LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU OLEH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU OLEH"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU OLEH NAMA : PUJI NUR PARIDI NIM : C1K PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM 2011

2 1. Pendahuluan Dewasa ini perkembangan sub sektor perikanan mengalami kemajuan yang cukup menggembirkan hal ini didukung dengan adanya potensi sumberdaya alam yang tersedia diantaranya dapat dilihat dari luasan perairan pantai yang membentang yaitu km, serta pantai untuk budidaya ikan ha (Nurdjana, 1997). Selain itu juga didukung dengan adanya pengembangan budidaya organisme laut. Salah satu organisme laut yang lagi dikembangkan baik dari segi pembudidayaannya maupun dari segi pembenihannya adalah ikan kerapu yang mana merupakan salah satu prioritas yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan dari sub sector perikanan. Ikan Kerapu (Epinephelus sp.) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun pada internasional dan selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Mulyadi, 1989). Di Indonesia kerapu termasuk komoditas unggulan perikanan budidaya. Harga cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor yang sangat diminati di pasar Internasional. Terdapat 7 genus ikan kerapu yang tersebar di perairan Indonesia, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus kerapu tersebut tidak semua dapat dibudidayakan dengan baik. Ada 3 genus saja yang dapat dibudidayakan dengan baik dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ketiga genus tersebut adalah Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus (Anonim, 2011). Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kerapu macan merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di daerah perairan karang, diantara celah celah karang atau didalam gua di dasar perairan. Ikan karnivor yang tergolong kurang aktif ini relative mudah dibudidayakan karena mempunyai adaptasi yang cukup tinggi (Randall, 1987). Ikan Kerapu mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi masal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih alam yang sifatnya musiman. Akhir - akhir ini tangkapan benih alam yang tepat ukuran, mutu, dan jumlah sangat menurun, sehingga benih merupakan kendala utama dalam pengembangannya. Sehubungan dengan kondisi tersebut maka sangat diharapkan ketersediaan benih dari panti-panti benih (hatchery). Namun sejak tahun 1993 ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) sudah dapat dibenihkan, Balai Budidaya Laut Lampung sebagai unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perikanan, telah melakukan upaya untuk menghasilkan benih melalui pembenihan buatan manipulasi lingkungan dan penggunaan hormon. Pada budidaya air payau takalar upaya perintisan pembenihan ikan kerapu khususnya kerapu macan telah dimulai sejak tahun 1992, namun dalam proses

3 pelaksanannya menghadapi banyak kendala baik dari segi biologis induk maupun teknis pemeliharaan larva (Sudaryanto, 2000). Dipasaran internasional terutama di Negara Asia termasuk Asean (Jepang, Singapura, Hongkong, Cina bagian Selatan dan Taiwan) harga ikan kerapu akan lebih tinggi bila dijual masih dalam keadaan hidup. Sampai saat ini untuk memenuhi kebutuhan ekspor maupun konsumsi dalam negeri, sebagian besar masih didominasi oleh hasil tangkapan. Adanya permintaan yang cukup tinggi dan tidak dipenuhi dengan penangkapan dari alam, maka petani dibeberapa daerah perairan Indonesia mulai memelihara dalam keramba jaring apung dan tambak payau/laut. Pada umumnya benih yang dipelihara berasal dari alam, karena teknologi produksi benih ikan kerapu dari hatchery belum dapat diharapkan baik dalam jumlah maupun kesinambungannya (Anonim 2011). 2. Pemeliharaan Induk dan Pemijahan Induk yang dipelihara di Balai Budidaya Laut Sekotong berasal dari Bali, pengangkutan induk dilakukan menggunakan kapal dan sebelumnya induk diberi sejenis bubuk yang biasa disebut el-baju oleh para pembudidaya. Umur calon induk yang dipelihara dan dijadikan induk adalah induk yang telah berumur 5 tahun dengan ukuran induk jantan lebih besar dari induk betina. Di dalam unit pemeliharaan, induk-induk yang dipelihara dipisahkan dari induk yang siap memijah. Wadah pemeliharan induk ikan kerabu berupa bak beton yang berbentuk bulat dengan volume ton air dengan kepadatan 1-2 ekor/m 3, dengan sistem air mengalir dengan persentase pergantian air 300% per-harinya. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah dan cumi yang ditambahkan dengan vitamin E dan multivitamin secara teratur untuk mempercepat pematangan gonad dengan dosis 2-3% berdasarkan berat biomasa induk yang dipelihara. Ikan rucah yang diberikan berupa ikan teri yang sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu, bagian yang paling utama dibersihkan adalah kepala, isi perut, dan insang karena pada bagian tersebut mikroorganisme yang merugikan paling cepat berkembang biak. Pakan diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari dengan memperkirakan bahwa induk telah kenyang dengan tanda induk tidak merespon lagi bila diberi pakan. Setiap pagi bak pemeliharaan disipon dengan menggunakan selang. Untuk menjaga kualitas air dalam bak pemeliharaan dilakukan pengukuran kwalitas air setiap hari, adapun parameter yang di ukur antara lain adalah suhu, amoniak, dan salinitas. Kiat sukses dalam memelihara induk adalah dengan memilih induk yang bagus dan debit pergantian air yang besar. Induk ikan kerapu bebek akan mengalami kematangan gonad setelah 7-10 bulan dipelihara dengan berat 1,5-2,5 kg/ekor untuk induk betina dan 2,5-3,5 kg/ekor untuk induk jantan. Perbandingan induk jantan dan betina yang berada di dalam bak pemijahan adalah 1 : 3. Pemijahan bisanya terjadi 1 hari sebelum bulan gelap atau 1 hari setelah bulan gelap dan biasanya terjadi diatas jam malam. Saat pagi telur sudah dapat dipanen dengan cara memberi aerasi untuk memisahkan telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi. Telur yang terbuahi akan mengapung dan dapat didefinisikan telur yang bagus, sedangkan telur yang tenggelam didefinisikan telur yang tidak bagus. Saat pemanenan air dalam bak pemijahan ditinggikan sehingga air keluar mengalir memalui saluran outlet. Dan di ujung saluran outlet diberi saringan dengan ukuran mesh size 200µ. Telur yang tersaring dipindahkan de dalam ember atau wadah tertentu dengan volume

4 air tertentu. Untuk menghitung jumlah telur dengan menggunakan metode sampling adalah dengan mengaduk telur dalam wadah bervolume ml air dan mengambil sampel air 10 ml. Misalkan jumlah telur yang didapat dalam sampel adalah 9 buah dapat di simpulakan jumlah telur yang tertampung dalam wadah adalah 9 x 1000 = 9000 butir telur. Setelah mendapatkan jumlah telur, telur dipindahkan ke dalam bak beton bervolume 10 ton yang telah diberi 5 titik aerasi dan terdapat pada ruangan tertutup (indor) dengan kepadatan 4-5 butir/liter dan telur akan menetas 19 jam pada suhu o C. Adapun permasalahan dan kendala yang sering dihadapai adalah air yang kotor, sirkulasi air yang satu arah, dan rusaknya kwalitas air oleh limbah pertambangan emas liar. Solusi utama yang bisa dilaksanakan adalah dengan mengontrol kwalitas air setiap hari. Gambar. Bak Pemeliharaan dan Pemijahan Induk Gambar. Kolektor Telur 3. Pengadaan Pakan Alami Jenis pakan alami yang diberikan dalam pemeliharaan larva ikan kerapu adalah rotifera dan artemia. Untuk menjaga agar rotifera dan artemia tetap hidup maka diberi pakan berupa Nannochloropsis sp. Kultur Nannochloropsis sp. skala laboratorium di BBL Sekotong dilakukan dalam wadah berukuran ml. air media yang digunakan untuk kultur ini disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave atau bisa juga dengan cara direbus. Air yang sudah disterilkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah disediakan dan ditambahkan pupuk conwy dengan dosis 1 ml/l, kemudian ditambahkan bibit/inokulan dan diberi aerasi. Perbandingan jumlah air media dengan bibit adalah 1:5 atau 1:4. Dalam kultur Nannochloropsis sp. Ada beberapa tahap tang dilakuan yaitu: 1) Sterilisasi Alat dan Bahan yang smerupakan salah satu usaha pensucihamaan semua aspek yang akan digunakan dengan tujuan agar kegiatan tidak mengalami kegagalan karena adanya kontaminaasi. Bahan yang digunakan untuk sterilisasi adalah alcohol, kaporit, air tawar dan sabun cair. 2) Isolasi yang merupakan usaha pemisahan plankton dengan tujuan mendapatkan satu

5 plankton. Tahapan ini dilakukan dengan cara pengambilan air laut dengan menggunakan planktonet, selanjutnya dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melakukan pemisahan. Selain dari alam, tahapan isolasi juga dapat dilakukan pada hasil kultur yang terkontaminasi. 3) Kultur Media Agar merupakan kultur yang dilakukan pada media agar, tujuannya selain untuk mempertahankan kemurnian fitoplankton juga memiliki kualitas yang baik. 4) Penyimpanan Plankton merupakan salah satu usaha untuk menjaga kesinambungan stok murni. Stok murni disimpan di lemari es dalam bentuk cair atau beku. Stok murni dalam bentuk cair dikocok setiap hari dan dilakukan peremajaan setelah mencapai puncak kepadatan pada hari ke-8. Penyimpanan bibit ini bias bertahan 1 6 bulan dan dapat digunakan untuk bibit kultur apabila plankton mengalami penurunan kualitas. Di BBL Sekotong, kultur Nannochloropsis sp. secara semi massal dapat mengguakan wadah akuarium dengan volume 100 liter atau bak fiberglas bervolume 500 liter-1,5 ton. Media yang digunakan adalah air laut yang sudah disterilkan dengan cara disaring/difilter. Bibit/inokulan berasal dari kultur skala laboratorium sebanyak 10-20% dari volume kultur. Pupuk yang digunakan adalah pupuk conwy dengan dosis 1 ml/l. Adapun komposisi pupuk conwy yang digunakan di BBL Sekotong adalah: NaNO 3 = 100 gr EDTA = 45 gr NaH 2 PO 4 H 2 O = 20 gr H 3 BO 3 = 33,6 gr FeCl 3.6H 2 O = 1,5 gr MnCl 2.4H 2 O = 0,36 gr Trace Metal = 1 ml Vitamin mix = 10 ml Aquadest = 1 liter Gambar. Kultur Semi masal di akuarium Gambar. Kultur Sekala Labolatorium Alat dan bahan merupakan sarana yang terpenting dalam kegiatan kultur. Oleh karena itu, persiapan yang oftimal akan menghasilkan kultur yang maksimal. Sterilisasi alat dan bahan pada kultur semi massal sama halnya dengan sterilisasi pada kultur murni. Pupuk merupakan salah satu media untuk

6 menumbuhkan perkembangbiakan fitoplankton. Pembuatan pupuk dilakukan sebelum penebaran inokulan. Pupuk yang digunakan kultur skala semi massal adalah pupuk lokal, pupuk analis dan pupuk pro analis (PA). Pada saat kegiatan, pupuk yang digunakan adalah pupuk pro analis (PA) dengan dosis 1 ml pupuk/1 liter volume kultur. Sedangkan pupuk yang digunakan pada skala laboratorium terbuat dari bahan kimia PA (Pro Analis) dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk untuk 1 liter volume kultur. Jenis dan formula pupuk adalah yang sudah distandarkan dan umum digunakan yaitu Cowny (Walne s medium). Untuk memudahkan pemakaiannya, terlebih dahulu dibuat stok pupuk cair. Pemelliharaan fitoplankton meliputi pengamatan pertumbuhan, pengaturan suplai oksigen dan pemupukan. Pemupukan dilakukan setiap hari dengan dosis masing-masing kultur sebanyak 20 ml/100 liter volume kultur. Untuk proses fotosintesis penyinaran dengan 2 buah lampu 64 Watt selama 24 jam setiap hari. Pertumbuhan Fitoplankton ditandai dengan pertambahan kepadatan fitoplankton yang dikultur. Untuk menghitung kepadatannya umumnya menggunakan alat hitung haemocytometer dengan bantuan mikroskop. Kepadatan rata-rata optimum Nannochloropsis sp. yang dikultur murni skala laboratorium adalah x 10 4 sel/ml. Dengan ukuran 2-5 μm. Penghitungan kepadatan dilakukan setiap hari selama kegiatan kultur dengan menggunakan Haemacytometer di bawah mikroskop. Kepadatan optimum Nannochloropsis, sp. yang dikultur sebanyak x 10 4 sel/ml. Pemupukan ulang dilakukan apabila kultur dilakukan peremajaan. Peremajan merupakan tidak lanjutan dari kultur yang telah dipanen sebagian. Pemupukan ulang dalam satu periode kultur sebanyak 3 kali, yaitu pada kultur ke-2 sampai kultur ke-4. pupuk yang digunakan sama seperti pemupukan awal dengan dosis ½ dari pemupukan awal, 10 ml/1 liter volume kultur. Panen Nannochloropsis sp. dibagi menjadi 2 yaitu panen sebagian dan panen total. Panen sebagian yaitu panen yang dilakukan hanya 70% dari total kepadatan dan 30% dilakukan peremajaan untuk kultur lanjutan dengan mengoftimalkan kepadatan 30 juta sel/ml. Panen sebagian dilakukan pada hari puncak (hari ke-4) bertujuan agar kepadatan berkurang dan sudah dapat diberikan pada kultur rotifer. Panen total merupakan pemanan yang dilakukan setelah kultur selama 4 periode. Panen total terutama pada bag cultur, selain panen keseluruhan Nannochloropsis sp. juga dilakukan penggantian bag culture untuk kegiatan kultur selanjutnya. Panen total bertujuan agar kualitas media lebih steril dan kualitas Nannochlorpsis sp. tidak terlalu tua. Gambar. Kultur Semi Masal di Bak Fiber

7 Kultur Nannochloropsis sp. Skala Massal di BBL Sekotong dapat dilakukan dengan wadah bak beton bervolume ton. Air media yang digunakan adalah air laut yang sudah disaring/difilter. Bibit/anokulan yang ditambahkan sebanyak 10-20% dari volume kultur. Sedangkan pupuk yang digunakan pada kultur skala missal ini dapat berupa pupuk pertanian, yaitu urea 350 gr, ZA 500 gr dan TSP 150 gr per 10 ton air laut yang digunakan. Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam persiapan alat dan wadah budidaya adalah sterilisasi alat dan wadah, pengeringan dan pemasangan atau pengaturan aerasi. Klorinisasi merupakan salah satu usaha mensterilkan segala aspek yang akan digunakan dalam budidaya dengan menggunakan bahan kimia klorin. Sterilisasi alat dan wadah budidaya dapat menggunakan HCL dengan dosis 25 gr/ton. HCL dilarutkan dengan air yang kemudian disiramkan pada permukaan dinding bak. Proses penyikatan permukaan bak dilakukan setelah larutan klorin merta pada permukaan bak. Langkah terakhir media dibersihkan dengan air tawar sampai tidak berbau kaporit. Pengeringan dilakukan dengan interval waktu antara 6-24 jam. Tujuannya agar media bebas dari bibit penyakit, bau HCL, dan organisme-organisme yang akan menyebabkan kontaminasi. Aerasi merupakan suplai oksigen yang sangat dibutuhkan oleh palnkton. Aerasi diberikan pada kultur Nannochloropsis sp. sebanyak 6 titik yang diletakan pada dasar bak, dengan menggunakan pipa peralon berdiameter 1 cm. Lubang pengeluaran aerasi berdiameter 2 mm. Sedangkan pemberian aerasi pada bak kultur. Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah dari pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium (Taw, 1990) Pengisisan air media pada kultur Nannochloropsis sp. dilakukan setelah proses pengeringan yaitu dengan air laut bersalinitas ppt dengan kapasitas 73% dari volume bak kultur. Pengisia air media dilakukan pada pagi hari yang disusul dengan pemupukan awal. Jenis pupuk yang digunakan kultur adalah pupuk local yang terdiri dar urea, TSP, ZA, FeCl, NaEDTA. Pemeliharaan kultur Nannochloropsis sp. dilakukan setiap hari yang meliputi pengamatan kualitas air, aerasi dan penghitungan kepadatan. Penghitungan kepadatan Nannochloropsis sp. menggunakan Hemachytometer. Panen merupakan tahap akhir dari budidaya, dimana hasil dari itu dapat diaplikasikan pada kegiatan berikutnya. Pemanenan dibagi menjadi 2 bagian yaitu, panen total dan panen sebagian. Panen total merupakan pengambilan hasil yang dilakukan secara keseluruhan dan tidak dilakukan peremajaan dari sisa yang telah dikultur. Panen total dilakukan setelah masa kultur mencapai 4 generasi (4 kali panen), tujuannya agar organisme yang dikultur umurnya tidak terlalu tua dan kualitasnya sudah jelek. Panen sebagian merupakan pemungutan hasil dari suatu yang dibudidayakan dengan mengambil sebagian organisme yang dikultur dan sisa organisme tersebut dapat dilakukan peremajaan kembali. Panen sebagian dilakukan apabila organisme yang dikultur mencapai kepadatan yang melimpah, tujuannya agar kepadatannya menjadi jarang dan menjaga kematian massal.

8 Gambar. Kultur Sekala Masal di Bak Beton 4. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva (hatchery) Setelah induk ikan kerapu melakukan pemijhan telur yang dihasilkan dipilih telebih dahulu sebelun ditebarkan. Ciri-ciri telur yang baik yaitu jika telur mengapung diatas permukaan. Penyiponan dilakukan sebelum telur diambil, tujuannya untuk membersihkan telur yang ada didasar bak ( ciri telur yang tidak baik ). Setelah telur dipanen dari bak kolektor, telur tersebut langsung ditaruh di akuarium untuk penetasan. Biasanya penebaran dilakukan pada sore hari dengan jumlah penebaran ribu telur dalam satu bak atau akuarium. Telur yang ada akan menetas selama jam dan tingkat keberhasilannya %. Larva yang ada kemudian didederkan pada sore hari dan akan diberi pakan alami berupa rotifer. Untuk melancarkan pertumbuhan larva kualitas airnya harus dijaga. Suhu berkisar antara C, salinitas ppt, ph 7,5-8, kandungan nitritnya 1 mg/l dan nitrat 50 mg/l. System pengolahan air pada larva terlebih dahulu menggunakan sinar ozon selama 20 jam kemudian dilanjutkan dengan pemberian sinar UV, tujuannya untuk mematikan bakteri dan virus yang ada. Selain itu, penyiponan air tetap dilakukan setiap hari mulai jam 9 pagi secara bertahap yaitu ¼ dari bak setelah larva berumur D.9. Untuk metode pemanenan larva dilakukan setelah larva berumur hari setelah penetasan dan ukurannya sekitar 1 cm, dengan mengurangi air setinggi 30 cm dan langsung dapat dipanen dengan gayung atau keranjang. Pemberian pakan akan tetap dilakukan untuk menunjang pertumbuhan larva. Jenis pakan yang diberikan berupa Nannochloropsis, rotifer, love larva, alga instant, dan artemia. Pakan ini biasa diberikan pada pagi hari dan terkadang diberikan pada siang atau sore hari dengan frekuensi pemberian 1x sehari, 2x sehari, dan kadang 1 hari bisa 3-4 kali. Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan dengan jenis pakan, untuk nano berkisar 1 ton, rotifer 5 ind/ml, love larva 200 gr/3 hari dan artemia 3 ind/ml.

9 Gambar. Bak Pemeliharaan Larva 5. Pendederan Proses pendederaan dilakukan dari bak larva menuju bak pendederan saat larva berumur 3 bulan ( 45 hari ) dengan panjang larva 2-3 cm. Padat tebar secara umum 600 an dan untuk satu bak mencapai 250 dengan panjang larva 10 cm. Pemeliharaan benih dilakukan dengan penyiponan setiap hari mulai pukul 9 pagi sampai selesai, kemudian dilakukan peng gradingan selama 2 minggu sekali ( tergantung dari tingkat kekotoran bak / kualitas air ). Selain penyiponan dilakukan system aerasi dengan menggunakan system blower. Jika benih dalam keadaan sakit / luka, pemeliharaan/ pencegahannya dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan air tawar, dan jika ikan terlalu parah penyakitnya, pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan antibakteri ( Elbaju ) selama 5 menit atau paling lama menit. Benih dengan ukuran 10 cm keatas dapat dipanen dengan menggunakan serok, keranjang, ember, bak fiber, dll. Teknik pemanenannya sama yaitu dengan menurunkan ketinggian air 30 cm. Gambar. Bak Pemeliharaan Benih

10 6. Pembesaran di keramba jaring apung (KJA) Di BBL Sekotong terdapat dua jenis KJA yaitu KJA yang terbuat dari kayu dan KJA yang terbuat dari bahan Plastik atau paralon. Untuk KJA yang berbahan dasar kayu masa pakainya bisa mencapai 8 tahun. Bahan baku pembuatan KJA berupa papan-papan kayu yang dirangkai sedemikian rupa dan menggunakan baut untuk menghubungkannya dengan ukuran baut 10 cm dan 21 cm. Baut ukuran 10 cm digunakan untuk menghubungkan papan-papan pada lubang kantong dan baut yang berukuran 21 digunakan untuk menghubungkan papanpapan utama. Pelampung pada KJA terbuat dari sterefom yang dilapisi dengan terpal atau palstik, dan jumlah sterofom pada 1 unit KJA sebanyak 12 buah. Untuk mengurangi teriknya matahari KJA diberi atap berupa terpal. Jumlah lubang kantong pada KJA yang terbuat dari bahan dasar kayu adalah sebanyak 6 lubang setiap 1 unit KJA. Karena jumlah KJA sebanyak 4 buah yang dirangkai menjadi 1 maka jumlah kantong totalnya adalah 24 lubang kantong. Pada KJA yang terbuat dari bahan dasar plastik terdapat 8 buah lubang pada masing-masing unit sehingga jumlah seluruh lubang kantong yang dapat membudidayakan kerapu sebanyak 150 buah. Ukuran lubang kantong pada KJA kayu adalah 3 x 3 m dan pada KJA plastik adalah 2x 2 m. KJA juga dilengkapi dengan rumah jaga namun letaknya terpisah dengan KJA budidaya. Rumah jaga tidak dapat dipasangkan kantong pemeliharaan dibawahnya, hal ini dikarenakan jika ikan dipelihara di bawahnya maka ikan tidak bisa terkena cahaya matahari dan dapat menghambat fotosintesis phytoplankton. Bibit yang dibesarkan di KJA berasala dari hasil pembenihan yang dilakukan dari sekitar tempat budidaya dan harga bibit kerapu terbaru adalah Rp ,- /cm untuk bibit yang bersal dari luar BBL Sekotong, sedangkan benih yang bersal dari BBL Sekotong adalah Rp ,- /cm. Ukuran benih yang baik untuk ditebarkan di KJA adalah cm dikarenakan benih sudah tahan terhadap gangguan arus dan sudah dirasa kebal terhadap penyakit. Benih yang bisa dibudidayakan di KJA adalah benih yang berukuran diatas 12 cm. Namun bila terpaksa bisa menggunakan benih yang berukuran 10 cm. Sistem pengangkutan yang digunakan dengan sistem terbuka dan menggunakan speed boat. Adapaun cara pengangkutannya adalah air dari bak pemeliharaan benih dimasukkan ke dalam palka speed boat menggunakan ember. Untuk menggerakkan aerator digunakan kompresor. Benih yang terdapat di bak pendederan diserok dan dimasukkan kangsung ke palka speed boat tanpa aklimatisasi karena air yang digunakan berasal dari bak pendederan. Benih diangkut ke KJA dengan speed boad dan sesampainya di KJA benih ikan dipindahkan secara hati2 ke lubang-lubang kantong yang terdapat di KJA dan dilakukan aklimatisasi. Cara melakukan aklimatisasi di KJA adalah dengan memasukkan air yang berasal dari palka speed boat ke dalam ember dan memasukkan benih ikan kerapu kedalam ember. Ember yang berisi benih dbawa ke lubang kantong KJA dan langsung dicelupkan untuk menyamakan suhu. Dimasikkan sedikit demisedikit air ke dalam ember menggunakan gayung untuk menyesuaikan salinitas dan ditinggu beberapa saat sampai ikan beradaptasi baru ikan dimasukkan perlahan-lahan ke dalam air pada kantong KJA. Kepadatan awal penebaran benih di KJA adalah 300 ekor untuk benih yang berukuran cm pada setiap kantong. Sedangkan untuk benih yang berukuran 17 cm padat tebarnya 25 ekor per-kantong.penjarangan atau

11 pengurangan kepadatan dilakukan setiap bulan mulai dari ikan kerapu di pelihara di KJA. Penjarangan/ pengurangan bisa mencapai 18 kali hingga ikan kerapu siap dipasarkan. Teknik penjarangan dilakukan dengan melihat ukuran ikan kerapu dan keaktifannya serta respon pakannya. Untuk penjarangan bisa dilakukan 10-20% dari padat tebar ikan kerapu. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan buatan berupa pelet yang dapat didapatkan di toko-toko pelet dengan label KERA atau MEGAMI. Terkadang ikan juga diberikan ikan rucah jika ikan rucah tersedia. Pakan ikan rucah biasanya lebih bagus untuk ikan kerapu dibandingkan dengan pelet. Pakan ikan rucah dapat membuat ikan kerapu mencapai ukuran konsumsi 1 ekor lebih dari 4 ons hanya dalam waktu 10 bulan. Sedangkan pakan pelet untuk mendapatkan berat rata-rata 4 ons dibutuhkan waktu selama 1,5 tahun. Kekurangan pkan ikan rucah adalah ketersediaannya yang terbatas dan sulit. Ukuran ikan kerapu yang laku di pasaran adalah lebih dari 4 ons per-kg. Untuk harga sekarang ikan kerapu berkisar antara Rp ,- sampai Rp ,- per-kg untuk kerapu bebek dan harga ikan yang mati tidak diketahui karena BBL Sekotong hanya menjual ikan yang hidup. Untuk jenis ikan kerapu lainnya tidak diketahui pasarannya karene kurangnya informasi dan tidak dipeliharanya spesies lain. Pembersihan dan pergantian jaring dilakukan 1 kali dalam 2 minggu. Jaring lama dibersihkan dan disiapkan untuk digunakan lagi. Lokasi KJA yang berada di BBL Sekotong sebenarnya tidak bagus untuk lokasi budidaya ikan kerapu karena arus yang kencang dan besarnya ombak pada musim tertentu. Yang menjadi permasalahan dan kendala selama proses pembesaran ikan kerapu di KJA adalah dari faktor manusia yang di mana sering terjadi pencurian ikan kerapu. Selain itu juga kendala lainnya adalah tidak dapat memberikan pakan karena cuaca yang buruk. Solusi yang dilakukan adalah dengan menjaga KJA dan bila tidak diberi pakan maka pemberian pakan periode berikutnya dilakukan penambahan kuantitas pakan. Pemberian pakan ikan kerapu dilakukan 4 kali sehari yaitu 2 kali pada pagi hari dan 2 kali pada sore harinya dengan campuran vitamin C 2 gr/kg pakan yang dilengketkan dengan telur. Letak titik keritis proses pembesaran ikan kerapu di KJA adalah saat musim ombak datang. Hal-hal yang perlu di kuasai dan merupakan kunci sukses pembudidayaan kerapu adalah pemberian pakan rutin, dilakukan perendaman rutin dengan air tawar 1 kali dalam seminggu yang bertujuan untuk menghilangkan parasit pada kulit ikan kerapu. Selain itu juga pakan diberikan tambahan multivitamin. Gambar. Keramba Jaring Apung Pembesaran Ikan Kerapu

12 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut: a. Ikan kerapu beber memijah diatas jam 12 malam 1 hari sebelum bulan gelap dan 1 hari setelah bulan gelap dengan perbandingan 1 jantan dan 3 betina. b. Telur ikan kerapu yang bagus akan melayang dan menetas ± 20 jam setelah pemijahan dan diberi pakan berupa rotifera. c. Larva dipindahkan ke bak pendederan setelah berukuran 1,5-2 cm dengan kepadatan awal /m 3 dan sudah bisa diberi pakan perupa pelet yang diperkaya dengan vitamin C dengan dosos 2 gr/kg pakan. d. Pemindahan ke KJA dilakukan saat benih telah berukuran diatas 12 cm dengan menggunakan speed boat. e. KJA terbuat dari kayu atau paralon dengan padat tebar benih yang berukuran cm 300 ekor/kantong jaring dengan volume kantong jaring 27 m 3. f. Pakan yang diberikan berupa pelet yang diperkaya vitamin dengan pemberian pakan 4 kali dalam sehari. 2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan sebagai bahan evaluasi praktikum berikutnya adalah : a. Waktu pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan sebelum ujian tengah semester. b. waktu praktikum ditambah untuk melengkapi data untuk laporan.

13 DAFTAR PUSTAKA Anonim, Jenis-Jenis Kerapu Buddaya. nis-jenis-kerapu-budidaya&catid=57:berita Mulyadi, Sinopsis Kerapu di Perairan Indonesia. Balitbangkan. Semarang. Randall, Kerapu Bebek. Wikipedia Foundation. diakses 24 November Sudaryanto, Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar Swadaya. Jakarta.

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Desa Hanura, Kecamatan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi

Lebih terperinci

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA BDI-T/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI AIR TAWAR MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi

Lebih terperinci

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT UNDERSTANDING POND AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT Soil Profile Soil Triangle Clear plastic liner tube & sediment removal tool Sediment Sampler Soil acidity tester Food web in Aquaculture

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

MODUL: BUDIDAYA Chlorella

MODUL: BUDIDAYA Chlorella BDI-P/6/6.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI AIR TAWAR MODUL: BUDIDAYA Chlorella DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA 869 Efisiensi penggunaan plankton untuk pembenihan... (Suko Ismi) EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Suko Ismi

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH BDI-L/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENDEDERAN KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) 1. PENDAHULUAN Teripang atau juga disebut suaal, merupakan salah satu jenis komoditi laut yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik dipasaran

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia SNI 7311:2009 Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7311:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata, IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 di Laboratorium Pendidikan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan November 2012. 3.2 Materi Penelitian 3.2.1 Biota uji Biota uji yang

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN BDI-L/1/1.3 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENDEDERAN KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Daphnia adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah,

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI OLEH: TIM ASISTEN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

MODUL: PENEBARAN NENER

MODUL: PENEBARAN NENER BDI P/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA PERIKANAN PROGRAM KEAHLIAN IKAN AIR PAYAU PEMBESARAN IKAN BANDENG MODUL: PENEBARAN NENER DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus sampai denganseptember 2011 bertempat di BBPBL(Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut) Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Februari sampai dengan 17 Maret 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK BDI L/3/3.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN INDUK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp) Andi Khaeriyah Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar

Lebih terperinci

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung. III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13-21 Januari 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BBIP Lamu, merupakan calon Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/Instalasi Pembenihan dibawah pengawasan dan pengelolaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR BDI-L/3/3.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung dan Uji Proksimat dilaksanakan

Lebih terperinci

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella 2014 Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD I. Pendahuluan Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 3 BAHAN DAN METODE BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6137 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011, bertempat di laboratorium ikan Clownfish Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede) - Bagian 2: Produksi induk

Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede) - Bagian 2: Produksi induk Standar Nasional Indonesia Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii, Lacepede) - Bagian 2: Produksi induk ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan

Lebih terperinci

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina Sebagai bahan baku industri non pangan INFORMASI UMUM NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR Standar Nasional Indonesia Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan kerapu (Groupers) merupakan salah satu jenis ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi tinggi dan telah dapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI UKURAN PASAR

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI UKURAN PASAR BDI-T/21/21.3 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA IKAN HIAS JENIS TETRA MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI UKURAN PASAR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset Ikan Hias Depok. Penelitian berlangsung pada tanggal 15 Agustus hingga 5 Oktober 2012. Penelitian diawali

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2006, di PT Centralpertiwi Bahari yang berlokasi di Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 11 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih lobster air tawar yang merupakan hasil pemijahan dari satu set induk yang diperoleh dari tempat penjualan induk bersertifikat,

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Oleh : Rangga Ongky Wibowo (10.11.4041) S1Ti 2G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 Kata Pengantar... Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK WADAH BENIH AIR PERLAKUAN BIOFLOK PAKAN BOBOT WADAH / KOLAM WADAH / KOLAM Syarat wadah: Tidak

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

MODUL: PENETASAN Artemia

MODUL: PENETASAN Artemia BDI-T/1/1.4 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR BUDIDAYA PAKAN ALAMI MODUL: PENETASAN Artemia DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar SNI : 01-6133 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Definisi...1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

Pematangan Gonad di kolam tanah

Pematangan Gonad di kolam tanah Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkemang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Maret - 25 April 2012 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM

V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM V. DESKRIPSI TAUFAN S FISH FARM 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Taufan Fish Farm berlokasi di Jl. Raya Bogor Km. 7, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Taufan s Fish Farm merupakan perusahaan perseorangan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6141 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL

POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL PATTERNS GROWTH OF Nannochloropsis oculata IN CULTURE SCALE LABORATORY, INTERMEDIATE, AND BULK Indah Permata

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA BBPBAT Sukabumi 2007 Daftar Isi 1. Penduluan... 1 2. Persyaratan Teknis... 2 2.1. Sumber Air... 2 2.2. Lokasi...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014, di Laboratorium Budidaya III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014, di Laboratorium Budidaya Perikanan bagian Genetika dan Pemuliaan Ikan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah tingkat Provinsi yang mempunyai fungsi menyebar luaskan teknologi perbenihan

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Astriwana, Bayu Prasetya Wibowo, Gia Marta Novia Departemen Budidaya Perairan-Fakultas

Lebih terperinci