PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK AMELIORASI IKLIM MIKRO KOTA DEPOK (Studi Kasus: Kecamatan Beji) MARIA AGUSTINA KAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK AMELIORASI IKLIM MIKRO KOTA DEPOK (Studi Kasus: Kecamatan Beji) MARIA AGUSTINA KAKA"

Transkripsi

1 PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK AMELIORASI IKLIM MIKRO KOTA DEPOK (Studi Kasus: Kecamatan Beji) MARIA AGUSTINA KAKA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji) adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Depok, Januari 2013 Maria Agustina Kaka A

3 RINGKASAN MARIA AGUSTINA KAKA. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji). Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW dan SITI NURISJAH. Kecamatan Beji berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan merupakan pusat Kota Depok dengan populasi padat. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan penduduk, pemerintah dan swasta membangun tempat perbelanjaan, sarana pelayanan publik, universitas dan lain-lain. Perubahan penggunaan lahan terjadi dimana dari pengolahan data diketahui 64,6% wilayah berupa pemukiman dan sisanya adalah perguruan tinggi (12,7%), lahan campuran (9,6%), perdagangan dan jasa (5,2%), sempadan sungai (2,7%), hutan kota (2,2%), jalan raya (1,5%), situ (1,3%), taman kota (0,2%) dan pemakaman umum (0,2%). Perubahan penggunaan lahan ditandai peningkatan penutupan lahan terbangun. Dari hasil pengolahan data diketahui penutupan lahan meliputi area terbangun (65%), ruang terbuka hijau/rth (33,6%) dan badan air (1,4%). Tingginya penutupan material perkerasan menyebabkan penyerapan dan pelepasan radiasi matahari yang lebih besar ke sekitar dan suhu udara menjadi lebih tinggi. Berkurangnya RTH turut mempengaruhi penurunan kelembaban udara dan penurunan jumlah radiasi yang diserap tanaman. Kondisi termal Kecamatan Beji menjadi tidak nyaman dimana THI harian rata-rata 28,6. Meskipun luasan RTH Kecamatan Beji mencukupi peraturan pemerintah (>30%), persebarannya yang tidak merata mengakibatkan kondisi termal keseluruhan tidak nyaman. Dari hasil pengukuran pada empatbelas titik di lapang diperoleh persamaan linear antara persentase luas RTH dan nilai THI harian yaitu y = -0,0691x+31,001. Dari persamaan tersebut didapat RTH pendugaan yang dibutuhkan pada batas nyaman (THI 28) yaitu seluas 43,4% atau penambahan 9,9% (148,9 ha). Kebutuhan penambahan untuk pemerataan kenyamanan termal tersebut diupayakan tercapai melalui perencanaan RTH. Konsep perencanaan berupa jejaring RTH yang sinergis baik horizontal maupun vertikal. RTH ditentukan berdasarkan hirarki administratif, penggunaan lahan, RTRW dan perundangan. Secara horisontal, jejaring RTH berupa jalur dan kawasan. RTH jalur meliputi jalur hijau dan jalur lindung sempadan sungai. RTH kawasan terdiri dari RTH kawasan komersil, RTH penghubung, RTH kawasan pendidikan, RTH kawasan khusus serta RTH kawasan tingkat kecamatan dan kelurahan. Secara vertikal dilakukan pemilihan tanaman dengan karakteristik fisik efektif mengontrol radiasi matahari dengan pohon sebagai tanaman utama. Pemanfaatan perdu, semak dan ground cover membentuk strata guna efektif mengontrol radiasi, menciptakan kelembaban serta mengarahkan angin. Secara keseluruhan, perencaaan jejaring RTH di Kecamatan Beji dapat menambah RTH hingga 42,79 ha (9,5%). Jumlah tersebut meliputi RTH jalur seluas 59,28 ha (41,5%) dan RTH kawasan seluas 83,5 ha (58,5%). Upaya pengoptimalan perencanaan tersebut disertai usulan modifikasi bentuk RTH pada lahan terbatas/ tidak tersedia. Dalam realisasinya, perencanaan ini tidak dapat dipisahkan dari peran serta seluruh komponen warga Kecamatan Beji. Kata Kunci: ameliorasi, iklim mikro, perencanaan, ruang terbuka hijau (RTH)

4 Hak Cipta Milik Maria Agustina Kaka, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

5 PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK AMELIORASI IKLIM MIKRO KOTA DEPOK (Studi Kasus: Kecamatan Beji) MARIA AGUSTINA KAKA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NIM Departemen Fakultas : Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji) : Maria Agustina Kaka : A : Arsitektur Lanskap : Pertanian Disetujui, Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Afra D N Makalew, MSc. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal lulus:

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Agustus 1987 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Marinus Meha Kaka dan Maria Muryati. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Permata Bunda Depok (tahun ), SD Pemata Bunda Depok (tahun ), SLTP Santo Vincentius Jakarta Timur (tahun ), SMA Kolese Gonzaga Jakarta Selatan (tahun ). Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama di IPB penulis bergabung sebagai anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa Panahan IPB (tahun ), berpartisipasi di Himpunan Profesi (Himpro) Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai anggota (tahun ), serta pernah menjadi asisten Mata Kuliah Dasar- Dasar Arsitektur Lanskap dan Mata Kuliah Perencanaan Lanskap (tahun 2010). Penulis selama masa studi pernah mengikuti beberapa kompetisi seperti Program Kreativitas Mahasiswa di bidang penelitian, Sayembara Taman Topi Bogor, dan Sayembara Taman Kebun Pisang Penjaringan. Penulis juga berpartisipasi dalam beberapa ajang IPB Art Contest, Seri-A dan Faperta Cup dimana penulis pernah menjadi juara dalam lomba poster dan lukis. Selain itu, hingga saat ini penulis menjadi penggiat seni di Komunitas Wahana Telisik Seni dan Sastra di Bogor.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas penyertaan dan kasihnya, penyusunan skripsi berjudul Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Ameliorasi Iklim Mikro Kota Depok (Studi Kasus: Kecamatan Beji) ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Afra DN Makalew, MSc dan Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA selaku Komisi Pembimbing atas segala kebaikan, ilmu, saran dan masukan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr selaku dosen penguji skripsi yang telah dengan teliti mengkoreksi dan memberi masukan dalam sidang. 3. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, terutama kepada Bapak Arief atas bantuan data sekunder. 4. Keluarga tercinta di rumah: Papa, Mama, Ina, Meri, Kitin, Nenek dan Barney yang telah memberikan segala bentuk kasih yang tidak terkira dalam hidup penulis. 5. Keluarga Arsitektur Lanskap: Dosen-dosen, Staff-staff, Kakak dan Adik angkatan (ARL 41, ARL 42, ARL 44, dan ARL 45) serta Teng-Tong Family 43 yang telah tumbuh dan berkembang bersama, berbagi ilmu dan pengalaman berharga yang tidak terlupakan. 6. Semua handai taulan yang selalu peduli dan mendukung terselesaikannya skripsi ini. Secara khusus terima kasih kepada Nina, Ika, Bang Ucok, Pram, Perthy, Tya, Titis dan Ami untuk beragam kebaikan dalam proses skripsi ini. 7. Kawan-kawan Komunitas Wahana Telisik Seni dan Sastra yang telah memberi perspektif dan warna tersendiri dalam hidup penulis. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi dalam upaya menciptakan kenyamanan termal melalui keberadaan ruang terbuka hijau (RTH). Apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam skripsi ini, Penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Penulis berterimakasih atas apresiasi Pembaca dan terbuka menerima segala kritik dan masukan. Depok, Januari 2013 Maria Agustina Kaka A

9 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Iklim Kota Daerah Tropis Iklim Mikro Radiasi Matahari Suhu udara Kelembaban Udara Angin Temperature Humidity Index (THI) Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Perencanaan RTH untuk Ameliorasi Iklim III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Peralatan Batasan Studi Metode Tahapan Penelitian Persiapan Studi Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan IV. KONDISI UMUM Lokasi Administratif Kecamatan Beji Sejarah Kecamatan Beji, Depok Aspek Biofisik Topografi Geologi dan Tanah Klimatologi Aspek Sosial V. HASIL DAN PEMBAHASAN Data dan Analisis Kenyamanan Termal xi xiii

10 x Iklim Mikro (1) Suhu Udara (2) Kelembaban Udara (3) Temperature Humidity Index (THI) (4) Angin Kenyamanan Termal Ideal Jumlah dan Alokasi RTH Lahan Kecamatan Beji (1) Penggunaan Lahan (2) Penutupan Lahan (3) Ruang Terbuka Hijau (RTH) RTH untuk Kenyamanan Termal (1) Hubungan Antara RTH dengan THI (2) Kebutuhan Penambahan RTH Alokasi RTH di Kecamatan Beji (1) RTH Berdasarkan Wilayah Administratif (2) RTH Berdasarkan Aspek Legal (3) RTH Berdasarkan Penggunaan Lahan dan RTRW Sintesis Perencanaan Konsep Dasar Perencanaan Pengembangan Konsep Konsep Horizontal Konsep Vertikal Perencanaan RTH Unit RTH (1) Unit RTH Jalur (2) Unit RTH Kawasan Pemilihan Tanaman Modifikasi Bentuk RTH Lahan Terbatas Hasil Perencanaan VI. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 82

11 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian Kondisi Mikroklimat Pada Beragam Lokasi di Kota Penentu Sudut Matahari: (A) Grafik Deklinasi; (B) Sudut Zenith Profil Kecepatan Angin Daerah Urban Hingga Pedesaan Tiga Bentuk Aliran Udara Melalui dan Sekitar Bangunan Grafik Bioklimat Zona Kenyamanan Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Kanopi RTH: (A) Tanpa Pergerakan Udara dan (B) Ada Pergerakan Udara Pengaruh Angin dalam Pemerataan Pendinginan Udara Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok Bagan Alur Tahapan Penelitian Foto dan Sebaran Empatbelas Titik Lokasi Pengukuran Peta Administratif Kecamatan Beji, Kota Depok Peta Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok Peta Isohume Kecamatan Beji, Kota Depok Peta THI Siang Kecamatan Beji, Kota Depok Peta THI Harian Kecamatan Beji, Kota Depok Peta Angin Berdasarkan Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji, Kota Depok Perumahan Swadaya di Kecamatan Beji: (a) Kelurahan Tanah Baru, (b) Kelurahan Kemiri Muka, (c) Kelurahan Pondok Cina Citra Quickbird Kecamatan Beji, Kota Depok Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji, Kota Depok Persentase Penutupan Lahan Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Area Terbangun Perdagangan di Tepi Jalan Raya Kecamatan Beji RTH Kampus Universitas Indonesia di Kecamatan Beji Hutan Kota Universitas Indonesia di Kecamatan Beji Beragam Kondisi RTH Sempadan Sungai di Kecamatan Beji Poligon Titik Pengukuran Beserta Penutupan Lahannya Grafik Hubungan antara THI harian dan Persentase RTH Peta Intensitas Kebutuhan Penambahan RTH di Kecamatan Beji... 54

12 xii 30. Peta RTRW Kecamatan Beji, Kota Depok Peta RTH Berdasarkan Kesesuaian RTRW dan Penggunaan Lahan Peta Rencana Blok Sintesis Diagram Konsep Perencanaan RTH Pohon Sebagai Pengontrol Radiasi Strata Tanaman Sebagai Pengontrol Radiasi Jalur Hijau Tepi Jalan Unit RTH Kawasan RTH Penghubung atau Pocket Park RTH Pemukiman: (A)Tepi Jalan dan (B) Pemukiman Padat Model Percabangan Pohon Peneduh Pola dan Pemilihan Tanaman Pada RTH Jalur Tepi Jalan Beragam RTH Taman Atap Site Plan RTH Kecamatan Beji, Kota Depok Rencana Lanskap Detail RTH Kelurahan Pondok Cina Rencana Lanskap Detail RTH Kelurahan Kemiri Muka... 77

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Nilai Albedo dan Emisivitas Beragam Elemen Lanskap Jenis, Interpretasi, Tipe, dan Sumber Data Lokasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara di Kecamatan Beji Luas Wilayah, Jumlah RT dan RW Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Beji Data Iklim Rata-Rata Bulanan Kota Depok Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Suhu (T), Kelembaban (RH) dan THI Tiap Lokasi Pengukuran Kecepatan Angin Tiap Bulan di Kota Depok tahun Luas Tiap Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji Identifikasi Penutupan Lahan Berdasarkan Kenampakan Citra Luasan Penutupan Lahan di Kecamatan Beji Nilai x dan y Tiap Poligon Pengukuran di Kecamatan Beji Kebutuhan Penambahan RTH dari Tiap Poligon Kebutuhan Penambahan RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Rencana Blok Sintesis RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Standar Luas RTH Tiap Unit Lingkungan Rencana Penambahan Beragam bentuk RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji, Depok Alternatif Tamaman Pada Taman Atap... 74

14 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Nilai Kelembaban Udara Relatif Skala Angin Beaufort dan Deskripsinya Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Beji Peta RTRW BWK I Kota Depok... 86

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Depok merupakan kawasan strategis yang berbatasan langsung dengan ibukota Republik Indonesia yaitu DKI Jakarta. Hal tersebut menjadi faktor utama penyebab meningkatnya migrasi penduduk, para pekerja dan pencari kerja di ibukota ke daerah ini untuk bermukim. Pada tahun 1999, tercatat jumlah penduduk kurang dari 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 meningkat hingga jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk mencapai jiwa meliputi 51% laki-laki dan 49% perempuan, dengan kepadatan jiwa/km 2. Tingkat kepadatan penduduk Kota Depok tergolong tinggi dan tidak tersebar merata. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk dari tiap kecamatan di Kota Depok (Beji, Bojongsari, Cilodong, Cimanggis, Cipayung, Cinere, Limo, Pancoran Mas, Sawangan, Sukmajaya dan Tapos) berkisar antara 4-12 jiwa/km 2. Konsentrasi penduduk tinggi berada di tiga kecamatan (Sukmajaya, Pancoran Mas dan Beji) yang dilalui atau berbatasan dengan Jalan Margonda Raya. Kecamatan Beji sebagai salah satunya merupakan pusat Kota Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan memiliki kepadatan penduduk tinggi yaitu jiwa/km 2 (Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2010). Pertambahan penduduk berdampak pada kebutuhan peningkatan lahan terbangun seperti pemukiman, pendidikan, area perdagangan dan jasa. Hal ini mengakibatkan peningkatan lahan terbangun di Kota Depok. Berdasarkan proyeksi pemerintah, pada tahun 2010 luas kawasan terbangun sebesar ,59 ha (53,28%) dan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 9.399,41 ha (46,72%). Jumlah RTH tersebut diatas 30% seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, namun persebarannya tidak merata. Pada wilayah padat seperti Kecamatan Beji, RTH telah banyak beralih fungsi menjadi kawasan terbangun yang didominasi oleh perumahan ( 2010). Tingginya peningkatan lahan terbangun dan penurunan RTH diperkirakan berpengaruh terhadap iklim mikro Kota Depok khususnya pada wilayah padat seperti di Kecamatan Beji. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya penutupan lahan

16 2 terbangun yang menyebabkan peningkatan penyerapan radiasi dan suhu udara menjadi lebih tinggi dan iklim tidak nyaman. Selain panas, faktor iklim iklim mikro lainnya seperti kelembaban udara dan angin juga turut berpengaruh. Kondisi termal yang tidak nyaman memerlukan langkah amelioratif agar tercipta kenyamanan. Adapun pengertian ameliorasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) adalah peningkatan nilai makna dari makna yang biasa atau buruk menjadi makna yang baik. Indikator-indikator yang mempengaruhi ketidaknyamanan termal tersebut dapat dirubah dan disiasati melalui perencanaan RTH dengan mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi iklim wilayah. 1.2 Tujuan Tujuan umum adalah mengameliorasi iklim mikro Kota Depok (Kecamatan Beji sebagai wilayah studi kasus) dengan merencanakan RTH untuk menciptakan kenyamanan termal. Secara khusus, penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis dan mengidentifikasi kenyamanan termal di Kecamatan Beji. 2. Menentukan jumlah dan alokasi RTH pada tiap kawasan yang membutuhkan RTH agar tercipta kenyamanan termal di Kecamatan Beji. 3. Merencanakan RTH dengan pemilihan vegetasi yang efektif dalam menciptakan kenyamanan termal di Kecamtan Beji. 1.3 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Terwujudnya kondisi termal yang nyaman melalui keberadaan RTH yang terencana. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Depok dalam melakukan perencanaan di Kecamatan Beji berkaitan tata ruang, khususnya ruang terbangun dan kebutuhan RTH. 1.4 Kerangka Pikir Letak Kota Depok yang strategis (diantara DKI Jakarta dan Kota Bogor) mengakibatkan pembangunan tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan

17 3 kota lainnya. Pembangunan berlangsung tidak merata dimana kawasan terbangun tinggi salah satunya adalah pusat Kota Depok yaitu Kecamatan Beji. Peningkatan lahan terbangun diiringi dengan berkurangnya RTH di Kecamatan Beji berdampak pada penurunan kenyamanan termal bagi penduduk. Karenanya dilakukan penelitian untuk mengameliorasi iklim melalui perencanaan RTH. Alur kerangka pikir penelitian ini seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan berdasarkan nilai rata-rata tahunan, variasi harian dan tahunan serta nilai ekstrim dari beragam elemen pembentuknya. Smith (2001) menjelaskan iklim adalah akumulasi suhu udara, dinamika (angin, gerak vertikal, arus lautan), termodinamika, hidrologi (kelembaban udara, awan, total kolom kelembaban, daratan dan permukaan air), sistem gobal (tekanan dan densitas atmosfer, salinitas lautan) dan dipengaruhi presipitasi, evapotranspirasi, turbulen, dll. Berdasarkan luas wilayah, iklim terbagi menjadi iklim makro, meso dan mikro. Iklim makro meliputi wilayah yang sangat luas (zona iklim, kontinen hingga global). Iklim meso berkaitan variasi dan dinamika iklim dalam satu zona iklim atau area tertentu seperti kota. Iklim mikro berupa variasi iklim pada lingkup kecil seperti di sekitar bangunan konstruksi perkotaan (Brooks, 1988). Secara makro, sesuai klasifikasi iklim Köppen, Indonesia masuk dalam zona iklim tropis basah. Menurut Petterssen (1941) zona ini memiliki karakteristik: (1) suhu udara tinggi, suhu bulanan terendah >18 C dengan variasi tahunan < 6 C; (2) curah hujan tinggi, hujan setiap musim dengan dua puncak atau satu periode panjang musim hujan dan satu musim kering; (3) vegetasi megaterm yang membutuhkan suhu udara tinggi dan konstan, serta presipitasi dan kelembaban relatif tinggi. Beragam problematik terkait iklim ini yaitu curah hujan tinggi, radiasi matahari menyengat, suhu udara di atas toleransi kenyamanan, kelembaban tinggi dan aliran udara yang relatif lambat bagi pencapaian kenyamanan termal. Iklim skala meso yaitu pada lingkup kota. Kawasan perkotaan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 pasal 1 ayat (3) adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Menurut Allaby (2007), pada kawasan ini terjadi kondisi serupa pulau panas (heat island). Gagasan ini pertamakali diutarakan Luke Howard dalam The Climate of London pada tahun Heat island mengidentifikasi kota sebagai area dengan

19 5 kondisi termal lebih panas dibandingkan sekitarnya, seperti pulau yang hangat di tengah lautan yang sejuk. Efek ini beragam bergantung pada aktivitas penggunaan lahan. Bangunan perkotaan menurunkan kecepatan angin dan menurunkan kapasitas pertukaran udara. Udara kota semakin panas, berakumulasi dengan pemanasan oleh bangunan dan industri, membentuk kubah panas yang terpolusi. Dominasi material aspal dan beton menyerap panas lebih besar, memantulkannya dan menjadikan suhu udara kota lebih tinggi dibanding sekitar. Selain itu, berkurangnya banyak vegetasi mengurangi jumlah transpirasi. Padahal, vegetasi berperan penting menghasilkan kelembaban dan menyerap panas. Menurut Brooks (1988), beragam permasalahan iklim perkotaan dapat diatasi melalui perencanaan modifikasi iklim mikro. Iklim mikro merupakan iklim spesifik tapak dimana beragam kondisinya membentuk iklim kota keseluruhan seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber: Marsh (2005) Gambar 2. Kondisi Mikroklimat Pada Beragam Lokasi di Kota 2.2 Iklim Mikro Menurut Brown dan Gillespie (1995), iklim mikro merupakan kondisi yang terbentuk dari radiasi matahari dan terestrial, angin, suhu dan kelembaban udara, serta presipitasi dalam lingkup ruang luar yang kecil. Iklim mikro terbentuk

20 6 ketika iklim suatu wilayah atau zona berinteraksi dengan elemen lanskap lokal sehingga bersifat unik dan beragam. Frick dan Suskiyanto (2007) menambahkan bahwa faktor lokal yang mempengaruhi iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi diantaranya adalah karakteristik vegetasi, badan air yang kecil dan aktivitas manusia yang dapat merubah kemurnian iklim mikro. Iklim mikro secara langsung mempengaruhi aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Menurut Grey dan Deneke (1978), empat elemen utama iklim mikro yang dominan mempengaruhi manusia yaitu radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan pergerakan udara, dimana interaksi keempatnya membentuk zona kenyaman bagi manusia. Berikut penjelasan keempat elemen utama iklim mikro dan kenyamanan termal: Radiasi Matahari Menurut Brooks (1988), matahari berperan penting membentuk iklim dengan memancarkan energi ke bumi melalui sinar ultraviolet, sinar nampak dan infra merah. Frekuensi sinar nampak (cahaya) berupa gelombang pendek dan frekuensi inframerah (panas) berupa gelombang panjang. Marsh (2005) menambahkan, radiasi mencapai bumi secara langsung (difusi dan refleksi) dan jumlahnya bergantung sudut datang matahari. Sudut datang matahari dihitung dengan terlebih dulu mengetahui deklinasi matahari sesuai tanggal (Gambar 3A), menentukan sudut zenith (Gambar 3B) hingga didapatkan sudut datang matahari. Sumber: Marsh (2005) Gambar 3. Penentu Sudut Matahari: (A) Grafik Deklinasi; (B) Sudut Zenith

21 7 Brown dan Gillespie (1995) menambahkan, radiasi yang sampai pada suatu obyek akan direfleksikan, diserap dan ditransmisikan. Kemampuan suatu benda meradiasikan energi yang diserapnya disebut emisivitas sedangkan perbandingan radiasi yang dipantulkan dengan radiasi yang datang pada suatu benda dinamakan albedo. Emisivitas dan albedo tiap obyek berbeda jumlahnya, dipengaruhi jenis, karakter dan warna permukaan (Tabel 1). Tabel 1. Nilai Albedo dan Emisivitas Beragam Elemen Lanskap Albedo (%) Emisivitas (%) Vegetasi Rumput Lapangan rumput 3-15 Padang rumput Vegetasi berkayu 5-20 Hutan deciduous Hutan konifer Hutan Rawa Air Badan air (sudut matahari tinggi) Perkerasan kota Aspal Beton Bata Batu Atap beraspal dan kerikil Atap genteng Besi berombak Cat putih Cat merah, cokelat, hijau Cat hitam Sumber: Brown dan Gillespie (1995) Perkerasan dan vegetasi paling signifikan mempengaruhi iklim dalam lanskap. Perkerasan menyerap panas lebih besar dan merefleksikannya ke sekitar sehingga mengakibatkan suhu udara lebih tinggi dan iklim tidak nyaman. Sedangkan tanaman memiliki karakteristik yang beragam dari bentuk tajuk, daun, percabangan dan lain-lain sehingga mampu mempengaruhi jumlah radiasi yang diserap dan direfleksikan guna modifikasi iklim khususnya di perkotaan. Bentuk radiasi lainnya yaitu radiasi terestrial yang dipancarkan langsung oleh setiap obyek. Radiasi ini memiliki karakteristik sama dengan radiasi matahari

22 8 namun berbeda dalam jumlah energi yang dipancarkan. Semakin tinggi suhu obyek maka semakin besar radiasi yang dipancarkan. Pemukaan aspal panas yang tersinari matahari langsung akan memancarkan radiasi lebih besar dibandingkan aspal yang lebih dingin (dalam naungan). Radiasi terestrial ini turut mempengaruhi perningkatan suhu udara perkotaan (Brown dan Gillespie, 1995) Suhu Udara Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan termometer bola kering. Suhu udara dipengaruhi musim, sudut matahari dan jumlah radiasi yang diterima, pengaruh daratan-lautan, topografi, angin, panas laten, penutup tanah dan tipe tanah. Suhu udara berubah sesuai waktu dan tempat, serta memiliki variasi harian yang serupa (Tjasyono, 1996). Menurut Brooks (1988), suhu udara harian terendah terjadi sesaat sebelum subuh, meningkat mulai matahari terbit hingga mencapai puncak saat tengah hari dan kemudian menurun secara bertahap hingga malam. Perbedaan suhu udara di lanskap merupakan pemicu terjadinya pertukaran panas baik secara konduksi, konveksi dan radiasi antara lingkungan dengan tubuh maupun bangunan. Ketika terjadi perbedaan suhu udara, energi panas akan ditrasferkan dari area bersuhu udara tinggi ke area dengan suhu udara yang lebih rendah. Menurut Frick dan Suskiyanto (2007), kehangatan suhu udara di kota saat siang hari meningkat di pusat kota, membumbung di situ dan memadatkan partikel debu, dan sebagainya. Kubah debu terbentuk secara berkala di atas kota sebagai akibat dari aktivitas dalam kota. Udara tercemar tersebut membentuk kanopi kabut yang mengurangi sinar matahari langsung. Pada malam hari, kanopi kabut mengurangi pemantulan radiasi ke angkasa, mengakibatkan peningkatan suhu sampai 6 C dan menghalangi angin sejuk ke dalam kota Kelembaban Udara Menurut Allaby (2007), kelembaban adalah banyaknya kadar uap air di udara. Istilah ini hanya mewakili air yang hadir dalam bentuk gas. Kelembaban dapat dihitung dalam beragam cara yaitu mixing ratio, specific humidity dan relative humidity. Berkaitan dengan laporan cuaca, kelembaban yang dimaksud

23 9 atau umum digunakan adalah relative humidity (kelembaban relatif) dimana biasa disingkat RH. Kelembaban relatif adalah rasio antara massa uap air yang ada dalam satuan massa udara kering (mixing ratio) dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menghasilkan saturasi (saturation mixing ratio) dalam udara tersebut. Angka kelembaban bernilai % dimana 0% artinya udara kering dan 100 % berarti udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air (saturasi). Menurut Brooks (1988), kelembaban udara bersiklus dan berhubungan erat dengan suhu udara. Secara umum, kelembaban udara maksimum terjadi pagi hari sebelum matahari terbit saat suhu udara minimum. Hal ini memicu pengembunan bila udara bersentuhan dengan permukaan bersuhu lebih rendah dari suhu titik embun. Kelembaban udara minimum terjadi saat tengah hari bersamaan dengan suhu udara maksimum. Kelembababan tertinggi terjadi di khatulistiwa sedangkan terendah terjadi di lintang 40. Besarnya kelembaban dapat menstimuli curah hujan. Di Indonesia kelembaban tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Kelembaban tinggi merupakan kondisi lingkungan yang tidak nyaman bagi manusia. Kondisi lingkungan nyaman bila kelembaban antara 40-75%. Walaupun peningkatan kelembaban di daerah tropis menyebabkan berkurangnya kenyamanan, namun gerakan air dapat menimbulkan kesejukan Angin Angin merupakan pergerakan udara akibat perbedaan tekanan udara di atmosfer. Angin bergerak dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Menurut Brooks (1988), distribusi dan karakteristik angin di suatu wilayah dipengaruhi faktor global dan lokal seperti distribusi tekanan udara global musiman, rotasi bumi, variasi harian pemanasan dan pendinginan daratan-lautan, topografi dan kondisi wilayah sekitarnya. Pada perkotaan, menurut Grey dan Deneke (1978), penataan lahan terbangun mempengaruhi kecepatan angin menjadi menurun pada level dekat permukaan. Peningkatan topografi bangunan di perkotaan memindahkan profil kecepatan angin ke atas dan meninggalkan angin yang lebih lambat di dekat permukaan. Hal ini berbeda dengan pergerakan angin di tepi kota dan pedesaan.

24 10 Sumber: Marsh (2005) Gambar 4. Profil Kecepatan Angin Daerah Urban Hingga Pedesaan Marsh (2005) memberi tiga contoh angin akibat perbedaan ukuran, jarak dan tata ruang terbangun perkotaan. Pertama (A), seperti pada Gambar 5 di halaman selanjutnya, udara bergerak mengikuti dan melewati struktur bangunan sesuai prinsip kontinuitas. Kecepatan angin tertinggi mencapai puncak gedung dan berlalu melewati atap. Angin pada dinding dibelokkan menurun dan menurun kecepatannya, menyebar dan sebagian mengarah ke permukaan. Sumber: Marsh (2005) Gambar 5. Tiga Bentuk Aliran Udara Melalui dan Sekitar Bangunan Kedua (B) yaitu gedung dengan ketinggian yang sama dan jarak rapat, angin tetap di atas dan tidak mengalir turun ke permukaan. Hal ini mengakibatkan area tersebut memiliki kecepatan angin mikro lebih rendah dari atmosfer sekitar.

25 11 Ketiga (C) berkaitan dengan posisi sejajar bangunan tinggi dan jalan, dimana akan tercipta topografi seperti ngarai. Jika posisi searah angin maka akan seolah menarik aliran udara dan kecepatan angin tinggi pada permukaan jalan. Menurut Brown dan Gillespie (1995), angin secara signifikan dapat dimodifikasi dengan menggunakan elemen lanskap guna kenyamanan termal. Beberapa karakteristik obyek lanskap yang mempengaruhi angin adalah ukuran, lokasi, orientasi, porositas, dan kerapatan. Berkaitan kenyamanan, angin berperan dalam perpindahan panas secara konvektif dimana menciptakan pendinginan melalui evaporasi. Angin membawa panas dari tubuh dan bangunan dan secara efisien menggabungkan perbedaan dalam suhu dan kelembaban udara di lanskap. 2.3 Temperature Humidity Index (THI) Pengaruh keadaaan lingkungan fisik atmosfer atau iklim terhadap manusia dinyatakan dengan istilah kenyamanan. Menurut Grey dan Deneke (1978), terdapat empat elemen utama iklim yang dominan mempengaruhi kenyamanan adalah radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara serta pergerakan udara, dimana bervariasi bergantung pada jenis kelamin, umur maupun zona iklim tertentu yang ditoleransi seseorang. Interaksi seluruhnya membentuk zona nyaman bagi manusia yang tergambarkan dalam grafik bioklimat berikut. Sumber: Olgyay dalam Brooks (1988) Gambar 6. Grafik Bioklimat Zona Kenyamanan

26 12 Menurut Niewolt dalam Retno (2008), salah satu skala pengukur kenyamanan termal adalah Temperature Humidity Index (THI). Metode ini berguna untuk menentukan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia melalui kombinasi antara suhu dan kelembaban udara. Kenyamanan termal sesuai skala THI terbagi menjadi 3 yaitu nyaman (THI 21-24), sedang (THI 25-28) dan tidak nyaman (THI >28). THI dihitung dengan rumus THI = ; dimana T adalah suhu udara ( C) dan RH adalah kelembaban udara (%). 2.4 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pada pasal 1 dijelaskan pengertian ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka tanpa bangunan. Dalam pasal 1 dijelaskan pula pengertian ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut Grey dan Deneke (1978), salah satu manfaat utama pengadaan hutan kota (RTH) adalah untuk ameliorasi iklim guna kenyamanan termal. Dalam perencanaannya, vegetasi alami dipertahankan karena memiliki daya penyesuaian paling kuat. Menurut Frick dan Suskiyanto (2007), kriteria penataan RTH merupakan keterkaitan antara bentang alam, jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi, dimana: (1) rencana dikembangkan sesuai dengan pemanfaatan ruang kota; (2) direncanakan pada lahan menurut kelerengan, kegiatan di atasnya serta kedudukan terhadap jalur sungai dan jalan; (3) pada lahan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak dimanfaatkan dan atau ditelantarkan. 2.5 Perencanaan RTH untuk Ameliorasi Iklim Menurut Simonds (1983), perencanaan adalah suatu proses sintesis yang kreatif, kontinu, tanpa akhir dan bertambah. Perencanaan melalui tahapan persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan pelaksanaan yang saling terhubung dimana perubahan pada suatu bagian akan mempengaruhi yang lain.

27 13 Perencanaan tata hijau berupa konfigurasi RTH menurut Dahlan (1995) dibutuhkan sebagai penyeimbang ruang terbangun di perkotaan. Menurut Grey dan Deneke (1978), pohon, semak dan rumput mampu mengameliorasi suhu udara lingkungan perkotaan dengan mengontrol radiasi matahari. Efektifitas vegetasi dalam ameliorasi bergantung pada kerapatan, bentuk daun serta pola percabangan. Menurut Grey dan Deneke (1978), pohon paling efektif mengameliorasi iklim dimana mampu menurunkan suhu pada waktu siang hari dan menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi saat malam hari. Tajuk pepohonan yang rapat efektif menurunkan efek peningkatan radiasi matahari pada siang hari dan menahan turunnya suhu pada malam hari. Pohon sebagai pendingin udara alami mampu mentranspirasikan 400 liter air/hari setiap pohonnya melalui evapotranspirasi (setara lima pendingin ruangan yang setiapnya berkapasitas 2500 kcal/jam dan beroperasi 20 jam/hari). Brown dan Gillespie (1995) menambahkan, dedaunan mampu menyerap, memantulkan dan mentransmisikan radiasi yang diterima dari matahari. Pada tutupan kanopi pohon, secara vertikal terdapat perbedaan suhu dan kelembaban udara. Hal ini turut dipengaruhi adanya angin, seperti dapat dilihat pada Gambar 7. A B Sumber: Grey dan Deneke (1978) Gambar 7. Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Kanopi RTH: (A) Tanpa Pergerakan Udara dan (B) Ada Pergerakan Udara Menurut Grey dan Deneke (1978), konfigurasi vegetasi bermanfaat untuk ameliorasi iklim dengan memodifikasi pergerakan udara. Penanaman searah angin mampu membantu pemerataan kenyamanan termal karena angin efektif

28 14 menggabungkan perbedaan suhu dan kelembaban. Komposisi vegetasi berupa pemecah angin (shelterbelt) dapat mengurangi kecepatan angin. Angin yang berhembus pada shelterbelt akan dibelokkan ke atas, menyebabkan kecepatan angin berkurang di daerah tersebut namun akan meningkat seiring bertambahnya jarak. Terdapat perbedaan perubahan kecepatan angin karena perbedaan kerapatan shelterbelt, seperti dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber: Grey dan Deneke (1978) Gambar 8. Pengaruh Angin dalam Pemerataan Pendinginan Udara

29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian di lapang dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober 2010 dan kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data hingga penyusunan perencanaan. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

30 Peralatan Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu Global Positioning System (GPS) untuk cross check antara data sekunder dengan kondisi di lapang, kamera digital, termometer bola basah dan bola kering untuk mengukur suhu dan kelembaban udara, serta komputer dengan program Adobe Photoshop CS3, ArcView 3.3, AutoCAD 2009, Surfer 8, Ms. Office Excel dan Ms. Word 2007 untuk pengolahan data dan penulisan. 3.3 Batasan Studi Batasan studi dan penelitian ini sampai pada tahap perencanaan ruang terbuka hijau (RTH). Perencanaan RTH bertujuan mengameliorasi iklim Kecamatan Beji sehingga diperoleh kenyamanan termal secara fisik. Perencanaan dilakukan setelah meneliti hubungan antara penggunaan dan penutupan lahan dengan faktor-faktor iklim mikro (suhu udara, kelembaban udara dan angin) sebagai penentu kenyamanan termal. Perencanaan meliputi penentuan lokasi, jenis dan fungsi RTH, hingga pemilihan tanaman. Batas lokasi penelitian sesuai batas wilayah administratif Kecamatan Beji dimana batas unit pengamatan berupa poligon dan batas perencanaan berdasarkan hirarki administratif Kecamatan Beji. 3.4 Metode Metode awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pengumpulan data primer dan sekunder di lapang. Selanjutnya dengan metode rasional dilakukan analisis terhadap faktor-faktor iklim mikro dan lahan Kecamatan Beji, mencari keterhubungan antara RTH dan tingkat kenyamanan termal, dan menentukan jumlah RTH yang dibutuhkan untuk kenyamanan termal. Secara rasional pula dilakukan pengalokasian dan perencanaan RTH dengan penyesuaian terhadap aspek legal yang perlu dipertimbangkan. 3.5 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan sesuai tahapan perencanaan menurut Simonds (1983) yaitu melalui tahapan persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Bagan alur tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

31 17 Gambar 10. Bagan Alur Tahapan Penelitian Penjelasan dari tiap tahapan penelitian adalah sebagai berikut: Persiapan Studi Tahap persiapan studi terdiri dari persiapan administrasi dan persiapan teknis. Persiapan administrasidilakukan dengan pembuatan surat pengantar dari Departemen Arsitektur Lanskap yang ditujukan kepada Dinas Kesatuan Bangsa Kota Depok untuk memperoleh izin penelitian serta mendapat surat pengantar ke kantor dinas terkait sumber data sekunder. Persiapan teknis berupa penyediaan peta Kecamatan Beji, persiapan alat dan bahan serta penjadwalan waktu pengambilan data Inventarisasi Inventarisasi atau pengumpulan data mencakup aspek umum, aspek fisik, aspek sosial, dan aspek legal dari Kecamatan Beji. Data terdiri atas data primer (hasil observasi di lapang) dan data sekunder (hasil studi pustaka dan dari kantor dinas terkait). Deskripsi data tiap aspek seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis, Interpretasi, Tipe dan Sumber Data Jenis Data Interpretasi Data Tipe Data Sumber Aspek Umum Letak, batas, - Batas administratif Sekunder Dinas Tata Ruang dan luas wilayah Tata Guna Lahan Penutupan Lahan - Luas wilayah studi - Perumahan - Perdagangan/Jasa - Pendidikan - Pertanian - Jalan - RTH - Terbangun - Badan air -RTH Primer dan Sekunder Primer dan Sekunder Pemukiman Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Dan Lapang Citra Satelit Quickbird dan Lapang

32 18 Lanjutan Tabel 2 Jenis Data Interpretasi Data Tipe Data Sumber Aspek Biofisik Tanah Jenis dan tekstur Sekunder Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Topografi Kemiringan Sekunder Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Iklim - Curah hujan - Suhu - Kelembaban - Angin Primer dan Sekunder Data Iklim (BMG) dan Lapang Vegetasi Jenis vegetasi Primer dan Sekunder Dinas Pertamanan, dan Lapang Aspek Sosial Demografi Sekunder Badan Pusat Statistik Aspek Legal Peraturan Terkait Sekunder Undang-Undang Pengumpulan data sekunder spasial dan teks menjadi langkah awal dalam memperoleh informasi pendahuluan sebagai dasar penelitian. Pada tahap inventarisasi dilakukan pengolahan data sekunder penggunaan dan penutupan lahan untuk menghasilkan peta-peta yang berguna dalam penentuan lokasi pengambilan data primer suhu dan kelembaban udara. Agar hasilnya sesuai dengan kondisi saat ini maka terlebih dahulu dilakukan cross check dengan kondisi lapang saat ini. Berikut ini penjelasan dari peta-peta yang dikerjakan pada tahap inventarisasi serta teknis pengumpulan data primer iklim mikro: a. Peta Penutupan Lahan Penutupan lahan terkait dengan vegetasi, struktur atau fitur-fitur lain yang menutupi lahan. Penutupan lahan diketahui melalui interpretasi visual citra Quickbird dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok dengan penyesuaian Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Beji 2009 dan pengecekan di lapang. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) identifikasi citra dilakukan berdasarkan tujuh karakteristik dasar yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, warna, tekstur, dan situs. Proses identifikasi dibantu dengan menetapkan kunci selektif berupa foto citra dengan keterangannya. Dalam identifikasi citra dilakukan digitasi. Digitasi adalah kegiatan pemasukan data menggunakan software ArcView dengan mendeliniasi langsung pada layar untuk fitur poligon atau garis sehingga dihasilkan beberapa penutupan untuk setiap informasi tematik yang berbeda.

33 19 b. Peta Penggunaan Lahan Penggunaan lahan adalah aspek pemanfaatan ruang, mencakup jenis kegiatan pemanfaatan ruang dan penyebarannya dalam ruang. Klasifikasi penggunaan lahan ditetapkan melalui penggabungan dan penyesuaian data dari Badan Pusat Statistik Kota Depok, Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Beji (Lampiran 3) serta hasil cross cek di lapang. Pembuatan peta juga dilakukan dengan proses digitasi dengan software ArcView. c. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara Perbedaan penutupan lahan (berkaitan penggunaan lahan) mempengaruhi penerimaan radiasi dan reradiasi ke sekitar dan menciptakan perbedaan iklim mikro. Karenanya, lokasi pengukuran dapat ditentukan berdasarkan jenis penutupan dan penggunaan lahan. Hal tersebut dinilai lebih efektif karena jumlah lokasi pengukuran dapat lebih sedikit (dibandingkan metode grid) dan tetap mewakili kondisi termal wilayah. Hal ini memudahkan pengukur, mengingat keterbatasan alat (hanya satu) dan wilayah Kecamatan Beji yang luas (1.509,7 ha). Dari Peta Penggunaan Lahan dan Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji diketahui penutupan lahan meliputi lahan terbangun, RTH dan badan air. Lahan terbangun terdiri atas penggunaan lahan pemukiman, perdagangan dan jasa, perguruan tinggi, dan jalan raya. Badan air meliputi sungai, kolam budidaya dan situ. RTH mayoritas berupa lahan campuran, hutan kota, taman kota dan pemakaman umum. Berdasarkan penutupan dan penggunaan lahan tersebut dilakukan pemilihan lokasi secara acak. Lokasi tersebar di seluruh wilayah studi agar dapat dibuat spasial sebaran kondisi termal. Pengukuran juga dilakukan di luar wilayah karena kondisi termal kawasan dipengaruhi kondisi termal sekitar. Wilayah luar Kecamatan Beji umumnya memiliki penutupan dan penggunaan lahan sama dengan area tepi perbatasan sehingga diasumsikan iklim mikro tidak berbeda. Pengukuran luar wilayah hanya dilakukan di ujung tepi Hutan Kota Universitas Indonesia di Jakarta Selatan. Luas hutan yang besar sangat berpengaruh menciptakan perbedaan iklim mikro yang akan nampak secara spasial. Dari proses pemilihan didapat 14 lokasi dengan deskripsi seperti pada Tabel 3.

34 20 Tabel 3. Lokasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara di Kecamatan Beji No. Lokasi Penutupan Penggunaan Deskripsi 1 Taman Kota Lingkar Universitas Indonesia (UI) RTH Taman Kota Lokasi di tepi Jalan Margonda Raya, berbatasan dengan DKI Jakarta 2 Hutan Kota UI RTH Hutan Kota Pengukuran di tepi pada dua lokasi: (1) wilayah Beji dan (2) luar/dki 3 Juragan Sinda Terbangun Perumahan swadaya Dominan rumah kos KDB sedang 4 H. Mustafa Terbangun Perumahan swadaya Dominan permukiman KDB tinggi 5 TPU RTH Pemakaman Dikelilingi pemukiman 6 Kampung Pocin Terbangun Perumahan swadaya Rumah kos/permukiman KDB tinggi dan rapat 7 Margo City Terbangun Perdagangan Pusat perbelanjaan dan jasa 8 Danau UI Badan air Setu Dikelilingi RTH UI 9 Kampung Curug Terbangun Perumahan swadaya Pemukiman diselingi ladang 10 Ladang Pertanian RTH Lahan Pohon buah dan umbi campuran 11 Perum Depok Mulya I Terbangun Perumahan formal Perumahan KDB sedang, sekitarnya permukiman padat 12 Perum Depok Mulya III Terbangun Perumahan formal Perumahan KDB sedang, sekitarnya perumahan swadaya dengan ladang 13 Setu Pladen Badan air Setu Dikelilingi pemukiman 14 Mall Depok Terbangun Perdagangan dan jasa Pusat perbelanjaan Pengukuran suhu udara ( C) dan kelembaban relatif (%) dilakukan dengan menggunakan termometer bola basah dan bola kering. Suhu udara didapat dari nilai termometer bola kering. Kelembaban relatif ditentukan dari selisih nilai termometer bola basah dengan nilai termometer bola kering (Lampiran 2). Pengukuran dilakukan tiga waktu (jam 07.00, dan 16.00) saat cuaca cerah dengan dua kali pengulangan. Pengukuran dilakukan pada hari berbeda secara bergantian. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat dan wilayah yang luas. Spasial persebaran lokasi seperti pada Gambar 11.

35 21 Gambar 11. Foto dan Sebaran Empatbelas Titik Lokasi Pengukuran Analisis Pada tahap analisis ditampilkan data-data dan dilakukan analisis terhadap faktor-faktor iklim mikro dan kenyamanan termal terkait RTH untuk ameliorasi iklim. Analisis meliputi analisis kenyamanan termal, analisis jumlah dan alokasi RTH dan analisis RTH untuk kenyamanan termal. a. Analisis Kenyamanan Termal Analisis kenyamanan termal terdiri atas analisis iklim mikro (radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara, angin), Temperature Humidity Index serta kenyamanan termal ideal. Berikut penjelasan masing-masing:

36 22 Penerimaan Radiasi Matahari Penerimaan radiasi matahari terkait topografi kawasan mempengaruhi iklim mikro. Kemiringan lahan diklasifikasikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian 1981 mengenai penentuan kawasan lindung, dimana terbagi dalam lima rentang yaitu (1) Kelerengan 0 8%; (2) Kelerengan 8 15%; (3) Kelerengan 15 25%; (4) Kelerengan 25 40% dan (5) Kelerengan > 40%. Analisis membahas pengaruh dan keterkaitan kelerengan wilayah terhadap ikim mikro Kecamatan Beji yang berguna kemudian dalam solusi perencanaan. Suhu dan Kelembaban Udara Langkah awal yaitu pengolahan data suhu udara (T) dan kelembaban udara (dalam hal ini kelembaban relatif atau RH) hasil pengukuran di lapang. Kedua data tersebut ditabulasi, dilakukan perhitungan, serta dibuat grafiknya untuk mengetahui fluktuasinya berdasarkan waktu pengukuran dan tipe penutupan dan penggunaan lahaan. Rumus ratarata suhu udara harian (Tr) = ( ). Analisis dilakukan secara deskriptif terhadap hasil tabulasi suhu dan kelembaban serta spasial peta isoplet suhu udara dan kelembaban udara yang dibuat dengan program Surfer 8. Angin Angin sebagai salah satu komponen penting iklim mikro secara efisien menggabungkan perbedaan suhu dan kelembaban udara di lanskap. Spasial, arah dan besar kecepatan angin dianalisis pengaruhnya terhadap kenyamanan termal di Kecamatan Beji. Temperature Humidity Index (THI) Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara dipergunakan untuk menghitung nilai THI dengan rumus THI = 0.8T + ( ). T adalah nilai suhu udara ( C) dan RH adalah kelembaban udara (%). Hasil perhitungan THI kemudian digolongkan menjadi area tidak nyaman (THI < 21 dan THI > 28) dan area nyaman (THI 21 28).

37 23 Sebaran dan spasial nilai THI tiap lokasi pengukuran dibuat bantuan software ArcView. Tiap lokasi pengukuran dapat diperoleh perwakilan areanya dengan poligon thiessen sehingga didapat luasan area nyaman dan tidak nyaman. Data spasial dan tabular dianalisis untuk mengetahui keterkaitan faktor pembentuk iklim mikro terhadap kenyamanan termal pada beragam lokasi. Kenyamanan Termal Ideal Setelah diketahui nilai kenyamanan termal kemudian ditentukan nilai kenyamanan termal ideal untuk Kecamatan Beji dari kondisi termal harapan. Penentuan ini berguna dalam tahapan sintesis selanjutnya untuk penentuan luasan RTH sesuai nilai THI harapan. b. Analisis Jumlah dan Alokasi RTH Analisis diawali dengan mengkaji lahan Kecamatan Beji dan dilanjutkan analisis RTH untuk kenyamanan termal dan analisis alokasi RTH. Lahan Kecamatan Beji (analisis berkaitan penggunaan lahan, penutupan lahan serta keberadaan RTH) Penggunaan lahan melalui Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Beji yang telah dibuat pada tahapan persiapan dapat dihitung luasannya dan dianalisis berkaitan keberadaan RTH di tiap tipe penggunaan lahan. Hal ini diperlukan untuk mendukung tahapan sintesis dan perencanaan dalam menentukan distribusi RTH. Penutupan Lahan melalui Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji yang telah dibuat sebelumnya akan dihitung luas dan persentasenya. Sebaran juga dianalisis sehingga diketahui area tinggi terbangun yang memerlukan RTH atau area berpotensi sebagai RTH. RTH dianalisis berkaitan jenis dan persebaran sesuai hirarki administratif. Vegetasi dianalisis berkaitan kenyamanan termal. RTH untuk Kenyamanan Termal Luasan RTH dan nilai THI sebagai parameter kenyamanan termal dicari hubungannya melalui persamaan regresi linier. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh luas RTH pendugaan beserta kebutuhan penambahannya.

38 24 Alokasi RTH Keberadaan penggunaan lahan berkaitan keberadaan RTH di Kecamatan Beji dikaji berkaitan hirarki administratif dan kesesuaiannya dengan aspek legal, penggunaan lahan serta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kecamatan Beji, Kota Depok Sintesis Pada tahap ini dilakukan overlay peta-peta hasil analisis sehingga dihasilkan kawasan yang membutuhkan penambahan dimana dapat diketahui intensitas perencanaan RTH sesuai satuan unit analisis Perencanaan Perencanaan diawali dengan penentuan konsep yang ditujukan untuk mengarahkan perencanaan yang dibuat, yaitu perencanaan RTH yang mampu mengameliorasi iklim sehingga tercipta kenyamanan termal. Dari konsep utama kemudian dilakukan pengembangan konsep. Pengembangan konsep RTH meliputi konsep ruang dan vegetasi. Perencanaan RTH mengikuti hasil dari pengembangan konsep, dengan penjelasan sebagai berikut: a. Rencana ruang RTH Rencana ini meliputi perencanaan bentuk, pola dan persebaran RTH. Perencanaan pola dan pesebaran lokasi RTH dilakukan sesuai hasil sintesis lokasi yang membutuhkan RTH serta penggunaan lahan yang ada. Perencanaan bentuk berkaitan dengan kesesuaian lokasi dan tingkat kebutuhan kenyamanan. Bentuk RTH dapat berupa hutan kota, taman, jalur hijau, area konservasi, lahan pertanian dan sebagainya. Perencanaan ruang juga termasuk fungsi dan aktivitas di dalamnya. b. Rencana vegetasi Perencanaan vegetasil berkaitan pemilihan tanaman yang mampu lebih efektif mempengaruhi atau memodifikasi iklim mikro. Tanaman dipilih berdasarkan ciri fisik (arsitektural) maupun fisiologis serta terkait strata maupun kombinasi tanaman penutup tanah, semak, perdu dan pohon dalam mempengaruhi iklim mikro.

39 IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki luas 1.509,7 ha, dengan batas-batas wilayah : Sebelah utara : Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan Sebelah timur : Sungai Ciliwung, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Cimanggis, Kota Depok Sebelah Selatan : Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok Sebelah Barat : Kecamatan Limo, Kota Depok Wilayah administratif Kecamatan Beji dapat dilihat pada Gambar 12. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok Kecamatan Beji sebagai pusat dari Kota Depok terdiri dari enam kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan

40 26 Pondok Cina, Kelurahan Kukusan dan Kelurahan Tanah Baru. Kecamatan Beji terdiri dari 72 rukun warga (RW) dan 371 rukun tetangga (RT). Luas dan persebaran tingkatan administratif pada Kecamatan Beji seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah RT dan RW Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Kelurahan Luas (ha) Jumlah RT Jumlah RW Beji 216, Beji Timur 100, Kemiri Muka 279, Pondok Cina 235, Kukusan 357, Tanah Baru 320, Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok (2010) 4.2 Sejarah Kecamatan Beji, Kota Depok Pada awalnya wilayah Depok merupakan sebuah dusun terpencil di tengah hutan belantara dan semak belukar. Pada tanggal 18 Mei 1696 pejabat tinggi VOC Cornelis Chastelein membeli tanah wilayah Depok sebagai perkebunan. Depok sendiri merupakan singkatan dari De Eerste Protestante Organisatie Christenen, sebuah lembaga penyebar agama Kristen milik Chastelein. Pada tahun 1871 Pemerintah Belanda mengizinkan daerah Depok membentuk Pemerintahan dan Presiden sendiri setingkat Gemeente (desa otonom). Gementee Depok berakhir pada tahun 1952 setelah terjadi perjanjian pelepasan hak antara Pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok. Tidak adanya catatan sejarah tersendiri mengenai Beji pada masa itu, namun terdapat sejarah daerah Pondok Cina yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Beji. Pada masa pemerintahan baru Gementee Depok, para pedagang Cina dari Batavia tertarik datang untuk berdagang. Mereka tidak diperbolehkan untuk bermukim di wilayah Gementee Depok sehingga membangun pondokpondok sederhana didekatnya yaitu di Kampung Bojong yang didominasi hutan belantara. Lambat laun daerah tersebut berkembang menjadi pemukiman kecil komunitas Cina dan para pendatang. Nama Kampung Bojong pun berganti dengan Pondok Cina yang kini menjadi Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji. Sejak dimulai Pemerintahan Republik Indonesia, wilayah Depok termasuk dalam pemerintahan Kecamatan Depok dibawah Kawedanaan (Pembantu Bupati)

41 27 wilayah Parung dengan wilayah meliputi 21 desa yang salah satunya adalah Desa Beji. Terjadi peningkatan pendatang ke wilayah Depok untuk bermukim dipengaruhi pembangunan proyek perumahan nasional di Depok pada tahun 1976, disusul pembangunan perumahan-perumahan swasta. Pada tahun 1980an, pembangunan Jalan Margonda Raya dan Kampus Universitas Indonesia yang berlokasi di Pondok Cina turut menyebabkan peningkatan pembangunan rumah kos, perumahan dan tempat perbelanjaan di Pondok Cina dan Beji. Pada tahun 1981 dibentuklah Kecamatan Beji bersamaan dengan disahkannya Kota Administratif Depok berdasarkan PP nomor 43 tahun Kota Administratif Depok terdiri dari tiga kecamatan (Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji) dan 17 desa. Kecamatan Beji terdiri dari lima desa yaitu Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru dan Desa Kukusan. Karena perkembangan pesat maka pada tahun 1998 terjadi perubahan Desa menjadi Kelurahan dan pemekaran kelurahan. Pada Kecamatan Beji bertambah satu kelurahan yaitu Kelurahan Beji Timur. Pada tahun 1999, Kota Administratif Depok berubah menjadi Kota Madya Depok berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok yang terdiri dari sebelas kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Tapos. Kecamatan Beji menjadi pusat Kota Depok dan terdiri dari enam kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur, Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kukusan dan Kelurahan Tanah Baru. 4.3 Aspek Biofisik Topografi Berdasarkan peta rupabumi tahun 2001, diketahui bahwa Kecamatan Beji terletak di dataran rendah dengan elevasi antara 62 sampai dengan 80 meter di atas permukaan laut. Sebagaian besar wilayah Kecamatan Beji termasuk dalam kemiringan landai dengan kemiringan lereng kurang dari 15%. Bentuk kemiringan wilayah tersebut sangat menentukan jenis penggunaan lahan, intensitas

42 28 penggunaan lahan dan kepadatan bangunan. Wilayah Beji yang cenderung datar ini digunakan untuk berbagai keperluan seperti pemukiman, perdagangan dan jasa Geologi dan Tanah Berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992, Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu, skala 1 : , stratigrafi wilayah Depok sekitarnya dari tua ke muda disusun oleh batuan perselingan, batu pasir dan batu lempung sebagai berikut: Formasi bojongmanik (Tmb): perselingan konglomerat, batu pasir, batu lanau, dan batu lempung; Formasi serpong (Tpss): breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung; Satuan batuan gunung api muda (Qv): tuf halus berlapis, tuf pasiran berselingan dengan konglomeratan; Satuan batuan kipas alluvium: endapan lempung, pasir, kerikil, kerakal; dan Satuan endapan alluvial (Qa). Menurut Laporan Penelitian Sumberdaya Air Permukaan di Kota Depok, kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam sistem geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Singkapan batuan tersier yang membatasi cekungan Bogor Tangerang Bekasi terdapat pada bagian barat barat daya dimana dijumpai pada Formasi Serpong, Genteng dan Bojongmanik. Jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Beji yaitu tanah latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis basaltis. Jenis tanah ini tingkat kesuburannya rendah cukup, mudah meresapkan air, tahan terhadap erosi dan memiliki tekstur halus ( 2010) Klimatologi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok termasuk daerah iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, dimana musim kemarau berlangsung pada bulan April September dan musim penghujan antara bulan Oktober Maret. Kondisi iklim di Depok relatif sama, ditandai perbedaan curah hujan yang cukup kecil. Berdasarkan data hasil pemeriksaan hujan tahun 2009 di Stasiun Pancoran Mas

43 29 (Tabel 5) diketahui curah hujan bulanan berkisar antara mm dan banyaknya hari hujan antara hari. Puncak hari hujan terjadi pada bulan Desember sedangkan hari hujan terendah pada bulan April. Curah hujan rata-rata bulanan Kecamatan Beji adalah 270,8 mm. Tabel 5. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Beji Bulan Hari Hujan Curah Hujan (mm) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Sumber: BPS (2009) Dari hasil pengukuran stastiun BMG Jakarta Observatory tahun 2009, diperoleh suhu udara (T) rata-rata bagi DKI dan sekitarnya yaitu 28,6 C, dengan rata-rata T minimum 25,3 C pada bulan April dan T maksimum 32,4 C pada bulan September. Kelembaban udara (RH) rata-rata Kecamatan Beji pada tahun 2009 adalah 87,1%. Dengan RH maksimum pada bulan Data iklim bulanan di Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2009 seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Data Iklim Rata-Rata Bulanan Kota Depok Bulan Tmean ( C) Tmax ( C) Tmin ( C) RH (%) Januari 27,0 30,2 24,5 90,6 Februari 27,1 30,3 24,4 91,0 Maret 28,4 32,6 25,0 88,2 April 28,9 32,0 23,9 88,7 Mei 28,9 32,6 25,6 88,6 Juni 29,1 33,0 25,5 87,5 Juli 29,3 32,8 25,6 81,5 Agustus 29,5 33,1 25,6 83,5 September 29,5 33,8 25,7 83,3 Oktober 28,5 33,7 25,7 84,7 November 28,6 32,7 25,2 88,2 Desember 28,7 31,9 25,5 89,4 Sumber: BMG (2009)

44 Aspek Sosial Jumlah penduduk Kecamatan Beji meningkat jiwa dari tahun 2005 hingga tahun Pada tahun 2010 tercatat terdapat rumah tangga dengan jumlah penduduk jiwa dan kepadatan penduduk 83 jiwa/ha. Jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Beji yang didominasi pemukiman, dimana terdapat rumah tangga dengan kepadatan penduduk 180 jiwa/ha. Kepadatan penduduk terendah berada di Kelurahan Pondok Cina yaitu sebesar 35 jiwa/ha dengan jumlah rumah tangga sebesar Hal tersebut dikarenakan Kelurahan Pondok Cina diominasi penggunaan lahan kawasan perguruan tinggi. Sebaran penduduk pada tiap kelurahan di Kecamatan Beji seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Kelurahan Rumah Tangga Jumlah Penduduk Luas (ha) Kepadatan (Jiwa/ha) (Jiwa) Beji Beji Timur Kemiri Muka Pondok Cina Kukusan Tanah Baru Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok (2010)

45 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Kondisi kenyamanan termal serta jumlah dan alokasi RTH menjadi pokok utama dalam proses perencanaan RTH untuk ameliorasi iklim mikro Kecamatan Beji. Analisis kenyamanan termal berkaitan dengan suhu udara, kelembaban udara, Temperature Humidity Index (THI) dan angin bertujuan mengidentifikasi dan menentukan tingkat kenyamanan termal yang diharapkan. Jumlah dan alokasi RTH berhubungan dengan penggunaan dan penutupan lahan, aspek legal serta alokasi RTH untuk mencapai kondisi kenyamanan termal ideal tersebut. Berikut pembahasan dari masing-masing pokok analisis: Kenyamanan Termal Iklim Mikro Kenyamanan termal pada suatu kawasan berkaitan dengan penerimaan radiasi matahari serta ditentukan oleh faktor pembentuk iklim mikro. Penerimaan radiasi matahari berkaitan sudut datang matahari, topografi dan kemiringan lahan serta penutupan lahan tersebut. Pada wilayah Indonesia yang berada dekat garis Khatulistiwa, sudut datang matahari yang cenderung seragam setiap bulannya tidak begitu berpengaruh seperti pada negara empat musim. Kelerengan wilayah Kecamatan Beji yang landai kurang dari 15% juga tidak signifikan berpengaruh terhadap perbedaan penerimaan radiasi. Karena itu, identifikasi kenyamanan termal Kecamatan Beji berfokus pada faktor pembentuk iklim mikro yaitu suhu udara, kelembaban dan angin. Menurut Smith (2001) dalam meteorologi, untuk memudahkan prediksi cuaca dan analisis maka penggambaran peta cuaca ditampilkan berupa peta isoplet. Isoplet (dari bahasa Yunani iso- sama; pleth- nilai) merupakan garis yang menghubungkan titik-titik dengan nilai yang sama. Dalam penelitian ini, analisis iklim mikro Kecamatan Beji dilengkapi dengan peta isoplet yang dibuat dengan bantuan software Surfer 8. Data yang digunakan adalah hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada 14 titik lokasi di lapang (Tabel 8).

46 Tabel 8. Suhu (T), Kelembaban (RH) dan THI Tiap Lokasi Pengukuran LokasiKeterangan Penutupan/ Ke- Pagi (07.00) Siang (13.00) Sore (16.00) T( C) RH (%) THI THI THI THI Penggunaan T( C) RH(%)T( C) RH(%) T( C) RH(%) pagi siang sore harian 1 Taman Kota RTH/ ,7 80,3 27,2 28,7 27,5 27,6 Lingkar UI Taman Kota , Tepi Hutan RTH/ , ,4 79,8 26,9 28,9 26,7 27,3 Kota UI Hutan Kota 2 27, Juragan Sinda terbangun/ , ,0 79,5 27,9 30,7 28,7 28,8 Perumahan swadaya , H. Mustafa terbangun/ ,7 79,3 27,4 30,4 28,7 28,5 Perumahan swadaya , Kuburan RTH/ ,5 79,3 27,4 30,2 28,2 28,3 Pemakaman Kampung terbangun/ , ,1 81,0 27,9 31,4 28,4 28,9 Pocin Perumahan swadaya Margo City terbangun/ 1 29, , ,3 79,2 28,0 33,6 30,4 30,0 Perdagangan jasa , , Danau UI badan air/ ,3 84,2 27,6 30,4 27,6 28,3 Perguruan tinggi Kampung terbangun/ , ,2 78,5 27,5 31,2 29,4 28,9 Curug Perumahan swadaya 2 28, Ladang RTH/ 1 28, , ,8 79,3 27,7 30,7 28,4 28,6 Pertanian Lahan campuran , , Perum Depok terbangun/ ,75 80,8 27,45 31,17 28,41 28,6 Mulya II Perumahan formal Perum Depok terbangun/ ,00 78,3 27,72 30,66 28,68 28,70 Mulya III Perumahan formal , Setu Pladen Badan air/ ,88 85,3 26,92 30,62 27,65 28,03 Setu 2 27, Mall Depok terbangun/ , ,88 79,0 27,72 32,40 30,42 29,58 Perdagangan jasa ,5 79 Rata-rata 29,75 80,3 27,52 30,78 28,52 28,57 Keterangan: T = temperature (suhu); RH = relative humidity (kelembaban); THI= temperature humidity index 32

47 33 (1) Suhu Udara Dari hasil pengukuran di lapang (Tabel 8) diketahui suhu udara (T) ratarata harian Kecamatan Beji adalah 29,7 C. T harian teringgi adalah 31,3 C dan T terendah 28,4 C. Sebaran T rata-rata Kecamatan Beji tergambar dalam peta isoplet suhu udara (peta isoterm) seperti dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Peta Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok Gambar 13 memperlihatkan isoplet T yang semakin rapat dan meningkat nilainya ke arah tepi tenggara (sepanjang Jalan Margonda Raya). Pergeseran peningkatan suhu udara ini semakin tajam mengarah ke area tinggi terbangun. T puncak tertinggi berada pada lokasi pengukuran di kawasan perdagangan yang

48 34 didominasi pertokoan bertingkat yang rapat dan terpola. Pada tengah kawasan Kecamatan Beji, T seragam yaitu berkisar 30 C. Hal ini dikarenakan penutupan yang seragam yaitu dominasi pemukiman dengan koefisien dasar bangunan sedang hingga tinggi dengan pola tidak teratur. Kemudian T berangsur menurun ke arah timur laut mengarah ke kawasan Hutan Kota UI. Pada wilayah perkotaan, tingginya emisivitas dan albedo perkerasan berpengaruh terhadap peningkatan suhu udara setempat. Kepadatan dan orientasi bangunan yang tidak teratur mengakibatkan pergerakan angin tidak mengalir dan suhu udara tetap tinggi. Kondisi termal tersebut perlu diameliorasi dengan pengadaan RTH. Vegetasi sebagai komponen RTH mampu menyerap dan menghalangi radiasi matahari yang sampai di permukaan serta memberi kesejukan dari oksigen yang dihasilkan. Pengadaan RTH diperlukan pada kawasan timur hingga tenggara dan tengah Kecamatan Beji dimana dapat berupa koridor yang mengalikan udara atau taman atap pada lahan terbatas. (2) Kelembaban Udara Dari hasil pengukuran di lapang (Tabel 8), diketahui kelembaban udara (RH) harian rata-rata di Kecamatan Beji adalah 80,3%. RH harian minimum adalah 78,3%, berlokasi pada penutupan lahan terbangun perumahan formal. RH minimum terjadi saat tengah hari bersamaan dengan suhu udara maksimum. RH maksimum 85,3% berada di penutupan badan air setu. Tingginya RH di kawasan situ maupun hutan kota disebabkan proses evapotranspirasi oleh air dan tanaman yang sangat besar sehingga massa udara di daerah tersebut lebih banyak mengandung uap air dibanding pada lahan terbangun. Keberadaan badan air dengan luasan tertentu mampu secara efektif meningkatkan kelembaban udara. Namun, pada kawasan sekitar Kali Tanah Baru di sebelah barat Kecamatan Beji yang dikelilingi pemukiman rapat, keberadaan badan air tidak cukup berpengaruh dan kelembaban udara cenderung rendah. Pelestarian badan air dan sempadan diperlukan untuk menunjang upaya ameliorasi iklim Kecamatan Beji. Sebaran RH rata-rata harian Kecamatan Beji nampak dalam peta isoplet kelembaban udara (peta isohume) pada Gambar 14.

49 35 Gambar 14. Peta Isohume Kecamatan Beji, Kota Depok (3) Temperature Humidity Index Temperature Humidity Index (THI) adalah indeks tingkat kenyamanan suatu area secara kuantitatif berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara relatif. THI nyaman yaitu THI dan THI tidak nyaman jika THI < 21 dan THI > 28. Dari hasil pengukuran di lapang diperoleh THI harian rata-rata Kecamatan Beji adalah 28,6 dimana pagi hari tergolong nyaman (THI 27,5), siang hari tidak nyaman (THI 30,8) dan sore hari tidak nyaman (THI 28,5). Kondisi kenyamanan termal Kecamatan Beji tidak nyaman saat siang hari dimana THI berkisar antara 28 hingga 34. Dari Peta THI siang Kecamatan Beji

50 36 (Gambar 16), dapat dilihat pola isoplet THI menyerupai isoplet suhu udara. Nilai THI semakin tinggi (THI > 30,5) mengarah ke arah tepi tenggara dan selatan Kecamatan Beji. Tingginya THI pada kawasan tersebut dipengaruhi tingginya suhu udara akibat besarnya radiasi matahari yang diserap, dipantulkan dan ditransmisikan oleh dominasi perkerasan. Pada area tengah Kecamatan Beji yang didominasi perumahan formal, THI seragam mendekati nilai 30,5. Kenyamanan termal meningkat (THI < 30) ke arah timur laut yang didominasi RTH. Gambar 15. Peta THI Siang Kecamatan Beji, Kota Depok Rata-rata THI harian Kecamatan Beji adalah 28,6 dan termasuk tidak nyaman. THI harian tertinggi (THI 30) berada di sebelah tenggara yaitu pusat

51 37 perbelanjaan Margo City. THI terendah (THI 27,3) berada di sebelah timur laut yaitu Hutan Kota UI. Berdasarkan pembagian dengan poligon thiessen, dapat diperkirakan luasan area yang terwakili oleh setiap titik pengukuran. THI nyaman meliputi 9,2% wilayah Kecamatan Beji (138,84 ha) dan sisanya (1.370,86 ha) adalah area tidak nyaman. Area nyaman meliputi poligon titik pengukuran 1 dan 2 dimana terdapat RTH hutan dan taman kota. Sebaran THI harian menyerupai pola isoplet THI siang seperti dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Peta THI Harian Kecamatan Beji, Kota Depok Nilai THI sangat dipengaruhi oleh nilai suhu udara. Hal ini terlihat dengan serupanya pola isoplet THI (Gambar 15 dan Gambar 16) dengan pola isoterm

52 38 (Gambar 13). Nilai kelembaban udara yang dipengaruhi oleh luasan RTH dan badan air di Kecamatan Beji tidak cukup signifikan berpengaruh terhadap nilai THI. Secara umum, pergeseran kontur THI semakin nyaman mengarah ke lokasi pengukuran dominan RTH ataupun badan air. THI tidak nyaman mengarah ke penutupan terbangun, dimana lebih tinggi pada kawasan perdagangan. Kawasan dengan kondisi tidak tercapainya kenyamanan termal tersebut (THI > 28) memerlukan langkah ameliorasi melalui perencanaan RTH. (4) Angin Angin sebagai salah satu komponen iklim mikro secara efisien menggabungkan perbedaan dalam suhu dan kelembaban udara di lanskap. Hal ini bergantung pada kecepatan dan arah angin di kawasan tersebut. Berdasarkan data iklim BMG tahun 2010, kecepatan angin di Kecamatan Beji seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Kecepatan Angin Tiap Bulan di Kota Depok Tahun 2010 Bulan Kecepatan angin maksimum (km/jam) Kecepatan angin rata2 (km/jam) Januari 13,58 5,31 Februari 12,29 5,17 Maret 10,46 5,18 April 9,79 5,04 Mei 10,24 4,90 Juni 10,27 4,83 Juli 10,27 4,85 Agustus 10,96 4,93 September 10,65 5,04 Oktober 12,12 5,05 Nopember 11,93 4,93 Desember 10,08 5,06 Sumber: BMG (2010) Dari data Tabel 9 diketahui rata-rata kecepatan angin maksimum adalah 11,05 km/jam dan rata-rata kecepatan angin bulanan adalah 5,02 km/jam. Berdasarkan skala Beaufort (Lampiran 2), kecepatan tersebut tergolong angin sepoi-sepoi dimana angin dapat dilihat pada arah asap. Kecepatan ini tergolong rendah dan kurang signifikan mempengaruhi iklim kota. Sesuai dengan sifat gas, pemanasan udara oleh radiasi matahari mengakibatkan udara memuai dan tekanan udara menurun. Adapun dalam iklim

53 39 mikro, peningkatan panas ditandai dengan peningkatan suhu udara. Perbedaan tekanan udara karena perbedaan suhu udara ini menimbulkan angin. Angin bergerak dari tekanan tinggi (bersuhu rendah) ke tekanan rendah (bersuhu tinggi). Spasialisasi pergerakan udara dari perbedaan ini seperti pada Gambar 17. isoplet T arah angin area angin tidak bergerak Gambar 17. Peta Angin Berdasarkan Isoterm Kecamatan Beji, Kota Depok Pada Gambar 17 dapat dilihat angin mengarah dari area bersuhu rendah ke area bersuhu tinggi yang mayoritas adalah kawasan terbangun. Terdapat beberapa area (dilingkari merah) dimana arah angin saling bertemu dan terdapat pula area tidak terlalui arah angin. Pertemuan arah angin menandakan lokasi tersebut merupakan area terpanas (dibandingkan sekitarnya) sehingga aliran udara

54 40 berkumpul disana. Pada lokasi-lokasi tinggi terbangun tersebut pergerakan udara terhenti dan suhu udara tetap tinggi. Hal ini dipengaruhi struktur fisik kawasan terbangun berkerapatan tinggi dengan orientasi tidak teratur. Pada kawasan perdagangan dengan bangunan bertingkat berpola rapat di sebelah tenggara Kecamatan Beji, angin terhalang bangunan dan menurun kecepatannya pada level dekat permukaan sehingga suhu udara tetap tinggi. Hal serupa terjadi pada pemukiman padat di sebelah barat, utara dan tengah Kecamatan Beji. Kondisi berbeda terjadi pada kawasan terbuka, dimana angin sepoi-sepoi dekat permukaan mengalirkan udara dan membawa kesejukan. Dalam upaya ameliorasi iklim, pergerakan udara dari suhu udara tinggi ke lokasi bersuhu udara rendah dapat disiasati dengan pengadaan koridor hijau. Koridor RTH yang mengarahkan angin diperlukan dalam pemerataan suhu dan kelembaban udara untuk kenyamanan termal. Selain itu, pengadaan greenbelt di tepi Kecamatan Beji juga dapat membantu penurunan suhu udara di dalam wilayah serta mengurangi pengaruh panas dari lingkungan sekitar yang padat terbangun. Pada kawasan bangunan-bangunan tinggi dan rapat, pergerakan angin di atas bangunan yang lebih cepat dapat dimanfaatkan untuk membantu pemerataan suhu dan kelembaban udara dengan pengadaan RTH atap Kenyamanan Termal Ideal Kecamatan Beji Berdasarkan identifikasi kenyamanan termal sebelumnya, diketahui kenyamanan termal Kecamatan Beji beragam pada penutupan lahan berbeda dan tergolong tidak nyaman (THI harian rata-rata 28,6). THI tidak nyaman berada pada wilayah terbangun sedangkan THI nyaman pada kawasan yang didominasi penutupan kanopi pohon. Vegetasi, terutama pohon sebagai komponen RTH lebih efektif menciptakan kenyamanan termal pada suatu kawasan. Dalam upaya ameliorasi iklim perlu ditentukan nilai THI yang ingin dicapai (THI ideal) melalui perencanaan RTH. Secara umum, semakin luas area dan sebaran RTH maka nilai THI semakin rendah, berada dalam skala THI nyaman (21 < THI < 28). Pada wilayah perkotaan, pengadaan RTH menghadapi faktor pembatas yaitu luas lahan terbuka yang minim serta keberadaan kawasan terbangun yang mayoritas memenuhi perijinan (legal). Karenanya, dalam upaya

55 41 menurunkan THI melalui keberadaan RTH dipilih nilai THI pada batas atas THI nyaman. Dari rentang THI harian hasil pengukuran di lapang (27 < THI < 30), nilai THI = 27 dinilai cukup sebagai parameter nilai kenyamanan termal yang diharapkan tercapai dalam perencananaan RTH di Kecamatan Beji Jumlah dan Alokasi RTH Lahan Kecamatan Beji Pembahasan mengenai lahan di Kecamatan Beji berkaitan dengan kepemilikan serta pemanfaatan atau penggunaan lahan yang mempengaruhi penutupan lahan dimana RTH termasuk di dalamnya. Berikut deskripsi penggunaan lahan, penutupan lahan dan RTH di Kecamatan Beji. (1) Penggunaan Lahan Penggunaan lahan adalah aspek pemanfaatan ruang yang mencakup jenis kegiatan pemanfaatan ruang dan persebarannya dalam ruang. Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Beji 2009 (Lampiran 3) serta data penutupan lahan BPS Kota Depok tahun 2010 dengan penyesuaian pengecekan di lapang, terdapat 10 jenis penggunaan lahan yaitu pemukiman, perdagangan dan jasa, perguruan tinggi, jalan raya, pemakaman umum, jalur hijau, lahan campuran, hutan kota, sempadan sungai,dan danau atau situ. Dari hasil pengolahan dengan software ArcView didapat luas masing-masing sebagai pada Tabel 10. Tabel 10. Luas Tiap Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji Penggunaan lahan Luas (ha) (%) Pemukiman 975,46 64,6 Perguruan tinggi 191,76 12,7 Lahan campuran 145,08 9,6 Perdagangan jasa 78,46 5,2 Sempadan sungai 40,80 2,7 Hutan kota 33,43 2,2 Jalan raya 22,16 1,5 Situ 18,99 1,3 Taman kota 3,55 0,2 Pemakaman 2,34 0,2 Dari data Tabel 10 terlihat penggunaan lahan dominan Kecamatan Beji adalah pemukiman. Spasialisasi persebarannya seperti pada Gambar 18.

56 42 Gambar 18. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Beji, Kota Depok Tingginya penggunaan lahan pemukiman (64,6%) dilatarbelakangi oleh lokasi Kecamatan Beji yang strategis, berbatasan langsung dengan DKI Jakarta. Hal ini menjadikannya sebagai tempat bermukim para pekerja di ibukota. Pemukiman meliputi perumahan formal yang tersebar di setiap kelurahan dengan mayoritas berada di Kelurahan Beji dan perumahan swadaya yang mayoritas berada di kawasan tepi Sungai Ciliwung. Banyak pula terdapat rumah kos di Kelurahan Pondok Cina dan Kukusan karena terdapat Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gunadarma. Areal UI yang luas menjadikan penggunaan lahan perguruan tinggi berada pada urutan kedua terluas di Kecamatan Beji (12,7%).

57 43 (a) (b) (c) Gambar 19. Perumahan Swadaya di Kecamatan Beji: (a) Kelurahan Tanah Baru, (b) Kelurahan Kemiri Muka, (c) Kelurahan Pondok Cina Penggunaan lahan campuran (9,6%) merupakan pemanfaatan beragam berupa ladang, kolam budidaya ikan, dan lainnya dimana sebagian masih berupa lahan terbuka yang belum dimanfaatkan secara khusus. Penggunaan lahan campuran berada di sekitar Kali Krukut yang melalui Kelurahan Tanah Kukusan, Kecamatan Beji dan sekitar situ Pladen. Di Kecamatan Beji terdapat enam situ yaitu situ UI 1, situ UI 2, situ UI 3, situ UI 4, Situ Pladen 1, dan situ Pladen 2. Penggunaan lahan perdagangan dan jasa yang mencakup 5,6% wilayah Kecamatan Beji mayoritas berupa ruko dan gedung perbelanjaan yang tersebar di sepanjang sisi jalan Margonda Raya. Secara keseluruhan, pada sisi jalan-jalan di Kecamatan Beji belum terdapat jalur hijau. Pada ujung jalan di sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta terdapat taman kota berupa traffic island. Terdapat pula Hutan Kota UI (wilayahnya terbagi ke dalam daerah administrasi Kota Depok dan Jakarta Selatan) dan pemakaman umum di Kelurahan Tanah Baru. (2) Penutupan Lahan Penutupan lahan terkait dengan vegetasi, struktur, atau fitur-fitur lain yang menutupi lahan. Penutupan Lahan Kecamatan Beji didentifikasi berdasarkan citra Quickbird dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok dan diregistrasi dengan penyesuaian citra Google Earth untuk menentukan koordinat. Identifikasi penutupan lahan pada citra dilakukan berdasarkan karakter lanskap yang nampak. Karakteristik dasar yang digunakan adalah bentuk obyek, ukuran obyek, pola atau susunan obyek, tekstur, dan lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain.

58 44 Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok (2010) Gambar 20. Citra Quickbird Kecamatan Beji, Kota Depok Penutupan lahan di Kecamatan Beji dapat dibagi menjadi empat yaitu area terbangun, pohon, area hijau dan badan air. Untuk mempermudah proses delineasi, karakter tiap penutupan lahan dideskripsikan seperti pada Tabel 11. Tabel 11. Identifikasi Penutupan Lahan Berdasarkan Kenampakan Citra Penutupan Komposisi Karakter citra Warna/ rona Kenampakan Area Terbangun Bentuk geometris, pola jelas Bangunan Jalan Lapangan perkerasan Oranye kecoklatan Abu-abu dan putih RTH: - Pohon Pohon Tekstur kasar, pola organik, tepi jelas/ agak gelap - Area hijau Semak Ground cover Tekstur agak kasar/ halus, pola tidak terlalu jelas Hijau bergradasi, agak gelap Hijau bergradasi, lebih terang Badan air Sungai Situ Tambak Tekstur halus/ datar bentuk jelas Hijau kebiruan Biru tua

59 45 Proses identifikasi citra sesuai karakter dilakukan melalui proses digitasi dengan membentuk poligon pada tiap jenis penutupan berdasarkan homogenitas visual. Digitasi adalah kegiatan pemasukan data dengan menggunakan software ArcView dengan cara mendeliniasi secara langsung pada layar untuk fitur yang berbentuk poligon atau garis sehingga dihasilkan beberapa penutupan untuk setiap informasi tematik yang berbeda, seperti dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Peta Penutupan Lahan Kecamatan Beji, Kota Depok Dengan menggunakan software ArcView juga dapat diketahui luas dari tiap jenis penutupan lahan seperti pada Tabel 12.

60 46 Tabel 12. Luasan Penutupan Lahan di Kecamatan Beji Penutupan Keterangan Luas (ha) (%) Area terbangun Bangunan, jalan, perkerasan 981,66 65,0 RTH 506,78 33,6 - Pohon Pohon 327,67 11,9 - Area hijau Semak, tanaman pertanian, 179,11 21,7 ground cover Badan air Situ, kali, tambak 21,27 1,4 Area terbangun sebagai penutupan lahan terbesar didominasi bangunan perumahan swadaya dan formal. Kedua, penutupan lahan RTH terdiri atas kanopi pepohonan (dominan kanopi hutan kota) serta area hijau berupa ladang dan lahan terbuka. Penutupan lahan terkecil yaitu badan air berupa situ, meliputi Danau UI 1 hingga 4, Situ Pladen dan kolam budidaya ikan yang tersebar di tepi sungai. Sebaran penutupan lahan beragam pada tiap kelurahan di Kecamatan Beji. Kelurahan Pondok Cina memiliki persentase penutupan RTH yang terbesar berupa kanopi Hutan Kota UI dan area hijau kampus UI. Kelurahan Kukusan dan Tanah Baru memiliki luas RTH lebih dari 30%. Kelurahan Beji, Beji Timur dan Kemiri Muka memiliki RTH < 20%. Perbandingan persentase penutupan lahan pada tiap kelurahan di Kecamatan Beji dapat dilihat seperti pada Gambar 22. Perbandingan Penutupan Lahan di Tiap Kelurahan 100% 80% 60% 40% 20% 0% Beji Beji Timur Kemiri Muka Pondok Cina Kukusan Tanah Baru Terbangun (ha) Badan Air (ha) RTH (ha) Gambar 22. Persentase Penutupan Lahan Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Penutupan lahan sebagai faktor lokal mempengaruhi iklim mikro. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik masing-masing jenis bahan penutup tanah dalam menyerap serta memantulkan radiasi sehingga menciptakan perbedaan suhu

61 47 dan kelembaban udara. Hal ini tampak pada hasil pengukuran di beberapa titik lokasi dimana kondisi termal yang lebih nyaman tercapai pada penutupan RTH. Gambar 23. Area Terbangun Perdagangan di Tepi Jalan Kecamatan Beji (3) Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau (RTH) dapat dikelompokan menjadi RTH alami dan non alami/binaan. RTH alami di Kecamatan Beji berupa kawasan lindung Hutan Kota Universitas Indonesia (UI) dan sempadan Sungai Ciliwung dan Kali Krukut. RTH kepemilikan publik tersebut dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Depok. RTH non alami/binaan mencakup lahan publik dan privat berupa Taman Kota UI, area hijau UI, Pemakaman Umum Tanah Baru, lahan pertanian, lahan terbuka dan pekarangan. Gambar 24. RTH Kampus Universitas Indonesia di Kecamatan Beji Keberadaan Hutan Kota UI ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 3487/1999 dengan luas + 55,4 ha serta waduk seluas + 9 ha sebagai hutan kota konservasi wilayah Kotamadya Jakarta Selatan. Secara administratif sebesar 20% kawasan tersebut masuk dalam area Kecamatan Beji, Kota Depok. Area ditumbuhi beragam vegetasi yang didominasi pohon tinggi seperti akasia (Acacia vilosa), beringin (Ficus benjamina), ki hujan

62 48 (Samanea saman), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Switenia mahogani), jati (Tectona grandis) dan kayu putih (Eucalyptus alba). Gambar 25. Hutan Kota Universitas Indonesia di Kecamatan Beji Dari pengamatan citra dan pengecekan kondisi lapang diketahui bahwa sebagian besar sempadan Sungai Ciliwung dan Kali Krukut telah terekspansi oleh pemukiman dan banyak dijumpai sampah rumah tangga. Pada Sungai Ciliwung, sempadan kini hanya berjarak 0 5 meter sedangkan pada Kali Krukut sempadan berjarak 0 2 meter karena bersisian dengan jalan dan pemukiman. Vegetasi beragam diantaranya rumput, semak belukar, pohon buah (pisang, pepaya, mangga, belimbing, rambutan), bambu (Bambusa vulgaris), angsana (Pterocarpus indicus), petai cina (Parkia speciosa), dan bungur (Langerstroemia speciosa). Gambar 26. Beragam Kondisi RTH Sempadan Sungai di Kecamatan Beji RTH non alami/binaan kepemilikan publik di Kecamatan Beji belum berstruktur hirarki dan tidak tersebar merata. Belum ada RTH publik di tingkat kelurahan, rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT) seperti taman lingkungan maupun taman ketetanggaan. Satu-satunya RTH binaan publik adalah Taman Kota UI yang berada di Jalan Margonda Raya, berbatasan dengan Jakarta Selatan.

63 49 RTH privat pekarangan di Kecamatan Beji pada umumnya berluasan minim karena didominasi KDB sedang hingga tinggi. RTH privat lahan terbuka dan lahan pertanian mayoritas berupa ladang bervegetasi semak dan pohon pisang, singkong, jagung, belimbing, dan mangga. RTH privat Kampus UI memiliki sumbangan terbesar akan luas RTH, dimana juga ditumbuhi beragam groundcover, semak dan pohon, diantaranya tanaman dengan fungsi estetik dan arsitektural seperti flamboyan (Delonix regia), cemara kipas (Thuja orientalis), palem raja (Roystonea regia), bintaro (Cerbera manghas), dan Ki hujan (Samanea saman) RTH untuk Kenyamanan Termal Dari hasil pembahasan penutupan lahan diketahui RTH di Kecamatan Beji meliputi 33,57% dari luas wilayah, sesuai dengan alokasi RTH 30% sesuai peraturan pemerintah. Pada kondisi RTH mencukupi tersebut, kenyamanan termal Kecamatan Beji masih berada di atas batas THI nyaman, dengan nilai rataan THI siang 30,6 dan THI harian 28,6. Kondisi termal tidak nyaman dikarenakan THI tinggi pada beberapa lokasi pengukuran yang didominasi lahan terbangun. Konsentrasi penutupan terbangun pada kawasan tertentu disertai tidak meratanya RTH menjadi faktor utama penyebab THI tidak nyaman di Kecamatan Beji. Untuk dapat memperhitungkan dan menarik kesimpulan akan jumlah dan alokasi RTH yang diperlukan dalam mencipatakan kenyamanan termal di Kecamatan Beji, maka perlu dicari keterkaitan atara keduanya. Hubungan THI dan RTH dicari dengan menggunakan persamaan regresi linear dari data hasil pengukuran. Keempat belas titik lokasi pengukuran dispasialkan area keseimbangannya dengan poligon thiessen. Poligon tersebut menjadi batas imajiner dalam menghitung keterkaitan antara RTH dengan nilai THI setempat. Pembahasan keterhubungan THI dan RTH serta perkiraan kebutuhan RTH untuk terciptanya kenyamanan termal di Kecamatan Beji sebagai berikut. (1) Hubungan antara THI dengan RTH Hubungan THI dan RTH dapat diketahui dari persamaan regresi linear y=ax+b. Secara matematis variabel a disebut intersection, b adalah slope, y adalah variabel dependent dan x adalah variabel independent. Pada persamaan tersebut THI merupakan variabel dependent (y) yang dipengaruhi oleh nilai dari variabel

64 50 independent RTH (x). Nilai y adalah THI harian empat belas titik pengukuran dan nilai x yaitu persentase RTH setiap poligon titik pengukuran. Persentase RTH digunakan karena luas tiap poligon thiessen berbeda. Spasial poligon tiap titik pengukuran dapat dilihat seperti pada Gambar 27. Gambar 27. Poligon Titik Pengukuran Beserta Penutupan Lahannya Berdasarkan spasial poligon tersebut dapat dihitung luas RTH masing-masing sehingga didapat nilai x dan y seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai x dan y Tiap Poligon Pengukuran di Kecamatan Beji Poligon Lpoligon (ha) LRTH (ha) x (% RTH) y (THIharian) 1 67,59 26,47 38,1 27,6 2 71,25 43,37 58,8 27,3 3 69,72 19,89 35,2 28,8 4 93,08 36,19 37,6 28,5 5 78,82 32,34 40,1 28,3 6 89,26 30,38 34,0 28, ,26 35,36 21,3 30, ,09 59,05 39,7 28,3

65 51 Lanjutan Tabel 13. Poligon Lpoligon (ha) LRTH (ha) x (% RTH) y (THIharian) 9 140,22 32,50 34,4 28, ,69 40,81 35,1 28, ,63 37,57 26,1 28, ,25 49,18 32,5 28, ,89 34,45 36,4 28, ,93 29,23 22,8 29,6 Dari nilai x dan y pada Tabel 13 di atas maka diperoleh persamaan y= - 0,0691x + 31,001. Dari persamaan diketahui bahwa penambahan 1% RTH pada tiap poligon berpengaruh terhadap nilai THI harian sebesar -0,0691. Diketahui pula THI harian = 31,001 pada kondisi tidak adanya RTH. Grafik persamaan dapat dilihat seperti pada Gambar 28. T H I Grafik Hubungan THI harian dengan Persentase RTH y = x R² = Series1 Linear (Series1) RTH (%) Gambar 28. Grafik Hubungan THI Harian dan Persentase RTH (2) Kebutuhan Penambahan RTH Dari persamaan y = -0,0691x+31,001, dapat diperkiraan persentase RTH yang dibutuhkan untuk mencapai THI harian nyaman. Pada batas kenyamanan THI harian = 28, nilai y tercapai saat nilai x adalah 43,43. Artinya, batas minimum RTH dari tiap poligon untuk tercapainya THI harian 28 adalah 43,4%. Untuk mencapai THI harian ideal (THI harian = 27) diperlukan RTH lebih luas yaitu sebesar 57,9%. Kebutuhan penambahan RTH dari tiap poligon dapat dilihat seperti pada Tabel 14.

66 52 Tabel 14. Kebutuhan Penambahan RTH dari Tiap Poligon Poligon Penambahan RTH (THI=28) Penambahan RTH (THI=27) (ha) (%) (ha) (%) 1 3,72 5,3 13,77 19,8 2 (RTH mencukupi) (RTH mencukupi) 3 4,64 8,2 12,81 22,7 4 5,63 5,8 19,56 20,3 5 2,67 3,3 14,33 17,8 6 8,42 9,4 21,35 23,9 7 36,62 22,1 60,61 36,6 8 5,57 3,7 27,11 18,2 9 8,53 9,0 22,20 23,5 10 9,73 8,4 26,58 22, ,87 17,3 45,68 31, ,64 11,0 38,57 25,5 13 6,64 7,0 20,34 21, ,53 20,7 45,11 35,1 Secara menyeluruh, Kecamatan Beji membutuhkan penambahan RTH seluas 148,9 ha atau 9,9% dari total wilayah untuk mencapai kondisi batas kenyamanan THI = 28. Untuk mencapai THI ideal yang telah ditentukan sebelumnya (THI = 27) diperlukan penambahan RTH seluas 367,4 ha (24,3%). Jumlah tersebut cukup besar dan dibatasi oleh minimnya ketersediaan lahan terbuka dan kepemilikan lahan dominan privat. Karenanya, untuk perencanaan digunakan perkiraan penambahan pada batas kenyamanan termal THI = 28. Dari rentang persentase kebutuhan penambahan RTH pada THI = 28, secara seimbang diperoleh empat kelas interval intensitas penambahan: 1. Penambahan RTH % : meliputi poligon 7 dan 14 yang mencakup kawasan komersial dan pemukiman sekitarnya di Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kemiri Muka dan tepi Kelurahan Beji Timur. Penambahan perlu mengadakan alih guna lahan atau bentuk modifikasi lahan lainnya. 2. Penambahan RTH % : meliputi poligon 11 yaitu pemukiman dengan kepadatan bangunan tinggi di Kelurahan Beji. Penambahan RTH perlu mempertimbangkan keterbatasan lahan dan status kepemilikan lahan. Pada dominasi pemukiman ini, pengadaan taman lingkungan dan pengaturan pemanfaatan pekarangan sangat diperlukan. 3. Penambahan RTH 6 12 % : meliputi poligon 3, 6, 9, 10, 12, 13 yaitu pemukiman kepadatan bangunan sedang di Kelurahan Beji, Kelurahan

67 53 Kukusan, Kelurahan Pondok Cina, dan Kelurahan Tanah Baru. Pada rentang ini juga perlu mempertimbangkan ketersediaan dan kepemilikan lahan. 4. Penambahan RTH < 6 % : meliputi poligon 1, 4, 5 dan 8 yang terdiri atas areal kampus UI dan kawasan perumahan swadaya dengan ladang pertanian di Kelurahan Tanah Kukusan dan Kelurahan Tanah Baru. Penambahan RTH dapat dilakukan pada lahan publik sesuai perundangan yang berlaku Alokasi RTH di Kecamatan Beji Penentuan ataupun penambahan jumlah dan distribusi RTH di lapang memerlukan penyesuaian secara administratif dan terhadap faktor pembatas seperti aspek legal dan penggunaan lahan eksisting yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya peralihan pemanfaatan menjadi RTH. Berikut pembahasan penyesuaian RTH terhadap tiap faktor pembatas tersebut. (1) RTH Berdasarkan Wilayah Administratif Dalam menentukan alokasi RTH secara merata maka perencanaan disesuaikan berdasarkan hirarki administratif. RTH dibagi berdasarkan unit lingkungan kecamatan, kelurahan, rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT). RTH lingkungan kelurahan di Kecamatan Beji terbagi menjadi enamkarena terdapat enam kelurahan. Dengan melakukan overlay antara poligon penambahan RTH dengan batas administratif maka diketahui luas kebutuhan penambahan RTH untuk tiap kelurahan di Kecamatan Beji, seperti pada Tabel 15. Tabel 15. Kebutuhan Penambahan RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Kelurahan Jumlah Kebutuhan penambahan RT RW (ha) (%) Beji ,59 11,5 Beji timur ,67 9,9 Kemiri Muka ,35 13,2 Pondok Cina ,12 13,7 Kukusan ,87 4,9 Tanah Baru ,37 8,5 Spasialisasi kebutuhan penambahan RTH pada tiap kelurahan dapat dilihat seperti pada Gambar 29.

68 54 Penambahan RTH 0 6% Penambahan RTH 6 12% Penambahan 12 18% Penambahan 18 24% Gambar 29. Peta Intensitas Kebutuhan Penambahan RTH di Kecamatan Beji (2) RTH Berdasarkan Aspek Legal RTH kawasan perkotaan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dimana ditentukan luas RTH sebesar 30% dari total luas wilayah. Persentase tersebut telah tercapai di Kota Depok namun distribusinya tidak merata. Kota Depok sendiri belum memiliki peraturan daerah khusus mengenai RTH. Aspek legal lain yang mengatur keberadaan RTH di Kecamatan Beji yaitu Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) BWK I Kota Depok (Lampiran 4). RTRW untuk wilayah Kecamatan Beji dapat dilihat seperti pada Gambar 30.

69 55 Gambar 30. Peta RTRW Kecamatan Beji, Kota Depok Dalam RTRW terdapat lima jenis peruntukan lahan yaitu kawasan komersial, pemukiman, kawasan pendidikan terpadu, hutan, dan pemakaman umum. Kawasan pemukiman sebagai peruntukan dominan terbagi menjadi pemukiman kepadatan bangunan tinggi (KDB 60 75%) dan pemukiman kepadatan bangunan sedang (KDB 45 60%). Pemukiman KDB tinggi didominasi oleh perumahan formal di Kelurahan Beji. Pemukiman KDB sedang berupa perumahan swadaya yang tersebar di beberapa kelurahan lainnya. Rencana kawasan pendidikan terpadu terdiri dari area kampus Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma di Kelurahan Pondok Cina. Dalam RTRW,

70 56 kawasan hutan kota UI merupakan satu-satunya bentuk RTH. Taman Pemakaman Umum dalam RTRW tersebut masuk dalam kawasan komersial dan jasa. Dalam RTRW terdapat penambahan kawasan perdagangan dan jasa di sekitar rencana pembangunan jalan tol yang berdampingan dengan pembangunan jalan arteri primer. Rencana pembangunan jalan tersebut kini sedang berlangsung dan berdampak pada perubahan penggunaan lahan kawasan sekitarnya menjadi kawasan perdagangan dan pemukiman. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan luas RTH di Kelurahan Tanah Baru yaitu pada ladang dan lahan terbuka di sekitar Setu Pladen 2 dan Kali Krukut yang dilalui rencana tersebut. (3) RTH Berdasarkan Penggunaan Lahan dan RTRW Untuk perencanaan selanjutnya, keberadaan RTH berupa ladang dan lahan terbuka serta kawasan sempadan perlu dipertahankan. Dengan melakukan penyesuaian antara Peta Penggunaan Lahan dengan Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kecamatan Beji maka diperoleh spasialisasi kawasan-kawasan yang perlu disertakan. Hasil penyesuaian ini berguna untuk menentukan RTH dalam proses perencanaan sehingga dicapai kesesuaian dengan karakteristik setempat. Dari penyesuaian terdapat tujuh jenis ruang terbuka hijau (RTH) yaitu: a. RTH kawasan pemukiman RTH ini berhubungan dengan pekarangan dan taman lingkungan. Penentuan bentuk, skala dan struktur RTH ditentukan berdasarkan jenis pemukiman (perumahan formal atau informal) dan tingkat administratif. Kepemilikan lahan privat legal menjadi faktor pembatas dalam mentukan lokasi. b. RTH kawasan komersial (perdagangan dan jasa) Pada kawasan lahan privat ini, RTH sangat dibutuhkan dan pengadaan dapat tersinkronisasi dengan jalur hijau guna kenyamanan termal menyeluruh. c. RTH kawasan pendidikan RTH kawasan lahan privat ini berkontribusi besar menciptakan kenyamanan termal sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dan memerlukan perencanaan RTH di sekitarnya, yaitu kawasan pemukiman dan komersial. d. RTH pertanian Perencanaan dan pemanfaatan lahan terbuka sebagai kawasan pertanian di Kelurahan Tanah Baru dapat berperan penting dalam mengameliorasi iklim.

71 57 e. RTH pemakaman Keberadaan pemakaman umum sebagai RTH perlu dipertahankan. Spasial RTH berdasarkan penggunaan lahan dan RTRW ini seperti pada Gambar 31. Peta RTH berdasarkan RTRW dan Penggunaan Lahan 31. Peta RTH Berdasarkan Kesesuaian RTRW dan Penggunaan Lahan f. RTH kawasan lindung (sempadan, hutan kota, dan sebagainya) Hutan Kota UI berperan penting dalam mengameliorasi iklim sehingga perlu dipertahankan keberadaannya. Kawasan tepi sungai dan situ memerlukan perencanaan RTH sempadan untuk mendukung ameliorasi iklim sekaligus menjaga kelestarian badan air yang mempengaruhi kelembaban kawasan.

72 58 g. Jalur hijau RTH jalur pada tepi jalan maupun jalur kereta menjadi penghubung setiap kawasan dan berperan penting untuk pemerataan kenyamanan termal. 5.2 Sintesis Dengan melakukan overlay antara Peta Intensitas Kebutuhan Penambahan RTH Tiap Kelurahan dengan Peta RTRW Kecamatan Beji maka diperoleh Peta Rencana Blok Sintesis. Peta ini digunakan sebagai dasar tahapan perencanaan RTH untuk kenyamanan termal agar sesuai dengan karakteristik penggunaan dan kebutuhan penambahan pada masing-masing kawasan di tiap kelurahan. Rencana blok sintesis tersebut dapat dijabarkan berdasarkan tingkat administratif kelurahan guna memudahkan perencanaan selanjutnya berdasarkan unit hirarki administratif. Deskripsi rencana blok sintesis tiap kelurahan seperti pada Tabel 16. Tabel 16. Rencana Blok Sintesis RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji Kelurahan Kebutuhan Kawasan Keterangan penambahan RTH Pondok 0 6% -Pendidikan Perlu perencanaan RTH di Cina -Lindung (hutan kota) tepi perbatasan dekat jalur rel dan kawasan komersial. 0 24% -Komersial Perlu alokasi RTH lebih besar -Pemukiman - Lindung (sungai) semakin mengarah ke selatan; RTH sempadan sesuai UU. Kemiri 18 24% -Komersial Perlu perencanaan beragam Muka -Pemukiman bentuk RTH pada lahan terbuka tidak tidak tersedia. Beji Timur 0 24% -Pemukiman -Komersial Perlu pemerataan dan alokasi RTH lebih besar. Tanah Baru 12 18% -Pertanian RTH perlu dipertahankan. 0 6% -Pemakaman RTH perlu dipertahankan, - Lindung (situ) RTH sempadan sesuai UU. 6 12% -Komersial Perlu perencanaan alokasi -Pemukiman RTH merata; Keberadaan -Pertanian RTH dipertahankan; - Lindung (sungai) RTH sempadan sesuai UU. Beji 6 18%-Pemukiman Keberadaan RTH -Pertanian dipertahankan dan -Pemakaman Perencanaan RTH merata.

73 59 Lanjutan Tabel 16. Kelurahan Kebutuhan penambahan RTH Kawasan Keterangan Kukusan 0 6% -Pemakaman RTH perlu dipertahankan; - Lindung (situ) Perencanaan RTH sempadan sesuai UU. 0 12% -Pertanian RTH perlu dipertahankan % -Komersial -Pemukiman Perencanaan dan alokasi RTH secara merata. Spasial dari rencana blok sintesis tersebut seperti dapat dilihat pada Gambar 32. Penambahan 0 6% Penambahan 6 12% Penambahan 12 18% Penambahan 18 24% Gambar 32. Peta Rencana Blok Sintesis

74 Perencanaan Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar yaitu perencanaan RTH secara sinergis untuk ameliorasi iklim Kecamatan Beji sehingga tercipta kenyamanan termal. Perencanaan dilakukan dengan mengkaji RTH secara horizontal maupun vertikal sehingga optimum dalam menciptakan kenyamanan termal yang menyeluruh. Secara horizontal perencanaan meliputi unit serta pola/struktur RTH. Secara vertikal dilakukan pemilihan tanaman berdasarkan arsitektur tajuk dan kombinasi strata Pengembangan Konsep Konsep Horisontal Konsep horisontal berupa jejaring RTH yang tersebar merata. Secara sinergis, pengalokasian dan penataan ruang RTH direncanakan tidak terputus guna pemerataan kenyamanan termal. Jejaring RTH tersebut terbagi atas: 1. Unit RTH Unit RTH ditentukan berdasarkan bentuk dan besarannya. Dari hasil sintesis, unit RTH secara umum ditentukan berdasarkan penggunaan lahan, terbagi menjadi RTH pemukiman, RTH kawasan komersial (perdagangan/jasa), RTH pendidikan, RTH pertanian, RTH kawasan lindung (sempadan sungai, situ, hutan kota), RTH pemakaman umum dan jalur hijau. Tiap unit tersebut terbagi lagi berdasarkan bentuk karakter ekologisnya menjadi RTH kawasan dan RTH jalur. Luasan dari tiap unit bergantung pada nilai penambahan RTH yang perlu dicapai serta pembagian sesuai pola RTH yang direncanakan. 2. Pola RTH Pola RTH terbagi menjadi RTH struktural dan non struktural. RTH struktural dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuk yaitu hirarki administratif (RT, RW, kelurahan hingga kecamatan). RTH non struktural tidak mengikuti pola struktural planologis tersebut melainkan mengikuti konfigurasi ekologis bentang alam (kawasan lindung, sempadan sungai dan danau). Diagram konsep perencanaan seperti pada Gambar 33.

75 61 Gambar 33. Diagram Konsep Perencanaan RTH Diagram konsep menggambarkan unit RTH yang saling terhubung guna pemerataan kenyamanan termal. Berdasarkan hirarki, besar unit RTH kawasan dan jalur meningkat dari hirarki terendah hingga tertinggi. Unit a (RTH kecamatan) sebagai pusat berdasarkan hirarki, berhubungan dekat dengan unit b (RTH kawasan pendidikan, RTH kawasan komersial, lahan pertanian, hutan kota dan danau). RTH saling terhubung melalui unit f (RTH penghubung) yang tersingkronisasi dengan RTH jalur tepi jalan pada kelas yang lebih tinggi. RTH jalur menghubungkan unit besar dengan unit c (RTH kelurahan) yang lebih kecil. Tiap-tiap unit RTH kelurahan saling terhubung melalui RTH jalur jalan dan RTH jalur kawasan lindung (h) yang merupakan konfigurasi ekologis. Tiap unit c terhubung pula dengan unit d (RTH tingkat RW) hingga unit e (RTH tingkat RT). Lebar RTH jalur sebagai penghubung seluruh RTH kawasan disesuaikan dengan kelas jalan dan kebutuhan penambahan Konsep Vertikal Konsep vertikal yaitu tanaman sebagai pengontrol radiasi matahari. Konsep ini menentukan RTH dari sudut pandang vertikal dimana: 1. Tanaman ditentukan berdasarkan bentuk arsitektural yang mampu memberikan keteduhan dengan adanya efek bayangan. Menurut Carpenter (1975), tanaman mampu melindungi pengguna tapak dari panas matahari dan menyaring radiasi matahari 60-90% serta dapat mempercepat hilangnya radiasi yang diserap. Menurut Grey dan Deneke (1978), tanaman dengan

76 62 kerapatan daun tinggi, bentuk tajuk bulat, berkolom maupun menjurai mampu memperbaiki iklim mikro,dengan mengontrol suhu dan kelembaban udara. Sumber: Brooks (1988) Gambar 34. Pohon Sebagai Pengontrol Radiasi 2. Strata atau kombinasi ground cover, semak dan pohon direncanakan agar lebih efektif mengurangi penerimaan radiasi dan membawa keteduhan. 3. Modifikasi RTH secara vertikal dalam menghadapi keterbatasan lahan dapat dilakukan dengan memperhitungkan opsi lain penempatan vegetasi pada struktur bangunan secara vertikal, seperti roof garden atau green wall. Gambar 35. Kombinasi Tanaman Sebagai Pengontrol Radiasi Perencanaan RTH Unit RTH Penunjukan unit RTH meliputi tindakan penunjukan lokasi dan penetapan luasan dari tiap jenis unit berdasarkan pada pertimbangan kebutuhan penambahan RTH dari tiap kawasan. Ketersediaan lahan dan status kepemilikan lahan menjadi faktor pembatas dalam mengalokasikan ruang sebagai RTH. Penentuan RTH diutamakan pada lahan publik sesuai ketetapan perundang-undangan. Pada lahan

77 63 privat legal perencanaan dilakukan dengan pertimbangan khusus atau berupa usulan penetapan luasan RTH tertentu atau perlindungan terhadap RTH yang ada dengan tetap mempertahankannya. Dalam penentuan luasannya, untuk mencapai penambahan yang sesuai dan persebaran RTH secara sinergis dan merata, RTH direncanakan terlebih dahulu pada unit jalur. RTH berupa jalur pada tepi sungai maupun tepi jalan raya dan jalur kereta. Perencanaan mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dengan penyesuainan terhadap penambahan RTH yang paling memungkinkan. Setelah itu dilakukan perencanaan RTH kawasan dengan persebaran yang merata secara berhirarki mengikuti tingkatan lingkungan administratif Kecamatan Beji. (1) Unit RTH jalur Perencanaan unit RTH berupa jalur dilakukan pada kawasan lindung sempadan sungai dan jalur hijau tepi jalan. Penetapan lebar RTH dari tepi jalan ataupun tepi sungai ditentukan berdasarkan perundangan dan kebutuhan RTH jalur tersebut. Berikut deskripsi dari perencanaan tiap unit RTH jalur. a. RTH jalur tepi sungai Penetapan garis sempadan ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomer 63 tahun 1993 mengenai Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Sesuai pasal 8 yang mengatur garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, maka pada Kecamatan Beji ditetapkan: Pada Kali Tanah Baru (kedalaman <3 meter) ditetapkan sempadan 10 meter; Pada Kali Krukut (kedalaman 3 20 meter) ditetapkan sempadan 15 meter; Sungai Ciliwung (kedalaman > 20 meter) ditetapkan sempadan 30 meter. b. RTH jalur tepi jalan Jalur tanaman tepi jalan berupa barisan pepohonan yang membatasi jalur jalan dengan trotoar dan bangunan di tepi jalan. Fungsi utama tanaman adalah sebagai peneduh bagi pengguna jalan serta untuk pemerataan termal. Sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, jalur hijau tepi jalan berupa penempatan tanaman seluas 20 30% dari ruang milik

78 64 jalan (rumija) sesuai kelas jalan. Keberadaan rumija di Kecamatan Beji tidak mencukupi untuk jalur hijau sehingga direncanakan penambahan: Pada kelas jalan kolektor primer Jalan Margonda Raya ditetapkan RTH jalur selebar 3 meter di kedua sisi jalan dan median jalan selebar 1,5 meter; Pada kelas jalan kolektor sekunder Jalan AR Hakim ditetapkan RTH selebar 2 meter di kedua sisi jalan; Pada kelas jalan arteri sekunder Jalan Tanah Baru yang berbatasan langsung dengan Kali Tanah Baru ditetapkan RTH selebar 3 meter dan 1 meter di sisi tepi sungai; pada Jalan Juanda ditetapkan RTH selebar 2 meter di kedua sisi; Pada rencana jalan tol ditetapkan RTH selebar 3 meter di kedua sisi jalan. Gambar 36. Jalur Hijau Tepi Jalan Perencanaan juga dilakukan pada tepi jalur kereta dengan fungsi utama membatasi interaksi antara kegiatan masyarakat dengan jalur kereta. Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan (2008), RTH tepi terbangun jalur lurus kereta api ditetapkan selebar 20 meter. Hal ini tidak memungkinkan karena kawasan padat terbangun dan legal. Karena itu, RTH ditetapkan selebar 10 meter di kedua sisi.

79 65 (2) Unit RTH kawasan Upaya pencapaian kenyamanan termal dilakukan melalui perencanaan RTH yang tersinergis sesuai karakteristik penggunaan lahan, aspek legal dan hirarki administraif. Hubungan antar unit RTH kawasan seperti pada Gambar 37. Gambar 37. Unit RTH Kawasan Penjelasan dari tiap unit RTH kawasan tersebut sebagai berikut: a. RTH kecamatan RTH kecamatan merupakan unit tertinggi dalam wilayah administratif Kecamatan Beji, dimana selain berfungsi secara ekologis juga menjadi ruang interaksi dan aktivitas masyarakat di tingkat kecamatan. Standar kebutuhan RTH pada tiap-tiap unit lingkungan perencanaan dapat dilihat seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Standar Luas RTH Tiap Unit Lingkungan Unit Jenis Ruang Terbuka Lokasi Luas/unit(m 2 ) RT Tempat bermain anak - Di tengah pemukiman 250 anak RW Taman lapangan olahraga Di pusat kegiatan RW Kelurahan Taman, lapangan olahraga Sekelompok dengan sekolah Kecamatan Taman, stadion kecil Sekelompok dengan sekolah Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2008) Dalam perencanaan ini, RTH Hutan Kota UI ditunjuk sebagai pusat jejaring RTH (RTH kecamatan). Luasan yang besar dan lokasi yang dikelilingi kawasan pendidikan maupun perdagangan dinilai cocok sebagai RTH pusat dari jejaring. Luas unit RTH kecamatan sesuai penetapan (Tabel 17) yaitu m 2

80 66 direncanakan dibagi pendistribusiannya ke tiap RTH tingkat RW guna pemerataan kenyamanan termal. Karena itu, tiap kelurahan di Kecamatan Beji (ada 6 kelurahan) akan mendapatkan penambahan RTH sebesar m 2. b. RTH kawasan khusus/lindung Berdasarkan penyesuaian penggunaan lahan dengan RTRW dihasilkan kategori unit RTH berdasarkan penggunaan lahan dan aspek legal. Dalam perencanaan, RTH kawasan sesuai karakteristik penggunaan terdiri dari RTH kawasan khusus dan lindung (RTH kawasan komersil, RTH kawasan pemukiman, RTH kawasan pendidikan, RTH kawasan pertanian, RTH kawasan lindung, dan RTH pemakaman umum). Berikut penjelasan tiap unit: RTH kawasan komersial (perdagangan dan jasa) Kawasan komersial tersebar merata di sepanjang tepi jalan raya, sehingga perencanaan penambahan RTH tersingkronisasi dengan jalur hijau tepi jalan. Penambahan jalur hijau tepi jalan sepanjang kawasan komersial ditetapkan selebar 1,5 meter. Untuk mencapai kebutuhan penambahan, pada kawasan komersial padat terbangun dilakukan usulan perencanaan modifikasi RTH pada struktur bangunan, seperti roof garden, vertical garden dan lainnya. RTH kawasan pendidikan RTH buffer kawasan pendidikan direncanakan untuk mengameliorasi iklim dan sebagai batas pemisah dengan kawasan pemukiman dan komersial di sekitar. Pada kampus Universitas Indonesia tidak perlu direncanakan karena tepi kawasan didominasi RTH kampus. Di sekitar kampus Universitas Gunadarma yang berbatasan dengan pemukiman maupun pertokoan di kawasan komersial.direncanakan buffer selebar 1,5 meter. RTH kawasan pertanian Keberadaan lahan pertanian dipertahankan dan dimasukkan dalam peta perencanaan RTH Kecamatan Beji. Penetapan kawasan dominan privat ini sebagai area pertanian perlu didukung peraturan daerah yang melarang peralihan penggunaan lahan pertanian tersebut menjadi lahan terbangun. RTH pemakaman umum Keberadaan pemakaman dipertahankan dan dimasukkan dalam rencana RTH Kecamatan Beji. Pada tepi perlu adanya batas yang jelas dengan pemukiman

81 67 sekitar. Penanaman vegetasi sepanjang tepi pemakaman umum dapat menjadi solusi yang juga mampu meningkatkan keteduhan di area tersebut. RTH kawasan pemukiman RTH pada kawasan ini umumnya berupa taman lingkungan, taman ketetanggaan hingga pekarangan. Perencanaan RTH kawasan pemukiman termasuk dalam perencanaan RTH berdasarkan unit lingkungan administratif, yaitu RTH kawasan tingkat kelurahan, RW, hingga RT. Pada RTH pekarangan yang adalah milik privat, perencanaan berupa usulan RTH penanaman pohon minimal satu, penanaman semak, perdu maupun penutup tanah. Pada lahan terbatas dapat dilakukan usulan efisiensi pemanfaatan pekarangan dengan penggunaan pot atau media lainnya, taman atap, taman vertikal dan lainnya guna tercapainya kondisi termal yang lebih nyaman. c. RTH penghubung RTH penghubung direncanakan tersinergis dengan RTH tepi jalan besar yang melalui beragam penggunaan lahan dengan kondisi termal tidak nyaman. RTH penghubung berupa taman kantong (pocket park) dengan luas masingmasing m 2 dengan jarak 250 meter antara satu dengan yang lainnya. Gambar 38. RTH Penghubung atau Pocket Park d. RTH kelurahan RTH tingkat kelurahan ditetapkan seluas m 2. Pengadaan RTH dilakukan dengan pengalihan penggunaan lahan privat menjadi lahan publik. RTH berupa taman pasif sehingga lebih didominasi oleh ruang hijau. RTH kelurahan berupa taman pasif terdiri dari minimal 50 pohon pelindung kecil atau sedang. Lokasi RTH kelurahan ditetapkan dikelompokan dekat dengan sekolah ataupun kantor kelurahan. Lokasi RTH tiap kelurahan:

82 68 Pada Kelurahan Pondok Cina, RTH direncanakan berada dekat Sekolah Dasar Negeri 1 Depok di tepi Jalan Margonda Raya; Pada Kelurahan Kemiri muka, RTH ditetapkan berada di pusat kawasan komersil tepi Jl Margonda Raya; Pada Kelurahan Beji, RTH direncanakan di tepi rencana jalan arteri sekunder IR Juanda; Pada Kelurahan Beji Timur, RTH direncanakan berada di dekat Kantor Kelurahan Beji Timur; Pada Kelurahan Tanah Kukusan, RTH di dekat SMA Muhammadiyah; Pada Kelurahan Tanah Baru, RTH direncanakan berada di antara Kantor Kelurahan Tanah Baru dan Sekolah Dasar Negeri 10. e. RTH rukun warga (RW) Standar kebutuhan RTH tingkat RW adalah seluas m 2 /unit. Perencanaan RTH pada tiap RW tidak memungkingkan karena faktor lokasi terkait keterbatasan lahan. Karena itu, pada tiap kelurahan direncanakan satu RTH mewakili tiga RW dimana luas tiapnya menjadi m 2. Luasan tersebut kemudian ditambah dengan penambahan dari RTH kecamatan. f. RTH rukun tetangga (RT) Perencanaan RTH unit lingkungan terkecil ini tidak memungkinkan sehingga RTH ini dimasukkan dalam usulan penetapan kebijakan pemerintah Kota Depok untuk pengoptimalan RTH tepi jalan pemukiman dan pekarangan. Pengoptimalan dapat dengan penanaman pada media tanam atau bentuk lainnya. Gambar 39. RTH Pemukiman: (A) Tepi Jalan dan (B) Pemukiman Padat

83 69 Secara menyeluruh, perencanaan RTH jalur (tepi sungai dan jalan) maupun RTH kawasan (khusus/lindung, konektor, dan berdasarkan hirarki) mampu menambah luas RTH di Kecamatan Beji sebesar 142,3 ha atau seluas 9,4% dari Kecamatan Beji. Jumlah tersebut masih belum memenuhi kebutuhan RTH untuk THI 28 yaitu 148,8 ha atau 9,8%. Untuk memenuhi sisanya (0,4%) perlu dilakukan pengoptimalan melalui pemilihan tanaman yang efektif serta usulan modifikasi bentuk RTH secara vertikal. Adapun hasil perhitungan dari perencanaan tiap unit RTH tersebut di atas dapat dilihat seperti pada Tabel 18.

84 Tabel 18. Rencana Penambahan Beragam bentuk RTH Tiap Kelurahan di Kecamatan Beji, Depok Kelurahan Kebutuhan Perencanaan RTH Penambah- Kawasan (ha) Sempadan Sungai (ha) Jalur Hijau (ha) Total an* ) (ha) RW Kelurahan Pocket Pendidikan Ciliwung Tnh.Baru Krukut Jl.Tnh Jl.Margonda Jl. AR Jl. IR. Tol Rel (ha) park Baru Raya Hakim Juanda Kereta Beji 24,9 1 3, , , ,9 Beji Timur 10,1 0,4 1,7 0,4 0, , ,8 Kemiri Muka 37,0 1,2 3,1 1,4 0,4 6, ,6-0,4-1,2 17,3 Pondok Cina 32,2 0,6 1,9 2,8 0,2 20, ,2-0,2 0,4 1,4 47,3 Kukusan 17,7 0,4 2, ,8 0,8 1,2-39,3 Tanah Baru 27,1 0,8 2,9-0,4-1,8 6,0 1, ,4 1,1-21,1 Total 148,9 4,4 15,3 4,1 2,4 26,5 3,4 6,0 1,4 9,8 1,5 2, ,6 141,8 Keterangan: * ) = luas RTH yang dibutuhkan untuk mencapai THI 28 70

85 Pemilihan Tanaman Sesuai dengan konsep perencanaan, dipilih tanaman utama berupa pohon peneduh. Menurut Simonds (1983), pohon dengan batas kanopi tinggi berguna untuk menangkap radiasi matahari. Kriteria tanaman yang dapat digunakan untuk menghalangi sinar matahari dan menurunkan suhu yaitu pohon dengan tajuk lebar dan kerapatan daun tinggi serta ketinggian kanopi lebih dari dua meter. Beberapa bentuk tajuk yang efektif sebagai peneduh adalah bentuk kubah, bulat dan payung. Dalam Hallé (1978) diketahui bahwa karakteristik percabangan pohon peneduh sebagian besar adalah batang monopodial dengan perkembangan cabang ritmik dan arah pertumbuhan cabang plagiotropik (pertumbuhan menuju ke samping dan kuncup ujung menghadap ke samping atau terkulai ke bawah). Terdapat beberapa model arsitektur peneduh, diantaranya: a. Model Koriba berciri batang simpodial dan plagiotropik kecuali satu diantaranya tumbuh ortotropik. Letak kelompok cabang bertentangan dengan kelompok cabang kedua dan seterusnya sehingga tampak zig-zag. Contoh model ini diataranya Cerbera manghas dan Alstonia macrophylla. A B C Gambar 40. Model Percabangan Pohon Peneduh: (A) Model Koriba, (B) Model Troll dan (C) Model Aubréville b. Model Troll berciri batang plagiotropik dimana pada batang yang melengkung tumbuh batang baru secara plagiotropik dan seterusnya, seperti pada Delonix regia, Paraserianthes falcataria dan Averrhoa blimbi. c. Model Aubréville memiliki karakteristik perkembangan cabang plagiotropik dan cabang-cabang simpodial yang bersifat terminal. Contoh model ini adalah Terminalia bellirica, T. catappa dan Manikara kauki (Sutisna dkk., 1998).

86 72 Secara khusus pada tipe unit RTH yang berbeda terdapat kriteria khusus: a. Pada jalur hijau tepi jalan, tanaman peneduh dipilih yang percabangannya dua meter diatas tanah, batang tidak merunduk dan tidak mudah tumbang. Rencana RTH jalur tepi jalan dan tepi rel kereta beserta pemilihan tanamannya dapat dilihat seperti pada Gambar 41. Pilihan Tanaman Ground cover: Axonopus compressus, Cynodon dactylon, Carex morowii, dll. Semak rendah-sedang: Orthosiphon aristatus, Crossandra infundibuliformis, Mirabilis jalapa, Turnera subulata, Ixora sp.,dll. Pohon tinggi peneduh: Acaciaauriculiformis, Alstonia macrophylla, Alstonia scolaris, Paraserianthes falcataria, Delonix regia, Pterocarpus indicus, Spathodea camphanulata, dll. Ground cover: Axonopus compressus, Cynodon dactylon, Carex morowii, dll. Semak rendah-sedang: Orthosiphon aristatus, Crossandra infundibuliformis, Mirabilis jalapa, dll. Pohon sedang peneduh: Averrhoa blimbi, Bauhinia blakeana. Manikara kauki, Mimusoph elengi, dll. Ground cover: Axonopus compressus, Cynodon dactylon, Carex morowii, dll. Semak sedang-tinggi: Acalypha wilkesiana, Cycas revoluta, Arundinaria pumila, Duranta sp., dll. Pohon sedang peneduh: Averrhoa blimbi, Bauhinia blakeana. Manikara kauki, Mimusoph elengi, dll. Gambar 41. Pola dan Pemilihan Tanaman Pada RTH Jalur Tepi Jalan

87 73 b. Pada sempadan sungai dipilih tanaman yang juga memiliki perakaran yang kuat (mampu menahan pergeseran tanah). Alternatif jenis vegetasi untuk RTH sempadan sungai diantaranya Bungur (Lagerstromia speciosa), Khaya (Khaya anthotheca), Lamtorogung (Leucaena lecocephala), Kenanga (Canangium adoratum), Flamboyan (Delonix regia), Tanjung (Mimusops elengi), Trembesi (Samanea saman), Beringin (Ficus benjamina), Matoa (Pometia pinnata), Angsana (Pterocarpus indicus), Saputangan (Maniltoa brawneodes), dan Kayu manis (Cinnamomun burmanni) Modifikasi Bentuk RTH Lahan Terbatas Akibat keterbatasan lahan, pengembangan RTH dimungkinkan mengarah ke atas dengan dapat memanfaatkan ruang terbuka non hijau, seperti teras-teras bangunan bertingkat dan samping bangunan, mapun pada atap bangunan. Menurut Joga (2007), pemekaran ruang hijau pada atap bangunan (atap rumput, lantai rumput, taman atap dan ruang hijau lain) mampu menurunkan suhu kota (sekitar 4,2 C), menyerap gas polutan (CO 2, partikel debu), meredam pemanasan pulau dan radiasi matahari (hingga 80%) dan meredam kebisingan hingga 50%. Sumber: Gambar 42. Beragam RTH Taman Atap Sesuai dengan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2008), kriteria pemilihan vegetasi untuk taman atap adalah: (a) tanaman tidak berakar dalam sehingga mampu

88 74 tumbuh baik dalam wadah; (b) relatif tahan terhadap kekurangan air; (c) perakaran dan pertumbuhan batang tidak mengganggu struktur bangunan; (d) tahan dan tumbuh baik pada temperatur lingkungan yang tinggi; dan (e) mudah dalam pemeliharaan. Beberapa contoh tanaman untuk taman atap seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Alternatif Tamaman Pada Taman Atap Jenis/ Nama Lokal Nama Latin Keterangan Perdu/ semak Acalipa Acalypha wilkesiana Daun berwarna The-tehan Acalypha macrophylla Topiari Daun Mangkokan Notophanax scutelarium Berdaun unik Bogenvil Bougenvillea sp. Berbunga Azalea Rhododendron indicum Berbunga Bunga tahi kotok Tagetes patula Berbunga Soka daun besar Ixora javonica Berbunga Oleander Nerium oleander Berbunga Palem Kuning Chrysalidocaus lutescens Daun berwarna Puring Codiaeum sp. Daun berwarna Sikas Cycas revolata Bentuk unik Alamanda Aalamanda cartatica Merambat berbunga Puring Codiaeum varigatum Daun berwarna Kembang Merak Caesalphinia pulcherima Berbunga Ground cover Rumput Gajah Axonophus compressus Tekstur kasar Lantana ungu Lantana camara Berbunga Rumput kawat Cynodon dactylon Tekstur sedang Sumber: Garsinia (1998) dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2008) Hasil Perencanaan Secara umum, perencanaan RTH mempertahankan keberadaan RTH yang telah ada dan menambah beragam bentuk RTH yang tersebar guna pemerataan kenyamanan termal. Bentuk RTH yang dipertahankan keberadaannya yaitu RTH kawasan lindung hutan kota, sempadan danau, pemakaman umum dan area lahan pertanian. Adapun perencanaan ulang dan penambahan luasan RTH meliputi RTH kawasan berdasarkan hirarki, RTH kawasan komersial, RTH penghubung, RTH kawasan pendidikan, RTH sempadan dan RTH jalur. Rencana lanskap RTH Kecamatan Beji dapat dilihat seperti pada Gambar 43. Sebagai perwakilan dibuat dua rencana lanskap detail yaitu pada Kelurahan Pondok Cina dan Kemiri Muka, dimana dapat dilihat seperti pada Gambar 44 dan 45.

89 Gambar 43. Site Plan RTH Kecamatan Beji, Kota Depok 75

90 Gambar 44. Rencana Lanskap Detail RTH Kelurahan Pondok Cina 76

91 Gambar 45. Rencana Lanskap Detail RTH Kelurahan Kemiri Muka 77

92 78 Perencanaan dan upaya pengoptimalan kenyamanan termal perlu didukung peranan masyarakat, swasta dan badan hukum dalam penyediaan RTH publik meliputi penyediaan lahan, pembangunan dan pemeliharaan RTH. Penyediaan RTH dapat dilakukan dengan peralihan kepemilikan lahan pivat menjadi RTH, baik dalam bentuk pembayaran maupun hibah. Pada RTH privat, masyarakat Kecamatan Beji diharapkan berperan dalam: Memberikan penyuluhan tentang peranan RTH dalam peningkatan kualitas lingkungan diantaranya berkaitan kenyamanan termal; Turut serta dalam melakukan penanaman pada pekarangan, berm, tepi jalam pemukiman dan lahan kosong lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung maupun ditanam dalam pot; Turut serta secara aktif dalam komunitas masyarakat pecinta RTH seperti Komunitas Depok Berkebun dan lainnya.

93 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Keberadaan RTH mempengaruhi suhu dan kelembaban udara berkaitan dengan kenyamanan termal. Kondisi termal Kecamatan Beji termasuk tidak nyaman (rataan THI harian 28,6) meskipun RTH di Kecamatan Beji meliputi 33,57% dari luas wilayah. Dari persamaan keterhubungan THI dan RTH yaitu y = -0,0691x+31,001, dapat diperkiraan dibutuhkan penambahan RTH 9,9% untuk mencapai THI harian nyaman. Kebutuhan akan RTH tersebut beragam dalam jenis maupun skala, dengan karakteristik yang berbeda, sesuai dengan tipe penggunaan lahan maupun hirarki administratif. Perencanaan RTH didasarkan pada konsep pemerataan jejaring RTH yang tersinergis sesuai dengan karakteristik penggunaan lahan, RTRW dan hirarki administraif. Perencanaan RTH jalur mampun kawasan mampu menambah RTH seluas 142,3 ha atau sebesar 9,4%. Untuk memenuhi besaran kebutuhan penambahan RTH di Kecamatan Beji (9,9%) maka dilakukan pengoptimalan dengan pemilihan tanaman yang efektif serta usulan modifikasi bentuk RTH secara vertikal. Kriteria tanaman yang dapat digunakan untuk menghalangi sinar matahari dan menurunkan suhu yaitu pohon dengan tajuk lebar dan kerapatan daun tinggi serta ketinggian kanopi lebih dari dua meter. Modifikasi bentuk RTH lahan terbatas sangat diperlukan pada kawasan komersial maupun pemukiman. 6.2 Saran Tercapainya pemerataan RTH yang optimal untuk menciptakan kenyamanan termal di Kecamatan Beji perlu didukung oleh segenap unsur warga Kecamatan Beji. Pemerintah Kota Depok perlu membuat peraturan daerah yang mengatur keberadaan RTH dari tingkat kecamatan hingga tingkat RT, sehingga pengadaan RTH lebih mungkin terlaksana. Sosialisasi pentingnya RTH maupun partisipasi masyarakat diperlukan untuk mendukung penanaman dan pengadaan RTH di Kecamatan Beji.

94 DAFTAR PUSTAKA Allaby, Michael Encyclopedia of Weather and Climate Volume I, Revised Edition. New York: Facts On File, Inc. Brooks, RG Site Planning (Enviromental, Process, and Development). New Jersey: Prentice-Hall Inc. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Depok Kota Depok dalam Angka Tahun Depok: BPS Kecamatan Beji dalam Angka Tahun Depok: BPS Kota Depok dalam Angka Tahun Depok: BPS. Brown, RD dan Gillespie, TJ Microclimatic Landscape Design: Creating Thermal Comfort and Energy. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Carpenter, PL, T.D. Walker dan F.O. Lanphear Plants in The Landscape. San Fransisco: W.H. Freeman and Co. Dahlan, EN Membangun Kota Kebun (Green City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/ PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Frick, H dan Suskiyanto, FX Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis. Bandung: Penerbit ITB. Garsinia, L dan Kecana IP Galeri Tanaman Hias Lanskap. Depok: Penebar Swadaya. Grey, GW dan Deneke, FJ Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons Inc. Joga, Nirwono dan Iwan Ismaun RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hallé, Oldeman, dan Tomlinson Tropical Trees and Forests. An Architectural Analysis. Berlin: Springer-Verlag. Klik Rumah Anda.com Membangun Taman di Atas Atap. [20 September 2012] Laurie, M Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Aris K Onggodiputro, penterjemah. Bandung: Intermatra. Terjemahan dari: An Introduction to Landscape Architecture.

95 81 Lilesand, TM dan Kiefer, RW.1990.Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra [Terjemahan]. Penterjemah: Dulbahri dkk. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Marsh, WM Landscape Planning Enviromental Application. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Nurisyah, S Manfaat dan Perencanaan RTH Kawasan Perkotaan. Makalah dalam Seminar Nasional Upaya Pengembangan dan Pembinaan RTH Perkotaan di Masa Datang, Jakarta. Pemerintah Kota Depok Geografi Kota Depok. [17 September 2010] Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang: Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai. Petterssen, Sverre Introduction to Meteorology. New York: Mc Graw-Hill Book Company. Sutisna, Kalima dan Purnadjaja Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Bogor: Yayasan PROSEA Bogor. Robinette, G. O Landscape Planning for Energy Conservation. New York: Van Nostrad Reinhold Company. Simonds, JO Landscape Architecture. New York: Mc Graw Hill Book Company. Smith, J The Facts On File Dictionary of Weather and Climate Revised Edition. New York: Facts On File, Inc. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/1980 Tentang: Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Tjasyono, B Klimatologi Terapan. Bandung: Pionir Jaya. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

96 LAMPIRAN 82

97 Lampiran 1. Nilai Kelembaban Udara Relatif 83

98 Lampiran 2. Skala Angin Beaufort dan Deskripsinya 84

99 Lampiran 3. Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Beji 85

100 Lampiran 4. Peta RTRW BWK I Kota Depok 86

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi yang dipilih adalah taman yang berada di Kecamatan Menteng Kota Jakarta Pusat yaitu Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang. Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai 11 15 LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT. js1 1. Kelembaban Mutlak dan Relatif Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah dirasakan pada hampir seluruh wilayah di dunia dan salah satu dampak yang dirasakan oleh manusia adalah pemanasan global (Dipayana dkk, 2012; DNPI,

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. terdiri dari kenyamanan ruang,

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara

III. METODOLOGI. Gambar 3.1 Lokasi Penelitian WP Bojonagara III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2009. Lokasi penelitian yaitu di Wilayah Pengembangan (WP) Bojonagara, Kota Bandung. Gambar 3.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. Pembangunan pada sebuah kawasan membawa perubahan terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Lebih terperinci