TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik Sistem pertanian organik merupakan salah satu cara untuk pertanian berkelanjutan. Pertanian organik diartikan sebagai suatu sistem produksi tanaman yang berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama dikenal yang sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia, terutama di Daratan Cina. Pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman, melalui praktek seperti pendaur-ulangan unsur hara dari bahan organik (seperti kompos dan sampah tanaman), rotasi tanaman, pengolahan tanah yang tepat dan menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetik (IASA 1990 dalam Reijntjes et al. 1999). Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan hukum pengembalian (law of return). Hukum pengembalian yang dimaksud adalah suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu, limbah pertanaman maupun kotoran ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makan tanaman. Sutanto (2002) menyatakan bahwa filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah, yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Von Uexkull (1984) memberikan istilah "membangun kesuburan tanah". Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah. Selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Prinsip-prinsip pertanian organik sebagaimana ditetapkan oleh International Federation of Organic Agriculture Movement (1990) dalam Sutanto (2002) sebagai berikut: a) menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dan dalam jumlah yang mencukupi, b) menerapkan sistem alami dan tanpa mendominasi alam, c) mengaktifkan dan meningkatkan daur biologis di dalam

2 sistem pertanian, melibatkan mikroorganisme, tumbuh-tumbuhan dan hewan, d) meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah, e) menggunakan sumbersumber yang dapat diperbaharui dalam sistem pertanian yang terorganisir secara lokal, f) mengembangkan suatu sistem tertutup dengan memperhatikan elemenelemen organik dan bahan nutrisi, g) memperlakukan ternak secara alami, h) mengurangi dan mencegah semua bentuk polusi yang mungkin dihasilkan dari pertanian, i) memelihara keragaman genetik di dalam dan di sekeliling sistem pertanian, j) memberikan pendapatan yang memadai dan memuaskan petani, k) mempertimbangkan pengaruh sosial dan ekologis yang lebih luas dari sistem pertanian. Pertanian organik adalah suatu bentuk pertanian yang tidak menggunakan input sintetik seperti pestisida dan pupuk, sehingga dapat menjaga keberlanjutan sistem dalam waktu yang tidak terhingga. Namun demikian, pertanian organik bukan sekedar pertanian tanpa bahan kimia sintetik, pertanian organik menggunakan teknik-teknik seperti rotasi tanaman, jarak tanam yang mencukupi antar tanaman, penggabungan bahan organik ke dalam tanah dan penggunaan pengendalian biologi untuk menaikkan pertumbuhan tanaman yang optimum dan meminimumkan masalah hama (Reijntjes et al. 1999). Pemakaian pestisida botani dipertimbangkan sebagai upaya pengendalian dan digunakan dengan hemat (Stoll 1995 dalam Sutanto 2002). Keberhasilan pertanian organik tergantung pada program pengelolaan penggunaan input-input secara intensif dalam rangka menghasilkan produktivitas tanaman yang optimum. Sutanto (2002) menyatakan bahwa pelaksanaan pengelolaan pertanian organik terdiri atas: a) penambahan bahan organik terdekomposisi, b) rotasi tanaman untuk meningkatkan kesuburan dan mengurangi serangan hama dan penyakit, c) memakai pupuk hijau dan tanaman penutup untuk memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan populasi organisme yang bermanfaat dan mengurangi erosi, d) pengurangan pengolahan tanah (minimum tillage) untuk memperbaiki struktur tanah dan mengurangi erosi, e) memakai tanaman perangkap (trap crops), jasad pengendali biologi dan teknik manipulasi habitat lainnya, seperti tumpang sari atau penggunaan pembatas untuk mempertinggi mekanisme pengendalian biologi alami, f) pembuatan zona penyangga dan pembatas untuk

3 menandai area penghasil organik, serta membantu melindungi area tersebut dari bahan-bahan terlarang. Zona penyangga ditanami dengan tanaman pemecah angin (wind breaker) atau tanaman yang bukan untuk dipanen. Penerapan pengelolaan pertanian organik akan menghasilkan produk yang sangat berkualitas dan bernilai tinggi. Meningkatnya pendapatan dan kesadaran akan pentingnya kesehatan, menjadikan permintaan pangan organik selalu meningkat. Kecenderungan pasar pangan organik dunia tahun 1998 sebesar US$ 13 milyar, meningkat lebih dari dua kali pada tahun 2003 yaitu sebesar US$ 27 milyar. Tahun perdagangan produk pertanian organik dunia telah mencapai nilai rata-rata US$ 17,5 milyar dan diperkirakan pada tahun 2010 pangsa pasar dunia akan mencapai US$ 100 milyar ( WTO dalam Damardjati 2005). Pertanian Input Rendah (Low External Input Agriculture LEIA) Pertanian input rendah mengutamakan penggunaan input lokal, yakni dari lahan dan lingkungan sekitarnya, sekecil mungkin memanfaatkan pasokan yang diperoleh melalui pembelian (Reijntjes et al. 1999). Pertanian input rendah tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bahan luar, seperti pupuk dan pestisida sintetik. Penggunaan input luar tersebut digunakan secara tepat dan hatihati untuk melengkapi kekurangan input lokal. Penggunaan pestisida pada produk pertanian input rendah diatur berdasarkan pemahaman dan ketepatan dalam aplikasinya, sehingga beberapa perusahan yang menggunakan cara tersebut, menyebutkan produk pertanian mereka aman (safe agricultural products). LEISA (low external input sustainable agriculture) adalah pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam (tanah, air, tumbuhan dan hewan lokal) dan manusia (tenaga, pengetahuan dan keterampilan) yang secara ekonomis layak, mantap secara ekologis disesuaikan menurut budaya dan adil secara sosial. Pemanfaatan input luar tidak dikesampingkan namun dipandang sebagai pelengkap pemanfaatkan sumber daya lokal dan harus memenuhi kriteria diatas (Reijntjes et al. 1999). Berbagai upaya pemerintah dalam mengurangi pengaruh buruk penggunaan pestisida secara konstitusi telah diatur. Aturan tersebut diantaranya adalah pencanangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam GBHN tahun 1983 yang

4 dipertegas kembali dengan Inpres No. 03/1986. Peraturan Pemerintah tentang pelarangan peredaran 57 jenis pestisida dan pelatihan serta penyuluhan kepada pelaku langsung PHT di lapangan merupakan bentuk operasional aturan tersebut. Pertanian Konvensional (High External Input Agriculture HEIA) Pertanian konvensional dicirikan dengan tingginya input luar buatan. Input luar buatan yang dimaksud adalah input yang membutuhkan sejumlah besar bahan bakar minyak untuk memproduksi dan mendistribusikannya, misalnya pupuk sistetik, pestisida sintetik (Reijntjes et al. 1999). Dalam pertanian konvensional pupuk sintetik diaplikasikan secara cepat, langsung dalam bentuk segera diserap tanaman, takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Hal-hal tersebut menjadikan sesuatu tawaran yang sangat menarik untuk diadopsi oleh petani (Reijntjes et al. 1999). Begitu juga penggunaan bahan pengendalian seperti pestisida sintetik, yang diketahui mempunyai kelebihan, seperti praktis dalam penyiapan dan penggunaannya serta reaksi terhadap sasaran cepat. Aplikasi pestisida pada tanaman sayuran yang mempunyai nilai ekanomi tinggi seperti kubis, wortel, tomat dan cabai, seakan-akan menjadi suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan. Keuntungan penggunaan pestisida antara lain efektif, praktis, mudah didapat, relatif murah dan menguntungkan (Sastrosiswojo dan Suhardi 1988). Oka (1995) menyatakan kecenderungan penggunaan pestisida juga berdasarkan alasanalasan bahwa pestisida cepat menurunkan populasi hama, dapat dipergunakan setiap saat dan dimana saja. Walaupun demikian, penggunaan pestisida pada tanaman perlu dipertimbangkan dengan bijaksana. Jika mengaplikasikan pestisida, dianjurkan secara tepat (5 tepat) yaitu: tepat sasaran, tepat jenis, tepat waktu, tepat cara, tepat dosis (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2002). Aplikasi pestisida pada sistem budi daya pertanian konvensional pada tanaman sayuran yang dilakukan sekarang ini cukup mengkhawatirkan. Dadang et al. (2004) melaporkan bahwa petani-petani sayur mempunyai kebiasaan mencampur beberapa jenis pestisida untuk satu kali aplikasi. Pengaruh buruk dari peningkatan penggunaan pestisida modern adalah 1) resurjensi hama, 2) ledakan hama sekunder dan 3) resistensi hama (Flint dan

5 van den Bosch 1981; Untung 1992). Oka (1995) menyatakan bahwa pengalaman Indonesia menggunakan pestisida dalam program intensifikasi padi, sayuran dataran rendah dan dataran tinggi serta perkebunan menimbulkan akibat-akibat samping yaitu: 1) hama sasaran berkembang menjadi tahan (resisten) terhadap pestisida, 2) timbulnya fenomena resurjensi, 3) matinya musuh alami dan organisme bukan sasaran (belut, kodok, cacing, serangga penyerbuk), 4) timbulnya hama sekunder, 5) residu pada tanaman, 6) mencemari lingkungan (tanah, air dan udara), 7) pestisida tertentu dapat menimbulkan pembesaran biologik artinya, konsentrasi pestisida tersebut dalam mata rantai makanan berikutnya semakin besar, seperti DDT, dan 8) pestisida menimbulkan keracunan pada manusia. Purwanta dan Rauf (2000) menyatakan bahwa deltametrin memberi pengaruh yang paling buruk terhadap laba-laba dan serangga predator sedangkan frofenofos terhadap parasitoid. Ankersmit (1953) dalam Oka (1995) melaporkan sejak tahun 1953, Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Yponomeutidae) berkembang menjadi resisten terhadap DDT. Sastrosiswojo (1992) menyatakan bahwa awal tahun 90-an hama P. xylostella juga resisten terhadap berbagai jenis insektisida yang sering diaplikasikan untuk pengendalian hama tersebut. Selanjutnya juga dinyatakan Crocidolomia pavonana Zell. (Lepidoptera: Pyralidae) = Crocidolomia binotalis Zell. (Lepidoptera: Pyralidae) strain Lembang telah menunjukkan daya tahan yang sangat tinggi terhadap berbagai formulasi insektisida. Kubis ( Brasicca oleracea var. capitata) Kubis merupakan salah satu tanaman sayuran yang cukup dikenal di Indonesia, yang dapat dikonsumsi baik dalam keadaan segar maupun olahan. Di Indonesia tanaman kubis secara nasional merupakan sayuran semusim yang produksinya menempati urutan teratas yakni ton dibandingkan dengan produksi sayuran semusim lainnya BPS (2004). Kubis diduga berasal dari Italia, dan kapan waktu introduksi ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti, tetapi telah dibudidayakan sebelum Perang Dunia II pada daerah-daerah pegunungan yang benihnya dibawa dari Eropa, khususnya Belanda (Parmadi dan Sastrosiswojo 1993).

6 Hama Kubis Serangan hama dan patogen merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman kubis di lapangan. P. xylostella merupakan hama utama tanaman kubis dataran tinggi di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi dan banyak daerah lainnya di Indonesia sejak tahun 1916 (Vos 1953 dalam Sastrosiswojo dan Setiawati 1993). Kalshoven (1981) menyatakan bahwa hama utama pada tanaman kubis adalah ulat daun kubis P. xylostella dan ulat krop C. pavonana Pengendalian hama tersebut pada sistem pertanian konvensional dilakukan dengan menggunakan pestisida sintetik dari berbagai merek dagang. Pengendalian hama pada sistem pertanian organik dilakukan secara mekanik dan menggunakan insektisida botani secara efisien dengan mempertimbangkan ambang ekonomi (AE). Ambang ekonomi P. xylostella adalah 0,5 larva per tanaman dan C. pavonana adalah 0,3 kelompok telur per tanaman (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2002). Dadang (2004) menyatakan bahwa ekstrak Swietenia mahogani (Meliaceae) baik aplikasi tunggal maupun dicampur dengan ekstrak Aglaia odorata (Meliaceae) mampu menekan populasi P. xylostella dan C. pavonana di lapangan. Selanjutnya dijelaskan juga bahwa perlakuan ekstrak tersebut mampu menjaga aktivitas musuh alami (parasitoid) dan relatif tidak mengganggu keragaman arthropoda tanah. Sastrosiswojo (1992) menyatakan bahwa musuh alami hama kubis yang potensial untuk mengendalikan larva P. xylostella diantaranya adalah D. semiclausum dan Apanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae). Penyakit Kubis Penyakit penting pada tanaman kubis yang mempunyai nilai ekonomi adalah penyakit busuk hitam (Xanthomonas campestris pv. campestris) Pamm, busuk lunak (Erwinia carotovora) Jones, akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) dan bercak daun (Alternaria spp.) serta diperkecambahan sering terinfeksi rebah kecambah (Rhizoctania solani Kuhn.) (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1994). Penyakit busuk hitam yang disebabkan oleh X. campestris pv. campestris dicirikan dengan adanya bercak kuning menyerupai huruf V di sepanjang pinggir daun mengarah ke tengah daun (Gambar 1a). Tulang-tulang daun berwarna cokelat

7 tua atau hitam. Penyaluran air pada bagian yang bergejala terhambat sehingga daun membusuk dan berwarna hitam. Serangan patogen terjadi mulai dari persemaian kemudian di lapangan, hingga pada pasca panen. Bakteri masuk ke dalam tanaman kubis melalui pori air (hidatoda) pada ujung-ujung berkas pembuluh di tepi daun (Semangun 2000). Selanjutnya dinyatakan juga bahwa bakteri mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji kubis, dalam tanah, sisa tanaman sakit dan inang lain. Penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh E. carotovora biasanya merusak krop pada pasca panen. Gejala awal serangan E. carotovora berupa bercak berair kemudian bercak membesar dan berwarna cokelat kehitaman, serangan lanjut pada bagian yang terinfeksi menjadi lunak (Lampiran 1b), berlendir serta mengeluarkan bau khas (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1994). Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau tetapi dengan adanya bakteri sekunder jaringan tersebut menjadi berbau khas (Machmud 1984 dalam Semangun 2000). (a) Gambar 1 Gejala serangan (a) X. campestris dan (b) E. carotovora pada tanaman kubis. (b) Penyakit akar gada yang disebabkan oleh P. brassicae dicirikan dengan adanya daun-daun yang layu seperti kekurangan air dan akan terlihat jelas bila keadaan udara panas pada siang hari. Akar-akar yang terinfeksi P. brassicae mengadakan reaksi dengan pembelahan dan pembesaran sel yang menyebabkan terjadinya bintil-bintil (Semangun 2000). Akibat serangan P. brassicae tanaman menjadi kerdil dan tidak bisa membentuk krop. Pada malam hari tanaman yang terserang P. brassicae akan segar kembali.

8 Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Alternaria spp. dicirikan dengan timbulnya bercak-bercak bulat konsentris berwarna hitam (A. brassicola Schw.) dan kelabu (A. brassicae Berk.). Penyebaran kedua patogen ini dapat melalui udara dan benih (Semangun 2000). Bercak bulat tersebut merupakan kumpulan spora patogen. Serangan bercak daun pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau dan bila kelembaban tinggi cendawan terlihat sebagai bulu-bulu halus kebiruan di tengah bercak (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2002). Pengendalian penyakit pada sistem pertanian konvensional masih mengutamakan fungisida sintetik dengan aplikasi berjadwal, terutama bila terjadi kabut yang dianggap sebagai pemicu perkembangan penyakit.

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK A. MUBARRAK. Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KUBIS PADA TIGA SISTEM BUDI DAYA A. MUBARRAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK A. MUBARRAK. Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK ABRIANI FENSIONITA. Perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN 1) PEMASYARAKATAN PERTANIAN ORGANIK SEBAGAI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN 2) Suhartini Abstrak Dewasa ini masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum, PENDAHULUAN Latar Belakang Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum, jagung, dan beras. Di banyak negara, kentang berfungsi sebagai makanan pokok karena gizi yang sangat baik

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Anorganik Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian Desa Sukagalih merupakan salah satu desa penghasil sayuran di Kecamatan Mega Mendung. Desa Sukagalih terletak pada ketinggian ± 9-15 meter dpl dengan topografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroberi atau strawberry dalam bahasa Inggris, merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang terpenting di dunia, terutama untuk negara-negara beriklim subtropis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khairunisa Sidik,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis ekosistem yang dikemukakan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah, dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman mentimun berasal dari kaki pegunungan Himalaya. Domestikasi dari tanaman liar ini berasal dari India utara dan mencapai Mediterania pada 600 SM. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis buah-buahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat

BAB I PENDAHULUAN. Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurunnya kualitas lahan akibat sistem budidaya yang tidak tepat dapat dihindari dengan melakukan rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah praktek budidaya berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dibanding dengan jenis sayuran lainnya. Cabai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A

KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG. Oleh: Nur Isnaeni A KETAHANAN DAN PENGARUH FITOTOKSISITAS CAMPURAN EKSTRAK Piper retrofractum & Annona squamosa PADA PENGUJIAN SEMI LAPANG Oleh: Nur Isnaeni A44101046 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Lahan pertanian yang dijadikan objek penelitian berlokasi di daerah lahan pertanian DAS Citarum Hulu, Desa Sukapura, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Bandung dan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian 5 TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak ditanam di Indonesia yang memiliki nilai dan permintaan cukup tinggi (Arif, 2006). Hal tersebut dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan salah satu hama utama tanaman kubis selain Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Di Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pare (Momordica ) merupakan tumbuhan dataran rendah yang seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan, 2002 dalam Irwanto, 2008).

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan produk urutan ketiga sayuran yang dibutuhkan oleh hotel-hotel di Bali setelah tomat dan wortel. Prospek pengembangan budidaya kubis diperkirakan masih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, karena memiliki kandungan gizi cukup,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap serangan hama karena ketersediaan makanan yang terus-menerus bagi serangga hama. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keunggulan nyata dibandingkan dengan pupuk kimia. Pupuk organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanaman yang dilakukan berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan

Lebih terperinci

Pertanian Berkelanjutan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pertanian Indonesia

Pertanian Berkelanjutan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pertanian Indonesia Pertanian Berkelanjutan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pertanian Indonesia Delvi Violita Ekowati Abstrak Tanaman merupakan sumber daya hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Pemanfaatan sumber daya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura terutama jenis sayur-sayuran dan buah-buahan sangat diminati oleh konsumen. Sayuran diminati konsumen karena kandungan gizinya baik dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di muka bumi. Hampir 80% spesies hewan yang ada di bumi berasal dari kelas Insekta. Serangga telah ada

Lebih terperinci

PERTANIAN ORGANIK Oleh: Parlindungan Lumbanraja

PERTANIAN ORGANIK Oleh: Parlindungan Lumbanraja Pengertian dasar: PERTANIAN ORGANIK Oleh: Parlindungan Lumbanraja Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan hukum pengembalian (law of return) yang berarti suatu sistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pertanian organik menjadi suatu bisnis terbaru dalam dunia pertanian Indonesia. Selama ini produk pertanian mengandung bahan-bahan kimia yang berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Allah SWT yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara. Hutan yang dapat memberikan manfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan menunjukkan dampak positif terhadap kenaikan produksi padi nasional. Produksi padi nasional yang

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DPT

LAPORAN PRAKTIKUM DPT LAPORAN PRAKTIKUM DPT HPTU dan PPTU OLEH: SAMSUL HUDA (105040207111020) ASISTEN : FIRMANSYAH KELOMPOK : L / SENIN 11.00 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2010

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Kondisi alam tersebut memberikan peluang bagi sebagian

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Program ini dapat membantu petani dalam pengendalian OPT pada tanaman padi tanpa menggunakan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (± 45 hari), termasuk dalam famili Brassicaceae. Umumnya, pakchoy jarang dimakan mentah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan salah satu tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan salah satu tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan salah satu tanaman hortikultura familia Brassicaceae dan memiliki banyak manfaat kesehatan bagi yang mengonsumsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya

I. PENDAHULUAN. ini belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik, sehingga kekurangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prospek pengembangan beras dalam negeri cukup cerah terutama untuk mengisi pasar domestik, mengingat produksi padi/beras dalam negeri sampai saat ini belum mampu memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang termasuk dalam keluarga kubis-kubisan (Brassicaceae) yang berasal dari negeri China,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung semi adalah jagung manis yang dipanen saat masih muda. Di Asia, jagung semi sangat populer sebagai sayuran yang dapat dimakan mentah maupun dimasak. Budidaya jagung

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pertanian yang berkelanjutan Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gayatri Anggi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sayuran dalam kehidupan manusia sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan gizi, karena sayuran merupakan salah satu sumber mineral dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jambu biji (Psidium guajava) merupakan buah yang mempunyai nilai ekonomi di Indonesia dan memiliki pangsa pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Masalah Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat berpotensi dalam perdagangan buah tropik yang menempati urutan kedua terbesar setelah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura dari jenis sayuran yang memiliki buah kecil dengan rasa yang pedas. Cabai jenis ini dibudidayakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT KUBIS DAN TOMAT PADA TIGA SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN DI DESA SUKAGALIH KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT KUBIS DAN TOMAT PADA TIGA SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN DI DESA SUKAGALIH KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT KUBIS DAN TOMAT PADA TIGA SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN DI DESA SUKAGALIH KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR oleh : SRI WAHYUNI A44102050 PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

SUDIARSO. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

SUDIARSO. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya KAJIAN PERTANIAN ORGANIK TERINTEGRASI SUDIARSO Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Pertanian organik pada prinsipnya adalah penerapan pertanian berwawasan lingkungan (pertanian berkelanjutan). Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci