BAB I PENGANTAR. kewenangan masing-masing daerah dapat dilaksanakan dengan pengembangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. kewenangan masing-masing daerah dapat dilaksanakan dengan pengembangan"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Potensi wilayah yang berbasis pada ekonomi lokal sangat perlu dikembangkan untuk mempertahankan keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah tertentu. Otonomi daerah yang telah ditetapkan dan dikelola sesuai kewenangan masing-masing daerah dapat dilaksanakan dengan pengembangan dan pemberdayaan dari potensi yang tersedia di wilayah tersebut. Tujuan pengembangan dan pemberdayaan potensi yang tersedia adalah untuk meningkatkan daya saing dan kemakmuran masyarakat yang menetap di wilayah tersebut. Salah satu kekuatan daerah untuk melaksanakan pengembangan tersebut adalah dengan cara membangun konsentrasi wilayah sesuai dengan lokasi, potensi, dan kondisi tata ruang yang layak. Wilayah yang terkonsentrasi ini diharapkan dapat memenuhi setiap kebutuhan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Tata ruang yang layak difokuskan pada target sasaran pemanfaatan lahan yang tersedia. Perhatian pemerintah daerah pada pola pemanfaatan lahan yang tersedia tidak lepas dari potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah, seperti yang difokuskan pada penerapan pola pemanfaatan lahan untuk pengembangan kawasan Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Potensi lahan 1

2 seluas 574,82 Km 2 menjadi daya dukung Kabupaten Sleman untuk selalu berupaya mengembangkan dan memberdayakan lahan sesuai dengan tata ruang wilayah. Menurut letak geografis Kabupaten Sleman, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Provinsi Jawa Tengah). Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten (Provinsi Jawa Tengah). Sleman bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta (Provinsi DIY), sedangkan bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo (Provinsi DIY) dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa tengah). Kabupaten Sleman memiliki intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi dengan sistem sanitasi pemukiman yang kompleks. Pertumbuhan penduduk yang pesat dengan berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, menuntut wujud kondisi sosial-ekonomi yang lebih baik. Kebutuhan lahan yang kian meningkat dari waktu ke waktu ikut serta mendorong para pemilik lahan melakukan pembangunan baru dan membuka peluang untuk meningkatkan kebutuhan penyediaan sarana perekonomian, sebagai bagian dari pengembangan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Jumlah sarana perekonomian menurut jenis fasilitas di tingkat provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 terangkum dalam Tabel 1.1 berikut ini. Provinsi Mini Market Tabel 1.1 Sarana Perekonomian Menurut Jenis Fasilitasnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013 Restoran Warung/ Kedai Makanan Minuman Toko/ Warung Kelontong Hotel Penginapan Pasar Tanpa Bangunan D.I Y Sumber: BPS Provinsi DIY,

3 Pertumbuhan sarana perekonomian Provinsi DIY sebagian berasal dari beberapa sarana perekonomian yang berkembang di Kabupaten Sleman. Sarana perekonomian Kabupaten Sleman terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2011 tercatat dalam Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Sarana Perekonomian Per-Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2012 dan 2013 No Kecamatan Pasar Umum Pertokoan Warung Kios Restoran Bank/KUD Moryudan Minggir Sayegan Godean Gamping Mlati Depok Berbah Prambanan Kalasan Ngemplak Ngaglik Sleman Tempel Turi Pakem Cangkringan TOTAL Sumber: BPS Provinsi DIY, Kecamatan Dalam Angka, 2012 dan 2013, (diolah). Data sarana perekonomian (lihat Tabel 1.2) per-kecamatan mencatat bahwa pertokoan di Kabupaten Sleman telah mencapai ribuan bangunan. Ini mengindikasikan bahwa permintaan pemukiman dan pertokoan tiap tahun meningkat per-kecamatan di Kabupaten Sleman. Salah satu alasan yang mendasari peningkatan permintaan tersebut adalah karena kemajuan sektor 3

4 perdagangan dan jasa. Pertumbuhan penduduk yang kian meningkat pesat, serta ditambah para pendatang yang terlibat dalam aktivitas ekonomi dan bisnis memotivasi permintaan properti pertokoan tersebut meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah penduduk Kabupaten Sleman tercatat mencapai lebih dari jiwa pada tahun 2011 tersaji pada Tabel 1.3 berikut. No. Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Per-Kecamatan di Kabupaten Sleman 2011 Kecamatan/Desa Laki-laki (L) Jumlah Penduduk 2011 Perempuan (P) L + P 1. Moryudan Minggir Sayegan Godean Gamping Mlati Depok Berbah Prambanan Kalasan Ngemplak Ngaglik Sleman Tempel Turi Pakem Cangkringan Kabupaten Sleman Sumber: BPS Kabupaten Sleman,

5 Jumlah penduduk dan kehadiran para pendatang yang kian meningkat seiring dengan berbagai aktivitas perekonomian yang berkembang, memberi kesan nyaman dan aman untuk berinvestasi di Sleman. Daya tarik ini muncul dari kesadaran masyarakat untuk investasi pada sektor properti, terutama jenis properti pertokoan (ruko) selain lebih menguntungkan dari lokasi bisnis, juga tercermin dari nilai ekonomis tanah yang tinggi di kawasan Kabupaten Sleman. Pertokoan merupakan salah satu jenis komersial properti, yang berarti bahwa pertokoan dapat menjadi properti yang menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam bentuk sewa. Keuntungan (Income Producing Properties) pertokoan dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe free standing buildings, traditional shopping centers, dan specialized centers. Tipe free standing buildings merupakan tipe bangunan pertokoan dengan penyewa tunggal, biasanya digunakan dan dikelola oleh pemilik. Traditional shopping centers biasanya terdiri dari beberapa pertokoan dalam suatu lokasi, sedangkan specialized centers merupakan pertokoan yang menjual barang-barang merk terkenal dan memberi diskon seperti factory outlets dan specialty centers (Kyle dan Baird, 2000: 6). Permintaan ruang pertokoan sebagai sarana menampung kegiatan perdagangan, lebih sering dimanfaatkan pelaku usaha guna memenuhi kebutuhan dengan dua cara, yaitu: dengan memiliki (membeli) ruang pertokoan dan/atau dengan cara menyewa. Sewa merupakan pengalihan hak penguna sebuah properti dari pemilik kepada orang lain dengan sebuah perjanjian tertentu. 5

6 Menurut Gunther (1995: 161) sewa adalah pembayaran sejumlah uang atas penggunaan lahan, kamar, rumah, ruang kantor, ruang usaha, pabrik, kepada pemilik lahan atau bangunan tersebut. Beberapa aktivitas perdagangan lebih mengutamakan untuk menyewa sebuah ruang usaha, dengan alasan untuk mendapatkan lokasi usaha yang strategis. Untuk mendapatkan lokasi yang strategis, pemilik usaha akan memilih dan menentukan ruang usaha berdasarkan segi keefisienan. Tingkat efisien lebih diutamakan pemilik usaha, karena mengingat biaya yang dikeluarkan lebih murah menyewa tempat usaha (ruko) daripada biaya yang harus dikeluarkan jika membeli tempat usaha tersebut. Kabupaten Sleman memiliki fasilitas ruang publik seperti jalan dan penerangan jalan yang dapat diakses lintas jalur, baik yang masuk kota Yogyakarta maupun yang ke luar kota. Jalan negara yang terdapat di Kabupaten Sleman merupakan jalan kelas I dengan panjang 61,66 km, sedangkan jalan Propinsi merupakan jalan kelas II sepanjang 279,38 km. Dari jalan negara yang ada, 55,49 km kondisinya baik dan 6,17 km kondisinya sedang. Untuk jalan propinsi, kondisi jalan baik sepanjang 139,69 km dan kondisi sedang 113,28 km (Badan Pusat Statistik, 2014). Panjang jalan kabupaten adalah 699,50 km dan tidak seluruhnya dalam kondisi baik. Panjang jalan yang kondisinya baik hanya 378,16 km. Tercatat 172,92 km kondisi jalan sedang, 79,07 km kondisi jalan rusak sedang, dan 69,35 km kondisi jalan rusak. Menurut jenis permukaan, jalan kabupaten telah diaspal sepanjang 691,80 km dan 6,00 km masih merupakan jalan kerikil, sedangkan jalan yang jenis permukaan masih tanah berada sekitar 1,70 km. 6

7 Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah hukum Polres Sleman pada akhir tahun 2013 mencapai kendaraan. Dari jumlah tersebut terinci menjadi 448 kendaraan yang merupakan kendaraan umum perusahaan, kendaraan merupakan kendaraan pribadi, dan 213 kendaraan merupakan kendaraan milik pemerintah (Badan Pusat Statistik, 2014). Daya listrik menjadi bagian penting dalam aktivitas sehari-hari, tidak hanya dalam kebutuhan rumah tangga tetapi juga memenuhi kebutuhan industri di tingkat regional. Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyediakan kapasitas terpasang milik PLN untuk memenuhi konsumsi listrik Provinsi DIY selama tahun 2014 sebesar 0,32 Megawatt (MW). Daya tersambung per kelompok pelanggan, khususnya untuk penggunaan listrik pelanggan rumah tangga mencapai 773,51 Mega Volt Ampere (MVA), (Statistik PLN, 2014: 5 6). Tabel 1.4 Perkembangan kapasitas daya listrik terpasang wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. Komponen Kapasitas terpasang milik PLN (MW) 0,32 0,32 0,32 0,32 0,32 2. Daya tersambung pelanggan rumah 597,42 636,40 681,21 734,04 773,51 tangga (MVA) 3. Jumlah pelanggan rumah tangga Sumber: Statistik PLN, 2014 Jumlah pelanggan rumah tangga untuk Provinsi DIY selama tahun 2014 mencapai pelanggan. Semakin bertambahnya para urban yang tinggal menetap di DIY, pengguna listrik rumah tangga pun makin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan pelanggan rumah tangga Provinsi Daerah 7

8 Istimewa Yogyakarta semakin meningkat, dan tentu fakta ini diikuti oleh pertumbuhan properti DIY. Selama lima tahun terakhir hingga 2014, pertumbuhan daya tersambung dan jumlah pelanggan tercatat pada Tabel 1.4 yang disesuaikan dengan kapasitas terpasang milik PLN untuk wilayah DIY sebesar 0,32 Megawatt (MW), (Statistik PLN, 2014: 5 6). Daya listrik menjadi bagian dari biaya yang harus ditanggung oleh penyewa ruko, sehingga besarnya tingkat kapitalisasi akan meningkat pula seiring dengan bertambahnya beban listrik yang digunakan penyewa. Seringkali pendekatan kapitalisasi pendapatan menjadi metode yang tepat digunakan untuk mengubah suatu estimasi pendapatan secara tahunan menjadi suatu indikasi nilai pada properti komersial, karena tingkat kapitalisasi dapat dinyatakan dalam persen dan mempertimbangkan risiko investasi yang dihadapi. Apabila tingkat kapitalisasi menurun karena tingkat risiko berkurang, maka nilai investasi tersebut akan naik (Prawoto, 2003: 257). Metode kapitalisasi pendapatan di Indonesia belum digunakan secara formal untuk perhitungan pajak properti, meskipun Pasal 1 (3) Undang-Undang No 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1994 memberi peluang untuk menerapkan metode tersebut. Alasan belum diterapakan metode tersebut dikarenakan untuk mendapatkan data sewa yang riil dan transparan masih sulit, serta keterbatasan tenaga penilai yang belum memahami penerapan tersebut. Hal ini menyebabkan penilai kesulitan dalam menentukan nilai sewa wajar atau pendapatan yang wajar dari suatu properti, sehingga berpengaruh pada kualitas nilai yang dihasilkan oleh 8

9 penilai properti. Apabila tujuan penilaian yang dilakukan adalah untuk penetapan pajak properti, maka besarannya penetapan pajak menjadi tidak akurat dan realisasi penerimaan pajak tidak tercapai maksimal (Zuriah, 2007). Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bagi pengenaan pajak properti Kabupaten Sleman, terutama untuk properti jenis pertokoan/ruko selama ini masih menggunakan pendekatan perbandingan data pasar dan pendekatan biaya. Data perbandingan yang digunakan lebih banyak menggunakan data transaksi dari laporan notaris/ppat yang kurang valid atau riil, karena transaksi dicatat dengan nilai perolehan properti, yang kurang lebih sama dengan NJOP yang ditetapkan oleh kantor pajak setempat. Hal ini mengakibatkan masih ada kesenjangan antara Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) aktual yang diterapkan oleh kantor pajak dengan nilai pasar wajar suatu properti di mana ada kecenderungan bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan lebih rendah, terutama untuk properti ruko yang memiliki potensi pendapatan dari nilai sewa Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum terdapat data dan informasi memadai yang fokus meneliti tingkat kapitalisasi investasi di Kabupaten Sleman, dan masih terbatasnya penyediaan informasi mengenai sewa pasar ruko (rumah toko) di Kabupaten Sleman. Dengan hasil data dan informasi yang didukung dengan analisis statistik tersebut, sehingga mampu dijadikan sebagai pedoman bagi penilai properti, pemilik, investor, dan pemerintah dalam penentuan sewa pasar dan nilai properti ruko. 9

10 1.1.2 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan. Pertanyaan penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Seberapa besar tingkat kapitalisasi pertokoan di Kabupaten Sleman? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kapitalisasi pertokoan di Kabupaten Sleman? 3. Di mana saja posisi letak properti pertokoan/ruko dua lantai yang tersebar di seluruh Kabupaten Sleman? 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis tingkat penyesuaian nilai sewa pertokoan/ruko di Kabupaten Sleman sejauh ini belum pernah dilakukan, namun secara umum telah banyak penelitian empirik mengenai nilai sewa properti dan tingkat penyesuaian. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan para peneliti terdahulu adalah sebagai berikut. Tabel 1.5 Keaslian Penelitian No. Deskripsi Uraian 1. Peneliti; tahun; lokasi Sunoto (1997) Kota Yogya dan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Tinjauan pengaruh harga sewa rumah terhadap Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) perumahan (studi kasus Kota Yogya dan Kecamatan Depok Kabupaten Sleman). MRA dengan OLS. penjelas harga sewa rumah per-tahun (SW) dan lokasi rumah (D), variabel yang dijelaskan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). 10

11 No. Deskripsi Uraian harga sewa berpengaruh positif terhadap NJOP perumhan dengan angka elastisitas 0,7973. Ditemukan bahwa Nilai Jual Objek Pajak di Kodya Yogya lebih tinggi di bandingkan Nilai Jual Objek Pajak di Kecamatan Depok Sleman. Model yang memberikan hasil terbaik adalah eksponensial. 2. Peneliti, tahun, lokasi Kivilahti dan vitanen (2006) Helsinki Espoo, Vantaa, Turku, Tampere dan Oulu, Firlandia. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sewa properti komersial (perkantoran, industri dan pertokoan). Regresi linier berganda. Jarak ke pusat kota, luas bangunan, status renovasi, dan periode sewa. Jarak dan luas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa properti, sedangkan status renovasi dan periode sewa berpengaruh positif terhadap nilai sewa. 3. Peneliti; tahun; lokasi Fuerst (2007) New York City, USA. Office Rent Determinants: A Hedonic Panel Analysis. Analisis panel. Tingkat kekosongan bangunan, luas bangunan, umur bangunan, jumlah penghuni, rata-rata jarak dengan bangunan lain, luas ruang kantor, jarak ke stasiun, dan koordinat peta bangunan. Hasil analisis penentuan harga sewa perkantoran dan variabel yang berpengaruh guna mendapatkan pengetahuan empiris mengenai proses pembentukan harga sewa dapat disimpulkan bahwa variabel karakteristik bangunan yang berpengaruh signifikan, yaitu: tingkat kekosongan, luas bangunan, umur bangunan, lantai bangunan, jumlah penghuni. Sedangkan variabel lokasi yang berpengaruh signifikan adalah rata-rata jarak dengan bangunan lain, luas ruang kantor, jarak ke stasiun, dan koordinat peta bangunan. 4. Peneliti; tahun; lokasi Zuriah (2007) Yogyakarta-Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sewa pertokoan dan tingkat penyesuaian sewa. Regresi linier berganda. Jarak, luas bangunan, luas lantai, lebar jalan depan, dan umur efektif bangunan. 11

12 No. Deskripsi Uraian 5. Peneliti; tahun; lokasi Voss (2008) Germany. Hasil analisis penelitian ini menyimpulkan bahwa jarak dan luas bangunan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa, sedangkan lebar jalan depan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa. Penilaian Rentail properti dengan menganalisis faktor yang mempengaruhinya. Analisis deskriptif. Lokasi dan pejalan kaki. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa spesifikasi lokasi zona dari faktor lokasi yang mempengaruhi dalam pembentukan nilai properti rentail. Faktor volume pejalan kaki terdiri dari jumlah pengunjung dan jumlah pekerja mempengaruhi nilai properti rentail. 6. Peneliti; tahun; lokasi Rosiers, dkk. (2009) Montreal dan Quebec, Canada. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai sewa pertokoan. Regresi linier berganda. Luas bangunan Percebtage rent rate, durasi sewa, inflasi, dan umur bangunan. Luas dan umur bangunan berpengaruh negatif signifikan, sedangkan inflasi dan durasi sewa berpengaruh positif terhadap nilai sewa. 7. Peneliti; tahun; lokasi Yulianto (2009) Kota Magelang. Pengaruh faktor lokasi dan fisik properti terhadap nilai sewa pertokoan di kota Magelang tahun Analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa. Jarak properti ke pusat kota, luas bangunan yang disewakan, umur efektif bangunan, lebar jalan depan, dan akses jalan. Jarak properti ke pusat kota Magelang, luas bangunan yang disewakan, dan umur efektif bangunan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa properti pertokoan. Lebar jalan depan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa properti pertokoan di kota Magelang. Lebar jalan terhadap nilai depan bangunan dan dummy akses jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai sewa properti pertokoan. 12

13 No. Deskripsi Uraian 8. Peneliti; tahun; lokasi Mariana (2010) Jakarta Analisis harga sewa perkantoran. Regresi berganda. Ruang kantor per-meter persegi, lokasi, kapasitas parkir, letak lantai ruang kantor, umur bangunan, dan luas unit ruangan. Harga sewa ruang kantor per-m 2 dan per-bulan, lokasi, kapasitas parkir gedung kantor berpengaruh positif dan signifikan; letak lantai ruang kantor dan umur bangunan berpengaruh negatif dan signifikan; sedangkan luas unit ruangan kantor tidak memiliki pengaruh signifikan. 9. Peneliti; tahun; lokasi Rahman (2010) Kota Pekanbaru. Analisis nilai sewa pertokoan di kota Pekanbaru tahun Analisis regresi berganda. Luas bangunan, umur bangunan, lebar jalan, jarak ke CBD, dan adanya sarana transportasi umum sebagai parameter kemudahan akses. Hasil penelitian menyatakan bahwa luas bangunan dan jarak ke CBD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa. lebar jalan dan variabel dummy adanya transportasi umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa. umur bangunan ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai sewa. -variabel secara simultan mampu menjelaskan nilai sewa dengan daya jelas sebesar 79,81%. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata tingkat penyesuaian nilai sewa adalah sebesar 2,42% dan terdapat hubungan yang regresif, hal ini menunjukkan semakin tinggi nilai sewa maka akan semakin kecil tingkat penyesuaian tersebut. 10. Peneliti; tahun; lokasi Yudistriasnanto (2011) jalan Sanggau Ledo Kota Bengkayang. Faktor yang mempengaruhi nilai sewa ruko di jalan Sanggau Ledo Kota Bengkayang. Analisis regresi linier berganda dengan data kerat lintang. Jarak ke CBD, umur bangunan, luas bangunan, luas halaman parkir, dan nilai sewa ruko. 13

14 No. Deskripsi Uraian Jarak ke CBD dan umur bangunan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai sewa ruko, luas bangunan dan luas halaman parkir berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai sewa ruko. 11. Peneliti; tahun; lokasi Supardi (2012) Jakarta-Indonesia. Model penilaian alternatif penentuan pajak Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pendekatan kapitalisasi pendapatan properti komersial apartemen di Jakarta. Sumber data diperoleh dari data apartemen di Jakarta selama kurun waktu , yang dikumpulkan dengan metode purposive sampling. Penaksir tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen dilakukan dengan analisis regresi berganda dengan metode penaksir Least Square Dummy Variable (LSDV). Pendekatan kapitalisasi, pendapatan NJOP, PBB, HBU, SIG, LSDV, Tingkat optimalisasi pengembangan lahan, jarak apartemen ke CBD. Hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen di Jakarta dengan rumus baru (Rbaru) dan rumus yang dikembangkan oleh Rose (RRose) tidak berbeda signifikan. Meskipun demikian, perhitungan Rbaru dapat dianggap lebih lengkap dan realistis sesuai dengan karakteristik investasi dan pasar properti. Rata-rata tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen (Rbaru) di wilayah Jakarta berbeda signifikan. Jarak apartemen ke CBD berpengaruh positif secara signifikan, sedangkan tingkat optimalisasi pengembangan lahan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap tingkat kapitalisasi pendapatan apartemen, pengaruh tersebut sesuai dengan teori ekonomi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada variabel bebas yang berbentuk model ekonometrika, satuan yang dipakai pada variabel bebas, metode penelitian, data, waktu, dan lokasi penelitian. Penelitian ini mengukur tingkat kapitalisasi nilai sewa properti pertokoan/ruko (rumah toko) sebagai variabel terikat, di mana data diperoleh dari transaksi penjualan yang dihitung dengan membagi pendapatan bersih atau nilai sewa aktual properti 14

15 pertokoan/ruko dengan nilai jual properti. bebas penelitian ini berupa luas lantai bangunan yang disewakan, kapasitas daya listrik terpasang, lebar jalan depan bangunan, umur efektif bangunan, jarak properti ke pusat kota (Central Business District). Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap harga sewa ruko adalah analisis regresi berganda. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan besaran tingkat kapitalisasi properti rumah toko (Ruko) di Kabupaten Sleman-Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Mengidentifikasi luas bangunan, daya listrik, umur efektif bangunan, lebar jalan depan, dan jarak properti rumah toko ke pusat kota (CBD) yang mempengaruhi harga sewa rumah toko (ruko) di Kabupaten Sleman-Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Menentukan posisi letak properti pertokoan/ruko dua lantai untuk penyusunan data grafis dengan bantuan Global Positioning System (GPS) dan digabungkan dengan data atribut untuk memperoleh basis data properti pertokoan/ruko dua lantai yang terintegrasi dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang penerapan teori penilaian terhadap kenyataan di lapangan. Di samping itu, hasil 15

16 akhir penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut. 1. Sebagai suatu penduga yang efisien terhadap nilai sewa aktual properti pertokoan bagi penilai properti. 2. Informasi nilai sewa pasar properti pertokoan/ruko yang diperoleh dari hasil akhir penelitian dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan posisi jual/beli properti maupun sewa menyewa sebagai bagian dari strategi investasi bagi para investor. 3. Informasi untuk penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bagi pihak pemerintah, khususnya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) Kabupaten Sleman. 4. Hasil penelitian ini juga direkomendasikan bagi pengembangan penelitian yang terkait dengan tingkat kapitalisasi nilai sewa properti ruko. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I Pengantar mencakup uraian tentang latar belakang penulisan, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam BAB II Kajian pustaka merupakan uraian mengenai landasan teori, tinjauan pustaka, hipotesis dan model ekonometrika yang akan di analisis dalam penelitian. BAB III Metode penelitian merupakan strategi penelitian yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan penelitian yang mencakup definisi operasional variabel, cara memperoleh data beserta sumbernya, penentuan populasi dan sampel penelitian, alat analisis ekonometrika, dan alat pengujian 16

17 hipotesis. BAB IV Analisis merupakan uraian deskripsi hasil olahan data yang mencakup hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil olahan data. BAB V Simpulan dan saran merupakan bab terakhir yang berisi simpulan, keterbatasan dan saran dari hasil penelitian. 17

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai kota yang menyandang predikat kota pelajar dan juga yang sekarang ini sudah menjadi salah satu kota tujuan wisata, Yogyakarta masih merupakan kota yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di pusat Kota Bogor dan sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kota Bogor. Selain pusat pemerintahan, wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat tinggi, akan tetapi banyak potensi pajak yang hilang atau tidak diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian merupakan salah satu sektor jasa yang dapat berperan penting dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, penilaian atau

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan sebagai wujud dari pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah selalu berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan akan lahan. Kebutuhan akan lahan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

KEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021.

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021. BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Sleman 2.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Sleman a. Visi Kabupaten Sleman Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih Sejahtera, Mandiri, Berbudaya

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Wilayah IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Sleman merupakan salah satu wilayah yang tergabung kedalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta (DIY) di bagian selatan dibatasi Samudera Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu daerah dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian selatan. Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar 57.482 Ha yang terdiri dari 17 Kecamatan yaitu Mayudan, Godean, Minggir, Gamping, Segeyan, Ngaglik, Mlati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Perkembangan bisnis

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Perkembangan bisnis BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan rumah dari waktu ke waktu tidak pernah susut. Kondisi ini tidak lepas dari kenyataan bahwa kebutuhan rumah sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sleman, yang terdiri dari 17 kecamatan, saat ini telah berkembang dengan pesat. Perkembangannya yang pesat tidak dapat terlepas dari bertambahnya penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa

KEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang sejak tahun 2008 telah memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,

BAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN III.1 Latar Belakang Pemilihan Kawasan Day care dan Pre-school merupakan sebuah lembaga pendidikan bagi anak usia dini yang membutuhkan bimbingan dalam perkembangannya karena orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota pada saat ini menunjukkan kemajuan yang pesat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk serta semakin besarnya volume kegiatan pembangunan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, pertambahan populasi menyebabkan kebutuhan manusia untuk ruang akan selalu bertambah, di sisi lain pasokan ruang tetap dan terbatas.

Lebih terperinci

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.

BAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. BAB IV HASIL PENELITIAN dan ANALISIS A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. a. Profil Kabupaten Sleman a. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diganti dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRODI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRODI Nama Rumpun Ilmu : EKONOMI LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRODI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TANAH DI KECAMATAN DEPOK, KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh: Muchamad Imam Bintoro,SE.,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Kota Tangerang terletak antara Lintang Selatan dan

BAB I PENGANTAR. Kota Tangerang terletak antara Lintang Selatan dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Tangerang terletak antara 6 6-6 13 Lintang Selatan dan 106 36-106 42 Bujur Timur. Luas wilayah Kota Tangerang sekitar 164,55 km², saat ini memiliki 13 wilayah administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan barang milik negara/daerah yang semakin berkembang dan kompleks perlu dikelola secara optimal karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki penerimaan dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar yaitu dari penerimaan

Lebih terperinci

I. KARAKTERISTIK WILAYAH

I. KARAKTERISTIK WILAYAH I. KARAKTERISTIK WILAYAH Sumber : http//petalengkap.blogspot.com. Akses 31 Mei 2016 A B Gambar 1. A. Peta Jl Magelang, B. Peta Jl Solo Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN A. Profil Daerah Kabupaten Sleman 1. Letak dan Luas Wilayah a. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN

BAB III TINJAUAN KAWASAN BAB III TINJAUAN KAWASAN 3.1. Tinjauan Wilayah D.I. Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 110º.00-110º.50 Bujur Timur dan antara 7º.33-8 º.12 Lintang Selatan. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan menjadi salah satu isu permasalahan penting pada skala global, apalagi jika dihubungkan dengan isu perubahan iklim yang secara langsung mengancam pola

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sebagai contoh adalah pihak pengembang dan penilai aset (appraisal)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sebagai contoh adalah pihak pengembang dan penilai aset (appraisal) BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Nilai tanah merupakan informasi yang penting untuk keputusan manajemen baik sektor pemerintah maupun swasta.pemerintah, sebagai contoh adalah Pemerintah daerah, membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kegiatan, yang kemudian sistem ini disebut sebagai sentraliasasi, kegiatan untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kegiatan, yang kemudian sistem ini disebut sebagai sentraliasasi, kegiatan untuk BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sejak bertahun-tahun Kota Jakarta telah menjadi kota pusat berbagai kegiatan, yang kemudian sistem ini disebut sebagai sentraliasasi, kegiatan untuk menjadikan Kota Jakarta

Lebih terperinci

PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN

PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN PENGARUH PENYEDIAAN PRASARANA LISTRIK TERHADAP PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SLEMAN Solikhah Retno Hidayati Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota STTNAS Yogyakarta Jalan Babarsari, Caturtunggal,

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011 Susunan organisasi Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia terdiri dari: a. Sekretaris b. Subbagian Umum dan Kerjasama Subbagian Umum dan Kerjasama mempunyai tugas menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Bali selama tahun 2013 adalah sebanyak 3.278.598 orang, tahun 2012 adalah sebanyak 2.892.019 orang (lampiran 46). Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur tentang pemerintahan provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan pembantuan.

Lebih terperinci

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman

BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta Gambaran Umum Wilayah Sleman BAB III. TINJAUAN KHUSUS WISMA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 3.1. Kondisi Wilayah Kaliurang Sleman Yogyakarta 3.1.1. Gambaran Umum Wilayah Sleman Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Kota Yogyakarta Gambar 3.1 Peta Kota Yogyakarta Sumber: google.com, diakses tanggal 17 Mei 2014 Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa kita menyebutnya DIY merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas keseharian penduduk perkotaan makin tinggi sejalan dengan makin bertambahnya penduduk dan makin tingginya aktifitas ekonomi. Tingginya intensitas pergerakan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I.1 Latar belakang

Bab I. Pendahuluan. I.1 Latar belakang 1 Bab I. Pendahuluan I.1 Latar belakang Model penilaian atas bangunan bertingkat yang digunakan dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih menggunakan metode biaya.

Lebih terperinci

commit to user METODE PENELITIAN

commit to user METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan keadaan kondisi suatu tempat pada saat melakukan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah

BAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman Jalan merupakan salah satu ruang publik dalam suatu kawasan yang memiliki peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3. 54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Sleman Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN merupakan salah satu dari 5 daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada disisi utara. Wilayah membentang dari Sungai Opak pada sisi timur sampai Sungai Progo pada sisi barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR

Tabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR Tabel 7.3 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Misi 3 RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2016-2021 Misi 3 : Meningkakan penguatan sistem ekonomi kerakyatan, aksesibilitas dan kemampuan ekonomi rakyat, penanggulangan

Lebih terperinci

UKDW. Pengertian Rusunawa Apartemen sejahtera Bentuk bangunan rusunawa Rusunawa Juminahan Konstruksi bangunan Rusunawa Sanitasi bangunan rusunawa

UKDW. Pengertian Rusunawa Apartemen sejahtera Bentuk bangunan rusunawa Rusunawa Juminahan Konstruksi bangunan Rusunawa Sanitasi bangunan rusunawa KERANGKA BERPIKIR Banyak pendatang yang melakukan migrasi dan tingkat kelahiran yang tinggi di kecamatan Mlati. Merancang hunian yang layak dan ramah lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan akomodasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini tingkat persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini tingkat persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini tingkat persaingan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan sangat ketat, sehingga membuat masing-masing perusahaan tersebut akan berusaha untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan modern ini. Seiring dengan hal tersebut, pola pikir masyarakat yang modern mampu mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. penting, mengingat bahwa fasilitas ruang parkir merupakan bagian dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan ruang parkir merupakan masalah yang menjadi fenomena biasa terutama di kota-kota besar, seiring dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya.pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya.pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah membentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, setiap daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terkait otonomi daerah, banyak wilayah-wilayah di Indonesia mengusulkan diri untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi hampir semua bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 1960 menjadi sejarah dalam sistem penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Sistem penguasaan tanah oleh Belanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi dalam lima wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kota

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 3.1 Tinjauan Umum Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1 Tinjauan Geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia, seperti juga dengan yang terjadi di negara-negara berkembang lainnya, khususnya di Asia, akan semakin kompleks dengan semakin terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. (Tamin, 2000). Dalam penelitian Analisis Model Bangkitan Pergerakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 4.1. Tinjauan pustaka Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

SHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT

SHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT Landasan Program Perencanaan Dan Perancangan Arsitektur SHOPPING MALL DI JAKARTA BARAT (Penekanan pada Optimalisasi Lahan) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan di Kabupaten Sleman yang memiliki luas wilayah 574,82 Km² dengan jumlah penduduk 1.107.304 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2011) sedang pesat-pesatnya.

Lebih terperinci

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut:

Berdasarkan pernyataan Visi yang diinginkan sebagai tersebut diatas selanjutnya misi Polres Sleman adalah sebagai berikut: Kepolisian Resor Sleman adalah merupakan Institusi Polri yang mempunyai tugas pokok Polri Sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat serta penegakan hukum untuk memberi perlindungan, pengayoman

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa memberikan berbagai sumber pendapatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no.

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no. BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sleman 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Cirebon adalah salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian ujung timur Laut Jawa. Secara geografis Cirebon merupakan daerah pantai,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh sivitas kehidupan dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sesuai dengan uraian pemerintah Kabupaten Sleman mengenai luas wilayah, Sleman merupakan satu dari lima kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III TINJAUAN LOKASI BAB III TINJAUAN LOKASI Perencanaan dan perancangan sebuah bangunan sangat dipengaruhi oleh letak lokasi bangunan. Bangunan rumah sakit khusus paru di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pendekatan Healing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura memiliki posisi yang sangat baik di pertanian Indonesia, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta nilai tambah daripada komoditas lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Real Estate dan Properti Real Estate didefinisikan sebagai tanah secara fisik dan benda yang dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan

Lebih terperinci