BAB I PENDAHULUAN. mengingat fungsinya yang sangat vital bagi pemerataan pembangunan dan pemerataan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengingat fungsinya yang sangat vital bagi pemerataan pembangunan dan pemerataan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah suatu lembaga keuangan yang sangat penting bagi suatu negara mengingat fungsinya yang sangat vital bagi pemerataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan di suatu negara. Fungsi utama dari bank adalah untuk menghimpun dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dalam rangka menjalankan fungsi utamanya tersebut maka bank harus menjunjung tinggi pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential banking) karena apabila suatu bank melakukan tugasnya dengan mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) maka akan menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian negara dan menerbitkan kerugian bagi nasabah atau pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kinerja suatu bank. Bank yang tidak melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dapat dituntut karena telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. 1 Hal ini sesuai dengan putusan Hoge Raad pada tahun 1919 mengenai perkara Lindebaum- Cohen yang menggeser paradigma mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) yang mana putusan Hoge Raad tersebut telah memberikan syarat alternatif suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum yakni apabila 2 : 1) Melanggar hak orang lain atau 2) bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku atau 3) bertentangan dengan kesusilaan atau 1 Pasal 1365 KUHPerdata antara lain menyebutkan Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut 2 HR ,NJ 1919,161;Lindenbaum/Cohen

2 4) bertentangan dengan kecermatan yang patut harus diperhatikan dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang orang lain. Dalam hal ini suatu bank yang melalaikan ataupun mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dapat dituntut karena perbuatan melawan hukum (onrechmatigdaad) karena telah melanggar kewajibannya untuk melaksanakan dan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian (prudential banking) 3. Penyaluran dana oleh bank kepada masyarakat yang membutuhkan dana dilakukan melalui suatu perjanjian kredit, dimana perjanjian kredit tersebut dapat ditujukan kepada berbagai macam hal yang dapat bersifat produktif ataupun bersifat konsumtif, termasuk di dalamnya perjanjian kredit antara bank dan masyarakat nasabah debitur bank tersebut untuk membeli atau pemilikan rumah bagi nasabah debitur bank tersebut. Masyarakat yang ingin membeli suatu rumah pada umumnya akan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dapat diberikan oleh suatu bank. Dalam hal ini bank dapat memberikan kredit kepada masyarakat yang hendak membeli rumah dengan balas jasa berupa bunga pada tingkatan tertentu. Keberadaan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ini sangat membantu masyarakat yang ingin membeli rumah mengingat harga suatu rumah tergolong mahal untuk dibeli secara tunai. Namun perlu diingat bahwa Kredit Pemilikan Rumah adalah suatu kredit jangka panjang, sedangkan dalam prakteknya, dana perbankan untuk penyediaan rumah secara kredit melalui penerbitan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berjangka panjang pada umumnya berasal dari tabungan, giro dan deposito yang merupakan dana jangka pendek. Apabila bank menerbitkan KPR secara terus menerus dengan pembiayaan bersumber 3 Pasal 2 UU no 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian

3 pada dana jangka pendek, maka bank akan mengalami kesenjangan antara sumber dan penggunaan dana (mismatch funding). Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan mobilisasi dana jangka panjang guna memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan yang berjangka panjang pula. Sejalan dengan program Pemerintah untuk meningkatkan kegiatan pembangunan di bidang perumahan sebagai salah satu upaya penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau oleh masyarakat, perlu diupayakan tersedianya dana yang memadai melalui pembiayaan sekunder perumahan 4. Untuk melakukan kegiatan pembiayaan yang dimaksud, didirikan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan. Sumber pembiayaan sekunder perumahan di samping berasal dari modal sendiri, juga diperoleh dari penerbit Efek Beragun Aset dalam bentuk Surat Utang dan Surat Partisipasi. 5 Pelaksanaan dari pada pembiayaan sekunder perumahan merupakan pengalihan piutang-piutang yang dimiliki oleh bank yakni berupa kredit-kredit KPR kepada masyarakat umum sebagai investor. Pengalihan piutang itu pun seseuai dengan prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang antara lain menyebutkan bahwa bank dalam melaksanakan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi. Asas demokrasi ekonomi menggambarkan nilai-nilai demokrasi yang diturunkan pada pelaksanaan pembangunan sebagai pilar perekonomian nasional, yakni mengenai demokrasi prosedural dimana demokrasi prosedural diartikan sebagai suatu kajian demokrasi berkenaan dengan prosedur keikutsertaan masyarakat dalam kehidupan bernegara, sehingga jargon demokrasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Abraham Lincoln yang berbunyi from the people, by the people and for the people dapat tercermin pada penyelenggaraan perekonomian nasional. 4 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Perpres no 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa pembiayaan sekunder perumahan aalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada kreditor asal dengan melakukan sekuritisasi. 5 Penjelasan Umum Perpres No 19 Tahun 2005.

4 Proses memobilisasi dana kredit jangka panjang tersebut dilakukan dengan cara melakukan sekuritisasi aset yakni dengan menerbitkan suatu surat berharga (efek/sekuritas) yang mana surat berharga tersebut memiliki jaminan berupa tagihan-tagihan atau piutangpiutang yang dimiliki oleh kreditur asal. Dengan kata lain surat berharga yang diterbitkan tersebut akan dibayarkan melalui tagihan-tagihan atau piutang-piutang yang dimiliki oleh kreditur asal yakni tagihan-tagihan terhadap nasabah-nasabah pemohon Kredit Pemilikan Rumah ( KPR). Suatu surat berharga yang memiliki jaminan berupa aset keuangan tesebut disebut sebagai efek beragun aset 6 atau dalam tradisi Common Law surat berharga tersebut disebut sebagai (Asset Backed Security). Penerbitan surat berharga tersebut oleh suatu perusahaan atau lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk itu dan pembelian surat berharga tersebut oleh masyarakat investor yang melalui mekanisme penawaran umum haruslah tunduk terhadap ketentuan-ketentuan di dalam hukum pasar modal, 7 termasuk di dalamnya ketentuan mengenai prinsip keterbukaan 8 mengenai fakta materil yang berkaitan dengan kondisi yang berkenaan dengan efek beragun aset yang diterbitkan dalam rangka pembiayaan sekunder perumahan yang melalui mekanisme penawaran umum. Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial asset pada saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan portofolio investasi (melalui pasar sekunder). Berlangsungnya fungsi pasar modal adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana 6 ibid 7 Menurut ketentuan Pasal 1 angka 13 UU no 8 tahun 1995 menyebutkan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yangditerbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek dengan memperoleh imbalan jasa 8 Pasal 1 angka 25 UU No 8 Tahun 1995 menyebutkan Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi materila mengenasi usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal efek dimaksud dan atau harga efek tersebut

5 jangka panjang dengan kriteria pasarnya secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan 9. Pasar modal diadakan untuk tujuan mempertemukan orang-orang yang membutuhkan dana dengan orang-orang yang mempunyai kelebihan dana untuk di investasikan kepada orang-orang yang membutuhkan dana tersebut, akan tetapi penjual dan pembeli pada pasar modal sebenarnya tidak pernah bertemu atau berpapasan muka pada suatu tempat tertentu, kehadiran kepentingan penjual dan pembeli di pasar modal diwakili oleh para pelaku pasar modal yang lain, yakni antara lain broker atau pialang, custodian, wali amanat dan lain-lain, ini merupakan perbedaan yang paling mencolok antara pasar modal dengan pasar pada umumnya. Permasalahan yang sering terjadi sebagai akibat dari tidak bertemunya penjual dan pembeli pada pasar modal secara langsung adalah mengenai informasi dari pada surat berharga yang dijual di pasar modal, tentu para investor dalam hal ini tidak mau untuk membeli suatu surat berharga yang kualitasnya rendah, maka penilaian harga atas surat berharga tersebut seharusnya sesuai dengan nilai atau kualitas dari surat berharga itu sendiri. Pasar modal sendiri memiliki fungsi antara lain sebagai berikut 1) Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif ; 2) Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional ; 3) Mendorong terciptanya kesempatan berusahan dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja ; 4) Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi 10 : 9 Pandji Anoraga, Piji Pakarti, 2001,Pengantar Pasar Modal,Semarang, Rineka Cipta, hal 5 10 Yulfasni, 2005, Hukum Pasar Modal, Jakarta, Badan Penerbit Iblam, hal 2.

6 5) Memperkokoh beroperasinya mekanisme pasar dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi saran open market operation sewaktuwaktu oleh bank sentral ; 6) Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu rate yang reasonable dan 7) Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal. Nilai atau kualitas dari suatu surat berharga sangat bergantung pada tingkat kualitas dari pihak yang menerbitkan dan menjual surat berharga tersebut kepada masyarakat dimana dalam kajian pasar modal perusahaan tersebut disebut sebagai emiten. Ketika harga dari surat berharga yang diterbitkan oleh emiten tersebut benar-benar telah merepresentasikan kualitas dari surat berharga tersebut, maka keadaan inilah yang disebut sebagai suatu mekanisme pasar yang efisien yakni ketika harga surat berharga yang diterbitkan oleh emiten benar-benar sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi mengenai kualitas dari surat berharga yang tersedia. 11 Dalam hal ini jelaslah bahwa kepentingan pembeli surat berharga atau dalam hal ini masyarakat investor untuk mendapatkan barang dengan harga yang sesuai dengan kualitas dari surat berharga tersebut merupakan salah satu kebendaan hukum yang utama di dalam pengaturan hukum di pasar modal dimana hal tersebut hanya dapat terwujud ketika pihak emiten dalam hal ini mau terbuka atas segala informasi-informasi yang berkenaan dengan kualitas dari surat berharga yang diterbitkan olehnya. Pihak Otoritas pasar modal yang mana di Indonesia dipegang oleh Bappepam 12 harus dapat mewajibkan para emiten untuk dapat bersifat terbuka. Pelaksanaan hal inilah yang dalam kajian hukum pasar modal disebut prinsip keterbukaan (disclosure principle). 11 Lynn A Stout, The Unimfortance of being efficient; An Economic Analysis of Stock Market Pricing and Securites Regulation, Michigan Law Review Vol,87, Desember 1988), hal Berdasarkan Pasal 6 huruf b UU No 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,yang mana antara lain menyebutkan bahwa otoritas jasa keuangan memiliki tugas untuk mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di pasar modal, dengan demikian pada sekarang ini pemegang otoritas pasar modal di Indonesia adalah Otoritas Jasa Keuangan.

7 Dalam kerangka penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan fakta materil yang perlu diketahui oleh para calon investor bukanlah mengenai kualitas perusahaan yang menerbitkan efek beragun aset tersebut, karena dalam hal ini perusahaan yang menerbitkan dan yang menawarkan efek beragun aset berupa obligasi pada penawaran umum tersebut adalah suatu perusahaan special pupose vehicle (SPV) 13 dan perusahaan yang menerbitkan dan menawarkan efek beragun aset berupa saham/partisipasi adalah lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Perpres No.19 Tahun Tentu saja kualitas perusahaan SPV tersebut tidak memiliki hubungan dengan kualitas dari efek beragun aset berupa obligasi yang diterbitkan dan ditawarkan oleh perusahaan SPV tersebut begitu juga bahwa kualitas lembaga keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Perpres No.19 Tahun 2005 tidak terlalu bersifat dominan untuk memberikan pertimbangan kepada calon investor untuk membeli atau tidak efek yang ditawarkan tersebut dibandingkan kualitas dari pada aset yang dijadikan dasar penerbitan efek beragun aset tersebut, oleh karenanya tidak akan mempengaruhi para calon investor untuk membeli atau menjual efek beragun aset berupa obligasi atau saham, tersebut. Dalam Pasar modal, masyarakat pemodal membeli suatu komoditi yang sangat abstrak dan oleh karenanya kualitas dari komoditi tersebut yaitu saham dan/atau obligasi ditentukan oleh kualitas informasi yang tersedia dari perusahaan emiten yang bersangkutan. Apabila informasi tidak tersedia berarti kualitas dari barang yang diperjual-belikan sama seperti apa yang ditawarkan pada rumah-rumah judi. Dalam hal ini, peranan dari pada lembaga-lembaga penunjang pasar modal seperti: akuntan publik, notaris, konsultan hukum, penjamin emisi, penilai dan wali amanat adalah amat diperlukan. Pada awal ketika calon emiten berniat go public akan sangat menentukan 13 Menurut Pasal 1 angka 15 Perpres no 19 Tahun 2005 tentang pembiayan sekunder perumahan, yang dimaksud dengan perusahaan Special Purpose Vehicle adalah perseroan terbata yang ditunjuk oleh lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan pembiayan sekunder perumahan yang khusus didirikan untuk membeli aset keuangan dan sekaligus menerbitkan efek beragun aset.

8 kualitas akhir instrumen pasar modal yang akan dikeluarkan. 14 Oleh karenanya untuk menentukan fakta materil adalah sesuatu yang penting dalam rangka pembiayaan sekunder perumahan. 15. Jadi apabila fakta-fakta materil apa yang perlu diketahui tersebut dapat ditelisik maka dapat ditentukan sejauh mana perlindungan hukum dapat diberikan kepada pembeli efek beragun aset tersebut dan kepada siapa pertanggungjawaban hukum dapat dibebankan. Permasalahan mengenai fakta materiil ini erat kaitannya dengan hukum jual-beli, karena memang kegiatan pembiayan sekunder perumahan yang ditawarkan melalui mekanisme penawaran umum yakni penawaran melalui proses pasar modal pada hakikatnya merupakan suatu proses jual-beli surat berharga yakni efek beragun aset berupa obligasi. Selain dari pada itu di dalam proses penerbitan efek beragun aset maka bank sebagai originator atau pihak yang aset keuangannya dijadikan dasar penerbitan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan pada dasarnya melakukan perbuatan hukum berupa jual beli piutang sebagaimana diatur di dalam Bagian 5 Buku Ke III KUHPerdata kepada perusahaan SPV ataupun kepada lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk itu sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan Pasal 3 Perpres No.19 Tahun 2005, yang mana jual beli tersebut harus merupakan suatu jual-beli putus Karena pembiayaan sekunder perumahan tersebut erat kaitannya dengan hukum jual beli maka kajian hukum jual-beli mengenai tanggung jawab penjual atas barang yang dijual oleh penjual terhadap pembeli adalah relevan untuk diterapkan dalam menentukan fakta materiil yang perlu diketahui oleh calon investor untuk menilai harga dari obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan SPV atau saham yang diterbikan oleh lembaga keuangan khusus Pandji Anoraga, Piji Pakarti Opcit hal 6 15 Pasal 1 angka 7 UU no 8 Tahun 1995 tentang pasar modal menyebutkan informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan keputusan pemodal, calon pemodan, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. 16 Pasal 4 ayat (3) huruf a Peraturan Bank Indonesia No.7/4/PBI/2005.

9 didirikan untuk itu secara wajar dan efisien. Selain itu masalah pembiayan sekunder perumahan juga erat kaitannya dengan hukum kebendaan termasuk proses penyerahan benda yang dalam hal ini adalah surat berharga. Sehingga sangatlah relevan menerapkan kaidahkaidah hukum yang terdapat di dalam Buku II dan Buku III KUHPerdata dan kaidah-kaidah hukum perdata yang bersifat doktrinal terhadap perkara pembiayaan sekunder perumahan. Seperti yang telah digambarkan di atas bahwa pada dasarnya pembiayaan sekunder perumahan adalah proses pengalihan piutang yang terbit dari penerbitan KPR oleh bank sebagai pemilik piutang yang pada akhirnya berhilir kepada pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan melalui perbuatan jual-beli piutang dan penerbitan surat berharga atau efek. Oleh karenanya di setiap perbuatan pengalihan piutang baik yang dilakukan melalui jual-beli piutang maupun melalui penerbitan efek beragun aset maka akan ada juga proses pengalihan hak kebendaan juga yang mana hak kebendaan tersebut pada akhirnya akan beralih kepada pembeli efek beragun aset. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa fakta materil pada pembiayaan sekunder perumahan pada dasarnya adalah suatu fakta atau informasi yang dapat mempengaruhi calon investor/pembeli efek beragun aset akan membeli atau tidak efek beragun aset yang diterbitkan pada pembiayaan sekunder perumahan. Informasi-informasi tersebut pada dasarnya adalah sesuatu yang melekat pada permasalahan apa-apa saja hak-hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan dan bagaimana keadaan atau kondisi dari hak-hak kebendaan tersebut sehingga pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder menjatuhkan keputusan untuk melakukan pembelian efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan. Dengan sendirinya ketika calon investor pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan dapat mengetahui dan memahami apa-apa saja hak-hak kebendaan yang dimiliki olehnya dan bagaimana kondisi dari hak-hak kebendaan tersebut sebelum beralih

10 kepadanya, maka calon investor pembeli efek beragun aset mengetahui dan memahami pula bagaimana dan apa-apa saja fakta materil yang perlu diketahui olehnya. Selain dari pada itu ketika mengenai hak-hak kebendaan pembeli efek beragun aset dapat dipahami maka dapat memudahkan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder Dalam penulisan kali ini maka akan dibahas mengenai bagaimana mekanisme penerbitan efek pada pembiayaan sekunder perumahan dilaksanakan, bagaimana mekanisme peralihan hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset, bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, dan bagaiaman pengaturan KUHPerdata yang berkenaan dengan pembiayaan sekunder perumahan dan hak-hak kebendaan pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan. B. Permasalahan. Dari latar belakang dan permasalahan-permasalahan yang muncul sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya maka dapatlah ditarik beberapa perumusan masalahnya antara lain sebagai berikut 1. Bagaimanakah hak-hak kebendaan efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan? 2. Bagaimanakah mekanisme peralihan hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset? 3. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset berkenaan dengan hak kebendaannya atas efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan?

11 4. Apakah hukum nasional sudah seusuai dengan konsep pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari pembahasan penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimanakah hak-hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan. 2. Untuk mengetahui mekanisme peralihan hak kebendaan yang dimiliki oleh pembeli efek beragun aset 3. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder berkenaan dengan hak kebendaannya atas efek beragun aset. 4. Untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian pada hukum nasional berkenaan dengan konsep pembiayaan sekunder perumahan di Indonesia. D. Manfaat Penulisan Adapun penulisan skripsi ini mempunyai manfaat sebagai berikut : a. Secara Teoretis Secara teoretis pembahasan yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah kontribusi pemikiran dan khazanah keilmuan khusus dalam bidang pembiayaan sekunder perumahan yakni mengenai hukum kebendaan dan hak-hak kebendaan pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan. b. Secara Praktis Pembahasan di dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan. Agar para pembeli

12 efek beragun aset dapat mengetahui apa-apa saja dan bagaimana hak kebendaan yang dimiliki olehnya serta bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, sehingga dapat membantu para pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan untuk membuat keputusan apakah akan membeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan atau tidak, dan membantu pula untuk menentukan keputusan apakah akan melepas atau tidak efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan yang dimilikinya kepada pihak lain atau tidak. E. Metode Penelitian Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hai, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitiann 17. Menurut Sutrisno Hadi, Penelitian atau riset adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah. 18 Untuk melengkapi tulisan ini dan agar penulisan skripsi ini lebih dapat dipertanggungjawabkan maka akan dijelaskan mengenai metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Adapun metode penulisan skrispi ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif. Metode penelitian bersifat normatif dalam artian bahwa dalam membahas tentang pembahasan skripsi objek yang dibahas adalah mengenai dan berkenaan dengan norma-norma hukum dan menggunakan serta mengolah data sekunder untuk 17 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal 6 18 Sutrisno Hadi, 2000, Metodologi Research, Jilid I, Yayasan Andi, Yogyakarta, hal 4

13 menjawab mengenai rumusan masalah yang dirumuskan di dalam penulisan skripsi ini. 2. Sumber Data. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber yang bersifat tidak langsung dan tertuang dalam dokumen, peraturan perundang-undangan, buku-buku yang relevan, dll. Adapun data sekunder tersebut antara lain sebagai berikut : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dan terdiri dari : Peraturan Perundang-undangan : 1) Undang-undang dan peraturan yang setaraf 2) Peraturan pemerintah dan peraturan yang setaraf 3) Keputusan Presiden dan keputusan yang setaraf 4) Keputusan Menteri dan keputusan yang setaraf b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengnai bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum. c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dll. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang

14 diambil dari media cetak maupun eletronik, dokumen-dokumen pemerintah termasuk peraturan perundang-undangan a. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undang, serta pendekatan perbandingan hukum. F. Keaslian Penulisan Tinjauan Yuridis Mengenai Hak Kebendaan Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan merupakan judul skripsi ini dan belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum. Ditulis dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari bahan kepustakaan berupa buku-buku, media cetak lainnya, dan media elektronik sehingga keaslian penulisan dari skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. G. Sistematika Penulisan Dalam setiap penulisan karya ilmiah, maka penulisan tersebut perlu dilakukan secara sistematis untuk merangkai tiap-tiap pembahasan agar pembahasan tersebut mudah untuk dimengerti dan teratur. Penulisan ini dilakukan dengan kerangka penulisan yang tersistematis ke dalam bab yang masing-masing membahas tiap-tiap permasalahan yang mana tiap-tiap bab saling mendukung satu sama lain untuk menjawab pertanyaan yang tercantum di dalam perumusan masalah. Adapun karya ilmiah ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. : BAB I : Pendahuluan Bab I ini berisi tentang, latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan BAB II : Tinjauan Umum Mengenai Hak Kebendaan,

15 Bab ini berisikan tentang, pengertian hak kebendaan, asas-asas dalam hukum benda, pembagian hak kebendaan menurut KUHPerdata, macammacam hak kebendaan menurut KUHPerdata. BAB III : Tinjauan Yuridis Mengenai Pembiayaan Sekunder Perumahan Bab ini berisikan tentang pengertian efek dan macam-macam efek, kajian mengenai efek beragun aset, pengertian pembiayaan sekunder perumahan, dan mekanisme pelaksanaan pembiayaan sekunder perumahan BAB IV` :Tinjauan Yuridis Mengenai Hak Kebendaan Pembeli Efek Beragun Aset Pada Pembiayaan Sekunder Perumahan Bab ini berisikan tentang hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, mekanisme peralihan hak kebendaan pada efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, perlindungan hukum bagi pembeli efek beragun aset pada pembiayaan sekunder perumahan, penyesuaian hukum nasional terhadap konsep pembiayaan sekuder perumahan Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.legalitas.org PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kegiatan pembangunan di bidang perumahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Lampiran 1 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: Perpres 1-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 21, 2005 KEUANGAN. BIAYA. PERUMAHAN. Surat Utang (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN Deleted: Deleted: Deleted: Deleted: Deleted: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan http://www.djpp.depkumham.go.id Teks tidak dalam format asli. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.358, 2014 KEUANGAN. OJK. Efek Beragun Aset. Partisipasi Pembiayaan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5632) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.266, 2016 KEUANGAN. Perumahan. Sekunder. Pembiayaan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5962). PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DALAM RANGKA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23/POJK.04/2014 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DALAM RANGKA PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

Kamus Istilah Pasar Modal

Kamus Istilah Pasar Modal Sumber : www.bapepam.go.id Kamus Istilah Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM No.286, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Efek Beragun Aset. Kontrak Investasi Kolektif. Penerbitan dan Pelaporan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua dari Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT-II). Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kedua dari Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT-II). Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini bangsa Indonesia sedang memasuki tahun kedua dari Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT-II). Tujuan dasar Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5962 KEUANGAN. Perumahan. Sekunder. Pembiayaan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 266) PENJELASAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. kesinambungan pembiayaan perolehan rumah melalui

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG. kesinambungan pembiayaan perolehan rumah melalui SALINAN PRES I DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 19 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan dan perkembangan Ekonomi di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Hal tersebut ditandai dengan semakin pesatnya laju perekonomian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan menjual saham atau surat hutang kepada masyarakat. Alasan yang tak mungkin disangkal perusahaan melakukan

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERBITAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERBITAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2014 TENTANG PENERBITAN EFEK BERAGUN ASET SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asril Sitompul, Pasar Modal Penawaran Umum Dan Permasalahannya, (Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti,2000), hal. 1. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada jaman yang semakin modern dewasa ini isu globalisasi memang tidak dapat dihindarkan lagi, isu ini terus berkembang dan dampaknya pada perkembangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

PASAR MODAL. Tujuan Pembelajaran. Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang. Perihal Pasar Modal Pasar Uang Tingkat bunga Relatif rendah Relatif tinggi

PASAR MODAL. Tujuan Pembelajaran. Perbedaan Pasar Modal dan Pasar Uang. Perihal Pasar Modal Pasar Uang Tingkat bunga Relatif rendah Relatif tinggi KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PASAR MODAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami karakteristik pasar modal. 2. Memahami

Lebih terperinci

PASAR MODAL DAN TRANSAKSI EFEK SAHAM ERDIKHA ELIT

PASAR MODAL DAN TRANSAKSI EFEK SAHAM ERDIKHA ELIT PASAR MODAL DAN TRANSAKSI EFEK SAHAM Keterangan Penting Informasi berikut ini dipersiapkan untuk keperluan penyajian secara umum. Informasi ini tidak ditujukan bagi keperluan investasi, keadaan keuangan

Lebih terperinci

PASAR MODAL INDONESIA

PASAR MODAL INDONESIA PASAR MODAL INDONESIA Struktur Pasar Modal Indonesia Menteri Keuangan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM-LK) Bursa Efek (BEI) Lembaga Kliring dan Penjamin (KPEI) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (KSEI)

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 103 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DALAM RANGKA PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kegiatan operasionalnya. Kebutuhan sumber dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan kegiatan operasionalnya. Kebutuhan sumber dana tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini dunia perindustrian mengalami pasang surut. Perkembangan dunia industri diikuti dengan kebutuhan dalam hal pendanaan sehingga industri

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan. Ketiga sektor kekuatan tersebut adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO

ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANDRI HELMI M, SE., MM ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO Pasar Modal di Indonesia Pasar modal Indonesia dibentuk untuk menghubungkan investor (pemodal) dengan perusahaan atau institusi pemerintah. Investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Anotasi. Naskah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Mengingat : bahwa dengan bertambah meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah. 2.

BAB I PENDAHULUAN. investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah. 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya sesuai lembaga

Lebih terperinci

Pasar Modal. Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu pasar perdana, pasar sekunder, dan bursa paralel.

Pasar Modal. Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu pasar perdana, pasar sekunder, dan bursa paralel. Pasar Modal Pengertian dan Definisi Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Di pasar modal, yang diperjualbelikan adalah modal berupa hak pemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada penggunaan atau investasi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA 0 PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, beristirahat, dan berlindung dari hujan atau terik matahari. Ini menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memperlancar kegiatan perkembangan usahanya maka seorang pengusaha yang kekurangan modal akan menghubungi pihak bank atapun pihak non-bank untuk memohon fasilitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.145, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Pengampunan Pajak. Investasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5906) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank bukanlah suatu hal yang asing dalam masyarakat di suatu negara. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Memasuki era globalisasi, pengusaha berlomba-lomba untuk memajukan

ABSTRAK. Memasuki era globalisasi, pengusaha berlomba-lomba untuk memajukan Judul : Prosedur Pemberian Bank Garansi di PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Utama Denpasar Nama : I Ketut Agus Adi Wiantara Nim : 1406013047 ABSTRAK Memasuki era globalisasi, pengusaha berlomba-lomba

Lebih terperinci

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA 2.1. Latar Belakang Go Public Pesatnya perkembangan dunia usaha menimbulkan persaingan yang ketat di antara para pelaku usaha. Setiap perusahaan berlomba-lomba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank Bank merupakan salah satu sarana yang memiliki peran strategis dalam usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

MENGENAL PASAR MODAL SYARIAH TRAINING OF TRAINER MODUL

MENGENAL PASAR MODAL SYARIAH TRAINING OF TRAINER MODUL MENGENAL PASAR MODAL SYARIAH TRAINING OF TRAINER MODUL Outline 1 3 Hasil Survey Nasional Keuangan Indonesia 2 Pengantar Investasi Konsep Umum dan Ruang Lingkup Pasar Modal 4 Pasar Modal Syariah 5 Layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga atau industri yang bergerak di bidang perekonomian yang menjalankan kegiatannya didasarkan kepada kepercayaan masyarakat dan bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Istilah penawaran umum atau sering juga disebut dengan go public semakin

I. PENDAHULUAN. Istilah penawaran umum atau sering juga disebut dengan go public semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah penawaran umum atau sering juga disebut dengan go public semakin sering didengar seiring dengan semakin maraknya instrumen pasar modal yang berkembang saat ini.

Lebih terperinci

FAQ TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL (SBK)

FAQ TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL (SBK) 1 FAQ TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL (SBK) Ketentuan Umum 1 Apa tujuan diterbitkannya PBI ini? Pembangunan perekonomian nasional membutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang semakin besar dan terdiversifikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur dengan kata lain berkualitas merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan termasuk perbankan dalam rangka mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /POJK.04/2017 TENTANG DOKUMEN PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian. Dewasa

Lebih terperinci