Pembahasan KemenKes RI (19 Juli 2012)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pembahasan KemenKes RI (19 Juli 2012)"

Transkripsi

1 Pembahasan KemenKes RI (19 Juli 2012) RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2), Pasal 21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 26, Pasal 27 ayat (5), dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan ketentuan Pasal 15 ayat (3), dan Pasal 19 ayat (5) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1), Pasal 18, Pasal 28 C, Pasal 28 H ayat (1), ayat (3), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG JAMINAN KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. 2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

2 Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah Dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. 4. Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. 5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 6. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 7. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. 8. Manfaat adalah faedah jaminan yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya. 9. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. 10. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah. 11. Pekerja tidak menerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri. 12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. 13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 14. Pemutusan Hubungan Kerja yang selanjutnya disebut PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha berdasarkan peraturan perundang-undangan. 15. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. 16. Iuran tambahan jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan peserta yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang. 17. Keluarga adalah suami atau istri yang sah dan 3 (tiga) anak yang menjadi tanggungan pekerja yang terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

3 Fasilitas kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. 19. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 22. Anggota Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota TNI adalah personil/prajurit alat negara di bidang pertahanan yang melaksanakan tugasnya secara matra di bawah pimpinan Kepala Staf Angkatan atau gabungan di bawah Pimpinan Panglima TNI. 23. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota POLRI adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan fungsi kepolisian. 24. Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai negeri yang diserahi tugas dalam jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Catt : Konfirmasi kementerian PAN Askes: perlu definisi pelayanan gawat darurat, pelayanan primer, sekunder, klinik, puskesmas, klinik utama, klinik pratama, pendekatan kedokteran keluarga BAB II PESERTA DAN KEPESERTAAN Bagian Kesatu Peserta Jaminan Kesehatan Pasal 2 Peserta jaminan kesehatan meliputi: a. penerima bantuan iuran jaminan kesehatan; b. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya; dan c. pekerja tidak menerima upah dan anggota keluarganya. Pasal 3

4 - 4 - (1) Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. penduduk yang tergolong kelompok masyarakat fakir miskin dan tidak mampu; b. pekerja yang mengalami PHK lebih dari enam bulan, tetapi belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu; dan c. orang cacat total tetap dan yang tidak mampu. (2) Penentuan kepesertaan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan dan status/kondisi kecacatan peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Peserta pekerja penerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi: a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiunnya; b. anggota TNI dan penerima pensiunnya; c. anggota POLRI dan penerima pensiunnya; d. penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI; dan e. penerima pensiun bulanan bukan PNS/TNI/POLRI yang iurannya dipotong dari penerimaan pensiun bulanannya. untuk pekerja penerima upah dan non-penerima upah dihitung pajaknya (2) Penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pekerja formal b. Pekerja yang bekerja pada pekerjaan informal (ex: Pembantu Rumah Tangga, pegawai klinik, karyawan kantor notariat, dll) Pasal 5 (1) Peserta pekerja tidak menerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c antara lain meliputi: a. pekerja yang tidak memiliki hubungan kerja. b. purna bhakti yang bukan penerima pensiun bulanan; c. bukan pekerja yang mampu membayar iuran (2) pekerja yang tidak memiliki hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah..( aturan Kemenakertrans) (3) purna bhakti yang bukan penerima pensiun bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penerima pensiun dalam bentuk lumpsum. (4) bukan pekerja yang mampu membayar iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Pasal 6

5 - 5 - Anggota keluarga pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan c meliputi : a. satu orang isteri atau suami yang sah dari pekerja; dan b. anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari pekerja dengan kriteria: 1) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun; atau 2) berusia 21 (dua puluh satu) tahun sampai 25 (dua puluh lima) tahun tetapi masih melanjutkan pendidikan formal, tidak atau belum pernah menikah, tidak mempunyai penghasilan sendiri dan masih menjadi tanggungan pekerja. Bagian Kedua Kepesertaan Jaminan Kesehatan Pasal 7 (1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dikembangkan secara bertahap hingga mencakup seluruh penduduk. (2) Pengembangan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Tahap pertama meliputi : 1) penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, 2) pegawai negeri sipil dan anggota keluarga; 3) anggota TNI/Polri dan anggota keluarga; 4) penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI dan anggota keluarga; dan 5) peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya sejak tanggal 1 Januari b. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS paling lambat pada tanggal 1 Januari (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan roadmap yang ditetapkan oleh Menteri. Alt :.. Roadmap yang merupakan lampiran dari Perpres. Bagian Ketiga Peserta Yang Mengalami PHK Pasal 8 (1) Peserta yang mengalami PHK, tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran. (2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran sendiri setelah bekerja kembali.

6 - 6 - (3) Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara fisik tidak mampu bekerja kembali dan/atau tidak mampu membayar iuran, maka yang bersangkutan berhak menjadi peserta PBI. Usulan Kemenakertrans: Pasal... (1) Ketentuan peserta jaminan kesehatan yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilaksanakan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Adanya perjanjian bersama antara pengusaha dengan pekerja; b. Adanya surat keterangan PHK dari perusahaan bahwa yang bersangkutan mengalami PHK disertai dengan bukti alasan PHK; atau c. Adanya putusan pengadilan hubungan industrial yang telah memenuhi kekuatan hukum tetap. (2) Perjanjian bersama atau surat keterangan PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus diketahui oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. (3) Pada saat pekerja yang mengalami PHK melaporkan kepada dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan harus menyampaikan surat pernyataan bahwa yang bersangkutan belum bekerja lagi. Pasal... (1) Peserta jaminan kesehatan yang mengalami PHK karena tidak mampu melakukan pekerjaan disebabkan cacat total harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dibuktikan dengan surat keterangan dokter mengenai kecelakaan dan kecacatan; b. Adanya surat keterangan PHK dari perusahaan bahwa yang bersangkutan mengalami kecelakaan kerja yang disahkan oleh instansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat. (2) Dalam hal pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan setelah melebihi waktu 12 (dua belas) bulan tidak mengajukan permohonan PHK, maka pekerja tetap membayar iuran yang menjadi kewajibannya. (3) Dalam hal upah yang pekerja terima setelah mengalami cacat dan tidak mampu melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi untuk membayar iuran yang menjadi kewajibannya, maka iuran jaminan kesehatan yang bersangkutan ditanggung oleh pemerintah. Pasal... (1) Dalam hal pekerja yang mengalami PHK telah menjadi peserta PBI dan telah bekerja kembali, maka yang bersangkutan wajib melaporkan kepada kepala desa atau lurah setempat dengan melampirkan bukti telah bekerja termasuk besarnya

7 - 7 - upah yang diterima dengan tembusan kepada Kepala instansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat. Penjelasan: Yang dimaksud dengan bukti telah bekerja kembali adalah perjanjian kerja atau surat pengangkatan termasuk besarnya upah. (2) Dalam hal pekerja yang di PHK dan telah menjadi peserta PBI telah bekerja kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka yang bersangkutan wajib membayar iuran jaminan kesehatan. Bagian Keempat Perubahan Status Kepesertaan Pasal 9 (1) Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI menjadi bukan peserta penerima PBI atau sebaliknya tidak mengakibatkan terputusnya hak atas jaminan kesehatan. (2) Mekanisme perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BPJS setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait. BAB IV PENDAFTARAN PESERTA Bagian Kesatu Pendaftaran Peserta Penerima Bantuan Iuran Pasal 10 (1) Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan iuran dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS. (2) Pendaftaran peserta penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Catt: disesuaikan dengan RPP PBI Bagian Kedua Pendaftaran Peserta Pekerja Penerima Upah Pasal 11 Seluruh pemberi kerja, baik yang telah menyediakan jaminan kesehatan maupun yang belum menyediakan jaminan kesehatan bagi pekerjanya, wajib mendaftarkan pekerjanya. Pasal 12

8 - 8 - (1) Pemerintah mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil Pusat dan anggota keluarganya, Anggota TNI/POLRI dan anggota keluarganya, penerima pensiun PNS Pusat, PNS daerah, TNI/POLRI dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS. (2) Pemerintah Daerah mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil daerah dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS. (3) PT Jamsostek (Persero) mendaftarkan seluruh peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS. (4) Setiap pemberi kerja selain Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemberi kerja peserta jaminan kesehatan PT Jamsostek (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta program jaminan kesehatan pada BPJS disertai pembayaran iuran pertama. Bagian Ketiga Pendaftaran Pekerja Yang Tidak Menerima Upah Pasal 13 Setiap pekerja yang tidak menerima upah wajib mendaftarkan dirinya dan keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai peserta program jaminan kesehatan pada BPJS disertai pembayaran iuran paling lambat 1 Januari Bagian Keempat Perubahan Data Kepesertaan Pasal 14 (1) Peserta pekerja penerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan keluarga kepada pemberi kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan. (2) Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya perubahan data peserta. (3) Peserta pekerja tidak menerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan keluarga kepada BPJS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan. (4) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) meliputi perubahan: a. tempat kerja; b. tempat tinggal;

9 - 9 - c. jumlah dan identitas anggota keluarga dan peserta tambahan; dan b. besarnya penghasilan. (5) Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal masih menjadi peserta program jaminan kesehatan selama kewajiban membayar iuran terpenuhi. (6) Penyampaian laporan perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS. Catt: apakah BPJS akan diberikan kewenangan ini? Pasal 15 Mekanisme pelaporan perubahan data kepesertaan peserta untuk penerima bantuan iuran yang dibayar pemerintah, baik perubahan data kepesertaan yang menyangkut susunan keluarga beserta identitasnya, maupun perubahan alamat tempat tinggal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Pemberi kerja wajib melaporkan dan menyampaikan surat keterangan untuk peserta yang mengalami PHK kepada BPJS. (2) Peserta yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah bekerja kembali, wajib melaporkan perubahan status kepesertaannya kepada BPJS dan pemberi kerja yang baru dengan menunjukkan kartu peserta yang masih berlaku. Pasal Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pendaftaran, verifikasi kepesertaan, dan perubahan status kepesertaan, dan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BPJS. Catt: akan dicari tempat yang sesuai Bagian Keenam Kartu Peserta Pasal 17 (1) Kartu peserta adalah kartu yang diterbitkan oleh BPJS bagi peserta yang digunakan sebagai identitas tunggal peserta dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan. (2) Kartu peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangya memuat Nama, Nomor Induk Kependudukan, tempat/tanggal lahir, status dalam keluarga (pekerja, isteri/suami, anak menurut urutan), dan alamat peserta.

10 (3) Nomor Induk Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nomor yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Kartu peserta dinyatakan tidak berlaku apabila: a. peserta meninggal dunia; dan b. peserta tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur di dalam Peraturan ini. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberlakukan kartu peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur oleh BPJS. BAB V IURAN Bagian Kesatu Sumber Iuran Pasal 18 (1) Iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, TNI dan POLRI baik aktif maupun penerima pensiun, termasuk penerima pensiun PNS daerah ditanggung bersama antara peserta dan pemerintah. (2) Iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil daerah ditanggung bersama antara peserta dan pemerintah daerah. (3) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI secara bertahap ditanggung bersama antara peserta dan pemberi kerja. catt: akan dibahas pentahapannya (4) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dibayarkan sampai batas usia pensiun normal yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundangan. catt: sesudah pensiun? Ditambah ketentuannya pekerja yang tidak menerima pensiun bagaimana? Apakah sewaktu aktif besar iurannya lebih? (5) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah yang tidak memenuhi kriteria pensiun normal atau berpindah menjadi peserta penerima bantuan iuran akan diatur lebih lanjut oleh BPJS dengan persetujuan DJSN. catt: ketentuan ini memberi peluang banyaknya jumlah PBI ditinjau kembali apa perlu mengatur ini (6) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran ditanggung oleh peserta yang bersangkutan.

11 Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada 2 (dua) tahun pertama dibayar seluruhnya oleh pemberi kerja. ==================akhir pembahasan tanggal 16 juli 2012=================== Bagian Kedua Besar Iuran Pasal 20 (1) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta Pegawai Negeri Sipil, baik aktif maupun penerima pensiun adalah 5% dari gaji pokok atau uang pensiun per bulan dengan ketentuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sebesar 3%, dan peserta sebesar 2%. Penerima pensiun (2) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta TNI dan POLRI baik aktif maupun penerima pensiun adalah 5% dari gaji pokok per bulan dengan ketentuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah sebesar 3%, dan peserta sebesar 2%. (3) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta yang tidak menerima upah dan peserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran, ditanggung oleh peserta yang bersangkutan sebesar Rp ,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga. (4) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi penerima bantuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebesar Rp ,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga. catt: besarnya iuran bagi pekerja penerima upah di luar PNS/TNI/Polri belum ada veteran/perintis kemerdekaan menurut UU No. 6/67 harus mendapat jaminan yang sama seperti pensiunan PNS juga belum diatur Comment [F1]: Iuran untuk PBI diusulkan 2 alternatif yaitu TIGHT and FLEXIBLE Untuk premi biasa diusulkan 2 alternatif yang meningkat sesuai masa : PBI = Rp 19, 286,- dgn Rp 22,201 Non PBI = Rp 36,921,- dgn Rp 42, 454 Non PBI = Rp 57, dgn Rp 59, 413 Pasal... (1) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI adalah sebesar 5% dari upah perbulan dengan ketentuan sebagai berikut:

12 a. iuran seluruhnya ditanggung oleh pemberi kerja untuk periode 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember b. Iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 4% dan peserta sebesar 1% untuk periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember c. Iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3% dan peserta sebesar 2% sejak 1 Januari (2) Iuran jaminan kesehatan bagi penerima pensiun bulanan selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI adalah sebesar 5% dari uang pensiun perbulan dengan ketentuan iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3%, dan peserta sebesar 2% Catt: bila ini tidak mungkin karena hubungan pekerja dengan pemberi kerja telah putus maka gunakan ketentuan seperti ayat (3) (3) Iuran jaminan kesehatan bagi pekerja yang telah memasuki masa pensiun tetapi tidak menerima pensiun bulanan ditanggung oleh peserta yang bersangkutan sebesar Rp ,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga. Catt: bagi pekerja penerima upah selain PNS dan TNI/POLRI, apakah iuran sebesar 5% dari upah ataukah dari penghasilan bersih perbulan? Catt: Memberlakukan penambahan jumlah iuran semasa aktif untuk memperoleh manfaat di masa pensiun, harus melalui perhitungan yang matang, termasuk ketentuan bila pekerja meninggal atau pindah kerja sebelum masa pensiun, bila berubah jumlah tanggungannya, dll Pasal 21 (1) Dalam hal program jaminan pensiun sudah berjalan secara nasional maka iuran peserta program kesehatan dipotong dari dana jaminan pensiun pekerja yang bersangkutan. (2) Dalam hal pekerja belum diikutkan dalam program pensiun, maka bagi peserta jaminan kesehatan setelah memasuki usia pensiun maka iurannya dibayar oleh yang bersangkutan yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah. (3) Dalam hal pekerja yang telah memasuki masa pensiun dan tidak mampu membayar iuran, maka yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai peserta PBI setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah. iurannya di bayar oleh pemerintah. Bagian Ketiga Iuran untuk Anggota Keluarga Tambahan Pasal 22 (1) Peserta Pekerja penerima upah dan perserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran, yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang, wajib mengikutsertakan anggota keluarga yang lain atau anggota keluarga tambahan

13 dengan membayar iuran tambahan sebesar 1% dari upah per bulan per orang, dibayar oleh peserta dan dipotong langsung oleh pemberi kerja. (2) Peserta pekerja tidak menerima gaji atau upah yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang wajib mengikutsertakan anggota keluarga yang lain atau anggota keluarga tambahan dengan membayar iuran tambahan Rp ,- (lima belas ribu rupiah) per bulan per orang. (3) Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari: a. anak ke 4 dan seterusnya, b. ayah, ibu, dan mertua,; c. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau d. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Comment [F2]: Perlu disepakati Comment [F3]: Perlu disepakati Bagian Keempat Batas upah Pasal 23 Batas atas gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besarnya iuran adalah sebesar 2 x penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 3 orang anak. Bagian Kelima Pembayaran Iuran Pasal 24 (1) Pemberi kerja wajib melunasi iuran jaminan kesehatan setiap bulan berdasarkan seluruh jumlah pekerja pada bulan tersebut, dan dibayarkan paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berjalan kepada BPJS. (2) Iuran jaminan kesehatan yang ditanggung peserta diperhitungkan langsung dari upah bulanan peserta/buruh bersangkutan, dan penyetorannya kepada BPJS dilakukan oleh pemberi kerja langsung ke rekening BPJS. (3) Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan denda dan ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja. (4) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 1 % per bulan dengan denda maksimal 10 %. (5) Iuran jaminan kesehatan yang belum dibayar dan denda keterlambatan membayar iuran merupakan utang pemberi kerja kepada BPJS. (6) Pembayaran iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah dilakukan oleh peserta yang bersangkutan, dapat dibayarkan setiap bulan atau secara berkala dan dibayar dimuka.

14 (7) Mekanisme dan besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi iuran yang dibayar pemerintah disesuaikan dengan mekanisme anggaran. Bagian Keenam Peninjauan Besaran iuran Pasal 25 Besarnya iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 20 dan Pasal 21, ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Bagian Ketujuh Kelebihan dan Kekurangan Iuran Pasal 26 (1) BPJS menghitung kelebihan atau kekurangan iuran jaminan kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta. (2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya iuran. (3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Bagian Kedelapan Pengembangan Mekanisme Penarikan Iuran Pasal 27 (1) BPJS wajib mengembangkan mekanisme penarikan iuran yang efektif dan efisien bagi peserta pekerja tidak menerima upah, yang terlambat membayar iuran. (2) Peserta yang lalai membayar iuran wajib sesegera mungkin memenuhi kewajibannya membayar iuran beserta denda keterlambatan. (3) Dalam hal peserta lalai membayar iuran dan setelah dilakukan teguran atau peringatan tertulis oleh BPJS peserta tetap tidak membayar iuran, maka BPJS dapat menghentikan sementara penjaminan bagi peserta dan atau anggota keluarganya. Catt: Mungkinkah BPJS bekerjasama dengan credit card dalam rangka memastikan penagihan/pembayaran. Usulan Askes: BAB VI MANFAAT JAMINAN Bab Manfaat Jaminan:

15 Manfaat dasar 2. Manfaat khusus pelayanan pencegahan 3. pelayanan kesehatan yang dijamin 4. Pelayanan dengan urun biaya 5. Pelayanan yang tidak dijamin 6. Pengembangan jenis pelayanan yang dijamin 7. Koordinasi manfaat Bab Penyelenggaraan: 1. Prosedur pelayanan kesehatan dan obat 2. Kelas standar pelayanan 3. Penyediaan obat dan bahan medis habis pakai 4. Pelayanan dalam keadaan gawat darurat 5. Pelayanan dalam keadaan tidak ada faskes Bab Faskes: 1. Tanggung jawab ketersediaan faskes 2. Kerjasama BPJS kesehatan dengan faskes 3. Asosiasi faskes 4. Pola dan besaran pembayaran faskes Bab Kendali Mutu dan Kendali Biaya: 1. Kendali mutu 2. Kendali biaya Bab Kelembagaan: 1. Lembaga penilaian teknologi kesehatan 2. Dewan pertimbangan medik Bagian Kesatu Manfaat Dasar Pasal 28 (1) Setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan Jaminan kesehatan. dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Usulan Askes: Setiap peserta memiliki hak untuk memperoleh jaminan atas manfaat dasar kesehatan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. (2) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan, kecuali manfaat akomodasi rawat inap yang dibedakan berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan. (3) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan perorangan yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis.

16 Manfaat dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan kesehatan perorangan yang komprehensif sesuai kebutuhan medis peserta yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan alat medis habis pakai yang Bagian Kedua Penyelenggaraan Askes: Definisi pelayanan primer, sekunder, tersier perlu dimasukkan dalam KU Pasal 29 (1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada peserta, baik rawat jalan maupun rawat inap, harus dilakukan secara berjenjang melalui pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer), pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) dengan mengikuti sistem rujukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat non-spesialistik dan sebagai penyaring rujukan utama berperan sebagai gate keeper, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Puskesmas atau Balai Kesehatan Masyarakat dan jejaringnya, klinik pratama, praktik dokter umum dan/ atau praktik dokter keluarga. (3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Puskesmas dan Balai Kesehatan Masyarakat yang menyediakan praktik dokter spesialis, klinik utama, rumah sakit. Catt: BUKD: puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat sub-spesialistik, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh rumah sakit. (5) Pelayanan di rumah sakit bagi peserta jaminan kesehatan harus atas dasar rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kasus keadaan darurat tidak diperlukan rujukan. (6) Fasilitas kesehatan lainnya akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Pasal 30 (1) Rawat jalan tingkat pertama bagi penerima PBI diberikan di puskesmas atau puskesmas pembantu (2) Rawat jalan tingkat pertama bagi peserta pembayar iuran diberikan di puskesmas atau puskesmas pembantu, praktik dokter umum atau dokter keluarga, dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS. Comment [a4]: bila definisi belum jelas, jangan dicantumkan dahulu, untuk ODC juga, pelayanan nonspesialistik, perlu dikonfirmasi ke BUK. Comment [a5]: perlu konfirmasi ke BUK batasan pelayanan Balkesmas primer atau sekunder Comment [a6]: penambahan ayat baru yang berisi: faskes lainnya akan ditetapkan dalam permenkes Comment [a7]: perlu ditambahkan pada pasal pembayaran, kapitasinya dibedakan antara PBI dan non PBI Comment [a8]: untuk pelayanan tingkat pertama sesuaikan dengan pasal 32

17 Pasal 31 Kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta, terdiri dari: a. Bagi Peserta PBI dan anggota keluarganya di ruang perawatan Kelas III b. Bagi Pegawai Negeri Sipil Golongan I, Golongan II dan Anggota TNI/POLRI yang setara beserta anggota keluarganya di ruang perawatan kelas II c. Bagi Pegawai Negeri Sipil Golongan III, Golongan IV dan Anggota TNI/POLRI yang setara beserta anggota keluarganya di ruang perawatan kelas I d. Bagi peserta bukan penerima bantuan iuran dengan upah bulanan sampai dengan satu kali Rp (tiga juta lima ratus ribu rupiah) PTKP di ruang perawatan kelas II dan disesuaikan setiap 2 (dua) tahun. e. Bagi peserta bukan penerima bantuan iuran dengan upah bulanan lebih dari satu kali Rp (tiga juta lima ratus ribu rupiah) PTKP di ruang perawatan kelas I. Dan disesuaikan setiap 2 (dua) tahun. f. Bagi peserta bukan penerima upah yang membayar iuran sendiri dengan penghasilan dibawah Rp (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dirawat di ruang perawatan kelas II g. Bagi peserta bukan penerima upah yang membayar iuran sendiri dengan penghasilan di atas Rp (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dirawat di ruang perawatan kelas I Bagian Ketiga Manfaat Khusus Pelayanan Pencegahan Pasal 32 (1) Peserta pembayar iuran yang berusia diatas 40 tahun diberikan manfaat khusus pelayanan pencegahan berupa pemeriksaan kesehatan rutin (medical check up) pelayanan screening minimal tiap tiga tahun. (2) Pemeriksaan kesehatan rutin (medical check up) Pelayanan screening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk pengurangan faktor risiko dan deteksi dini dan pengenalan kesehatan. (3) Untuk jenis penyakit yang termasuk kedalam pelayanan screening akan diatur dalam peraturan BPJS Bagian Keempat Pelayanan Kesehatan yang Dijamin Pasal 33 (1) Pelayanan yang diberikan dalam jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perseorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. (2) Pelayanan kesehatan promotif dan preventif perorangan diberikan terintegrasi oleh provider yang bekerja sama dengan BPJS. (3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

18 a. pelayanan kesehatan yang diberikan pada jenjang pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi: 1. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi dokter; 2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi oleh dokter gigi meliputi penambalan, pencabutan, perawatan syaraf gigi dan pembersihan karang gigi; 3. Tindakan medis baik yang bersifat operatif maupun non operatif sederhana dalam rangka diagnosis dan atau pengobatan a) Penjahitan luka, pembersihan luka, balut, insisi, eksisi dan tindakan medis layanan primer lainnya; dan b) Alveolektomi, insisi dan eksisi. c) Insisi dan eksisi 4. Pemberian obat/resep dokter sesuai dengan kebutuhan medis peserta dalam rangka pelayanan primer maupun rujuk balik. peserta yang disediakan oleh fasilitas kesehatan yang telah dibayar secara kapitasi, atau DRG dan atau obat yang masuk dalam daftar dan Plafon Harga obat yang dijamin yang ditetapkan oleh Menteri DJSN. 5. Pelayanan KIA termasuk pertolongan persalinan normal, pemeriksaan ibu hamil, pemeriksaan bayi/anak balita dan pemberian imunisasi dasar. Bagian Kelima Pelayanan Kesehatan dengan Urun Biaya Pasal 34 (1) Pelayanan kesehatan dengan urun biaya adalah pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan/moral hazard dengan tujuan untuk pengendalian biaya. (2) Urun biaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberlakukan pada pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan rawat jalan pada pelayanan kesehatan lanjutan berupa kewajiban peserta membayar sejumlah uang untuk setiap kali pengobatan. (3) Jumlah uang untuk setiap kali pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh BPJS atas persetujuan DJSN. (4) Pembayaran Urun biaya dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan hanya berlaku untuk kelompok peserta bukan penerima bantuan iuran. (5) Bagi kelompok peserta penerima bantuan iuran tidak dikenakan Urun biaya. Comment [a9]: istilah dasar dan lanjutan disesuaikan dengan pasal sebelumnya. Bagian Keenam Pengembangan Jenis Pelayanan yang Dijamin Pasal 38 (1) Pengembangan jenis pelayanan kesehatan yang dijamin dengan menggunakan Teknologi harus disesuaikan dengan kebutuhan medis sesuai hasil penilaian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment (HTA)).

19 (2) Penggunaan jenis pelayanan kesehatan hasil pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BPJS. Bagian Ketujuh Pelayanan yang Tidak Dijamin Pasal 35 (1) Jenis pelayanan yang tidak dijamin: a. Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS, kecuali kasus gawat darurat; c. Kecelakaan akibat kecelakaan kerja dan penyakit atau cedera yang diakibatkan karena hubungan kerja; d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri kecuali rawat inap dan/atau rawat jalan di luar negeri yang biayanya lebih murah daripada biaya pengobatan yang sama di dalam negeri; e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik; f. kondom; g. Check up dan atau general check up bagi peserta berusia kurang dari 40 tahun; h. Sirkumsisi tanpa indikasi medis; i. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas; j. Usaha meratakan gigi (ortodonsi); k. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, dan/atau zat adiktif lainnya; l. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja menyakiti diri sendiri, hobi yang membahayakan diri sendiri; m. pengobatan alternatif dan tradisional, akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (Health Technology Assessment/HTA); n. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimen; o. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu; p. Obat di luar daftar dan Plafon Harga Obat SJSN; q. Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan langsung dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan, yaitu: 1. Biaya perjalanan/transportasi; 2. Biaya sewa ambulans kecuali untuk untuk rujukan dari jenjang pelayanan kesehatan tingkat dua ke jenjang pelayanan kesehatan tingkat tiga; 3. Biaya pengurusan jenazah; 4. Biaya pembuatan VER (visum et repertum); 5. Biaya fotokopi; 6. Biaya telekomunikasi; dan 7. biaya kartu berobat untuk rumah sakit.

20 r. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas yang diatur oleh pemerintah. (2) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri, dikecualikan untuk rawat inap dan rawat jalan peserta yang sedang melakukan perjalanan dinas atau peserta yang dirujuk ke luar negeri karena tidak adanya fasilitas kesehatan di Indonesia. (3) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu check up dan atau general check up, tidak berlaku untuk pemeriksaan rutin peserta yang berasal dari TNI dan POLRI Bagian Kedelapan Pelayanan Dalam Keadaan Gawat Darurat Pasal 36 (1) Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat. (2) Prosedur penggantian biaya layanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh BPJS atas persetujuan DJSN (3) Biaya yang timbul akibat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditagihkan langsung oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada BPJS. (4) Fasilitas pelayanan kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya kepada peserta. (5) BPJS memberikan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk. (6) Kriteria kegawatdaruratan ditetapkan Tim Penilai Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessmen (HTA)) yang dibentuk oleh BPJS bersama DJSN. Bagian Kesembilan Pelayanan Dalam Keadaan Tidak Ada Fasiltas Kesehatan Yang Memenuhi Syarat Pasal 37 (1) Dalam keadaan belum ada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan pelayanan yang dijamin, BPJS wajib memberikan kompensasi penggantian biaya berobat dengan ketentuan jumlah maksimum tertentu dan/atau mengirimkan tenaga kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan yang diperlukan. (2) Kompensasi penggantian biaya berobat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup biaya rawat jalan rawat jalan tingkat pertama, kedua maupun ketiga. Bagian Kesepuluh Penyediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Pasal 38

21 (1) Pelayanan obat dan bahan habis pakai untuk peserta jaminan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tiga maupun pelayanan gawat darurat berpedoman pada Daftar dan plafon Harga Obat SJSN. (2) Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah obat generik yang bioavailability dan bio-equvalent-nya tidak berbeda dengan obat originator-nya kecuali obat yang diperlukan tidak ada dalam bentuk generik atau padanannya/golongan sejenis yang kurang lebih sama. (3) Ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan tanggung jawab BPJS. (4) Proses ketersediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyangkut penunjukan distributor yang dapat menjamin memenuhi kebutuhan peserta. (5) BPJS menyiapkan Daftar dan Plafon Harga Obat untuk dikonsultasikan ke DJSN dan selanjutnya ditetapkan Menteri. (6) DJSN melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Daftar dan Plafon Harga Obat SJSN. (7) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), DJSN membentuk tim khusus monitoring yang terdiri dari unsur DJSN, BPJS dan perguruan tinggi. (8) Evaluasi terhadap Daftar dan Plafon Harga Obat ditinjau setiap 1 (satu) tahun sekali. Bagian Kesebelas Koordinasi Manfaat Pasal 39 (1) BPJS mengintegrasikan manfaat yang dibayarkan oleh lebih dari satu program jaminan/asuransi, sehingga manfaat yang diterima oleh peserta dapat diperoleh dari semua sumber dan tidak melebihi biaya medis yang diperkenankan. (2) Koordinasi manfaat dimaksud khusus untuk pelayanan kesehatan akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf s. (3) Ketentuan tentang koordinasi manfaat akan diatur lebih lanjut oleh BPJS bersama DJSN. BAB VII PROSEDUR PELAYANAN Bagian Kesatu Prosedur Pelayanan Kesehatan Pasal 40

22 (1) Untuk memperoleh pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu peserta jaminan kesehatan. (2) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama peserta harus terdaftar di salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) setempat. (3) Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi peserta, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus memberikan surat rujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang ditunjuk. (4) BPJS menempatkan tenaga di tiap rumah sakit untuk melakukan otorisasi rawat inap (5) Dalam hal tidak ada petugas BPJS di rumah saki untuk melakukan otorisasi, rumah sakit meminta otorisasi kepada BPJS untuk peserta yang membutuhkan rawat inap. (6) Mekanisme otorisasi rawat inap diatur bersama antara BPJS dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Bagian Kedua Prosedur Pelayanan Obat Pasal 41 Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat mendapatkan obat-obatan yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis dalam waktu yang dibutuhkan tanpa harus menebus dari luar Bagian Keempat Mutu Pelayanan Pasal 42 Untuk pelayanan kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap berlaku kompensasi jasa medis atau gaji yang sama bagi tenaga pemberi pelayanan tanpa memandang kelas pelayanan. BAB VIII FASILITAS KESEHATAN Bagian Kesatu Tanggung Jawab Ketersediaan Pasal 43 (1) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan.

23 (2) Dalam hal penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas tidak dapat terpenuhi, pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut berperan serta. Bagian Kedua Fasilitas Kesehatan Pelaksana Program Jaminan Kesehatan Pasal 44 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana program jaminan kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah dan atau swasta yang menjalin kerjasama dengan BPJS. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan pemerintah daerah wajib bekerjasama dengan BPJS. (3) Fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta dapat menjalin kerjasama dengan BPJS setelah melalui proses seleksi. (4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membuat perjanjian tertulis antara BPJS dengan fasilitas pelayanan kesehatan. (5) Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan atau swasta dapat menjalin kerjasama dengan BPJS setelah melalui proses seleksi. (6) Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat bekerja sama dengan BPJS, antara lain: a. Rumah sakit pemerintah dan atau swasta; termasuk milik TNI/POLRI; b. Puskesmas/dokter keluarga/dokter praktik umum/klinik c. Dokter spesialis/dokter subspesialis; d. Klinik; e. Laboratorium; f. Apotik; dan g. Fasilitas kesehatan lainnya. (7) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah fasilitas yang diakui dan memiliki izin dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan. (8) Dalam hal disuatu wilayah fasilitas kesehatan yang ada belum mencukupi, fasilitas kesehatan swasta yang ditunjuk oleh BPJS wajib bersedia melakukan kerjasama dengan BPJS dengan menerima besarnya pembayaran sesuai ketentuan pelaksanaan program jaminan kesehatan ini. Bagian Ketiga Pelayanan Kedokteran Keluarga Pasal 45 (1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kemampuan pelayanan dengan pendekatan sistem pelayanan kedokteran keluarga.

24 (2) Untuk menjamin terlaksananya pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan mekanisme pembiayaan secara prabayar dengan besaran nilai nominal kapitasi per peserta berdasarkan unit cost yang rasional. (3) Besaran biaya kapitasi untuk setiap wilayah ditetapkan atas kesepakatan asosiasi fasilitas kesehatan atau asosiasi profesi kesehatan dengan BPJS dengan mengacu pada besaran maksimum dan minimum yang ditetapkan oleh Menteri. (4) Untuk pertama kalinya peraturan ini menentukan biaya kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, minimal sebesar Rp (tiga ribu) rupiah per peserta per bulan untuk puskesmas dan Rp per kapita per bulan untuk dokter keluarga. (5) Dalam upaya mencapai pelayana kesehatan yang berkualitas, organisasi profesi dan Kementerian Kesehatan wajib memberikan pelatihan kepada pelaksana pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bagian Keempat Asosiasi Fasilitas Kesehatan Pasal 46 (1) Asosiasi fasilitas kesehatan untuk dokter praktik pribadi (solo practice) adalah Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. (2) Asosiasi fasilitas kesehatan untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang lain di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. Bagian Kelima Seleksi Fasilitas Kesehatan Pelaksana Program Jaminan Kesehatan Pasal 47 (1) Proses seleksi dilakukan oleh BPJS berdasarkan kriteria yang terstandar, transparan dan akuntabel yang ditetapkan oleh DJSN. (2) Dalam melakukan seleksi BPJS dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki kompetensi yang sesuai kebutuhan. (3) seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan standar pelayanan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan dan kesesuaian biaya pelayanan yang berlaku di setiap wilayah. (4) Biaya pelayanan yang berlaku di setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dengan asosasi fasilitas pelayanan (5) Fasilitas pelayanan kesehatan yang lulus seleksi melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS yang sifatnya sama untuk satu wilayah layanan yang sama. Bagian Keenam

25 Besaran dan Waktu Pembayaran Pasal 48 (1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS dengan asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan asas kendali mutu, kendali biaya dan kecukupan pendanaan untuk kelangsungan program jaminan kesehatan. (2) Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJSN bersama-sama Menteri memutuskan rentang besaran pembayaran atas program jaminan kesehatan yang diberikan. (3) BPJS wajib membayar fasilitas pelayanan kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak klaim diterima. Bagian Ketujuh Pola Pembayaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pasal 49 (1) BPJS melakukan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar difasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. (2) BPJS melakukan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tiga berdasarkan pola DRG (Diagnosa Related Group) atau tarif kelompok diagnosis terkait. (3) Evaluasi atas kapitasi dan DRG ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Menteri bersama DJSN. BAB IX KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA Bagian Kesatu Kendali Mutu Pasal 50 Pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanan dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta, tanpa memandang kelas perawatan. Pasal 51 (1) Kebijakan pengembangan sistem pelayanan kesehatan, kendali mutu pelayanan dan pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas jaminan kesehatan ditetapkan oleh Menteri.

26 (2) Kendali mutu pelayanan kesehatan dilakukan oleh BPJS dengan melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan melalui program audit medik. (3) Program kendali mutu pelayanan dalam bentuk tinjauan pemanfaatan secara regular merupakan bagian dari kontrak antara BPJS dan fasilitas pelayanan kesehatan. Bagian Kedua Kendali Biaya Pasal 52 (1) Menteri menetapkan standar biaya pelayanan kesehatan yang menjadi acuan bagi mekanisme penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. (2) Dalam pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya BPJS membentuk Badan Pertimbangan Medis (Medical Advisory Board). (3) Badan Pertimbangan Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan penilaian terhadap: a. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang berlebihan atau sebaliknya; b. Ketidaktepatan diagnosis dan prosedur terapi dan intervensi; c. Pengobatan dan peresepan yang tidak rasional; dan d. Perujukan yang tidak tepat (4) Badan Pertimbangan Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berkala melaporkan hasil penilaian kepada BPJS. (5) BPJS wajib menindaklanjuti hasil penilaian Badan Pertimbangan Medis. BAB X PENANGANAN KELUHAN Pasal 53 (1) Semua pengaduan keluhan harus memperoleh penanganan dan penyelesaian secara memadai dan dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan balik ke pihak yang menyampaikan. (2) Dalam hal peserta tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh BPJS, peserta dapat menyampaikan keluhan kepada BPJS. (3) Dalam hal peserta dan/atau fasilitas pelayanan kersehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS, dapat menyampaikan keluhan kepada DJSN. (4) Penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib ditanggapi BPJS paling lambat 30 hari kerja sejak keluhan diterima. (5) Penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggapi DJSN paling lambat 30 hari kerja sejak keluhan diterima. BAB XI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan BPJS_card_6.indd 1 3/8/2013 4:51:26 PM BPJS Kesehatan Buku saku FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI Cetakan Pertama, Maret

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM Tanya-Jawab Lengkap BPJS Kesehatan KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM e-book gratis D A F T A R I S I Tentang BPJS Kesehatan... hal. 2 Peserta BPJS Kesehatan... hal. 2 Iuran BPJS Kesehatan... hal. 8

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.42, 2016 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan BPJS_card_6.indd 1 3/8/2013 4:51:26 PM BPJS Kesehatan Buku saku FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI Cetakan Pertama, Maret

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa beberapa

Lebih terperinci

Pembahasan KemenKes RI (7 Sep 2012)

Pembahasan KemenKes RI (7 Sep 2012) Pembahasan KemenKes RI (7 Sep 2012) RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN Oleh dr. Kalsum Komaryani, MPPM Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 1.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.509 2014 KEMENHAN. Luar Tanggungan. BPJS. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LUAR TANGGUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2015 KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714). PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN 2016 016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KONSEP RANCANGAN PERPRES TENTANG JAMINAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN...

KONSEP RANCANGAN PERPRES TENTANG JAMINAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... Penulisan Kembali Draft ke-7 KONSEP RANCANGAN PERPRES TENTANG JAMINAN KESEHATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA KLAIM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN PADA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG NORMA PENETAPAN BESARAN KAPITASI DAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1400, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Jaminan Kesehatan Nasional. Pelayanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PENGGUNAAN DANA PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undangundang

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia AHMAD ANSYORI Dewan Jaminan Sosial Nasional Padang, 26 Juni 2015 1 SJSN SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kepastian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN No.155, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Pensiun. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5715). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN MEGA YUDHA RATNA PUTRA, SE,MM,AAAK. Kepala Departemen Rekrutmen Peserta Pekerja Penerima Upah Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jl. Letjen. Soeprapto - Cempaka Putih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN DHARMASRAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN MEGA YUDHA RATNA PUTRA, SE,MM,AAAK Kepala Dep. Rekrutmen Peserta Pekerja Penerima Upah Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jl. Letjen. Soeprapto - Cempaka Putih Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN MEGA YUDHA RATNA PUTRA, SE,MM,AAAK Kepala Dep. Rekrutmen Peserta Pekerja Penerima Upah Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jl. Letjen. Soeprapto - Cempaka Putih Jakarta

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KARTU KALTENG BERKAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 15 TAHUN 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 15 TAHUN 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.39,2014 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul; Petunjuk pelaksanaan, Peraturan Daerah,Kabupaten Bantul, sistem, jaminan kesehatan,daerah BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK KE DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN CILACAP DENGAN

Lebih terperinci

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun 204-205 Divisi Regional VIII Banjarmasin, 4 Agustus 205 Desiminasi/Komunikasi Publik Kepada Pemimpin Redaksi dan Pra Jurnalis Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG - 1 - GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang No.1510, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Peserta Penerima Upah. Jaminan Kecelakaan Kerja. Jaminan Kematian. Jaminan Hari Tua. Tata Cara Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 69 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 69 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI LUAR JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Bantul terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

7. Apa yang dimaksud dengan PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan?... 6

7. Apa yang dimaksud dengan PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan?... 6 BPJS KESEHATAN Daftar Isi: I. SEPUTAR BPJS... 5 1. Apa itu BPJS?... 5 2. Apa itu BPJS Kesehatan?... 5 3. Kapan BPJS Kesehatan mulai operasional?... 5 4. Apa itu Jaminan Kesehatan?... 5 II. PESERTA... 5

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 029 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 416/MENKES/PER/II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPJS. Jaminan Kesehatan. Penyelenggaraan Pedoman. PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN IURAN JAMINAN KESEHATAN DAN PEMBAYARAN DENDA AKIBAT KETERLAMBATAN PEMBAYARAN IURAN JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI

PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI 0 PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG TARIF DAN TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) DAN KELUARGANYA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PEMBIAYAAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM ASURANSI KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 40/2004, SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL *15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013 Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen Disampaikan pada DIALOG WARGA TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Kebumen, 19 September 2013 SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 18 TAHUN 2016

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 18 TAHUN 2016 SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU - 1 - SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang :

Lebih terperinci

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS 1. Apa itu JKN dan BPJS Kesehatan dan apa bedanya? JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN Tanggal 17 Juli 2014 Prosedur Pendaftaran Peserta JKN Bagaimana prosedur pendaftaran peserta JKN? Pendaftaran peserta JKN ditentukan berdasarkan kategori peserta. A. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (PROGRAM SARASWATI) KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 6 Tahun 2009

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 50, 2014 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL MELALUI

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1513, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Jaminan.Pensiun.Pembayaran.Penghentian.Kepesertaa n.pendaftaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA ASKES PADA PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKA

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN SJSN MELALUI BPJS KESEHATAN DI KOTA BANDUNG

RENCANA PELAKSANAAN SJSN MELALUI BPJS KESEHATAN DI KOTA BANDUNG RENCANA PELAKSANAAN SJSN MELALUI BPJS KESEHATAN DI KOTA BANDUNG Rahmanto Fauzi Kabag Kepesertaan KCU Bandung Disampaikan pada acara PERTEMUAN KONTAK PERSON INSTANSI VERTIKAL KEMENTERIAN Tahun 2013 PT ASKES

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci