PERSETUJUAN ARTIKEL/JURNAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSETUJUAN ARTIKEL/JURNAL"

Transkripsi

1 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PERSETUJUAN ARTIKEL/JURNAL Nama : Tri Andika Syam Nomor Buku Pokok : Program Kekhususan : Hukum Pidana Judul Skripsi : Pelaksanaan Kewenangan Penyidik Dalam Melakukan Pengambilan Sidik Jari Di Polresta Padang Telah dikonsultasikan dan disetujui oleh pembimbing untuk upload ke website.

2 PELAKSANAAN KEWENANGAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DI POLRESTA PADANG Tri Andika Syam 1, Uning Pratimaratri 1, Yetisma Saini 2 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta dika_suka2316@yahoo.com Abstract Investigation is an activity in order to find and make light of a crime that occurred and to find the culprit. First investigation activities conducted by investigators in unraveling a crime are found evidence at the crime scene. One of the important evidence that the investigator was sought fingerprints. This fingerprint is good evidence and effective, which can be used by investigators to prove in court. The problems are 1) How is the implementation of the authority of the investigators in conducting fingerprinting in Padang Police?, 2) What are the obstacles encountered by investigators in taking fingerprints for criminal investigation in Champaign Police?. This study uses a socio-legal approach. Data used include primary data and secondary data. Data collected circuitry interview techniques and study documents. Data were analyzed qualitatively. The results as follows, 1) The authority of the investigators in conducting fingerprinting in Padang Police have not run optimally. This is due to the activities taking fingerprints is still done manually with simple equipment. 2) Obstacles encountered investigator is frequently the case where the scene is changed or even damaged due to lack of public knowledge about the importance of the integrity of the crime scene that is hindering the completion of the case. Keywords: Fingerprint, investigator, investigation, evidence. Pendahuluan menemukan dan menentukan siapa Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat peraturan-peraturan untuk melaksanakan hukum pidana, karena hukum acara pidana mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala kepentingan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan. Tindakan penyidikan dimaksudkan untuk mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang dan jelas, serta agar dapat pelakunya. Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah: 1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik, 2. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik, 3. Pemeriksaan di tempat kejadian, 4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa, 5. Penahanan sementara, 6. Penggeledahan, 7. Pemeriksaan atau interogasi,

3 8. Berita Acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat), 9. Penyitaan, 10. Penyampingan perkara, 11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan. (Andi Hamzah, 1986: 118). Dari keterangan yang telah diuraikan Andi Hamzah tersebut di atas, bahwa tugas penyidik adalah dalam rangka persiapan ke arah pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Para penyidik mempersiapkan alat-alat bukti yang sah, sehingga dapat dipergunakan untuk membuat suatu perkara menjadi jelas/terang dan juga mengungkap siapa pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana. Aparat hukum yang berwewenang melakukan penyidikan berdasarkan Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP adalah Polri dan PPNS. Selain itu ada juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang pada dasarnya mempunyai wewenang untuk menyidik yang bersumber pada ketentuan undang-undang pidana khusus yang ditetapkan dalam salah satu pasalnya. Kegiatan penyidikan merupakan kegiatan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi terang/jelas dan dalam usaha untuk menemukan pelaku tindak kejahatan. Kegiatan penyidikan yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap suatu kejahatan adalah menemukan barang bukti maupun bekas-bekas kejahatan yang tertinggal pada tempat kejadian perkara (TKP) atau bagian-bagian terjadinya kejahatan. Salah satu barang bukti penting yang dicari penyidik adalah sidik jari. Penyidik dalam penyidikan mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari dan memotret seseorang (Pasal 7 ayat (1) butir f KUHAP). Sidik jari mempunyai hubungan yang erat dengan pemotretan, dalam hal ini pemotretan terhadap sidik jari, dan kegiatan pemotretan mempunyai peran penting dalam kegiatan pengambilan sidik jari yaitu mengambil gambar sidik jari untuk kemudian dicocokkan untuk mencari keidentikan. Barang bukti yang sah, yang dapat ditemukan penyidik pada tempat kejadian perkara salah satunya adalah sidik jari. Sidik jari ini merupakan barang bukti yang baik dan efektif, yang dapat dipergunakan oleh penyidik untuk pembuktian di pengadilan. Dengan identifikasi sidik jari yang dilakukan oleh penyidik dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pembuktian di persidangan. Dengan begitu terlihat jelas bahwa sidik jari merupakan barang bukti yang praktis dan akurat. Sidik jari dapat dikatakan sebagai alat bukti yang utama dalam mencari dan mengenali penjahat: Sidik jari tiap orang tidak sama, 1. Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup, 2

4 2. Sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis. (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, 1993: 7) Identifikasi sangat penting karena dapat menemukan pelaku tindak kejahatan. Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah satu cara: Tandatanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit, rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, 1. Foto atau potret si pelaku, 2. Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), 3. Modus operandi atau cara kerja si pelaku. (Andi Hamzah, 1986: 13) Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis akan membahas tentang: 1. Pelaksanaan kewenangan penyidik dalam melakukan pengambilan sidik jari di Polresta Padang? 2. Hambatan-hambatan yang ditemui oleh penyidik dalam pengambilan sidik jari untuk penyidikan perkara pidana di Polresta Padang? Metodologi Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Sosiologis yaitu berdasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku dikaitkan dengan apa yang terjadi dipelaksanaannya, sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan bahan hukum. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990: 15-16) 1. Sumber data a. Data Primer Data primer yaitu data yang didapat langsung di lapangan dengan melakukan wawancara dengan AKP. Saridin Kanit, anggota polisi Polresta Padang. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen yang terdapat di Polresta Padang yang berupa data permintaan sidik jari beserta BAP. 2. Teknik Pengumpulan data a. Wawancara yaitu dilakukan dengan wawancara dengan anggota Polresta Padang. Bentuk wawancara berupa wawancara semi terstruktur, yaitu peneliti membuat rancangan daftar pertanyaan terlebih dahulu. 3

5 b. Studi dokumen adalah studi yang mempelajari dokumen yang terdapat di kantor Polresta Padang, berupa perkara yang memerlukan identifikasi dengan sidik jari. 3. Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang diambil dari dokumen, buku laporan dan buku catatan lainnya yang berhubungan dengan materi yang ditulis. Dalam bidang reserse kriminil, penyidikan itu biasa dibedakan sebagai berikut: a. Penyidikan dalam arti kata luas, yaitu meliputi penyidikan, pengusutan dan pemeriksaan, yang sekaligus rangkaian dari tindakan-tindakan dari terusmenerus, tidak ada pangkal permulaan dan penyelesaiannya, b. Penyidikan dalam arti kata sempit, yaitu semua tindakantindakan yang merupakan suatu bentuk represif dari reserse kriminil Polri yang merupakan permulaan dari pemeriksaan perkara pidana. Dalam proses penyidikan, yang berhak melakukan penyidikan adalah Pejabat Penyidik. Seorang penyidik melakukan penyidikan adalah dalam usaha menemukan alat bukti dan barang bukti, guna kepentingan penyidikan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi jelas/terang dan untuk mengungkap atau menemukan tersangka kejahatan. Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu: a. Penyidik adalah: 1) Pejabat Polisi Negara Indonesia; 2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. b. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dalam Pasal 6 KUHAP tersebut di atas telah ditentukan mengenai instansi atau kepangkatan seorang pejabat penyidik adalah: 1. Pejabat Penyidik Polisi Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Mengenai kedudukan dan kepangkatan pejabat penyidik kepolisian 4

6 akan diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 27 Tahun Memperhatikan kepangkatan yang diatur dalam Bab II PP No. 27 Tahun 1983 tersebut, syarat kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut: 2. Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai berikut: (a) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi; (b) Berpangkat Bripda di bawah Aipda apabila dalam sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Aipda; (c) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI. 3.Pejabat Penyidik Pembantu (a) Sekurang-kurangnya berpangkat Bripda; (b) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/A); (c) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. (Harun M. Husein, 1991: 87-89) Khusus mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil di lingkungan kepolisian untuk menjadi pejabat penyidik pembantu harus mempunyai keahlian dan kekhususan di bidang tertentu. Syarat kepangkatan pejabat penyidik pembantu harus lebih rendah dari pangkat pejabat penyidik penuh. Dalam hal ini perlulah kiranya diutarakan di sini, bahwa Surat keputusan Menteri Hankam/Pangab tanggal 13 Juli 1979 telah menentukan antara lain, bahwa penyidik pembantu yang dijabat oleh pejabat kepolisian Negara harus berpangkat Sersan Dua s/d Sersan Mayor dan kepolisian khusus yang atas usul komandan atau kepala Jawatan/Instansi sipil Pemerintah diangkat oleh Kapolri. Penyidik pembantu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah Bintara Polisi; (b) Mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan penyidikan (c) Mempunyai kecakapan dan kemampuan baik psikis maupun fisik untuk melakukan tugas penyidikan; (d) Berkelakuan baik atau tidak tercela. (R. Soesilo, 1980: 19) b. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi hanya terbatas hanya sepanjang menyangkut tindak pidana yang 5

7 diatur dalam undang-undang khusus tersebut. (M. Yahya Harahap, 2002: 113) Hasil dan Pembahasan 1). Pelaksanaan Kewenangan Penyidik dalam Melakukan Pengambilan Sidik Jari di Polresta Padang Semua pelaksanaan pengambilan sidik jari berdasarkan pada tahapan-tahapan yang ada pada buku petunjuk teknis di bidang identifikasi. Pelaksanaan pengambilan sidik jari sangat erat hubungannya dengan fotografi (pemotretan) dan di Polresta Padang sendiri, Unit Identifikasi terdiri dari daktiloskopi (sidik jari) dan fotografi (pemotretan). Kegiatan penyidikan, Polresta Padang juga berkoordinasi dengan Polres-Polres lainnya. Terlebih lagi dalam kegiatan identifikasi, apakah di Polres yang dimaksud pernah mengambil data mengenai sidik jari orang tertentu yang dicurigai telah melakukan kejahatan, untuk kemudian dilakukan perbandingan dengan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara yang masih berada di wilayah Polresta Padang. Kegiatan pengambilan sidik jari harus didasarkan pada suatu teknik, yaitu teknik daktiloskopi (pengamatan sidik jari). Di Polresta Padang, pelaksanaan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi mengacu pada Petunjuk Teknis Polri di Bidang Identifikasi, yang kesemuanya ada sembilan, yaitu : a. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/01/III/2000 Tentang Pencarian Sidik Jari Laten di Tempat Kejadian Perkara; b. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/02/III/2000 Tentang Pengembangan Sidik Jari Laten dengan Serbuk serta Pemindahannya / Pengangkatannya (Lifting); c. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/03/III/2000 Tentang Pengembangan Sidik Jari Laten Secara Kimia; d. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/04/III/2000 Tentang Pengembangan Sidik Jari Laten pada Kulit Manusia; e. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/05/III/2000 Tentang Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari; f. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/06/III//2000 Tentang Pengambilan Sidik Jari yang Baik; g. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/07/III/2000 Tentang Penyimpanan Kertu Sidik Jari dan Kartu-Kartu Pembantunya Secara Manual Penuh; h. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/08/III/2000 Tentang Perumusan Sidik Jari; i. Petunjuk Teknis No. Pol.: Juknis/09/III/2000 Tentang Pengambilan Sidik Jari Telapak Bayi. 6

8 Dalam melakukan kegiatan penyidikan terhadap suatu kasus, para penyidik terkadang dihadapkan pada suatu kasus yang sulit dan rumit. Maka dengan itu, para penyidik dituntut untuk mempunyai keahlian khusus dan ketrampilan. Selain itu juga diperlukan pengalaman dengan cara belajar dari seniornya di lapangan. 2. Hambatan-hambatan Yang Ditemui Oleh Penyidik dalam Pengambilan Sidik Jari Untuk Penyidikan Perkara Pidana di Polresta Padang Dalam melakukan penyidikan pastilah tidak selalu berjalan lancar dan kadang menemui berbagai hambatan. Menurut bapak Sadikin AKP kanit Identifikasi Polresta Padang hambatanhambatan inilah yang membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap suatu kasus atau membuat jelas suatu perkara pidana. Hambatan-hambatan itu bisa datang dari dalam (intern) maupun dari luar (ekstern): a. Hambatan Intern, yaitu hambatan yang dihadapi oleh penyidik dari dalam Lembaga Kepolisian itu sendiri, sedangkan b. Hambatan Ekstern, merupakan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh penyidik dari luar Lembaga Kepolisian. Penyidik di Polresta Padang, dalam melakukan kegiatan penyidikan suatu kasus juga menghadapi hambatan-hambatan seperti diatas : Hambatan Intern: a. Terbatasnya peralatan yang dimiliki oleh petugas identifikasi sehingga pelaksanaan pengambilan sidik jari masih menggunakan peralatan manual dan tentunya kegiatan pengambilan sidik jari hanya terbatas pada yang bisa dilakukan dengan peralatan manual tersebut; b. Peralatan-peralatan yang digunakan belum memadai (di Polresta Padang, pengambilan sidik jari secara kimia dan sinar laser belum ada); c. Barang-barang atau bahan-bahan habis pakai tidak disuplai dari pusat sehingga hanya menggunakan sisa-sisa alat yang ada. Hambatan Ekstern: a. Wilayah Kota Padang yang semakin berkembang menyebakan naiknya tingkat kriminalitas sehingga hal ini menyebabkan penyidik sering datang terlambat di tempat kejadian perkara, karena kewalahan dalam mengamankan tempat kejadian perkara. b. Kurangnya pengetahuan dari masyarakat atau bahkan dari petugas kepolisian itu sendiri akan pentingnya tempat kejadian perkara (TKP), sehingga sering didapati TKP sudah berubah atau rusak pada saat petugas identifikasi datang, petugas akan kesulitan dalam melakukan olah TKP. Sepanjang tahun 2012, untuk bulan Januari s/d Oktober, tempat kejadian perkara 7

9 yang berubah atau bahkan rusak dari 23 kasus yang terjadi di Polresta Padang prosentasenya mencapai angka lebih dari 80%. Tingginya prosentase tersebut manandakan bahwa masyarakat kurang memiliki pengetahuan tentang pentingnya keutuhan TKP sehingga menghambat penyelesaian kasus. Simpulan 1. Pelaksanaan kewenangan penyidik dalam melakukan pengambilan sidik jari di Polresta Padang belum berjalan secara optimal. Hal ini disebabkan di Polresta Padang sendiri, kegiatan pengambilan sidik jari masih dilakukan secara manual dengan peralatan yang terbatas dan sederhana. Pengambilan sidik jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi yang tergabung dalam Satuan Reserse dan Kriminal Polresta Padang. Petugas identifikasi tersebut dalam melakukan kegiatan pengambilan sidik jari berdasarkan pada tahapan-tahapan berikut: a) Tahap pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP), a) Tahap pengumpulan barang-barang bukti, b) Tahap pemilahan terhadap benda dimana bekas jari menempel, c) Tahap pengembangan dan pengangkatan sidik jari laten, d) Tahap pengambilan sidik jari laten di TKP, e) Tahap pemrosesan terhadap sidik jari laten yang ditemukan di TKP, f) Tahap pemeriksaan perbandingan sidik jari laten, g) Tahap perumusan sidik jari, h) Tahap penyimpanan kartu sidik jari dan kartu pembantunya, Kesembilan tahapan tersebut di atas mengacu pada Petunjuk Teknis Polri di Bidang Identifikasi No. Pol. : Sprint/17/III/2000/Pusident dan pelaksanaan tahapan tersebut harus dilakukan secara urut, tersistematis dan hati-hati. Setiap kegiatan pengambilan sidik jari laten di TKP maupun pemotretan harus dibuatkan berita acara oleh petugas identfikasi. Hal itu harus dilakukan guna kepentingan penyidikan. Apabila kegiatan tersebut menjadi satu dengan pengolahan TKP, maka hasil kegiatan tersebut harus dituangkan dalam Berita Acara Pengambilan Sidik Jari. 2. Hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam pengambilan sidik jari untuk penyidikan perkara pidana di Polresta Padang diantaranya sering terjadi kasus dimana tempat kejadian perkara yang berubah atau bahkan rusak dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya keutuhan TKP sehingga menghambat penyelesaian kasus. 8

10 Daftar Pustaka Andi Hamzah Pengusutan Perkara Kriminil Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika. Departemen Pertahanan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Buku Petunjuk Teknis Polri di Bidang Identifikasi. Jakarta. Bambang Poernomo Orientasi Hukum Acara Pidana, Edisi Revisi. Yogyakarta: Amarta Buku. Bruce A. Chadewick, Howard M. Bahr, Stan L. Albrecht Social Science Research Methods, Terjemahan Sulistia et al. Harun M. Husein Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Hilman Hadikusuma Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju. Intan Sukmonowati Skripsi: Teknik Daktiloskopi dalam Penyidikan (Studi Kriminalisik di Polres Banjarnegara). Purwokerto. Koentjaraningrat Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. M. Karjadi Tindakan dan Penyidikan Pertama di Tempat kejadian Perkara. Bogor : Politeia. M. Yahaya Harahap Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. R. Soesilo Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil. Bogor: Politea. Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta: Balai Pustaka. Undang-undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, LN Nomor 76 Tahun 1981 TLN Nomor Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, LN Nomor 2 Tahun 2002 TLN Nomor

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN CARA HIPNOTIS DI POLRESTA PADANG. ABSTRACT

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN CARA HIPNOTIS DI POLRESTA PADANG.   ABSTRACT PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN DENGAN CARA HIPNOTIS DI POLRESTA PADANG 1 Roni Arie Afandi, 1 Uning Pratimaratri, 1 Yetisma Saini 1 Jurusan, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEGUNAAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi kasus di Polresta Surakarta)

TINJAUAN YURIDIS KEGUNAAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi kasus di Polresta Surakarta) TINJAUAN YURIDIS KEGUNAAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN (Studi kasus di Polresta Surakarta) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Proses pengambilan sidik jari dalam suatu perkara pidana adalah

BAB III PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Proses pengambilan sidik jari dalam suatu perkara pidana adalah 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Proses pengambilan sidik jari dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

PENYITAAN DALAM PERKARA PIDANA DI POLRESTA DENPASAR

PENYITAAN DALAM PERKARA PIDANA DI POLRESTA DENPASAR PENYITAAN DALAM PERKARA PIDANA DI POLRESTA DENPASAR Oleh : I Gede Agus Pande Wirajaya I Ketut Keneng S.L.P. Dawisni Manik Pinatih Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto * Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum Cakra Nur Budi Hartanto * * Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA

Lebih terperinci

PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH

PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH 1 PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH Oleh : I PUTU DIRGANTARA D1A 110 163 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014 2

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH FUNGSI IDENTIFIKASI SIDIK JARI DALAM MENENTUKAN PELAKU TINDAK PIDANA ( Studi di Polres Mataram ) SKRIPSI

JURNAL ILMIAH FUNGSI IDENTIFIKASI SIDIK JARI DALAM MENENTUKAN PELAKU TINDAK PIDANA ( Studi di Polres Mataram ) SKRIPSI i JURNAL ILMIAH FUNGSI IDENTIFIKASI SIDIK JARI DALAM MENENTUKAN PELAKU TINDAK PIDANA ( Studi di Polres Mataram ) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana. 22 BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, BENTUK UMUM VISUM ET REPERTUM, DAN VISUM ET REPERTUM MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM A. Tinjauan Umum Penyidikan a. Pengertian Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana

Lebih terperinci

TEKNIK PENYIDIK DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRESTA PADANG

TEKNIK PENYIDIK DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRESTA PADANG TEKNIK PENYIDIK DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI POLRESTA PADANG Randy Ferdian Nugraha 1, Uning Pratimaratri 1, Syafridatati 2 1 Jurusan Ilmu Hukum,

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan wawancara dengan responden yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Penyidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI IMade Widiasa Pembimbing : I ketut Rai Setiabudhi A.A Ngurah Wirasila Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIK PELAKSANAAN PERKAP NO. 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN PERKARA PIDANA

NASKAH AKADEMIK PELAKSANAAN PERKAP NO. 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN PERKARA PIDANA NASKAH AKADEMIK PELAKSANAAN PERKAP NO. 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN PERKARA PIDANA Disusun Oleh: DION SUKMA N P M : 09 05 10008 Program Studi Program

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian Polres Bantul terbukti kurang berhasil dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016 FUNGSI ALAT BUKTI SIDIK JARI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA 1 Oleh : Nancy C. Kereh 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi alat bukti sidik

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRES KABUPATEN SOLOK SELATAN.

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRES KABUPATEN SOLOK SELATAN. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI POLRES KABUPATEN SOLOK SELATAN Sandro Fernando 1, Uning Pratimaratri 1, Syafridatati 11 Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung

Lebih terperinci

TINDAKAN PENYIDIK DALAM MENGAMANKAN (TKP) DAN KEBERHASILAN PENYIDIKAN (STUDY KASUS DI POLSEK COLOMADU)

TINDAKAN PENYIDIK DALAM MENGAMANKAN (TKP) DAN KEBERHASILAN PENYIDIKAN (STUDY KASUS DI POLSEK COLOMADU) TINDAKAN PENYIDIK DALAM MENGAMANKAN (TKP) DAN KEBERHASILAN PENYIDIKAN (STUDY KASUS DI POLSEK COLOMADU) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM LINGKUNGAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG BARAT Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

NETWORK BENEFITS FOR BLACKBERRY MESSENGER INVESTAGITIOS THEFT CRIMINAL INVESTIGATIONS IN THE BLACKBERRY.

NETWORK BENEFITS FOR BLACKBERRY MESSENGER INVESTAGITIOS THEFT CRIMINAL INVESTIGATIONS IN THE BLACKBERRY. NETWORK BENEFITS FOR BLACKBERRY MESSENGER INVESTAGITIOS THEFT CRIMINAL INVESTIGATIONS IN THE BLACKBERRY Yully Efita 1, Fitriati 2, Yetisma Saini 1 Jurusan 1 IlmuHukum, FakultasHukum,Universitas Bung Hatta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Implementasi Perma Nomor 2 Tahun 2012 Dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

KEDUDUKAN PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) KEDUDUKAN PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) Oleh : Nimrot Siahaan, SH, M.H Dosen Tetap STIH Labuhanbatu Rantauprapat, Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

THE EFFORT OF INVESTIGATOR IN OBTAINING EVIDENCE IN THE EVENT OF THE CRIME FOR MURDER CASE ABSTRACT

THE EFFORT OF INVESTIGATOR IN OBTAINING EVIDENCE IN THE EVENT OF THE CRIME FOR MURDER CASE ABSTRACT THE EFFORT OF INVESTIGATOR IN OBTAINING EVIDENCE IN THE EVENT OF THE CRIME FOR MURDER CASE Aliasmi Jaya 1, Uning Pratimaratri 1, Yetisma Saini 1 1 The Department of law, The Faculty of Law, Bung Hatta

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 55 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Setiap tersangka atau terdakwa sebenarnya

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN Oleh Maya Diah Safitri Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The right to obtain legal

Lebih terperinci

PENYIDIKAN TAMBAHAN DALAM PERKARA PIDANA

PENYIDIKAN TAMBAHAN DALAM PERKARA PIDANA PENYIDIKAN TAMBAHAN DALAM PERKARA PIDANA Oleh : I Made Wahyu Chandra Satriana ABSTRACT The obligation for investigators to conduct additional investigation, in case of the return of the case file from

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok tertentu. Ada berbagai faktor penyebab

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu

BAB I PENDAHULUAN. pidana adalah kebenaran materil, yang menjadi tujuan dari hukum acara pidana itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan hal sangat penting dalam proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Pembuktian dipandang sangat penting dalam

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYELIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PENCURIAN

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYELIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PENCURIAN PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYELIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus di Polres Gianyar) Oleh: Satya Haprabu Hasibuan Pembimbing : I Gusti

Lebih terperinci

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A. PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A. Supit 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci

PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI POLRESTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI POLRESTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PROSES PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN PADA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI POLRESTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK DAGANG DI POLRESTA PADANG ARTIKEL

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK DAGANG DI POLRESTA PADANG ARTIKEL PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK DAGANG DI POLRESTA PADANG ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: HULDI YANTO 0910012111264 No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI SIMPANG EMPAT PASAMAN BARAT Erlina Eka Wati 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 2 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

Penyidikan tidak hanya untuk menemukan tersangkanya saja namun dapat juga digunakan

Penyidikan tidak hanya untuk menemukan tersangkanya saja namun dapat juga digunakan FUNGSI ALAT BUKTI (SIDIK JARI) DALAM PROSES PENYIDIKAN GUNA MENGUNGKAP TINDAK KEJAHATAN PENCURIAN (STUDI KASUS DI POLRESTA SURAKARTA) Faizal Imam Bachtiar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis, 60 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil suatu kesimpulan berdasarkan permasalahan yang ada sebagai berikut: 1. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan kuantitas kejahatan. Seiring dengan adanya perkembangan tindak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG RGS Mitra Page 1 of 9 PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut penulis sampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014 PELAKSANAAN KEWAJIBAN DOKTER DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN AHLI DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG ARTIKEL Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Diajukan oleh :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG.

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG. IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG Mila Artika 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 1 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung

Lebih terperinci

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN

PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN PEMECAHAN PERKARA (SPLITSING) DALAM PRA PENUNTUTAN Oleh I Gusti Ayu Aditya Wati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah ini berjudul Pemecahan Perkara (Splitsing)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum Menurut Satjipto Raharjo adalah penegakan hukum mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi kenyataan. Penegakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku kedua, Bab XXII, Pasal 362 yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2

PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2 PENGEMBALIAN BERKAS PERKARA TINDAK PIDANA DARI KEJAKSAAN KEPADA KEPOLISIAN 1 Oleh : Ridwan Afandi 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukan bagaimana proses penyelesaian pengembalian berkas perkara pidana

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2 AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efektifitas

Lebih terperinci

Fungsi Sidik Jari Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

Fungsi Sidik Jari Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 4 Desember 2017 Fungsi Sidik Jari Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Anton Rudiyanto) * Fungsi Sidik Jari Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Di Polres Tegal)

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN MENGGUNAKAN SHORT MASSAGE SERVICE (SMS) YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI DI POLRESTA PADANG

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN MENGGUNAKAN SHORT MASSAGE SERVICE (SMS) YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI DI POLRESTA PADANG PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN MENGGUNAKAN SHORT MASSAGE SERVICE (SMS) YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA POLRI DI POLRESTA PADANG ARTIKEL Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Praperadilan 2.1.1 Pengertian Praperadilan : Secara harfiah pengertian praperadilan dalam KUHAP memiliki arti yang berbeda, Pra memilik arti mendahului dan praperadilan sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Oleh : I Gusti Ayu Dwi Andarijati I Nengah Suharta Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Korupsi adalah masalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;

2. Pengawasan dan penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana; BAB 2 Differensiasi Fungsional Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 2.1 Sistem Peradilan Pidana Indonesia Konsepsi sistem

Lebih terperinci