I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman budidaya terpenting dalam peradaban dan telah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman budidaya terpenting dalam peradaban dan telah"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan tanaman budidaya terpenting dalam peradaban dan telah menjadi bahan pangan lebih dari setengah populasi dunia dengan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi beras tertinggi ketiga di dunia setelah Cina dan India (Pathak dan Khan, 1994; Rahmat, 2010). Sebagai bahan pangan utama selama bertahun-tahun, padi menjadi tanaman yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia dengan produksi beras hingga sekitar 70 juta ton sejak beberapa tahun terakhir, dan terus naik hingga pada 2015 menjadi 75,36 juta ton gabah kering giling (BPS, 2015). Hal tersebut tak lepas dari upaya pemerintah dalam pelaksanaan UPSUS (Upaya Khusus) swasembada pangan pada tahun Sebagai bahan pangan yang dinilai penting, sistem agribisnis beras memegang peranan penting dalam pemantapan ketahanan pangan. Masalah utama dalam upaya peningkatan produksi beras adalah cekaman biotik dan abiotik yang merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi. Salah satu cekaman biotik adalah keberadaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman padi, salah satunya adalah wereng batang cokelat. Wereng batang cokelat (WBC) adalah hama global (The very importance pest global = VIPG), yang menjadi kendala bagi negara-negara penghasil beras dunia seperti China, Vietnam, Thailand, India, Pakistan, Malaysia, Filipina, Jepang, bahkan Korea (Bentur and Viraktamath 2008, Zhou et al., 2008, Du et al., 2007). WBC menyerang 1

2 langsung tanaman padi dengan menghisap cairan sel tanaman menggunakan stilet yang ditusukkan ke dalam jaringan floem mengakibatkan tanaman menjadi kering. Pada jumlah serangan yang tinggi, tanaman akan menunjukkan gejala khas seperti kering terbakar yang dikenal dengan istilah hopperburn. Kerdil hampa merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang disebabkan oleh RRSV. Baik RRSV maupun RGSV dapat ditularkan dan menginfeksi tanaman secara terpisah maupun bersama-sama (double infection) (Du et al. 2007). Secara terpisah, RRSV memberikan gejala khas berupa tepi daun tidak rata (ragged) disertai gall pada tulang daun. Sedangkan RGSV menghasilkan gejala khas berupa tanaman kerdil menguning, dengan ruas buku yang kaku sehingga menyerupai rumput (Cabauatan et al. 2009). RRSV pertama kali dilaporkan di Indonesia, tepatnya di Pandeglang (Jawa Barat) pada tahun 1976 (Hibino et al. 1977). Serangan RRSV jarang dilaporkan, hingga terjadinya outbreak serangan WBC terhadap varietas unggul pada tahun 2005, yang dipicu perubahan iklim global dan diduga akibat munculnya biotipe baru WBC (Ditlin, 2010; Baehaki dan Munawar, 2007). Kehilangan hasil akibat RRSV dinilai sangat merugikan, karena tanaman padi hanya menghasilkan malai yang hampa diikuti penurunan hasil produksi mencapai 82%. Dan pada serangan yang cukup parah, tanaman padi bahkan tidak memproduksi malai (Palmer et al., 1978). Virus kerdil hampa (RRSV) dan virus kerdil rumput (RGSV) pada beberapa tahun belakangan menjadi masalah di beberapa negara, seperti China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Thailand (Bentur and Viraktamath 2008, Zhou et al. 2008). 2

3 Di Indonesia, insidensi penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput meningkat dan selalu ditemukan di wilayah-wilayah endemik serangan WBC. Gejala infeksi RRSV selalu ditemukan dari tahun 2005 sampai 2010, tertinggi pada tahun 2010 dengan luas ha dan 20 ha di antaranya puso (Ditlin, 2010). Berdasarkan laporan Cabunagan et al., (2010), gejala mix infection semakin banyak ditemukan di lapangan. Hal tersebut menyulitkan identifikasi dan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengembangkan metode diagnostik yang efektif dan efisien untuk mendukung kegiatan monitoring dan pengendalian RRSV. Karakterisasi gejala, cara penularan, informasi sebaran, dan molekular diperlukan untuk perencanaan pengendalian virus dalam rangka untuk mengembangkan varietas padi tahan RRSV. Analisis nukleotida akan mengungkapkan variasi dan hubungan kekerabatan pada level genetik antar isolat RRSV dan gambaran mengenai variasi dan sebarannya. (Pattayawat et al., 2004). Informasi sebaran RRSV dapat menjadi mengungkapkan pengaruh WBC sebagai vektor dengan kemampuan migrasi jarak jauh yang akan bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian. 1.2 Permasalahan Penelitian Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Variasi gejala penyakit kerdil hampa yang ditemukan di lokasi-lokasi endemik serangan WBC semakin beragam dan semakin menyulitkan proses identifikasi dan pengendalian. Hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut mengenai 3

4 karakter virus yang menyebabkan beragamnya variasi gejala kerdil hampa, baik karakter penularan ataupun karakter molekularnya. 2. Belum ada informasi mengenai sebaran dan variasi RRSV di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia dan hubungan kekerabatannya dengan RRSV yang ditemukan di negeri lain yang telah dipublikasikan di database GeneBank. 1.3 Keaslian Penelitian Karakter virus sangat berkaitan dengan gejala yang ditimbulkan pada tanaman, interaksinya terhadap serangga vektor, serta kemungkinan adanya inang alternatif yang lain dan kemampuan mix-infection. Sehingga kajian terhadap karakter berupa variasi gejala, cara penularan, karakter molekular, sebaran, dan variasi virus penyebab kerdil hampa di Indonesia sangat penting untuk diketahui sebagai langkah awal pengendalian virus tersebut. Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai karakter, sebaran dan variasi virus penyebab kerdil hampa yang ditemukan di beberapa wilayah endemik WBC di Indonesia. Melalui kajian penelitian ini, diharapkan dapat dilakukan analisis karakter, sebaran dan hubungan kekerabatan virus penyebab kerdil hampa yang terdapat di Indonesia dibandingkan dengan virus penyebab kerdil hampa yang ada di negara lain. 4

5 1.4 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan karakter virus dari tanaman padi yang menunjukkan variasi gejala kerdil hampa yang ditemukan di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia. 2. Mengetahui sebaran dan variasi RRSV di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia serta hubungan kekerabatan virus tersebut dengan isolat virus penyebab kerdil hampa dari negara lain yang telah dipublikasi di database GeneBank. 1.5 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah mengenai karakter, sebaran dan variasi virus penyebab kerdil hampa di lokasi-lokasi endemik WBC di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan pengendalian virus yang mengarah pada pengendalian penyakit melalui upaya pengembangan pengendalian biologis ramah lingkungan hingga pengembangan varietas-varietas unggul tahan RRSV. 5

6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arti Penting dan OPT pada Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) berasal dari famili Gramineae (Poaceae), sub famili Oryzoideae, suku Oryzeae, genus Oryza. Padi adalah salah satu tanaman budidaya penting selama peradaban. Karena hingga saat ini terdapat sekitar 161 juta ha sawah yang tersebar di seluruh dunia dan sekitar 87% dari sawah tersebut terletak di Asia (FAO, 2013), dengan produksi global tahunan sebesar mencapai hingga 650 juta ton (Matsuo & Hoshikawa, 1993; Zeigler dan Barclay, 2008). Beras merupakan makanan pokok dari 95% masyarakat Indonesia dan berdasarkan data BPS tahun 2015, pada tahun 2014 konsumsi rata-rata beras nasional per kapita per tahun adalah sekitar 124,89 kg/kapita/tahun sementara Malaysia 90 kg/kapita/tahun, Brunai Darussalam 80 kg/kapita/tahun, Jepang 70 kg/kapita/tahun dan China hanya kg/kapita/tahun. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi, 38% protein dan 21,5% protein (Indrasari, 2006). Kandungan gizi dari beras tersebut menjadikan komoditas padi sangat penting untuk kebutuhan pangan sehingga menjadi perhatian pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Beras memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia dan juga memiliki pengaruh sosial dan politik di masyarakat. Produksi beras menyumbang sekitar 50 persen dari total nilai tambah di sektor pertanian sepanjang abad ke-20 (Van der Eng, 1996). Dalam beberapa tahun belakangan ini, masalah ketahanan 6

7 pangan menjadi isu penting di Indonesia, dan dalam setahun belakangan ini dunia juga mulai dilanda oleh krisis pangan. Kebutuhan beras sebagai bahan pangan dan bahan baku industri terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi beras nasional secara berkelanjutan sangat penting diupayakan untuk mengantisipasi munculnya gejolak sosial, ekonomi, dan politik yang tidak dikehendaki (BB Padi, 2015). Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah salah satu faktor pembatas yang dapat menurunkan produktivitas tanaman padi. Beberapa hama utama pada tanaman padi adalah tikus (Rattus argentiventer, Robinson and Kloss, 1916), penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas, Walker, 1863), penggerek batang putih (S. Innotata, Walker 1863), penggerek batang bergaris (Chilo suppressalis, Walker 1863), wereng batang cokelat (Nilapavarta lugens Stål) dan wereng hijau (Nephotettix viresence Distant) (Kartasaputra, 1993). Wereng cokelat dan wereng hijau tidak hanya merugikan karena serangan langsung pada tanaman, namun juga berperan dalam menularkan dan menyebarkan beberapa virus tanaman padi (Hibino, 1996). Terdapat tiga kelompok penyakit tanaman yang ditemukan menyerang tanaman padi, yaitu yang disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus. Beberapa penyakit utama pada tanaman padi adalah penyakit blast oleh jamur Magnaporthe grisea (sinonim Pyricularia oryzae), hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), serta tungro kerdil 7

8 hampa dan kerdil rumput yang disebabkan oleh virus (Sudir et al., 2014; Agrios., 2000; Praptana et al., 2013). 2.2 Virus Padi di Indonesia Penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan ancaman bagi produksi beras nasional. Hingga saat ini terdapat 30 virus yang dilaporkan mampu menginfeksi tanaman padi, 10 diantaranya menginfeksi padi di negara-negara Asia. Kesepuluh virus tersebut yaitu, Rice black- dwarf virus (RBSDV), Rice dwarf virus (RDV), Rice gall dwarf virus (RGDV), Rice grassy stunt virus (RGSV), Rice ragged stunt virus (RRSV), Rice transitory yellowing virus (RTYV), Rice stripe virus (RSV), Rice tungro bacilliform virus (RTBV), Rice tungro spherical virus (RTSV) dan Southern rice black-streaked dwarf virus (SRBSDV). (Abo and Fadhila, 2001; Le et al., 2010; Zhou et al., 2008 ). Semua virus padi tersebut ditransmisikan oleh wereng daun maupun wereng batang, seperti Laodelphax striatellus (Fallén, 1826), Unkanodes sapporonus Mats, Chilodephax albifacia, Sogatella furcifera (Horváth, 1899), Nephotettix spp., dan N. lugens. Virus-virus tersebut mampu melakukan replikasi atau perbanyakan virus di dalam tubuh vektornya (persisten), kecuali RTSV dan RTBV yang hanya ditularkan secara semi-persisten. Beberapa virus bahkan mampu menularkan virus secara transovari kepada anakannya (RSV, RDV & RGDV) namun hingga kini, belum ada bukti virus-virus tersebut tertular benih (Zhou et al., 2008; Huo et al., 2014; Uehara- Ichiki et al., 2013; Inoue and Omura, 1982; Abo and Sy, 1998). 8

9 Di Indonesia, hanya empat virus padi yang dilaporkan menyerang tanaman padi, yaitu RTSV, RTBV, RGSV dan RRSV (Cabunagan and Choi, 2010). Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV), yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau (N. virescens) secara semipersisten. RTBV menginduksi gejala, serta pengkerdilan, sedangkan RTSV berperan dalam penularan RTBV melalui wereng hijau (Praptana et al., 2013; Dahal et al., 1990). Selain N. virescens, terdapat tiga vektor virus tungro lainnya yang ditemukan di beberapa wilayah endemi dan non-endemi di Indonesia, yaitu N. malayanus, N. nigropictus dan Recilia sp.. Wereng hijau betina dinilai lebih efisien menularkan virus tungro dibandingkan wereng jantan dan dengan masa inkubasi yang lebih cepat. Di Indonesia, rerata luasan serangan tungro dalam 2010/2011 mencapai 5828 ha dan meningkat menjadi 7177 ha pada 2011 yang tersebar di 33 provinsi (Supriyadi et al., 2004; Kusprayogie et al., 2011). Virus pada padi lainnya adalah kerdil rumput (RGSV) yang ditularkan oleh wereng batang cokelat (WBC). RGSV pertama kali diketahui di Filipina tahun 1962; dan ditemukan di Indonesia di Bogor tahun 1967 (Baehaki, 2010; Ou, 1985; Rivera, 1967). Virus kerdil rumput termasuk ke dalam genus Tenuivirus yang berbentuk benang halus (filamentous thread) melingkar dengan diameter 6-8 nm dan panjang bervariasi antara nm, menghasilkan protein noncapsid yang berlimpah. RGSV memiliki 6 segmen ssrna. (Miranda et al., 2000). Tanaman padi yang 9

10 terinfeksi RGSV menunjukkan yang nyaris serupa dengan RRSV yaitu gejala kerdil, jumlah anakan banyak dan tumbuhnya tegak, daun menjadi pendek dan sempit berwarna kuning pucat atau hijau pucat, daun yang terinfeksi dapat menunjukkan gejala bintik-bintik pada daun muda maupun daun tua (Cabauatan et al., 2009). Pada tahun telah dilaporkan adanya gejala penyakit kerdil rumput seperti gejala tungro, yaitu adanya diskolorisasi warna jingga dan jika diinfeksi pada stadia muda tanaman cepat mati. Gejala pertama merupakan tipe aslinya (RGSV tipe 1), sedangkan yang kemudian disebut tipe ganas (RGSV tipe2) (Suzuki et al., 1988). Selain kerdil rumput, WBC juga merupakan vektor bagi RRSV, penyebab penyakit kerdil hampa. RRSV menyebar dengan cepat sejak pertama kali ditemukan di Indonesia dan Philipina ke negara-negara penghasil beras di Asia. Di Indonesia, virus kerdil hampa pertama kali dilaporkan di Pandelang (Jawa Barat) pada tahun 1976 (Hibino et al., 1977). Diduga penyakit sudah terdapat lebih dahulu, namun tertutup oleh gejala kerdil rumput. Gejala RRSV mulai banyak ditemukan setelah banyak ditanam jenis padi yang tahan terhadap RGSV (Ou, 1985). 2.3 Penyakit Kerdil Hampa oleh Rice ragged stunt virus Kerdil hampa disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV), mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi di negara-negara Asia dan negara penghasil beras lainnya. Hasil survei di Indonesia menunjukkan bila tanarnan 10

11 terinfeksi 34-76%, maka berkurangnya hasil panen mencapai 53-82%. (Palmer dkk., 1978). RRSV ditularkan oleh WBC (N. lugens atau Nilaparvata spp.) secara persisten namun tidak transovarial. RRSV dilaporkan dapat menginefksi tanaman dalam famili Gramineae termasuk O.sativa, Oryza latifolia, Oryza nivara dan beberapa spesies gulma, namun penularan alami terhadap gulma jarang ditemukan (Liu et al., 2013; Ling et al., 1977). Kerdil hampa menunjukkan gejala yang bervariasi termasuk hambatan pertumbuhan, daun tampak tercabik-cabik atau ragged yang disebabkan oleh pertumbuhan kedua tepi yang tidak sama atau tidak rata, ujung daun muda memuntir, percabangan pada buku-buku atas, pembentukan malai terlambat, malai tidak keluar dengan penuh, biji hampa, pembengkakan pada tulang daun (gall) hingga malformasi. Gejala yang paling jelas adalah menjadi kerdilnya tanaman sebelum berbunga (Hibino, 1996). Morfologi RRSV berbentuk bulat, ikosahedral dengan diameter nm, memiliki tonjolan (spike) tipe B dan tipe A yang ikut berperan dalam transmisi virus ke vektor. Genom RRSV terdiri atas 10 segment dsrna dengan panjang kb yang masing-masing memiliki ciri spesifik dari genus tersebut berupa sambungan sekuen nukleotida urutan 5 -GAUAAA---GUGC-3 (Nuss and Dall 1990; Hibino 1996; Yan et al., 1992). RRSV menghasilkan tujuh protein struktural (P1, P2, P3, P4A, P5, P8b, dan P9 dan tiga protein nonstruktural (Pns6, Pns7, dan Pns10). (Boccardo & Milne, 1984; Hagiwara et al., 1986; Upadhyaya et al., 1996; Miyazaki et al., 2008). P2, P3, P5 dan 11

12 P4A bertanggung jawab terhadap pembentukan guanylyltransferase, protein kapsid, RNA-dependent RNA polymerase dan enzim cap. P8 merupakan protein penyusun kapsid utama, dan P9 adalah protein yang berperan dapan proses transmisi dalam serangga vektor (Zhou et al., 1999). P3, P8 dan P9 bersifat immunoreaktif sehingga sering digunakan untuk mendeteksi keberadaan virus dalam inangnya (Miyazaki et al. 2008) Di antara protein non-struktural yang dikodekan oleh RRSV, Pns6 berperan sebagai protein suppressor RNA-silencing serta mengatur perpindahan protein virus (movement protein) (Wu et al., 2010), sementara Pns7 telah diidentifikasi sebagai protein NTP-binding (Spear et al, 2012; Upadhyaya et al, 1997). Virus kerdil hampa sering ditemukan menginfeksi tanaman secara terpisah maupun bersamaan dengan virus lain (mixed infection) yaitu dengan RGSV, RTBV maupun RTSV. Penelitian tahun 2006 di Vietnam menunjukkan bahwa variasi gejala akibat mix-infection dapat bervariasi dipengaruhi oleh jenis virus dan kondisi lingkungan (Du et al., 2007). Cabunagan and Choi (2010) melaporkan bahwa kejadian penyakit kerdil kuning di wilayah Jawa Tengah khususnya Klaten, menunjukkan adanya mix infection yang terjadi antara RRSV dengan RGSV, RRSV dengan RTSV, RRSV, RGSV dengan RTSV, ataupun RRSV, RTSV dan RTBV. Serangan virus memberi gejala khusus pada tanaman yang terinfeksi. Namun, gejala yang disebabkan oleh satu virus seringkali sulit dibedakan dengan virus lain, ataupun dengan gejala nonpatogenik seperti defisiensi hara, banjir, kekeringan, dan serangan hama juga dapat menunjukkan gejala yang serupa dengan serangan virus. 12

13 Dalam mengenali gejala infeksi virus, didasarkan pada beberapa faktor, seperti varietas tanaman, fase pertumbuhan, serta kondisi tanaman. Selain itu, tanaman dengan kasus mixed infection akan memperparah gejala kerusakan dan menyulitkan identifikasi visual (Le et al., 2010). Oleh sebab itu, diagnosis yang tepat diperlukan untuk identifikasi dan observasi penyakit lebih lanjut terutama untuk tanaman yang memiliki kemungkinan terinfeksi lebih dari 1 jenis virus. 2.4 Wereng Batang Cokelat (WBC) Brown planthopper atau wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens Stal.) (Hemiptera: Delphacidae) adalah hama utama pada padi, terutama pada wilayah tropis di Asia, dimana tanaman padi secara terus-menerus ditanam (Cabauatan et al., 2009). WBC adalah hama global yang sulit diprediksi. Morfologi serangga dewasa berukuran kecil, dengan panjang badan sekitar 2,6-2,9 mm, berwarna cokelat muda hingga kehitaman. WBC dewasa mempunyai dua bentuk, yakni bersayap panjang (Macroptera) dan tidak bersayap (Brachypthera). WBC yang tidak bersayap akan menetap pada batang maupun rumpun padi, sementara individu yang bersayap akan berpindah dalam satu hamparan luas bahkan mampu melakukan migrasi dengan kecepatan 5-11 m/detik sejauh km (Baehaki, 2011). Pola migrasi WBC sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca khususnya arah angin. WBC mampu mengikuti aliran angin musiman (Monsoon) yang memudahkan migrasi antar pulau bahkan benua (Otuka, 2005; Seino et al., 1987). 13

14 Keberadaan WBC selalu mengancam kestabilan produksi padi nasional karena serangan yang berfluktuatif, mulai ringan sampai mencapai puncak perkembangannya saat terjadi ledakan yang mengakibatkan tanaman mati seperti terbakar (hopperburn) dan menimbulkan puso (Baehaki, 2011). WBC juga merupakan vektor dari tiga virus penting pada tanaman padi penyebab yellowing syndrome yaitu RRSV (Rice ragged stunt virus), RGSV (Rice grassy stunt virus) tipe 1 dan RGSV tipe 2 (Baehaki dan Mejaya 2014). Pada tahun 2005, WBC dilaporkan menyerang Cina dan merusak 7,53 juta hektar dengan kehilangan mencapai 2,77 juta ton produksi. Sementara di Vietnam, dari tahun 2005 sampai 2006, lebih dari ha kawasan produksi beras terserang WBC dan virus, mengakibatkan kehilangan hasil mencapai ton beras senilai 120 juta USD. Di Indonesia, serangan berat terjadi pada tahun 2011 dengan total serangan mencapai ha dengan ha puso (Bentur and Viraktamath 2008; Du et al., 2007; Ditlin, 2011). Beberapa daerah di Indonesia menjadi daerah endemik WBC karena serangan yang selalu terjadi setiap tahun. Wilayah endemik sendiri diartikan sebagai suatu wilayah dengan insidensi serangan hama atau penyakit yang konstan atau terus menerus pada populasi tertentu. Meningkatnya jumlah serangan secara drastis dan melebihi batas normal dan dengan luas serangan yang meningkat kemudian disebut dengan epidemi. Sedangkan pandemi mengacu pada endemi yang terjadi dengan wilayah sebar yang lebih luas hingga ke beberapa negara atau benua. Pandemi 14

15 biasanya mencakup jumlah kejadian yang cukup besar dalam waktu yang sangat singkat (CDC, 2006). Lahan sawah yang terserang WBC terdapat di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Aceh dan Bali. Sebagian besar daerah endemik WBC tersebar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Tengah (32 Kabupaten), Jawa Timur (27 Kabupaten), Jawa Barat (19 Kabupaten), Jawa Timur (19 Kabupaten), dan Banten (6 Kabupaten). Jawa Tengah merupakan daerah endemik WBC yang luas sebarannya paling luas di Indonesia. (Manzila et al., 2002; BBPTP 2007). Total serangan WBC dalam periode di Indonesia mencapai ha dan ha di antaranya puso. Dan pada tahun 2011, serangan WBC meningkat sangat tinggi mencapai ha dan seluas ha diantaranya mengalami puso (Ditlin, 2011). Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mengalami serangan tinggi WBC dengan luas serangan sampai Ha pada tahun 2011, khususnya di Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar dan Boyolali. Sementara di Sumatera Barat, luas serangan WBC tahun mencapai 955,18 ha (Prasetyo dan Subanar, 2014; BPBTPH Sumatera Barat, 2014). Serangan WBC pada 2010 dapat dipandang sebagai kejadian luar biasa (KLB) internasioal. Karena semua negara Asia Tenggara, Asia Selatan, dan sebagian Asia Tengah terkena serangan WBC tersebut. Kerusakan yang diakibatkan serangan tersebut meliputi dampak kerusakan secara langsung berupa hopperburn yang 15

16 menimbulkan puso, hingga dampak kerusakan yang disebabkan tersebarnya tiga virus padi berbahaya, yaitu RRSV, RGSV- tipe 1 dan RGSV- tipe 2 (Baehaki, 2010). WBC dapat menyerang secara intensif pada fase nimfa ataupun saat dewasa. Virus dapat memperbanyak diri dalam tubuh vektor tetapi tidak dapat ditularkan melalui telur, air, tanah, biji maupun secara mekanik (Baehaki dan Mejaya 2014; Chetanachit et al., 1978; Ling et al., 1977). WBC yang telah mengakuisisi virus mampu mempertahankan dan menularkan virus tersebut sepanjang hidupnya. Namun WBC yang membawa virus memiliki usia yang lebih pendek dan fekunditas yang lebih rendah dibanding yang bebas virus (Cabauatan et al., 2009). 2.5 Identifikasi Virus Tanaman Identifikasi virus tanaman dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pengamatan visual terhadap gejala dan keberadaan vektor, kajian biologi, serologi serta kajian berbasis asam nukleat (molekular). Kajian biologi dilakukan untuk mencari pola penyebaran virus dengan cara menularkan virus ke inangnya melalui penularan mekanik, vektor, maupun biji. Penularan mekanik dilakukan dengan cara menggoreskan sap tanaman sakit ke tanaman indikator. Chenopodium amaranticolor dan Nicotiana tabacum merupakan tanaman indikator yang paling sering digunakan, namun beberapa virus membutuhkan tanaman indikator yang berbeda pula atau lebih spesifik inang (Sastry, 2013). Penularan melalui vektor dilakukan untuk virus-virus tanaman yang hanya dapat ditularkan melalui transmisi vektor. Vektor dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan lama waktu infektifitas 16

17 virus dalam tubuh vektornya (persisten, semipersisten & non-persisten) serta berdasarkan rute virus dalam tubuh vektor (sirkulatif dan non-sirkulatif). (Fereres & Raccah, 2015). Selain transmisi oleh serangga vektor, virus dapat ditularkan melalui biji. Terdapat sekitar 231 virus dan viroid tanaman yang dapat ditularkan melalui biji. Diantaranya juga ditularkan melalui vektor Penularan melalui biji dilakukan untuk melihat apakah virus dapat diturunkan dari tanaman induk yang sakit ke anakannya melalui biji (Sastry, 2013). Uji serologi kemudian dikembangkan untuk pengujian virus-virus pada tanaman padi. Pengujian secara serologi pada dasarnya adalah proses pengenalan antibodi terhadap antigen yang dibawa oleh virus. Antibodi terlebih dahulu dibuat, kemudian selanjutnya digunakan sebagai antisera yang akan mengenali antigen virus. Metode serologi secara umum dapat dibagi menjadi pengujian fase cair dan padat. Pengujian fase cair adalah tes precipitin, Latex Agglutination Reaction (LAR), dan Passive Hemaglutination (PHA), sementara contoh pengujian fase padat adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Immunobinding dot-assay (DIBA). Pengujian berbasis gel (double immunodiffusion gel assay, DIGA) telah juga dilaporkan (Sastry, 2013). Metode-metode serologi digunakan secara luas untuk mendeteksi virus pada tanaman padi, terutama untuk pengujian RRSV karena sifat immunoreaksi virus tersebut sangat tinggi. Protein P3, P8, dan P9 virus RRSV bereaksi cukup kuat terhadap antibodi poliklonal yang dikembangkan (Miyazaki et al. 2008). 17

18 Kajian serologi merupakan metode yang banyak digunakan untuk deteksi virus karena dinilai cepat dan tepat. Kajian serologi didasarkan pada hubungan antibodi dari virus dan antigen dari tanaman inang. Meski demikian, gejala yang timbul dapat bervariasi bergantung pada strain virus, adanya mix-infection oleh virus lain, fase dan umur tanaman, kondisi lingkungan, serta ketahanan tanaman (Lima et al.,2012). Meskipun pengujian serologi dinilai simple dan lebih murah, namun dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat antisera yang akan mengenali virus target. Selain itu, dalam beberapa kasus, antisera mungkin saja bercampur dengan komponen dari tanaman inang yang mengakibatkan terjadinya reaksi yang tidak spesifik, atau terjadi cross-reaction dengan virus lain yang memiliki kekerabatan dekat dengan virus targetnya. Untuk meningkatkan spesifisitas dan mengurangi kemungkinan cross reaction tersebut, saat ini banyak dikembangkan pembuatan antisera monoclonal antibodi dengan bantuan rekayasa genetika melalui ekspresi gen coat protein virus menggunakan vektor (Chen et al., 2012; Liu et al., 2013). Kajian serologi yang paling sering digunakan saat ini adalah ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay) dan beberapa modifikasinya, yaitu EBIA (Electroblot immuno assay), DIBA (Dot-immuno binding assay), DDIA (Disperse dye immunoassay), & TBIA (Tissue blot immuno binding assay) (Sastry, 2013). Seiring berjalannya waktu, pada awal tahun 2000, pengujian dengan metode berbasis asam nukleat mulai banyak dikembangkan karena dinilai memiliki tingkat sensitifitas yang lebih tinggi dibandiingkan pengujian dengan metode serologi (Uehara-Ichiki et al., 2013). Beberapa metode seperti Reverse-Transcriptase 18

19 Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), reverse transcription-loop-mediated isothermal amplification (RT-LAMP), dan Real Time qrt-pcr sangat berguna untuk mengamplifikasi RNA virus atau viroid yang konsentrasinya sedikit di dalam tubuh tanaman (Uehara-Ichiki et al., 2013). Deteksi berbasis asam nukleat pertama kali dilakukan oleh Owens dan Diener (1981) menggunakan kajian molekular berbasis hibridisasi dalam deteksi Potato spindle tuber viroid. Beberapa metode yang dikembangkan berbasis hibridisasi molekul asam nukleat adalah NASH (Nucleic Acid Spot Hybridization), DBH (Dotblot hybridization), Southern and Northern blot hybridization, serta In situ hybridization. PCR kemudian dinilai lebih sensitif dibandingkan metode hibridisasi. PCR mulai banyak dikembangkan dalam 30 tahun belakangan, dan hingga kini modifikasi PCR sudah banyak digunakan dan menjadi metode yang paling umum digunakan dalam diagnostik penyakit-penyakit pada tanaman (Lopez et al., 2003). Teknik PCR pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun Teknik ini dapat digunakan untuk menggandakan segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam hitungan jam. PCR melibatkan tiga langkah yaitu denaturation, annealing dan ekstention. Pada proses denaturasi untai ganda molekul DNA diubah menjadi untai tunggal. Selanjutnya pada proses annealing (penempelan), primer akan menempel pada DNA komplementer nya. Lalu terakhir adalah proses perpanjangan atau extention primer. Primer yang menempel akan mempolimerisasi DNA komplementernya. Proses tersebut diinisiasi oleh DNA polimerase. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya dntps 19

20 (datp, dctp, dgtp dan dttp) dan buffer yang sesuai (Newton and Graham et al., 1994). Modifikasi PCR banyak dikembangkan untuk menyesuaikan metode dengan karakter target patogen yang akan deteksi. Metode PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan, sehingga terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) untuk mendapatkan cdna (complementary DNA). Molekul cdna inilah yang akan dipergunakan sebagai DNA cetakan pada proses PCR. Teknik PCR dengan menggunakan molekul RNA yang ditranskripsikan menjadi cdna sebagai cetakan ini dikenal dengan nama Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT - PCR). Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, amplifikasi RNA sebelum dilakukan diagnosis agen penyebab penyakit infeksi dan penyakit genetik (Uehara-Ichiki et al., 2013). Beberapa variasi modifikasi PCR yang saat ini banyak dikembangkan, yaitu Immunocapture-PCR (IC-PCR), Immunocapture-Reverse Transcriptase-PCR (IC- RT-PCR), Direct binding PCR, Duplex PCR, Multiplex-PCR, Nested-PCR, Multiplex nested-pcr, Co-operational-PCR (Co-PCR), PCR-ELISA, Loop-mediated isothermal amplification (LAMP), Reverse Transcription-Loop-mediated Isothermal Amplification (RT-LAMP), Real Time PCR, Real time RT-PCR, Real-time PCR involving fluorescence methods, PCR-RFLP, dan masih banyak lagi. Metode tersebut dikembangkan agar dapat mendeteksi target patogen lebih sensitif, karena beberapa metode menjadi tidak efektif untuk patogen tertentu (Sastry, 2013). 20

21 Duplex atau Multiplex PCR merupakan modifikasi metode PCR dengan menggabungkan dua macam primer (Duplex) ataupun lebih (Multiplex), sehingga dapat dideteksi kemungkinan infeksi ganda pada satu sampel dalam satu kali PCR (Sastry, 2013). Metode tersebut menurut Lopez et al. (2009) dinilai sangat efektif dari seegi ekonomi. Single PCR atau RT-PCR telah dikembangkan untuk mengidentifikasi RRSV dan RGSV. Multipleks PCR menggabungkan beberapa primer yang memperkuat RNA atau DNA dari beberapa virus secara bersamaan dalam reaksi tunggal. Seiring berkembangnya teknik bioinformatika, saat ini banyak dikembangkan teknik Array dan juga sekuensing metode Maxam-Gilbert, Sanger maupun metode terbaru yaitu Next Genereation Sequencing dalam deteksi pada level gen. Teknologi Array member dampak yang besar dalam diagnosis virus karena sangat efisien untuk menguji sampel lapangan dalam jumlah besar. Prinsip dasar dari teknologi array adalah mengkombinasikan metode DNA-binding (DNA ditempelkan pada lempeng solid seperti filter membran atau array plate) dan diikuti oleh teknologi hibridisasi dengan menggunakan probe khusus yang akan mendeteksi DNA target. Teknologi ini pertama kali ditemukan dan diterapkan untuk studi ekspresi gen, yang kemudian dikembangkan dalam diagnosis varian patogen (Sastry, 2013). Sekuensing adalah teknik pengurutan secara tepat dan cepat nukleotida beserta asam amino yang disandinya (Brown, 1994). Teknik sekuensing dengan metode Sangaer lebih banyak digunakan pada saat ini, karena metode ini lebih mudah, praktis dan lebih efisien. Prinsip kerja teknik sekuensing ini dimulai pada 21

22 penempelan oligonukleotida pada template DNA rantai tunggal, yang diikuti oleh pemanjangan primer oleh DNA polimerase. Proses pemanjangan ini melibatkan empat macam deoksiribonukleotida trifosfat (datp), dctp, dgtp, dan dttp), dan salah satu diantaranya dilakukan pelabelan. Reaksi tersebut juga mengandung 2, 3 dideoksirinukleotida trifosfat (ddntps) yang berfungsi menghentikan pemanjangan primer oleh polimerase apabila menempel pada rantai DNA (Voet et al., 2006). Melalui hasil sekuensing, urutan basa nukleotida virus dapat diidentifikasi, kemudian dapat digunakan dalam analisis bioinformatika untuk mengetahui hubungan kekerabatan dan similiaritasnya dengan virus lain pada data GeneBank. Hubungan kekerabatan dapat diketahui melalui penerapan bioinformatika dengan alignment sekuen virus dengan virus lain yang sudah tersimpan dalam database genebank yang dapat diakses secara online dalam National Center for Biotechnology Information (NCBI) dari Amerika Serikat, European Molecular Biology Laboratory (EMBL) dari Eropa, dan DNA Data Bank of Japan (DDBJ) dari Jepang. Hasil alignment antar sekuen dapat digunakan untuk menkontruksikan pohon filogenetik virus target (Baxevanis and Ovellette, 2005). 2.6 Landasan Teori Penyakit kerdil hampa di Indonesia mulai merebak beriringan dengan outbreak wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens). Kerdil hampa disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV), family Reoviridae, genus Oryzavirus. Kerdil hampa merupakan penyakit penting pada tanaman padi yang dapat menurunkan produksi 22

23 hingga 82%.Virus ini telah ditemukan menyerang tanaman padi di Indonesia sejak tahun 1976 kemudian terus meningkat secara drastis sejak tahun 2005 dan menunjukkan kerusakan yang lebih parah dengan gejala yang bervariasi. Gejala klinis yang tampak pada tanaman yang terinfeksi adalah terhambatnya pertumbuhan (kerdil), daun memuntir dan nampak tercabik (ragged), pembengkakan tulang daun (gall), dan tidak terisinya bulir padi. Gejala yang timbul kemudian menjadi parah berupa tanaman sangat kerdil, dengan daun sempit, pendek dan kemerahan, serta tumbuh tanpa menghasilkan malai. RRSV ditularkan secara persisten oleh WBC dan tersebar secara luas di wilayah Asia Tenggara. RRSV dapat ditularkan bersamaan dengan Rice grassy stunt virus (RGSV), dan dapat mix-infection dengan virus padi lainnya (RTBV atau RTSV). Diduga RRSV yang tersebar di Indonesia memiliki homologi tinggi dengan isolat RRSV dari Negara-negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Filipina, Thailand dan China mengingat kemampuan vektor untuk bermigrasi jarak jauh. Namun penelitian mengenai karakter, sebaran, variasi genetik dan strain terbaru virus ini di Indonesia masih sangat terbatas. Identiikasi RRSV dapat dilakukan melalui pengamatan biologis, serologi dan molekular. Pengamatan biologi dan molekular dipilih untuk karakterisasi virus penyebab kerdil hampa pada penelitian ini. Identifikasi secara molekular akan mengkonfirmasi hasil kajian biologi. Kajian molekular dianggap lebih efektif dan efisien dalam deteksi dan karakterisasi RRSV. Kajian molekular dilakukan dengan isolasi RNA, Reverse Transciptase (RT- PCR), elektroforesis, sekuensing dan analisis hasil sekuen berdasarkan nukleotida dan asam amino melalui serangkaian analisis bioinformatika untuk mengetahui 23

24 tingkat similiaritas dan kekerabatan virus target dengan virus yang sudah teridentifikasi dan dipublikasi di database di GeneBank NCBI. 2.7 Hipotesis 1. Penyakit kerdil hampa di lokasi-lokasi endemik serangan WBC di Indonesia disebabkan oleh Rice ragged stunt virus (RRSV) yang cenderung mix-infection dengan RGSV, mengakibatkan beberapa variasi gejala dan perubahan pada beberapa sekuen basa nukleotida. 2. RRSV tersebar di beberapa wilayah endemik WBC di Indonesia dengan variasi genetik yang rendah dan berkerabat dekat dengan RRSV yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara, yang telah dipublikasikan di database genebank. 24

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Padi merupakan makanan pokok yang masih sukar untuk diganti dengan bahan lain di Indonesia. Laju kenaikan produksi padi di Indonesia yang mengesankan terjadi pada periode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya tersebar di daerah-daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis di benua Asia, Afrika,

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi Lampung pada sektor tanaman pangan. Produksi komoditas padi di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tanaman pertanian yang diusahakan adalah tanaman padi (Oryza Sativa L.). Tanaman padi (O.sativa) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, karena

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L.,

PENDAHULUAN. Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., 13 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian yang menurut sejarahnya berasal dari Amerika. Orang-orang Eropa

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity di dunia yang memiliki kekayaan ekosistem beragam, salah satunya adalah ekosistem perairan air tawar yang memiliki

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang dan mencukupi kebutuhan pangan Indonesia memerlukan peningkatan produksi padi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primernya tersebut adalah makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI Oleh: Edi Suwardiwijaya Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Jl. Raya Kaliasin. Tromol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi atau beras merupakan komoditas strategis dan sumber pangan utama untuk rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1960 sampai sekarang selalu berupaya

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu an (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang Coklat,

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu tanaman sayuran yang umbinya menjadi menu pokok pada hampir semua jenis masakan dengan fungsi sebagai

Lebih terperinci

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh REVERSE TRANSKRIPSI RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd Oleh UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan 5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Organisme Pengangganggu Tanaman (OPT) utama yang menyerang padi ada 9 jenis, yaitu : Tikus, Penggerek Batang, Wereng Batang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komoditas ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Bioinformatika Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Contents Klasifikasi virus Penentuan tingkat mutasi Prediksi rekombinasi Prediksi bagian antigen (antigenic sites) yang ada pada permukaan virus. Sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat

Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat ISSN: 0215-7950 Volume 11, Nomor 6, Desember 2015 Halaman 205 210 DOI: 10.14692/jfi.11.6.205 Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat Identification of Viruses

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK Mansur 1, Syahrir Pakki 2, Edi Tando 3 dan 4 Yulie Oktavia 1 Loka Penelitian Penyakit Tungro 2 Balai Penelitian Tanaman Serealia

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT

DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT Prosiding Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional (KIVNAS) ke-13 Palembang, 23-26 November 2014 DIAGNOSIS VIRUS PENYAKIT JEMBRANA (VPJ) BERBASIS ASAM NUKLEAT *Asmarani Kusumawati 1,2, Atik Ratnawati 1, Ida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung di Indonesia (Zea mays L.) merupakan komoditas tanaman pangan terpenting kedua setelah padi. Tanaman ini berasal dari Amerika. Sekitar abad ke-16,

Lebih terperinci

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS (RTBV) DAN RICE GRASSY STUNT TENUIVIRUS (RGSV) DARI BEBERAPA KABUPATEN DI PULAU JAWA DWI ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci