BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal Bahasa Latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti tengah, pengantar, atau perantara. Dalam bahasa Arab, media artinya juga tengah. Kata tengah itu sendiri berarti berada di antara dua sisi, maka disebut juga perantara (wasilah) atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Media mempunyai posisi sebagai penghubung dan disatu sisi sebagai peran penggiat. Melihat dan mempertimbangkan sering terjadinya komunikasi yang kurang/tidak efektif, hendaknya guru berusaha untuk melakukan usaha-usaha tercapainya tujuan dalam komunikasi dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah dengan menyediakan media pembelajaran yang bisa dijadikan sumber belajar oleh peserta didiknya. Berdasarkan uraian di atas, media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan sumber belajar secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Definisi ini sejalan dengan definisi yang diantaranya disampaikan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association for Educational Communications and Technology/AECT) di Amerika yakni sebagai bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Heinich, Molenda dan Russell dalam Azhar Arsyad (2009: 4) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, 9

2 10 rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media ini membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga dapat dikemukakan itu sempai kepada penerima yang dituju. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat untuk mempermudah penyampaian pesan yang berupa materi pelajaran dari pendidik kepada peserta didik. b. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale s Cone of Experiment (Kerucut Pengalaman Dale). Menurut Edgar Dale, hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pegalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang, tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu. Hal ini dikenal sebagai istilah belajar dengan bekerja (learning by doing). Dapat dikatakan bahwa belajar yang berawal dari pengalaman langsung akan lebih bermakna, mudah dipahami, dan lebih disukai oleh pembelajar dibandingkan dengan sesuatu yang abstrak. Pada gambar 2.1 dapat dilihat semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu diperhatikan bahwa urut-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi belajar mengajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai

3 11 dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok peserta didik yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar peserta didik (Arsyad, 2010: 10). Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Sumber: Arsyad, 2010: 11) Dasar pengembangan kerucut yang digambarkan pada Gambar 2.1 bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Sesungguhnya pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti, hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan interaksi seseorang dan kemampuan interprestasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya orang tersebut terlibat langsung (Arsyad, 2010). Media merupakan salah satu teknik perencanaan pembelajaran yang efektif, model perancangan penggunaan media yang efektif dalam pembelajaran ditunjukkan oleh Heinich dalam Azhar Arsyad (2009: 67-69) dikenal dengan istilah ASSURE (Analyze learners characteristic, State objectives, Select or modify media, Utilize Media, Require learner response and Evaluate). Model ini

4 menyarankan enam kegiatan utama dalam perancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut: (A) (S) (S) (U) (R) (E) Menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran. Menyatakan atau merumuskan tujuan pembelajaran. Memilih, memodifikasi atau merancang dan mengembangkan materi dan media yang tepat. Menggunakan materi dan media. Meminta tanggapan dari peserta didik. Mengevaluasi proses belajar. Berdasarkan uraian diatas, kriteria pemilihan media bersumber dari pemikiran bahwa media merupakan bagian dari sistem pembelajaran secara keseluruhan. Suatu media dapat dikategorikan baik, bila bersifat efisien, efektif, dan komunikatif. Efisien artinya mempunyai daya guna ditinjau dari penggunaan waktu dan tempat, penggunaannya mudah, dalam waktu yang relatif singkat dapat mencakup materi yang luas dan tempat yang cukup. Sedangkan efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi proses yang disampaikan dan kepentingan peserta didik yang sedang belajar. Komunikatif artinya media tersebut mudah untuk dimengerti maksudnya, mudah dipahami penggunaannya oleh peserta didik. c. Kegunaan Media Pembelajaran Dalam Azhar Arsyad (2009: 15) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruhpengaruh psikologis terhadap peserta didik. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan serta isi pelajaran pada saat itu. 12

5 Fungsi psikologis media pembelajaran menurut Yudhi Munadi dalam bukunya yang berjudul Media Pembelajaran (2010: 43-47) sebagai berikut: a) Fungsi Alami Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) peserta didik terhadap materi ajar. b) Fungsi Afektif Media pembelajaran menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan peserta didik terhadap sesuatu. c) Fungsi Kognitif Media pembelajaran telah ikut andil dalam mengembangkan kemampuan kognitif peserta didik. d) Fungsi Imajinatif Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi peserta didik. e) Fungsi Motivasi Guru dapat memotivasi peserta didiknya dengan cara membangkitkan minat belajarnya dan dengan cara memberikan dan menimbulkan harapan. d. Jenis-Jenis Media Pembelajaran Kemp & Dayton dalam Azhar Arsyad (2009: 37) mengelompokkan media ke dalam delapan jenis, yaitu (1) media cetak, (2) media pajang, (3) overhead transparancies, (4) rekaman audiotape, (5) seri slide dan film srtrips, (6) penyajian multi-image, (7) rekaman video dan film hidup, (8) komputer. Anderson dalam Robinson Situmorang mengelompokkan media menjadi 10 golongan sebagai berikut : Tabel 2.1. Penggolongan Media Menurut Anderson No Golongan Media Contoh 1 Audio Kaset audio, siaran radio, CD, telepon 2 Cetak Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar 13

6 2. Ular Tangga 3 Audio-cetak Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis 4 Proyeksi visual Overhead transparasi (OHT), film diam bingkai (slide) 5 Proyeksi audio visual diam Film bingkai bersuara 6 Visual gerak Film Bisu 7 Audio visual gerak Film gerak bersuara, video/vcd, televisi 8 Objek fisik Benda nyata, model, specimen 9 Manusia dan lingkugan Guru, pustakawan, laboran 10 Komputer CAI (pembelajaran berbantuan komputer) Robinson Situmorang (2005: 7-9) Ular Tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotakkotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga dan ular yang menghubungkannya dengan kotak lain (Novitasari, 2013). Ular Tangga merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang mendunia. Ular Tangga sebagai media pembelajaran digunakan untuk mengulang (review) pelajaran yang diberikan. Media pembelajaran dengan menggunakan permainan Ular Tangga ini terdiri dari 4 bagian yaitu kertas petak atau papan permainan, kartu soal, dadu dan pion-pion (Solichin: 2012). Tidak ada papan permainan standar dalam Ular Tangga, jadi setiap orang dapat menciptakan ukuran papan permainan Ular Tangga, dengan jumlah kotak, ular, dan tangga sesuai yang diinginkan (Novitasari, 2013). Kotak yang terdapat dalam Ular Tangga digunakan dalam pembelajaran ini berjumlah 64 kotak. Dalam permainan Ular Tangga ini, soal-soal yang berkaitkan dengan materi koloid ditempatkan pada nomor kotak-kotak Ular Tangga. Setiap pemain mulai dengan pionnya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu. Pion 14

7 15 dijalankan sesuai dengan angka hasil lemparan dadu, kemudian peserta didik ditunjukkan kartu soal sesuai pada nomor tersebut (sesuai dengan hasil lemparannya). Bagi kelompok yang terlebih dahulu menjawab kartu soal dengan benar, maka kelompok tersebut berhak untuk mengacak dadu dan melangkahkan pionnya ke kotak yang sesuai dengan nomer dadu yang ia peroleh. Bila pemain mendapat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung naik ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan kepala ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ekor ular. Kelompok yang menang adalah yang berhasil mencapai finish lebih dahulu. Permainan Ular Tangga sebagai game akademik dalam pembelajaran TGT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan permainan Ular Tangga antara lain : a. Mempunyai bentuk variasi soal lebih banyak. b. Dapat menimbulkan motivasi dalam diri seseorang. c. Dapat melatih keberanian untuk mengemukakan pendapat. d. Bentuk permainan lebih menarik. Sedangkan kelemahan permainan Ular Tangga antara lain: a. Memerlukan pengetahuan luas untuk menjawab pertanyaan karena tidak ada bantuan berupa pilihan jawaban. b. Memerlukan banyak waktu untuk untuk menjelaskan kepada peserta didik. c. Kurangnya pemahaman aturan permainan oleh peserta didik dapat menimbulkan kericuhan. d. Kurang dapat mengukur kemampuan suatu kelompok atau individu karena kemenangan dipengaruhi oleh adanya keberuntungan atau adanya ular dan tangga. Berdasarkan penelitian Alami (2012), menunjukan bahwa pembelajaran dengan model TGT dilengkapi Ular Tangga lebih efektif daripada metode ceramah pada materi pokok Struktur Atom. Model TGT dilengkapi media Ular Tangga lebih dapat meningkatkan sikap, minat, dan motivasi dalam belajar sehingga prestasi belajar peserta didik juga akan

8 16 meningkat. Selain itu penelitian Khudori (2012), menunjukkan bahwa prestasi belajar afektif peserta didik dalam pembelajaran IPA menggunakan model TGT dengan media Ular Tangga lebih tinggi daripada dengan media puzzle yang juga berimbas pada penigkatan prestasi belajar kognitif. 3. Teka-Teki Silang Teka-teki silang dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia berarti soal yang berupa kalimat (cerita, gambar, dsb) sebagai permainan untuk mengasah pikiran atau tebakan. Kata silang berarti bertumpuk (palang memalang), berpapasan (berselisih jalan). Teka-teki silang merupakan salah satu sarana untuk dapat mengetahui dan mengingat pengetahuan yang kita miliki untuk kita tuangkan dalam jawaban atas pertanyaan yang ada, baik dalam baris maupun kolom. Teka-teki silang sudah banyak dikenal oleh masyarakat dan dimanfaatkan untuk mengisi waktu luang yang ada (Kurniawati. 2010: 13-14). TTS juga diartikan sebagai suatu jenis permainan dimana kita harus mengisi ruang-ruang kosong berbentuk kotak putih dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah kata berdasarkan petunjuk atau pertanyaan yang diberikan. Petunjuknya biasanya dibagi kedalam kategori mendatar dan menurun tergantung posisi kata-kata yang harus diisi, seperti yang diungkapkan oleh Collins dalam anonim (2009: 29), crossword puzzle a puzzle in which words corresponding to numbered chies are to be found and written in to squares in the puzzle, artinya teka-teki silang adalah sebuah teka-teki dimana kata-kata ditemukan dengan cara mencocokkan dengan petunjuk sesuai nomor dan ditulis ke dalam kotak-kotak. Salah satu kelebihan penggunaan media TTS yaitu dalam proses pembelajaran siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan kelompok karena dalam penggunaan media TTS, siswa berusaha terampil dalam mengerjakan soal-soal dalam TTS yang mampu mengasah kemampuan berpikir seseorang. Disamping itu, akan mempermudah siswa dalam mengingat dan memahami konsep-konsep yang terkandung dalam

9 17 materi pelajaran, sehingga digunakan dalam pembelajaran. Permainan yang digunakan dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk menjadi kreatif dan mempunyai rasa senang dalam belajar. TTS yang digunakan akan memberikan nilai yang positif bagi siswa. hal ini disebabkan karena dengan menjawab dan mengerjakan bersama, siswa akan selalu berlomba untuk menemukan jawabannya dengan benar sehingga akan muncul persaingan sehat. Rasa kebersamaan yang tinggi akan tumbuh, karena bagi siswa yang menemukan jawaban akan dapat menjawab TTS terebut dan siswa lain dalam kelompoknya juga akan mengetahui jawaban yang benar. Faktor ketelitian dan ketepatan yang tinggi juga menentukan dalam pegisian jawaban TTS, karena huruf-huruf dalam jawaban dapat mempengaruhi jawaban yang lain baik dalam baris atau kolom. Kelebihan TTS yang lain adalah sebagai sarana latihan bagi peserta didik yang tidak monoton hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja sebagai media rekreasi otak karena selain mengasah kemampuan kognitif, meningkatkan daya ingat, memperkaya pengetahuan, juga menyenangkan. Selain itu juga sebagai sarana untuk mengingat kosakata dan membuat kita berpikir untuk mencari jawaban dan apabila belum menemukan jawabannya muncul perasaan penasaran dan mencari cara untuk memecahkannya. Manfaat teka-teki silang menurut Davis, T. M., Stepherd, B., Zwiefelhofer, T. (2009: 6) yaitu: a. Dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif dan efisien. b. Merupakan permainan yang bersifat mendidik. c. Menumbuhkan kemampuan dan ketelitian siswa dalam menemukan konsep dengan kata kunci yang terkait. d. Membuat siswa aktif dalam belajar. Suatu media pembelajaran tentu tidak ada yang sempurna begitu juga dengan teka-teki silang ini. Kelemahannya yaitu agak susah dalam pembuatannya apabila digunakan dalam pelajaran misalnya matematika, fisika atau kimia sebab dalam pelajaran tersebut terdapat banyak angka, sehingga kalau TTS berisikan angka-angka agak sulit dalam pembuatan dan

10 18 pengerjaan TTS tersebut. Apabila suatu mata pelajaran atau materi pelajaran banyak terdapat angka maka kotak-kotak TTS harus berisi angka semua. Sedangkan apabila suatu pelajaran atau materi pelajaran berupa bacaan (huruf) maka kotak-kotak dalam TTS haruslah diisi dengan huruf semua. Pembuatan TTS memerlukan waktu yang agak lama, dan keterbatasan materi yang bisa dimasukan dalam TTS, materi-materi yang berupa penjelasan/essay tidak dapat dijadikan bahan TTS sebab tempatnya terbatas. 4. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Belajar merupakan perkembangan hidup manusia yang dimulai sejak lahir dan berlangsung seumur hidup (Suryani & Agung, 2012). Menurut Gagne (1984) dalam Dahar, belajar dapat didefinisikan sebagai akibat pengalaman. Hal senada di temukan oleh Slameto, bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Dahar, 2011: 2). Banyak definisi tentang belajar yang dapat ditemukan dalam berbagai sumber atau literatur. Meskipun ada perbedaan-perbedaan di dalam definisi belajar tersebut, namun tetap saja terdapat kesamaannya. Dalam buku yang berjudul cooperative learning terdapat definisi belajar dari beberapa pakar pendidikan antara lain: 1) Croncbach, belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman; 2) Harold Spears, belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu; 3) Geoch, belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil latihan (Suprijono, 2012). Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku dari pengalaman dalam interaksi

11 dengan lingkungannya untuk memperoleh tujuan tertentu. Seseorang dikatakan belajar jika telah mengalami perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku dapat terdiri dari perubahan secara kognitif yang meliputi pengetahuan dan pemahaman, perubahan afektif atau sikap serta perubahan psikomotorik (keterampilan). b. Teori-teori Belajar Banyak teori belajar yang telah disusun oleh para ahli, namun tidak dapat dikatakan bahwa hanya satu teori yang paling tepat. Setiap teori mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing sehingga dalam pelaksanaannya perlu menggabungkan beberapa teori agar saling melengkapi. Beberapa teori yang dapat dijadikan acuan pada penelitian ini antara lain : 1) Teori Piaget Menurut Piaget (1996) dalam Isjoni (2010: 53), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut: a) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun) b) Tahap Pra operasional (2-7 tahun) c) Tahap Operasional konkret (7-11 tahun) d) Tahap Operasional formal (11 tahun keatas) 19 Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini mengacu pada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik Menurut teori ini, dalam kegiatan pembelajaran peserta didik haruslah aktif. Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman nyata serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan peserta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.

12 20 Penelitian ini ada kaitannya dengan Teori Piaget dimana dengan media Ular Tangga dan Teka-Teki Silang (TTS) disertai metode TGT, peran keterlibatan aktif peserta didik dapat diterapkan dalam kelompok-kelompok kecil pada kegiatan pembelajaran dan game tournament. Selain itu, dalam pembelajaran yang menggunakan kedua media ini, guru bertindak sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan peserta didik dapat memperoleh berbagai pegalaman belajar, bukan sebagai pemberi informasi. 2) Teori Vygotsky Vygotsky (1997) dalam isjoni mengemukakan pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian. Ada dua jenis perkembagan pengertian yaitu pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pegalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari ruangan kelas, atau yang diperoleh dari pembelajaran di sekolah (Isjoni, 2010: 55) Menurut Vygotsky pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Selain itu, ide yang diungkapkan Vygotsky adalah memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahaptahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu (Isjoni, 2010: 56). Berdasarkan teori ini dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara ranah kognitif dengan interaksi sosial. Hal ini dapat ditunjukkan dari kualitas berpikir peserta didik yang dibangun di dalam ruang kelas, sedangakan aktivitas potensialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara pembelajar yang satu dengan pembelajar lainnya di bawah bimbingan orang dewasa (guru).

13 21 Penelitian ini ada kaitannya dengan Teori Vygotsky, karena dalam pembelajaran yang menggunakan media Ular Tangga dan Teka-Teki Silang (TTS) disertai metode TGT, terdapat diskusi kelompok dimana peserta didik dapat mengkontruksi pengetahuannya. Pengetahuan baru yang telah dikontruksi peserta didik selanjutnya dikemukakan dalam forum kelompok untuk mendapatkan kesepakatan dan diterima secara bersama. Selain itu, dalam pembelajaran ini, guru hanya memberikan pokok-pokok penting suatu materi yang akan dibahas kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkannya lebih dalam melalui diskusi. 3) Teori Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang itu adalah kontruksinya (bentukannya) sendiri. Menurut pandangan dari teori konstruktivisme ini belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar (peserta didik) untuk merekontruksi makna. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang (Sardiman, 2004). Prinsip dasar dari pembelajaran konstruktivisme yaitu pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri secara aktif, tekanan proses belajar terletak pada peserta didik, mengajar adalah membantu peserta didik belajar, penekanan pada proses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir, kurikulum menekankan partisipasi peserta didik serta guru adalah fasilitator (Aunurrahman, 2012). Dengan demikian, dapat dirumuskan secara keseluruhannya pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme, yaitu pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan peserta didik. Guru berperan

14 sebagai fasilitator yang membantu pelajar membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru berperan sebagai pereka bentuk bahan pengajaran yang menyediakan peluang kepada peserta didik untuk membina pengetahuan baru (Isjoni, 2011). 22 Sejalan dengan teori konstruktivisme dalam pembelajaran materi koloid yang menggunakan media pembelajaran Ular Tangga dan Teka-Teki Silang (TTS) ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan berkomunikasi serta berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas peserta didik. Artinya dalam pembelajaran ini peserta didik berpartisipasi secara aktif membangun pengetahuannya dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya. 4) Teori Gagne Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dalam proses belajar yang terpenting adalah pengalaman yang dapat membuat perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). 1) Fase Motivasi Peserta didik harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah. 2) Fase Pengenalan Peserta didik harus memperhatikan bagian-bagian yang esensial dan relevan dari aspek-aspek yang berhubungan dengan materi pelajaran.

15 23 3) Fase Perolehan Peserta didik telah siap menerima pelajaran jika peserta didik memperhatikan informasi yang relevan. Informasi tidak langsung disimpan dalam memori tetapi diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada dalam memori peserta didik. 4) Fase Retensi Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang agar tidak mudah hilang. 5) Fase Pemanggilan Informasi yang dimiliki peserta didik dalam memori jangka panjang kemungkian dapat hilang. Untuk menghindari hal tersebut, peserta didik harus memperhatikan informasi yang dipelajari sebelumnya dengan cara mengelompokkan informasi menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep dalam memperhatikan kaitan diantara konsep-konsep tersebut. 6) Fase Generalisasi Peserta didik dikatakan berhasil belajar bila informasi yang diperolehnya dari belajar dapat diterapkan dalam situasi nyata, memecahkan masalah dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya. 7) Fase Penampilan Peserta didik memperlihatkan sesuatu yang telah dipelajari melalui penampilan yang tampak. 8) Fase Umpan Balik Peserta didik harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. (Dahar, 2011).

16 24 Pembelajaran yang menggunakan media Ular Tangga dan Teka-Teki Silang (TTS) pada materi koloid dilaksanakan dengan memperhatikan delapan fase belajar tersebut. Dengan demikian peserta didik akan mudah menguasai kompetensi yang diharapkan dan mudah memperoleh hasil yang optimal. c. Pembelajaran Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang diharapkan oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2010). Selain itu, ada beberapa definisi pembelajaran antara lain: 1) Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang diracang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal (Aunurrahman, 2012). 2) Pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik yang bersifat interaktif dan komunikatif antara guru dengan peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan (Arifin, 2009). 3) Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya guru untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Isjoni, 2012).

17 25 Bertolak dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung dan memungkinkan terjadinya proses belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar. Guru harus memiliki strategi dalam proses pembelajaran agar peserta didik dapat belajar secara efektif dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Salah satu strategi itu adalah pemilihan media pembelajaran yang akan dipakai harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan keadaan peserta didik. 5. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari mata pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para peserta didik diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing (Slavin, 2010: 4). Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa peranan penting, seperti yang diungkapkan oleh Slavin yaitu untuk meningkatkan pencapaian prestasi para peserta didik, dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Anita Lie (2010: 11) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu: a. Saling Ketergantungan Positif Dalam pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi, guru menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling membutuhkan. Hubungan saling membutuhkan ialah yang dimaksud saling ketergatungan positif (Anita Lie, 2010: 32).

18 26 b. Tanggung Jawab Perseorangan Dalam cooperative learning, setiap peserta didik akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk kelompoknya, karena penilaian dilakukan secara individu dan kelompok (Anita Lie, 2010: 33). c. Interaksi Tatap Muka Kegiatan interaksi ini akan diberikan pada pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Para anggota diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. Interaksi tatap muka akan memaksa peserta didik saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka saling berdialog dan dialog tidak hanya dilakukan dengan guru (Nurhadi, 2004: 313). d. Komunikasi Antar Anggota Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi (Anita Lie. 2010: 34). Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bahkan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan (Nurhadi, 2004: 113). e. Evaluasi Proses Kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif (Anita Lie, 2010: 35). 6. Teams Game Tournament (TGT) Metode pembelajaran TGT merupakan salah satu metode dalam model pembelajaran kooperatif. Secara umum TGT sama saja dengan

19 27 STAD kecuali satu hal, yaitu TGT menggunakan turnamen akademik, menggunakan kuis-kuis, dan sistem skor kemajuan individu (Slavin, 2010). Dalam model pembelajaran kooperatif dengan metode TGT terdapat lima komponen utama (Slavin, 2010: 166). Lima komponen tersebut antara lain: 1) Presentasi Kelas Presentasi kelas dimaksudkan untuk memperkenalkan materi pelajaran dengan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi antar peserta didik yang dipimpin oleh guru. 2) Tim Tim terdiri dari 5 atau 6 peserta didik yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan lebih khususnya lagi untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bisa mengerjakan kuis dengan baik. 3) Permainan Permainan (game) terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang konteksnya relevan dengan materi yang dirancang untuk menguji pengetahuan peserta didik yang diperolehnya dari presentasi kelas dan pelaksanaan kerja tim. 4) Turnamen Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi kelas dan setiap tim telah melaksanakan kerja kelompok menyelesaikan media pembelajarannya masing-masing. Suasana yang menarik dan menyenangkan diharapkan dapat membuat peserta didik bersemangat untuk melakukan yang terbaik.

20 28 5) Rekognisi Tim akan mendapat rekognisi berupa sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif metode TGT, meskipun proses belajar secara berkelompok namun prestasi belajar yang diukur merupakan prestasi belajar individu. Dengan metode ini diharapkan peserta didik akan terpacu untuk belajar dan tidak merasa sukar untuk mempelajari materi koloid. 7. Prestasi Belajar Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok setelah diadakannya evaluasi (Hamdani, 2011). Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering disebut dengan tes prestasi belajar. Jika dilihat dari tujuannya tes prestasi belajar merupakan ungkapan keberhasilan seseorang dalam belajar. Tes prestasi pada hakikatnya merupakan penggalian informasi melalui tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap perfomasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan (Azwar, 2011). Prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas karena mempunyai fungsi utama antara lain: a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa. b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. d. Prestasi belajar sebagai indikator intern (tingkat produktivitas) dan ekstern (tingkat kesuksesan siswa di masyarakat) dari suatu institusi pendidikan.

21 29 e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa (Arifin. 2012). Bloom membagi kawasan belajar ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor (Sudijono, 2008). Penelitian ini, materi pokok pembelajaran kimia yang digunakan tidak menggunakan kegiatan laboratorium sehingga prestasi belajar yang akan diukur sebatas ranah kognitif dan afektif. Ranah kognitif adalah ranah yang menyangkut kegiatan berfikir (otak). Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir yaitu: a. Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya. b. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. c. Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk memungkinkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara maupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya dalam situasi yang baru dan kongkret. d. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. e. Sintesis (synthesis) adalah suatu proses yang memadukan bagianbagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. f. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbagan terhadap suatu situasi nilai atau ide (Sudijono, 2008). Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Dalam ranah afektif terdapat lima jenjang, yaitu:

22 30 a. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. b. Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. c. Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. d. Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. e. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri (Depdiknas, 2008). 8. Materi Pokok Sistem Koloid a. Sistem Koloid Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam media pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangakan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Untuk memberi gambaran yang lebih tentang perbedaan larutan, koloid, dan suspensi disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.2. Perbedaan Larutan, Koloid, dan Suspensi Larutan Koloid (dispersi (dispersi koloid) molekuler) Contoh: larutan gula dalam air Contoh: campuran susu dengan air Suspensi (dispersi kasar) Contoh: campuran tepung terigu dengan air

23 Homogen, tak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra Semua partikel berdimensi (panjang, lebar, atau tebal) kurang dari 1 nm secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra Partikel berdimensi antara 1 nm sampai 100 nm Heterogen salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm Satu fase Dua fase Dua fase Stabil Pada umumnya stabil Tidak stabil Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring Dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra (Sumber: Michael Purba, 2007: 283) Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan campuran yang tergolong larutan, koloid, dan suspensi. Contoh larutan : larutan gula, larutan garam, spiritus, alkohol 70%, larutan cuka, air laut, udara yang bersih, dan bensin. Contoh koloid : buih sabun, susu cair, santan, jeli, selai, mentega, dan mayonaise. Contoh suspensi : campuran air dengan terigu, campuran air dengan pasir (Michael Purba, 2007: 284). Dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom ataupun ion disebarkan dalam pelarutnya. Dengan cara yang hampir sama, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid atau sistem koloid. Dalam sistem-sistem semacam itu partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi (tersebarkan) dan materi di mana partikel koloid tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi. Tabel 2.3. Tipe Sistem koloid No. Zat Zat Nama Contoh Terdispersi Pendispersi Tipe 1. Gas Cairan Busa Krim kocok, busa bir, busa 31

24 sabun. 2. Cairan Padat Busa Padat Batu apung, karet busa 3. Cairan Gas Aerosol Kabut, awan cair 4. Cairan Cairan Emulsi Mayones, susu 5. Cairan Padat Emulsi padat Keju (lemak mentega didispersikan dalam kasein), mentega 6. Padat Gas Aerosol Asap, debu padat 7. Padat Cair sol Kebanyakan cat, pati dalam air, selai 8. Padat Padat Sol padat Banyak aliase, intan hutam, kaca rubi (Sumber: Keenan, 1984: 457) b. Sifat-sifat Koloid 1) Efek Tyndall Efek Tyndall adalah gejala penghamburan berkas sinar oleh partikel-partikel koloid. Hamburan cahaya dari partikelpartikel koloid ini dapat diamati dari arah samping, meskipun partikel-partikel koloid tidak tampak. Bila suatu larutan sejati disinari dengan seberkas sinar tampak, maka larutan sejati tadi akan meneruskan berkas sinar (transparan), sedangkan bila seberkas sinar dilewatkan pada sistem koloid, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel koloid, sehingga sinar yang melalui sistem koloid akan tampak selama pengamatan. Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul kecil, ataupun ion yang berada dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas (Keenan, 1984: 458). Efek Tyndall dalam kehidupan sehari-hari: a) Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut. 32

25 33 b) Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap/berdebu. c) Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut (Michael Purba, 2007: 288). 2) Gerak Brown Jika suatu mikroskop optis difokuskan pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan degan latar belakang gelap, maka akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel-partikel yang terdispersi ini bergerak lurus terus menerus secara acak. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan Brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robeth Brown, yang telah mempelajarinya dalam tahun 1827 (Keenan, 1984 :457). Jika diamati dengan mikroskop ultra, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terus-menerus dengan gerak patahpatah (gerak zig-zag). Gerak Brown terjadi sebgai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terus menerus maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak mengalami sedimentasi (Michael Purba, 2007: ). 3) Muatan koloid a) Elektroforesis Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukan bahwa partikel koloid tersebut bermuatan. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut Elektroforesis. Apabila kedalam sistem koloid

26 34 dimasukkan dua batang elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif), sedangakan koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian elektroforesis dapt digunakan untuk menetukan jenis muatan koloid. b) Adsorpsi Materi dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar, pada permukaan partikel terdapat gaya van der waals yang belum terimbagi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atomatom (atau molekul-molekul atau ion-ion) dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut adsorpsi. Zat-zat teradsorpsi terikat dengan kuat pada permukaan koloid (Keenan, 1984: ). Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi. Contohnya partikel koloid dari Fe(OH)3 bermuatan positif dalam air, karena mengadsorpsi ion H +, sedangkan partikel As2S3 dalam air bermuatan negatifkarena mengadsorpsi ion negatif. Sifat adsorpsi partikel ini sangat penting karena banyak manfaat dapat dilakukan berdasarkan sifat-sifat tersebut. Contoh: Pemutihan gula tebu Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatome dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula akan

27 35 diadsorpsi sehingga diperoleh gula yang putih bersih. Norit Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif norit. Didalam usus norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorpsi gas atau racun. Penjernihan air Untuk menjernihkan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas atau aluminium sulfat. Di dalam air, aluminium sulfat terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air (Michael Purba, 2007: 290). 4) Koagulasi Apabila muatan koloid dinetralkan maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Penetralan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode. Koagulasi karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut: koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid, sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tarik

28 36 menariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan seharihari dan industri: Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit air laut. Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format. Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif, sehingga akan digumpalkan oleh ion Al 3+ dari tawas (aluminium sulfat). Asap atau debu dari pabrik/ industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari cottrel (Michael Purba, 2007: 291). 5) Koloid pelindung Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok. Contoh dari aplikasi koloid pelindug dalam kehidupan sehari-hari adalah: Pembentukan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula. Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung. Zat-zat pengelmusi seperti sabun dan deterjen, juga tergolong koloid pelindung.

29 37 6) Dialisis Dialisis adalah pemisahan ion dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel. Pori-pori itu biasanya berdiameter kurang dari 10 A 0 dan membiarkan lewatnya molekul air dan ion-ion kecil. Dalam pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ionion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid tadi terbuat dari selaput semipermeabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal juga merupakan proses dialisis. Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semipermeabel yang dapat dilewati air dan molekul-molekul sederhana, seperti urea, tetapi menahan butir-butir darah yang merupakan koloid. Orang yang menderita sakit ginjal dapat menjalani cuci darah, dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dislisator (Michael Purba, 2007: 293). 7) Koloid Liofil dan Koloid Liofob Berdasarkan interaksi antara partikel terdispersi dengan medium pendispersinya, sistem koloid dibedakan menjadi dua macam yaitu koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium pendispersinya. Peristiwa ini disebabkan gaya tarik antara partikel-partikel terdispersi dengan medium pendispersinya kuat. Koloid liofob adalah sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka menarik medium pendispersinya. Bila

30 medium pendispersinya air, koloid liofil tersebut hidrofil, sedangkan koloid liofob disebut sebagai koloid hidrofob. 38 Tabel 2.4 Perbandingan sifat koloid liofil dan koloid liofob No Sifat Sol Liofil Sol Liofob 1. Daya adsorpsi Kuat, mudah Tidak terhadap medium mengadsorpsi mediumnya mengadsorpsi mediumnya sehingga ukuran partikelnya dapat semakin membesar 2. Efek Tyndall Kurang jelas Sangat jelas 3. Viskositas Lebih besar Hampir sama (kekentalan) daripada dengan mediumnya mediumnya 4. Koagulasi Sukar terkoagulasi Mudah terkoagulasi (kurang stabil) 5. Lain-lain Bersifat reversibel Irreversibel (bila (bila sudah sudah terakoagulasi dapat menggumpal dengan mudah sukar dijadikan koloid dikoloidkan lagi) kembali) 6. Contoh Sabun, detergen, Sol logam, agar-agar, kanji, darah, sol gelatin Fe(OH)3 (Unggul Sudarmo, 2009: ) c. Pembuatan Sistem Koloid Cara pembuatan koloid dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu dengan cara dispersi dan cara kondensasi. Cara dispersi dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel. Cara kondensasi dilakukan dengan memperbesar ukuran partikel, umumnya dari larutan diubah menjadi koloid. 1) Cara Dispersi a) Dispersi langsung (mekanik) Cara ini dilakukan dengan memperkecil zat terdispersi sebelum didispersikan ke dalam medium pendispersi. Untuk memperkecil ukuran partikel dapat dilakukan dengan menggiling atau menggerus partikel

31 39 sampai ukuran tertentu. Misalnya, pada pembuatan sol belerang dalam air, serbuk belerang dihaluskan dahulu dengan menggerus bersama kristal gula secara berulangulang. b) Homogenisasi Pembuatan susu kental manis yang bebas kasein dilakukan dengan mencampurkan serbuk susu skim ke dalam air di dalam mesin homogenisasi, sehingga partikelpartikel susu akan berubah menjadi seukuran partikel koloid. Emulsi obat pada pabrik obat dilakukan dengan proses homogenisasi menggunakan mesin homogenisasi. c) Peptisasi Proses peptisasi dilakukan dengan cara memecah partikel-partikel besar, misalnya suspensi, gumpalan, atau endapan dengan menambahkan zat pemecah tertentu. Sebagai contoh endapan Al(OH)3 akan berubah menjadi koloid dengan menambahkan AlCl3 ke dalamnya. Endapan AgCl akan berubah menjadi koloid dengan menambahkan larutan NH3 secukupnya. d) Busur Bredig Busur Bredig adalah suatu alat yang khusus digunakan untuk membentuk koloid logam. Proses busur Bredig dilakukan dengan cara meletakkan logam yang akan dikoloidkan pada kedua ujung elektrode dan kemudian diberi arus listrik yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik. Suhu tinggi akibat adanya loncatan bunga api listrik mengakibatkan logam akan menguap dan selanjutnya terdispersi ke dalam air membentuk suatu koloid logam.

32 40 2) Cara Kondensasi Cara kondensasi dilakukan dengan mengubah suatu larutan menjadi koloid. Proses ini umumnya melibatkan reaksireaksi kimia yang menghasilkan zat yang menjadi partikelpartikel terdispersi. a) Reaksi hidrolisis Reaksi ini umumnya digunakan untuk membuat koloid-koloid basa dari suatu garam yang dihidrolisis (direaksikan dengan air). Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dengan cara memanaskan larutan FeCl3. FeCl3(aq) + 3H2O (l) Fe(OH)3(s) + 3HCl (aq) b) Reaksi Redoks Reaksi yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi atau reduksi. Contoh: Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2. 2H2S (g) + SO2(aq) 2H2O (l) + 3S (s) c) Pertukaran ion Reaksi pertukaran ion umumnya dilakukan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut (endapan) yang dihasilkan pada reaksi kimia. Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan As2O3 dengan reaksi sebagai berikut: 3H2S (g) + AsO3(aq) As2S3(s) + 3H2O (l) B. Kerangka Berpikir Permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia menuntut guru agar mengembangkan kreatifitas dalam memilih media dan metode

33 41 pembelajaran yang tepat. Guru yang ideal senantiasa berupaya dengan berbagai strategi, termasuk diantaranya adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang dapat meningkatkan dan membangkitkan motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar. Media belajar merupakan sarana bagi guru untuk mempermudah penyampaian ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Secara umum tujuan penggunaan media pembelajaran adalah membantu guru dalam menyampaikan pesan-pesan atau materi pelajaran kepada peserta didiknya, agar pesan lebih mudah dimengerti, menarik dan menyenangkan. Sedangkan secara khusus media pembelajaran bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga merangsang minat peserta didik untuk belajar, menumbuhkan sikap dan ketrampilan dalam bidang teknologi, menciptakan situasi belajar yang tidak mudah dilupakan, mewujudkan situasi belajar yang efektif dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik (Robinson Situmorang dkk, 2005: 175). Penggunaan media yang umum dibuat oleh guru seperti presentasi dalam bentuk slide, macromedia flash dan lain sebagainya dalam proses pembelajaran menyebabkan proses pembelajaran kurang berjalan secara efektif, khususnya pada materi Sistem Koloid. Dengan penggunaan media tersebut dalam pembelajaran, belum memungkinkan terjadinya pembelajaran yang bersifat dua arah, dan pembelajaran masih saja bersifat teacher centered, karena sama saja guru masih berceramah sedangkan peserta didik hanya pasif menerima informasi dalam proses pembelajaran tersebut. Sampai saat ini sudah sangat banyak media pembelajaran yang telah diterapkan dalam pelajaran kimia, baik yang masih konvensional (sederhana) maupun yang sudah modern. Peneliti memilih media cetak dan slide, karena terdapat beberapa keuntungan dalam penggunaan media cetak dan slide, yaitu relatif murah pengadaannya, lebih mudah dalam penggunaannya dan lebih luwes dalam pengertian mudah digunakan dibawa atau dipindahkan. Bentuk fisik dari media cetak dan slide juga mudah dibuat oleh guru karena prosedur pembuatan media cetak dan slide mudah untuk dilakukan, dan tidak banyak memakan biaya dan waktu. Berbagai macam contoh media cetak yang ada, peneliti memilih media

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari

Buku Saku. Sistem Koloid. Nungki Shahna Ashari Buku Saku 1 Sistem Koloid Nungki Shahna Ashari 2 Daftar Isi Pengertian koloid... 3 Pengelompokan koloid... 4 Sifat-sifat koloid... 5 Pembuatan koloid... 12 Kegunaan koloid... 13 3 A Pengertian & Pengelompokan

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KOLOID K e l a s A. Sistem Dispersi dan Koloid Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi koloid serta perbedaannya dengan larutan dan suspensi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tugas dan tanggung jawab penuh dalam menjalankan tujuan pendidikan, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pembukaan

Lebih terperinci

KOLOID. 26 April 2013 Linda Windia Sundarti

KOLOID. 26 April 2013 Linda Windia Sundarti KOLOID 26 April 2013 Koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi, yang dilihat secara makroskopis tampak bersifat homogen namun secara mikroskopis tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem koloid merupakan bentuk campuran dari dua atau lebih suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR PETA KONSEP

KOMPETENSI DASAR PETA KONSEP SISTEM KOLOID KOMPETENSI DASAR 3.15. Menganalisis peran koloid dalam kehidupan berdasarkan sifat-sifatnya. 4.15.Mengajukan ide/gagasan untuk memodifikasi pembuatan koloid berdasarkan pengalaman membuat

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 7 BAB IX SISTEM KOLOID Koloid adalah campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi. Perbandingan sifat larutan, koloid dan suspensi

Lebih terperinci

Kimia Koloid KIM 3 A. PENDAHULUAN B. JENIS-JENIS KOLOID KIMIA KOLOID. materi78.co.nr

Kimia Koloid KIM 3 A. PENDAHULUAN B. JENIS-JENIS KOLOID KIMIA KOLOID. materi78.co.nr Kimia Koloid A. PENDAHULUAN Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid tergolong sistem dua fase, yaitu: 1) Fase terdispersi (terlarut), adalah zat yang didispersikan,

Lebih terperinci

SISTEM KOLOID. Sulistyani, M.Si.

SISTEM KOLOID. Sulistyani, M.Si. SISTEM KOLOID Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Konsep Materi Koloid merupakan campuran fase peralihan homogen menjadi heterogen. Sistem koloid terdiri dari dua fase, yaitu fase pendispersi

Lebih terperinci

Purwanti Widhy H, M.Pd

Purwanti Widhy H, M.Pd Purwanti Widhy H, M.Pd Standar Kompetensi 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi asar 5.2. Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya

Lebih terperinci

KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID. Prediksi Andre jika filtrasi dikenakan cahaya

KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID. Prediksi Andre jika filtrasi dikenakan cahaya Lampiran B.1 KISI-KISI TES KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISTEM KOLOID Tujuan Siswa mampu menganalisis sifat efek Tyndall melalui latihan prediksi 1 Andre melakukan percobaan

Lebih terperinci

Sistem Koloid. A. Pengertian Sistem Koloid. Lampiran A.7

Sistem Koloid. A. Pengertian Sistem Koloid. Lampiran A.7 Lampiran A.7 Sistem Koloid Sistem koloid dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh cat adalah sistem koloid yang merupakan campuran heterogen zat padat pada koloid yang tersebar merata

Lebih terperinci

Jenis Nama Contoh. padat sol padat sol padat kaca berwarna, intan hitam. gas sol gas aerosol padat asap, udara berdebu

Jenis Nama Contoh. padat sol padat sol padat kaca berwarna, intan hitam. gas sol gas aerosol padat asap, udara berdebu > materi78.co.nr Kimia Koloid A. PENDAHULUAN Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid tergolong sistem dua fase, yaitu: 1) Fase terdispersi (terlarut), adalah

Lebih terperinci

Jenis larutan : elektrolit dan non elektrolit

Jenis larutan : elektrolit dan non elektrolit KONSEP LARUTAN Definisi larutan Larutan adalah campuran homogen dari dua jenis zat atau lebih Larutan terdiri dari zat terlarut (solut) dan zat pelarut (solven) Larutan tidak hanya berbentuk cair, tetapi

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1-100 nanometer),

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I. Standar Kompetensi Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I. Standar Kompetensi Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Kelas / Semester Alokasi Waktu Materi : Kimia : XI (sebelas) / 2 (dua) : 180 menit ( 4 jam pelajaran) : Sistem Koloid I. Standar Kompetensi Menjelaskan

Lebih terperinci

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM

Menu Utama SK/KD SK/KD. Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID. Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM Menu Utama SK/KD SK/KD Komponen utama minyak bumi INDIKATOR SIFAT LARUTAN KOLOID Fraksi fraksi minyak bumi PENJERNIHAN AIR MINUM Bensin dan mutu bensin KOLOID LIOFIL DAN LIOFOB Dampak penggunaan minyak

Lebih terperinci

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : 10.15 11.45 WIB Petunjuk Pengerjaan Soal Berdoa terlebih dahulu sebelum mengerjakan! Isikan identitas Anda

Lebih terperinci

PEMETAAN / ANALISIS SK-KD (Kelas Eksperimen)

PEMETAAN / ANALISIS SK-KD (Kelas Eksperimen) Lampiran 1 PEMETAAN / ANALISIS SK-KD (Kelas Eksperimen) MATA PELAJARAN/TEMA KELAS/SEMESTER : KIMIA/Sistem Koloid : XI/Genap STANDAR KOMPETENSI 5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIFAT-SIFAT KOLOID DAN KEGUNAANNYA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIFAT-SIFAT KOLOID DAN KEGUNAANNYA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIFAT-SIFAT KOLOID DAN KEGUNAANNYA SEKOLAH MATA PELAJARAN KELAS / SEMESTER ALOKASI WAKTU : SMAN 16 SURABAYA : KIMIA : XI / 2 (dua) : 2x45 menit I. STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

XI IA 4 SMA Negeri 1 Tanjungpinang

XI IA 4 SMA Negeri 1 Tanjungpinang 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya laporan hasil kegiatan kami yang berjudul Larutan Koloid ini, dapat terwujud. Tujuan kami melakukan kegiatan ini adalah dimana

Lebih terperinci

Materi Koloid. No Larutan sejati Koloid Suspensi. Antara homogen dan. 5 Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring Dapat disaring

Materi Koloid. No Larutan sejati Koloid Suspensi. Antara homogen dan. 5 Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring Dapat disaring Materi Koloid A.Dispersi Koloid Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi.tepung kanji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle 5E Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Menurut

Lebih terperinci

Kimia Koloid. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc. Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Kimia Koloid. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc. Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kimia Koloid Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Jurusan Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOLOID

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOLOID LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM KOLOID 1. Homegen, tak dapat Dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra. SISTEM KOLOID I. Tujuan : Untuk mengetahui jenis, bentuk dan cara pembuatan koloid II. Landasan Teori

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Problem Solving Metode problem solving adalah sistem pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Koloid. Bab. Peta Konsep. Kompetensi Dasar OLOID 153. Kimiaia untukk SMA dan MA kelas XIII

Koloid. Bab. Peta Konsep. Kompetensi Dasar OLOID 153. Kimiaia untukk SMA dan MA kelas XIII Bab Koloid Peta Konsep Kompetensi Dasar Siswa mampu membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Siswa mampu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

18/06/2015. Dispersi KOLOID. Dhadhang Wahyu

18/06/2015. Dispersi KOLOID. Dhadhang Wahyu Dispersi KOLOID Dhadhang Wahyu Kurniawan @Dhadhang_WK 1 SISTEM DISPERSI Klasifikasi sistem dispersi berdasarkan keadaan fisik medium pendispersi dan partikel terdispersi Fasa terdispersi Solid Solid dalam

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM KOLOID

BAB VII SISTEM KOLOID BAB VII SISTEM KOLOID INDIKATOR Menjelaskan pengelompokan campuran menjadi larutan, koloid, dan suspensi. Mendeskripsikan perbedaan larutan, koloid, dan suspensi berdasarkan sifat campurannya, fasanya

Lebih terperinci

mengajar yang bervariasi merupakan manifestasi dari kreativitas seorang guru agar siswa tidak jenuh atau bosan dalam menerima pelajaran.

mengajar yang bervariasi merupakan manifestasi dari kreativitas seorang guru agar siswa tidak jenuh atau bosan dalam menerima pelajaran. Efektivitas penggunaan metode pembelajaran kooperatif jigsaw yang dimodifikasi dengan kegiatan laboratorium terhadap prestasi belajar pokok bahasan sistem koloid pada siswa kelas ii semester 2 sma negeri

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XII/ Pertemuan ke : 1 & 2 Alokasi Waktu : 4 x 4 menit Standar Kompetensi : Memahami koloid, suspensi, dan larutan sejati Kompetensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Dalam pendidikan partisipatif seorang pendidik lebih berperan sebagai tenaga fasilitator, sedangkan keaktifan lebih dibebankan kepada peserta

Lebih terperinci

Campuran koloid, suspensi, dan larutan sejati dijelaskan berdasarkan komponen-komponen pembentuknya

Campuran koloid, suspensi, dan larutan sejati dijelaskan berdasarkan komponen-komponen pembentuknya 14. Memahami koloid, suspensi dan larutan sejati 14.1 Mengidentifikasi koloid, suspensi dan larutan sejati Indikator : Campuran koloid, suspensi, dan larutan sejati dijelaskan berdasarkan komponen-komponen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA Mengamati Perbedaan Larutan, Koloid dan Suspensi XI IPA 3 Oleh : Agnes Oktaviani D.S ( 01 ) Anida Zulaifa ( 04 ) Fitri Hasrat P. ( 14 ) Habibah Sabrina ( 15 ) M. Akbar R. ( 19 )

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menghadapi tuntutan masa depan yang penuh tantangan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menghadapi tuntutan masa depan yang penuh tantangan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model - Model Pembelajaran Dalam menghadapi tuntutan masa depan yang penuh tantangan dan perubahan, telah banyak dikembangkan berbagai model pembelajaran. Berikut ini dikemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

Lebih terperinci

Pembersih Kaca PEMBERSIH KACA

Pembersih Kaca PEMBERSIH KACA Pembersih Kaca PEMBERSIH KACA I. PENDAHULUAN Penggunaan cairan pembersih kaca semakin menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan akan cairan pembersih kaca dari waktu ke waktu semakin meningkat.

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA FISIK KI-3141

LAPORAN KIMIA FISIK KI-3141 LAPORAN KIMIA FISIK KI3141 Percobaan H1 PENGENDAPAN SOL HIDROFOB OLEH ELEKTROLIT Percobaan H2 PENGENDAPAN TIMBAL BALIK SOL HIDROFOB Nama : Nisrina Rizkia NIM : 10510002 Kelompok :1 Tanggal Percobaan :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang untuk memperoleh perubahan suatu tingkah laku yang baru

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang untuk memperoleh perubahan suatu tingkah laku yang baru 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Belajar dan Hasil Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KOLOID DAN PROSES PEMBUATANNYA : SMAN 16 SURABAYA MATA PELAJARAN : KIMIA. KELAS / SEMESTER : XI / 2 (dua)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KOLOID DAN PROSES PEMBUATANNYA : SMAN 16 SURABAYA MATA PELAJARAN : KIMIA. KELAS / SEMESTER : XI / 2 (dua) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) KOLOID DAN PROSES PEMBUATANNYA SEKOLAH : SMAN 16 SURABAYA MATA PELAJARAN : KIMIA KELAS / SEMESTER : XI / 2 (dua) ALOKASI WAKTU : 2x45 menit I. STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I ) Lampiran A.4 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN I ) Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) Mata Pelajaran : Kimia Pokok Bahasan : Sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori-teori Belajar Terdapat beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Teori belajar tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

Download Soal dan Pembahasan Lainnya di: SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN..

Download Soal dan Pembahasan Lainnya di:  SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN.. SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN../ MATA PELAJARAN : KIMIA KELAS : XI (Sebelas) HARI/TANGGAL : WAKTU : 07.30 09.30 (120 menit) 1. Kelarutan Mg(OH)2 dalam air adalah 10-3 mol/l. Maka harga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan)

Lebih terperinci

Sistem Koloid 11/10/2017. Sifat sifat koloid. Pembuatannya. Penerapannya. Soal Tentang Dispersi. Perbandingan sifat Macam macam koloid

Sistem Koloid 11/10/2017. Sifat sifat koloid. Pembuatannya. Penerapannya. Soal Tentang Dispersi. Perbandingan sifat Macam macam koloid Materi : Apa sistem koloid Sifat sifat koloid Pembuatannya Click here Penerapannya Soal Disampaikan dalam Kuliah Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Unej In courtesy of onechemist. Foto foto yang berhubungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi, termasuk ahli psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam yang merupakan ciptaan Tuhan yang maha kuasa secara sistematis, sehingga IPA bukan

Lebih terperinci

MODUL 5 KIMIA KOLOID

MODUL 5 KIMIA KOLOID MODUL 5 KIMIA KOLOID A. SISTEM KOLOID Di bawah ini ada beberapa perbedaan yang dapat di amati antara larutan sejati, sistem koloid dan suspensi kasar. Perhatikanlah tabel berikut: Tabel 5. 1 Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur. Peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Dengan suatu teori belajar, diharapkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK PERCOBAAN H-3 SOL LIOFIL Nama : Winda Amelia NIM : 90516008 Kelompok : 02 Tanggal Praktikum : 11 Oktober 2017 Tanggal Pengumpulan : 18 Oktober 2017 Asisten : LABORATORIUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran koperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, dan perubahan itu sendiri karena usaha yang disengaja.

BAB II KAJIAN TEORI. memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, dan perubahan itu sendiri karena usaha yang disengaja. BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Hakikat Belajar Dan Mengajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

MODUL KIMIA sma XII MIPA SISTEM KOLOID. Yovita Emiliana Irmayanti

MODUL KIMIA sma XII MIPA SISTEM KOLOID. Yovita Emiliana Irmayanti MODUL KIMIA sma XII MIPA SISTEM KOLOID Yovita Emiliana Irmayanti SISTEM KOLOID STANDAR KOMPETENSI: Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. KOMPETENSI DASAR 5.

Lebih terperinci

Annisa Ratna Sari MEDIA PEMBELAJARAN

Annisa Ratna Sari MEDIA PEMBELAJARAN Annisa Ratna Sari MEDIA PEMBELAJARAN APA YANG PERLU DIKETAHUI & DIPAHAMI GURU TENTANG MEDIA? Media sebagai alat komunikasi efektivitas PBM Fungsi media mencapai tujuan pendidikan & pembelajaran Seluk-beluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 777 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Aktif Peran aktif merupakan partisipasi siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa dipandang sebagai obyek dan subyek, maksudnya yaitu selain siswa mendengarkan

Lebih terperinci

BAB.4 LAJU REAKSI. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :

BAB.4 LAJU REAKSI. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi : BAB.4 LAJU REAKSI laju reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Penerapan juga bisa diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mengggunakan

BAB II KAJIAN TEORI. Penerapan juga bisa diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mengggunakan BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoritis 1. Penerapan Prediction guide (tebak pelajaran) a. Penerapan strategi Prediction Guide Penerapan adalah proses mempraktikan teori yang telah dirancang. 1 Penerapan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TANAH LIAT SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN BENTUK DASAR TIGA DIMENSI BAGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PENGGUNAAN TANAH LIAT SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN BENTUK DASAR TIGA DIMENSI BAGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PENGGUNAAN TANAH LIAT SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN PENGENALAN BENTUK DASAR TIGA DIMENSI BAGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Milla Anggamala Supriatna 1 ABSTRAK Alat permainan yang edukatif dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam proses pembelajaran IPA diperlukan suatu model pembelajaran. Ada berbagai macam model pembelajaran yang banyak digunakan dalam dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Proses belajar tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Proses belajar tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative learning atau pembelajaran gotong royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan pada anak didik untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat membantu pencapaian keberhasialn pembelajaran. Ditegaskan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya (Trianto,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. para ahli pendidikan di Jepang, kegiatan studi pembelajaran (lesson study) atau

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. para ahli pendidikan di Jepang, kegiatan studi pembelajaran (lesson study) atau BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Studi Pembelajaran (Lesson Study) Menurut catatan perkembangan pendidikan di Jepang yang di ungkapkan oleh para ahli pendidikan di Jepang, kegiatan studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail dinyatakan bahwa siswa yang masuk pendidikan menengah, hampir 40 persen putus sekolah. Bahkan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. 9 Ada beberapa ciri pembelajaran efektif yang dirumuskan oleh Eggen & Kauchak (Warsita, 2008) adalah: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan,

Lebih terperinci

A. PEMBUATAN SISTEM KOLOID B. DISPERSI KOLOID C. JENIS-JENIS KOLOID D. SIFAT-SIFAT KOLOID E. KOLOID LIOFIL DAN KOLOID LIOFOB F

A. PEMBUATAN SISTEM KOLOID B. DISPERSI KOLOID C. JENIS-JENIS KOLOID D. SIFAT-SIFAT KOLOID E. KOLOID LIOFIL DAN KOLOID LIOFOB F 8 A. PEMBUATAN SISTEM KOLOID B. DISPERSI KOLOID C. JENIS-JENIS KOLOID D. SIFAT-SIFAT KOLOID E. KOLOID LIOFIL DAN KOLOID LIOFOB F. KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Di sekitar kita, terdapat berbagai macam

Lebih terperinci

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA

SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA Lampiran 01 SILABUS MATA PELAJARAN KIMIA Satuan Pendidikan : SMA Negeri 6 Kupang Kelas/ Semester : XI MIA/ Genap Tahun Pelajaran : 2016/2017 Kompetensi Inti KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar lebih santai

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN III) Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN III) Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) Lampiran A.6 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) (KELAS EKSPERIMEN / PERTEMUAN III) Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) Mata Pelajaran : Kimia Pokok Bahasan : Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dan cita-cita setiap bangsa di dunia. Salah satu faktor pendukung utama bagi kemajuan suatu negara adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau, pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah sebuah perantara atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada siswa dengan harapan terjadinya respon yang positif pada diri siswa. Guru harus mampu memberi

Lebih terperinci

SMA UNGGULAN BPPT DARUS SHOLAH JEMBER UJIAN SEMESTER GENAP T.P 2012/2013 LEMBAR SOAL. Waktu : 90 menit Kelas : XII IPA T.

SMA UNGGULAN BPPT DARUS SHOLAH JEMBER UJIAN SEMESTER GENAP T.P 2012/2013 LEMBAR SOAL. Waktu : 90 menit Kelas : XII IPA T. SMA UNGGULAN BPPT DARUS SHOLAH JEMBER UJIAN SEMESTER GENAP T.P 0/0 LEMBAR SOAL Waktu : 90 menit Kelas : XII IPA T.P : 0/0 PETUNJUK :. Isikan identitas peserta pada tempat yang telah disediakan pada lembar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik. BAB II KAJIAN TEORI A. Partisipasi dan Prestasi Belajar Matematika 1. Partisipasi Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI : 2007) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan (keikutsertaan/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sitematis ke arah perubahan tingkah laku menuju kedewasaan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. sitematis ke arah perubahan tingkah laku menuju kedewasaan peserta didik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun sebagian dari kita mengetahui tentang apa itu pendidikan, tetapi terdapat bermacam-macam pengertian tentang pendidikan. Pendidikan atau pengajaran merupakan

Lebih terperinci

Surakarta, Indonesia ABSTRAK

Surakarta, Indonesia ABSTRAK Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 2 Tahun 2014 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran TGT Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran mengutamakan adanya kerja sama, yakni

Lebih terperinci

BAB 9 SISTEM KOLOID. Gambar 9.1 Sistem koloid Sumber: Ensiklopedi Sains dan Kehidupan

BAB 9 SISTEM KOLOID. Gambar 9.1 Sistem koloid Sumber: Ensiklopedi Sains dan Kehidupan BAB 9 SISTEM KOLOID Gambar 9.1 Sistem koloid Sumber: Ensiklopedi Sains dan Kehidupan Pada bab kesembilan ini akan dipelajari tentang macam-macam dispersi, macam-macam koloid, kegunaan sistem koloid, sifat-sifat

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya 8 II. LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu

Lebih terperinci

Suryani NIM. K

Suryani NIM. K 48 Studi komparasi pemberian tes bentuk teka-teki silang (TTS) dan tes bentuk isian singkat terhadap prestasi belajar pada pokok bahasan sistem koloid kelas 2 semester 1 SMAnegeri 1 Ceper tahun pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 10 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kerangka Teoritis 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah sebuah istilah yang terdiri dari dua kata yakni hasil dan belajar, antara hasil dan belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB 10 SISTEM KOLOID. Tujuan Pembelajaran

BAB 10 SISTEM KOLOID. Tujuan Pembelajaran Bab 10 Sistem Koloid BAB 10 243 SISTEM KOLOID Tujuan Pembelajaran Setelah belajar bab ini, kalian diharapkan mampu: - membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitar, - menggolongkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas

Lebih terperinci