan Serat Serat adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisa enzim pencernaan mausia seperti sellulosa, hemisellulosa, pektin, dan lignin, juga polisakarida intraseluer seperti gum dan musilago. Definisi kimia serat makanan adalah polisakarida bukan pati tumbuhan (Nonstrarch Polysaccharids) dutamabah lignin. 30 Tubuh membutuhkan serat. Dalam saluran pencernaan, serat larut mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian dikeluarkan bersama veses, dengan demikian makin tinggi konsumsi serat larut (tidak dicerna, namun dikeluarkan bersama feses), akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh. Dalam hal ini serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat larut air menurunkan kadar kolesterol darah hingga 5 % atau lebih. Serat larut yang terdapat dalam buahbuahan, sayuran, biji-bijian (gandum), dan kacang-kacangan. Pektin (serat larut air dari buah) dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. 36 Efek dari serat 1. Kemampuan menahan air dan Visikositas (membentuk cairan kental), sehingga memperlambat penyerapan zat-zat organik gizi, menunda pengosongan makanan dari lambung, hal ini memberi rasa kenyang yang lama dan mencegah pemasukan kalori yang berlebihan Pengikat molekul-molekul organik

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan pola kesakitan dan kematian dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit tidak menular menunjukan telah terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia.

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung [ ARTIKEL REVIEW ] SINDROM METABOLIK Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstract Metabolic syndrome is a complex metabolic disorder caused by an increasing incidence of obesity. Metabolic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi luar biasa dibidang ekonomi dan urbanisasi telah mengubah struktur demografi sosial di Indonesia sehingga menyebabkan pergeseran besar dalam pola makan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung [ ARTIKEL REVIEW ] SINDROM METABOLIK Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstract Metabolic syndrome is a complex metabolic disorder caused by an increasing incidence of obesity. Metabolic

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1995 menyatakan bahwa batasan Berat Badan (BB) normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwa prevalensi obesitas diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang berkembang telah meningkat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sindroma metabolik merupakan kumpulan kelainan metabolik komplek yang muncul sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular serta diabetes mellitus tipe 2. Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005

ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 ABSTRAK GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT DI RS IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI - DESEMBER 2005 Ahmad Taqwin, 2007 Pembimbing I : Agustian L.K, dr., Sp.PD. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Dislipidemia 1. Definisi Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan dan obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh obesitas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.3dapat dilihat bahwa terdapat 27 pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang terdiagnosis dokter mencapai 1,5%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat Sindrom metabolik, juga dikenal sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom X, merupakan istilah yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi, maka masalah gizi lebih dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi obesitas di seluruh dunia, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol plasma, trigliserida, dan Low Density Lipoprotein, atau ketiganya, atau kadar High Density Lipoprotein yang rendah

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25 57 BAB 5 PEMBAHASAN Subjek penelitian adalah 62 pasien pasca stroke iskemik. Variabel independen adalah asupan lemak, yang terdiri dari asupan lemak total, SFA, MUFA, PUFA dan kolesterol. Variabel dependen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini akan

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN GIZI PADA PENDERITA SINDROM METABOLIK DI RW 04 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU

GAMBARAN ASUPAN GIZI PADA PENDERITA SINDROM METABOLIK DI RW 04 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU GAMBARAN ASUPAN GIZI PADA PENDERITA SINDROM METABOLIK DI RW 04 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU Yurika Marthalia Utami 1, Dani Rosdiana 2, Yanti Ernalia 3 ABSTRAK Terjadinya pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang teknologi dan industri. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati urutan teratas pada tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, setelah menjadi masalah pada negara berpenghasilan tinggi, obesitas mulai meningkat di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

menyerupai fenomena gunung es. Penelitian ini dilakukan pada subjek wanita karena beberapa penelitian menyebutkan bahwa wanita memiliki risiko lebih

menyerupai fenomena gunung es. Penelitian ini dilakukan pada subjek wanita karena beberapa penelitian menyebutkan bahwa wanita memiliki risiko lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prediabetes merupakan pencetus Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Penanda prediabetes yaitu kadar glukosa darah puasa 100-125 mg/dl dan atau kadar glukosa darah 2 jam post

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya penyempitan pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah normal pada anak dan remaja bervariasi karena

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan menjadi salah satu hal penting dalam penentu kesehatan dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang sehat masih rendah.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa serum yang terjadi akibat adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat 1.1 Pengertian Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia) yaitu kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat terjadi seiring dengan meningkatnya arus globalisasi, perkembangan teknologi dan industri. Hal ini juga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sedentary lifestyle adalah sebuah pola hidup dimana manusia tidak terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap hidup sehat. Orang dengan sedentary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Proporsi penduduk usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit ini diperkirakan menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global dan prevalensinya hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan jumlah penderita yang semakin meningkat tiap tahun. Menurut WHO pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM). DM dikenali sekitar 1500 tahun sebelum Masehi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi.

BAB I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kesehatan dan daya tahan jantung, paru-paru, otot dan sendi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit jantung koroner merupakan keadaan dimana terjadinya penimbunan plak di pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat.

Lebih terperinci

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI POLIKLINIK JANTUNG RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci