BAB II DASAR TEORI 2.1 Aplikasi Backfill di PT Antam Tbk UBPE Pongkor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI 2.1 Aplikasi Backfill di PT Antam Tbk UBPE Pongkor"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 Aplikasi Backfill di PT Antam Tbk UBPE Pongkor Dalam operasi penambangannya, PT Antam Tbk UBPE Pongkor menggunakan metoda penambangan cut and fill. Material pengisi (filling material) untuk mengisi kembali area yang telah ditambang adalah slurry tailing sisa pengolahan bijih emas. Slurry tailing sisa pengolahan bijih emas ini terlebih dahulu diencerkan di unit backfill dam. Kemudian dipisahkan padatan dan airnya di unit thickener backfill seperti terlihat dalam Gambar 2.1. Agar prosesnya sempurna dan cepat, maka dilakukan penambahan zat penggumpal koagulan dan flokulan. Underflow slurry yang dihasilkan kemudian ditambahkan semen dan zat additif untuk meningkatkan kohesi di lokasi semen silo. Setelah itu material pengisi dipompa menuju lombong dan dilakukan penambahan batuan sisa agar didapat sebuah permukaan efektif yang dapat dilalui oleh manusia dalam waktu beberapa hari dan dapat dilalui oleh alat berat dalam waktu satu minggu atau lebih. Batuan sisa yang tidak terpakai biasanya dibuang sementara ke dalam lombong, untuk kemudian digunakan. Diagram alir proses backfilling ini dapat dilihat di Lampiran I. Gambar 2.1 Gambar Skematik Thickener (Siemens PLM Software) Bab II Dasar Teori 8

2 Sistem pemisahan antara padatan dan air dengan penambahan koagulan dan flokulan dalam unit thickener dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Sistem Pemisahan Antara Padatan dan Air dengan Penambahan Koagulan dan Flokulan dalam Unit Thickener 2.2 Definisi Thickener Thickener adalah sebuah alat berupa tangki besar dengan dasar berbentuk kerucut yang berfungsi untuk mengentalkan (thickening) slurry pada underflow dan menghasilkan overflow yang lebih jernih. Feed untuk thickener berupa slurry encer dimasukkan melalui bagian tengah (center well). Di dalam thickener terjadi pemisahan solid-liquid berdasarkan pengendapan gravitasi yaitu partikel padatan slurry akan turun dan mengendap ke dasar sedangkan cairannya naik ke permukaan. Untuk mempercepat proses pengendapan dan mendapatkan air limpahan yang jernih, pada thickener ditambahkan flokulan dan koagulan. Komponen-komponen thickener dan skematik aliran slurry di dalamnya dapat dilihat di Lampiran G. Gaya yang memisahkan antara solid dengan liquid pada thickener ada dua, yaitu: 1. Gravitasi Partikel mengendap ke bawah oleh gaya berat. Bab II Dasar Teori 9

3 2. Gaya apung (partikel naik ke atas) Volume umpan yang masuk ke thickener lebih besar daripada slurry yang keluar melalui underflow sehingga air akan naik dan meluap ke saluran overflow. Gaya mengapung tergantung pada volume atau banyaknya bijih yang masuk ke thickener relatif terhadap ukuran thickener. Jika padatan yang masuk ke thickener lebih banyak daripada yang keluar dari underflow, akan mengakibatkan bed level naik bahkan akan meluap jika tidak segera ditangani. Sebaliknya, jika padatan yang keluar dari underflow lebih banyak daripada yang masuk ke thickener, maka bed level-nya akan turun dan bahkan underflow-nya menjadi encer di bawah setpoint kekentalan yang ditentukan. 2.3 Sedimentasi dan Aglomerasi Partikel Sedimentasi adalah pemisahan partikel padat dari suatu cairan dengan memanfaatkan gaya gravitasi (Kelly dan Spottiswood, 1982). Padatan yang diperoleh masih berupa pulp dengan konsentrasi padatan yang lebih tinggi dari keadaan semula, sedangkan air limpahan diharapkan dalam keadaan yang jernih. Proses ini dikenal sebagai proses pengentalan (thickening). Umumnya proses sedimentasi berlangsung secara kontinyu dengan menggunakan thickener. Sedangkan proses sedimentasi dalam penelitian berlangsung di dalam tabung silinder Pengendapan pada Kondisi Free Settling Free settling adalah suatu proses pengendapan partikel padat tunggal di dalam fluida yang stasioner (Sudarsono, 2003). Pada kondisi ini terjadi pengendapan partikel dengan konsentrasi partikel yang relatif rendah di dalam suspensi. Partikel terendapkan sebagai individu-individu yang tidak berinteraksi dengan partikel di sekitarnya. Empat asumsi yang dipakai untuk penyederhanaan proses free settling adalah: Bab II Dasar Teori 10

4 1. Partikel padat tidak porous, incompressible, dan berbentuk bulat. 2. Fluida bersifat incompressible dan cukup untuk menghilangkan pengaruh dinding. 3. Pada setiap titik di dalam fluida, percepatan gravitasi dianggap seragam. 4. Partikel bergerak bebas, tidak ada interaksi antar partikel. Pada kondisi tunak, kecepatan jatuh maksimum dapat diperoleh dari persamaan: dv m = mg m' g D (2.1) dt dimana: m = massa partikel (g) m = massa fluida yang dipindahkan (g) g = percepatan gravitasi (cm/det 2 ) D dv dt = gaya gesek (dyne) = percepatan partikel Skematik arah gaya-gaya pergerakan partikel di dalam fluida air ditunjukkan dalam Gambar 2.3. D m g mg Gambar 2.3 Arah Gaya-gaya Pergerakan Partikel di Dalam Air Bab II Dasar Teori 11

5 Untuk aliran turbulen berlaku hukum Newton (Brown, 1951), dimana untuk partikel berbentuk bulat yang luasnya adalah A= πd 2 /4, maka: V m 4 gd( ρs ρl) = 3. Cd. ρl 1/2 (2.2) Untuk aliran laminar atau viscous berlaku hukum Stokes (Brown, 1951) dimana: V m 2 ( ρs ρl) gd = (2.3) 18μ dengan: V m = kecepatan terminal partikel (cm/detik) ρ s = massa jenis partikel (g/cm 3 ) ρ l = massa jenis medium cair (g/cm 3 ) d C d = diameter partikel (cm) = tahanan gesek μ = koefisien viskositas medium cair (cpoise) Besarnya harga C d tergantung pada besarnya bilangan Reynold (Re) untuk setiap kondisi pengendapan. Bilangan Reynold (Re) dirumuskan sebagai: Vm Re. d. ρ = l (2.4) μ Bilangan Reynold menggambarkan kondisi aliran fluida dengan batasan-batasan sebagai berikut: Jika Re < 3, Aliran akan bersifat laminar dan besarnya tahanan gesek hanya dipengaruhi gaya viskositas dan harga C d, dimana: Bab II Dasar Teori 12

6 24 C d = (2.5) Re Jika 3 < Re < 600, Terjadi transisi dimana gaya viskositas cukup untuk berpengaruh C d = (2.6) 0.6 Re Jika Re > 600 Aliran air bersifat turbulen dimana gaya viskositas dapat diabaikan dan harga C d relatif tetap, yaitu: C = (2.7) d Pengendapan pada Kondisi Hindered Settling Partikel-partikel yang ada di dalam suspensi lumpur berinterferensi satu sama lain sehingga mempengaruhi gerak partikel lainnya dan kecepatan pengendapan partikel berlangsung relatif lebih rendah dibandingkan pada kondisi free settling. Persamaan kecepatan pengendapan partikel di dalam aliran laminar pada kondisi hindered settling (Currie, 1973) dapat ditulis: dimana: V h gd 2 ( ρ ) s ρb = (2.8) 18μ b ρ b = berat jenis lumpur (g/cm 3 ) ρ s = massa jenis partikel (g/cm 3 ) d = diameter partikel (cm) g = percepatan gravitasi (cm/det 2 ) V h = kecepatan terminal hindered settling (cm/det) μ b = koefisien viskositas lumpur (cpoise) Bab II Dasar Teori 13

7 Pada kondisi hindered settling, selain gaya gravitasi, banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi gerakan partikel, yaitu: 1) Bentuk partikel. 2) Gesekan antar partikel. 3) Gesekan partikel dengan dinding. Dalam keadaan ini, konsentrasi padatan bertambah sehingga partikel tidak bergerak dalam cairan biasa tetapi terjadi di dalam lumpur yang relatif lebih padat. 2.4 Luas Permukaan dan Kedalaman Thickener Pemakaian thickener dalam suatu operasi pengolahan bahan galian bertujuan untuk memisahkan fasa cair dari fasa padat berdasarkan prinsip sedimentasi secara kontinyu. Apabila dapat diasumsikan bahwa keluaran dari suatu thickener terdiri dari overflow yang hanya mengandung air saja (semua padatan terendapkan), maka luas permukaan pengendapan thickener dapat ditentukan dengan prinsip neraca bahan. Gambar 2.4 menunjukkan skema neraca air di dalam thickener. F Q Q U Gambar 2.4 Skema Neraca Air pada Thickener Bab II Dasar Teori 14

8 Neraca air yang masuk dan keluar thickener (Currie, 1973) adalah sebagai berikut: 1. Air yang masuk ke thickener per jam L W T F = F m3 /jam (2.9) 2. Air yang keluar sebagai underflow per jam L W T F = U m3 /jam (2.10) 3. Air yang keluar dari thickener sebagai overflow yang jernih = Q m 3 /jam (2.11) dimana: Q = volume overflow (tanpa partikel padat) L F = dilusi umpan, dinyatakan sebagai nisbah berat air terhadap berat padatan di dalam umpan L U = dilusi underflow, dinyatakan sebagai nisbah berat air terhadap berat W F T padatan di dalam underflow = berat umpan padat yang masuk ke dalam thickener selama waktu T jam A = luas permukaan (m 2 ) V t = kecepatan pengendapan partikel (m/jam) Jika kondisi tunak tercapai, aliran yang masuk ke thickener sama dengan aliran yang keluar, sehingga: atau, Q m 3 /jam + LU Q = W L WF T L F T ( - ) (m F U m3 /jam = LF W T F m3 /jam (2.12) 3 /jam) (2.13) Bab II Dasar Teori 15

9 W untuk setiap T A W T F = F ton/jam, karena Q= AV. t, maka: ( L L ) F V t U (m 2 ) (2.14) untuk setiap W F WF A = 24 ton padatan per hari: ( L L ) F V t U (m 2 ) (2.15) Dari persamaan (2.14), kecepatan pengendapan partikel di dalam thickener adalah: V W T F t = ( L L ) F A U (m/jam) (2.16) Kedalaman thickener yang dibutuhkan dalam proses pengendapan adalah: H C TC. Vt.( δ 1) = (m) (2.17) δτ ( 1)( L L ) F U Dimana: T C = waktu yang dibutuhkan agar dilusi endapan lumpur dapat menjadi L U, dihitung pada saat berakhirnya pengendapan bebas (jam) H C = kedalaman thickener (tinggi zona kompresi) (m) δ = berat spesifik umpan padat kering (kg/m 3 ) τ = berat spesifik lumpur rata-rata di zona kompresi (kg/m 3 ) V t = kecepatan pengendapan partikel (m/jam) 2.5 Pengendapan pada Tabung Silinder Proses batch sedimentation di laboratorium dilakukan di dalam suatu tabung silinder. Pada proses sedimentasi akan terbentuk zona-zona yaitu: Bab II Dasar Teori 16

10 1) Zona A disebut zona supernatant clear liquid 2) Zona B adalah zona lumpur 3) Zona C adalah zona transisi antara B dan D 4) Zona D disebut juga zona endapan padatan terkonsentrasi Gambar skematik keempat zona yang terbentuk untuk distribusi berbagai ukuran partikel dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Proses Batch Sedimentation pada Berbagai Distribusi Ukuran Partikel (Kelly dan Spottiswood, 1982) Bab II Dasar Teori 17

11 Pada penelitian ini dipakai distribusi ukuran tailing yang relatif kecil dimana proses sedimentasinya ditunjukkan pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Proses Batch Sedimentation pada Distribusi Ukuran Partikel yang Relatif Kecil (Currie, 1973) Mekanisme pengendapannya adalah sebagai berikut: 1) Saat awal sedimentasi, konsentrasi padatan sepanjang tabung silinder relatif seragam. Setelah sedimentasi dimulai, kondisi tunak segera tercapai dan semua partikel telah mencapai kecepatan terminal. Pada kondisi ini sedimentasi berlangsung secara free settling. 2) Selama antar muka A-B dan B-D jaraknya terpisah cukup jauh, pengendapan dalam zona B berlangsung secara free settling dan partikelpartikel mengendap dengan kecepatan terminal V m maksimum. Tetapi setelah beberapa saat, konsentrasi padatan dalam zona B mulai meningkat dan laju pengendapan mulai menurun. Pada bagian dasar tabung akan terbentuk lumpur padat (sludge) sehingga laju pengendapan menurun Bab II Dasar Teori 18

12 secara kontinyu. Selama itu, massa jenis dan viskositas suspensi di sekitar partikel yang bergerak ke bawah akan semakin tinggi yang menyebabkan V m turun drastis. Kecepatan terminal V m akan terus menurun sampai pada suatu titik transisi dimana kondisi free settling tidak lagi berlangsung dan selanjutnya pengendapan terjadi dengan kondisi hindered settling. 3) Setelah lumpur menjadi pulp yang kental (zona D) maka zona B akan hilang dan proses sedimentasi akan berubah menjadi proses pemadatan secara perlahan di zona D. Secara umum, kurva ketinggian zona-zona yang terbentuk pada batch sedimentation terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Kurva Ketinggian Zona-zona yang Terbentuk pada Batch Sedimentation Terhadap Waktu (Currie, 1973) Bab II Dasar Teori 19

13 Laju sedimentasi dalam kondisi free settling dapat dipercepat dengan penambahan zat aditif seperti koagulan dan flokulan (penggumpal). Jika penggumpalan yang terjadi cukup sempurna (proporsional), maka garis batas yang tajam akan selalu tampak antara zona A yang berupa cairan bersih dan zona B yang berupa lumpur. Jika penggumpalan tidak sempurna, maka garis pemisah antara zona A dan zona B tidak terlalu tajam (tidak terlalu jelas) dan air limpahan (supernatant liquid) akan keruh. 2.6 Mekanisme Koagulasi dan Flokulasi Untuk mempercepat proses sedimentasi, diperlukan penambahan bahan penggumpal koagulan dan flokulan yang akan menimbulkan koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel halus menjadi partikel kecil sehingga menjadi lebih berat dan mudah mengendap dengan bantuan bahan kimia. Bahan/reagen kimia yang membantu proses koagulasi disebut koagulan. Flokulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel kecil menjadi flok (flocs) sehingga mempercepat pengendapan. Bahan/reagen kimia yang membantu proses flokulasi disebut flokulan. Gambar 2.8 menunjukkan berbagai ukuran padatan dalam fluida air. Gambar 2.8 Variasi Ukuran Padatan dalam Media Air (Modul Pelatihan Koagulasi dan Flokulasi, 2008) Bab II Dasar Teori 20

14 2.6.1 Koagulasi Partikel koloid dan suspensi tidak dapat langsung mengendap karena ukurannya yang halus. Hal ini disebabkan oleh total interaksi antar partikel dalam slurry, yaitu: 1. Gaya tarik-menarik London-Van Der Waals, yaitu gaya tarik-menarik antara dua partikel yang memiliki massa. Ikatan ini sangat lemah dan hanya efektif ketika kedua partikel berada pada jarak yang sangat dekat sehingga partikel-partikel tersuspensi dapat menggumpal apabila saling berdekatan. 2. Gaya tolak-menolak akibat muatan listrik pada permukaan partikel. Partikel-partikel dalam slurry memiliki muatan listrik pada permukaannya, yang jenis muatannya tergantung dari sifat permukaan partikel dan media fluidanya. Secara umum, partikel suspensi dalam air pada ph lebih besar dari 4 memiliki muatan negatif. Gaya tolak akibat muatan sejenis ini menghalangi partikel-partikel suspensi untuk saling mendekat sampai jarak efektif untuk dapat berikatan Van Der Waals. Akibatnya, partikel tidak dapat menggumpal dan menjadi stabil dalam suspensi. Sifat listrik ini sangat kuat untuk partikel yang berukuran sangat halus, dimana rasio luas permukaan terhadap berat partikel semakin besar sehingga total muatan per berat juga semakin besar. Skematik gaya tolak-menolak akibat muatan listrik ini dapat dilihat pada Gambar 2.9. Bab II Dasar Teori 21

15 Gambar 2.9 Gaya Tolak-menolak Antar Partikel Bermuatan Negatif (Modul Pelatihan Koagulasi dan Flokulasi, 2008) 3. Gaya gravitasi. Semakin berat partikel maka semakin cepat partikel mengendap. Untuk itu, partikel harus digumpalkan sehingga menjadi berat. Jika partikel tidak menggumpal atau masih dalam ukuran yang sangat halus maka gaya gravitasi akan lebih rendah bila dibandingkan dengan gaya listrik sehingga partikel tetap stabil dalam koloid/suspensi. Koagulasi dapat dibantu oleh dua metode, yaitu: 1. Agitasi Pengadukan dapat membuat partikel-partikel saling berdekatan sampai jarak efektif dimana gaya tarik Van Der Waals lebih kuat daripada gaya dorong akibat muatan listrik. Namun, pengadukan yang terlalu kuat dapat merusak kembali flok yang telah terbentuk karena ikatan antar partikel ini relatif lemah. 2. Penambahan koagulan Penggunaan koagulan yang memiliki muatan listrik yang berlawanan dapat menetralkan muatan listrik partikel. Koagulan akan berperan sebagai pengikat partikel koloid/suspensi akibat perbedaan jenis muatan listrik. Dengan bantuan pengadukan pelan, proses destabilisasi koloid/suspensi ini Bab II Dasar Teori 22

16 akan membentuk gumpalan-gumpalan kecil. Skematik proses destabilisasi koloid ini dapat dilihat pada Gambar Gambar 2.10 Destabilisasi Partikel Koloid (Modul Pelatihan Koagulasi dan Flokulasi, 2008) Jumlah koagulan adalah faktor yang sangat penting. Penambahan koagulan yang berlebihan akan mengakibatkan kelebihan muatan positif dalam slurry sehingga terjadi gaya tolak-menolak antar partikel positif sehingga akan sulit untuk diendapkan. Mekanisme penetralan muatan listrik dapat dilihat pada Gambar Bab II Dasar Teori 23

17 Gambar 2.11 Mekanisme Penetralan Muatan Listrik (Modul Pelatihan Koagulasi dan Flokulasi, 2008) Reagen kimia koagulan biasanya berupa garam anorganik/garam logam (metal salt), seperti garam alumunium (Al 3+ ), besi (Fe 2+ dan Fe 3+ ), magnesium (Mg 2+ ), dan kapur (Ca 2+ ). Beberapa jenis koagulan yang umum digunakan adalah sebagai berikut: 1. Ferric Chloride (FeCl 3 ) Dalam bentuk padat maupun cair (27-43%), bersifat sangat asam dan korosif. 2. Ferrous Chloride (FeCl 2 ) Dalam bentuk cair (8-14%) besi, bersifat sangat asam dan korosif. 3. Ferric Sulphate [Fe 2 (SO 4 ) 3 ] Dalam bentuk padat dan cair (10-13%), bersifat sangat asam dan korosif. 4. Ferrous Sulphate (FeSO 4 ) Dalam bentuk padat dan cair (5-12%) besi, bersifat sangat asam dan korosif. 5. Alumunium Chloride (AlCl 3 ) Dalam bentuk padat dan cair, bersifat asam dan sedikit korosif. Bab II Dasar Teori 24

18 Gumpalan-gumpalan kecil yang terbentuk dari proses koagulasi ini umumnya berukuran tidak cukup besar untuk dapat mengendap dengan cepat. Jika partikel tersebut memiliki densitas yang tinggi, mungkin akan mengendap dengan cepat. Namun jika partikel tersebut memiliki densitas yang rendah, dibutuhkan proses flokulasi untuk membentuk flok yang berukuran lebih besar agar dapat mengendap dengan cepat Flokulasi Flokulasi adalah suatu proses untuk menggumpalkan partikel-partikel kecil (fine flocs) menjadi gumpalan (flocs) yang cukup besar dan mudah untuk mengendap dengan menambahkan bahan kimia yaitu flokulan. Flokulan yang digunakan umumnya berupa polimer organik yang mudah larut dalam air. Mekanisme flokulasi ini dapat dilihat pada Gambar-gambar 2.12, 2.13, dan Gambar 2.12 Mekanisme Flokulasi (1) (Moss dan Dymond) Bab II Dasar Teori 25

19 Gambar 2.13 Mekanisme Flokulasi (2) (Moss dan Dymond) Gambar 2.14 Mekanisme Flokulasi (3) (Modul Pelatihan Koagulasi dan Flokulasi, 2008) Flokulan memiliki sifat dapat mengumpulkan partikel dengan menempel pada partikel (adsorbtion) dan dengan rantai polimernya yang panjang dapat menangkap banyak partikel kecil sekaligus membentuk flok. Dalam proses Bab II Dasar Teori 26

20 pengendapannya, polimer ini juga akan menabrak flok lainnya sehingga menghasilkan gumpalan yang lebih besar dan lebih berat lagi. Flokulasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan operasi thickener. Jumlah flokulan yang ditambahkan ke dalam thickener tergantung kepada tipe bijihnya. Bijih yang berat dan kasar hanya sedikit membutuhkan flokulan karena bijih tersebut mudah mengendap. Bijih yang halus dan sukar mengendap akan membutuhkan flokulan yang lebih banyak. Flokulasi akan berjalan dengan baik jika umpan slurry-nya cukup encer. Oleh karena itu, slurry yang masuk ke thickener diencerkan terlebih dahulu di dalam feed distributor box. Perlu diketahui bahwa flok yang telah terbentuk sangat mudah pecah dan hancur maka harus dijaga agar tidak terjadi pengadukan atau turbulensi berlebihan pada center well. Sebagian besar flokulan komersial yang tersedia adalah flokulan polyacrylamide dan turunannya (Moss dan Dymond). Pada dasarnya, polyacrylamide berupa nonionic (tidak bermuatan). Namun, polyacrylamide dimodifikasi sehingga menjadi bermuatan (anionic maupun cationic) supaya rantai polimernya dapat mengembang lebih panjang akibat gaya tolak-menolak akibat muatan listrik pada titik-titik tiap komponen polimer itu. Oleh karena itu flokulan memiliki muatan positif (cationic) atau negatif (anionic). Pada kebanyakan slurry bijih, partikel memiliki muatan negatif sehingga flokulan cationic juga dapat berfungsi untuk menetralkan muatan listrik (fungsi koagulasi) dan menempel lebih kuat. Namun, flokulan anionic umumnya memiliki berat molekul yang lebih besar sehingga lebih efektif untuk meningkatkan kecepatan pengendapan. Secara umum, struktur kimia polyacrylamide dapat dilihat pada Gambar Bab II Dasar Teori 27

21 Gambar 2.15 Struktur Kimia Polyacrylamide dan Turunannya (Moss dan Dymond) Gugus utama penyusun polyacrylamide adalah gugus amid dan gugus karboksilat. Gugus amid berfungsi untuk mengadsorpsi dan membuat rantai flokulan menjadi kuat. Sedangkan gugus karboksilat berfungsi untuk memanjangkan dan mengembangkan rantai flokulan sehingga proses bridging (penjembatanan antar partikel) dapat berlangsung dengan mudah. Sebenarnya, gugus karboksilat juga dapat mengadsorpsi permukaan partikel namun tidak sebaik gugus amid. Bab II Dasar Teori 28

22 MODERATE TO HIGH VERY HIGH MODERATE SLIGHT NONIONIK ph Gambar 2.16 Daerah Aktivitas Flokulan pada Selang ph 1-14 (Richardson, 1984) Gambar 2.16 menunjukkan daerah aktivitas berbagai jenis flokulan pada selang ph Pada ph dibawah 4, flokulan jenis nonionik menunjukkan aktivitas yang lebih baik daripada flokulan anionik. Gugus amid di dalam flokulan anionik fungsinya digantikan oleh gugus karboksilat yang telah menjadi inert. Keberadaan gugus karboksilat pda ph rendah dapat mengurangi ikatan hidrogen yang tersedia di dalam flokulan. Pada selang ph 5-10, aktivitas flokulan anionik moderat lebih baik daripada flokulan nonionik. Hal ini diakibatkan gugus karboksilat mengembang menjadi gugus yang aktif sedangkan gugus karboksilat ini tidak terdapat pada flokulan nonionik. Pada ph tinggi (di atas 11), flokulan anionik moderat tidak dapat berfungsi secara efektif. Bab II Dasar Teori 29

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan Hasil pengujian tahap awal ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 yaitu grafik pengaruh konsentrasi flokulan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI NAMA KELOMPOK : 1. FITRIYATUN NUR JANNAH (5213412006) 2. FERA ARINTA (5213412017) 3. DANI PRASETYA (5213412037) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITTAS

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Pengambilan Data Operasi di Lapangan Penelitian ini dilakukan berdasarkan kondisi operasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu diperlukan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Teknik Kimia I Sedimentasi

Laporan Praktikum Teknik Kimia I Sedimentasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sedimentasi merupakan proses pemisahan larutan suspensi menjadi fluid jernih (supernatant) dan slurry yang mengandung padatan jauh lebih tinggi.larutan suspensi terdiri

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

MODUL 1.06 SEDIMENTASI

MODUL 1.06 SEDIMENTASI MODUL 1.06 SEDIMENTASI Oleh : Didit A. Sigit LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.06 SEDIMENTASI I. Tujuan Praktikum :

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng

Coagulation. Nur Istianah, ST,MT,M.Eng Coagulation Nur Istianah, ST,MT,M.Eng Outline Defini tion Stabil ity Metal Natural Chemphysic colloi d Introduction Coagulant Destabilisation Definition Koagulasi merupakan proses destabilisasi dari partikel

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

Pengaruh Koagulan dan Flokulan Terhadap Pengendapan di Dalam Thickener Untuk Pemanfaatan Tailing di PT Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor

Pengaruh Koagulan dan Flokulan Terhadap Pengendapan di Dalam Thickener Untuk Pemanfaatan Tailing di PT Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor Pengaruh Koagulan dan Flokulan Terhadap Pengendapan di Dalam Thickener Untuk Pemanfaatan Tailing di PT Antam Tbk Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

Laporan Khusus Laboratorium Opersi Teknik Kimia I SEDIMENTASI. Disusun oleh: ZAKIATUL FITRI

Laporan Khusus Laboratorium Opersi Teknik Kimia I SEDIMENTASI. Disusun oleh: ZAKIATUL FITRI Laporan Khusus Laboratorium Opersi Teknik Kimia I SEDIMENTASI Disusun oleh: ZAKIATUL FITRI 1204103010088 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2014 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1. 2 Tujuan Percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1. 2 Tujuan Percobaan BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Pada industri kimia proses pemisahan sangat diperlukan, baik dalam penyiapan umpan ataupun produk. Umumnya memisahkan dari campuran produk yang keluar dari reaktor. Berbagai

Lebih terperinci

Teori Koagulasi-Flokulasi

Teori Koagulasi-Flokulasi MIXING I. TUJUAN 1. Mengetahui 2. Mengetahui 3. Memahami II. TEORI DASAR Pengadukan (mixing) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen.

Lebih terperinci

Koagulasi Flokulasi. Shinta Rosalia Dewi 9/25/2012 1

Koagulasi Flokulasi. Shinta Rosalia Dewi 9/25/2012 1 Koagulasi Flokulasi Shinta Rosalia Dewi 9/25/2012 1 Campuran ada 3 : 1. Larutan 2. Koloid 3. Suspensi 9/25/2012 2 Sistem Koloid : campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen dengan ukuran partikel

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN BAB VII PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN 7.1. Sumber Limbah Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha penyamak kulit, dan saat ini ada 37

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI Satriananda 1 1 Staf Pengajar email : satria.pnl@gmail.com ABSTRAK Air yang keruh disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA) Tujuan pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah cair adalah penyisihan bahan padat dari limbah cair

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O. 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Secara Umum Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H 2 O. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat tiga macam bentuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN ABSTRACT Dian Yanuarita P 1, Shofiyya Julaika 2, Abdul Malik 3, Jose Londa Goa 4 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Aneka Tambang Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor (PT Antam Tbk. UBPE Pongkor) merupakan perusahaan pertambangan yang memiliki beberapa unit bisnis dan anak

Lebih terperinci

Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob

Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob Pengendapan Timbal Balik Sol Hidrofob I. TUJUAN PERCOBAAN Menentukan konsentrasi relatif sol hidrofob Fe 2 O 3 dan As 2 O 3 pada saat terjadi pengendapan timbal balik sempurna. II. TEORI DASAR Sol adalah

Lebih terperinci

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING PROCEEDING NATIONAL CONFERENCE ON CONSERVATION FOR BETTER LIFE PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING Alien Kurniawan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perusahaan Daerah Air Minum Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan perindustrian air bersih bagi masyarakat

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA

MODUL PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA MODUL PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM dan LINGKUNGAN JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 MATERI I KALIBRASI SEKAT UKUR

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit

Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air dikembalikan ke unit THICKENING Tujuan proses thickening adalah untuk memekatkan lumpur dan mengurangi volume lumpur. Metoda thickening yang umum: 1. Gravity 2. Flotation 3. Centrifugation Gravity thickener berbentuk lingkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc Oleh: Rizqi Amalia (3307100016) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014 5. Teknik Bioseparasi Dina Wahyu Genap/ March 2014 Outline Chemical Reaction Engineering 1 2 3 4 5 6 7 Pendahuluan mempelajari ruang lingkup teknik bioseparasi dan teknik cel disruption Teknik Pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak memerlukan berbagai macam bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya tersebut manusia melakukan

Lebih terperinci

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA Dosen Pengampu: Ir. Musthofa Lutfi, MP. Oleh: FRANCISKA TRISNAWATI 105100200111001 NUR AULYA FAUZIA 105100200111018

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi Bak Sedimentasi Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Aneka Tambang (Antam), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor adalah salah satu industri penambangan dan pengolahan bijih emas. Lingkup kegiatannya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bauksit Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mengandung mineral dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al 2 O 3.H 2 O) dan mineral gibsit (Al 2 O 3.3H 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah keluaran dari sebuah pabrik kelapa sawit terdiri atas limbah padat, cair dan gas. Limbah padat terdiri atas tandan kosong dan cangkang,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu sistem transfer fluida dari suatu tempat ke tempat lain biasanya terdiri dari pipa,valve,sambungan (elbow,tee,shock dll ) dan pompa. Jadi pipa memiliki peranan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik Hani Yosita Putri 3310.100.001 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Wahyono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan kualitas air merupakan salah satu bentuk penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat dari tingkat pertambahan penduduk yang semakin tinggi dan peningkatan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan efflux time dalam dunia industri banyak dijumpai pada pemindahan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan pipa tertutup serta tangki sebagai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN May 14 Transpor Sedimen Karakteristika Aliran 2 Karakteristika fluida air yang berpengaruh terhadap transpor sedimen Rapat massa, ρ Viskositas, ν Variabel aliran

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

MIKROMERITIK. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 6/19/2013

MIKROMERITIK. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 6/19/2013 1 MIKROMERITIK Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 2 Mikromeritik dan Dispersi Kasar Partikel Bentuk partikel Ukuran partikel

Lebih terperinci

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013 / 2014 MODUL PEMBIMBING : Plate and Frame Filter Press : Iwan Ridwan, ST, MT Tanggal Praktikum : 10 Juni 2014 Tanggal Pengumupulan : 21 Juni

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolam renang adalah kontruksi buatan yang dirancang untuk diisi dengan air dan digunakan untuk berenang, menyelam, atau aktivitas air lainnya. Kolam renang merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Air Air murni adalah zat yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau yang terdiri dari hidrogen dan oksigen (Linsey,1991). Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan.semua makhluk

Lebih terperinci

DESAIN KOLAM PENGENDAPAN

DESAIN KOLAM PENGENDAPAN DESAIN KOLAM PENGENDAPAN (SETTLING POND) REKAYASA LINGKUNGAN TAMBANG Lecture : Meinarni Thamrin, ST., MT. TUJUAN SETTLING POND DATA-DATA UNTUK MEMBUAT SETTLING POND MENENTUKAN DIMENSI SETTLING POND ANGGA

Lebih terperinci

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013 / 2014 MODUL PEMBIMBING : Mixing : Ir. Gatot Subiyanto, M.T. Tanggal Praktikum : 03 Juni 2014 Tanggal Pengumupulan : 10 Juni 2014 (Laporan)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I VISKOSITAS CAIRAN BERBAGAI LARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I VISKOSITAS CAIRAN BERBAGAI LARUTAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I VISKOSITAS CAIRAN BERBAGAI LARUTAN Oleh : Nama : I Gede Dika Virga Saputra NIM : 0805034 Kelompok : IV.B JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah sumber daya alam yang tidak terbatas yang sangat penting untuk kehidupan mahluk hidup. Sayangnya, ketidak terbatasan sumber daya alam ini telah banyak dipengaruhi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN EMAS (STUDI KASUS: PEMANFAATAN TAILING DI PT. ANTAM UBPE PONGKOR)

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN EMAS (STUDI KASUS: PEMANFAATAN TAILING DI PT. ANTAM UBPE PONGKOR) UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH PENAMBANGAN EMAS (STUDI KASUS: PEMANFAATAN TAILING DI PT. ANTAM UBPE PONGKOR) Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar MAGISTER

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium

VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR. Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium VI. DASAR PERANCANGAN BIOREAKTOR Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat membuat dasar rancangan bioproses skala laboratorium A. Strategi perancangan bioreaktor Kinerja bioreaktor ditentukan

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

PROSES RECOVERY LOGAM Chrom DARI LIMBAH ELEKTROPLATING

PROSES RECOVERY LOGAM Chrom DARI LIMBAH ELEKTROPLATING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT. SEMINAR AKHIR KAJIAN KINERJA TEKNIS PROSES DAN OPERASI UNIT KOAGULASI-FLOKULASI-SEDIMENTASI PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) BABAT PDAM KABUPATEN LAMONGAN Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari 3309 100

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode expost facto. Ini berarti analisis dilakukan berdasarkan fakta dan data yang sudah terjadi. Dengan demikian penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI ALUMINIUM DISUSUN OLEH FITRI RAMADHIANI KELOMPOK 4 1. DITA KHOERUNNISA 2. DINI WULANDARI 3. AISAH 4. AHMAD YANDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

Lebih terperinci

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES DISUSUN OLEH Astiya Luxfi Rahmawati 26020115120033 Ajeng Rusmaharani 26020115120034 Annisa Rahma Firdaus 26020115120035 Eko W.P.Tampubolon 26020115120036 Eva Widayanti

Lebih terperinci

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009, pp. 40-45 ISSN: 1829-6572 PENGARUH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Rachmawati S.W., Bambang Iswanto, Winarni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi manusia terdiri dari: 1. Air hujan 2. Air permukaan 3. Air tanah Dari ketiga jenis air tersebut, jenis air

Lebih terperinci

FORMULIR FORMAT SAMPUL MUKA LAPORAN PENGABDIAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ASAM BASA PT. BIOTECH SURINDO. Disusun Oleh: Tony Handoko, ST, MT

FORMULIR FORMAT SAMPUL MUKA LAPORAN PENGABDIAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ASAM BASA PT. BIOTECH SURINDO. Disusun Oleh: Tony Handoko, ST, MT FORMULIR FORMAT SAMPUL MUKA LAPORAN PENGABDIAN No F-17 Berlaku 21 Juni 2012 Revisi 0 Unit LPPM Hibah Pengabdian bagi Pembangunan Masyarakat Perjanjian No: III/LPPM/2015-02/1-PM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ASAM

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Sungai dan Klasifikasi Sungai Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai adalah jalur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa

Lebih terperinci

BAB 3 SEDIMENTASI. Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara

BAB 3 SEDIMENTASI. Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara BAB 3 SEDIMENTASI 3.1. Teori adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan

Lebih terperinci

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan ST MT Team Teaching: Ir. Chandra Hassan Dip.HE, M.Sc Pengantar Fluida Hidrolika Hidraulika merupakan satu topik

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN PRAKATA DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRACT

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN PRAKATA DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRACT DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii PENGESAHAN iii PRAKATA iv DEDIKASI vi RIWAYAT HIDUP PENULIS vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara

Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan Air Limbah Batubara Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya am Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 Optimasi Penggunaan Koagulan Pada Pengolahan

Lebih terperinci

MAKALAH FLUID MIXING CLARIFIER TANK PADA PT.HINDOLI

MAKALAH FLUID MIXING CLARIFIER TANK PADA PT.HINDOLI MAKALAH FLUID MIXING CLARIFIER TANK PADA PT.HINDOLI DISUSUN OLEH : MEYTA RAHMA (03101403036) YOHANNES CHRISTIAN (03101403037) ADELIA SARTIKA ADIPATI (03101403040) DIAN DERMAWAN PUTRA (03101403043) OVIA

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI FLUID STTIS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi fluida statis.. Memahami sifat-sifat fluida

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip Kerja Pompa Hidram Prinsip kerja hidram adalah pemanfaatan gravitasi dimana akan menciptakan energi dari hantaman air yang menabrak faksi air lainnya untuk mendorong ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan perindustrian air bersih bagi masyarakat umum.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air yang terus meningkat telah menurunkan kualitas air di seluruh dunia. Pencemaran air disebabkan oleh jumlah manusia dan kegiatan manusia yang beragam.

Lebih terperinci

BAB VIII PEMISAHAN PADAT - CAIR

BAB VIII PEMISAHAN PADAT - CAIR A VIII PEMISAHAN PAAT - CAIR A. ahasan Umum Sedimentasi adalah salah satu bentuk pemisahan padat dan cairan. Ada beberapa jenis operasi pemisahan padatan-cairan yang dapat dijumpai dalam industri kimia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl 3

PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl 3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES ISSN : 111-1 PENGARUH PENCAMPURAN TERHADAP REAKSI HIDROLISA AlCl R. Yustiarni, I.U. Mufidah, S.Winardi, A.Altway Laboratorium Mekanika Fluida dan Pencampuran

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010

SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU. Surabaya, 12 Juli 2010 SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI ELEKTROKOAGULASI PASANGAN ELEKTRODA BESI UNTUK PENGOLAHAN AIR DENGAN SISTEM KONTINYU Oleh : Andri Lukismanto (3306 100 063) Dosen Pembimbing : Abdu Fadli Assomadi S.Si MT Jurusan

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang   Nurul Faqih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini di lndonesia, khususnya di kota-kota besar masalah pencemaran sungai akibat buangan limbah cair industri semakin meningkat, di sisi lain pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor

BAB I PENDAHULUAN. PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Antam (Persero) Tbk. UBPE (Unit Bisnis Pertambangan Emas) Pongkor merupakan salah satu tambang emas bawah tanah (underground) yang terdapat di Indonesia yang terletak

Lebih terperinci