Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden"

Transkripsi

1 Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Nela Nayilah dan Tamtowi Jauhari Abstrak Paper ini mendiskusikan implikasi hasil keputusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan pada 23 Januari 2014 yang mengabulkan sebagian gugatan Efendi Ghazali beserta Koalisi Masyarakat Sipil untuk pemilu serentak hasil dari uji materi (judicial review) Undang- Undang 42/2008 tentang Pemilihan Presiden serta konsep ambang batas pencalonan atau presidential threshold. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengumumkan pengadaan pemilihan umum serentak pada tahun 2019 dalam artian dikabulkannya pasal 3 ayat (5) bertentangan dengan UU 1945 yakni pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPRD, DPD dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan Presiden serta Wakil Presiden bersamaan, namun meskipun keputusan ini telah ditetapkan pada tahun 2013, baru dibacakan tahun 2014, tapi keputusan ini baru berlaku untuk pemilihan umum tahun Polemik muncul, kekhawatiran hasil pemilu 2014 akan digugat karena dianggap inkostitusional. Tidak dikabulkannya gugatan pasal 9 oleh MK menimbulkan kebingungan, karena arti yang ditimbulkan apakah pelaksanaan yang serentak berarti ketentuan ambang batas (presidential threshold) hilang atau tetap diberlakukan. Presidential threshold merupakan aturan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia, termaktub dalam UU 42/2008 pasal 9 ini, ketidakjelasan ini menimbulkan wacana presidential threshold terus menjadi polemik yang ramai diperdebatkan. Kata kunci : presidential threshold, Pemilihan Presiden, UU 42/2008, Mahkamah Konstitusi, Pemilu Serentak.

2 Keputusan MK kabulkan sebagian Gugatan Judicial Review UU 42/ 2008 Gugatan Undang- Undang Pemilihan Presiden (UU-Pilpres) yang dimohonkan oleh Efendi Ghazali sebagai perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pemilu Serentak telah diputuskan pada tanggal 23 Januari 2014 lebih dari setahun sejak diajukan. 1 Uji materi ini ditujukan untuk melakukan konstitualitas pada pasal 3 ayat (5), pasal 9, pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), pasal 14 ayat (2), dan pasal 112 Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal- pasal tersebut diuji terhadap pasal 1 ayat (2), pasal 4 ayat (1), pasal 6A ayat (1) dan ayat (2), pasal 22 E ayat (1) dan ayat (2), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), pasal 28H ayat (1) dan pasal 33 ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). 2 Mahkamah Konstitusi telah menguji pasal- pasal tersebut dan memutuskan amar putusan, MK mengabulkan sebagian yakni Pasal 3 ayat (5), pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), pasal 14 ayat (2) dan pasal 112 Undang Undang Nomor 42/ Keputusan MK telah disepakati pada 26 Maret 2013 saat Mahkamah Konstitusi diketuai oleh Mahfudz MD, namun baru dibacakan pada tanggal 23 Januari 2014 dengan pertimbngan kehati- hatian atas implikasi yang muncul. Majelis mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU No. 42/ 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak. Namun tidak menghapus atau merubah ketentuan presidential threshold pada pasal 9 Undang- Undang Nomor 42/2008. Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan beberapa hal dalam putusannya yakni : 1). memahami kembali makna pemilihan Umum sesuai Undang Undang Dasar Yang dimaksud pemilu adalah memilih anggota DPR, DPD, DPRD setelah pemilu untuk memilih Presiden/ wapres. Sementara UUD 1945 tidak memisahkan penyelenggaraan pemilu anggota 1 Alasan pembacaan putusan baru pada tahun 2014 diantaranya adalah karena menyelesaikan banyaknya sengketa pilkada yangmenumpuk, karena masa putusan sengketa pilkada singkat yakni 14 hari. Mahfud MD: Ini Alasan MK Baru Bacakan Putusan UU Pilpres. Kompas, 23 Januari 2014, es 2 Putusan MK Nomor : 14/PUU-X/2013 Pengujian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun ibid.

3 lembaga perwakilan dan pilpres 4, 2). Pemberlakukan keputusan ini baru pada tahun 2019, karena kekhawatiran kekacauan konstelasi politik yang akan muncul karena pemilihan umum 2014 akan segera dilaksanakan. Jika dipaksakan, maka akan muncul ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan UU Catatan penting yang diutuskan oleh Mahkamah Konstitusi adalah Penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Pemilu Anggota lembaga Perwakilan tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional. 5 Kekhawatiran hasil pemilu 2009 dan 2014 digugat adalah polemik yang juga muncul paska putusan MK ini dibacakan. Peluang yang ada dalam celah putusan ini memungkinkan partai atau golongan tertentu yang berkepentingan mengklaim hasil pemilu 2014 inkonstitusional kemudian menggugatnya. Namun MK berpendapat, pelaksanaan hasil keputusan ini tak bisa untuk pemilu 2014, karena semua telah terjadwal. 6 Selain perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan keputusan Mahkamah Konstitusi, pasal 9 UU 42/2008 yang tidak dikabulkan dalam uji materi ini menjadi polemik tersendiri, presidential threshold adalah syarat penting yang diperdebatkan dalam sistem presidensial republik Indonesia, dan keputusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi ini berimplikasi pada debat mekanisme presidential Threshold. Implikasi Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap presidential threshold Dual tafsir pemilu serentak menurut Hidayatullah Burhanuddin Pengamat Politik UIN berarti: (1) Presidential Threshold tidak relevan lagi (2) Presidential Threshold masih diberlakukan karena putusan Mahkamah Konstitusi tidak secara jelas menghapuskan aturan itu. 7 Mahkamah Konstitusi memang tidak memberikan kepastian dalam pasal 9 ini, bagi Mahkamah Konstitusi ini tugas DPR untuk merumuskan mekanisme yang dikendaki untuk perbaikan 4 Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak, Media Indonesia. 24 Januari 2014, 1 5 Putusan MK Nomor : 14/PUU-X/2013, ibid. 6 Gugatan UU Pilpres Dikabulkan, Pemilu Serentak 2019.Kompas, 23 Januari 2014, 7 Tanpa PT, Presiden Rawan Didikte Parlemen.Media Indonesia, 25 Januari 2014, 6

4 demokrasi dan memperkuat sistem presidensial. Menyarikan beberapa pendapat mengenai Implikasi yang (akan) muncul setelah keputusan ini adalah: 8 1. Akan munculnya Gerakan yang di koordinasi dalam level nasional yang menolak hasil pemilu 2014 yang gagal dengan alasan UU 42/2008 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat yang didalangi oleh para elite partai yang kalah. 2. Regulasi jelas mengenai mekanisme presidential threshold serta pemilihan Umum Serentak harus segera dirumuskan oleh DPR dan Pemerintah dalam Rancangan Undang- Undang agar sebelum pelaksanaan pemilu 2019, Indonesia telah memiliki sistem baru yang matang. 3. Sinkronisasi Pemilihan Eksekutif dan Legislatif nasional dengan daerah. Otonomi daerah butuh sinkron dengan pemerintahan pusat. Sehingga butuh segera dipikirkan bagaimana mekanisme Pemilukada yang juga serentak dengan pelaksanaan pemilihan umum nasional. 4. Resiko bertambahnya sengketa pemilu akan bertambah, kinerja Mahkamah Konstitusi harus lebih kuat. 5. Jika Pemilihan Umum Pilkada dan Pemilihan Presiden dilaksanakan secara bersamaan, maka efesiensi kerja Komisi Pemilihan Umum akan terhihat. Karena masa kerja yang lebih sebentar. Sehingga butuh dipikirkan kembali masa kerja KPU yang di pendekkan, atau bahkan menjadikan KPU hanya sebagai adhoc yang dibentuk ketika mendekati pelaksanaan pemilu. 6. Ini resiko yang paling sering diperdebatkan oleh berbagai pihak, yakni ketidak jelasan mengenai presidential threshold dan pelaksanaan pemilu serentak yang mekanismenya belum jelas akan membuat banyaknya partai peserta pemilu baik besar maupun kecil tidak menjadikan hasil perolehan suara sebagai patokan untuk menentukan gabungan partai untuk mengajukan calon presiden- wakil presiden. Semakin banyak partai yang dibentuk oleh tokoh yang berambisi untuk menjadi presiden. Indonesia akan terjebak dalam kerumitan sistem multipartai yang dipilih. 9 Semua partai kecil dengan berapapun perolehan suara akan mencalokan presiden, akan banyak capres 8 Agus Riewanto, Implikasi Hukum Putusan MK tentang Pemilu Serentak, Media Indonesia 29 Januari Putusan MK Bingungkan Pemilih, Media Indonesia 25 Januari 2012, 5

5 bermunculan. Rakyat akan semakin bingung memilih. Kenyataan ini tidak akan membuat demokrasi membaik di Indonesia, karena pemilu serentak akan membuat pelaksanaannya dipenuhi ketegangan dan keramaian, menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf 10. Membayangkan kegaduhan politik yang akan muncul pada tahun 2019 jika regulasi baru untuk mengatur pemilu serentak sera persayaratan calon presiden tidak dibuat dengan serius, karena jika tidak, kita hanya (seakan) menjalani pemilu sebagai salah satu prosedur dalam sistem demokrasi. Perlahan memudar dan menghilaing substansi dan nilai- nilai yang terkandung dan menjadi ruh- jiwa demokrasi. Hakim Konstitusi- Hamdan Zoelva memantapkan tafsir putusan uji materi MK terkait pedebatan ambang batas (presidential threshold), Pemilu serentak pada 2019 belum tentu menghilangkan Presidential threshold tetapi sistem itu juga dapat dihilangkan bila presiden dan DPR sebagai lembaga politik representasi kedaulatan rakyat menghendaki 11 kepastian ketika sistem presidential dan mekanisme ambang batasnya (presidential threshold) diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai representasi Rakyat untuk mengaturnya. Pengertian Presidential Threshold Banyak tafsir presidential threshold yang muncul usai keputusan MK, makna presidential threshold sendiri tertera dalam Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008, yakni Pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik peserta pemilu yang memenuhi perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelum pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden. Presidential Threshold Indonesia ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 % suara sah hasil pemilihan nasional (popular vote), merupakan langkah untuk memperbaiki proses demokrasi Indonesia menuju sistem Presidential yang kuat dan menghasilkan presiden yang berkualitas. Ketentuan ini dikukuhkan kembali pada 10 Putusan MK Bingungkan Pemilih. Media Indonesia, 25 Januari 2012, 5 11 Syarat Capres 2019 Mesti Tetap Ketat.Media Indonesia, 25 Januari 2014.

6 tahun 2009 ketika Mahkamah Kostitusi menolak permohonan untuk menguji pasal UU 42/2008 diuji dengan pasal 6A ayat (2) Undang Undang Dasar Sebelumnya ketentuan presidential threshold mengalami revisi Undang- Undang yakni Pasal 5 ayat (4) Undang- Undang No. 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% ( lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasionaldalam pemilu anggota DPR 13, perubahan pada Undang- Undang Pemilihan Umum 42/2008 menaikkan ambang batas dari 15% kursi DPR menjadi 20% dan atau 20 % jumlah perolehan suara sah nasional menjadi 25%. Ketentuan ambang batas ini banyak dikritik oleh beberapa pihak salah satunya partaipartai kecil yang perolehan suaranya tidak mencukupi sampai ambang batas ketentuan presidential threshold menganggap mekanisme ini bertentangan dengan hak konstitusional warga negara. Sebenarnya ada opsi bagi partai yang suaranya kurang mencukupi untuk bekerjasama, bergabung dengan partai politik lain dengan menyatukan ideology dan cita- cita kebangsaan yang diusung. Gugatan mengenai Presidential Threshold adalah mengenai persentase yang harus dipenuhi partai atau gabungan partai untuk dapat mengajukan calon presiden, dengan perhitungan persentase 20 % jumlah suara dan 25 % kursi yang diperoleh oleh partai di DPR dalam pemilu nasional, beberapa pihak menuntut untuk mengurangi jumlah tersebut dan atau menghapuskan pasal terkait presidential threshold. Hakim Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD menolak keseluruhan permohonan uji materi UU Pilpres pada tahun 2008 dengan alasan pasal (9) telah memberikan ruang hak yang sama memilih dan dipilih, ia meyakinkan agar jangan kita terjebak pada demokrasi yang kelewat batas. Jika pada uji materi tahun 2009 UU 42/2008 secara jelas presidential threshold dikukuhkan, putusan uji materi tahun yang dibacakan 2014 membawa bangsa Indonesia pada 12 MK Kukuhkan "Presidential Threshold". Kompas, 18 Februari Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

7 kegamangan makna presidential threshold, gugatan akan pasal mengenai ini memang tidak dikabulkan, pun tidak ada penjelasan keputusan. tafsir berkembang, apakah keputusan bermakna ambang batas pencapresan dihapuskan secara otomatis dengan pelaksanaan pemilu serentak atau ambang batas pencapresan tetap, namun tak ada aturan yang jelas dari MK, karena Mahkamah Konstitusi memberikan catatan penting untuk menyerahkan regulasi mengenai pelaksanaan pemilu serentak serta presidential threshold kepada Dewan Perwakilan Rakyat serta Pemerintah. Polemik Presidential Threshold Berbagai polemik dan pendapat muncul usai keputusan MK, sepeti celah inkonstitusionalitas pelaksanaan Pemilu 2014, berikut beberapa polemic mengenai mekanisme presidential threshold dimulai dengan pihak yang tidak setuju tentang aturan presidential threshold dengan beberapa argumen yakni : Tuntutan Yusril Ihza Mahendra diajukan meski tuntutan uji materi serupa yang diajukan Efendi Ghazali telah diputuskan, Yusril lebih fokus pada mekanisme ambang batas atau presidential threshold Aturan presidential threshold tercantum dalam UU 42/ 2008 pasal 9 ayat (1) dan (2) 14 terkait pencalonan presiden yang ia anggap bertentangan dengan UUD 1945 karena diskriminatif yakni menghambat seseorang untuk dapat menjadi Presiden maupun Wakil Presiden. Namun hakim konstitusi telah memutuskan bahwa pasal 9 Undang Undang Nomor 42/ 2008 tetap ada dalam arti mekanisme presidential threshold yang tercantum dalam pasal tersebut telah mengakomodir hak politik warga negara untuk memilih maupun dipilih, serta tuntutan Yusril menurut Mahfudz MD secara substansi nebis in idem dengan uji materi yang telah di putuskan 15 Pakar Hukum Refly Harun menyatakan sikap kontra terhadap aturan presidential threshold yang dianggapnya tidak lain adalah permainan partai besar untuk menjaga kekuasannya, ia pun berpendapat "Mereka yang menyatakan bahwa pemilu tahun ini tidak sah kan sebenarnya menyasar PT. Kalau mau menyudahi turbulensi politik ini, maka jawabannya adalah dengan menghilangkan PT. Saya yakin, kelompok Yusril, PPP, Gerindra tidak akan 14 Pemilu Serentak bakal Amburadul. Media Indonesia, 22 Januari 2014, 3 15 Emir Chairullah, Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak.Media Indonesia, 24 Januari 2014, 4

8 protes lagi meski pemilu dilakukan terpisah selama PT dihilangkan," 16 namun meski Refly berpendapat demikian, kepastian politik akan stabil tak bisa diwujudkan karna kegamangan presidential threshold yang belum diputuskan ketentuannya oleh DPR. Undang- Undang pelaksanaan Pemilihan Umum dibuat terpisah dengan Undang- Undang Pemilihan Presiden. 17 meskipun keterkaitan antar keduanya sangat dekat, ketika uji materi UU PIlpres 42/2008 ini dikabukan sebagaian, maka mekanisme sistem pemilihan umum yang dirubah secara serentak harus dimaktubkan ulang dalam revisi Undang- Undang Pemilihan Umum. Begitu juga dengan regulasi baru mengenai ambang batas pencalonan presidential threshold, keduanya menjadi tugas prioritas anggota DPR untuk dapat memutuskan regulasi yang memperhatikan kepentingan rakyat bukan lagi tarik menarik kepentingan partai maupun golongan. Sedangkan argument dari pihak yang menyetujui aturan presidential threshold ini tetap penting karena bukan sekedar memberikan peluang bagi partai kecil dengan menghapuskannya maupun dengan tetap dan atau menaikkan presidential threshold agar partai besar maupun gabungan partai dapat kokoh menetapkan calon presiden unggulannya. Presidential threshold menjadi regulasi penting untuk menciptakan sistem presidensial yang stabil. yang memberikan ruang kecil bagi gejolak politik untuk muncul bahkan membesar. Karena semakin banyak petarung yang berkompetisi perebutan kekuasaan mencapai RI 1 semakin banyak gejolak yang timbul dalam konstelasi politik nasional. Membayangkan Indonesia tanpa presidential threshold, adalah menggambarkan posisi parlemen cenderung dominan sehingga memperlemah sistem presidensial karena memiliki sedikit atau bahkan tidak ada wakil dari partainya yang duduk sebagai legislator, ketika ini terjadi dukungan politik akan sulit diraih, negara inefektivitas dan instabilitas pemerintahan akan 16 "Soal 'Presidential Threshold', Coba Mega, SBY, dan Ical Bertemu", Kompas 25 Januari mu. Pengamat: "Presidential Threshold" Konspirasi Jahat Partai Besar. Kompas, 25 Janurai ar 17 Sjahrir, Transisi Menuju Indonesia Baru,(Jakarta: Yayasan Obor,2004) 197

9 terjadi. 18 karena perolehan 20 % kursi DPR atau 25% perolehan suara nasional menunjukkan kekuatan yang dimiliki partai karena dukungan rakyat yang menjadi legitimasi. Kelemahan eksekutif terhadap tekanan legislatif sangat berpotensi memunculkan dualisme politik yang akan melemahkan peran eksekutif. sementara kita memahami bahwa sistem presidensial adalah sistem yang menitik beraykan peran eksekutif. 19 Syahrir dalam beropini Dualisme Politik bermakna disatu pihak kita memiliki konstitusi dan sistem politik yang mengutamakan pemerintahan dengan stelsel presidensial (executive heavy), pun dipihak lain undang- undang pemilihan umum yang menciptakan parlemen yang praktis berada dalam roda demokrasi parlementer 20, ini memunculkan biasnya sistem ketatanegaraan, yang tercipta bukan check and balances melainkan kejomplangan atas dominasi salah satu lembaga dalam sistem negara. Presidensial threshold tetap tinggi akan memaksa partai atau gabungan partai memperkukuh sistem presidential dan tidak obral calon presiden. Koalisi menjadi ramping dan tidak gemuk seperti saat ini yang menggangu kebijakan pemerintah 21 Opsi Solusi Polemik Presidential Threshold Memahami kelemahan dan kelebihan jika presidential threshold tetap maupun berkurang, DPR harus menciptakan Undang- Undang Pemilu baru yang dihasilkan dengan tetap mengakomodir poin presidential threshold yang tinggi agar kualitas sistem pemerintahan tidak beresiko menjadi lemah. Presidential Threshold bisa meningkatkan kualitas capres dan menstabilkan kualitas politik., karena calon Presiden dan Wakil Presiden yang maju harus mendapatkan dukungan dari rakyat, dan kualitas tokoh lah yang membuat rakyat mantap memilih siapa pemimpin yang akan dipilihnya. Namun jika Presidential dihapus akan berimplikasi pada dualism kepemimpinan di eksekutif dan legislatif, agar eksekusi kebijakan lebih mudah. 22 Tarik menarik kepentingan akan curam terlihat pihak legislatif akan memimpin dalam kepemimpinan nya dalam tataran legislasi, sedangkan eksekutif akan kesulitan mengeksekusi kebijakan- kebijakan strategis yang diambil 18 Tanpa PT, Presiden Rawan Didikte Parlemen.Media Indonesia, 25 Januari 2014, 6 19 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas, 2008) Sjahrir, Transisi Menuju Indonesia Baru,(Jakarta: Yayasan Obor,2004), 9 21 Syarat Capres 2019 Mesti Tetap Ketat, Media Indonesia 25 Januari Tanpa PT, Presiden Rawan Didikte Parlemen.Media Indonesia, 25 Januari 2014, 6

10 karena legislatif yang terlampau kuat. Sehingga hubungan antar pejabat negara ini tidak lagi check and balances namun dominatif. Meskipun ada beberapa kelompok yang menganggap bahwa keputusan MK itu secara otomatis telah hilang, namun hakim konstitusi menyerahkan sepenuhnya pada DPR. Solusi atas polemik ini awalnya ada ditangan DPR yang akan meregulasikan ulang ketentuan ini dengan lebih jelas. Sedangkan polemik permasalahan Presidential Threshold opsi penyelesainnya bukan lagi tentang dihapuskan atau tetapnya mekanisme ini, namun lebih kepada angka ideal persentase presidential threshold yang tidak mengorbankan suara rakyat pada pemilihan umum jatuh pada tarik menarik kepentingan politis yang memuaskan kepentingan pihak yang berambisi untuk berkuasa. Kualitas Pemimpin nomor satu negeri ini tidak boleh direduksi karena angka mekanisme presidential threshold yang menurun, karena kualitas berbanding lurus dengan persepsi kepercayaan rakyat atas seorang tokoh, pemilu berdasar pada suara rakyat sebagai inti dari demokrasi. Sebenarnya opsi lain sebagai solusi bagi partai kecil yang suaranya tidak mencukupi untuk mengajukan Capres Cawapres secara mandiri, dapat bekerjasama dengan partai lain yang memiliki visi misi dan ideologi kebangsaan yang sejalan. Jumlah perolehan suara dari gabungan partai politik akan mencukupi ambang batas pencalonan, meskipun didalamnya kental sekali politik transaksional dalam artian deal- deal keuntungan yang akan didapat ketika bergabung dengan partai lain seperti jatah kursi Menteri dan posisi strategis lainnnya. Landasan legal formal bagi partai untuk berkoalisi 23 ketika perolehan suaranya tidak mencukupi ambang batas adalah Undang Undang Dasar Pasal 6 ayat (2) pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. 24 Kesimpulan Perubahan UU 42/2008 bermakna proses pencarian bentuk sistem pemilihan presiden yang terbaik. Karena Sistem presidensial yang kuat dan stabil dibutuhkan untuk menjalankan 23 beberapa pihak menolak untuk menggunakan istilah koalisi dan lebih memilih istilah kerjasama, dengan alasan dalam sistem presidensial yang dianut tidak ada mekanisme koalisi ataupun oposisi. 24 Undang Undang Dasar

11 Indonesia dengan kompleksitas keragaman yang ada. Sistem presidensial memberikan jaminan kestabilan 25, sistem presidensial dengan konotasi baru yang baik. Konsolidasi politik untuk menentukan ketentuan presidential threshold dalam UU Pemilu oleh DPR menjadi kunci terciptanya aturan- aturan yang menjaga kualitas pemerintahan baik Mekanisme presidential threshold juga merupakan sistem seleksi kualitas paling awal yang harus dilalui oleh calon presiden dan wakil presiden. Suara partai dan atau gabungan partai mencerminkan dukungan rakyat yang menitipkan harapan pada partai untuk mengartikulasikan kepentingan rakyat. Meskipun pada pemilihan presiden dan wakil presiden perolehan suara akan berubah karena yang dilihat bukan lagi partai politik melainkan tokoh yang diusung sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden. Aturan presidential threshold penting untuk dapat menciptakan Pemimpin yang memiliki integritas dan berkualitas yang mampu mewujudkan cita- cita bangsa yakni menyejahterakan rakyat Indonesia. Sehingga pemimpin yang dibutuhkan bukan yang memiliki ambisi kekuasaan namun pemimpin yang memiliki visi, kecakapan intelektual, kelembutan hati serta ketegasan kepemimpinan. Meminjam ungkapan Denny Indrayana, jangan sampai sistem ketatanegaraan kita tidak jelas neither meat nor fish Sjahrir, Transisi Menuju Indonesia Baru,(Jakarta: Yayasan Obor,2004)34 26 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas, 2008) 192

12 DAFTAR PUSTAKA BUKU Indrayana, Denny. Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran. Jakarta : Mizan Indrayana, Denny. Negara Antara Ada dan Tiada, Reformasi Hukum Ketatanegaraan. Jakarta: Kompas, Sjahrir. Transisi Menuju Indonesia Baru. Jakarta: Yayasan Obor, DOKUMEN RESMI Putusan MK Nomor : 14/PUU-X/2013 Pengujian Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Jan2014.pdf Undang Undang Dasar Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. KORAN Menyeleksi Pemimpin. Media Indonesia, 22 Januari 2014, 1 Pemilu Serentak bakal Amburadul. Media Indonesia, 22 Januari 2014, 3 Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak. Media Indonesia, 24 Januari 2014, 1 Chairullah, Emir. Pemilu Serentak 2019 Putusan Bijak. Media Indonesia, 24 Januari 2014, 1,4 Biaya Banyak Terpangkas Lewat Sekali Pemilu. Media Indonesia. 25 Januari 2014, 5 Putusan MK Bingungkan Pemilih. Media Indonesia, 25 Januari 2012, 5

13 Syarat Capres 2019 Mesti Tetap Ketat. Media Indonesia, 25 Januari Tanpa PT, Presiden Rawan Didikte Parlemen. Media Indonesia,25 Januari 2014, 6 Riewanto, Agus. Implikasi Hukum Putusan MK tentang Pemilu Serentak. Media Indonesia 29 Januari SUMBER ELEKTRONIK MK Kukuhkan "Presidential Threshold". Kompas, 18 Februari Setgab: Presidential Threshold Tak Perlu Diubah Kompas, 5 Desember Gugatan UU Pilpres Dikabulkan, Pemilu Serentak 2019, Kompas, 23 Januari erentak.2019 MK: Pemilu Serentak Efisien, Pemilih Jadi Cerdas. Kompas, 23 Januari Cerdas Mahfud MD: Ini Alasan MK Baru Bacakan Putusan UU Pilpres. Kompas 23 Januari n.putusan.uu.pilpres Pengamat: "Presidential Threshold" Konspirasi Jahat Partai Besar. Kompas, 25 Januari asi.jahat.partai.besar "Soal 'Presidential Threshold', Coba Mega, SBY, dan Ical Bertemu". Kompas, 25 Januari BY.dan.Ical.Bertemu.

14 BIODATA PENULIS Nama : Nela Nayilah Authar Tempat & Tanggal Lahir : Cirebon, 17 Desember 1989 NIM : Program Studi : Hubungan Internasional Jenjang : S1 Nama : Tamtowi Jauhari Kasman Tempat & Tanggal Lahir : Makassar, 07 Februari 1992 NIM : Program Studi : Hubungan Internasional Jenjang : S1

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

Jurnal RechtsVinding BPHN

Jurnal RechtsVinding BPHN PEMILU SERENTAK (PEMILU LEGISLATIF DENGAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN) DAN PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL (The Simultaneous of election (Legislative Election, President and Vice President s election)

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut. BATAS PENCALONAN PRESIDEN DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 2 Oktober 2017, Disetujui: 24 Oktober 2017 RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Yuda Kusumaningsih (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa peralihan Indonesia menuju suatu cita demokrasi merupakan salah satu proses yang menjadi tahapan penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. H. Patrice Rio Capella, S.H., Pemohon I; 2. Ahmad Rofiq, S.T., Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen I. PARA PEMOHON 1. M. Fadjroel Rachman, Pemohon I 2. Saut Mangatas Sinaga, Pemohon II

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017 Mekanisme pencalonan bagi calon perseorangan dalam Pemilihan

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), diwakili oleh Titi Anggraini

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua I. PARA PEMOHON Ahmad Yani, S.H., M.H. Drs. H. Zainut Tauhid Sa adi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB V KESIMPULA DA SARA 152 BAB V KESIMPULA DA SARA 5.1 Kesimpulan Bertitik tolak dari uraian dalam bab III dan IV yang merupakan analisa terhadap beberapa putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian UU No. 10 tahun 2008 dan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP dan Gubernur Papua I. PEMOHON DAN TERMOHON I.1 Pemohon Husni

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 Rencana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1 FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold I. PEMOHON Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) dalam hal ini diwakili oleh Ahmad Ridha Sabana sebagai Ketua Umum

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA F PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan

Lebih terperinci

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019 TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019 Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya Email: fil.ansori@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan adanya pemilihan umum, adanya rotasi atau

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2), menyatakan

Lebih terperinci

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 92/PUU-XIV/2016 DI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KPU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 18 Juli 2017, Disetujui: 26 Juli 2017 Pasal yang diuji dan dibatalkan dalam perkara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP I. PEMOHON DAN TERMOHON I.1 Pemohon Husni Kamil Manik, S.P., selaku Ketua

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online ANALISA MENGENAI JALUR HAKIM NONKARIR DALAM PERKARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG MAHKAMAH AGUNG Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 20 Juli 2016; disetujui: 19 September 2016 Keberadaan Hakim Agung dari

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 22/PUU-XIII/2015 Pertimbangan DPR Dalam Rangka Pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI Berkaitan Dengan Hak Prerogatif Presiden I. PEMOHON 1. Prof. Denny Indrayana,

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 Mengenai Hak Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada Dan Implikasinya Bagi Pengisian Jabatan Jabatan Publik Lainnya Oleh : Achmadudin Rajab

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Paket UU Pemilu dan Pemilukada PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

12 Media Bina Ilmiah ISSN No 12 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu

negara tersebut telah menjalankan sistem demokrasi. Pemilihan umum yang disingkat pemilu SISTEM PEMILU INDONESIA BERBASIS DEMOKRASI PANCASILA MENUJU PEMILU SERENTAK TAHUN 2019 Oleh: Ade Parlaungan Nasution Dosen Tetap Universitas Riau Kepulauan Batam A. PENDAHULUAN Pelaksanaan pemilihan umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 13/PHPU.D-X/2012 Tentang Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Kolaka Utara Terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENGANDUNG KARAKTER PERUMUSAN NORMA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEKUASAAN PEMBENTUK UNDANG-UNDANG

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENGANDUNG KARAKTER PERUMUSAN NORMA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEKUASAAN PEMBENTUK UNDANG-UNDANG BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENGANDUNG KARAKTER PERUMUSAN NORMA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEKUASAAN PEMBENTUK UNDANG-UNDANG 3.1. Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Bentuk Rumusan Norma Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);

Lebih terperinci