STRATEGI REGULASI. Maintenance & Operation Management System

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI REGULASI. Maintenance & Operation Management System"

Transkripsi

1 STRATEGI REGULASI Maintenance & Operation Management System

2 Regulasi Infrastruktur/Utilitas di Indonesia Apa itu regulasi infrastruktur? Mengapa perlu regulasi sekarang? Dasar-dasar desain Regulasi Peran dari Badan Regulator

3 Apa itu Regulasi Infrastruktur? Membangun satu sistem - yang terpisah dari pengaruh politik - untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan hak oleh pemegang monopoli; Sarana pengaturan tarif menurut satu formula yang disepakati atau satu kebijakan; Menyediakan mekanisme untuk penyelesaian sengketa

4 Mengapa regulasi infrastruktur sangat diperlukan di masa pasca krisis Indonesia Menjamin adanya kompetisi i dalam penyediaan layanan infrastruktur Melindungi konsumen terhadap perilaku monopoli dalam penyediaan layanan infrastruktur Memisahkan penentuan tarif dari politik Memungkinkan pengembalian biaya sehingga layanan akan sinambung dan diteruskan pada pemakai baru Mengurangi risiko dengan mengurangi biaya modal

5 Apa yang dikerjakan Badan Regulator? Mengupayakan efisiensi dan peninfkatan layanan Menetapkan standar kinerja Memberi insentif untuk meningkatkan O&M Memberi penghargaan untuk manajer yang baik Memberi sanksi untuk kinerja yang jelek Memajukan hubungan yang reponsif kepada kebutuhan langganan Menjaga kelangsungan dan perluasan layanan dengan peningkatan kinerja dan menjamin pengembalian biaya

6 Masalah penetapan regulasi Perlu diputuskan apakah akan dibentuk Badan Regulator tingkat sektor atau multisektor Bagaimana keterkaitan fungsi regulasi dengan kelembagaan dan kerangka kebijakan untuk partisipasi swasta dalam infrastruktur sesuai ketentuan Keppres 7/1998? Perlu diadakan pilihan dari berbagai desain dan strategi regulasi yang mungkin ada

7 Pokok-pokok Desain Pengaturan/Regulasi Landasan kerja yang jelas; kewenangan hukum Penetapan wilayah yang diatur regulator Kejelasan hal-hal yang harus diatur regulator Hak pihak-pihak mengajukan keberatan (appeal) Kepakaran untuk menetapkan regulasi dan membuat keputusan yang mengikat menurut hukum Kewenangan untuk melaksanakan peraturan dan keputusannya sendiri

8 Bentuk-bentuk Regulasi; Hal-hal dasar yang harus diputus Pemerintah Independensi d dari Kementerian/Departemen? t Regulasi teknis/ekonomi yang terpisah? Badan regulator nasional, propinsi atau sektor? Pengendalian keuntungan dan harga; perioda peninjauan kembali? Memonitor hasil; Penetapan tarif yang affordable? Kemungkinan banding thdp keputusan Regulator? Besarnya diskresi yang dimiliki Badan Regulator? (ruang kebebasan membuat kebijakan)

9 Definisi Regulator Yang Independen? Mengambil jarak dari badan usaha yang diatur; menghindari pertentangan kepentingan, termasuk kesan yang mungkin timbul Mengambil jarak dari politik untuk menghindari penyalahgunaan bagi kepentingan politik jangka pendek; menjaga stabilitas saat krisis Para regulator dan staf dikecualikan dari aturan gaji pegawai negeri; pendanaan badan regulator harus khusus untuk menjamin kehadiran pakar

10 Ruang Independensi Badan Regulator Contoh negara yang menerapkan Otonomi penuh dalam menetapkan keputusan; naik banding ke pengadilan dimungkinkan - Australia, AS, Inggris, Bolivia, Meksiko Otonomi penuh mengambil keputusan; Tetapi dapat naik banding ke Menteri - Argentina Otonomi penuh, Badan Regulator mengusulkan kpd Menteri yg mengumumkan keputusan - Jamaika Semi-otonomi (Menteri adalah anggota Badan Pengatur) - Chili, Kolumbia

11 Dasar-dasar Desain Pengaturan/Regulasi Keseimbangan antara keketatan dan kelenturan: 1. Tergantung badan pelaksana; Seberapa mudahkah Pemerintah dapat mengubah sendiri peraturan? 2. Kontrak biasa; kesepakatan antara kedua pihak 3. Kontrak khusus; dapat diubah bagi penyesuaian 4. Perubahan peraturan-perundang-undangan, baik ketetapan legislatif, maupun eksekutif 5. Keputusan eksekutif; Persetujuan legislatif tidak diperlukan

12 Independensi & Pertanggungan Jawab Tanggung Jawab - Kesalahan apa dapat terjadi? Regulator dapat dipengaruhi politisi; Kesalahan dapat terbuat; Inefisiensi dapat dibiarkan; Regulator dapat mengejar kepentingan sendiri; Kesimpulan: Sangat sulit menjaga keseimbangan antara independensi dan pertanggungan-jawab g

13 Independensi dan Pertanggungan Jawab Bagaimana menjamin adanya pertanggungan jawab? Pemberhentian karena pelanggaran yang terbukti atau karena ketidakmampuan Mensyaratkan transparansi yang baik; harus dapat memberikan alasan tepat untuk setiap keputusan Pengendalian pertentangan (konflik) kepentingan Penyediaan proses naik banding yang efektif Keuangan diaudit akuntan yang independen

14 Hubungan Regulator dan Menteri Peran dari Regulator Memberi lisensi & ijin lingkup teknis Mengatur tarif & ketentuan pengoperasian Menetapkan standar operasional dan kinerja ekonomi dan finansial Memutuskan persengketaan antara operator dan Pemerintah atau hal pengaduan konsumen Memantau hal kepatuhan kepada ketentuan Menerapkan sangsi terhadap pelanggaran

15 Hubungan Regulator dan Menteri Peran dari Kementerian/Departemen Perencanaan sektor dan pembuatan kebijakan (policy), termasuk mendesain dan melimpahkan kontrak kerjasama; project life cycle Menetapkan dan menegakkan kerangka hukum, termasuk Kepmen, amendemen, mengangkat beberapa regulator utama Menetapkan pajak sektoral dan hal subsidi Negosiasi antar lembaga pemerintah

16 Contoh-contoh desain regulator Kerajaan Inggris - Satu Pengambil Keputusan Amerika Serikat - Badan beberapa anggota Argentina - Menetapkan keputusan, tetapi keberatan dapat diajukan kepada Menteri Jamaika - Regulator memberi rekomendasi kepada Menteri yang mengumumkan Negara lain - Menteri tetap berwenang dan menetapkan semua keputusan

17 Kerangka Regulasi Kerajaan Inggris Director General, Office of Water Services Bertanggung jawab menetapkan price caps, menetapkan insentif, memonitor keuangan dan manajemen, menyelesaikan persengketaan, melindungi konsumen, menjaga standar kinerja, menetapkan persyaratan pemberian lisensi, mempromosikan kompetisi didalam industri ybs.

18 Kerangka Pengaturan Kerajaan Inggris (lanjutan 1) DG of OFWAT tidak bertanggung-jawab dalam memberi lisensi, menetapkan struktur legal bagi industri, penetapan standar kualitas air, maupun dalam mengontrol keuntungan penyedia layanan DG diangkat untuk masa jabatan tertentu oleh Secretary of State, t dan dapat diberhentikan karena pelanggaran atau ketidakmampuan Keputusan DG adalah a final, tetapi dapat ditinjau kembali oleh Pengadilan Tinggi

19 Kerangka Pengaturan Kerajaan Inggris (lanjutan 2) Price caps ditetapkan setiap lima tahun; hanya kinerja yang diatur. Keuntungan diperoleh dari peningkatan efisiensi. i i Pengembalian biaya diperoleh didalam jangkauan price cap Kegagalan dalam memenuhi standar kinerja tertentu mensyaratkan badan usaha swasta dikenakan denda ganti rugi kepada konsumen yang terkena

20 Kerangka Regulasi AS dan Kanada Komisi tingkat negara bagian atau propinsi (beranggotakan 3 sampai 7 orang) Bertanggung g jawab atas semua regulasi termasuk penetapan tarif dan pengkajian kembali secara cermat, pemberian sertifikat teritorial, pemonitoran, membuat ketentuan, menegakkan peraturan, pengkajian biaya, meng-audit keuangan dan manajemen, memutuskan penyelesaian persengketaan antar utilitas dan antar konsumen dengan utilitas.

21 Kerangka Regulasi AS dan Kanada (lanjutan 1) Anggota Badan regulator dapat ditunjuk atau dipilih, untuk masa jabatan tertentu, dan dapat diberhentikan karena satu pelanggaran. Keputusan yang diambil adalah final dan didasarkan satu penelitian, dengar pendapat masyarakat, dan dokumen; pihak-pihak terkait dapat naik banding ke pengadilan Terutama menggunakan rate base/rate of return, tetapi sering digunakan metodologi lain

22 Kerangka Regulasi AS dan Kanada (lanjutan 2) Tingkat kepercayaan sangat tinggi pada sistem ini; modal investasi swasta senantiasa tersedia untuk menyediakan infrastruktur di AS dan Kanada Tarif yang ditetapkan memungkinkan pengembalian biaya sepenuhnya, termasuk biaya operasi dan pemeliharaan dan perolehan pengembalian modal (rate of return) )yang memadai

23 Kerangka Regulasi Argentina Sebagai bagian dari konsesi air minum Buenos Aires, untuk mana pada tahun 1992 diundangkan satu Regulatory Law, termasuk pembentukan Badan Regulator (ETOSS) Badan Regulator independen dari Water Ministry; dan berbentuk komisi yang beranggotakan dari berbagai kementerian dan buruh Staf ETOSS umumnya adalah mantan pegawai Buenos Aires Water Utility

24 Kerangka Regulasi Argentina (lanjutan 1) ETOSS dibiayai i dari pungutan 2,7% atas semua penjualan air oleh pemegang konsesi ETOSS masa jabatan keanggotaannya ialah untuk 6 tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali ETOSS memonitor kinerja pemegang konsesi, menegakkan kepatuhan pada perjanjian kerjasama, dan mengenakan denda untuk pelanggaran Tarif dinegosiasi untuk perioda-perioda yang telah ditetapkan dalam kontrak, a.l. besar inflasi

25 Kerangka Regulasi Argentina (lanjutan 2) Berdasarkan model ETOSS, sekarang setiap lembaga pemerintah yang membina kerjasama dengan swasta dalam penyediaan air minum telah membentuk Badan Regulator sendiri (sejak 1992 telah diberikan 7 konsesi air minum di Argentina) Lembaga Pemerintah bersangkutan berkoordinasi dengan ETOSS untuk kesamaan dalam regulasi dan pembiayaan mandiri. Hasil: tarif rendah dan kualitas tinggi

26 Contoh bentuk kelembagaan Regulasi ; Kasus Malaysia UU memberi otoritas pada 13 negara bagian Enam negara bagian melakukan unbundling pada layanan infrastruktur Regulasi dan monitoring pada tingkat negara bagian, dengan standar nasional Tarif dengan kontrak; Menteri beri persetujuan Menteri Pekerjaan Umum menetapkan standar teknis dan indikator penilaian kinerja Hasil: Investasi baru dan tarif rendah

27 Regulasi Ekonomi dunia bisnis swasta Regulasi bidang infrastruktur Regulasi ekonomi oleh Pemerintah untuk mengendalikan operasi dunia bisnis i swasta kiranya bukan sesuatu yang baru Yang mungkin baru ialah regulasi dibidang infrastruktur dengan Regulator independen

28 Regulasi bidang infrastruktur Gejala global: Pengaturan oleh Pemerintah (terutama karena kepemilikan) beralih ke pengaturan oleh Badan Regulator yang independen Regulasi diperlukan dimana monopoli oleh sektor publik dialihkan menjadi monopoli oleh sektor swasta

29 Tiga masalah regulasi Regulasi yang berhasil harus dapat mengatasi secara simultan tiga masalah berikut: Asimetri informasi Pengaturan harga Komitmen Pemerintah

30 Mengatasi asimetri informasi Kompetisi langsung (outright competition) Kompetisi dengan perbandingan (competition by comparison) Pelelangan (Auctions) Tantangan pasar (Market contestability) melalui tantangan entre baru Terkait struktur pasar yang dibina.

31 Pengaturan Harga Dimana monopoli tak dapat dihindari, pengaturan harga diperlukan untuk menjamin Badan Usaha Swasta mendapatkan pengembalian biaya investasi yang wajar dan melindungi i kepentingan konsumen Harga dapat diatur Badan Regulator menggunakan: Rate of Return Regulation Price Cap Regulation Benchmark Regulation Masing-masing memiliki bentuk insentif tersendiri bagi investor.

32 3 Model Pengaturan Harga Rate of Return Regulation (RORR) Tarif remunerasi ditetapkan untuk menjamin BUS memperoleh kembali biaya disertai keuntungan wajar (masalah: penentuan fixed costs/base rate) Price Cap Regulation (RPI-X regulation) X ditentukan oleh Badan Regulator, BUS dapat menaikan keuntungan melalui efisiensi Benchmark Regulation Satu bentuk RORR dengan perhitungan cost yang dikendalikan (tidak sama dengan actual cost)

33 Regulasi Harga & Frekuensi Penyesuaian Contoh Bidang Telekomunikasi Argentina - PC - 6 bulan Chili - BM - 5 tahun Jamaika - ROR - Permintaan BUS Malaysia - PC - Permintaan BUS Meksiko - PC - 4 tahun Filipina - ROR - Permintaan BUS Venesuela - PC - 4 bulan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari tahun 1959, pemerintah Indonesia dengan konfrontasi politiknya mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda. Namun yang terjadi setelah mengambil

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Briefing October 2014 Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Patrick Heller dan Poppy Ismalina Universitas Gadjah Mada Memaksimalkan keuntungan dari sektor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU sukarmi@kppu.go.id 1 KEBERADAAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA KPPU dan Performanya dalam menjalankan UU No. 5/1999 2 - LATAR BELAKANG - 1 Masyarakat belum mampu berpartisipasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20.. TENTANG LAPORAN PENERAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

Sub Sektor Bank BAB I PENDAHULUAN

Sub Sektor Bank BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam mendukung perekonomian di Indonesia, bank merupakan salah satu lembaga yang menjadi fondasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI

Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD 1945 Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI BIAYA PENYELESAIAN KRISIS SEKTOR PERBANKAN Diambil dari paper Anwar Nasution, Stabilitas Sistem

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Berdasarkan hasil wawancara dan literatur, isu utama yang dihadapi PDAM Kota Bandung adalah nya kualitas pelayanan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan visi misi pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAERAH DAN PEMBANGUNAN

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAERAH DAN PEMBANGUNAN SALINAN LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR : 11 TAHUN 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 28 TAHUN 2001 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal Indonesia merupakan salah satu wadah berinvestasi yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal Indonesia merupakan salah satu wadah berinvestasi yang baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal Indonesia merupakan salah satu wadah berinvestasi yang baru berkembang di Indonesia. Pasar modal adalah suatu situasi dimana para penjual dan pembeli dapat

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Melalui wawancara dengan Ir. HM. Nasija Warnadi, MM. selaku Direktur PDAM Kabupaten Cirebon dan studi literatur dari buku (majalah) Air Minum terbitan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL Oleh FRANS S. SUNITO DIREKTUR UTAMA PT JASA MARGA (PERSERO) KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-8, HOTEL MERCURE,JAKARTA, 4-5 SEPTEMBER 2007 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK,

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation (selanjutnya disebut CMIM) adalah untuk menyusun pengaturan

Lebih terperinci

RANCANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002

RANCANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002 Draft 7 Maret 2003 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2002 TENTANG JUAL BELI, SEWA JARINGAN TRANSMISI DAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754,2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754,2012 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Yth. Direksi Manajer Investasi di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal... Peraturan

Lebih terperinci

www.bphn.go.id www.bphn.go.id www.bphn.go.id Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN - Yth. Direksi Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Dalam melaksanakan proses

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Dalam melaksanakan proses BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap perusahaan pasti akan melaporkan dan menerbitkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak tersebut

Lebih terperinci

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan penting dalam pendirian perusahaan adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan penting dalam pendirian perusahaan adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan penting dalam pendirian perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang sahamnya. Namun terkadang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: Mengingat: a. bahwa untuk mendorong

Lebih terperinci

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2017 KEMENPU-PR. Pengusahaan Jalan Tol. Pangadaan Badan Usaha. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika

Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika Modul ke: Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika Fakultas Pasca Sarjanan Dr. Ir. Sugiyono, Msi. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Source: Jones, G.R.2004. Organizational Theory, Design,

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT. CS L3 Rincian Administratif dari Kebijakan. Piagam Komite Audit CS L3. RAHASIA Hal 1/11

PIAGAM KOMITE AUDIT. CS L3 Rincian Administratif dari Kebijakan. Piagam Komite Audit CS L3. RAHASIA Hal 1/11 PIAGAM KOMITE AUDIT Rincian Administratif dari Kebijakan Nama Kebijakan Piagam Komite Audit Pemilik Kebijakan Fungsi Corporate Secretary Penyimpan Kebijakan - Fungsi Corporate Secretary - Enterprise Policy

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan

BAB I PENDAHULUAN. Jika manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Adanya pemisahan kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan perusahaan atau terjadinya hubungan agensi seperti ini rawan terjadinya konflik, yaitu konflik kepentingan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang No.349, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Tata Kelola. Terintegrasi. Konglomerasi. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5627) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PD BPR BAHTERAMAS WAKATOBI TAHUN 2017

LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PD BPR BAHTERAMAS WAKATOBI TAHUN 2017 LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PD BPR BAHTERAMAS WAKATOBI TAHUN 2017 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga intermediasi keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana dari dan untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation-PSO) sampai saat ini belum berjalan dengan baik. Secara umum permasalahan tersebut antara lain adalah belum adanya persepsi yang sama tentang

Lebih terperinci

Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru JADWAL KOMITMEN PERPINDAHAN ORANG PERSEORANGAN SELANDIA BARU

Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru JADWAL KOMITMEN PERPINDAHAN ORANG PERSEORANGAN SELANDIA BARU Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru JADWAL KOMITMEN PERPINDAHAN ORANG PERSEORANGAN SELANDIA BARU www.djpp.de.id 1. Komitmen Selandia Baru di bawah Bab Perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perubahan harga saham akan menyebabkan return saham yang berubah-ubah. Return

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perubahan harga saham akan menyebabkan return saham yang berubah-ubah. Return 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menentukan pemilihan investasi di pasar modal, nilai harga saham menjadi pertimbangan yang sangat penting. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disalurkan kembali kemasyarakat untuk menjalankan proses perekonomian.

BAB 1 PENDAHULUAN. disalurkan kembali kemasyarakat untuk menjalankan proses perekonomian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan berperan sebagai jantungnya perekonomian suatu negara. Sebagai lembaga intermediasi keuangan, dana yang dihimpun oleh bank disalurkan kembali kemasyarakat

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /SEOJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERBUKA 2 PRINSIP DAN REKOMENDASI TATA KELOLA A. Hubungan Perusahaan Terbuka Dengan Pemegang

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

-1- LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

-1- LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK -1- LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /SEOJK.04/2017 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pelaku usaha atas usaha yang dijalankannya atau perusahaan yang telah didirikannya pasti memiliki harapan agar perusahaan tersebut dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Good Corporate Governance Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee Inggris pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam

Lebih terperinci

PERSAINGAN USAHA DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA

PERSAINGAN USAHA DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA PERSAINGAN USAHA DALAM INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA Latar belakang Perkembangan berbagai aspek kehidupan dan sektor ekonomi di dunia dewasa ini terasa begitu cepat, kecepatan perubahan tersebut sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Regulasi Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia dimulai dengan aturan monopoli, yang diatur oleh UU (undang undang) no 5 tahun1964 [1]. Kemudian pada tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam perusahaan baik dari perusahaan kecil, perusahaan menengah, dan

BAB I PENDAHULUAN. macam perusahaan baik dari perusahaan kecil, perusahaan menengah, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis semakin pesat dengan munculnya berbagai macam perusahaan baik dari perusahaan kecil, perusahaan menengah, dan perusahaan besar. Hal ini memerlukan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /PER/MWA UPI/2016

RANCANGAN PERATURAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /PER/MWA UPI/2016 RANCANGAN PERATURAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA NOMOR /PER/MWA UPI/2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen

BAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

Kegagalan Pasar Dan Peran Sektor Publik. Wahyudi Kumorotomo

Kegagalan Pasar Dan Peran Sektor Publik. Wahyudi Kumorotomo Kegagalan Pasar Dan Peran Sektor Publik Wahyudi Kumorotomo Jenis Kegagalan Pasar 1. Eksternalitas negatif 2. Barang publik 3. Monopoli 4. Ketiadaan jaminan & skala ekonomi yg tepat 5. Informasi asimetris.

Lebih terperinci

Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan 1. Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya. Pasar modal perusahaan real estate and property di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. usahanya. Pasar modal perusahaan real estate and property di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang di dunia, hal tersebut ditandai dengan perkembangan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan perekonomian

Lebih terperinci

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis Tanggal Mulai Berlaku: 2/28/08 Menggantikan: 10/26/04 Disetujui Oleh: Dewan Direksi TUJUAN PEDOMAN Memastikan bahwa praktik bisnis Perusahaan Mine Safety Appliances ("MSA")

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2000 T E N T A N G KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

APLIKASI TEORI PADA REGULASI AKUNTANSI. Ada tiga teori yang relevan pada akuntansi dan auditing yang dapat diaplikasikan

APLIKASI TEORI PADA REGULASI AKUNTANSI. Ada tiga teori yang relevan pada akuntansi dan auditing yang dapat diaplikasikan APLIKASI TEORI PADA REGULASI AKUNTANSI Ada tiga teori yang relevan pada akuntansi dan auditing yang dapat diaplikasikan dalam regulasi akuntansi. Ketiga teori tersebut adalah : 1. Teori pasar efisien (theory

Lebih terperinci

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015 Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan SAMARINDA, 2 juli 2015 1 POKOK BAHASAN 1 2 3 4 5 6 Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan OJK Fungsi, Tugas dan wewenang OJK Governance

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /POJK.04/2017 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN EFEK YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PENJAMIN EMISI EFEK DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian... DAFTAR ISI Sampul Depan. 1 Daftar Isi...... 2 Bab I : Pendahuluan..... 3 Bab II : pembahasan 1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 5 1. Pengertian....... 5 2. Latar Belakang PMDN... 5 3. Faktor Faktor

Lebih terperinci

Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi

Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi Rakornas Telematika dan Media 2008 Kamar Dagang Dan Industri Indonesia Jakarta, 23 Juni 2008 Latar Belakang Resiko-resiko yang Mungkin

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat sejalan dengan meningkatnya trend tuntutan pasar terhadap mobilitas perpindahan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan.francis et al. Secara garis besar cost of debt dapat dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan.francis et al. Secara garis besar cost of debt dapat dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang perusahaan saat akan memulai bisnisnya harus memiliki ide dan strategi yang baik dan tepat agar bisa bersaing karena perkembangan ekonomi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN UMUM DAERAH AIR MINUM TIRTA MERAPI KABUPATEN KLATEN DENGAN

Lebih terperinci

Keterangan pemerintah pada sidang kali ini akan kami bagi dalam 3 (tiga) Bagian.

Keterangan pemerintah pada sidang kali ini akan kami bagi dalam 3 (tiga) Bagian. RAPAT KERJA KOMISI XI DPR-RI DENGAN MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG MATA UANG DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG AKUNTAN PUBLIK DI GEDUNG DPR-RI

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pilihan utang dan modal sebagai sumber pendanaan, merupakan keputusan penting yang mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan memiliki beberapa alternatif dalam

Lebih terperinci