BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) Pengertian Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Program kesehatan diadakan sebagai realisasi dari rencana program kesehatan di bidang kesehatan yang akan memberikan dampak pada peningkatan kesehatan. Blum membedakan ruang lingkup penilaian program atas enam macam, yaitu: Pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan, efektivitas program dan efisiensi program. Penilaian pelaksanaan program memiliki pertanyaan pokok yang akan dijawab pada penilaian tentang pelaksanaan program ialah apakah program itu terlaksana atau tidak, bagaimana pelaksanaannya serta faktor-faktor penopang dan penghambat apakah yang ditemukan dalam pelaksanaan program (Azwar, 2010). Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko penyakit tidak menular secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap penyakit tidak menular mengingat hampir semua faktor risiko penyakit tidak menular tidak memberikan gejala pada yang mengalaminya. Faktor resiko penyakit tidak menular meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, stress, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol, serta menindaklanjuti secara dini faktor resiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasiitas pelayanan kesehatan dasar (Azwar, 2010). Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan preventif dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan melibatkan masyarakat mulai dari

2 perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Masyarakat diperankan sebagai sasaran kegiatan, target perubahan, agen pengubah sekaligus sebagai sumber daya. Dalam pelaksanaan selanjutnya kegiatan posbindu menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM), dimana kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan sumber daya, kemampuan, dan kebutuhan masyarakat (Kemenkes, 2012) Tujuan Meningkatkan peran serta masyarakat sehat, berisiko dan penyandang penyakit tidak menular berusia 15 tahun ke atas (Rahajeng, 2012) Sasaran Kegiatan Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang penyakit tidak menular berusia 15 tahun ke atas (Rahajeng, 2012) Wadah Kegiatan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja atau klinik di perusahaan, di lembaga pendidikan, tempat lain dimana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas secara rutin, misalnya di mesjid, gereja klub olahraga, pertemuan organisasi politik maupun kemasyarakatan. Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan posbindu dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan tempat serta memanfaatkan sarana dan tenaga yang sudah ada (Pudiastuti, 2011) Pelaku Kegiatan Pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari masing-masing kelompok/ organisasi/ lembaga/ tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko penyakit tidak menular di masing-masing kelompok atau organisasinya. Kriteria kader

3 posbindu antara lain, berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan posbindu (Pudiastuti, 2011) Bentuk Kegiatan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) meliputi 10 (sepuluh) kegiatan (Maryam, 2010) : 1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang riwayat penyakit tidak menular pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan rumah tangga, serta informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan dengan terjadinya penyakit tidak menular. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan berkala sebulan sekali. 2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran lengan atas. 3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi yang sehat, sementara yang beresiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan fungsi paru sederhana sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih. 4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko penyakit tidak menular atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/ bidan/analis laboratorium dan lainnya).

4 5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko penyakit tidak menular 6 bulan sekali dan penderita dislipedemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali. Untuk pemeriksaan gula darah dan kolesterol darah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut. 6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobbatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter terlatih di puskesmas. 7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan(dokter, perawat/bidan/analis laboratorium dan lainnya). 8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan posbindu. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya. 9. Kegiatan aktifitas fisik atau olahraga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan jika ada penyelenggaraan posbindu namun perlu dilakukan rutin setiap minggu. 10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan pra rujukan.

5 2.1.7 Pengelompokan Tipe Posbindu Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh posbindu, maka dapat dibagi menjadi 2 kelompok tipe posbindu, yaitu (Maryam, 2010): a. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) dasar meliputi pelayanan deteksi dini faktor risiko sederhana, yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrument untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, perilaku beresiko, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks Masa Tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana serta penyuluhan mengenai pemeriksaan payudara sendiri. b. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) utama yang meliputi pelayanan Posbindu PTM Dasar ditambah pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan trigliserida, pemeriksaan klinis payudara, pemeriksaan IVA (Inspeksi Asam Asetat), pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum, dengan pelaksana tenaga kesehatan terlatih (Dokter, bidan, perawat kesehatan/tenaga analis laboratorium/lainnnya) di desa/kelurahan, kelompok masyarakat, lembaga/institusi. Untuk penyelenggaraan posbindu utama dapat dipadukan dengan pos Kesehatan Desa atau Kelurahan siaga aktif, maupun di kelompok masyarakat/lembaga/institusi yang tersedia tenaga kesehatan tersebut sesuai dengan kompetensinya.

6 2.1.8 Kemitraan Dalam penyelenggaraan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) tatanan desa/kelurahan perlu dilakukan kemitraan dengan forum desa/kelurahan Siaga, industry, dan klinik swasta untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan. Kemitraan dengan forum desa/kelurahan siaga aktif, pos kesehatan desa/kelurahan serta klinik swasta bermanfaat bagi posbindu untuk komunikasi dan koordinasi dalam mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah (Kemenkes, 2014). Dukungan dapat berupa sarana/prasarana lingkungan yang kondusif untuk menjalankan pola hidup sehat misalnya fasilitas olahraga atau sarana pejalan kaki yang aman dan sehat. Melalui klinik desa siaga (jika sudah ada) dapat dikembangkan sistem rujukan dan dapat diperoleh bantuan teknis medis untuk pelayanan kesehatan. Sebaliknya bagi forum desa siaga penyelenggaraan posbindu merupakan akselerasi pencapaian desa/kelurahan siaga aktif (Kemenkes, 2014). Kemitraan dengan industri khususnya industri farmasi bermanfaat dalam pendanaan dan fasilitas alat. Misalnya pemberian alat glukometer, tensimeter, sangat bermanfaat untuk pelaksanaan posbindu dengan standar lengkap. Sedangkan kemitraan dengan klinik swasta, bagi posbindu bermanfaat untuk memperoleh bantuan tenaga untuk pelayanan medis atau alat kesehatan lainnya. Bagi klinik swasta, kontribusinya dalam penyelenggaraan posbindu dapat meningkatkan citra dan fungsi sosialnya (Kemenkes, 2014). 2.2 Langkah-Langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM Persiapan A. Kabupaten/Kota berperan untuk melakukan inisiasi dengan berbagai rangkaian kegiatan (Simbolon, 2016). 1. Langkah persiapan diawali dengan pengumpulan data dan informasi besaran masalah PTM, sarana-prasarana pendukung dan sumber daya manusia. Hali ini dapat diambil dari data RS

7 kabupaten/kota, puskesmas, profil kesehatan daerah, riskesdas atau hasil survey lainnya. Informasi tersebut dipergunakan oleh fasilitator sebagai bahan advokasi untuk mendapatkan dukungan kebijakan maupun dukungan pendanaan sebagai dasar perencanaan kegiatan posbindu. 2. Selanjutnya dilakukan identifikasi kelompok potensial, baik ditingkat kabupaten/kota maupun lingkup puskesmas. Klompok potensial antara lain kelompok/organisasi masyarakat, tempat kerja, sekolah, koperasi, klub olahraga, karang taruna dan kelompok lainnya. Kepada kelompok masyarakat potensial terpilih dilakukan sosialisasi tentang besarnya masalah penyakit tidak menular, dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, strategi pengendalian serta tujuan dan manfaat posbindu. Hal ini dilakukan sebagai advokasi agar diperoleh dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan posbindu. Apabila jumlah kelompok potensial terlalu besar pertemuan sosialisasi dan advokasi dapat dilakukan beberapa kali. Dari pertemuan sosialisasi tersebut diharapkan telah teridentifikasi kelompok/ lembaga/ organisasi yang bersedia menyelenggarakan posbindu. 3. Tindak lanjut yang dilakukan pengelola program di kabupaten/kota adalah melakukan pertemuan koordinasi dengan kelompok potensial yang bersedia menyelenggarakan posbindu. Pertemuan ini diharapkan mengahasilkan kesepakatan bersama berupa kegiatan penyelenggaraan posbindu, yaitu: a. Kesepakatan menyelenggarakan posbindu. b. Menetapkan kader dan pembagian peran, fungsinya sebagai tenaga pelaksana posbindu. c. Menetapkan jadwal pelaksanaan posbindu. d. Merencanakan besaran dan sumber pembiayaan. e. Melengkapi sarana dan prasarana. f. Menetapkan tipe posbindu sesuai kesepakatan dan kebutuhan.

8 g. Menetapkan mekanisme kerja antara kelompok potensial dengan petugas kesehatan pembinanya. B. Puskesmas berperan untuk; Dalam pelaksanaan posbindu, Puskesmas berperan untuk (Simbolon, 2016): 1. Memberikan informasi dan sosialisasi tentang PTM (termasuk DM), upaya pengendalian serta manfaat bagi masyarakat, kepada pimpinan wilayah misalnya camat, kepala desa/lurah. 2. Mempersiapkan sarana dan tenaga di puskesmas dalam menerima rujukan dari posbindu. 3. Memastikan ketersediaan sarana, buku pencatatan hasil kegiatan dan lainnya untuk kegiatan posbindu di kelompok potensial yang telah bersedia menyelenggarkan posbindu. 4. Mempersiapkan pelatihan tenaga pelaksana posbindu. 5. Menyelenggarkan pelatihan bersama pengelola program di kabupaten/kota 6. Mempersiapkan mekanisme pembinaan. 7. Mengidentifikasi kelompok potensial untuk menyelenggarkan posbindu serta kelompok yang mendukung terselenggaranya posbindu, misalnya swasta/dunia usaha, PKK, LPM, koperasi desa, yayasan kanker, yayasan Jantung Indonesia, organisasi profesi seperti PPNI, PPPKMI, PGRI, serta lembaga pendidikan misalnya Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Psikologi, Fakultas Keperawatan dan lainnya Pelatihan PTM Tenaga Pelaksana/Kader Posbindu PTM a. Tujuan pelatihan penyakit tidak menular pada posbindu (Maryam, 2010): 1. Memberikan pengetahuan tentang penyakit tidak menular, faktor risiko, dampak, dan pengendalian penyakit tidak menular. 2. Memberikan pengetahuan tentang posbindu. 3. Memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor risiko penyakit tidak menular.

9 4. Memberikan keterampilan dalam melakukan konseling serta tindak lanjut 5. lainnya. b. Materi pelatihan kader/pelaksana Posbindu Tabel 2.1 Materi pelatihan kader/pelaksana Posbindu PTM NO MATERI PELATIHAN 1 PTM dan faktor resiko 2 Posbindu PTM dan pelaksanaannya 3 Tahapan kegiatan posbindu PTM : a. Meja 1 : pendaftaran, pencatatan b. Meja 2 : tehnik wawancara terarah c. Meja 3 : pengukuran TB, BB, IMT, lingkar perut dan analisa lemak tubuh, tekanan darah d. Meja 4 : pengukuran tekanan darah gula, kolestrol total dan trigliserida darah, pemeriksaan klinis payudara, uji fungsi paru sederhana, IVA, kadar alkohol pernafasan, dan tes amfetamin urin e. Meja 5 : konseling, edukasi, dan tindak lanjut lainnya 4 Cara pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, IMT, analisa lemak tubuh, tekanan darah 5 Pengukuran kadar alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin 6 Pemeriksaan glukosa darah 7 Pemeriksaan kolestrol dan trigliserida darah 8 Pemeriksaan uji fungsi paru sederhana 9 Pemeriksaan klinis payudara dan IVA (khusus dokter/ bidan) 10 Pencatatan 11 Rujukan dan respon cepat sederhana Sumber: Kemenkes RI, 214c c. Peserta pelatihan : Jumlah peserta maksimal 30 orang agar pelatihan berlangsung efektif. d. Waktu pelaksanaan pelatihan : selama 3 hari atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan modul yang telah dipersiapkan. e. Standar Sarana pos pelayanan terpadu penyakit tidak menular Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarkan posbindu adalah sebagai berikut: a) Untuk standar minimal 5 set meja-kursi, pengukur tinggi badan, timbangan berat badan, pita pengukur lingkar perut, dan tensi meter serta buku pintar kader tentang cara pengukuran tinggi badan dan berat badan, pengukuran lingkar perut, alat ukur analisa lemak tubuh dan

10 pengukuran tekanan darah dengan ukuran maset dewasa dan anak, alat uji fungsi paru sederhana (peakflowmeter) dan media bantu edukasi. b) Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah, alat ukur kadar kolesterol total dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan alkohol, tes amfetamin urin kit, dan IVA kit. c) Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim (IVA) dibutuhkan ruangan khusus dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih dan tersertifikasi. d) Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan posbindu diperlukan kartu menuju sehat Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (KTMS FR-PTM) dan buku pencatatan. e) Untuk mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan media KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yang memadai, seperti serial buku pintar kader, lembar balik, leafleat, brosur, model makanan (Food Model) dan lainnya. Tabel 2.2 Standar sarana Posbindu PTM Tipe Posbindu PTM Peralatan Deteksi Dini dan Media KIE dan Posbindu PTM Dasar Posbindu PTM Utama Monitoring Alat Ukur Lingkar Perut : 1 buah Alat Ukur Tinggi Badan : 1 buah Alat Analisa Lemak Tubuh : 1 buah Tensimeter digital : 1 buah Peakflowmeter : 1 buah Alat Ukur Gula darah, : 1 buah Kolesterol Total dan Trigliserida Peralatan Posbindu PTM Plus : 1 paket Penunjang Lembar balik : 1 buah Leaflet/brosur : 1 buah Buku panduan : 1 buah Buku Pencatatan : 1 buah Formulir Rujukan : 1 Buah KMS FR-PTM : Sesuai kebutuhan Kursi dan Meja : Sesuai kebutuhan

11 Alat Ukur Kadar Alkohol Pernafasan : 1 buah Tes Amfetamin Urin : 1 buah Bahan IVA, alat kesehatan : 1 set Kamar Khusus : 1 ( untuk pemeriksaan IVA) Alat Tulis Kantor : 1 Paket Sumber : Kemenkes RI, 2014c dan penunjang lainnya Kegiatan Kader/Pelaksana Posbindu PTM Setelah kader pelaksana dilatih langkah yang dilakukan: 1. Melaporkan kepada pimpinan organisasi/ lembaga atau pimpinan wilayah. 2. Mempersiapkan dan melengkapi saran yang dibutuhkan. 3. Menyusun rencana kerja. 4. Memberikan informasi kepada sasaran. 5. Melaksanakan wawancara, pemeriksaan, pencatatan dan rujukan bila diperlukan setiap bulan. 6. Melaksanakan konseling. 7. Melaksanakan penyuluhan berkala. 8. Melaksanakan kegiatan aktifitas fisik bersama. 9. Membangun jejaring kerja. 10. Melakukan konsultasi dengan petugas bila diperlukan. 2.3 Pelaksanaan Posbindu PTM Waktu Penyelenggaraan Posbindu PTM dapat diselenggarkan dalam sebulan sekali, bila diperlukan dapat lebih dari 1 kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian faktor risiko PTM lainnya, misalnya olahraga bersama, sarasehan dan lainnya. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan

12 kesepakatan serta dapat saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat (Pudiastuti, 2011) Tempat Tempat pelaksanaan sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau dan nyaman bagi peserta. Posbindu PTM dapat dilaksanakan pada salah satu rumah warga, balai desa/ kelurahan, salah satu kios di pasar, salah satu ruang perkantoran/klinik perusahaan, ruangan khusus di sekolah, salah satu ruangan di dalam lingkungan tempat ibadah, atau tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara swadaya (Pudiastuti, 2011) Pelaksanaan Kegiatan Pos pelayanan terpadu penyakit penyakit menular dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan yang disebut sistem 5 meja, namun dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini dan tindak lanjut sederhana serta monitoring terhadap faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk rujukan ke puskesmas. Dalam pelaksanaannya pada setiap langkah secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Kemenkes, 2013): Gambar 2.1 Proses kegiatan Posbindu PTM

13 Pembagian peran kader posbindu idealnya sebagai berikut, namun sebaiknya setiap kader setiap kader memahami semua peranan tersebut, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan kesepakatan. Tabel 2.3 Pembagian peran kader No Peran Kriteria dan Tugas 1 Koordinator Ketua dari perkumpulan dan penanggungjawab kegiatan serta berkoordinasi terhadap Puskesmas dan Para Pembina terkait di wilayahnya. 2 Kader Penggerak Anggota perkumpulan yang aktif,berpengaruh dan komunikatif bertugas menggerakkan masyarakat, sekaligus melakukan wawancara dalam penggalian informasi 3 Kader Pemantau Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pengukuran Faktor risiko PTM 4 Kader Konselor/ Edukator Anggota perkumpulan yang aktif, komunikatif dan telah menjadi panutan dalam penerapan gaya hidup

14 sehat, bertugas melakukan konseling, edukasi, motivasi serta menindaklanjuti rujukan dari Puskesmas 5 Kader Pencatat Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM dan melaporkan kepada koordinator Posbindu PTM Sumber: Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posbindu PTM, Peran Para Pihak: 1. Kader Posbindu ; Dari sejumlah kader yang telah dilatih ditetapkan koordinator dan penanggung jawab untuk penggerak, pemantau, konselor/edukator serta pencatat. Tugas yang dilakukan oleh kader Pada H-1, tahap persiapan: a. Mengadakan pertemuan kelompok untuk menentukan jadwal kegiatan. b. Menyiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan. c. Membuat dan menyebarkan pengumuman mengenai waktu pelaksanaan. Pada hari H, tahap pelaksanaan : a. Melakukan pelayanan dengan sistem 5 meja atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama.

15 b. Aktifitas bersama seperti olahraga bersama, demo masak, penyuluhan, konseling, sarasehan atau peningkatan keterampilan bagi para anggotanya termasuk rujukan ke puskesmas/klinik swasta/rs. Pada H+1, Tahap Evaluasi a. Menilai kehadiran(para anggotanya, kader dan undangan lainnya) b. Mengisi catatan pelaksanaan kegiatan. c. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi. d. Mencatat hasil penyelesaian masalah. e. Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan ke rumah bila diperlukan. f. Melakukan konsultasi teknis dengan Pembina posbindu.. 2. Petugas Puskesmas Puskesmas memiliki tanggung jawab pembinaan posbindu. di wilayah kerjanya sehingga kehadiran petugas puskesmas dalam kegiatan posbindu sangat diperlukan dalam wujud peran: a. Memberikan bimbingan teknis kepada para kader posbindu dalam penyelenggaraannya. b. Memberikan materi kesehatan terkait dengan permasalahan faktor risiko PTM dalam penyuluhan maupun kegiatan lainnya. c. Mengambil dan menganalisa hasil kegiatan posbindu. d. Menerima, menangani dan memberi umpan balik kasus rujukan dari posbindu. e. Melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan lain terkait. 3. Para Pemangku Kepentingan (Para Pembina Terkait) a. Camat Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut posbindu di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab wilayah kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan posbindu.

16 b. Lurah/kepala desa atau sebutan lainnya Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut posbindu di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab wilayah kecamatan serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan posbindu. c. Para pimpinan kelompok/ lembaga/instansi/organisasi Mendukung dan berperan aktif dalam kegiatan posbindu sesuai dengan minat dan misi kelompok/lembaga/instansi/ organisasi tersebut. d. Tokoh/penggerak masyarakat Menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan mendukung dengan sumberdaya yang dimiliki terhadap penyelenggaraan posbindu. e. Dunia Usaha Mendukung penyelenggaraan posbindu dalam bentuk sarana dan pembiayaan termasuk berperan aktif sebagai sukarelawan sosial Pembiayaan Dalam mendukung terselengggaranya posbindu, diperlukan pembiayaan yang memadai baik dana mandiri dari perusahaan, kelompok masyarakat/lembaga atau dukungan dari pihak lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular di wilayah masing-masing. Puskesmas juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial. Pembiayaan ini untuk mendukung dan memfasilitasi Posbindu PTM, salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan. Pembiayaan bersumber daya dari masyarakat dapat melalui Dana Sehat atau mekanisme pendanaan lainnya. Dana juga bisa didapat dari lembaga donor yang umumnya didapat dengan mengajukan proposal/usulan kegiatan (Rahajeng, 2012). Pihak swasta dapat menyelanggarakan Posbindu PTM di lingkungan kerja sendiri maupun dapat berperan serta dalam Posbindu PTM di wilayah sekitarnya dalam bentuk kemitraan melalui CSR (Corporate Social Responsibility)/ Tanggung jawab Sosial Perusahaan.

17 Pemerintah Daerah setempat berkewajiban melakukan pembinaan agar Posbindu PTM tetap tumbuh dan berkembang melalui dukungan kebijakan termasuk pembiayaan secara berkesinambungan. Dana yang terkumpul dari berbagai sumber dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan Posbindu PTM seperti (Rahajeng, 2012); a. Biaya operasional Posbindu PTM. b. Pengganti biaya perjalanan kader. c. Biaya penyediaan bahan habis pakai. d. Biaya pembelian bahan Pemberian Makanan Tambahan ( PMT). e. Biaya penyelenggaraan pertemuan. f. Bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan. g. Bantuan biaya duka bila ada anggota yang mengalami kecelakaan atau kematian Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan hasil kegiatan posbindu dilakukan oleh kader. Petugas Puskesmas mengambil data hasil kegiatan posbindu yang digunakan untuk pembinaan, dan melaporkan ke instansi terkait secara berjenjang. Untuk pencatatan digunakan (Pudiastuti, 2011): 1. Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM Pada pelaksanaan pemantauan, kondisi faktor risiko PTM harus diketahui oleh yang diperiksa maupun yang memeriksa. Masing-masing peserta harus mempunyai alat pantau individu berupa Kartu Menuju Sehat (KMS) FR-PTM. Untuk mencatat kondisi faktor risiko PTM. Kartu ini disimpan oleh masing-masing peserta, dan harus selalu dibawa ketika berkunjung ke tempat pelaksanaan posbindu. Tujuannya agar setiap individu dapat melakukan mawas diri dan melakukan tindak lanjut, sesuai saran Kader/ Petugas. Sedangkan bagi Petugas dapat digunakan untuk melakukan tindakan dan memberi saran tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan kondisi peserta posbindu.

18 Format KMS FR-PTM mencakup nomor identitas, data demografi, waktu kunjungan, jenis faktor risiko PTM dan tindak lanjut. Pada KMS FR-PTM ditambahkan keterangan golongan darah dan status penyandang penyakit tidak menular yang berguna sebagai informasi medis jika pemegang kartu mengalami kondisi darurat di perjalanan. Hasil dari setiap jenis pengukuran/ pemeriksaan faktor risiko PTM pada setiap kunjungan peserta ke posbindu dicatat pada KMS FR-PTM oleh masing-masing kader faktor risiko. Demikian pula tindak lanjut yang dilakukan oleh kader. 2. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM Buku pencatatan diperlukan untuk mencatat identitas dan keterangan lain mencakup nomor, No KTP/ kartu identitas lainnya, nama, umur, dan jenis kelamin. Buku ini merupakan dokumen/file data pribadi peserta yang berguna untuk konfirmasi lebih lanjut jika suatu saat diperlukan. Melalui buku ini, dapat diketahui karakteristik peserta secara umum. Buku Pencatatan Faktor Risiko PTM diperlukan untuk mencatat semua kondisi faktor risiko PTM dari setiap anggota/peserta. Buku ini merupakan alat bantu mawas diri bagi koordinator dan seluruh petugas Posbindu dalam mengevaluasi kondisi faktor risiko PTM seluruh peserta. Hasil pengukuran/pemeriksaan faktor risiko yang masuk dalam kategori buruk diberi tanda warna yang menyolok. Melalui buku ini kondisi kesehatan seluruh peserta dapat terpantau secara langsung, sehingga koordinator maupun petugas dapat mengetahui dan mengingatnya serta memberikan motivasi lebih lanjut. Selain itu buku tersebut merupakan file data kesehatan peserta yang sangat berguna untuk laporan secara khusus misalnya ketika diperlukan data kesehatan untuk kelompok usia lanjut atau data jumlah penderita PTM, dan juga merupakan sumber data surveilens atau riset/ penelitian secara khusus jika suatu saat diperlukan.

19 2.3.6 Tindak Lanjut Hasil Posbindu PTM Tujuan dari penyelenggaran Posbindu PTM, yaitu agar faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan lebih dini. Faktor risiko PTM yang telah terpantau secara rutin dapat selalu terjaga pada kondisi normal atau tidak masuk dalam kategori buruk, namun jika sudah berada dalam kondisi buruk, faktor risiko tersebut harus dikembalikan pada kondisi normal. Tidak semua cara pengendalian faktor risiko PTM, harus dilakukan dengan obat-obatan (Maryam, 2010). Pada tahap dini, kondisi faktor risiko PTM dapat dicegah dan dikendalikan melalui diet yang sehat, aktifitas fisik yang cukup dan gaya hidup yang sehat seperti berhenti merokok, pengelolaan stres dan lain-lain. Melalui konseling dan/atau edukasi dengan kader konselor/edukator, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM dapat ditingkatkan. Dengan proses pembelajaran di atas secara bertahap, maka setiap individu yang mempunyai faktor risiko akan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat secara mandiri (Maryam, 2010). Tabel 2.4 Frekuensi dan Jangka Waktu Pemantauan Faktor Risiko PTM Faktor Risiko Orang sakit Faktor Risiko Penderita PTM Glukosa darah puasa 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Glukosa darah 2 jam 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Glukosa darah sewaktu 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Kolesterol darah total 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali Trigliserida 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali Tekanan darah 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Indeks Masa Tubuh (IMT) 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Lingkar Perut 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Arus Puncak Ekspirasi 1 bulan sekali 3 bulan sekali 1 bulan sekali IVA 1 tahun sekali Cedera dan Kekerasan dalam rumah tangga Kadar Alkohol Pernafasan dan tes amfetamin urin Sumber: Kemenkes RI, 2014c 6 bulan sekali 3 bulan sekali 3 bulan sekali 1 tahun sekali 6 bulan sekali 1 bulan sekali Keterangan:

20 a. Pada kunjungan pertama, semua faktor risiko peserta diperiksa. Untuk pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dilakukan pada perempuan telah berhubungan seksual/menikah usia >35 tahun/riwayat pernikahan>1 kali dan dilakukan oleh bidan terlatih. b. Pada kunjungan berikutnya bagi peserta yang tidak beresiko dan berisiko faktor risiko PTM dilakukan pemantauan pada faktor risiko perilaku, BB, lingkar perut, IMT, Analisa Lemak tubuh, Tekanan darah setiap bulan. c. Untuk peserta yang beresiko merokok dan gejala batuk dilakukan pemeriksaan arus puncak respirasi setiap tiga bulan. d. Untuk peserta yang mempunyai faktor risiko dislipidemia, pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 6 bulan sekali. e. Untuk peserta yang beresiko kegemukan, adanya riwayat keluarga dengan DM kadar gula darah diperiksa setiap tahun. f. Untuk penyandang PTM, semua faktor risiko dipantau setiap bulan serta pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida diperiksa setiap 3 bulan. g. Pemantauan faktor risiko cedera dan tindak kekerasan dalam rumah tangga dilakukan setiap bulan, sementara untuk pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum dilakukan setiap bulan bagi yang bernilai positif dan 6 bulan sekali yang beresiko Rujukan Posbindu PTM Apabila pada kunjungan berikutnya (setelah 3 bulan) kondisi faktor risiko tidak mengalami perubahan (tetap pada kondisi buruk), atau sesuai dengan kriteria rujukan, maka untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik harus dirujuk ke puskesmas atau klinik swasta sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang bersangkutan. Meskipun telah mendapatkan pengobatan yang diperlukan, kasus yang telah dirujuk tetap dianjurkan untuk melakukan pemantauan faktor risiko penyakit tidak menular di posbindu (Kemenkes, 2014).

21 Gambar 2.2 Alur Tindak Lanjut dan Rujukan Hasil Deteksi Dini di Posbindu PTM Pelaksanaan pospandu dimulai dengan layanan pendaftaran dilanjutkan dengan wawancara dan pengukuran faktor risiko penyakit tidak menular. Kader posbindu akan melakukan konseling dan edukasi terhadap permasalahan kesehatan yang dijumpai pada peserta posbindu termasuk melaksanakan sistem rujukan puskesmas bila diperlukan sesuai dengan kriteria. Hasil pelaksanaan posbindu tercatat secara tertib dan diberikan kepada petugas puskesmas atau unsur pembina lainnya yang memerlukan sebagai bahan informasi.(kemenkes, 2013). 2.4 Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansual, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara (Sudoyo, 2006). Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainanorgan tubuh lain;

22 penyakit jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan (Sutomo, 2010). Aikins (2006) mendefinisikan penyakit tidak menular dengan sebutan chronicnoncommunicable disease (NCDs), yaitu penyakit non-infeksi yang berlangsung seumur hidup dan membutuhkan pengobatan dan perawatan jangka panjang. Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan penyakit tidak menular menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarat diduga sebagai hal yang melatar belakangi prevalensi penyakit tidak menular, sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi (Mirza, 2010). Penyakit tidak menular saat ini yang banyal berkembang di masyarakat seperti hipertensi atau darah tinggi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, asam urat, penyakit jantung, paru-paru kronis, bahkan kanker. penyakit tidak menular dapat juga disebabkan kareana kecelakaan termasuk cedera, luka dan bennturan akibat kecelakaan (Sutomo,2010). 2.5 Hipertensi Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu jenis penyakit pembunuh paling terbesar di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Lebih banyak dijumpai bahwa penderita penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi pada usia senja (Fauzi, 2014). Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten, dimana diagnosa hipertensi pada orang dewasa ditetapkan paling sedikit dua kunjungan dimana lebih tinggi atau pada 140/90 mmhg (WHO 2011). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya140 mmhg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmhg (Price & Wilson, 2006). Peningkatan tekanan

23 darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada ginja, jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes, 2013). Hipertensi atau darah tinggi sangat bervariasi bergantung bagaimana seseorang memandangnya. Secara umum hipertensi adalah kondisi tekanan darah seseorang yang berada di atas batas-batas tekanan darah normal. Hipertensi disebut juga pembunuh gelap atau silent killer. Hipertensi dengan secara tiba-tiba dapat mematikan seseorang tanpa diketahui gejalanya terlebih dahulu (Susilo, 2011) Klasifikasi Hipertensi Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar (Udjianti, 2011). Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anakanak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik (Ruhyanudin, 2007).

24 Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Udjianti, 2011): 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. 2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain Gejala Hipertensi Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai gejala-gejalanya sebagai peringatan. Adapun gejala hipertensi yang muncul dianggap sebagai gangguan biasa, penderita juga mengabaikan dan terkesan tidak merasakan apapun atau berprasangka dalam keadaan sehat, sehingga penderita terlambat dan tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi. Gejala yang dirasakan bervariasi, bergantung pada tingginya tekanan darah (Russel, 2011). Gejala-gejala hipertensi, yaitu: 1) sakit kepala 2) mimisan 3) jantung berdebar-debar 4) sering buang air kecil di malam hari 5) sulit bernafas 6) mudah lelah

25 7) wajah memerah 8) telinga berdenging 9) vertigo 10) pandangan kabur Keluhan yang sering dirasakan dan dijumpai adalah pusing yang terasa berat pada bagian tengkuk, biasanya terjadi pada siang hari (Lany Sustrani, dkk, 2011). Menurut Elizabeth J. Corwin (2012), sebagian besar hipertensi tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa: 1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi 3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus 5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung Komplikasi Hipertensi Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti (Sheps, 2005): a. Penyakit Jantung Koroner dan Arteri Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengerasini.

26 b. Payah Jantung Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung. c. Stroke Hipertensi adalah factor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit. d. Kerusakan Ginjal Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan ada yang angguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru. e. Kerusakan Penglihatan Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi. Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular, maka terdapat peningkatan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskular tersebut. Pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak (Dosh, 2011).

27 2.5.4 Upaya Pencegahan Hipertensi merupakan kondisi yang dapat berjalan hingga menimbulkan suatu komplikasi, jumlah pasien yang semakin meningkat, dan besarnya biaya perawatan pasien penderita hipertensi yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Upaya pencegahan pada penderita hipertensi ada 3 tahap, yaitu (Tjandra, 2012): a. Pencegahan Primer : 1. Tidur yang cukup, antara 6-8 jam per hari. 2. Kurangi makanan berkolesterol tinggi dan perbanyak aktifitas fisik untuk mengurangi berat badan. 3. Kurangi konsumsi alkohol. 4. Konsumsi minyak ikan. 5. Suplai kalsium, meskipun hanya menurunkan sedikit tekanan darah tapi kalsium juga cukup membantu. b. Pencegahan Sekunder 1. Pola makanam yamg sehat. 2. Mengurangi garam dan natrium di diet anda. 3. Fisik aktif. 4. Mengurangi Akohol intake. 5. Berhenti merokok. c. Pencegahan Tersier 1. Pengontrolan darah secara rutin. 2. Olahraga dengan teratur dan disesuaikan dengan kondisi tubuh.

28 2.5.5 Upaya Pengendalian Hipertensi Perlu diketahui bahwa beberapa kondisi memiliki hubungan signifikan dengan kejadian hipertensi, diantaranya adalah tingkat pendidikan dan status ekonomi rendah, kelebihan berat badan, obesitas perut, gangguan emosi yang tinggi kadar kolesterol dan gula yang tinggi dalam darah. Risiko terkena hipertensi dapat dikurangi dengan perilaku CERDIK (Depkes, 2013) yaitu : a. Cek kesehatan secara berkala b. Jauhkan asap rokok c. Rajin aktivitas fisik d. Diet sehat dan kalori seimbang e. Istirahat yang cukup f. Kendalikan stress Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya mortalitas dan morbidita sakibat komplikasi yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah di bawah 140/90 mmhg. Perawatan dalam penanganan hipertensi diantaranya dalam ketaatan pengobatan meliputi perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet, istirahat dan olahraga serta konsumsi obat. Dalam upaya meningkatkan status kesehatan dengan cara meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi yang jelas kepada penderita mengenai penyakit yang diderita serta pengobatan, keterlibatan dan cara pendekatan yang dilakukan. Perlu diketahui bahwa penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan menurut upaya pengendalian hipertensi meliputi: 1. Mengatur diet 2. Menjaga berat badan normal 3. Mengendalikan stress 4. Melakukan olahraga secara teratur

29 5. Pemakaian obat-obatan penunjang Gambaran umum yang dapat disimpulkan adalah upaya pengendalian hipertensi dilakukan dengan pengelolaan diri atau pengubahan gaya hidup sipenderita. Indikator keberhasilan pengendalian tekanan darah pada penderita hipertensi dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Tekanan darah terkendali atau terkontrol 2. Tidak terjadi komplikasi pada penderita 3. Kualitas kesehatan hidup menjadi lebih baik dan tetap produktif Menurut WHO tahun 2012, salah satu masalah utama dalam mengendalikan hipertensi adalah kemampuan pasien untuk patuh kepada instruksi tenaga kesehatan. Pada beberapa penderita, hipertensi dapat dikontrol dengan terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi, terapi non farmakologi yakni dengan pengobatan pengubahan gaya hidup atau pengendalian perilaku pasien, terapi tersebut dapat berupa: mengurangi berat badan, berhenti merokok, mengurangi konsumsi garam, menjauhi alkohol, mengurangi kafein, melakukan aktivitas fisik, dan menerapkan pola makan teratur, mengurangi stress. Adapun pengendalian farmakologi yaitu digunakannya obat-obatan, terapi obat yang digunakan yaitu: pengahambat ACE, Antagonis Angiotensin, Antaginis CA, penyekat beta, diuretika. Secara umum, pengendalian hipertensi memang harus dilakukan pada diri sipenderita terlebih dahulu yaitu dengan perubahan gaya hidup atau perilaku. 2.6 Landasan Teori Landasan teori adalah hal-hal yang berupa teori-teori itu sendiri dalam hal ini landasan teori sistem dan pendekatan sistem. Menurut Immegart dalam (Pidharta, 2009), sistem merupakan suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu terelasasi satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya. Menurut Hall adal (Mardi, 2012), siste adalah sekelompok, dua atau lebih komponen yang saling berkaitan

30 yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama. Sistem menurut (Miarso, 2012) adalah perpaduan antara sejumlah komponen yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri, namun saling berkaitan untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu lingkungan yang kompleks, dengan ciri-ciri : adanya tujuan yang telah ditentukan, adanya komponen, adanya keterpaduan antara suatu komponen, adanya keterbukaan, terjadinya transformasi,, adanya mekanisme kendalii yang mengatur kekompakan fungsi masing-masing komponen. Menurut teori system David Easton atauy lebih dikenal dengan kedekatan system, system tercermin dalam segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan disebut dengan masukan (input, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan disebut dengan proses (process), dan hasil dari suatu pelaksanaan disebut keluaran (output), (Darry, 2013). Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan(input), proses (process), keluaran (output), effect dan out-come/impact (Muninjaya, 2011). a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf), Money (dana untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan, termasuk logistik), Method (ketrampilan, prosedur kerja, peraturan, kebijaksanaan, dsb), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program), Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta persepsinya). b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran kegiatan dari program kesehatan. c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program. d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. e. Outcome (impact) merupakan dampak program yang diukur dengan peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (tingkat

31 kematian spesifik berdasarkan sebab penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status kesehatan di suatu wilayah (IMR dan MMR). Beberapa keuntungan menerapkan pendekatan system dalam manjemen sdalah sebagai berikut (Azwar, 1996) a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dn kesanggupan yang sifatnya selalu terbatas, akan dapat dihindari. b) Proses yang dilaksana dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan. c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara tepat dan objektif. d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program. 2.7 Kerangka Pikir Keberhasilan pelaksanaan program posbindu dalam mencegah hipertensi dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process) dan luaran (output). Oleh karena itu kerangka pikir dapat disusun sebagai berikut Tabel 2.5 Kerangka Pikir Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular) Input: 1.Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan 3.Sarana, Prasarana dan Peralatan Process: Pelaksanaan Posbindu PTM sesuai dengan SPO (Standart Prosedur Output: Rutinitas pemeriksaan dan pengobatan hipertensi

32 Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi sebagai berikut: 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan hipertensi dengan posbindu agar dapat berjalan dengan baik, meliputi: Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan. a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan pelaksanaan posbindu dalam penatalaksanaan hipertensi. b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan posbindu. c. Sarana, prasarana dan peralatan termasuk di dalamnya yaitu: obat, peralatan pemeriksaan, KMS FR-PTM, dan perlengkapan pemeriksaan yang mendukung. 2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan Puskesmas Padang Bulan dalam melaksanakan Posbindu PTM sesuai dengan SPO (Standart Prsedur Operasional). 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan hipertensi dengan posbindu, diharapkan penderita hipertensi rutin melakukan pemeriksaan dan pengobatan hipertensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian. utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di

Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian. utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di KERANGKA ACUAN POSBINDU PTM PENDAHULUAN A.Latar Belakang Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) A. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005, (WHO), dan 80 % kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan di dunia merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulanginya demi terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini mendorong setiap negara untuk lebih serius

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : Tanggal : PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG Di Susun Oleh: Ineu Cahyati., A.Md.Keb SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP)

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) DR.dr.H.RACHMAT LATIEF, SPpD-KPTI.,M.Kes., FINASIM Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

POS PEMBINAAN TERPADU

POS PEMBINAAN TERPADU ISBN PETUNJUK TEKNIS POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR (POSBINDU PTM) Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 38 juta orang setiap tahun. (1) Negara Amerika menyatakan 7 dari 10 kematian berasal dari PTM dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang No.78, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kesehatan Kerja. Pos. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2015 TENTANG POS UPAYA KESEHATAN KERJA TERINTEGRASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di Negara-negara maju. Namun seiring dengan transisi demografi di negaranegara berkembang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dewasa ini sedang dihadapkan pada terjadinya transisi epidemiologi, transisi demografi dan transisi teknologi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan darah sistole 140 mmhg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmhg atau lebih tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya transisi epidemologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia telah mengakibatkan perubahan penyakit dari penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor

BAB. I PENDAHULUAN. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak dasar masyarakat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran selang waktu lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan akan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) Pokok Pembahasan : Masalah Kesehatan penyakit tidak menular (PTM) Sasaran : komunitas dewasa pekerja di RT 3 dan 5 Jam : 16.00 WIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi dikenal sebagai tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah kondisi peningkatan persisten tekanan darah pada pembuluh darah vaskular. Tekanan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan diberbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI O U T L I N E PENDAHULUAN SITUASI TERKINI STROKE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Promosi kesehatan pada prinsipnya merupakan upaya dalam meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dimasa mendatang masalah penyakit tidak menular akan menjadi perioritas masalah kesehatan di indonesia, salah satu masalah tersebut adalah masalah hipertensi. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk terjadi secara global, tidak terkecuali di Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut usia (lansia), yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tidak ada gejala yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insidens dan prevalensi PTM (Penyakit Tidak Menular) diperkirakan terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada

Lebih terperinci

POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR)

POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR) POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR) Pengertian Regulasi Referensi Peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan factor resiko PTM yang dilakukan secara terpadu, rutin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun yang banyak mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit degeneratif tersebut antara

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA

LATAR BELAKANG TINJAUAN PUSTAKA LATAR BELAKANG Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal dan merupakan penyakit kronis yang perlu diterapi dengan tepat dan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang paling penting bagi masyarakat, terutama remaja yang memiliki aktivitas yang padat. Salah satu cara agar tubuh tetap sehat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk telah menjadi penyakit yang mematikan banyak penduduk di negara maju dan Negara berkembang lebih dari delapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cukup. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008

KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008 KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008 PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) adalah penyakit yang tidak menular dan BUKAN KARENA PROSES INFEKSI yang mempunyai FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Oleh : Agus Samsudrajat S, SKM Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada perkembangan zaman yang semakin berkembang khususnya industri merupakan penyebab berubahnya pola perilaku kehidupan dalam masyarakat. Salah satu tujuan

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer sampai saat ini. Berdasarkan data dari Riskesdas (Pusdatin Kemenkes RI 2013), hipertensi

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit darah tinggi atau hipertensi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan diatas normal yang ditunjukan oleh angka sistolik dan diastolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita jumpai banyak orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang harus diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka

BAB I PENDAHULUAN. normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan/atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah normal pada anak dan remaja bervariasi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang. Hipertensi yang tidak segera ditangani berdampak pada munculnya penyakit degeneratif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hipertensi merupakan peningkatan dari tekanan darah systolik diatas standar. Hipertensi termasuk penyakit dengan angka kejadian (angka prevalensi) yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara berkembang seperti Indonesia, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu untuk berkerja dan memiliki waktu yang sangat sedikit untuk melakukan pola hidup sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

Stikes Muhammadiyah Gombong

Stikes Muhammadiyah Gombong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN 1 50 LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini: N a m a : U s i a : Alamat : Pekerjaan : No. KTP/lainnya: Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tyas Kusuma Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tyas Kusuma Dewi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi merupakan pembunuh tersembunyi yang penyebab awalnya

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Di Indonesia hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan karena angka prevalensinya yang tinggi dan cenderung terus meningkat serta akibat jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (pria 39 % dan wanita

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Saat ini penyakit kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun 2003, hipertensi adalah peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan meningkatnya konstraksi pembuluh darah arteri sehingga terjadi resistensi aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola kejadian penyakit pada saat ini telah mengalami perubahan yang ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmhg (Ardiansyah, 2012). Pada umunya penderita

Lebih terperinci

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya arus globalisasi di segala bidang dengan adanya perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada perilaku dan gaya hidup pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17% - 21% dari keseluruhan populasi orang dewasa artinya, 1 di antara 5 orang dewasa menderita hipertensi. Penderita hipertensi

Lebih terperinci