II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam Soemarno MS (1991), mendefinisikan sumberdaya sebagai segala sumber persediaan yang secara potensial dapat didayagunakan. Dari sudut pandang ekonomi, sumberdaya mengandung arti masukan (input) dalam suatu proses produksi yang dapat menghasilkan produk yang bermanfaat, berupa barang dan jasa. Randall A (1989) mengatakan bahwa sumberdaya adalah segala sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Sumberdaya alam dapat juga diartikan sebagai segala sumber hayati dan non hayati yang dimanfaatkan manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Dengan kata lain, sumberdaya alam adalah faktor produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (Fauzi A 2004). Lebih jauh Fauzi A (2004) menjelaskan bahwa, secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok stok dan kelompok flows (alur). Kelompok sumberdaya stok merupakan jenis sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (non renewable) atau terhabiskan (exhaustible). Sumberdaya ini dianggap memiliki sumberdaya terbatas, sehingga eksploitasi terhadap jenis sumberdaya ini akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Termasuk dalam jenis sumberdaya ini antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi. Kelompok kedua adalah flows (alur). Sumberdaya flows merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable). Kuantitas fisik sumberdaya ini berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dapat dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dimasa mendatang. Regenerasi dari sumberdaya ini ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Ikan misalnya, regenerasi dari sumberdaya ini sangat tergantung dari proses biologi (reproduksi). Sementara energi surya, pasang surut, angin dan sebagainya tidak tergantung pada proses biologi, akan tetapi meski pun ada sumberdaya yang bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah terlewati, sumberdaya ini akan menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (Fauzi A 2004).

2 6 2.2 Sumberdaya Ikan Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 4, ikan didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Dalam pengelompokkan sumberdaya alam, ikan termasuk sebagai sumberdaya flows atau sumberdaya yang bersifat dapat diperbaharui atau memperbaharui diri (renewable). Nikijuluw VPH (2001) menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open acces (akses terbuka) dimana siapa saja bisa berpartispasi memanfatkan sumberdaya tersebut tanpa harus memilikinya. Lebih lanjut Nikijuluw VPH (2001) mengemukakan 3 (tiga) sifat khusus yang dimilki oleh sumberdaya ikan, yaitu: 1) Ekskludabitas Sifat phisik ikan yang bergerak ditambah lautan yang cukup luas membuat upaya pengendalian dan pengawasan terhadap sumberdaya ikan bagi stakeholder tertentu menjadi sulit. 2) Subtraktabilitas Suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain dalam pemanfatan sumberdaya, akan tetapi berdampak negatif pada kemampuan orang lain dalam memanfaatkan sumberdaya yang sama 3) Indivisibilitas Sifat ini pada hekekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdya milik bersama sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walau pun secara administratif pembagian ataupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas manajemen Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis merupakan ikan yang hidup pada lapisan permukaan perairan sampai tengah (mid layer). Ikan pelagis umumnya hidup secara bergerombol baik dengan kelompoknya mau pun jenis ikan lain. Ikan pelagis bersifat fototaxis positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Bentuk tubuh ikan menyerutu (stream line) dan merupakan perenang cepat (Mukhsin I 2002).

3 7 Berdasarkan ukurannya Direktorat Jenderal Perikanan (1998) diacu dalam Bakosurtanal (1998) mengelompokkan ikan pelagis menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : 1) Pelagis Besar Mempunyai ukuran cm (ukuran dewasa), umumnya ikan pelagis besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat. Contoh dari kelompok ini antara lain ikan tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), dan tongkol (Euthynnus spp). 2) Pelagis Kecil Mempunyai ukuran 5-50 cm (ukuran dewasa), didominasi oleh 6 kelompok besar, yaitu kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), jenis selar (Selaroides sp dan Atale sp), lemuru (Sardinella sp) dan teri (Stolephorus sp) Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup dilapisan permukaan, sampai kedalaman m, tergantung pada kedalaman laut. Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami up welling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomassa yang besar (Mukhsin I 2002) Sumberdaya Ikan Demersal Widodo J (1980) mengungkapkan perubahan ikan demersal berdasarkan sifat ekologinya, yaitu reproduksi yang stabil, hal ini disebabkan oleh : (1) Habitat di lapisan dasar laut yang relatif stabil, sehingga mengakibatkan daur hidup ikan demersal juga stabil. (2) Daerah ruayanya yang sempit dan ikan demersal cenderung menempati suatu daerah dengan tidak membentuk kelompok besar, oleh karena itu besar sediaannya sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang ditempatinya. Apabila kondisi lingkungan memburuk, ikan pelagis masih mampu beruaya ke daerah perairan baru yang lebih baik kondisinya, sedangkan jenis ikan demersal tidak mampu untuk menghindar, sehingga dapat mengakibatkan penurunan stok sumberdaya ikan demersal. Ikan demersal pada umumnya dapat hidup dengan baik pada perairan yang bersubtrat lumpur, lumpur berpasir, karang dan karang berpasir (Fischer W dan PJP Whiteahead 1974)

4 Sumberdaya Ikan Teri Menurut Hutomo, Burhanuddin, A Djamali dan S Martosewojo (1987) ikan teri adalah semua jenis dari marga Stolephorus dari anak suku Engraulinae, anggota suku Engraulidae. Pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, yang berukuran relatif besar bisa mencapai 17, cm Ikan teri, Stelophorus, bersifat pelagik, menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara %. Umumnya hidup dalam gerombolan, terutam jenis-jenis yang berukuran kecil, yang terdiri atas ratusan sampai ribuan ekor. Jenis-jenis yang besar seperti Stolephorus indicus dan Stolephorus commersoni lebih bersifat soleter, sehingga tertangkap hanya dalam jumlah kecil (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Laevastu T dan MI Hayes (1981) mengatakan bahwa ikan-ikan teri selama siang hari membentuk gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari, dimana ketebalan gerombolan ini mencapai 6-15 m. Kedalaman renang dari gerombolan teri bervariasi selama siang haridan bermigrasi kedaerah yang dangkal (permukaan) pada pagi dan sore hari. 2.3 Estimasi Stok Ikan Menurut Aziz KA (1989), suatu unit stok adalah sebuah kelompok yang berdiri sendiri, tanpa campur dari luar dan mempunyai karakteristik biologi dan dampak penangkapan seragam. Stok juga bisa didefenisikan sebagai masalah operasional, yaitu suatu sub kelompok dalam suatu spesies dapat diperlakukan sebagai stok jika perbedaan-perbedaan dalam kelompok tersebut dan pencampuran dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah (Gulland JA 1983 diacu dalam Sparre P and SC Venema 1999). Menurut Endroyono (2002), untuk menduga stok ikan di daerah tropis diperlukan pengetahuan tentang karakteristik dari ikan tersebut. Karekteristik tersebut meliputi keragaman spesies yang relatif banyak, sedangkan gerombolan dari tiap spesies tersebut relatif kecil dibandingkan dengan daerah tropis. Selain itu ikan tropis biasanya memijah dua kali dalam setahun.

5 9 Stok ikan pada suatu perairan dapat juga diduga dengan menggunakan dua metode, yaitu metode analitik dan metode holistic. Metode analitik digunakan untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya, dengan melihat frekuensi panjang atau umur ikan. Metode holistik digunakan untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya tanpa ada data komposisi ukuran ( Sparre P dan SC Venema 1998). Sparre P dan SC Venema (1998), menyatakan bahwa model yang sering digunakan untuk mengkaji stok ikan adalah model produksi surplus/surplus produksi, yaitu suatu model untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data produksi dan upaya. Dengan metode akan diketahui tingkat upaya optimal, suatu upaya yang dapat menghasilkan produksi (hasil tangkapan) yang lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok ikan dalam jangka panjang, atau yang dikenal dengan hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). 2.4 Pengelolan Sumberdaya Ikan Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu upaya untuk mengantisipasi terjadinya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penerapan kebijakan open access terhadap permasalahan ekologi dan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Upaya ini muncul sebagai respon terhadap masalahmasalah yang terjadi dari praktek open access, berupa kerusakan sumberdaya hayati laut maupun konflik antar nelayan di wilayah perairan (Satria A 2001). Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 7, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, implementasi, serta penegakkan hukum dari peraturan perundangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya ikan dan tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya pada pasal 2 Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

6 10 FAO (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfaatan, sumberdaya perikanan dibagi menjadi 6 (enam) kelompok yaitu : 1) Unexploited Stok sumberdaya ikan belum tereksploitasi (belum terjamah), sehingga aktifitas penangkapan ikan sangat dianjurkan guna memperoleh manfaat dari produksi. 2) Lightly exploited Sumberdaya ikan baru tereksploitasi dalam jumlah sedikit (< 25% dari MSY). Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya, dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) masih bisa meningkat. 3) Moderately exploited Stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya. CPUE mungkin mulai menurun. 4) Fully exploited Stok sumberdaya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan walaupin jumlah tangkapan masih bisa meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan. CPUE pasti menurun. 5) Over exploited Stok sumberdaya sudah menurun karena tereksploitasi melebihi MSY. Upaya penangkapan harus diturunkan karena kelestarian sumberdaya ikan sudah terganggu. 6) Depleted Stok sumberdaya ikan dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah sangat terancam. 2.5 Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 6 menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan

7 11 Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Menurut Simanjuntak S (2000) konsep dasar dari sustainability adalah penggunaan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tidak terkuras atau rusak secara permanen. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai batas kekuatan sumberdaya alam tersebut sampai seberapa jauh bisa digunakan tanpa terkuras atau rusak secara permanen Menurut World Commission on Environment and Development (WCED) (1987) diacu dalam Dahuri R (2003), pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Charles AT (2001), keberlanjutan pembangunan perikanan mengandung 4 (empat) komponen dasar yang harus terpenuhi. Komponen dasar tersebut adalah sebagai berikut : 1) Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability). Berhubungan dengan stok dari sumberdaya ikan, daya dukung lingkungan dan keseimbangan dari ekosistem. 2) Keberlanjutan sosial-ekonomi (socioeconomic sustainability). Berhubungan dengan pemerataan kesejahteraan yang akan dan bisa diperoleh oleh generasi berikutnya dengan pemanfaatan sumberdaya ikan. 3) Keberlanjutan masyarakat (community sustainability). Berhubungan dengan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat nelayan, sehingga dengan ini di diharapkan pengelolaan ikan secara berkelanjutan akan terus berlangsung secara turun temurun dari satu generasi kapada generasi berikutnya. 4) Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability) Berhubungan dengan dukungan dari lembaga (pemerintah maupun swasta), administrasi yang baik dan keuangan sebagai prasyarat tercapainya 3 (tiga) komponen dasar sebelumnya. Dengan pendekatan ini, tampak bahwa pembangunan perikanan yang berkelanjutan bukan semata-mata ditujukan untuk kelestarian sumberdaya ikan itu

8 12 sendiri atau keuntungan ekonomi saja, melainkan juga keberlanjutan masyarakat dan lembaga perikanan. 2.6 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Model Surplus Produksi Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield) atau disingkat MSY. Inti dari konsep ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Dengan kata lain konsep ini hanya mempertimbangkan faktor biologi ikan semata (Fauzi A 2004). Menurut Aziz KA (1989) model surplus produksi adalah salah satu model yang digunakan dalam pengkajian stok ikan, yaitu dengan dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan adalah suatu parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi ini diharapkan dapat mengganti bioamassa yang hilang akibat kematian, penangkapan mau pun faktor alami. Produksi yang berlebih dari kebutuhan penggantian dianggap sebagai surplus yang dapat dipanen. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan surplus yang diproduksi maka perikanan tersebut berada dalam kondisi equilibrium atau seimbang. Fauzi A (2004) mengatakan bahwa fungsi pertambahan atau pertumbuhan atau perubahan stok biomass ikan yang pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi awal periode (terjadi secara alami), disebut sebagai density dependent growth. Hubungan ini secara matematik dinotasikan sebagai : x t + 1 x = F( x)...(2.1) dalam bentuk fungsi yang kontinyu menjadi : x = F(x) t...(2.2) Fungsi density dependent growth yang umum digunakan dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth model).

9 13 model pertumbuhan logistik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : dimana : x x = F( x) = rx (2.3) t K x = F(x) = perubahan stok ikan atau fungsi pertumbuhan stok ikan, t x = stok ikan r = laju pertumbuhan intrinsik ikan K = adalah kapasitas daya dukung lingkungan. F(x) 0 1 K K x 2 Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Logistik (Fauzi A 2004) Dari persamaan matemetis dan Gambar 1 tersebut di atas terlihat bahwa dalam kondisi keseimbangan yang terjadi secara alami, dimana laju pertumbuhan sama dengan nol ( x / t = 0), tingkat populasi akan sama dengan K (carrying capacity). Carrying capacity sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan instrinsik (r), dimana semakin tinggi nilai r, semakin cepat tercapainya carrying capacity. Tingkat maksimum pertumbuhan akan terjadi pada kondisi setengah dari carrying capacity atau K/2. Tingkat ini disebut juga sebagai Maximum Sutainable Yield atau MSY.

10 14 Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumberdaya ikan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana merupakan faktor input yang biasa disebut upaya atau effort. Aktifitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut : h = qxe.....(2.4) dimana : h = produksi q = koefisien daya tangkap x = stok ikan E = Upaya (effort) dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi, maka fungsi perubahan stok ikan menjadi : x t F x rx = ( ) = 1 x h K x = rx 1 qxe.. (2.5) K x dalam kondisi keseimbangan dimana = 0, maka persamaan (2.5) berubah t menjadi persamaan sebagai berikut : x qxe = rx (2.6) K dari persamaan (2.6) diperoleh nilai stok ikan (x) sebagai berikut : qe x = K (2.7) r dengan mensubtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.4) diperoleh persamaan berbentuk kuadratik terhadap input yang disebut sebagai fungsi produksi lestari atau yang dikenal dengan yield effort curve sebagai berikut : qe h = qke (2.8) r

11 15 Yield h MSY MSY Produksi Lestari 0 E E MSY Max Effort Gambar 2. Model Pertumbuhan Schaefer (kurva produksi lestari) ( Fauzi A 2004; Lawson RM 1984) Persamaan (2.8) dan Gambar 2 di atas menunjukkan hubungan kuadratik antara produksi (yield) dengan upaya (effort) yang kurvanya berbentuk simetris, yang merupakan penerapan dari konsep produksi kuadartik Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian dikembangkan oleh Schaefer pada tahun 1957 untuk diterapkan pada perikanan. Hubungan ini kemudian dikenal dengan model pertumbuhan Schaefer (Lawson RM 1984) atau disebut juga dengan kurva produksi lestari (Fauzi A 2004). Dari Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan ikan, maka produksi ikan sama dengan nol. Apabila upaya penangkapan ditingkatkan sampai mencapai titik E MSY, maka akan diperoleh produksi yang maksimum atau dikenal dengan MSY, tetapi karena sifat dari kurva produksi lestari berbentuk kuadratik, maka peningkatan upaya yang dilakukan secara terus menerus sampai melewati titik MSY, akan mengakibatkan turunnya produksi sampai mencapai titik nol pada titik upaya maksimum ( E ). Dengan membagi kedua sisi dari persamaan (2.8) dengan variabel input (E), maka akan diperoleh persamaan linear berikut ini : Max

12 16 qe h = qke 1 r h E h E 2 2 q KE = qke. (2.9) r 2 2 qke q KE = / E E r 2 q K = qk E....(2.10) r U = α βe...(2.11) dimana : U = produksi per unit input (CPUE) 2 α = qk, dan β = q K / r. Menurut Schaefer yang diacu dalam Fauzi (2004), dengan meregresikan variabel U dan E dari data time series produksi dan upaya (effort) akan diperoleh nilai koefisien α dan β, sehingga akan diketahui tingkat input (E) dan tingkat produksi (h) optimal dalam kondisi MSY. Dari uraian di atas tampak bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pendekatan MSY oleh Schaefer hanya dilihat dari aspek biologi saja. Pengelolaan perikanan belum berorientasi pada perikanan secara keseluruhan, apalagi berorientsi pada manusia. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan dengan konsep ini belakangan banyak dikritik oleh berbagai pihak terutama dari para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya ikan pada dasarnya adalah untuk menghasilkan pendapatan dan bukan semata-mata untuk menghasilkan ikan. Kritik yang paling mendasar adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam (Fauzi A 2004) Model Optimasi Statik Dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan MSY, maka mulailah dikembangkan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Konsep ini mulai diperkenalkan pada tahun 1957

13 17 oleh seorang ahli ekonomi Kanada yang bernama HS Gordon yang memanfaatkan kurva produksi lestari yang dikembangkan oleh Schaefer, sehingga dalam perkembangannya pendekatan ini dikenal dengan teori Gordon-Schaefer yang banyak dipergunakan oleh ahli perikanan dalam melakukan analisis pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut Gordon, pengelolaan sumberdaya perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi (dalam bentuk rente ekonomi). Rente tersebut merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dari ekstraksi sumberdaya ikan (TR = ph) dengan biaya yang dikeluarkan (TC = ce) (Fauzi A 2004). Manfaat ekonomi tersebut dinotasikan dalam bentuk : π = ph ce... (2.10) dimana p adalah harga output dan c adalah biaya input Dengan mensubtitusikan persamaan (2.2) ke dalam persamaan (2.7) akan diperoleh penerimaan dari sisi input, secara matematis dapat ditulus sebagai : 2 π = p( αe βe ) ce...(2.11) Pemikiran dengan memasukkan unsur ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan Maximum Economic Yield atau disingkat menjadi MEY. Pendekatan ini menggunakan beberapa asumsi (Lawson RM 1984; Fauzi A 2004), yaitu : (1) Harga per satuan output adalah konstan. (2) Biaya per satuan upaya dianggap konstan. (3) Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal. (4) Strukutur pasar bersifat kompetitif. (5) Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya).

14 18 Rp OA MSY MEY π max π = 0 TC Biaya, Penerimaan TR 0 E3 E 1 E 2 Effort Gambar 3. Model Gordon Schaefer ( Fauzi A 2004) Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva penerimaan total (Total Revenue/TR) adalah sama dengan kurva produksi lestari, karena harga ikan diasumsikan konstan dan penerimaan total akan ditentukan langsung oleh hasil tangkapan ikan. Kurva biaya total (Total Cost/TC) berbentuk garis lurus, yang mengindikasikan bahwa besarnya biaya meningkat secara proporsional dengan meningkatnya effort (Lawson RM 1984). Pada setiap tingkat upaya yang lebih tinggi dari E 2, maka biaya total (TC) akan melebihi penerimaan total (TR), sehingga banyak pelaku perikanan yang keluar dari perikanan. Sebaliknya pada tingkat upaya yang lebih rendah dari E 2, maka penerimaan total (TR) melebihi biaya total (TC), sehingga dalam kondisi akses terbuka, hal ini akan menyebabkan bertambahnya pelaku yang masuk dalam industri perikanan. Kondisi ini akan terus terjadi hingga manfaat ekonomi terkuras sampai titik nol, atau dengan kata lain tidak ada lagi manfaat ekonomi yang bisa diperoleh. Gordon menyebut hal ini sebagai bioeconomic equilibrium of open access fishery atau keseimbangan bioekonomi dalam kondisi akses terbuka (Fauzi A 2005).

15 19 Dari Gambar 3 di atas juga dapat dijelaskan bahwa keuntungan lestari yang maksimum akan diperoleh pada tingkat upaya E 3, tingkat upaya ini disebut dsebagai Maximum Economic Yield (MEY) atau produksi yang maksimum secara ekonomi karena lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi (tenaga kerja, modal) dan merupakan tingkat upaya yang optimal secara sosial karena tingkat upaya yang lebih sedikit, sehingga lebih bersahabat dengan lingkungan. Kondisi ini secara matematik dapat dinotasikan sebagai (Fauzi A 2004) : maxπ = pαe pβe 2 ce π = E pα 2 βpe c = 0...(2.12) sehingga diperoleh tingkat input yang optimal sebesar : E αp c = 2 pβ...(2.13) Dalam model bioekonomi Gordon-Schaefer di atas, tampak bahwa beberapa parameter biologi penting seperti r, q, dan K tergantikan oleh koefisien α dan β. Hal ini menyebabkan informasi mengenai perubahan biologi yang terjadi tidak akan pernah terakomodasi dalam model. Oleh karena itu diperlukan cara untuk memodifikasi model Gordon-Schaefer. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto, dan Pooley, atau yang biasa dikenal dengan model CYP. Persamaan CYP secara matematis ditulis sebagai berikut : 2r (2 r) q ln( U t+ 1 ) = ln( qk) + ln( U t ) ( Et + Et+ 1) (2.14) (2 + r) (2 + r) ( 2 + r) dengan meregresikan tangkap per unit upaya pada periode t+1 (U t+1 ), U pada periode t, dan penjumlahn input pada periode t dan t+1, akan diperoleh nilai koefisien r,q, dan K.

16 Model Optimasi Dinamik Clark CW (1985) diacu dalam Fauzi A (2004) menyatakan bahwa, pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan statik yang telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam kurun waktu yang cukup lama memiliki beberapa kelemahan mendasar yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realitas sumberdaya ikan yang dinamis. Faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri yang tidak memasukkan faktor waktu di dalamnya. Hal ini lebih disebabkan karena sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya (Cunningham 1981 diacu dalam Fauzi A 2004). Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang mampu secara tepat menangkap perubahan-perubahan eksogenous yang terjadi pada parameter-parameter biologi dan ekonomi dari sumberdaya ikan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan dengan menggunakan model dinamis. Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan pendekatan dinamis sudah dimulai sejak tahun 1970, namun pendekatan ini berkembang sepenuhnya dan banyak digunakan sebagai analisis setelah publikasi artikel Clark CW dan Munro (1975). Dalam artikel tersebut terungkap bahwa Clark CW dan Munro (1975) menggunakan pendekatan kapital untuk memahami aspek intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan (Fauzi A 2004). Aspek pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan model dinamik bersifat intertemporal, maka aspek tersebut dijembatani dengan penggunaan discount rate, sehingga dalam konteks dinamik, pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal merupakan perhitungan tingkat upaya dan panen yang optimal yang menghasilkan discounted present value (DPV) surplus sosial yang paling maksimum. Surplus sosial ini diwakili oleh rente ekonomi dari sumberdaya (resource rent) (Fauzi A 2004). Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan formula model dinamik dalam bentuk fungsi yang kontinyu ditulis sebagai berikut : t= 0 δt maxπ ( t) = π ( x( t), h( t)) e dt....(2.15)

17 21 dengan kendala : x. = x = F( x( t)) h( t) t 0 h h max dengan menggunakan teknik Hamiltonian, maka model kontinyu di atas menghasilkan Golden Rule untuk pengelolaan sumberdaya ikan yang secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi A 2004) : dan F π / x + = δ x π / h....(2.16) F ( x) = h (2.17) dimana, π / x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, π / h adalah rente marjinal akibat perubahan tangkap (panen), F / x produktifitas dari π / x biomass. Dalam kondisi = 0, maka persamaan (36) menjadi F / x = δ π / h yang merupakan golden rule dari teori kapital, dimana kapital harus dimanfaatkan sampai manfaat marjinalnya sama dengan biaya oportunitas (interest rate). Dalam konteks ini, ketika ( π / x ) = 0 yang identik dengan kondisi MEY, kondisi pengelolaan mengikuti kaidah teori kapital, dimana stok akan dipelihara pada tingkat laju pertumbuhannya sama dengan manfaat yang diperoleh dari investasi (dalam hal ini interest rate). Kondisi ini dapat juga dijelaskan sebagaimana Gambar 4. Dari Gambar 4 terlihat bahwa jika discount rate meningkat yang ditunjukkan oleh pergeseran slope ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam, maka stok akan mengalami penurunan (Fauzi A 2004).

18 22 F(x) Slope = δ F Slope = x F(x) 0 x x Gambar 4 Hubungan Discount Rate dengan Keseimbangan Stok dalam Kondisi Dinamik (Fauzi A 2004) 2.7 Kebijakan Perikanan dan Kelautan Menurut Parson W (2001), kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan. Menurut Simatupang P (2001), kebijakan pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan privat (individu mau pun lembaga swasta). Hogwood dan Gunn (1986) diacu dalam Suyasa IN (2007) menambahkan bahwa, ciri-ciri kebijakan publik yaitu : 1) Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintah atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan pemerintah. 2) Bersifat memaksa, berpengaruh terhadap tindakan privat (masyarakat luas atau publik)

19 23 Dari uraian di atas, maka kebijakan pembangunan perikanan dapat dikelompokkan ke dalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan pembangunan nasional. Perumusan kebijakan perikanan dan kelautan menurut Kusumastanto T (2002) meliputi tiga tingkatan, yaitu tingkatan politis (kebijakan) yang terdiri atas lembaga eksekutif dan lembaga legislatif; tingkatan organisasi (institusi, aturan main) yang terdiri atas lembaga departemen dan non departemen yang memiliki tugas dan fungsi yang memiliki keterkaitan koordinatif dan saling mendukung; dan tingkatan implementasi (evaluasi, umpan balik) yang terdiri atas unsur nelayan, petani, pengusaha dan sebagainya yang berperan dalam implementasi kebijakan pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan Pada sidang negara-negara FAO di Roma, Italia tahun 1995, telah ditetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sebagai petunjuk umum dalam melaksanakan perikanan yang bertanggung jawab. FAO (1995) menyatakan beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab tersebut, yaitu : 1) Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab. 2) Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan (carrying capacity). 3) Pengelolaan perikanan harus menjamin tersedianya perikanan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. 4) Pelaksanaan pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian. 5) Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia. 6) Perlunya dilakukan perlindungan dan upaya rehabilitasi terhadap habitat perikanan yang kritis. 7) Negara harus menjamin pengelolaan perikanan yang transparan, mendorong adanya konsultasi dan partisipasi dari para pengguna sumberdaya ikan. 8) Negara harus menjamin terlaksananya pengawasan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pengelolaan.

ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA

ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari 74 000 ton per tahun untuk

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Kabupaten Agam Aktifitas kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Agam hanya terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara. Wilayah ini terdiri atas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE Aisyah Bafagih* *Staf Pengajar THP UMMU-Ternate, email :aisyahbafagih2@yahoo.com ABSTRAK Potensi sumberdaya perikanan tangkap di kota ternate merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Economics History of Fisheries Ikan telah dikonsumsi sejak zaman Homo Erectus sampai Homo sapiens (38 000 tahun yang lalu) Desa nelayan yang menjadi pusat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar dan melakukan pengamatan-pengamatan. Matematika juga merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan

3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan Optimalisasi upaya penangkapan udang sesuai potensi lestari di Delta Mahakam dan sekitarnya perlu dilakukan. Kebijakan dan program yang bertalian dengan upaya

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengelolaan dan Pemanfaatan SDI di Perairan Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengelolaan dan Pemanfaatan SDI di Perairan Indonesia 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1999), sebagai sebuah sistem, keberhasilan pengelolaan sumberdaya perikanan akan sangat ditentukan oleh berfungsinya tiga sub sistem yaitu (1)

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Dosen Fakultas Pengetajuan Ilmu Sosial Universitas Medan Abstrak: Peranan perikanan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 18 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di muara arah laut dan muara arah sungai Cimaja, Citiis, Citepus dan Sukawayana yang mengalir menuju Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI

REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI INDAH PRIMADIANTI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat 27 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat (Lampiran 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Penentuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan terhadap kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang di wilayah pesisir Cirebon. Penelitian ini mencakup aspek aspek yang

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost)

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost) Esda 2016 1. User cost antara lain dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa permintaan terhadap sumberdaya mineral akan naik pada masa yang akan datang. Jelaskan bagaimana hal ini berdampak pada efficient rate

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria

Lebih terperinci

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal 267-276 ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG Oleh:

Lebih terperinci

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD MENGGUNAKAN BIO-EKONOMIK MODEL STATIS GORDON-SCHAEFER DARI PENANGKAPAN SPINY LOBSTER DI WONOGIRI 1 (Analysis of Maximum Sustainable Yield and

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG Analysis of catch per unit effort and the Pattern of anchovies (Stolephorus spp.)

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 3 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dari tanggal 17 April sampai 7 Mei 013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan diharapkan menjadi prime mover bagi pemulihan ekonomi Indonesia, karena prospek pasar komoditas perikanan dan kelautan ini terus meningkat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU Berkala Perikanan Terubuk, November 2016, hlm 111 122 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.3 ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 ISSN Kurniawan 1)

AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 ISSN Kurniawan 1) AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan ISSN 1978-1652 ANALISIS POTENSI DAN DEGRADASI SUMBERDAYA PERIKANAN CUMI-CUMI (Urotheutis chinensis) KABUPATEN BANGKA SELATAN Analysis of Potential and Degradation of

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN

ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN 1 ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2, Tridoyo Kusumastanto 3, dan Moch. Prihatna Sobari 4 PENDAHULUAN Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Teluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ J. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol.3 No.1, 2008 69 MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ Penelitian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Ikan cakalang (sumber : http//www.fishbase.org)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Ikan cakalang (sumber : http//www.fishbase.org) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun klasifikasi cakalang menurut Matsumoto, et al (1984) adalah

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 263-274 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON-SCHAEFER STUDI KASUS PEMANFAATAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI PERAIRAN UMUM

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL Dhiya Rifqi Rahman *), Imam Triarso, dan Asriyanto Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam amanat Undang-Undang No 31/2004 diberikan tanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat

Lebih terperinci

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- CpUE Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- By. Ledhyane Ika Harlyan 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 Schaefer y = -0.000011x

Lebih terperinci

BAB 7 PRINSIP DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

BAB 7 PRINSIP DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BAB 7 PRINSIP DASAR PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 7.1. Pengelompokan Sumber Daya Alam Keputusan perusahaan dan rumah tangga dalam menggunakan sumber daya alam dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan biologi

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN PEKALONGAN

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN PEKALONGAN POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN KABUPATEN PEKALONGAN Novita Lusi Andriani 1 (novitalusi_789@yahoo.com) dan Dian Ayunita NND 1 (ayunita_dian @yahoo.com) 1 Jurusan Perikanan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Armada Nelayan. Panen. Pasar. Keuntungan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Armada Nelayan. Panen. Pasar. Keuntungan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perikanan Tangkap Sistem perikanan tangkap tersusun oleh tiga komponen utama yaitu subsistem alam (biologi dan lingkungan perairan), subsistem manusia dan subsistem pengelolaan,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

MODEL BIOEKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN F I R M A N

MODEL BIOEKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN F I R M A N MODEL BIOEKONOMI PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN F I R M A N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN FIRMAN C.

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL DINAMIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT

BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL DINAMIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT Oseana, Volume XIV, Nomor 3 : 93 100 ISSN 0216 1877 BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL DINAMIK oleh Purwanto 1) ABSTRACT BIOECONOMICS OF FISHING : DYNAMIC MODEL. The fish population, or biomass, can

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN PANGANDARAN

ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN PANGANDARAN Jurnal Akuatika Vol. IV No. 2/ September 2013 (195-209) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN PANGANDARAN Atikah Nurhayati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

Tujuan Pengelolaan Perikanan. Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM

Tujuan Pengelolaan Perikanan. Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM Tujuan Pengelolaan Perikanan Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM suadi@ugm.ac.id Tujuan Pengelolaan tenggelamkan setiap kapal lain kecuali milik saya (sink every other boat but mine)

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 1-54 Ambon, Mei 2015 ISSN. 2085-5109 POTENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA The Potential

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG Schaefer and Copes Bioeconomic Model Analysis of Squid (Loligo sp) Captured

Lebih terperinci

Keterkaitan antar Aspek Biologi & Ekonomi

Keterkaitan antar Aspek Biologi & Ekonomi Pengantar Bioekonomi Perikanan Copyright @ RAL 2013 Keterkaitan antar Aspek Biologi & Ekonomi Proses Produksi Alamiah Market (harga, biaya, rate, dll) Analisis Biologi Perikanan Analisis Ekonomi Perikanan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Penangkapan Ikan Lemuru 5.1.1 Alat tangkap Purse seine merupakan alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di sekitar Selat Bali dalam menangkap ikan lemuru. Purse

Lebih terperinci

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU

FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG HANYUT (DRIFT GILLNET) DI PERAIRAN DUMAI, PROVINSI RIAU Helisha Damayanti 1), Arthur Brown 2), T. Ersti Yulika Sari 3) Email : helishadamayanti@gmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikanan menjadi sektor penting yang berkontribusi dalam pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikanan menjadi sektor penting yang berkontribusi dalam pertumbuhan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karakteristik Perikanan Perikanan menjadi sektor penting yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor perikanan

Lebih terperinci

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Budi Susanto, Zuzy Anna, dan Iwang Gumilar Universitas Padjadjaran Abstrak Waduk Cirata memiliki potensi

Lebih terperinci