Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan Instrumen NOSLiT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan Instrumen NOSLiT"

Transkripsi

1 20 Ainur Rokhmah /Analisis Kemampuan Literas Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan Ainur Rokhmah*, Widha Sunarno, Mohammad Masykuri Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Sebelas Maret, Jalan Ir. Sutami No. 36A, Kentingan, Jebres, Surakarta * ainur.rokh@gmail.com Abstrak Literasi sains merupakan kemampuan multidimensional yang harus dimiliki siswa dalam mempersiapkan kehidupan setelah sekolah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan literasi sains siswa kelas X. Pengukuran literasi sains menggunakan instrumen Nature of Scientific Literacy Test (NOSLiT) yang dikembangkan oleh Wenning. Instrumen ini merupakan instrumen yang tidak terkait dengan rumpun pelajaran tertentu. Sampel penelitian adalah 36 siswa kelas X semester genap MBI Amanatul Ummah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, persentase kemampuan literasi sains siswa adalah kemampuan observasional dan eksperimental dasar 26,39%, postulat ilmiah 40,28%, penamaan ilmiah 47,22%, disposisi ilmiah 48,61%, dan kaidah bukti saintifik 84,72%. Rata-rata kemampuan literasi sains siswa kelas X adalah 49,44 sedangkan rata-rata hasil uji coba NOSLiT yang dilakukan oleh Wenning adalah 58,80%. Perbedaan perolehan ini disebabkan karena karakteristik siswa berdasarkan kualitas pendidikan, tipe soal yang masih sangat baru untuk siswa serta pengetahuan umum siswa tentang sains. Kata kunci: analisis, literasi sains, NOSLiT Abstract Scientific literacy defines as a multidimensional skills that student should have to prepare a life after school. The aim of this research was to define scientific literacy of grade X student. The Nature of Scientific Literacy Test (NOSLiT) developed by Wenning was used as an assessment tool. This instrument was not associated with a particular subject in school. Thirty six students of grade X MBI Amanatul Ummah at even semester were examined as a research sample. The analysis of students scientific literacy were gain results as follows, the intellectual process skills was 26.39%, postulate of science was 40.28%, scientific nomenclature was 47.22%, scientific disposition was 48.61%, and the rules of scientific evidence was 84.72%. The average percentage of scientific literacy skills of students was 49.44%, while the average percentage of NOSLiT was 58.80%. The difference was raised due to the characteristic of students on their education quality, new type of questions, and student s general knowledge of science. Keywords: analysis, scientific literacy, NOSLiT I. PENDAHULUAN Studi mengenai literasi sains terus berlangsung dan berkembang. Upaya tersebut dilakukan untuk memberikan pemahaman yang tepat kepada semua orang tentang literasi sains. Definisi, atribut-atribut, dan karakteristik tentang kemampuan literasi sains yang harus dimiliki seseorang semakin berkembang sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para pakar. Hal ini dilakukan karena literasi sains dirasa sangat penting dalam skala nasional maupun internasional sebagai alat bantu menyelesaikan tantangan yang dihadapi dunia global dalam memenuhi persediaan makanan dan minuman untuk warga dunia, menghambat pertumbuhan penyakit, pembangkitan energi alternatif, dan adaptasi terhadap perubahan iklim [1]. Merujuk kepada salah satu pakar, Wenning [2] mengung-kapkan literasi sains sebagai kemampuan multidimensional yang harus dimiliki siswa. Kemampuan tersebut meliputi pengetahuan (perbendaharaan kata, fakta, dan konsep), keterampilan proses (terampil dan intelektual), disposisi (sikap dan perilaku), hubungan yang baik antara sains-teknologi-masyarakat, dan sejarah serta hakikat sains. Proses pembelajaran dianjurkan memperhatikan aspek-aspek tersebut agar siswa dapat menggunakan apa yang diperoleh di sekolah sebagai bekal terjun ke kehidupan bermasyarakat. Beberapa waktu lalu, koran harian Jawa Pos [3] memuat sebuah artikel yang mengungkapkan hasil pengukuran kemampuan literasi sains siswa Indonesia yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA). Indonesia berada di peringkat ke-69 di antara 76 negara peserta tes. Asesmen ini dilakukan pada rentang usia 15 tahun. Selain itu, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) juga melakukan pengukuran untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa dalam konteks pendidikan matematika dan sains pada rentang usia kelas IV SD dan kelas VIII SMP. Hasil yang diperoleh pada tahun 2011, Indonesia berada pada peringkat 40 dari 45 negara peserta dengan skor 406 (skor rata-rata ideal 500) [4]. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah instrumen yang digunakan oleh lembaga tersebut bersifat universal karena diterapkan di berbagai negara, sehingga siswa Indonesia mengalami kesulitan jika soal yang dihadapi tidak sesuai dengan konteks atau pembelajaran yang dilakukan di Indonesia. Namun demikian, hal ini juga

2 Ainur Rokhmah /Analisis Kemampuan Literas Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan 21 harus disikapi dengan baik agar siswa Indonesia dapat bersaing di level internasional. Oleh karena itu diperlukan kemampuan literasi sains yang harus ditingkatkan. Usaha perbaikan sistem pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya dengan mencanangkan Kurikulum 2013 yang menekankan kepada sinkronisasi kemampuan multidimensional meliputi kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Sesuai dengan definisi yang telah diberikan Wenning [2], jika keempat kompetensi tersebut disajikan guru dalam pembelajaran, tidak menutup kemungkinan literasi sains siswa juga akan meningkat. Namun sayangnya penerapan pembelajaran sains yang dilakukan di sekolah masih bersifat sebagai transfer pengetahuan saja. Hal ini harus menjadi perhatian bagi pekerja di bidang pendidikan, khususnya guru dan kepala sekolah. Pekerja bidang pendidikan diharapkan memiliki komitmen kuat untuk melakukan pembelajaran yang memfasilitasi kompetensi sesuai Kurikulum Mengingat studi pengukuran literasi sains yang dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian pada rentang usia 10 sampai 15 tahun, maka peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian serupa pada rentang usia yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan tujuan dapat memberikan informasi mendalam mengenai kemampuan literasi sains siswa serta memberikan masukan untuk meningkatkan hasil yang diperoleh. Instrumen pengukuran literasi sains yang digunakan adalah Nature of Scientific Literacy Test (NOSLiT) yang dikembangkan oleh Wenning [2]. NOSLiT dirasa sebagai instrumen yang paling sesuai karena komponen NOSLiT bersesuaian dengan pembelajaran yang dilakukan di sekolah. NOSLiT dikembangkan dengan tujuan mengukur pemahaman siswa terhadap hakikat sains untuk mencapai keberhasilan literasi sains serta digunakan pada jenjang siswa sekolah menengah atas. II. LANDASAN TEORI Berdasarkan Bybee [5], James Bryant Conant menggunakan istilah literasi sains pada tahun 1952 dalam tulisannya tentang General Science in Education. Tulisan tersebut belum memberikan definisi yang jelas mengenai pengetahuan yang harus diketahui seseorang, keahlian yang perlu dimiliki, dan cara pikir serta sikap yang dibutuhkan agar orang dapat dikatakan memiliki literasi sains yang berkembang. Hasil kerja Conant menginisiasi Paul DeHart Hurd untuk mendefinisikan literasi sains. Hurd dalam Holbrook dan Rannikmae [6] mengartikan literasi sains pertama kali pada tahun 1958 sebagai memahami sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat.studi terus berlangsung hingga Chiappetta dan Fillman [7] dalam penelitiannya mengung-kapkan bahwa meningkatkan literasi sains melalui pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan untuk memanfaatkan pengetahuan ilmiah dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Chiappetta dan Fillman [7] menggunakan empat indikator literasi sains, yaitu 1) sains sebagai batang tubuh pengetahuan, 2) sains sebagai cara penyelidikan, 3) sains sebagai cara berpikir, dan 4) interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat. National Science Education Standards (NSES) [2] mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan dan pemahaman konsep dan proses sains yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan, keikutsertaan dalam bermasyarakat, berbudaya, dan berekonomi. Secara singkatnya, literasi sains mengharapkan seseorang dapat menemukan dan menyelidiki keingintahuannya tentang pengalaman sehari-hari yang dijumpai. NSES mengemukakan indikator literasi sains meliputi 1) sains sebagai penyelidikan, 2) konten sains, 3) sains dan teknologi, 4) sains dalam perseorangan dan perspektif sosial, 5) sejarah dan hakikat sains, serta 6) penyatuan antara konsep dan proses. Carl J. Wenning [2], koordinator pada Program Pendidikan Fisika di Illinois State University, USA, mengembangkan sebuah intrumen khusus untuk mengukur literasi sains siswa SMA di Amerika Serikat yang disebut dengan Nature of Scientific Literacy Test (NOSLiT). Selain bertujuan mengukur literasi sains, NOSLiT berfungsi untuk mengidentifikasi kelemahan siswa dalam memahami, memperbaiki proses pembelajaran, dan menentukan keefektifan suatu program. Instrumen ini diujikan kepada 386 siswa SMA di wilayah Illinois selama bulan Februari Soal terdiri dari 35 soal berisi tentang fenomena sehari-hari. Indikator literasi sains atau kerangka kerja NOSLiT yang digunakan oleh Wenning [2] meliputi 1) penamaan ilmiah, 2) keterampilan observasional dan eksperimental dasar, 3) kaidah bukti saintifik, 4) postulat sains, 5) disposisi ilmiah, dan 6) miskonsepsi umum tentang sains. Instrumen tes yang disusun berdasarkan kerangka kerja di atas merupakan instrumen yang bebas materi. Artinya instrumen tes ini tidak melibatkan materi ajar yang diberikan kepada siswa sehingga instrumen ini dapat digunakan secara fleksibel untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa. Peneliti mengadaptasi instrumen ini dan hanya mengambil 5 indikator literasi sains. Indikator miskonsepsi umum tentang sains tidak disertakan karena membutuhkan kajian tersendiri. Setiap indikator diwakili oleh 2 soal dengan tipe soal pilihan ganda dan empat pilihan jawaban. Hal ini dilakukan dengan dua pertimbangan. Pertama, beberapa soal bersifat kontekstual atau berhubungan dengan kondisi wilayah negara asal pengembang soal. Soal-soal ini tidak relevan jika diikutsertakan dalam tes. Kedua, tipe soal merupakan tipe yang sangat baru bagi siswa. Hampir semua soal menuntut siswa untuk menganalisis pernyataan-pernyatan mengenai sains secara umum. Dari 35 soal NOSLiT, hanya 10 soal saja yang diujikan.siswa diharapkan lebih bersungguh-sungguh dan cermat dalam memahami soal, sehingga diperoleh hasil jawaban yang merepresentasikan pemahaman siswa tentang literasi sains. III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Penelitian ini menggunakan metode tes. Tes terdiri dari 10 soal literasi sains yang diadaptasi dari instrumen

3 22 Ainur Rokhmah /Analisis Kemampuan Literas Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan NOSLiT. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis statistik deskriptif. Jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0. Setiap indikator diwakili oleh dua soal sehingga total skor jawaban benar pada kedua soal dijumlahkan kemudian dibagi dengan total skor maksimal dikalikan seratus persen. Hasil analisis literasi sains dipersentasekan dengan menghitung jumlah siswa yang menjawab benar dan membaginya dengan jumlah total siswa dikali seratus persen. Tabel 1. Indikator NOSLiT. No. Indikator No. Soal 1 Penamaan ilmiah 1, 2 2 Keterampilan observasional dan 3, 4 eksperimental dasar 3 Kaidah bukti saintifik 5, 6 4 Postulat sains 7, 8 5 Disposisi ilmiah 9, 10 * dari ref [2] Sampel penelitian adalah dua kelas X MBI Amanatul Ummah yang berjumlah 36 siswa pada semester genap. Hasil analisis data dikelompokkan berdasarkan indikator literasi sains sesuai dengan instrumen NOSLiT yang disajikan pada Tabel 1. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitian disajikan dalam Gambar 1. Gambar 1.Grafik persentase kemampuan literasi sains siswa. Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan literasi terendah pada indikator kedua, yaitu kemampuan observasional dan eksperimental dasar yang diwakili soal nomor 3 dan 4 sebesar 26,39%. Pertanyaan pada nomor 3 dan 4 menyajikan fakta dan hubungan antar konsep. Sebesar 73,61% siswa masih kurang cermat dalam memahami uraian tersebut sehingga tidak dapat menyimpulkan hasil observasi dan eksperimental dengan benar. Hal ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Odja dan Payu [8] yang menyimpulkan bahwa hasil tes literasi sains siswa yang ada pada kategori konseptual dan multidimensional masih bernilai 0%. Odja dan Payu [8] menggunakan pengkategorian literasi sains yang diungkapkan oleh Soobard dan Rannikmae [9]. Kategori konseptual mengharapkan siswa dapat memahami masalah, membenarkan jawaban dengan benar informasi dari teks, grafik, atau tabel. Kategori dimensional mengharapkan siswa memahami keterkaitan antar konsep dalam kehidupan, mengerti keterkaitan antara ilmu, teknologi, dan masyarakat serta menunjukkan pemahaman pengetahuan. Indikator literasi sains yang memperoleh persentase terendah kedua adalah postulat ilmiah yang diwakili oleh soal nomor 7 dan 8 sebesar 40,28%. Postulat ilmiah merupakan pandangan tentang sains yang dijalankan dari dulu hingga sekarang. Postulat tersebut menjadi dasar para ilmuwan dalam mempelajari, mengkaji, dan meneliti sesuatu dalam sains. Wenning [2] mengungkapkan delapan aspek postulat ilmiah yaitu a) semua hukum sains bersifat universal, b) ada konsistensi dari segi waktu dan tempat, c) tidak ada efek yang muncul tanpa sebab alami, d) saintis tidak menerima penjelasan yang tidak ada tesnya, e) sains mengakui adanya observasi yang diulang, f) pengetahuan sains bersifat lama namun tentatif, g) sains tidak menyediakan kepastian yang absolut, h) sains bukan masalah pribadi yang menyangkut kepentingan saintis sendiri. Dari hasil tes, masih banyak siswa yang belum memahami delapan aspek postulat ilmiah tersebut. Indikator terendah ketiga adalah penamaan ilmiah yang diwakili oleh soal nomor 1 dan 2 sebesar 47,22%. Penamaan ilmiah merupakan daftar istilah-istilah yang sering digunakan dalam sains. Wenning [2] mendaftar dua puluh empat istilah tersebut. Dari dua istilah yang dikeluarkan dalam soal, masih banyak yang belum memahami dengan persentase jawaban salah 52,78%. Kedua istilah tersebut adalah prediksi dan teori. Pada soal nomor 1, siswa masih bingung membedakan antara prediksi dan hipotesis. Sedangkan pada nomor 2, siswa kurang cermat dalam memahami istilah teori. Hal ini dapat dikarenakan minimnya pembelajaran yang melibatkan kegiatan penyelidikan. Indikator literasi sains yang memperoleh skor terendah keempat adalah disposisi ilmiah yang diwakili oleh soal nomor 9 dan 10 sebesar 48,61%. Disposisi ilmiah merupakan sikap yang harus dimiliki oleh ilmuwan dalam mempelajari sains. Sikap tersebut di antaranya adalah rasa ingin tahu dan skeptis, objektif dan tidak dogmatis, kreatif dan logis, jujur dan dapat dipercaya. Berdasarkan hasil tes, siswa mampu untuk memahami bahwa seorang ilmuwan harus mencari pengetahuan saintifik, bahkan saat pengetahuan yang ditemukan berbeda dengan keyakinan atau anggapan mereka. Namun, hampir semua siswa belum memahami bahwa ilmuwan dapat kreatif melakukan penelitian secara induksi maupun deduksi. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya indikator kelima literasi sains. Perolehan tertinggi dicapai siswa pada indikator kaidah bukti saintifik yang diwakili oleh nomor soal 5 dan 6 sebesar 84,72%. Uraian fenomena yang disediakan pada

4 Ainur Rokhmah /Analisis Kemampuan Literas Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan 23 soal nomor 5 dan 6 dapat dijawab siswa dengan benar disertai alasan yang tepat. Hal ini dapat dikarenakan fenomena yang disajikan dekat dengan kehidupan seharihari siswa serta sesuai dengan alur berpikir atau logika yang dimiliki siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Arief dan Utari [10] juga menjelaskan bahwa indikator literasi menjelaskan fenomena ilmiah mengalami peningkatan dengan mencapai skor yang tinggi. Rata-rata skor keseluruhan yang diperoleh adalah 49,44%. Sedangkan rata-rata skor NOSLiT yang diujikan oleh Wenning adalah 58,80%. Hasil yang diujikan oleh Wenning memperoleh skor yang lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh peneliti. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kualitas pendidikan antara negara asal instumen NOSLiT dikembangkan, yaitu United States dengan Indonesia. Kualitas pendidikan yang dimiliki United States sebagai negara maju jauh lebih baik dibandingkan negara berkembang. Berdasarkan hasil PISA 2015, skor literasi sains United States adalah 496. Skor ini di atas skor ratarata yaitu 493, sedangkan Indonesia hanya memperoleh skor 403 [11]. Kedua, soal literasi sains yang digunakan merupakan tipe soal yang sangat baru bagi siswa. Hampirsemua tipe soal yang dikembangkan merupakan domain analisis yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa masih belum terbiasa untuk berpikir analitis, atau secara umum berpikir tingkat tinggi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian dari Fayakun & Joko [12] yang mengungkapkan bahwa masih terdapat tiga indikator kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memperoleh skor rendah meskipun telah diajarkan menggunakan model pembelajaran aktif. Ketiga, pengetahuan umum siswa tentang sains masih kurang. Pengetahuan tentang sains merupakan wawasan mengenai bagaimana ilmu sainsdiperoleh. Oleh karena itu, pengetahuan umum tentang sains akan dapat dimengerti oleh siswa jika siswa terlibat aktif dalam belajar. Perolehan skor pada kelima indikator belum merata. Selisih antara skor terendah dan tertinggi mencapai 58,33%. Ketimpangan skor sebesar 50% lebih ini harus menjadi bahan evaluasi untuk menyelenggarakan pembelajaran yang memfasilitasi kemampuan literasi sains. Berlakunya Kurikulum 2013 di semua satuan pendidikan dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mengintegrasikan kemampuan literasi sains. Hal ini bersesuaian dengan sasaran Kurikulum 2013 yang menganjurkan pelaksanaan pembelajaran menggunakan model-model yang berpusat siswa, seperti inkuiri terbimbing, pembelajaran berbasis masalah, project based learning, dan sebagainya.dengan demikian, diharapkan literasi sains siswa dapat mengalami peningkatan dan penyetaraan di setiap indikatornya. V. KESIMPULAN Persentase kemampuan literasi sains siswa dari rendah ke tinggi secara berturut-turut adalah kemampuan observasi-onal dan eksperimental dasar 26,39%, postulat ilmiah 40,28%, penamaan ilmiah 47,22%, disposisi ilmiah 48,61%, dan kaidah bukti saintifik 84,72%. Ratarata kemampuan literasi sains siswa kelas X adalah 49,44% sedangkan rata-rata hasil uji coba NOSLiT yang dilakukan oleh Wenning adalah 58,80%. Perbedaan perolehan ini disebabkan karena karakteristik siswa berdasarkan kualitas pendidikan, tipe soal yang masih sangat baru untuk siswa serta pengetahuan umum siswa tentang sains.hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi semua guru, khususnya di MBI Amanatul Ummah untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa melalui penyelenggaraan pembelajaran yang inovatif sesuai dengan anjuran Kurikulum PUSTAKA [1] Organisation for Economic Co-operation and Development,PISA 2012 Draft Science Framework. Website: %20Science%20Framework%20.pdf, diakses tanggal 3 April [2] C. J. Wenning, Assessing nature-of-science literacy as one component of scientific literacy,journal of Physics Teacher Education, vol. 3, no. 4, 2006, pp [3] Pembelajaran Matematika Salah Konsep, Jawa Pos, 22 Oktober [4] A. I. P. Ariyanti, Pengembangan Asesmen Modifikasi Nature of Scientific Literacy Test (NOSLiT) untuk Mengukur Literasi Sains Siswa SMA, Tesis Magister Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, [5] R. W. Bybee, Scientific literacy, environmental issues, and PISA 2006: The 2008 Paul F- Brandweinlecture,Journal of Science Education and Technology, 17, 2008, pp [6] J. Holbrook, M. Rannikmae,The Meaning of Scientific Literacy. International Journal of Environmental and Science Education, vol. 4, no. 3, 2009, pp [7] E. L. Chiappetta, D. A.Fillman, Analysis of Five High School Biology Textbooks Used in United States for Inclusion of the Nature of Sciences. International Journal of Science Education, vol. 29, no. 15, 2007, pp [8] A. H. Odja, C. S. Payu, Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Pada Konsep IPA, Prosiding Seminar Nasional Kimia Jurusan Kimia FMIPA Unesa, 2014, pp [9] R. Soobard, M. Rannikmae, Assessing student s level of scientific literacy using interdisciplinary scenarios. Science Education International, vol. 22, no. 2, 2011, pp [10] M. K..Arief, S. Utari, Implementation of Levels of Inquiry on Science Learning to Improve Junior High School Student s Scientific Literacy. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, vol. 11, no. 2, 2015, pp [11] Organisation for Economic Co-operation and Development,PISA 2015 Result in Focus. Website: diakses tangga 13 Maret [12] M. Fayakun, P. Joko. Efektivitas Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Kontekstual (CTL) dengan Metode Predict, Observe, Explain terhadap Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, vol 11, no. 1, 2015, pp

5 24 Ainur Rokhmah /Analisis Kemampuan Literas Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan TANYA JAWAB Anonim Saran yang realistis untuk meningkatkan literasi sains? Ainur Rokhmah /UNS Menerapkan kurikulum 2013 dengan optimal, baik dan benar.

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS Ani Rusilowati Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang email: rusilowati@yahoo.com

Lebih terperinci

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 ANALISIS PERBANDINGAN LEVEL KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM STANDAR ISI (SI), SOAL UJIAN NASIONAL (UN), SOAL (TRENDS IN INTERNATIONAL

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS Suciati 1, Resty 2, Ita.W 3, Itang 4, Eskatur Nanang 5, Meikha 6, Prima 7, Reny 8 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat menuntut harus memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Dapat diperoleh dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup atau life skills mengacu pada beragam kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan yang penuh kesuksesan dan kebahagiaan, seperti kemampuan

Lebih terperinci

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains telah menjadi istilah yang digunakan secara luas sebagai karakteristik penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara dalam masyarakat modern

Lebih terperinci

Unnes Journal of Biology Education

Unnes Journal of Biology Education Unnes.J.Biol.Educ. 1 (2) (2012) Unnes Journal of Biology Education http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujbe ANALISIS REPRESENTASI SALINGTEMAS BUKU AJAR BIOLOGI KELAS XI SMA NEGERI SEKOTA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum

Lebih terperinci

Unnes Physics Education Journal

Unnes Physics Education Journal UPEJ 4 (1) (2015) Unnes Physics Education Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej ANALISIS BUKU AJAR FISIKA SMA KELAS XII DI KABUPATEN PATI BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS N. Maturradiyah,

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan sains bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu komponen terpenting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu bidang pendidikan banyak mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

DESKRIPSI LITERASI SAINS AWAL MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA KONSEP IPA

DESKRIPSI LITERASI SAINS AWAL MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA KONSEP IPA JOURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 4, No. 2, Agustus 2015 DESKRIPSI LITERASI SAINS AWAL MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA KONSEP IPA Noly Shofiyah Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berubahnya kondisi masyarakat dari masa ke masa, idealnya pendidikan mampu melihat jauh ke depan dan memikirkan hal-hal yang akan dihadapi siswa di

Lebih terperinci

Joyful Learning Journal

Joyful Learning Journal JLJ 3 (1) (2014) Joyful Learning Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj Penerapan Model Student Facilitator And Explaining Berbantuan Media Visual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MELATIHKAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA KELAS XI SMA NEGERI 1 MANYAR GRESIK IMPLEMENTATION OF GUIDED INQUIRY LEARNING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan secara formal. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk masa depannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Persentase Skor (%) 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian dan pembahasannya sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Untuk mengetahui ketercapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang adalah kemampuan yang berhubungan dengan penguasaan sains. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membangun bangsa. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut Puspendik (2012: 2), kualitas

Lebih terperinci

Santi Helmi et al., Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA (Fisika)...

Santi Helmi et al., Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA (Fisika)... 1 Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA (Fisika) dengan Model Pembelajaran Inkuiri disertai LKS Terbimbing pada Siswa Kelas 8A SMPN 10 Jember Tahun 2014/2015 Improving Science (Physics) Learning

Lebih terperinci

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan

Lebih terperinci

Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Abstract

Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro   Abstract PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT- OREOVOCZ DALAM PENINGKATAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP DITINJAU DARI PENGETAHUAN AWAL MATEMATIS (PAM) SISWA Nego Linuhung Pendidikan Matematika FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, pemahaman tentang pembelajaran sains yang mengarah pada pembentukan literasi sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE PREDICTION GUIDE DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE PREDICTION GUIDE DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE PREDICTION GUIDE DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA 1) Diah Tri Wahyuni, 2) Singgih Bektiarso, 2) Sri Wahyuni 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika 2) Dosen

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LKPD IPA BERMUATAN NATURE OF SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP

PENGEMBANGAN LKPD IPA BERMUATAN NATURE OF SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP Pengembangan LKPD IPA... (Dita Ardwiyanti) 1 PENGEMBANGAN LKPD IPA BERMUATAN NATURE OF SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP THE DEVELOPMENT OF SCIENCE STUDENT WORKSHEET CONTAINING

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN IPA BERBASIS SCIENTIFIC INQUIRY AND SCIENCE ISSUES PADA KETERCAPAIAN 3 RANAH HASIL BELAJAR SISWA SMP ARTIKEL SKRIPSI

PENGARUH PEMBELAJARAN IPA BERBASIS SCIENTIFIC INQUIRY AND SCIENCE ISSUES PADA KETERCAPAIAN 3 RANAH HASIL BELAJAR SISWA SMP ARTIKEL SKRIPSI PENGARUH PEMBELAJARAN IPA BERBASIS SCIENTIFIC INQUIRY AND SCIENCE ISSUES PADA KETERCAPAIAN 3 RANAH HASIL BELAJAR SISWA SMP ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. IPA mengajukan berbagai pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Kemampuan IPA peserta didik Indonesia dapat dilihat secara Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan yang paling penting dan meresap di sekolah adalah mengajarkan siswa untuk berpikir. Semua pelajaran sekolah harus terbagi dalam mencapai tujuan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu studi internasional yang mengukur tingkat pencapaian kemampuan sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study (TIMSS) yang dikoordinasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal

I. PENDAHULUAN. penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains yang berlangsung selama ini hanya sebatas proses penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal pembelajaran sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUA N A. 1 BAB I PENDAHULUA N A. Latar Belakang Penelitian Sains memiliki peran yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, oleh karena itu sains diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia (science

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah pondasi penting dalam pengembangan sains dan teknologi. Tanpa adanya pondasi fisika yang kuat, keruntuhan akan perkembangan sains dan teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITF DAN RANAH AFEKTIF SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 KARANGANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol.4, No.3. pp , September 2015

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol.4, No.3. pp , September 2015 MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI REAKSI REDUKSI-OKSIDASI DI KELAS X SMA NEGERI 12 SURABAYA INCREASING THE STUDENT SCIENCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya dan bertanggungjawab terhadap kehidupannya. Tujuan pendidikan sains (IPA) menurut

Lebih terperinci

Unnes Physics Education Journal

Unnes Physics Education Journal UPEJ 3 (2) (2014) Unnes Physics Education Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej ANALISIS BUKU AJAR FISIKA SMA KELAS XI BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS DI KABUPATEN TEGAL T. E. Yuliyanti,

Lebih terperinci

MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI SMA NEGERI 1 GRESIK

MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI SMA NEGERI 1 GRESIK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI SMA NEGERI 1 GRESIK EXERCISING SCIENCE PROCESS SKILLS THROUGH IMPLEMENTATION INQUIRY

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI IMPLEMENTATION OF GUIDED INQUIRY LEARNING MODEL TO IMPROVE STUDENT S PROCESS SKILL IN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA Heizlan Muhammad, Tina Yunarti, Rini Asnawati Anheizlan@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen merupakan faktor yang penting dalam semua bidang kehidupan. Melalui manajemen, praktik sebuah organisasi dapat berjalan secara maksimal. Demikian

Lebih terperinci

PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS

PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS Mufida Nofiana 1, Teguh Julianto 2 Universitas Muhammadiyah Purwokerto Abstrak. Literasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang positif.

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2018 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA MODEL POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES FISIKA SISWA SMA MUHAMMADIYAH IMOGIRI Algiranto algiranto20@gmail.com Sarwanto sarwanto@fkip.uns.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dalam artian manusia terus menggali setiap celah didalam kehidupan yang dapat mereka kembangkan demi memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang lebih baik serta dapat bertingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini prestasi belajar (achievement) sains siswa Indonesia secara internasional masih berada pada tingkatan yang rendah, hal tersebut dapat terindikasi

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2, No. 2, pp , May 2013

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2, No. 2, pp , May 2013 PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA IPA INTRA DISIPLINER KIMIA TIPE CONNECTED MATERI ZAT ADITIF UNTUK MELATIH BERPIKIR KRITIS THE DEVELOPMENT OF STUDENT WORKSHEET ON CHEMISTRY SCIENCE USING CONNECTED PATTERN

Lebih terperinci

STUDENT ACADEMIC SKILLS THROUGH PROJECT BASED LEARNING IN CLASS XI SENIOR HIGH SCHOOL BABUSSALAM

STUDENT ACADEMIC SKILLS THROUGH PROJECT BASED LEARNING IN CLASS XI SENIOR HIGH SCHOOL BABUSSALAM 1 STUDENT ACADEMIC SKILLS THROUGH PROJECT BASED LEARNING IN CLASS XI SENIOR HIGH SCHOOL BABUSSALAM Mulya Pudji Lestari, Yennita, M. Rahmad Email : mulyapudjilestari@gmail.com, Hp : 085374868856 yennita_caca@yahoo.com,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN SAINS

IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN SAINS IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN SAINS Endang Susilawati 1, Agustinasari 2 1,2 STKIP TAMAN SISWA BIMA endang272021@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional BABI PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun

Lebih terperinci

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo JPM IAIN Antasari Vol. 1 No. 1 Juli Desember 2013, pp. 1-8 MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4 Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo Abstrak PISA (Program International for Student Assessment)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam dan dijelaskan ke dalam bahasa matematika. Karakteristik ilmu fisika seperti Ilmu Pengetahuan Alam lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014 BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. A. Latar

Lebih terperinci

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, maka program pendidikan seharusnya dapat menjawab kebutuhan manusia secara utuh dalam menghadapi kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemampuan berpikir siswa pada usia SMP cenderung masih berada pada tahapan kongkrit. Hal ini diungkapkan berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam menjelajah dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Pendidikan adalah salah satu upaya

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK ASAM BASA KELAS XI MIA SMAN 2 MAGETAN IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP Nego Linuhung FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail: nego_mtk@yahoo.co.id

Lebih terperinci

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Artikel) Oleh KHOIRUNNISA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan di sekolah memiliki tujuan agar peserta didik mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mampu mengembangkan dan menerapkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014 Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa Pada Konsep IPA Abdul Haris Odja, Citron S. Payu Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Gorontalo Email; litu711@yahoo.co.id Abstrak: Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam upaya membentuk generasi bangsa yang siap menghadapi masalah-masalah di era globalisasi. Namun, kualitas

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS INKUIRI DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XA SMA NEGERI PASIRIAN LUMAJANG Intan Fitriani 1, Dewi Iriana 2,

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI SNOWBALLING PADA MATERI ATOM, ION, MOLEKUL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN 19 SURABAYA

PENERAPAN STRATEGI SNOWBALLING PADA MATERI ATOM, ION, MOLEKUL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN 19 SURABAYA Vol. 3, No. 3, pp. 81-86, September. 2014 PENERAPAN STRATEGI SNOWBALLING PADA MATERI ATOM, ION, MOLEKUL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN 19 SURABAYA IMPLEMENTATION OF SNOWBALLING

Lebih terperinci

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA 5 SMA NEGERI

Lebih terperinci

Education and Human Development Journal, Vol. 02. No. 01, April 2017

Education and Human Development Journal, Vol. 02. No. 01, April 2017 19 PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN LITERASI SAINS BERORIENTASI PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT (PISA) Ifa Seftia Rakhma Widiyanti, Anggun Winata, Sri Cacik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan yang baik dicerminkan oleh lulusan yang memiliki kompetensi yang baik. Mutu pendidikan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah seperti

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES LITERASI SAINTIFIK UNTUK SISWA KELAS XI MIA SMA/MA

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES LITERASI SAINTIFIK UNTUK SISWA KELAS XI MIA SMA/MA PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES LITERASI SAINTIFIK UNTUK SISWA KELAS XI MIA SMA/MA Sunarno Prayogo* dan Hadi Suwono Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No. 5 Malang 65145 *Email:

Lebih terperinci

Economic Education Analysis Journal

Economic Education Analysis Journal EEAJ 3 (3) (2014) Economic Education Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eeaj PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP VALUTA ASING SERTA HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA TEMA PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA TEMA PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA TEMA PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS Meizuvan Khoirul Arief meizuvankhoirularief@gmail.com Program Studi Pendidikan IPA SPS Universitas

Lebih terperinci

Diah Pitaloka Handriani SMP Negeri 1 Surakarta

Diah Pitaloka Handriani SMP Negeri 1 Surakarta 22-200 IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN DAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI LINGKUNGAN KELAS VII H SMP NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KLS VIII

KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KLS VIII KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KLS VIII Beni Yusepa, G.P. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pasundan pyusepa.fkip.pmat@unpas.ac.id Abstrak: Kemampuan

Lebih terperinci

Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning

Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas X SMA Negeri 10 Purworejo Tahun Pelajaran 2015/2016 Heni Setiani, Nur Ngazizah, Eko Setyadi Kurniawan

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 2, pp , May 2014

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 2, pp , May 2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA SISWA KELAS XI SMA MAZRAATUL ULUM PACIRAN LAMONGAN IMPLEMENTATION OF INQUIRY LEARNING MODEL

Lebih terperinci

E-journal Prodi Edisi 1

E-journal Prodi Edisi 1 E-journal Prodi Edisi 1 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN IPA SMP BERBASIS SCIENCE EDUTAINMENT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PESERTA DIDIK THE DEVELOPMENT OF SCIENCE

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PROYEK PADA PEMBELAJARAN IPA FISIKA SMP

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PROYEK PADA PEMBELAJARAN IPA FISIKA SMP PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PROYEK PADA PEMBELAJARAN IPA FISIKA SMP Aswin Hermanus Mondolang Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Manado,

Lebih terperinci

Mukarromah et al., Penerapan Model Pembelajaran...

Mukarromah et al., Penerapan Model Pembelajaran... Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDN Rowotamtu 02 Jember pada Pokok Bahasan Peristiwa Alam Tahun Pelajaran 2012/2013 (Implementation

Lebih terperinci

Elok Mufidah dan Amaria Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tlp: , Abstrak

Elok Mufidah dan Amaria Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tlp: ,   Abstrak PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBI) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ASAM BASA DAN GARAM Elok Mufidah dan Amaria Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Oleh RANTI EFRIZAL NPM

ARTIKEL PENELITIAN. Oleh RANTI EFRIZAL NPM ARTIKEL PENELITIAN PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA PEMBELAJARAN IPA DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING DI SD NEGERI 37 ALANG LAWEH PADANG Oleh RANTI EFRIZAL NPM 1210013411035 PROGRAM

Lebih terperinci

Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 9 (1), 2017, 14-23

Tersedia online di EDUSAINS Website:  EDUSAINS, 9 (1), 2017, 14-23 Tersedia online di EDUSAINS Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/edusains EDUSAINS, 9 (1), 2017, 14-23 Research Artikel PENINGKATAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SISWA MELALUI PENERAPAN LEVELS

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN KERJA ILMIAH DAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS VIIC SMP NEGERI 1 TAPEN BONDOWOSO

PENINGKATAN KEMAMPUAN KERJA ILMIAH DAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS VIIC SMP NEGERI 1 TAPEN BONDOWOSO PENINGKATAN KEMAMPUAN KERJA ILMIAH DAN HASIL BELAJAR FISIKA DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA SISWA KELAS VIIC SMP NEGERI 1 TAPEN BONDOWOSO Erwita Yuliana Dewi, Supeno, Subiki Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember PENGARUH MODEL INQUIRY TRAINING DISERTAI MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR DAN RETENSI HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA (FISIKA) DI MTs 1) Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1)

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 MAJENE

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 MAJENE JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid 11 Nomor 3, Desember 2015 ISSN 1858-330X PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PESERTA DIDIK KELAS X SMA NEGERI 2 MAJENE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan abad 21 saat ini ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi. Terutama pada pembangunan nasional yaitu bidang pendidikan. Oleh karena

Lebih terperinci