LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA LKM PRIMA KEADILAN KELURAHAN BANTAN KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA LKM PRIMA KEADILAN KELURAHAN BANTAN KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR"

Transkripsi

1 LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR Aturan Bersama Kelurahan Bantan telah disusun secara partisipatif oleh masyarakat Kelurahan Bantan melalui rangkaian kegiatan rembug warga. Pematangsiantar, 2013 LURAH BANTAN LKM PRIMA KEADILAN Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP) (ISWONO) NIP (NINAWATY) KOORDINATOR ( ) Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Pematangsiantar Ketua Tim Teknis PLPBK Kepala BAPPEDA Kota Pematangsiantar Ir.Adres Tarigan NIP Herowhin TF Sinaga.AP.,Msi NIP

2 LEMBAR PENGESAHAN TELAH DISAHKAN ATURAN BERSAMA KECAMATAN SIANTAR BARAT KOTA PEMATANGSIANTAR Aturan bersama Kelurahan Bantan telah disusun secara partisipatif oleh masyarakat Kelurahan Bantan melalui rangkaian kegiatan rembug warga. Pematangsiantar, 2013 LURAH BANTAN LKM PRIMA KEADILAN Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP) (ISWONO) NIP (NINAWATY) KOORDINATOR ( ) Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Pematangsiantar Ketua Tim Teknis PLPBK Kepala BAPPEDA Kota Pematangsiantar Ir.Adres Tarigan NIP Herowhin TF Sinaga.AP.,Msi NIP

3 A. ATURAN PENGEMBANGAN PERUNTUKAN LAHAN Secara makro peruntukan lahan di wilayah perencanaan adalah untuk kegiatan pemukiman, perdagangan dan perkantoran dengan dominasi penggunaan lahan adalah perdagangan dan perumahan. Mengingat wilayah perencanaan merupakan pusat kegiatan skala Kelurahan yang akan berpengaruh terhadap perkembang kegiatan perlu memiliki prioritas pembangunan sehingga pembangunan kota tumbuh membentuk struktur yang efisien dan efektif. Untuk itu perlu menetapkan fungsi kawasan perencanaan yaitu Kawasan Permukiman dan Penghijauan. Di dalam penetapan peruntukan tanah mikro, didasarkan atas beberapa pertimbangan bagi peruntukan penggunaan tanah secara tepat di wilayah perencanaan, yang pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu 1) general perspectives dan 2) street-level perspectives. Perspektif umum (general perspective) didasarkan atas pertimbangan: Arahan rencana lahan, terutama rencana-rencana lahan yang telah di-perda-kan. Kecenderungan dan perkembangan guna tanah di wilayah perencanaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pertimbangan faktor alam dan lingkungan/ekologi. Street level perspectives didasarkan pada perhatian terhadap aktivitas pejalan kaki. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas maka analisis peruntukan mikro wilayah perencanaan dapat didekati dari blok, koridor ataupun unit lingkungan. Ditinjau dari penggunaannya maka secara keseluruhan (general perspectives) wilayah perencanaan telah menunjukkan adanya vitalitas kawasan, percampuran kegiatan yang saling mendukung telah terjadi, sehingga segregasi ruang sudah tidak menjadi faktor kendala. Permasalahan secara umum terlihat bila dianalisis dari street-level perspectives, bangunan-bangunan merupakan bangunan yang mempunyai kesan pedesaan dan masih sederhana, walaupun sudah terjadi mix yang baik pada beberapa unit lingkungan, namun belum bisa memberikan kenyamanan pedestrian maupun kenyamanan visual. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas kiranya perlu dipertimbangkan beberapa aspek urban design yang lain yang sebenarnya tidak bisa dipisahkan secara langsung dengan penggunaan lahan, di antaranya: a) Penetapan sequencial movement dengan memberikan kejelasan akan elemen node, path, landmark dan edge dari kawasan (K. Lynch). b) Menciptakan pedestrian freedom dan menentukan skala manusiawi (human scale) pada lingkungan binaan yang diciptakan. (F. Tibbalds). Lebih lanjut bisa dilihat dari analisis sistem hubungan (linkage system) dan analisis bangunan dan lingkungan. 3

4 Secara lebih spesifik maka analisis arahan peruntukan penggunaan tanah mikro di wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: 1. Kawasan Perkantoran dan Pemukiman Kondisi penggunaan lahan pada saat ini adalah perkantoran/pusat pemerintahan, pemukiman, pendidikan dan semak/belukar. Pola perpetakan yang ada belum tertata dengan baik dimana masih ada bangunan yang belum menerapkan aturan seperti Garis Sempadan Bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Selain itu juga elemen elemen pendukung dalam satu kawasan belum tersedia seperti Ruang Terbuka Hijau atau Taman sebagai pengikat antar lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya penataan dan penegasan yang jelas. Kawasan Perkantoran dan Pemukiman diarahkan untuk pusat pemerintahan, pemukiman, taman atau Ruang Terbuka Hijau sebagai baffer atau pemisah antara blok pemukiman dan perkantoran. Selain itu juga perlu adanya pedestrian sebagai penghubung antar blok yaitu blok pemukiman dengan perkantoran, blok pendidikan dengan pemukiman serta blok perkantoran atau pemukiman dengan perdagangan skala lingkungan. 2. Kawasan Perdagangan Pada umumnya persil telah terbentuk tetapi belum memiliki nilai estetika terutama pada daerah pinggiran sungai. Hal ini terlihat disepanjang bibir sungai berdiri bangunan yang berbatasan langsung dengan sungai. Untuk itu perlu adanya pembatas pengaman sungai berupa taman atau pedestrian. Selain itu pada kawasan perdagangan belum tersedia parkir kendaraan hal ini menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan di kawasan tersebut. Untuk itu perlu adanya pengaturan sirkulasi kendaraan dan penyediaan areal parkir. Pada blok pertokoan Garis Sempadan Bangunan yang seharusnya merupakan jalur pejalan kaki di manfaatkan untuk berjualan baik itu oleh pemilik toko maupun pedagang kaki lima. Kondisi ini mengakibatkan wajah kawasan menjadi semrawut dan tidak tertata. Dalam hal ini perlu adanya relokasi bagi pedagang kaki lima untuk menempati pasar tradisional yang telah tersedia namun belum dimanfaatkan. B. ATURAN PENGEMBANGAN INTENSITAS PERUNTUKAN LAHAN Berdasarkan analisa kondisi yang ada, kecenderungan perkembangan kawasan serta arahan-arahan yang ditetapkan sebelumnya, maka perlu ditetapkan konsep penataan bangunan dan lingkungan. Konsep penataan bangunan dan lingkungan meliputi konsep umum dan konsep akhir. Konsep umum penataan bangunan dan lingkungan Perdagangan dan permukiman di kawasan perencanaan adalah penataan kembali kawasan perdagangan, dan perumahan. Secara umum, strategi dasar yang ada untuk penataan bangunan dan lingkungan di wilayah perencanaan meliputi: 1. Pemanfaatan lahan terbuka berupa lahan terbuka dengan intensifikasi lahan dan penambahan barrier antara jalan dan lahan tersebut, sehingga menciptakan kesan visual yang tertata sepanjang koridor jalan akses masuk ke wilayah. 4

5 2. Meningkatkan heterogenitas penggunaan tanah serta mempertahankan sebahagian penggunaan tanah yang ada, terutama yang telah menjadi ciri atau karakter kawasan. Untuk meningkatkan vitalitas lingkungan dapat dilakukan dengan perubahan fungsi lama atau penambahan fungsi baru terhadap fungsi lama. 3. Mempertahankan atau mengendalikan dan meningkatkan fungsi ruang terbuka yang ada pada wilayah perencanaan. 4. Bentuk dan tampilan bangunan disepanjang koridor jalan harus membentuk suatu irama untuk mengurangi karakter yang monoton dan membosankan serta memberikan ciri-ciri kawasan sekitar sebagai titik referensi. Pembentukan irama dapat melalui pergantian karakter ruang yang bersifat menekan, mengarahkan, menghambat, melingkari atau lepas pada sepanjang jalan. Selain itu bentuk dan tampilan bangunan dalam wilayah perencanaan, harus saling mendukung untuk menciptakan satu kesatuan yang utuh melalui penggunaan elemen bangunan yang ada dan telah dikenal, sebagai elemen penyatu. Gambar 1 Konsep Dasar Pembedaan Karakter Ruang 5

6 C. C. ATURAN PENGEMBANGAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN A. Sempadan Bangunan Penetapan garis sempadan bangunan atau set back bangunan, diatur dengan penetapan Damija (Daerah Milik Jalan) serta Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan). Arahan garis sempadan bangunan pada masing-masing segmen adalah sebagai berikut: - Jalan dengan lebar jalan 12 m GSB 8 meter - Jalan dengan lebar 10 meter GSB 6 meter - Jalan dengan lebar 8 meter GSB 6 meter - Jalan dengan lebar 4 meter (jalan setapak) GSB 2 meter - Jalan pada kawasan perdagangan ditetapkan 1,25 4 meter B. Koefisien Dasar Bangunan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yaitu luasan dasar persil yang dapat dibangun. KDB harus tetap memperhatikan fungsi dan kegunan bangunan. KDB berdasarkan blok adalah sebagai berikut : KDB 75 % diarahkan pada Blok B, J, I, H, N, O, S dan R KDB 50 % diarahkan pada Blok D, G, L, M, dan P KDB 60 % diarahkan pada Blok Q, S, T dan A KDB 10 % diarahkan pada Blok C, E, K dan T C. Tinggi Bangunan atau Garis Langit Penentuan Tinggi bangunan ini akan menentukan wajah bangunan, karakter ruang dan juga garis langit koridor jalan. Dalam kaitan ini penentuan tinggi bangunan atau pembentukan garis langit juga menggunakan instrumen Koefisien Lantai Bangunan. Konsep tinggi bangunan dan garis langit untuk masing-masing segmen adalah sebagai berikut : 6

7 Bangunan yang terdapat pada wilayah perencanaan diarahkan mempunyai ketinggian maksimal 3 lantai untuk fungsi bangunan lain. Variasi garis langit tidak terjadi antara bangunan-bangunan sehingga tidak tampak adanya berbedaan ketinggian bangunan ataupun garis langit. Variasi garis langit secara lokal dapat diciptakan terutama untuk bangunan-bangunan yang diarahkan sebagai landmark yang terletak pada persimpangan jalan. Untuk menghindari karakter ruang yang terlalu menekan, diarahkan agar bagian bangunan yang mempunyai tinggi bangunan paling banyak diletakkan di belakang. Gambar 2 Konsep Dasar Ketinggian Bangunan Gambar 3 Konsep Dasar Pembentukan Landmark Melalui Ketinggian Bangunan 7

8 D. Tampilan Bangunan Konsep tampilan bangunan secara umum didasarkan atas pertimbangan komposisi bangunan secara keseluruhan, jenis kegiatan yang mencerminkan karakter bangunan serta kondisi lingkungan yang mencerminkan karakter kawasan. Adapun konsep tampilan bangunan pada masing-masing segmen adalah sebagai berikut: Pada Kawasan Perdagangan karakter bangunan bervariasi sesuai dengan fungsi masing-masing. Untuk itu konsep yang digunakan adalah mengurangi karakter yang dominan dengan memberikan elemen-elemen kontras, seperti ketinggian bangunan, penggunaan elemen-elemen pemecah skala, penggunaan elemen-elemen ornamental atau penggunaan elemenelemen tata hijau secara proporsional. D. ATURAN PENGEMBANGAN SIRKULASI DAN JALUR PENGHUBUNG Pergerakan yang membentuk sirkulasi sistemik merupakan faktor penting dalam memacu perkembangan kegiatan fungsional yang teratur di wilayah perencanaan. Oleh karena itu, sistem sirkulasi tersebut akan selalu berkaitan langsung dengan fungsi-fungsi bangunan dan fungsi peruntukan tanah di sepanjang koridor jalan. Secara konseptual, rencana pengembangan sistem sirkulasi di wilayah perencanaan harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: Terintegrasi antara jalur kendaraan, jalur pejalan kaki serta fasilitas-fasilitas parkir dan intermoda. Sesuai dengan kondisi dan potensi fisik alamiah. Sesuai dengan arahan perkembangan fungsi tanah dan bangunan serta struktur dan fungsi kawasan. Sesuai dengan pola aktivitas dan pergerakan penduduk baik dalam wilayah perencanaan maupun lingkup wilayah yang lebih luas. A. Sirkulasi Kendaraan Sepanjang Jalan Akses merupakan jalur kendaraan dua arah, dengan jenis moda yang beragam. Jalan ini secara konseptual berstatus jalan tersier. Di samping itu fungsi sebagai penghubung antara lingkungan. 8

9 B. Sirkulasi Pejalan Kaki Sirkulasi pejalan kaki diutamakan sebagai fasilitas penghubung antar bangunan, dan fungsi-fungsi kegiatan yang berada pada jarak jangkau pejalan kaki. Fasilitas untuk sirkulasi ini dapat berupa pedestrian dan jalur penyeberangan. Pedestrian secara umum diartikan sebagai tempat atau jalur khusus bagi orang pejalan kaki. Sedangkan jalur penyeberangan adalah bagian dari fasilitas pejalan kaki yang perpotongan dengan jalur kendaraan. Pengembangannya perlu diperhatikan mengenai fasilitas ini yang mempunyai fungsi yang beragam, yang meliputi: Sebagai fasilitas pejalan kaki, yang menampung pergerakan manusia berjalan untuk menghubungkan antara fungsi kawasan satu dengan fungsi kawasan lain. Sebagai unsur keindahan, melalui korelasi antara pedestrian dengan elemen pendukungnya antara lain: lampu penerangan, gardu telpon umum, bangku duduk, papan pengumuman, tempat sampah, dan lain-lain. Sebagai media interaksi sosial, yang memberikan kesempatan kepada warga untuk bertemu. Sebagai tempat bersantai dan bermain. 9

10 C. Tempat Parkir Tempat parkir, sebagai salah satu unsur penting dalam sistem sirkulasi, akan menentukan hidup tidaknya suatu kawasan fungsional. Secara khusus, tempat parkir di wilayah perencanaan belum tersedia. Apabila pengadaan tempat parkir tidak direncanakan dengan baik, adalah terganggunya kegiatan street level baik secara visual maupun fungsional. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka konsep sirkulasi pada tiap blok di wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: Peningkatan kualitas dan lebar jalan-jalan Memberi median dengan kansteen Pedestrian selain berada pada dua sisi jalan akses juga dibuat untuk menghubungkan tiap-tiap kegiatan yang ada serta dilengkapi dengan peneduh elemen pohon. Pedestrian sekaligus sebagai penutup saluran/drainase. Parkir kenderaan dibuat tersendiri dalam komplek kawasan serta secara off-street untuk parkir khusus bagi fungsi bangunan yang memberi bangkitan parkir. Memperjelas damija dengan memberi batas dengan pedestrian Pada area yang mempunyai sempadan depan dan samping adalah 0 m, dimungkinkan membentuk pedestrian yang membentuk street-arcade. Parkir off-street dipersayaratkan untuk bangunan yang mempunyai bangkitan parkir besar, seperti bangunan perdagangan. E. ATURAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA dan JALUR HIJAU Ruang terbuka dan tata hijau untuk setiap blok, dalam perencanaannya tidak lepas dari fungsi jalan serta fungsi-fungsi bangunan yang ada. Ruang terbuka berfungsi sebagai fasilitas publik yang keberadaannya harus terintegrasi dengan sistem sirkulasinya, melalui penempatan rancangan elemen-elemen ruang terbuka yang tepat. Elemen ruang terbuka tersebut dapat elemen buatan dan elemen vegetasi (alam). 10

11 Gambar 4 Konsep Perpakiran A. Elemen Vegetasi Elemen vegetasi untuk ruang terbuka, di samping sebagai peneduh bagi pejalan kaki berfungsi juga: Sebagai kontrol visual dan mampu mereduksi silau sinar matahari. Sebagai pembatas fisik, khususnya memberi batasan antara jalur pejalan kaki dengan jalur kendaraan. Sebagai kontrol iklim mikro, terutama mereduksi kecepatan angin. Sebagai unsur keindahan. Sebagai pengendali pencemaran udara oleh asap kendaraan. 11

12 Dengan fungsi tersebut, maka elemen vegetasi untuk ruang terbuka di sepanjang koridor jalan akses masuk di wilayah perencanaan harus mempertimbangkan hal-hal berikut: Mampu memberi naungan secara baik dan tidak menimbulkan kerusakan pada jalan maupun pedestrian. Untuk itu pohon yang diperlukan adalah yang cepat dan tidak berakar besar namun mampu bertahan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran kendaraan. Tidak menimbulkan bahaya atau masalah terhadap lingkungan. Untuk itu perlu dipilih pohon yang mempunyai cabang dan ranting yang kuat, tidak mempunyai buah yang terlampau besar dan daunnya tidah mudah rontok. Mempunyai nilai estetis, yang mampu menciptakan suasana menyebarkan, dan keindahan lingkungan. Untuk itu dipilih pohonan yang mempunyai tajuk, tekstur dan pola batang yang sesuai dengan karakter lingkungannya. 12

13 B. Elemen Buatan Elemen buatan untuk ruang terbuka berkaitan dengan fasilitas fungsional untuk kegiatan-kegiatan publik. Di samping itu juga dimaksudkan untuk mendukung karakter kawasan serta mendukung kenyamanan gerak dan visual. Elemen ruang luar untuk wilayah perencanaan terdiri dari: Pedestrian, lampu penerangan, papan pengumuman, rambu penunjuk arah, hidran, telepon umum, dan pot-pot bunga. Gambar 5 Fungsi Vegetasi F. ATURAN PENGEMBANGAN AKSIBELITAS LINGKUNGAN Sistem keterkaitan atau hubungan antar ruang kota yang satu dengan ruang kota yang lain sangatlah penting guna mewujudkan suatu pola penataan kota yang terpadu, sesuai dengan rencana atau kebijakan kota yang telah dibuat. Aksesibilitas lingkungan penting artinya, terutama dalam memposisikan wilayah perencanaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Kota Pematang Siantar. Sistem keterkaitan yang dimaksud dalam sub bahasan ini, lebih menitikberatkan hubungan suatu bagian dari suatu kawasan dengan bagian kawasan yang lain, melalui penataan sistem sirkulasinya. Konsep aksesibilitas yang diarahkan untuk pengembangan wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: 13

14 Membuka ruas-ruas jalan yang merupakan cabang dari jalan utama pada wilayah perencanaan, terutama ruas jalan yang yang dapat menghubungkan daerah di bagian Barat dan Timur wilayah perencanaan. Konsep pedestrian adalah mengembangkan keterhubungan fasilitas kegiatan utama yang merupakan bangkitan pergerakan pejalan kaki menuju fasilitas kegiatan utama yang lain. G. ATURAN PENGEMBANGAN SARANA dan PRASARANA A. Prasarana Konsep sistem utilitas meliputi arahan penataan sistem jaringan listrik, air bersih, telepon dan drainase. Jaringan Listrik Sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan, penataan jaringan listrik di wilayah perencanaan diarahkan kepada upaya untuk mengatasi gangguan visual kabel udara, maka diusulkan penyelesaian sebagai berikut: - Pada tahap awal, merapikan jaringan kabel udara di sepanjang tepi jalan maupun yang menyeberangi jalan (antara lain penyeragaman posisi tiang, merapikan kabel yang semrawut). Kabel udara yang menyeberangi jalan diisyaratkan mempunyai tinggi minimum 5 meter di atas permukaan jalan. - Dalam jangka panjang (10 tahun mendatang) di sepanjang wilayah perencanaan agar menggunakan kabel di bawah tanah. Untuk mempermudah pemeliharaan kabel di bawah tanah bisa menggunakan shaft khusus agar tidak sering melakukan penggalian dan pengurugan yang cukup mengganggu lalu lintas dan keindahan lingkungan. 14

15 Gambar 6 Konsep Pedesterian Jaringan Air Bersih Sesuai konsep yang telah dirumuskan, penataan jaringan air bersih di wilayah perencanaan diarahkan kepada penempatan jaringan air bersih yang tidak berada dalam deretan yang sama dengan jaringan listrik dan telepon yang menggunakan jaringan kabel tanah guna meminimalkan gangguan pada jaringan tersebut. Jaringan Telepon Jaringan telepon ke depan menggunakan konsep penataan jaringan telpon di wilayah perencanaan yang diarahkan kepada upaya untuk mengatasi gangguan visual kabel udara, maka diusulkan penyelesaiannya sebagai berikut: - Untuk mendapatkan pandangan yang bersih dari rentangan kabel udara diusulkan untuk menggunakan kabel tanah. Untuk mempermudah pemeliharaan kabel tanah bisa menggunakan shaft tersendiri atau bisa digabung dengan kabel listrik, agar tidak terlalu sering melakukan penggalian dan pengurugan yang cukup mengganggu lalu lintas dan keindahan lingkungan. Jaringan kabel tanah agar tidak ditempatkan pada deretan yang sama dengan jaringan air bersih. Drainase Pembuatan saluran drainase baru di semua lokasi yang sudah tidak dapat menampung debit air yang ada. 15

16 B. Sarana Lahan dengan fungsi fasilitas umum pada wilayah perencanaan adalah sekolah didominasi oleh perpetakan lahan dengan sistem kapling sistem blok (> 2500 m 2 ). Konsep perpetakan lahan untuk jenis kegiatan fasilitas umum disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang pedoman kriteria teknis kawasan budidaya Lahan dengan fungsi perkantoran dan pelayanan umum termasuk dalam kapling sistem blok yaitu lebih dari 2500 m 2. Masing-masing bangunan tersebut berdiri di atas tanah kapling seluas m 2 dengan ukuran 150 m x 100 m. Namun demikian untuk mengakomodasi kebutuhan pengembangan di masa mendatang, maka klasifikasi perpetakan lahan untuk kawasan permukiman tetap disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007. H. ATURAN PENGEMBANGAN PELESTARIAN BANGUNAN dan LINGKUNGAN A. Penandaan/iklan Konsep penataan elemen perkotaan berupa penandaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu papan iklan/reklame dan rambu-rambu serta lampu lalu lintas. a. Papan iklan/reklame Reklame yang dimaksud di sini, yaitu reklame permanen berupa reklame yang menempel pada bidang dinding maupun reklame tiang (diatas tanah maupun bangunan). Konsep penataan yang diusulkan untuk penataan reklame adalah: Ditinjau dari segi keindahan Pemasangan dan penempatan reklame agar lebih dititik beratkan pada unsur estetika dibanding unsur komersialnya, dan lebih banyak menggunakan reklame lampu untuk menghidupkan suasana di malam hari. Ukuran reklame perlu dibatasi sedemikian rupa agar tidak menutupi sebagian besar tampilan bangunan atau mendominasi fasade lingkungan sekitarnya. Reklame tempel dan reklame dinding agar dipasang pada bidang dinding. Jangan dipasang menutupi jendela, pintu atau atap bangunan. Prinsipnya adalah reklame dirancang sebagai bagian dari bangunan, bukan mendominasi bangunan (maksimal, hanya 20% saja dari bidang muka bangunan yang boleh tertutup papan reklame) Penempatan lokasi pada koridor-koridor jalan dirancang agar tidak saling berhimpitan atau saling menutupi satu dengan yang lainnya. Sehingga informasi satu dengan yang lain bisa terbaca oleh pengamat. Ditinjau dari segi keamanan dan keselamatan 16

17 Pemasangan reklame jangan sampai mengacaukan konsentrasi pemakai jalan (karena gambarnya menyolok, menimbulkan silau, posisinya sulit dilihat pada sudut pandang normal, menutupi atau mengaburkan rambu lainnya), selain itu konstruksinya harus memenuhi syarat teknis dan tidak melewati batas Damija. b. Rambu-rambu dan lampu lalu lintas Menambah variasi penempatan rambu petunjuk lokasi, antara lain berupa papan petunjuk yang ditempatkan menjorok ke jalan pada tiang setinggi 5 meter, di lokasi yang trategis atau digabung dengan tiang traffic light. Rambu-rambu ini agar ditempatkan di tempat yang strategis. Rambu-rambu agar tidak ditempatkan di tengah-tengah lebar trotoar. Penempatannya jangan sampai membingungkan atau menimbulkan keraguan kepada pemakai jalan. B. Telepon umum Sejauh ini wilayah perencanaan belum mempunyai spesifikasi bentuk boks telepon yang khas, oleh karena itu diusulkan desain yang spesifik dan dikembangkan dengan memperbanyak penempatannya di beberapa lokasi yang strategis. Konsep penempatan boks telepon dan bis surat diusulkan sebagai berikut : Ditempatkan di lokasi yang tidak langsung terkena matahari dan hujan. Boks telepon yang belum terlindung agar dilindungi dengan menanam tanaman peneduh. Memberikan space yang agak lebih leluasa dengan mengadakan bukaan ke dalam dan apabila diperlukan dapat diberikan bangku-bangku taman untuk dipakai sebagai ruang tunggu dan juga ruang untuk parkir kendaraan bermotor. Kecuali yang menyatu dengan shelter, boks telepon agar tidak ditempatkan di daerah larangan parkir atau larangan kendaraan berhenti kendaraan. Ditempatkan dalam jangkauan pencahayaan penerangan umum agar bisa digunakan pada malam hari. Agar tidak terjadi tumpang tindih, penempatan fasilitas-fasilitas semacam ini sebelumnya perlu dikoordinasikan dengan pihak-pihak yang terkait (antara lain Dinas Pekerjaan Umum, PT. Telkom, PLN, Dinas Pertamanan, dan lain sebagainya). C. Lampu penerangan jalan Berdasarkan atas kondisi yang ada di lapangan dan hasil analisis, maka pada beberapa ruas jalan yang masih mengandalkan penerangan yang berasal dari kapling bangunan dapat dikembangkan dengan meningkatkan partisipasi sosial penduduk setempat, selain itu juga perlu diupayakan untuk melakukan penyediaan lampu jalan yang konsep penataannya diusulkan sebagai berikut : Penyeragaman ketinggian lampu penerangan jalan pada tiap-tiap ruas jalan. Jarak penempatan lampu untuk jalan-jalan utama maksimal adalah 40 m, sedangkan untuk lampu skala pejalan kaki ditempatkan dengan jarak 20 meter. 17

18 Perlu adanya penciptaan bentuk lampu yang spesifik sebagai pembentuk identitas lingkungan. Lampu penerangan agar tidak digunakan untuk menempatkan reklame tempel, spanduk, selebaran atau yang lainnya, yang sifatnya merusak keindahan lampu. Sumber tenaga lampu penerangan jalan agar dipisahkan dengan kapling sekitarnya, sehingga pada saat terjadi pemadaman listrik total, lampu penerangan jalan masih tetap bisa menyala. D. Tempat sampah Penataan tempat sampah di wilayah perencanaan diarahkan sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan, yaitu antara lain: Perlu penyeragaman bentuk dan besaran tempat sampah yang berada dalam satu koridor jalan. Setiap pembangunan baru, harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah yang ditempatkan sedemikian rupa untuk peningkatan kualitas lingkungan. Penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika, terutama yang dapat menciptakan identitas lingkungan. Dipisahkan antara tempat sampah kering dan sampah basah. Gambar 7 Penandaan Berupa Box Telepon, Papan Pengumuman, Nama Jalan dan Tempat Sampah 18

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang BAB 5 KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti) dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang membentuk dan memperkuat karakter (ciri

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG DOKUMEN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI KAWASAN STRATEGIS LOMANIS KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan. KONSEP Konsep Dasar Street furniture berfungsi sebagai pemberi informasi tentang fasilitas kampus, rambu-rambu jalan, dan pelayanan kepada pengguna kampus. Bentuk street furniture ditampilkan memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

6.1 Peruntukkan Kawasan

6.1 Peruntukkan Kawasan 6.1 Peruntukkan Kawasan BAB VI RBAN DESIGN GIDELINES Peruntukan kawasan di Sempadan Sungai Jajar ditentukan dengan dasar : 1. Hasil analisis zoning 2. Karakteristik penggunaan lahan Peruntukkan kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA Tataguna Lahan Aktivitas Pendukung Bentuk & Massa Bangunan Linkage System Ruang Terbuka Kota Tata Informasi Preservasi & Konservasi Bentuk dan tatanan massa bangunan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN Dari proses yang dilakukan mulai pengumpulan data, analisa, sintesa, appraisal yang dibantu dengan penyusunan kriteria dan dilanjutkan dengan penyusunan konsep dan arahan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan

BAB VI PENUTUP. karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan Jalan BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis temuan lapangan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai karakter arsitektural ruang jalan di koridor Jalan Sudirman dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA

HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA HIRARKI ANTARA PERENCANAAN WILAYAH KAB/KOTA DENGAN PERANCANGAN KOTA KEDUDUKAN PERENCANAAN TATA RUANG DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RENCANA PEMBANGUNAN RENCANA UMUM TATA RUANG RENCANA RINCI

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI Unsur-unsur bangunan seperti Ketinggian bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB) / Building

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Ruang Pejalan Kaki Jalur Ruang pejalan kaki Pengertian Pada masa lalu, perancangan ruang pejalan kaki di kota jarang dilakukan. Ketika suatu mall dirancang dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KATA PENGANTAR

LAPORAN AKHIR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akhir ini merupakan penyempurnaan dari Laporan Antara yang merupaka satu rangkaian kegiatan dalam Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Daruba, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 46 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN DAN JALAN SLAMET RIYADI SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK

MATA KULIAH PERENCANAAN TAPAK HANDOUT PERKULIAHAN MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU PROF. Dr. H. MAMAN HILMAN, MPd, MT. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KAWASAN Tinjauan Kawasan Kebon Kacang Raya dan Kebon Kacang 30 3.1 Gambaran Kawasan Proyek Nama : Kawasan Kebon Kacang dan sekitarnya. Lokasi : Jl. Kebon Kacang Raya dan Jl.Kebon Kacang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN PASAR DAN SEKITARNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS BAB IV KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS 81

KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS BAB IV KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS 81 BAB IV KONSEP, RENCANA PENGEMBANGAN DAN PANDUAN RANCANG KAWASAN PRIORITAS 4.1. Konsep Perencanaan Kawasan 4.1.1 Visi Pembangunan Secara umum Visi dan Misi adalah suatu konsep perencanaan yang di sertai

Lebih terperinci

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 46 VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 7.1. Perencanaan Alokasi Ruang Konsep ruang diterjemahkan ke tapak dalam ruang-ruang yang lebih sempit (Tabel 3). Kemudian, ruang-ruang tersebut dialokasikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa, didapatkan faktor-faktor pembentuk karakter fisik ruang jalan dan kualitas karakter fisik pada Perempatan Ring Road Condong Catur

Lebih terperinci

Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

Bagian Hukum Setda Kab. Banjar BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BANJAR NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN WISATA LOK BAINTAN KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO Sabua Vol.2, No.1: 56-62, Mei 2013 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBUATAN JALUR HIJAU DI JALAN PIERE TENDEAN MANADO Venly D. Kawuwung 1, Sonny

Lebih terperinci

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan Standar Nasional Indonesia Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan ICS 93.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi... Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang Pasar Yaik Semarang Program ruang pasar Yaik Semarang berdasarkan hasil studi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dijabarkan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi rangkuman dari hasil penelitian dan pembahasan sekaligus menjawab tujuan penelitian di bab

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Metode perancangan dalam seminar ini yaitu berupa penjelasan dari awal proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan obyek perancangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian umum yang berhubungan dengan parkir, cara dan jenis parkir, pengaturan parkir, metode-metode parkir, kebijakan parkir, serta standar

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut :

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Perencanaan dasar pengunaan lahan pada tapak memiliki aturanaturan dan kriteria sebagai berikut : BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan Untuk mendukung tema maka konsep dasar perancangan yang digunakan pada Pasar Modern adalah mengutamakan konsep ruang dan sirkulasi dalam bangunannya,

Lebih terperinci

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN PENYUSUNAN RENCANA INVESTASI Setelah ditetapkan lokasi yang akan dibuatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB IV PANDUAN KONSEP

BAB IV PANDUAN KONSEP BAB IV PANDUAN KONSEP 4.1. Visi Pembangunan Sesuai dengan visi desa Mekarsari yaitu Mewujudkan Masyarakat Desa Mekarsari yang sejahtera baik dalam bidang lingkungan, ekonomi dan sosial. Maka dari itu visi

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PROYEK

BAB III DESKRIPSI PROYEK 38 3.1 Gambaran Umum BAB III DESKRIPSI PROYEK Gambar 3. 1 Potongan Koridor Utara-Selatan Jalur Monorel (Sumber : Studi Pra Kelayakan Koridor 1 Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2014) Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH

BAB II ATURAN BERSAMA A. ATURAN BERSAMA DALAM MEMBANGUN DAN MENATA (RENOVASI) RUMAH 1 BAB I PENGANTAR Aturan bersama ini dibuat bersama oleh masyarakat dan pihak kelurahan dan selanjutnya semua pihak meneruskan aturan bersama ini kepada semua elemen masyarakat sehingga bisa diketahui

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan BAB VI HASIL RANCANGAN Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan perancangan. Batasan-batasan perancangan tersebut seperti: sirkulasi kedaraan dan manusia, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini

BAB VI KESIMPULAN. kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini BAB VI KESIMPULAN Setelah dilakukannya analisa data statistik dan juga pemaknaan, kemudian didapatkan temuan penelitian. Temuan-temuan penelitian ini didapat dari hasil pemaknaan dan diharapkan pemaknaan

Lebih terperinci

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1. KONSEP DASAR PERANCANGAN Dalam konsep dasar pada perancangan Fashion Design & Modeling Center di Jakarta ini, yang digunakan sebagai konsep dasar adalah EKSPRESI BENTUK dengan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALI KOTA TASIKMALAYA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN DADAHA KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAWASAN KERAJINAN GERABAH KASONGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAWASAN KERAJINAN GERABAH KASONGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAWASAN KERAJINAN GERABAH KASONGAN V.1 Strategi Karena batasan luas yang besar maka pengembangan kawasan kerajinan gerabah membutuhkan pembagian pengembangan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Data Proyek Gambar 5.1 RUTRK Tapak Luas Lahan : 10.150 m 2 KDB : 20% x 10.150 m 2 = 2.030 m 2 KLB : 2,5 x 10.150 m 2

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API PASAR SENEN 5.1. Ide Awal Ide awal dari stasiun ini adalah Intermoda-Commercial Bridge. Konsep tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE

BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE BAB II STEP BY STEP, UNDERSTANDING THE WHOLE PICTURE Pemograman merupakan bagian awal dari perencanaan yang terdiri dari kegiatan analisis dalam kaitan upaya pemecahan masalah desain. Pemograman dimulai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili

Lebih terperinci