BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Hakikat Novel a. Pengertian Novel Novel merupakan salah satu prosa fiksi yang paling baru dengan menampilkan konflik yang lebih detail dan kompleks. Saat ini, kehadiran novel sangat diminati oleh khalayak umum. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 9), Sebutan novel (dalam bahasa Inggris novel), dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah, novella berarti sebuah barang baru yang kecil. Senada dengan pendapat Waluyo (2011: 5), Kata novel berasal dari novellus yang berarti baru. Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra cerita fiksi yang paling baru. Semi (1993:32) berpendapat bahwa Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Selanjutnya, Semi menambahkan bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel memiliki ciri khas tersendiri, Waluyo (2011: 6) mengatakan novel memiliki ciri-ciri lain, yaitu bahwa pelaku utamanya mengalami perubahan nasib hidup. Menurut Stanton (2012:90), Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail. Tarigan (1993) menyimpulkan bahwa novel adalah cerita prosa fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur. Panjang novel mengandung kata-kata berkisar buah sampai tak terhingga, untuk novel pendek minimal terdiri dari 100 halaman. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat ditarik simpulan bahwa novel adalah karya sastra yang paling baru, yang menyajikan cerita lebih 8

2 banyak, lebih rinci, lebih detil, dengan permasalahan yang lebih kompleks, dan biasanya pelaku dalam cerita tersebut utamanya mengalami perubahan nasib hidup. b. Jenis Novel Sesuai perkembangan zaman, jenis novel pun ada bermacam-macam jenis. Ada novel populer dan novel serius. Saat ini novel populer paling banyak diminati pembaca. 1) Novel Populer Novel populer bisa disebut sebagai novel hiburan, sebab dalam novel tersebut permasalahan yang diangkat tidak terlalu rumit serta tidak dibahas secara intens, oleh karena itu sifatnya menghibur namun cepat ditinggalkan orang. Menurut Stanton, Fiksi populer bermaksud menyajikan pengalaman manusia, hanya saja tidak diperlukan perlakuan-perlakuan khusus atau analisis-analisis untuk memahami fiksi jenis ini (2012:13). Menurut pendapat Semi (1993:72), Dikatakan novel populer karena karya itu baik tema, cara penyajian, teknik, bahasa, maupun gaya meniru pola umum yang sedang digemari masyarakat pembacanya. Hal ini senada dengan pendapat Nurgiyantoro (2005:18): Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Ia biasanya, cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya. Dilihat dari segi unsur intrinsik, Nurgiyantoro berpendapat, Berbagai unsur cerita seperti plot, tema, karakter, latar, dan lain-lain biasanya bersifat stereotip, hanya bersifat itu-itu saja, atau begitu-begitu saja, dan tidak mengutamakan adanya unsur-unsur pembaharuan (2005: 20). Menurut Nugrahani (2009:392), Sastra populer atau hiburan adalah sastra yang ringan bobot literernya, dan berisi masalah-masalah yang lebih mengedepankan hiburan belaka. Senada dengan Rokhmansyah (2014) bahwa, Novel populer mengejar selera pembaca komersial. Kategori sastra ini tidak akan menceritakan sesuatu yang bersifat serius sebab akan 9

3 mengurangi jumlah penggemarnya. Novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati. Ia tidak berpretensi mengejar efek estetis, melainkan memberikan hiburan langsung dari isinya. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa novel populer mengangkat permasalahan yang ringan, cepat dilupakan orang, dan sifatnya hanya menghibur. 2) Novel Serius Berbeda dengan novel populer, novel serius membahas suatu permasalahan secara lebih mendalam. Pengarang juga memunculkan unsur kebaharuan untuk menghindari stereotip. Menurut Stanton (2012), fiksi serius bermaksud menyajikan pengalaman kemanusiaan 10 melalui faktafakta, tema-tema, dan sarana kesastraan. Untuk memahaminya harus dilakukan analisis terhadap bagian-bagian tersebut dan relasi-relasinya satu sama lain. Untuk menikmati dan memahami novel serius diperlukan pembacaan kembali yang dilakukan dengan cermat dan teliti. Hal ini senada yang diungkap Rokhmansyah (2014: 45) bahwa Jenis novel ini membutuhkan daya konsentrasi yang tinggi dalam membacanya. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan, disoroti sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Lain halnya dengan Nurgiyantoro (2005:18-19) menyatakan: Novel serius di pihak lain, justru harus sanggup memberikan yang serba berkemungkinan, dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra. Jika ingin memahami novel serius diperlukan konsentrasi tinggi untuk memahaminya. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan. Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara pengucapan yang baru pula. Singkatnya, unsur kebaruan diutamakan. Oleh karena itu, dalam novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang bersifat stereotip, atau paling tidak, pengarang berusaha untuk

4 11 menghindarinya (Nurgiyantoro, 2005). Novel serius termasuk jenis sastra serius atau literer. Menurut Nugrahani, dkk. (2009:392), Sastra literer adalah sastra yang memiliki bobot literer dan berisi masalah-masalah serius dalam kehidupan manusia, seperti masalah kemanusiaan, politik, moral, agama, sufistik, filsafat, dan sebagainya. Sastra literer juga memiliki fungsi sosial, yaitu memperkaya khasanah batin pembacanya. Semi (1993:72) menambahkan, Novel serius merupakan karya sastra yang lebih menitikberatkan pada keunikan karya, kebaruan dan kedalaman. Berdasarkan pendapat di atas, novel serius mengangkat permasalahan yang lebih intens, dalam membacanya memerlukan konsentasi dan fokus yang tinggi. Novel serius memberikan pengalaman yang berharga bagi penikmatnya. c. Unsur-unsur Novel Sama dengan karya sastra yang lain, novel juga memiliki unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur pembangun tersebut meliputi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2005:23), unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsurunsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Pada penjelasan kali ini hanya akan dibahas mengenai unsur intrinsik, karena unsur tersebut berkaitan erat dengan stilistika. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang menganalisis dalam karya sastra tersebut. Menurut Suroto (1990:88), Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut serta membangun karya sastra itu sendiri. Semi (1993) mengungkapkan bahwa struktur dalam (intrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra, seperti penokohan dan perwatakan, alur, plot dan sebagainya. Menurut Nurgiyantoro (2005: 23), Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika

5 12 dilihat dari sudut kita sebagai pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel. Menurut Semi (1993), unsur-unsur yang membangun novel atau fiksi, yaitu: penokohan dan perwatakan, tema, alur, latar, gaya penceritaan, dan pusat pengisahan. Suroto (1990:88) menjelaskan bahwa unsur intrinsik itu sendiri terdiri atas tema, amanat, plot, perwatakan, latar, dialog, dan pusat pengisahan. Berikut akan dipaparkan unsur-unsur intrinsik berupa ponokohan dan amanat, karena dipandang berhubungan erat dengan nilai pendidikan yang akan dibahas pada sub bab berikutnya. 1) Penokohan Ponokohan adalah pemeran dalam sebuah cerita yang sekaligus sebagai penggerak cerita. Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165), Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Rahmanto (1988: 72) menambahkan bahwa Menafsirkan perwatakan tokoh-tokoh dalam sebuah novel merupakan latihan yang bermanfaat dalam pengumpulan dan penafsiran peristiwa. Adanya tokoh atau penokohan akan menyebabkan terjadinya interaksi serta konflik antartokoh dalam cerita. Tokoh tidak terlepas dari perwatakan. Menurut Semi (1993: 37), Perwatakan (karakterisasi) dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak-tanduk, ucapan atau sejalan tidaknya antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Adapun cara pengarang membeberkan perwatakan tokoh-tokohnya, antara lain: (1) disampaikan sendiri oleh pengarang pada pembaca; (2) disampaikan oleh pengarang lewat apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh cerita itu sendiri; (3) disampaikan lewat apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang tokoh tertentu; (4) disampaikan lewat apa yang terwakili oleh tokoh itu sebagai pemikiran, perasaan, pekerjaan dan ulangan-ulangan perbuatan. Menurut Semi (1993:37), cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui monolog batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari tokoh lain, dan melalui kiasan atau sindiran. Semi (1993) menambahkan, ada dua cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh dalam fiksi, yaitu: (1)

6 13 secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan watak tokoh, pengarang menyebutkan tokoh tersebut keras hati, penyayang; (2) secara dramatis, yaitu penggambar perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi disampaikan melalui: (a) pilihan nama tokoh (misal nama Sarinem untuk babu); (b) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh lain, lingkungan; (c) melalui dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain. Menurut Lubis (dalam Tarigan, 1993: ), ada beberapa cara yang dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak, perilaku atau pribadi para tokoh tersebut, antara lain: (1) physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon); (2) portrayal of thought stream or of concious thought (melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya; (3) reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian); (4) direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak pelakon; (5) discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan sekiata pelakon; (6) reaction of other about/ to character (pengarang melukiskan bagaimana pandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama itu); (7) conversation of other about character (pelakon-pelakon lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama). Berdasarkan pelukisan tokoh dan perwatakan para ahli di atas, dapat dibagi menjadi dua. Pertama secara analitik, pengarang langsung memaparkan watak tokoh, pengarang menyebutkan tokoh tersebut seperti keras hati, penyayang, penyabar. Kedua secara dramatis, yaitu penggambar perwatakan yang tidak diceritakan langsung. Pelukisan melalui dialog merupakan cara yang cukup penting dan dominan. Pelukisan melalui dialog, mudah diamati lewat apa yang diucapkannya baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain, sehingga kita dapat mengetahui watak tokoh tersebut.

7 2) Amanat Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karya sastra. Amanat dapat berupa nilai-nilai, tingkah laku, dan perbuatan yang biasanya diselipkan pengarang atau penulis dalam karyanya sehingga pembaca harus membacanya dengan cermat dan teliti karena amanat tidak ditampilkan secara tersurat. Menurut Nurgiyantoro (2005:322) moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan. Moral dalam cerita menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005:322) adalah: Suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab petunjuk itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat tokoh-tokohnya. Rahim & Rahiem (2012: 455) mengungkapkan bahwa: Through story reading or storytelling activities, children become familiar not only with a variety of examples of good and bad deeds, regulations and punishments, but also learn the reasons for taking action, problem solving, weighing action before taking it, and they also learn empathy. Stories, through the characters and events depicted within, provide children with the chance to learn new ideas and concepts. Children learn without being afraid. They can draw their own lessons from a story. Melalui kegiatan membaca cerita, pembaca dapat menarik pelajaran (amanat) dari sebuah cerita yang dibaca. Penikmat cerita akan mendapatkan pelajaran tentang kehidupan seperti perbuatan baik dan perbuatan buruk. Tidak berhenti pada itu saja, dalam sebuah cerita pembaca juga akan mempelajari alasan untuk mengambil keputusan, mengambil tindakan, 14

8 15 pemecahan masalah. Hal tersebut dapat diambil oleh pembaca dari penggambaran peristiwa dan karakter dalam tokoh cerita tersebut. Rahim & Rahiem (2012: 455) menambahkan Stories have the potential to function as a vehicle of moral education for young children. Children learn their own religious, social and cultural values and also about others values. Dijelaskan bahwa cerita berfungsi sebagai wahana pendidikan moral. Melalui amanat yang disampaikan pengarang, pembaca dapat belajar tentang nilai-nilai seperti nilai agama, nilai sosial dan budaya. Biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja akan tetapi disertakan pula pemecahannya atau jalan keluar menghadapi persoalan tersebut. Hal ini tentu sangat bergantung pada pandangan dan pemikiran pengarang. Pemecahan permasalahan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau kita menghadapi persoalan tersebut. Hal yang demikian itulah yang disebut amanat atau pesan (Suroto, 1990:89). Penelitian yang dilakukan oleh Khofiyana pada tahun 2013 dengan judul nilai-nilai pendidikan dan aspek sosial budaya novel biografi Sepatu Dahlan serta relevansinya sebagai bahan ajar membaca biografi berbasis pendidikan karakter di SMA merupakan salah satu penelitian yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Kesamaan penelitian tersebut adalah sama-sama mengkaji novel Sepatu Dahlan. Perbedaan dari penelitian ini adalah aspek yang dikaji pada penelitian ini berupa stilistika. Penelitian yang dilakukan Khofiyana menghasilkan simpulan: (1) nilai-nilai pendidikan dalam novel biografi Sepatu Dahlan, berupa: nilai pendidikan agama, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan moral; (2) relevansi novel biografi Sepatu Dahlan sebagai bahan ajar membaca biografi berbasis pendidikan karakter di SMA, novel digunakan sebagai bahan ajar buku biografi nonfiksi, karena meningkatkan minat baca siswa dengan bahasa yang sederhana dan komunikatif, membuat pembelajaran menjadi menyenangkan, sesuai dengan umur dan psikologi siswa SMA kelas XI.

9 16 2. Hakikat Gaya Bahasa a. Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah ungkapan perasaan, pikiran yang ditulis menggunakan bahasa yang khas oleh pengarang untuk menciptakan kesan yang estetis. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis satu dengan yang lain pasti berbeda. Setiap penulis mempunyai gaya selingkung yang khas. Gaya bahasa yang digunakan pengarang akan menghidupkan setiap kalimatnya, sehingga menimbulkan reaksi dan tanggapan dari pembaca atau penikmatnya. Menurut Slametmuljana (dalam Pradopo, 2005:93), Gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa biasanya banyak ditemukan pada karya sastra, sebab dalam karya sastra bahasa yang digunakan begitu indah, hidup dan menarik sehingga menimbulkan kesan tertentu pada pembaca. Ilmu yang mempelajari tentang gaya dan bahasa adalah stilistika. Menurut Shipley (dalam Ratna, 2013:8), Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (Latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Menurut Jabrohim (2014), istilah stilistik merupakan pungutan dari stylistics yang merupakan turunan dari kata style tersebut. Dengan demikian, stilistik atau stilistika merupakan ilmu tentang gaya bahasa dalam karya sastra. Menurut Zaidan (dalam Asis, 2010: 103), Stilistika merupakan ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya dalam karya sastra. Senada dengan Panuti Sudjiman (dalam Satoto, 2012: 36) stilistika (stylistic) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Sementara itu, Panuti Sudjiman (dalam Hartono, 2003: 4) mengatakan bahwa Stilistika menelaah cara sastrawan memanipulasi, dalam arti memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek yang ditimbulkan oleh penggunaan bahasa tersebut. Stilistika adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa. Dipertegas oleh Sudjiman (dalam Asis, 2010:103), Pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seseorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Sementara itu, Lecch& Short (dalam Nurgiyantoro, 2005:279), Stilistika (stylistics)

10 17 menyarankan pada pengertian studi tentang stile, kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra. Satoto (2012: 35) mengungkapkan, style, stail atau gaya, yaitu cara yang khas dipergunakan oleh seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri gaya pribadi. Senada dengan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:276), Stile (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentukbentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain. Style atau gaya digunakan oleh pengarang sebagai cara dalam mewakili ide, perasaan, gagasan yang dituangkan ke dalam bahasa. Senada dengan hal tersebut menurut Nurgiyantoro (2005: 277), Stile pada hakikatnya merupakan teknik, teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Leech & Short (dalam Nurgiyantoro, 2005: ), Makna stile adalah suatu hal yang pada umumnya tak lagi mengandung sifat kontroversial, menyaran pada pengertian cara penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat yang diungkapkan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah kajian yang meneliti tentang gaya bahasa, yang berupa diksi, penggunaan bahasa kias, bahasa pigura (figurative language), struktur kalimat, bentuk-bentuk wacana, dan sasarana retorika yang lain. b. Unsur Stile Ada beberapa unsur dalam stile atau gaya. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian yang vital untuk mengetahui gaya bahasa yang digunakan oleh penulis. Satoto (2012: 35) berpendapat bahwa cara pengungkapan gaya bahasa bisa meliputi setiap aspek kebahasaan: diksi, penggunaan bahasa kias, bahasa pigura, struktur kalimat, bentuk-bentuk wacana, dan sasarana retorika yang lain. Menurut pendapat Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005:289), Unsur stile terdiri dari unsur fonologi, sintaksis, leksikal, retorika (rhetorical, yang berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan sebagainya). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Roger Fowler (dalam Jabrohim, 2014:7) Stilistika adalah sebagai

11 cabang pendekatan karya sastra yang lebih memperhatikan aspek kebahasaan seperti imajeri (citraan), struktur bunyi, sintaksis, dan sebagainya. Di pihak lain, Leech& Short (dalam Nurgiyantoro, 2005:289) mengemukakan bahwa Unsur stile (ia memakai istilah stylistic categories) terdiri dari unsur (kategori), leksikal, gramatikal, figures of speech, dan konteks dan kohesi. Dalam penelitian ini, peneliti lebih fokus pada bentuk penggunaan diksi, penggunaan bahasa figuratif, dan penggunaan pencitraan atau imaji. 1) Diksi Diksi adalah pilihan kata yang digunakan penulis atau penyair untuk mewakili perasaannya. Mengenai pilihan kata atau diksi Pradopo berpendapat, Penyair hendak mencurahkan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami batinnya. Selain itu, ia juga ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat menjilmakan pengalaman jiwanya tersebut untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya (2005:54). Menurut Rokhmansyah (2014), pilihan kata berguna untuk membedakan nuansa makna dan gagasan yang ingin disampaikan dan menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa. Pemilihan kata yang tepat menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca sesuai dengan yang dirasa dan dipikirkan pembaca. Keraf (dalam Wati, 2012:122) mendefinisikan diksi sebagai berikut: Diksi adalah pertama mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, cara menggabungkan kata-kata, yang tepat dan gaya yang paling baik dalam situasi tertentu kedua kemampuan secara tepat membedakan nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan yang ingin disampaikan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar atau pembaca ketiga diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan kosa kata yang banyak. Rokhmansyah (2014:16) menyimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana yang diusahakan secermat dan seteliti mungkin, dengan mempertimbangkan arti sekecil-kecilnya baik makna denotatif, maupun makna konotatif sehingga mampu mempengaruhi imajinasi pembacanya. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pilihan kata merupakan media yang digunakan oleh penulis untuk mengungkapkan 18

12 19 ide, gagasan yang dimilikinya untuk mewakili ekspresi jiwa penulis. Dalam penelitian novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara hanya terfokus pada penggunaan kata konotatif, kata konkret, dan kata dengan objek realitas alam. a) Kata Konotatif Kata konotasi adalah kata yang mengandung makna komunikatif yang terlepas dari makna harfiahnya yang didasarkan atas perasaan dan atau pikiran pengarang atau persepsi pengarang tentang sesuatu yang dibahasakan (Al-Ma ruf, 2009:53). Pradopo (2005) menjelaskan bahwa Konotasi menunjuk pada arti tambahannya. Sejalan dengan hal tersebut Suwandi berpendapat, Konotasi adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi yang biasanya bersifat emosional dan subjektif. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap leksem yang digunakan (2011:99). Hal ini senada dengan pendapat Keraf (2004:29), Makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosi. Satoto menyatakan bahwa bahasa sastra bersifat konotatif. Bahasa sastra tidak hanya berfungsi menerangkan tetapi juga berfungsi sebagai pernyataan perasaan (expressive), menyampaikan nada dan sikap si pembicara atau penulis dan bersifat membujuk (persuasive) (2012:116). Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik simpulan bahwa kata konotatif merupakan makna yang tidak sebenarnya, berupa kiasan, dan bersifat subjektif. b) Kata Konkret Kata konkret adalah kata yang memiliki arti yang sebenarnya atau kata dengan makna dasar. Menurut Kridalaksana (dalam Al-Ma ruf, 2009:53), kata konkret adalah kata yang mempunyai ciri-ciri fisik yang tampak (tentang nomina). Kata konkret mengandung makna yang merujuk kepada pengertian langsung atau memiliki makna harfiah, sesuai konvensi tertentu. Menurut Al-Ma ruf (2009), katakata yang dikonkretkan membuat pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa, keadaan yang dilukiskan pengarang. Misalnya, untuk melukiskan citra visual oleh pengarang. Misalnya, untuk melukiskan citra visual tentang keserasian dan kekenesan sosok Srintil(tokoh utama dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari), gadis yang akan diwisuda menjadi seorang ronggeng

13 20 di Dukuh Paruk, Ahmad Tohari menggunakan kata-kata konkret: Srintil didandani dengan pakaian kebesaran seorang ronggeng. Aku melihat keris kecil yang kuberikan kepada Srintil terselip di pinggang ronggeng itu. Serasi benar ukurannya dengan badan Srintil Tohari (Al-Ma ruf, 2009:54). Mendasar pada simpulan Al-Ma ruf, kata konkret memiliki makna denotatif. Menurut Suwandi (2011:95), Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna kata yang didasarkan atas penujukkan yang lugas, polos, apa adanya. Makna denotatif dapat disebut pula makna yang sebenarnya atau makna dasar, yaitu makna kata yang masih menunjuk pada acuan dasarnya sesuai dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa. Menurut Keraf (2004:28), Makna denotatif disebut juga makna proposisional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan bersifat factual. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata konkret mengandung makna yang sebenarnya, makna dasar dari sebuah kata. Kehadiran kata konkret berfungsi untuk memperjelas pembaca dalam mengimajinasikan sesuatu dalam karya sastra. c) Kata dengan Objek Realitas Alam Kata dengan objek realitas alam adalah kata yang menggambarkan atau mewakili objek realitas alam. Menurut Al-Ma ruf (2009:57), kata dengan objek realitas alam adalah kata yang memanfaatkan realitas alam sebagai bentukan kata tertentu yang memiliki arti. Makna katanya tentu saja dapat dipahami dengan melihat konteks kalimat atau melihat hubungan kata dengan kata lainnya dalam suatu kebahasaan dengan memperhatikan objek realitas alam yang digunakan oleh pengarang. Seniman hanya dapat menciptakan keindahan seni, yang bahan bakunya adalah alam semesta (juga keindahan alam sendiri) (Satoto, 2012:33). Satoto menyimpulkan bahwa jika karya sastra adalah cerminan masyarakat beserta lingkungannya, maka masyarakat, lingkungan, dan alam semesta dapat dijadikan sebagai objek-objek yang estetik. Dapat disimpulkan bahwa kata dengan objek realitas alam, yaitu kata-kata yang digunakan berkaitan dengan objek unsur-unsur dari alam semesta. Hal ini

14 21 untuk memperjelas keadaan, tempat, suasana, dan peristiwa yang menggambarkan gejala alam. 2) Bahasa Figuratif Bahasa figuratif adalah pemanfaatan bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk memperoleh efek keindahan pada sebuah karya sastra. Penggunaan bahasa tersebut untuk menyatakan sesuatu yang biasanya dengan cara yang tidak langsung atau bahasa kias. Menurut Waluyo (dalam Al-Ma ruf, 2009:59-60) bahasa figuratif atau bahasa kias digunakan oleh sastrawan untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak langsung untuk mengungkapkan makna. Al-Ma ruf (2009) mengatakan bahasa figuratif dalam penelitian stilistika karya sastra dapat mencakup majas, idiom dan peribahasa. Pada penelitian ini hanya akan dibahas mengenai majas. Pemajasan (figure of speech) merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi ia, merupakan gaya yang sengaja mendayagunakan penuturan dengan memanfaatkan bahasa kias (Nurgiyantoro, 2005:297). Menurut Ratna (2013:164), Majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Ratna membedakan majas menjadi empat macam, diantaranya: (a) majas penegasan, (b) perbandingan, (c) pertentangan, dan (d) majas sindiran. Lain halnya dengan Suroto (1990:115) mengelompokkannya menjadi empat, yaitu: (a) gaya bahasa perulangan; (b) gaya bahasa perbandingan; (c) gaya bahasa pertentangan; (d) gaya bahasa pertautan. Pradopo (2005; 62) membagi jenis-jenis bahasa kiasan tersebut diantaranya: perbandingan (simile), metafora, perumpaan epos (epic simile), personifikasi, metonimi, sinekdoki (synecdoche), dan allegori. Menurut Keraf (2004), Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan, salah satunya gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasar langsung tidaknya makna dibagi menjadi dua, yakni gaya bahasa retoris, dan gaya bahasa kiasan.

15 22 (1) Gaya Bahasa Retoris Istilah retorik menurut Aminuddin (1995:4), diartikan sebagai seni dalam menekankan gagasan dan memberikan efek tertentu bagi penanggapnya. Menurut Nurgiyantoro (2005:295), retorika merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis. Ia dapat diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. (a) Aliterasi Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan pada suatu kata atau beberapa kata (Suroto, 1990: 129). Hal yang sama diungkap oleh Keraf (2004), bahwa aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadangkadang dalam prosa. Misalnya: Keras-keras kerak kena air lembut juga.(keraf, 2004:130) Tak-tik tipu terpedaya Pada contoh di atas terdapat pengulangan konsonan, yaitu pada kalimat pertama berupa pengulangan konsonan k dan r, sedangkan pada kalimat kedua pengulangan konsonan berupa huruf t. (b) Asonansi Menurut Suroto (1990:130), asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berjudul perulangan vokal pada suatu kata atau beberapa kata. Hal itu senada dengan pendapat Keraf (2004) bahwa asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Hal ini dilakukan untuk memperoleh efek penekanan atau sekadar keindahan. Misalnya: Ini muka penuh luka siapa punya. (Keraf,2004:130) Sedih merintih perih tak bertepi. Kedua contoh di atas terdapat pengulangan vokal a pada kalimat pertama, dan terdapat pengulangan vokal e dan i pada kalimat kedua sehingga disebut asonansi yang artinya adalah gaya bahasa yang mengandung pengulangan bunyi vokal yang sama.

16 23 (c) Anastrof Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan cara pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf, 2004:130). Menurut Suroto (1990:124), Anastrof adalah sejenis majas retoris yang diperoleh dengan membalikkan susunan kata dalam kalimat atau mengubah urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis. Hal yang senada juga diungkapkan Semi (1993:53), inversi adalah penggunaan atau pemakaian kalimat dengan jalan membalikkan subjek dan predikat; artinya predikat didahulukan dari subjek. Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya. (Keraf, 2004:130) Tafakur ia sambil menadahkan tangannya ke langit. (Semi, 1993:53) Mendengar suara itu ia langsung berlari terbirit-birit Contoh di atas termasuk majas anastrof sebab membalikkan susunan kata yang biasa dalam kalimat, dari yang biasanya didahului subjek namun pada contoh di atas didahului predikat yang ditandai dengan kata pergilah, tafakur, mendengar. (d) Apofasis atau Preterisio Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya. Suroto (1990:124) menyimpulkan bahwa Apofasis adalah sejenis majas atau gaya bahasa yang berupa pernyataan yang tampaknya menolak sesuatu akan tetapi sebenarnya justru menegaskannya. Jadi seolah-olah hendak merahasiakan sesuatu akan tetapi sebenarnya justru menjadi semakin jelas dengan adanya pernyataan tersebut. Misalnya: Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.(keraf, 2004:130).

17 24 Saya adalah tipe orang yang tidak mau mengungkapkan kejelekan orang lain, tapi perkataan yang perbuatan Anda yang kasar dan arogan membuat saya jengah. Kalimat di atas menggambar bahwa penulis seolah-olah tidak ingin mengungkapkan sisi keburukan atau dengan kata lain ingin merahasiakan sesuatu terbukti pada bagian tidak mau mengungkapkan dan tidak mau mengungkapkan kejelekan orang lain,tapi sebenarnya ingin mengungkapkan keburukan itu terlihat pada Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang Negara dan perkataan yang perbuatan Anda yang kasar dan arogan (e) Apostrof Apostrof adalah berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Senada dengan pendapat Suroto (1990:123), Apostrof adalah sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipakai oleh orator klasik atau dukun trasidional. Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini.(keraf, 2004:131) Para pejuang yang gugur dan telah berjasa pada negara berilah kami keadilan yang dulu kau berjuangkan. Kata dewa-dewa dan para pejuang yang gugur pada kalimat di atas adalah bentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Dikatakan pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir karena dewa-dewa dan para pejuang yang gugur merupakan orang yang tidak mungkin hadir atau orang tersebut telah meninggal. (f) Asindeton Menurut Sutejo (2010:28), Asindenton adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa benda, hal, atau keadaan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata konjungsi (penghubung). Gaya bahasa ini termasuk ke dalam gaya bahasa penegasan. Contoh: ia terperanjat, terduduk, berdiri dari tempat duduknya. Senada dengan Suroto (1990:129), Asindeton semacam gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar akan tetapi tidak dihubungkan dengan kata-kata penghubung. Asindeton adalah suatu gaya

18 25 yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Materi pengalaman diaduk-aduk, modus eksistensi dari cogito ergo sum dicoba, medium bahasa dieksploitir, imaji-imaji, metode, prosedur dijungkir balik, masih itu-itu juga.(keraf, 2004:131) Pilu, tangis, senyum, bahagia mewarnai kehidupan Kata yang dicetak tebal merupakan kata yang bersifat padat yang tidak dihubungkan dengan kata sambung melainkan dipisahkan dengan koma, hal inilah yang menandai majas asindeton. (g) Polisindeton Menurut Suroto (1990:129), Polisindeton adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung. Sutejo (2010: 31) berpendapat bahwa Polisindenton merupakan gaya bahasa penegasan dengan menyebutkan beberapa benda, hal, atau keadaan secara berturut-turut dengan mempergunakan kata sambung. Contoh: ia terduduk, lalu berdiri, kemudian berjalan-jalan kecil sambil melepaskan amarah. Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya? (Keraf,2004:131) Ia duduk di tepi kemudian tak berapa lama ia pergi dan punggungnya tak kelihatan lagi. Pada contoh di atas terdapat kalimat yang mengandung kata-kata yang sejajar yang dihubungkan dengan kata sambung. Kata sambung pada contoh tersebut berupa dan pada kalimat pertama dan kata sambung kemudian, dan pada kalimat kedua maka jelas disebut polisindeton. (h) Kiasmus Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama

19 26 lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya. Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu. (Keraf, 2004:132) Lengkap sudah penderitaan ini, kekasihku pergi tak kembali. Pada kalimat di atas masing-masing terdiri dari dua bagian yang susunannya terbalik. Suroto (1990:131) menyebut majas atau gaya bahasa ini dengan sebutan kaismus, ia mengungkapkan bahwa kaismus adalah gaya bahasa yang berisi perulangan dan sekaligus merupakan inversi (pembalikan susunan) antara dua kata dalam satu kalimat. (i) Elipsis Elipsis adalah gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Suroto (1990:128) menyimpulkan bahwa Elipsis adalah gaya bahasa yang didalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis. Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis... (Keraf, 2004:132) Wajahmu sungguh cantik namun sayang hatimu... Kedua kalimat di atas menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat ditafsirkan pembaca. Pada kalimat pertama mengungkapkan bahwa keadaan jasmaninya sehat ditandai dengan dari segi fisik engkau tak apa-apa setelah itu dihilangkan beberapa unsur kalimat, tapi pembaca dapat dengan mudah mengartikan bahwa yang sakit adalah psikisnya yang bisa ditafsirkan pembaca bahwa ia gila. Pada kalimat kedua mengungkapkan wajah seorang gadis yang cantik ditandai dengan wajahmu sungguh cantik setelah itu ada unsur kalimat yang dihilangkan, tapi pembaca dapat mengetahui unsur kalimat yang dihilangkan itu bahwa gadis yang cantik itu hatinya buruk atau jahat.

20 27 (j) Eufemismus Menurut Suroto (1990:127), Eufimisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa lebih kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak menyenangkan. Eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapanungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (Keraf, 2004:132) Liria terlalu lambat mengikuti pelajaran ini dibandingkan dengan temantemannya Pada contoh di atas digunakan ungkapan atau kata-kata yang halus yang tidak menginggung perasaan orang lain, ditandai dengan Pikiran sehatnya semakin merosot pada kalimat pertama yang sebenarnya dapat diganti dengan kata gila dan terlalu lambat mengikuti pelajaran pada kalimat kedua yang dapat diganti dengan kata bodoh, tapi kata itu mungkin dirasakan terlalu kasar dan dapat menyinggung orang lain. (k) Litotes Litotes adalah majas yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan untuk merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan yang sebenarnya. Menurut Suroto (1990:119), Litotes adalah sejenis majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Tujuannya untuk merendahkan diri. Apa yang kami hadiahkan ini sebenarnya tidak ada artinya sama sekali bagimu.(keraf, 2004: ) Saya hanya tahu sedikit-sedikit tentang musik. (Semi, 1993:52) Datanglah ke gubuk kami yang sederhana. Pada contoh di atas dipakai kata-kata yang merendahkan diri, terbukti dengan adanya kata hadiahkan ini sebenarnya tidak ada artinya sama sekali bagimu padahal yang diberikan adalah hadiah yang sangat mewah dan mahal yang sangat berarti dan diinginkan, pada kalimat kedua mungkin sebenarnya ia adalah seorang ahli musik yang mengetahui banyak tentang musik. Selain itu pada kalimat ketiga

21 28 ditandai dengan kata ke gubuk kami yang sederhana, kata gubuk mungkin faktanya adalah rumah mewah dan megah. Kata-kata itu dipilih untuk merendahkan diri. (l) Histeron Proteron Menurut Suroto (1990:124), Histeron proteron adalah majas (gaya bahasa) yang isinya merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Pendapat tersebut senada dengan Keraf (2004) bahwa histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh dengan tenang. (Keraf, 2004:133) Bila sudah melewati bukit itu, maka ia akan sampai di taman bunga yang indah. Kalimat di atas merupakan histeron proteron sebab ada kebalikan dari sesuatu yang wajar. Pada majas pertama yang memberikan perlindungan dari panas dan hujan adalah rumah/ kamar bukan jendela, namun pada majas ini di balik. Pada kalimat kedua menempatkan sesuatu yang terjadi pada awal peristiwa ditandai dengan bila sudah melewati bukit. (m) Pleonasme dan Tautologi Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Menurut Suroto (1990:117), Pleonasme adalah penggunaan kata yang mubazir, yang sebenarnya tidak perlu. Jadi, mengemukakan kembali hal yang sebenarnya sudah tercakup dalam kata atau frase yang terdahulu. Pengertian tautologi sendiri menurut Suroto (1990:117) adalah jenis gaya bahasa yang menggunakan kata atau frase yang searti dengan kata yang telah disebutkan terdahulu. Oleh karena itu, ada yang menyebutnya sebagai sinonim. Berikut adalah contoh pleonasme dan tautologi. Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri. (Keraf, 2004:133) Aku melihat peristiwa itu dengan mata kepalaku sendiri.

22 29 Contoh di atas adalah majas pleonasme sebab semua acuan tetap utuh dengan makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata dengan telinga saya sendiri, dengan mata kepalaku sendiri. Mereka akan datang tanggal 25 Desember tepat pada hari Natal. (Saroto, 1990:117) Gadis itu datang pagi-pagi sekali jam Majas di atas adalah majas tautologi sebab terdapat kata atau frasa yang searti yang telah disebutkan terdahulu, yaitu 25 Desember dengan hari Natal, kata pagipagi sekali dengan jam sama-sama memiliki arti yang sama. (n) Perifrasis Menurut Keraf (2004:134), perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berkelebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Sutejo (2010:31) menyebut gaya bahasa ini dengan prifrase, Prifrase adalah gaya bahasa perbandingan dengan mengganti sebuah kata dengan beberapa kata atau kalimat. Suroto (1990:118) mengungkapkan bahwa, Perifrasis adalah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata kata. Ia telah beristirahat dengan damai (Keraf, 2004:134) Permintaan anda belum bisa saya terima Kami baru datang ketika matahari sudah tenggelam di ufuk timur Suroto (1990:118) Pada contoh di atas terdapat kata yang berlebihan yang sebenarnya dapat diganti dengan satu kata, pada contoh pertama beristirahat dengan damai dapat diganti dengan kata mati atau meninggal, pada contoh kedua belum bisa saya terima sebenarnya dapat diganti dengan ditolak. Pada contoh ketiga kata matahari sudah tenggelam di ufuk timur dapat diganti dengan kata sore. (o) Prolepsis atau Antisipasi Prolepsis adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya

23 30 terjadi (Keraf, 2004:134). Menurut Suroto (1990:118), Antisipasi (prolepsis) adalah gaya bahasa yang dalam pernyataanya menggunakan frase pendahuluan yang isinya sebenarnya masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru. (Keraf, 2004:134) Pesawat yang sial itu landing pukul WITA Kalimat di atas termasuk prolepsis atau antisipasi sebab mendeskripsikan peristiwa kecelakaan, terlebih dahulu ditandai dengan frasa pendahuluan pada pagi yang naas itu dan pesawat yang sial itu, padahal kesialan dan kecelakaan baru akan terjadi. (p) Erotesis atau Pertanyaan Retoris Erotesis adalah gaya bahasa semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban (Keraf, 2004:134). Senada dengan Suroto (1990), erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang tidak menuntut jawaban sama sekali. Erotesis atau yang disebut juga gaya bahasa retoris, di dalamnya hanya mengandung satu asumsi jawaban. Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini?(keraf, 2004:134) Siapa yang mengingingkan hidup bahagia? Kalimat di atas disebut sebagai pertanyaan retoris sebab sebenarnya tidak membutuhkan jawaban, contoh-contoh di atas hanya mengandung satu asumsi jawaban saja. (q) Selepsis dan Zeugma Selepsis adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama (Keraf, 2004:135). Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya. Ia menginginkan cinta dan payung merahnya.

24 31 Konstruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat, yang satu memiliki makna denotasi, yang lain memiliki makna kiasan, begitu halnya pada kalimat kedua, memiliki makna gramatikal yang berbeda. Menurut Suroto (1990:120), zeugma adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata yang pertama. Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik secara logis maupun secara gramatikal. Misalnya: Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu. (Keraf, 2004:134) Dia memalingkan muka dan badannya saat Roy manatapnya. Pada kalimat di atas sebenarnya hanya salah satu kata saja yang cocok dan sesuai digunakan pada kalimat, yaitu pada contoh di atas yang cocok adalah membelalakkan mata dan memalingkan muka pada masing-masing kalimat. (r) Koreksio atau Epanortosis Koreksio adalah gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya (Keraf, 2004:135). Menurut Suroto (1990:118), Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang dalam pernyataannya mulamula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah. Lain halnya dengan Semi (1993:53), koreksi adalah pembetulan terhadap kata yang sengaja diucapkan salah dengan maksud menarik perhatian. Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali. (Keraf, 2004:135) Ia sudah pingsan, eh bukan, sudah tidur (Semi, 2004:53) Sudah lama aku meninggalkan kampung ini, sekitar 4 tahun yang lalu, ah tidak sudah 5 tahun yang lalu.

25 32 Pada contoh di atas merupakan majas koreksio, sebab terdapat pembenaran pada kalimat berikutnya yang ditandai dengan ah bukan, sudah lima kali; ah tidak sudah 5 tahun yang lalu dan eh bukan, sudah tidur. (s) Hiperbola Menurut Sutejo (2010: 29), Hiperbola merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan sesuatu keadaan secara berlebihan daripada sesungguhnya. Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Suroto (1990:119) menambahkan bahwa Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan baik jumlah, ukuran ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekankan, memperhemat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Hiperbola merupakan cara yang berlebihan untuk mencapai efek. Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku. (Keraf, 2004:135). Suaranya menggelegar seperti petir. Contoh di atas memperlihatkan bahwa adanya sesuatu yang dilebih-lebihkan atau dibesar-besarkan yaitu pada hampir-hampir meledak aku dan menggelegar seperti petir. (t) Paradoks Menurut Sutejo, Paradoks adalah gaya bahasa pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata yang berlawanan padahal sesungguhnya objeknya berlainan (2010:31). Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Menurut Suroto (1990:123) maksudnya bahwa pertentangan yang ada dalam kalimat itu memang benar dan bisa terjadi dalam kenyataan. Musuh sering merupakan kawan yang akrab. Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah. (Keraf, 2004:136) Ia merasa sepi di kota metropolitan yang selalu ramai ini. Kalimat di atas termasuk majas paradoks sebab mengandung pertentangan dalam kalimatnya. Terlihat pada kata musuh dengan kawan, mati kelapan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilakan penelitian data dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan 1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum adalah program kegiatan yang terencana disusun guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu kurikulum yang pernah berjalan di

Lebih terperinci

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN 2.1 Gaya Bahasa 2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa dan sastra dikatakan seperti dua sisi mata uang, keduanya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Setelah terkumpul landasan teoretis dan kerangka berpikir pada bab sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah metode. Metode digunakan untuk menyederhanakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengetahui dan mengerti maksud sebuah tulisan merupakan tujuan utama dalam membaca karya sastra. Karya sastra dibuat oleh pengarang karena adanya maksud atau

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lokalitas dalam bahasa menunjukan identitas budaya yang dipakai dalam konteks sebuah komunitas bahasa dalam hal ini masyakat Minangkabau. Lokalitas dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. Ungkapan tersebut berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, semangat, dan keyakinan dalam suatu kehidupan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990:218).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi, seni dan penciptaan. Bahasa yang digunakan dalam sastra mengemban fungsi utama sebagai fungsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan BAB II LANDASAN TEORI Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan Alternatif Penerapannya dalam Pembelajaran Gaya Bahasa Puisi di SMA Kelas X Semester I berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan bentuk karya sastra yang sangat populer di kalangan masyarakat sampai saat ini. Puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena kemajuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni yang diciptakan melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan karya sastra merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni, sebagai karya seni yang mengandung unsur estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

Gaya Bahasa dalam Karangan Bahasa Jawa Siswa Kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012

Gaya Bahasa dalam Karangan Bahasa Jawa Siswa Kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 1 Gaya Bahasa dalam Karangan Bahasa Jawa Siswa Kelas VI SDN 2 Carat Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012 Tisa Rahayu Vitiana 1 Sumadi 2 Dwi Sulistyorini 2 Universitas Negeri Malang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA

BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA A. Style Gaya Bahasa Kata style (bahasa Inggris) berasal dari kata Latin stilus yang berarti alat (berujung tajam) yang dipakai untuk menulis di atas lempengan lilin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran karakter menjadi orientasi pengajaran di sekolah saat ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015) 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Kajian yang relevan dengan penelitian tentang novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy sesuai dengan tinjauan terhadap penelitian sebelumnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai latar belakang, masalah, tujuan, manfaat, serta definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian. 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa dan sastra dikatakan seperti dua sisi mata uang, keduanya tidak biasa dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk

untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puisi Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif yang lahir dari perasaan penyair dan diungkapkan secara berbeda-beda oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan hingga pembahasan, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Gaya Kata (Diksi) Pada naskah film Kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengajaran satra telah banyak dilakukan salah satunya, penelitian pengajaran sastra dapat peneliti

Lebih terperinci

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN INSTAGRAM @PuisiLangit SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, Veronica Melinda Nurhidayati Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Novel Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika belum pernah dijadikan objek penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penulis memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik, baik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sastra merupakan wahana komunikasi kreatif dan imajinatif. Sastra lahir karena dorongan keinginan dasar manusia untuk mengungkapkan diri, apa yang telah dijalani

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut:

Bab 2. Landasan Teori. mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah sebagai berikut: Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini saya akan memperkenalkan teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis bab 3. 2.1 Semantik 意味論 Dalam menganalisis lagu, tidak dapat terlepas dari semantik. Keraf

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa yang terdapat dalam karya sastra memiliki keunikan tersendiri. Begitu pun penggunaan bahasa dalam novel angkatan Balai Pustaka. Penulis novel angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Sastra dan manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra muncul sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya mengalami perubahan baik dari segi isi maupun bahasanya. Salah satu perubahan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai seni dalam sebuah karya tidak selalu berwujud pada benda tiga dimensi saja. Adapun kriteria suatu karya dapat dikatakan seni jika karya tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia UMB. Pilihan Kata (Diksi) Kundari, S.Pd, M.Pd. Komunikasi. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu. Program Studi Sistem

Bahasa Indonesia UMB. Pilihan Kata (Diksi) Kundari, S.Pd, M.Pd. Komunikasi. Komunikasi. Modul ke: Fakultas Ilmu. Program Studi Sistem Bahasa Indonesia UMB Modul ke: Pilihan Kata (Diksi) Fakultas Ilmu Komunikasi Kundari, S.Pd, M.Pd. Program Studi Sistem Komunikasi www.mercubuana.ac.id Standar Kompetensi : Mahasiswa dapat memahami dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci