PENGARUH DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM"

Transkripsi

1 PENGARUH DESENTRALISASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM 1 I Gusti Ngurah Dwi Purna Wijaya, 1 Nyoman Trisna Herawati, 2 Anantawikrama Tungga Atmadja Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia {ngoerahpurna@yahoo.co.id, aris_herawati@yahoo.co.id, anantawikramatunggaatmadja@gmail.com}@undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, 2) Pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, 3) Pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi, 4) Tingkat penerimaan BPHTB setelah desentralisasi, 5) Tingkat penerimaan DBH setelah desentralisasi, 6) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah setelah desentralisasi BPHTB. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif kemudian diperjelas dan diperdalam dengan metode kualitatif. Metode kuantitatif menggunakan data sekuder berupa Laporan Bulanan Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Karangasem, kemudian dilakukan pengujian dengan uji asumsi klasik, uji regresi sederhana, koefisien determinasi serta uji t. Selanjutnya dengan metode kualitatif dilakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait guna memperjelas dan memperdalam hasil uji kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) BPHTB hanya berpengaruh signifikan desentralisasi, 2) DBH hanya berpengaruh signifikan desentralisasi, 3) BPHTB tidak berpengaruh signifikan terhadap PAD, 4) Setelah desentralisasi BPHTB mengalami penurunan penerimaan, 5) DBH setelah desentralisasi mengalami kenaikan, 6) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah setelah desentralisasi masih rendah. Kata kunci:, Pendapatan Daerah, BPHTB, DBH, PAD Abstract The study was conducted in order to find out: 1) the effect of the acquisition cost of land and buildings right on the local government revenue before and after the process of decentralization, 2) the effect of DBH on the local revenue before and after the process of decentralization, 3) The effect of the acquisition cost of land and buildings right on the local government income after the process of decentralization, 4) the income from the acquisition cost of land and buildings right after the process of decentralization, 5) the income from DBH after decentralization process, 6) the contribution of the local revenue after decentralizing the acquisition cost of land and buildings right. This study was carried out by using quantitative method and clarified and deepened by using qualitative method. The quantitative method used secondary data in the form of the monthly report of the realization of Karangasem local revenue. The analysis was made by utilizing classical assumption test, simple regression, coefficient determination as well as t-test. While based on the qualitative method an

2 interview was done towards the related parties in order to clarify and deepen the results of quantitative testing. The results of the study indicated that: 1) the acquisition cost of land and buildings right had only significant effect on the local government revenue before the process of decentralization, 2) DBH had only significant effect before the process of decentralization, 3) the acquisition cost of land and buildings right had no effect on the local government income, 4) after the process of decentralization the income from the acquisition cost of land and buildings right was found reducing, 5) DBH after decentralization process was found increasing, 6) the contribution of the local revenue after decentralizing was remain low. Keywords: Decentralization, local revenue, the acquisition cost of land and buildings, DBH, PAD PENDAHULUAN Dalam masa orde baru berbagai kebijakan seperti sentralisasi diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan sentralisasi yang dilakukan pemerintah pada masa orde baru nyatanya hanya mampu mensejahterakan beberapa daerah atau beberapa golongan saja, serta menyebabkan ketimpangan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindahan kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi dalam bentuk otonomi daerah. Penerapan desentralisasi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan pada era orde baru. Penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan di Indonesia dimulai sejak tahun 2001, dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakan pula dengan Undang- Undang Nomor 33 Tahun Melalui penerapan otonomi daerah, maka pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali potensi daerahnya masing-masing. Dampaknya bagi pemerintah daerah sangat besar dalam tata kelola pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah. Sidik (2002) dalam Wirasatya menyatakan bahwa dalam era ini, pemerintah daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi (keuangan lokal), khususnya Pendapatan Asli Daerah. Brata (2004) dalam Wirasatya menyatakan bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kedua komponen tersebut adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Bagian Sumbangan dan Bantuan. Sidik (2002) dalam Bakti menyatakan implikasi dari kewenangan atau fungsi yang diserahkan ke daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Daerah tidak mungkin diberi kepercayaan mengelola urusan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat tanpa didukung pendanaan yang memadai. Untuk itu perlu diatur suatu mekanisme yang mengatur perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai kewenangan atau fungsi yang diserahkan ke daerah. Melalui mekanisme ini, pemerintah pusat tetap akan memberikan dana transfer berupa Dana Perimbangan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004, sumbersumber keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lainlain pendapatan yang sah. PAD merupakan pendapatan yang bersumber dari daerah, sehingga semakin besar PAD yang diterima oleh daerah maka tingkat kemandirian daerah akan semakin tinggi.

3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang terdiri atas: (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pemerintah pusat yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Koswara (2000) dalam Wirasatya mengemukakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Distribusi Daerah, BPHTB yang sebelumnya menjadi pajak pusat berubah menjadi pajak daerah yang berdampak meningkatnya pendapatan daerah sehingga dapat meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pajak yang dikenakan atas dasar perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan suatu perbuatan atau peristiwa hukum yang menyebabkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. Dengan ditetapkannya Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka per tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) sudah tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB, sehingga wajib pajak yang akan melaporkan pembayaran BPHTB sehubungan dengan proses transaksi properti yang dilakukannya akan langsung ditangani oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota setempat. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah dialihkan menjadi pajak daerah dipercaya mempunyai potensi yang sangat besar bagi pendapatan daerah. Ditetapkannya BPHTB menjadi tanggung jawab daerah maka perlu diatur dengan suatu peraturan yang dapat mendorong daerah untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksaan pemungutan BPHTB. Pemungutan BPHTB diawali dengan Peraturan Daerah (Perda). Oleh karena itu, salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat kesiapan daerah memungut BPHTB adalah perkembangan penerbitan BPHTB oleh Kabupaten atau Kota dari waktu ke waktu. Pajak merupakan salah satu pendapatan daerah yang mempunyai kontribusi yang tinggi bagi pendapatan daerah. Dengan dialihkannya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ke dalam pajak daerah, tentunya akan mempunyai pengaruh yang positif bagi pendapatan daerah. Kabupaten Karangasem telah melakukan desentralisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sejak tahun 2011 menunjukan kenaikan setiap tahunnya. Pendapatan yang meningkat berarti pembangunan daerah semakin meningkat pula. Peningkatan pembangunan daerah akan dapat membangun perekonomian yang lebih baik dan dapat menurunkan tingkat kemiskinan yang ada. Kabupaten Karangasem merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi hingga saat ini. Dengan pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah, seharusnya pendapatan daerah menjadi meningkat. Meningkatnya pendapatan daerah tentunya berpengaruh positif terhadap kemampuan daerah untuk dapat meningkatkan perekonomian daerahnya. Kabupaten Karangasem nerupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki potensi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang tinggi. Hal tersebut dapat di lihat dari pluktuasi peningkatan penerimaan Bea Perolehan

4 Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) tiap tahunnya sejak pengalihannya Tahun 2011 menjadi pajak daerah. Peneliti tertarik untuk mengetahui apakah dengan adanya desentralisasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem atau tidak. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang ingin dicapain dalam penelitian ini adalah: (1) Pengaruh BPHTB dan setelah desentralisasi; (2) Pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi; (3) Pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi; (4) Jumlah kenaikan BPHTB setelah desentralisasi; (5) Pengaruh desentralisasi BPHTB terhadap DBH; (6) Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah. METODE Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode kombinasi kuantitatif dan kualitatif dengan porsi yang lebih besar terdapat pada metode kuantitatif. Data akan dianalisis menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui tingkat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian kuantitatif sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan metode kualitatif untuk membuktikan, memperluas dan memperdalam hasil dari metode kuantitatif sebelumnya. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan dokumentasi untuk mengetahui jumlah penerimaan yang akan digunakan dalam metode kuantitatif dan wawancara untuk memperdalam hasil dari metode kuantitatif. Data yang digunakan yaitu data sekunder yang didapatkan dari Laporan Bulanan Realisasi Penerimaan Pendapatan dari Bagian Keuangan dan Dispenda Kabupaten Karangasem, serta data primer yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pihak yang terkait dengan penerimaan BPHTB dari Dispenda Kabupaten Karangasem. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan uji asumsi klasik (uji autokorelasi, uji heterokedastisitas dan uji normalitas). Setelah lolos dari uji asumsi klasik, maka dilanjutkan dengan analisis data. Teknik analisis yang digunakan dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana. Analisis data menggunakan bantuan software SPSS for windows version 19. Kemudian dilanjutkan uji hipotesis dengan uji parsial (uji t) serta koefisien determinasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan yaitu berasal dari Laporan Realisasi Penerimaan Kabupaten Karangasem yang disajikan dalam bulanan. Penelitian dilakukan terhadap dua tahun sebelum dan dua tahun setelah desentralisasi berlangsung di Kabupaten Karangasem sehingga data yang digunakan mulaitahun 2009 sampai Tahun Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Berdasarkan hasil uji autokorelasi, semua variabel dalam penelitian menunjukkan tidak terjadi gejala autokorelasi. Dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson (DW) semua model regresi yang berada di antara nilai du dan 4-du. Selanjutnya hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan semua variabel bebas dari gejala heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari gambar scatterplot dari semua model regresi dimana tidak terjadi pola pada tiap plot serta titik-titik yang menyebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Uji asumsi klasik yang terakhir yaitu uji normalitas. Berdasarkan uji normalitas dapat diketahui bahwa semua variabel terdistribusi secara normal. Jika dilihat berdasarkan nilai Kolmogorov-Smirnov semua model yang lebih lebih besar dari 0,05, jadi dapat diputuskan bahwa semua model regresi mempunyai distribusi normal. Pengujian yang dilakukan selanjutnya yaitu pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini pengujian hipotesis digunakan uji secara parsial dengan uji t. Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai t tabel dengan nilai t hitung. Untuk nilai t tabel dengan nilai df sebesar n - 2 = 24-2 = 22 dengan tingkat signifikan sebesar 0,05

5 maka diperoleh nilai t tabel sebesar Hasil pengujian secara parsial dapat diperhatikan pada tabel 1, 2, 3, 4 dan 5. Tabel 1. Hasil Uji Regresi Sederhana BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Sebelum Model Koefisien t Sig. Konstanta 46652,893 9,780 0,000 BPHTB sebelum desentralisasi 19,549 2,354 0,028 R Square = 0,201 Sumber: Data diolah Tabel 2. Hasil Uji Regresi Sederhana BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Setelah Model Koefisien t Sig. Konstanta 68513,432 14,775 0,000 BPHTB setelah desentralisasi 15,526 1,099 0,284 R Square = 0,052 Sumber: Data diolah Tabel 3. Hasil Uji Regresi Sederhana DBH terhadap Pendapatan Daerah Sebelum Model Koefisien t Sig. Konstanta 43422,181 8,656 0,000 DBH sebelum desentralisasi 4,646 2,888 0,009 R Square = 0,275 Sumber: Data diolah Tabel 4. Hasil Uji Regresi Sederhana DBH terhadap Pendapatan Daerah Setelah Model Koefisien t Sig. Konstanta 68170,125 15,335 0,000 DBH setelah desentralisasi 1,651 1,311 0,204 R Square = 0,072 Sumber: Data diolah Tabel 5. Hasil Uji Regresi Sederhana BPHTB terhadap PAD Setelah Model Koefisien t Sig. Konstanta 10166,397 9,776 0,000 BPHTB setelah desentralisasi 5,519 1,742 0,095 R Square = 0,121 Sumber: Data diolah Berdasarkan tabel 1 dan 2 dapat dilihat persaaan regresi untuk pengaruh BPHTB sebelum dan setelah desentralisasi berturut-turut sebagai berikut: Y.= , ,549X + e Y.= , ,526X + e Persamaan regresi pengaruh DBH sebelum dan setelah desentralisasi dapat diperhatikan pada tabel 3 dan 4, dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y.= , ,646X + e Y.= , ,651X + e Terakhir persamaan regresi pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah

6 desentralisasi dapat diperhatikan pada tabel 5 dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y.= , ,519X + e Uji koefisien determinasi memperlihatkan bahwa nilai R Square untuk pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi sebesar 0,201 dan 0,052. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh sebesar 20,1% sebelum desentralisasi dan 5,2% setelah desentralisasi. Hasil uji koefisien determinasi memperlihatkan bahwa nilai R Square untuk pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi sebesar 0,275 dan 0,072. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh sebesar 27,5% sebelum desentralisasi dan 7,2% setelah desentralisasi. Selanjutnya hasil uji koefisien determinasi memperlihatkan bahwa nilai R Square untuk pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi sebesar 0,121. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh sebesar 12,1% setelah desentralisasi. Pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah Sebelum dan Setelah Berdasarkan hasil pengujian pengaruh BPHTB terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, menunjukkan bahwa BPHTB mempunyai pengaruh terhadap Pendapatan Daerah namun dengan tingkat signifikasi yang berbeda antara sebelum dan setelah desentralisasi. Pengujian untuk pengaruh BPHTB desentralisasi, menunjukkan hasil t hitung sebesar 2,354 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,028. Nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel (2,354 > ) dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,028 < 0,05) menunjukkan jika BPHTB sebelum desentralisasi pempunyai pengaruh yang positif signifikan. Semakin tinggi penerimaan BPHTB, maka akan semakin tinggi jumlah penerimaan Pendapatan daerah. Dilihat dari koefisien determinasi (R 2 ), BPHTB mempunyai pengaruh sebesar 20,1% terhadap Pendapatan Daerah. Berbeda halnya dengan pengaruh BPHTB setelah desentralisasi. Setelah desentralisasi nilai t hitung sebesar 1,099 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,284. Nilai t hitung yang lebih kecil dari nilai t tabel (1,099 < ) serta nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (0,284 > 0,05) menunjukkan bahwa BPHTB setelah desentralisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikanl bagi Pendapatan Daerah. Bila memperhatikan nilai dari koefisien determinasi (R 2 ), BPHTB setelah desentralisasi hanya berpengaruh sebesar 5,2% terhadap Pendapatan Daerah. Dengan melihat hasil uji hipótesis di atas, hipótesis H 1 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan sesudah desentralisasi di Kabupaten Karangasem ditolak. Pengaruh yang signifikan hanya terjadi sebelum desentralisasi BPHTB dilaksanakan. Melihat hasil pengujian dengan menggunakan metode kuantitatif sebelumnya, dapat diketahui bahwa BPHTB lebih perpengaruh terhadap Pendapatan Daerah pada saat sebelum desentralisasi. Berlakunya desentralisasi maka pendapatan dari penerimaan BPHTB menjadi 100% bagi Pemerintah Daerah. Bandingkan dengan penerimaan BPHTB sebelum adanya desentralisasi, bagian penerimaan bagi daerah hanya sebesar 64% dari total penerimaan BPHTB. Jadi, jumlah penerimaan BPHTB setelah desentralisasi cenderung meningkat dibandingkan sebelum desentralisasi. Hasil uji yang telah dilakukan mengenai pengaruh BPHTB dan setelah desentralisasi di Kabupaten Karangasem memperoleh hasil dimana jumlah penerimaan BPHTB lebih besar sebelum desentralisasi. di Kabupaten Karangasem mengenai BPHTB di mulai sejak Tahun 2011 yang diatur dalam Peraturan daerah Kabupaten Karangasem Nomor 3 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Setelah desentralisasi penerimaan BPHTB di Kabupaten Karangasem berkurang cukup

7 tinggi. Selain menurunnya penerimaan BPHTB di Kabupaten Karangasem, dalam dua tahun setelah desentralisasi terdapat beberapa bulan dimana tidak adanya penerimaan dari BPHTB. Tidak adanya penerimaan ini menjadi salah satu penyebab menurunnya penerimaan BPHTB selain memang karena jumlah penerimaan yang lebih kecil dibanding tahun sebelum desentralisasi. Penerimaan BPHTB setelah desentralisasi masih belum efektif, berbeda dengan sebelum desentralisasi dimana penerimaan BPHTB lebih efektif dengan melihat nilai penurunan kan kenaikan penerimaan BPHTB. Hal tersebut terlihat dimana pada beberapa bulan setelah desentralisasi tidak adanya penerimaan dari BPHTB. Penerimaan BPHTB setelah desentralisasi cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan sebelum desentralisasi. Penurunan ini cenderung signifikan karena penerimaan BPHTB sebelum desentralisasi tidak 100% diterima oleh daerah dibanding setelah desentralisasi yang telah 100%. Di Kabupaten Karangasem, penerimaan BPHTB setelah desentralisasi masih belum menemui harapan yang diinginkan. Tahun 2011 terdapat beberapa bulan (Januari, Pebruari dan Maret) dimana tidak adanya penerimaan dari BPHTB. Tidak adanya pungutan di tahun ini disebabkan kendala aturan yang mendasari pemungutan BPHTB tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan Kabid Penetapan berikut ini: Tahun 2011 tidak adanya penerimaan sebab pengalihan BPHTB kedaerah baru dimulai tahun tersebut. Kita masih ada kendala di Peraturan Daerah yang mengatur penerimaan BPHTB tersebut selain persiapan lain untuk melakukan penerimaan BPHTB tersebut. Selain karena hal tersebut juga karena ada surat penundaan Perda. Dari kutipan pernyataan tersebut dapat diketahui selain karena kendala peraturan daerah, namun juga karena adanya penundaan pelaksanaan Perda. Dengan ditundanya Perda mengenai pemungutan BPHTB tentunya pemungutan untuk BPHTB belum bisa dilaksanakan. Penundaan ini bukan tanpa alasan, penundaan dilakukan karena belum adanya kesiapan secara penuh dari pihak pemerintah untuk melakukan pemungutan BPHTB tersebut. Kendalakendala yang timbul, menyebabkan Tahun 2011 pemungutan BPHTB masih belum efektif. Untuk Tahun 2012 pemungutan yang dilakukan sudah lebih efektif dibandingkan tahun sebelumnya. Terlihat dari penerimaan BPHTB yang menjadi dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Ini menandakan persiapan yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Karangasem telah berjalan dengan baik. Tahun 2012 pada Bulan Januari tidak ada penerimaan dari BPHTB. Hal ini menimbulkan pertanyaan apa ada yang salah dengan persiapan pemungutannya? Pertanyaan tersebut terjawab dari hasil wawancara dengan Kabid Penetapan sebagai berikut: untuk Tahun 2012 itu karena memang tidak ada WP yang melaporkan. Kita kan tau kalau sistem pemungutan BPHTB menggunakan sistem Self Assesment itu WP yang melaporkan, menghitung dan membayarkan, ya jadi kalau tidak ada WP yang melaporkan ya tidak ada pemasukan. Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa tidak adanya penerimaan BPHTB pada Bulan Januari karena memang tidak ada pembayaran dari wajib pajak. Dengan menggunakan sistem Self Assesment, maka dari Dispenda hanya menunggu hingga dari wajib pajak sendiri yang melaporkan transaksinya. Sehingga jika tidak ada wajib pajak yang melapor, maka tidak ada penerimaan dari BPHTB. Pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah Sebelum dan Setelah Berdasarkan hasil pengujian mengenai pengaruh DBH terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi, menunjukkan bahwa DBH

8 mempunyai pengaruh yang berbeda dan setelah desentralisasi. Pengujian untuk pengaruh DBH desentralisasi, menunjukkan hasil t hitung sebesar 2,888 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,009. Nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel (2,888 > ) dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (0,009 < 0,05) menunjukkan jika DBH sebelum desentralisasi pempunyai pengaruh positif signifikan. Semakin tinggi penerimaan DBH, maka akan semakin tinggi jumlah penerimaan Pendapatan daerah. Dilihat dari koefisien determinasi (R 2 ), DBH mempunyai pengaruh sebesar 27,5% terhadap Pendapatan Daerah. Berbeda halnya dengan pengaruh DBH setelah desentralisasi. Setelah desentralisasi nilai t hitung sebesar 1,311 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,204. Nilai t hitung yang lebih kecil dari nilai t tabel (1,311 < ) serta nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 (0,204 > 0,05) menunjukkan bahwa DBH setelah desentralisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan bagi Pendapatan Daerah. Bila memperhatikan nilai dari koefisien determinasi (R 2 ), DBH setelah desentralisasi hanya berpengaruh sebesar 7,2% terhadap Pendapatan Daerah. Dengan melihat hasil uji hipótesis di atas, hipótesis H 2 Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh yang signifikan dan sesudah desentralisasi di Kabupaten Karangasem ditolak. Pengaruh yang signifikan dari DBH hanya terjadi sebelum desentralisasi dilaksanakan. Berubahnya BPHTB menjadi Pajak Daerah bukan hanya mempengaruhi Pendapatan Daerah atau PAD saja, melainkan juga mempengaruhi penerimaan dari Dana Perimbangan khususnya dari DBH. Penerimaan dari DBH akan berkurang setelah desentralisasi sebab salah satu sumber penerimaanny yaitu BPHTB berubah menjadi Pajak Daerah. Penerimaan DBH setelah desentralisasi cenderung mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan. Seharusnya dengan berubahnya BPHTB menjadi Pajak Daerah maka penerimaan dari DBH akan berkurang, namun dalam penerimaan di Kabupaten Karangasem penerimaan DBH setelah desentralisasi lebih besar dibandingkan dengan sebelum desentralisasi. Walaupun mempunyai pengaruh yang lebih rendah, penerimaan DBH setelah desentralisasi nyatanya lebih besar dibandingkan dengan sebelum desentralisasi. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apa penyebab DBH setelah desentralisasi penerimaannya bertambah? Pertanyaan ini dijawab oleh Kabid bidang penetapan, berikut kutipan pernyataannya...adanya penerimaan pajak baru berupa bagi hasil cukai tembakau yang menggantikan BPHTB sehingga penerimaan DBH tidak menurun. Dari pernyataan tersebut dapat ditangkap bahwa penerimaan DBH tetap tinggi karena Penerimaan dari BPHTB seperti tergantikan dengan penerimaan dari bagi hasil cukai tembakau. Selain adanya pemasukan baru, sumber penerimaan lainnya cenderung meningkat. Peningkatan yang terjadi bisa sampai dua kali lipat seperti penerimaan dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan SDA Perikanan. Hal inilah yang menyebabkan penerimaan DBH setelah desentralisasi menjadi lebih tinggi. Pengaruh BPHTB terhadap PAD Setelah Berdasarkan hasil pengujian mengenai pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi, menunjukkan bahwa BPHTB mempunyai pengaruh terhadap PAD namun tidak signifikan. Pengaruh BPHTB terhadap PAD setelah desentralisasi, menunjukkan hasil t hitung sebesar 1,742 dan dengan nilai probabilitas sebesar 0,095. Nilai t hitung yang lebih kecil dari nilai t tabel (1,742 > ) namun nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (0,095 > 0,05) menunjukkan jika BPHTB setelah desentralisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Dilihat dari koefisien determinasi (R 2 ), BPHTB mempunyai pengaruh sebesar 12,1% terhadap PAD setelah desentralisasi.

9 Dengan melihat hasil uji hipótesis di atas, hipótesis H 3 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setelah desentralisasi di Kabupaten Karangasem ditolak. BPHTB setelah desentralisasi berdasarkan pengujian tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan salah satu pajak yang memiliki potensi penerimaan yang cukup tinggi. Kemandirian daerah di uji dengan menerapkan desentralisasi. Dengan diterapkannya desentralisasi diharapkan daerah dapat dengan mandiri mengelola sumber-sumber penerimaan daerahnya salah satunya BPHTB untuk kebutuhan pembangunan daerahnya sendiri. Pelaksanaan desentralisasi memberikan pengaruh yang tinggi untuk penerimaan PAD. Pengaruh desentralisasi memberikan peningkatan penerimaan PAD dari tahun ke tahun di Kabupaten Karangasem, yang otomatis meningkatkan Pendapatan Daerah. Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah setelah desentralisasi meningkat secara signifikan. Namun kontribusi yang diberikan PAD terhadap Pendapatan Daerah masih kalah jika dibandingkan dengan penerimaan dari Dana Perimbangan. Dana perimbangan masih memegang peranan penting bagi Pendapatan Daerah, kontribusinya bagi Pendapatan Daerah selalu melebihi 50%. Untuk PAD kontribusinya bagi Pendapatan Daerah terkecil dibandingkan sumbersumber penerimaan lainnya. Tercatat kontribusi terendah dari PAD berada pada Tahun 2009 dan tertinggi pada Tahun Meskipun jumlah kontribusi yang masih kecil, dari tahun ke tahun namun jumlah penerimaan PAD terus meningkat bahkan hampir 50% setelah desentralisasi. Salah satu pengaruh meningkatnya kontribusi PAD ini berasal dari BPHTB yang menjadi pajak daerah. Kontribusi BPHTB bagi PAD masih tergolong kecil namun terus meningkat tiap tahunnya. Tahun 2011 kontribusi BPHTB hanya sebesar 1,25%, bandingkan dengan tahun 2012 yang naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya sebesar 2,60%. Peningkatan yang tinggi menandakan prospek penerimaan BPHTB cukup tinggi ke depannya, sesuai dengan pernyataan Kasi Penetapan Kalau prospek BPHTB kedepannya menurut saya itu sangat bagus bahkan menjanjikan untuk jumlah penerimaannya. Pernyataan dari Kasi Penetapan tersebut diperkuat lagi oleh Kabid Penetapan, berikut pernyataan dari Kabid Penetapan. Kalau yang saya amati, prospek kedepannya sangat bagus sama seperti PBB. Sifatnya disini tetap, selama perekonomian bagus maka niat jual beli tanah dimasyarakat akan bagus juga. Kan dengan jumlah penduduk yang meningkat maka perlu sebidang tanah untuk mendirikan rumah atau usaha maka penerimaan dari BPHTB dan PBB itu akan tetap diterima. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan jumlah penerimaan BPHTB yang meningkat secara signifikan dari tahun 2011 ke Tahun Melihat prospek yang bagus ini, sudah selayaknya dari Pemerintah Kabupaten Karangasem untuk lebih meningkatkan pelayanan pemungutan BPHTB pada khususnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) memiliki pengaruh yang berbeda terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi. Sebelum desentralisasi BPHTB memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Setelah desentralisasi BPHTB tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Kedua, Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh yang berbeda terhadap Pendapatan Daerah sebelum dan setelah desentralisasi. Sebelum desentralisasi DBH memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Setelah desentralisasi DBH tidak memiliki

10 pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Ketiga, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) setelah desentralisasi. Keempat, Setelah desentralisasi BPHTB tidak langsung mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini dikarenakan kendala peraturan yang mengatur serta persiapan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem itu sendiri. Penerimaan BPHTB masih lebih besar sebelum desentralisasi dibandingkan dengan setelah desentralisasi. Kelima, Penerimaan DBH setelah desentralisasi nyatanya tidak berkurang tetapi meningkat. Ini membuktikan bahwa dengan hilangnya BPHTB dari DBH maka penerimaan dari DBH tidak langsung berkurang. Tidak berkurangnya penerimaan dari DBH pada Kabupaten Karangasem, karena adanya penerimaan Bagi Hasil Cukai Tembakau yang seakan menggantikan posisi BPHTB. Peningkatan dari sumber-sumber penerimaan DBH lainnya juga menjadi faktor kenapa penerimaan DBH tidak turun. Keenam, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak langsung memberikan kontribusi yang tinggi bagi PAD setelah desentralisasi. Dikarenakan jumlah penerimaan BPHTB yang masih lebih kecil dibandingkan dengan sebelum desentralisasi Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan. Pertama, Untuk kedepannya agar lebih meningkatkan efektifitas pemungutan BPHTB mengingat BPHTB merupakan sumber penerimaan daerah yang mempunyai prospek tinggi kedepannya. Kedua, Untuk pengarsipan data tahun sebelumnya agar lebih baik lagi. Jika terjadi perubahan jabatan mungkin data yang lama dapat diwariskan agar data tetap terkumpul dengan lengkap. DAFTAR PUSTAKA Ananda, Fajri Candra, dkk Analisa Dampak Pengalihan Pemungutan BPHTB Ke Daerah Terhadap Kondisi Fiskal Daerah. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Azar, Muhhamad Karya Satya Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Jurnal Keuangan dan Bisnis Volume 2 No. 1 Maret Bakti, Galih Pramilu Analisis Dampak Fiskal Terhadap Angka Melek Huruf Perempuan dan Angka Partisipasi Sekolah Perempuan di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pemabngunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Semarang. Kementerian Dalam Negeri Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta Peraturan Bupati Karangasem Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

11 Dispenda Kabupaten Karangasem Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Dispenda Kabupaten Karangasem. Karangasem. Direktorat Jenderal Pajak Undang- Undang No. 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Jakarta. Fauzan, Muhamad dan Moh. DIdik Ardiyanto Akuntansi dan efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Daerah Di Kota Semarang Periode Tahun Diponegoro Journal Of Accounting Volume 1, Nomor 2, Tahun Ghozali, H Imam Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19 Edisi 5. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Kosasih, dkk Analisis Sistem Pajak BPHTB dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerah Terhadap PAD Kabupaten Karawang. Majalah Ilmiah Solusi Unsika, Vol. 11, No. 24, Ed. September-Nopember Mardiasmo Perpajakan. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Prihatiningsih, Ana Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kota Surakarta. Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sidik, Machfud Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah Sebagai Pelaksanaan Fiskal (Antara Teori dan Aplikasinya di Indonesia). Jogyakarta. Sugiyono Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta. Wirasatya, Komang Yogi Pengaruh Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten Badung. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar.

PENGARUH DESENTRALISASI BPHTB TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN BADUNG. Komang Yogi Wirasatya Made Yenni Latrini

PENGARUH DESENTRALISASI BPHTB TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN BADUNG. Komang Yogi Wirasatya Made Yenni Latrini PENGARUH DESENTRALISASI BPHTB TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN BADUNG Komang Yogi Wirasatya Made Yenni Latrini 1 Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia email: yogi.wirasatya@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindah kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengelola

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN. Disusun Oleh : SANTI SUSIANI NPM : PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

JURNAL PENELITIAN. Disusun Oleh : SANTI SUSIANI NPM : PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, LABA BUMD, DAN PENDAPATAN SAH LAINNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR JURNAL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

DETERMINAN TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

DETERMINAN TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DETERMINAN TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Verawaty¹, Septiani Fransisca², Richa Rahmawati³ Universitas Bina Darma Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 3 Palembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan data DP (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil), PAD, dan BD. Data tersebut adalah data

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

NASKAH PUBLIKASI. Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL (Studi Empiris Pada Provinsi Jawa Tengah Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal Prosiding Akuntansi ISSN: 2460-6561 Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal 1 Muhammad Miftah Falah, 2 Sri Fadilah, dan 3 Edi Sukarmanto 1,2,3 Prodi Akuntansi,

Lebih terperinci

ZELFIA YULIANA SUTAMI ( ) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi. Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK

ZELFIA YULIANA SUTAMI ( ) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi. Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK PENGARUH RASIO EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun ) ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pemerintah Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota, akan tetapi ada penelitian

Lebih terperinci

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), DANA BAGI HASIL (DBH), DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGALOKASIAN BELANJA MODAL (Studi Empiris Pada Provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN PERIODE

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN PERIODE PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN PERIODE 2009-2011 Gomgom Arthur Simamora / 26209168 Pembimbing: Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data kuantitatif, yaitu Data Laporan Realisasi Anggaran APBD pemerintah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang dikumpulkan dari dokumen pemerintah daerah di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DIY berupa

Lebih terperinci

Mia Rachmawati. Abstract. Keyword : General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK), Regional Own Revenue (PAD), Capital Expenditure.

Mia Rachmawati. Abstract. Keyword : General Allocation Fund (DAU), Special Allocation Fund (DAK), Regional Own Revenue (PAD), Capital Expenditure. PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL (Studi Kasus pada Kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat) Mia Rachmawati Abstract The purposes

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Pajak Daerah, Retribusi

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Pajak Daerah, Retribusi BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diterapkan Indonesia sejak tahun 2004 mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan beberapa urusan untuk diselesaikan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Jurusan Akuntansi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Jurusan Akuntansi PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN DAERAH DAN BELANJA MODAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Pada hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus ( DAK ), Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan negara non migas. Berdasarkan sudut pandang fiskal, pajak adalah penerimaan negara yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Lebih terperinci

PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN TERHADAP PENINGKARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERIODE

PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN TERHADAP PENINGKARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERIODE PENGARUH PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN DAN PAJAK HIBURAN TERHADAP PENINGKARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERIODE 2012-2016 JURNAL PENELITIAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kinerja pemerintah provinsi Banten telah gagal menyusul penilaian Opini Tidak Memberikan Pendapat yang diperoleh pemerintah provinsi Banten sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian data ini adalah Pemerintah Daerah pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitiannya, yaitu data PAD, DAU, DAK, dan

Lebih terperinci

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA GARUT

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA GARUT Program Studi Akuntansi S1 dan D3 Fakultas Ekonomi, Universitas Garut EISSN: 2527-6948 PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP PRATAMA GARUT Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Dari hasil pengumpulan data sekunder mengenai Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Lebih terperinci

Oleh: Vita Amaliah Hakim Pembimbing: Iman Pirman Hidayat, SE.,M.Si.,Ak R. Neneng Rina A.,SE.,MM. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Oleh: Vita Amaliah Hakim Pembimbing: Iman Pirman Hidayat, SE.,M.Si.,Ak R. Neneng Rina A.,SE.,MM. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TASIKMALAYA (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya) Oleh: Vita Amaliah Hakim 093403056

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tentang laporan APBD tahunan. Sampel yang di ambil. dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota provinsi Sumatera Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. tentang laporan APBD tahunan. Sampel yang di ambil. dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota provinsi Sumatera Selatan. 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kebupaten/kota provinsi Sumatera Selatan tahun 2011-2013 yang seluruh data APBD telah di terbitkan dan dilaporkan kepada

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: PBB, BPHTB, PAD and Departement of Revenue. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Keywords: PBB, BPHTB, PAD and Departement of Revenue. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT This research is used to determine the influance of the PBB and BPHTB abaout PAD in Bandung from 2010 till 2012. This study uses primary and secondary data. Primary data obtained from interviews

Lebih terperinci

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2002-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA PENGARUH PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PENERIMAAN DINAS PENDAPATAN DAERAH (DISPENDA) KOTA BEKASI SKRIPSI Diajukan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL (Studi Kasus pada Kabupaten/Kota Se- JawaTimur) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAD, DBH, DAU, DAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN NGAWI TAHUN

ANALISIS PENGARUH PAD, DBH, DAU, DAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN NGAWI TAHUN ANALISIS PENGARUH PAD, DBH, DAU, DAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL KABUPATEN NGAWI TAHUN 2003-2015 M. Agus Sudrajat Irma Diastuti Purniawati Universitas PGRI Madiun irmadias23@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode analisis data serta pengujian hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN. metode analisis data serta pengujian hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab 3 ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang meliputi populasi dan sampel penelitian, data dan sumber data, variabel operasional, metode analisis data serta

Lebih terperinci

DESY NURJANAH B

DESY NURJANAH B PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DERAJAT DESENTRALISASI DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota Wilayah Jawa Tengah

Lebih terperinci

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo ANALISIS PERBEDAAN PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAHSEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA UU NO.28TAHUN 2009 DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI DIY Albertus Adhika Manggala YB. Sigit Hutomo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Sejarah perjalanan pembangunan Indonesia, khususnya bidang ekonomi, sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era reformasi ditandai

Lebih terperinci

PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI

PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI PENGARUH ANGGARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi

BAB V PENUTUP. Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah pada kabupaten/kota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2003). Populasi dalam penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2003). Populasi dalam penelitian 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2003). Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

MACHDANIYATUL AZIZAH B

MACHDANIYATUL AZIZAH B PENGARUH KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PAD DALAM MENDUKUNG OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN. : Silvina Ramadani NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Prihantoro, SE., MM..

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN. : Silvina Ramadani NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Prihantoro, SE., MM.. ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP BELANJA DAERAH (BD) Studi Pada Kabupaten/Kota Provinsi Bangka Belitung

Lebih terperinci

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL PENGARUH DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL Dian Novita Sari Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical atau

BAB III METODELOGI PENELITIAN. yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical atau BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variabel independennya adalah pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan

BAB III METODE PENELITIAN. variabel independennya adalah pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian Variabel dependen dalam Penelitian ini adalah belanja modal, sedangkan variabel independennya adalah pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum

Lebih terperinci

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Anggaran Belanja Modal Pemerintah Provinsi di Pulau Jawa

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Anggaran Belanja Modal Pemerintah Provinsi di Pulau Jawa Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Anggaran Belanja Modal Pemerintah Provinsi di Pulau Jawa Bambang Suprayitno 1 1 Universitas Pancasila, Jl. Srengseng

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH,DANA ALOKASI UMUM,DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAERAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH,DANA ALOKASI UMUM,DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAERAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH,DANA ALOKASI UMUM,DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL DAERAH DI KABUPATEN TULUNGAGUNG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di lakukan dikantor Dinas Pendapatan Pengelolaan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini di lakukan dikantor Dinas Pendapatan Pengelolaan 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini di lakukan dikantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Kota Gorontalo. Penelitian ini dimulai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO HELDY ISMAIL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

Salah satu pelayanan yang mendasar bagi pemerintah daerah adalah pelayanan di bidang kesehatan. Untuk meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepad

Salah satu pelayanan yang mendasar bagi pemerintah daerah adalah pelayanan di bidang kesehatan. Untuk meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan kepad Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto, Jumlah Penduduk, Jumlah Puskesmas terhadap Realisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus Di Kota Bekasi) Wallensy Septi Pratiwi Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 32 Provinsi di Seluruh

BAB III METODE PENELITIAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 32 Provinsi di Seluruh BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta. Penelitian ini dimulai pada bulan September 2016. Penelitian ini mengambil data Laporan Realisasi Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

PENGARUH DANA ALOKASI KHUSUS, DANA BAGI HASIL DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN LUWU

PENGARUH DANA ALOKASI KHUSUS, DANA BAGI HASIL DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN LUWU PENGARUH DANA ALOKASI KHUSUS, DANA BAGI HASIL DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN LUWU Hapid 1, Muh. Halim 2, Yuli Wulandari 3 1) Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten / Kota Provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada DPKAD Kota Bandung Periode )

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada DPKAD Kota Bandung Periode ) ISSN : 2355-9357 e-proceeding of Management : Vol.2, No.3 Desember 2015 Page 3259 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA BANDUNG (Studi Kasus Pada DPKAD Kota

Lebih terperinci

Disusun Oleh: : Prastian Bayang Januar Npm : Dosen Pembimbing : Agustin Rusiana Sari, SE, MM

Disusun Oleh: : Prastian Bayang Januar Npm : Dosen Pembimbing : Agustin Rusiana Sari, SE, MM PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA LANGSUNG DAN BELANJA TAK LANGSUNG (STUDY KASUS KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR) Disusun Oleh: Nama : Prastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa Otonomi Daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jadwal penelitian dilaksanakan mulai Maret 2016

BAB III METODE PENELITIAN.  Jadwal penelitian dilaksanakan mulai Maret 2016 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011-2013. Penulis melakukan pengambilan data dari situs www.djpk.kemenkeu.go.id.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2012 di Jakarta terhadap Laporan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur untuk periode tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN.......(Rudy Badrudin) PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH EMPAT KABUPATEN TERTINGGAL DI PROVINSI JAWA TIMUR Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) TERHADAP PDRB PADA PROVINSI DKI JAKARTA

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) TERHADAP PDRB PADA PROVINSI DKI JAKARTA PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) TERHADAP PDRB PADA PROVINSI DKI JAKARTA 2010-2015 Nama NPM Jurusan Dosen Pembimbing : Septi Eka Wulandari : 2A214142

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data Laporan Realisasi Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran pada Kabupaten Kota Jawa Barat dari tahun

Lebih terperinci

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako)

Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako) Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Target Pendapatan Daerah (Survei pada Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Tengah) Gitta Dewi (Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tulungagung, Jl. A. Yani Timur No. 37 Tulungagung. yaitu karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Tulungagung, Jl. A. Yani Timur No. 37 Tulungagung. yaitu karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kantor Dinas Pendapatan Kabupaten Tulungagung, Jl. A. Yani Timur No. 37 Tulungagung. 3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan

Lebih terperinci

: Maytias Tri Pratiwi NPM :

: Maytias Tri Pratiwi NPM : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2012-2015 Nama : Maytias Tri Pratiwi NPM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB) PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB) (Studi Empiris Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Pemerintah Provinsi di Indonesia dan periode pengamatan untuk sampel yang di ambil adalah tahun 2011-2014.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERNYATAAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO 1 2 ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO NOVITA BOLOWANTU 1, NILAWATY YUSUF,SE,AK.,M.Si 2, AMIR LUKUM,S.Pd., MSA 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah dilaksanakan secara efekif. Hal ini merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi penelitian iniadalah seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Yogjakarta. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari5 KabupatenKota, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini adalah asosiatif. Pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2010:8)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini adalah asosiatif. Pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2010:8) BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, sedangkan tipe atau jenis penelitian ini adalah asosiatif. Pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2010:8)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. Desentralisasi merupakan tujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melakukan pengujian terhadap 6 (enam) buah hipotesis yaitu hubungan pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan Negara yang terbesar yang memberikan peran

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP REALISASI BELANJA MODAL Didik Purwanto Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Pada bab ini penulis akan menganalisis data yang telah terkumpul yaitu data dari Dana Perimbangan dan Belanja Modal Provinsi Jawa Timur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Metode 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga

Lebih terperinci