Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016 KATA PENGANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016 KATA PENGANTAR"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-nya, kami telah dapat menyelesaikan Laporan Kinerja Tahun Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan wujud pertanggungjawaban capaian kinerja atas komitmen pelaksanaan tugas yang telah diperjanjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) 2016, dalam melaksanakan tugas secara efektif, transparan, akuntabel yang berorientasi pada hasil (outcome), berdasarkan sasaran strategis dan indikator kinerja utama (IKU) yang telah ditetapkan. Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan masukan yang berharga bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian khususnya pada Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dalam rangka membangun kinerja yang lebih baik. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih. i

2 DAFTAR ISI 1 KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii RINGKASAN EKSEKUTIF... iii BAB I PENDAHULAN Latar Belakang Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Aspek Strategis Isu Strategis... 3 BAB II PERENCANAAN KINERJA Rencana Strategi Rencana Kerja Perjanjian Kinerja Pengukuran Kinerja BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Capaian Kinerja Organisasi Pengukuran Capaian Kinerja Organisasi Evaluasi Capaian Kinerja Organisasi Realisasi Anggaran BAB IV PENUTUP Lampiran ii

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM pada tahun 2016 memiliki program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan sasaran strategis yaitu : (1) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, (2) Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM. Untuk mendukung terwujudnya implementasi Sasaran Program kerja tersebut telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan, (2) Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif nasional yang terimplementasikan. Dalam rangka mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, telah dilakukan kegiatan koordinasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan yang mencakup lima kegiatan, yaitu Pengembangan Ekonomi Kreatif, Pengembangan Kewirausahaan, Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UKM, Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan, dan Ketenagakerjaan. Berdasarkan evaluasi analisis capaian kinerja 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, dapat memenuhi target sesuai yang direncanakan dengan baik, sebagaimana tercermin dalam tabel Pengukuran Kinerja di bawah ini: iii

4 Tabel Pengukuran Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Target Realisasi Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Kinerja (1) (2) (3) (4) (5) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM 1 Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan 85% 85% 100% Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, 2 Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif nasional yang terimplementasikan 85% 85% 100% Adapun realisasi anggaran yaitu sebesar Rp ,- (setelah self blocking)dari pagu anggaran total sebesar Rp ,- atau sebesar 97.98%. iv

5 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah, (Permenko Nomor 5 Tahun 2015). Sejalan dengan ditetapkannya paket-paket kebijakan di bidang perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, telah berkomitmen untuk mendukung pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun Seiring dengan perkembangan kebutuhan organisasi, sekaligus untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian di bidang perekonomian, telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagai pengganti Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebelumnya. Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Tahun 2016 merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi terhadap capaian kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 termasuk kinerja deputi terkait Koordinasi Industri, Inovasi Teknologi, dan Kawasan Ekonomi yang dilaksanakan sebelum diterbitkannya Permenko Nomor 5 Tahun Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari semua pihak dalam melaksanakan kegiatan sinkronisasi dan koordinasi, serta pengendalian atas pelaksanaan progam dan kegiatan bersama Kementerian/Lembaga terkait. 1.2 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanatkan dalam Permenko Nomor 5 Tahun 2015, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, mempunyai tugas : 1. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM. 2. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM. Pada saat akhir Tahun 2015, Deputi IV memiliki nomenklatur Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : PER- 1

6 5/M.EKON/10/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan tugas dan fungsi sebagai berikut: 1. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan, kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah. 2. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Menengah menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM. b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM. c. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan wirausaha baru berbasis teknologi. d. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pengembangan industri kreatif. e. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan tenaga kerja dengan keahlian tertentu dan pemberdayaan buruh. f. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam menjalankan pelaksanaan tugas dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, dibantu oleh : 1. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2. Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 3. Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan 4. Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM 5. Asisten Deputi Ketenagakerjaan 6. Kelompok Jabatan Fungsional Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian, struktur organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif dan Daya Saing Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut : 2

7 Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM 1.3 Aspek Strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM memiliki peran strategis dalam mencapai visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2019 yaitu Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, melalui koordinasi penyusunan dan penetapan kebijakan serta pengendalian kebijakan terkait ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM. Dengan peran tersebut diharapkan dapat mendukung kinerja pembangunan nasional sebagaimana yang telah tercantum dalam RPJMN , sebagai berikut: Sementara itu, sasaran strategis dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM yaitu : 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 1.4 Isu Strategis Isu strategis yang harus diselesaikan sebagai wujud kinerja Tahun 2016 oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, antara lain: 1. Pengembangan Ekonomi Kreatif a. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif, b. Penyusunan skema pembiayaan yang sesuai bagi industri kreatif, c. Peningkatan daya saing industri kreatif unggulan dan prioritas, d. Pengembangan SKKNI dan LSP Sektor Ekonomi Kreatif. 3

8 2. Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan a. Pengembangan Kota Kreatif Nasional yang Berkelanjutan, b. Optimalisasi pengembangan Scince Techno Park, c. Pengembangan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-commerce) Penugasan Tambahan 3. Pengembangan Kewirausahaan: a. Draft Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan Nasional, b. RUU Kewirausahaan Nasional, c. Pemetaan Profil Inkubator Wirausaha, d. Data Wirausaha Baru Wilayah Jawa dan Bali. 4. Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM a. RUU Perkoperasian b. Evaluasi Perpres 98/2014 tentang Perizinan Usaha Mikro Kecil (IUMK) c. Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat d. Pengembangan Sentra IKM/UKM e. Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM f. Evaluasi Perizinan Pada Kementerian Koperasi dan UKM 5. Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi a. Pendanaan Bisnis Tech Start-up 6. Ketenagakerjaan : a. Pendidikan dan Pelatihan Vokasi b. Turunan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan c. Cost Structure d. IMTA dan KITAS e. RUU Perlindungan Migran 4

9 2 BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Rencana Strategi Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi serta pengendalian kebijakan di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, perlu ditetapkan visi dan misi yang akan dicapai dalam mendukung tercapainya sasaran strategis sebagaimana yang tertera dalam Ilustrasi Keterkaitan tugas dan fungsi antar Asisten Deputi di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM sebagai berikut : Gambar 2.1 Ilustrasi Keterkaitan Tugas dan Fungsi Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM Pada gambar tersebut terlihat keterkaitan antara program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh unit eselon II di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM. Keterkaitan tersebut menunjukan adanya kolaborasi dan kerjasama di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM internal. 5

10 Selain kolaborasi dan kerjasama secara internal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga dituntut untuk melakukan koordinasi, kerjasama, dan kolaborasi yang kuat dengan berbabgai Kementerian/Lembaga terkait. Sekurang-kurangnya terdapat 10 K/L yang terkait langsung dengan isu yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM yaitu: Kementerian Perindustrian, Kemristek Dikti, Kementerian Pertanian, KKP, Kementerian Koperasi dan UKM, Kemnaker, Badan Ekonomi Kreatif, LIPI, dan BPPT. Namun selain berkoordinasi dengan K/L yang memiliki keterkaitan langsung, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga berkoordinasi dengan K/L lain yang memiliki keterkaitan tidak langsung yaitu dalam konteks pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, Kewirausahaan, KUKM, serta ketenagakerjaan, misalnya Kementerian PU dan Kementerian Perhubungan dalam rangka peningkatan konektivitas. 1. Visi Dalam upaya pencapaian sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM telah menetapkan visi sebagai berikut: Visi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM: Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan pembangunan di bidang ekonomi kreatif; kawasan berbasis kreativitas, inovasi, dan teknologi; kewirausahaan; koperasi dan UMKM; serta ketenagakerjaan yang efektif dan berkelanjutan. Visi ini menunjukkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan terhadap kementerian terkait untuk melaksanakan program dan kegiatan di bidang perekonomian, sehingga menjadikan perekonomian nasional yang tangguh dalam menghadapi era globalisasi. 2. Misi Untuk mewujudkan Visi tersebut, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk misi sesuai dengan tugas dan fungsi, adapun Misi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing UKM adalah : Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Koperasi dan UMKM, dan Ketenagakerjaan Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan tantangan dan hambatan di bidang ekonomi, dan perkembangan perekonomian di dalam negeri maupun internasional dalam kondisi era globalisasi yang semakin kompetitif, serta kebutuhan masyarakat akan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. 6

11 3. Tujuan Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan, yaitu : Terwujudnya peningkatan daya saing nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN melalui peningkatan kontribusi ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta KUMKM, yang didukung oleh upaya penciptaan tenaga kerja terampil dan kreatif serta pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi dan teknologi 4. Sasaran Program Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Tahun , tujuan dalam 5 (lima) tahun di atas dijabarkan ke dalam 2 (dua) sasaran strategis, yaitu: a. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Ketenagakerjaan b. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Ketenagakerjaan. 2.2 Rencana Kerja 2016 Sebagai penjabaran dari Renstra , Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM telah menetapkan Rencana Kerja Tahun 2016, sebagai berikut : Tabel 2.1 Rencana Kerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan Program Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM 5226 Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output 1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) 2.300,0 KL 85% 1.100,0 7

12 Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif 3. Terwujudnya Efektifitas Pelaksanaan Program dan Tata Kelola administrasi pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM yang optimal 5228 Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 5227 Koordinasi Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan 01 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Pengembangan Kewirausahaan 02. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output 2. Persentase (%) rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif 3. Jumlah pelayanan dan tata kelola pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM 1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 2. Persentase (%) pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Pengembangan Kewirausahaan 2. Persentase (%)pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) KL 85% 800,0 KL , KL 85% KL 85% KL 85% KL 85% 800 8

13 Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan 2505 Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya saing Koperasi dan UMKM 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 1. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 2496 Koordinasi Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi 01 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output 1. Persentase rekomendasi koordinasi dan sinkronosasi kebijakan Pengembangan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diselesaikan 2. Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 1. Persentase (%) rekomendasi hasil koordinasi, dan sinkronisasi kebijakan pengembangan UKM berbasis teknologi yang ditindaklanjuti Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) KL 85% KL 85% KL 85% Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi 5229 Koordinasi Kebijakan Ketenagakerjaan 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Ketenagakerjaan 2. Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi 1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Ketenagakerjaan KL 85% KL 85%

14 Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagakerjaan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output 2. Persentase (%)pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagakerjaan Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) KL Perjanjian Kinerja Dalam rangka mendukung Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016, maka Sasaran Program Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Tahun 2016 Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target 2015 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan 85% (11 rekomendasi) Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang terimplementasikan 85% (11 rekomendasi) IKU yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM berkontribusi pada pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu : 1. IKU 1: Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan, dan 2. IKU 2 : Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang 10

15 terimplementasikanberkontribusi pada SS 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan perekonomian. 2.4 Pengukuran Kinerja Penilaian hasil Laporan Kinerja Akhir Tahun Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM tahun anggaran 2016 dilakukan sesuai panduan untuk menjaga konsistensi pengukuran kinerja. Cara perhitungan capaian kinerja untuk setiap indikator kinerja dari sasaran strategis dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun 2016 dengan realisasinya. Metode perhitungan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akandiketahui nilai NKO. Formula penghitungan NKO adalah sebagai berikut : Realisasi NKO = Target 100% Adapun Status Kinerja NKO ditandai dengan warna, pemberian warna sesuai nilai NKO, adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Polarisasi Capaian Kinerja Organisasi Hijau Kuning Merah X 100 (memenuhi ekspektasi) 80 X < 100 (belum memenuhi ekspektasi) X < 80% (tidak memenuhi ekspektasi) 11

16 3 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, dan dalam rangka mendukung keberhasilan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, maka sasaran program yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : (1). Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, (2). Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM. Untuk mencapai sasaran program tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan (2) Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif nasional yang terimplementasikan. 3.1 Capaian Kinerja Organisasi Pengukuran Capaian Kinerja Organisasi Pengukuran capaian kinerja dihitung berdasarkan capaian realisasi target Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016, sebagai berikut : Tabel 3.1 Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM Tahun 2016 Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target 2016 Realisasi 2016 Kinerja (%) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan 85% 85% 100% Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan 85% 85% 100% 12

17 Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang terimplementasikan Terhadap hasil capaian target kinerja tahun 2016 tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut: Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Target capaian IKU Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan yaitu sebesar 85%. Target perumusan rancangan peraturan tersebut dicapai melalui adanya tindak lanjut atau penyelesaian terhadap 50% rekomendasi kebijakan yang telah disusun oleh Deputi (11 rekomendasi). Berdasarkan pelaksanaan program dan kegiatan Tahun 2016, rekomendasi kebijakan yang diusulkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM dan ditindaklanjuti yaitu sebanyak 11 rekomendasi kebijakan atau sebesar 100%. Adapun rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun 2016, sebagai berikut : 1. Rekomendasi Kebijakan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Pengembangan ekonomi kreatif merupakan agenda prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam RPJMN (Nawa Cita).Di dalam RPJMN telah dirumuskan arahan kebijakan, strategi, dan target pengembangan ekonomi kreatif jangka menengah sampai dengan tahun 2019.Pemerintah juga membentuk Badan Ekonomi Kreatif melalui Perpres 72/2015, yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif.namun demikian, kebijakan tersebut dirasakan belum memadai dalam memberikan konsepsi dan panduan pengembangan ekonomi kreatif secara berkesimabungan dalam jangka panjang bagi stakeholder terkait setelah berakhirnya Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Sehingga sejak tahun 2015 Kemenko Bidang Perekonomian telah memulai upaya penyusunan payung hukum Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif. Di lain sisi, saat ini tengah bergulir penyusunan RUU Ekonomi Kreatif yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan telah masuk ke dalam Prolegnas (peringkat 40), yang diharapkan dapat menjadi solusi. Namun dinamika yang ada mengindikasikan bahwa penyusunan RUU tersebut akan memakan proses dan waktu yang panjang, sementara kebutuhan akselerasi pengembangan ekonomi kreatif sebagai prioritas Pemerintah cukup mendesak. Oleh karena itu, FGD yang dilaksanakan di kantor Setkab pada tanggal 24 Maret 2016 menyarankan perlu didorong alternatif payung kebijakan lain berupa Perpres. Perpres dinilai tepat untuk memberikan pengaturan mengenai konsepsi, arah kebijakan, strategi, dan rencana aksi dalam pengembangan ekonomi kreatif.selain itu cakupan ruang lingkup Perpres bersifat nasional dan antar lintas kementerian/lpnk/badan pemerintah. Merespon kondisi tersebut, Kemenko Perekonomian berinisiatif menyusun suatu rekomendasi mengenai kebijakan pengembangan ekonomi kreatif jangka panjang, yang 13

18 diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak-pihak terkait, khususnya Badan Ekonomi Kreatif, dalam proses penyusunan berbagai rancangan kebijakan yang tengah disusun. Rekomendasi kebijakan ini memuat beberapa hal yaitu: (1) tinjauan isu-isu yang perlu memperoleh perhatian dalam penyusunan kebijakan ekonomi kreatif dalam jangka panjang, (2) Rekomendasi solusi; serta (3) Usulan rumusan kebijakan.hasil rekomendasi mengenai kebijakan pengembangan ekonomi kreatif jangka panjang tersebut telah disampaikan pada tanggal 16 September 2016, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM menyampaikan rancangan Rindekraf tersebut kepada Sestama Bekraf melalui Surat Nomor S-72/D.IV.M.EKON/09/2016. Kemudian, sebagai tindak lanjut rekomendasi kebijakan tersebut telah dibahas bersama oleh jajaran Eselon I Bekraf yang menghasilkan rancangan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Rancangan Rindekraf secara keseluruhan memuat 5 Bab, 14 pasal, dan Lampiran mengenai Arah Kebijakan dan Strategi Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional Adapun muatan rencana induk pengembangan ekonomi kreatif , sebagai berikut: Muatan Rancangan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif BAB NAMA BAB SUBSTANSI Bab I KETENTUAN UMUM Definisi, Ruang Lingkup Rindekraf, Prinsip Pengembangan Ekraf Bab II Bab III PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF NASIONAL MEKANISME IMPLEMENTASI RENCANA INDUK Visi, Misi, Tujuan, Ruang Lingkup Pengembangan Ekraf, Jangka Waktu, Tahapan, Sasaran Keterpaduan antar pemangku kepentingan, mekanisme penjabaran ke dalam dokumen perencanaan di pusat dan daerah, serta koordinasi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian Bab IV PEMBIAYAAN Sumber pembiayaan, Standar biaya Khusus Ekraf Bab V KETENTUAN PENUTUP Mencabut Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009, pemberlakuan Pepres LAMPIRAN Matriks Arah Kebijakan dan Strategi Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional Tahun Visi pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional yang dirumuskan dalam Rindekraf adalah: Ekonomi Kreatif sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai penjabaran visi tersebut, dirumuskan 2 (dua) misi yaitu: (1) pemberdayaan kreativitas sumber daya manusia; dan (b) ngkan pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif yang berdaya saing. Pelaksanaannya dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama (periode ), bertujuan untuk memantapkan pengembangan Ekonomi Kreatif dengan menekankan pada akselerasi penciptaan ekosistem penumbuhkembangan kreativitas dan 14

19 Usaha Ekonomi Kreatif, sedangkan tahap kedua (periode ), bertujuan untuk mengarusutamakan kreativitas dalam mewujudkan daya saing di berbagai sektor pembangunan melalui pemanfaatan Pelaku Ekonomi Kreatif dan Usaha Ekonomi Kreatif. Sebagai tindak lanjut, perlu segera diusulkan izin prakarsa Perpres Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif kepada Presiden oleh Bekraf yang dilakukan secara paralel dengan pembahasan substansi yang melibatkan lintas K/L dan para ahli. 2. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif Unggulan dan Prioritas Pemerintah saat ini tengah mendorong pengembangan berbagai industri kreatif terutama industri kreatif unggulan dan industri kreatif prioritas. Industri kreatif unggulan yaitu industri kreatif yang memiliki kontribusi tinggi terhadap PDB Ekraf, meliputi: fashion, kriya, dan kuliner, sedangkan industri kreatif prioritas yaitu industri kreatif yang memiliki pertumbuhan PDB yang tinggi atau dampak pengganda yang besar, meliputi: film, animasi, dan video, aplikasi, dan musik. Pengembangan industri-industri kreatif tersebut tentunya memerlukan pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan permasalahan masing-masing serta memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas K/L. Pada tahun 2016, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM telah melakukan kegiatan koordinasi dan sinkronsisasi kebijakan pengembangan industri kreatif unggulan dan prioritas yang meliputi industri animasi, fashion, film, dan kriya. Adapun rekomendasi yang dihasilkan sebagai berikut: a. Film: Gerakan 1000 Gerakan 1000 adalah pilot project untuk mendorong kreativitas anak muda di Kabupaten Kepulauan Seribu melalui pembuatan karya film, pengembangan pariwisata, dan kewirausahaan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Seribu. Aktivitas yang akan dilaksanakan yaitu: (1) Pembuatan film layar lebar Elang, yang akan melibatkan masyarakat Kabupaten Kepulauan Seribu, dalam proses produksi; (2) Pengembangan ekonomi lokal melalui berbagai aktivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat Pengembangan Industri Film Nasional Sub sektor Film sebagai salah satu sub sektor prioritas dalam pengembangan ekonomi kreatif yang telah dideklarasikan oleh Badan Ekonomi Kreatif. Walaupun sub sektor ini memiliki kontribusi terhadap PDB yang masih rendah yaitu sebesar 1,35% terhadap PDB Ekonomi Kreatif pada tahun 2014, namun memiliki nilai pertumbuhan yang tinggi dan peluang besar di pasar global. Film berpotensi dikembangkan sebagai lokomotif pengembangan produk kreatif lainnya dan mendorong pariwisata daerah.sebagai contoh Film Laskar Pelangi yang mendorong berkembangnya pariwisata Belitung atau Film 5cm yang mendorong berkembangnya pariwisata Semeru. 15

20 Film berperan strategis sebagai media komunikasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi diri, pembinaan pribadi bangsa, pelestarian kebudayaan bangsa, serta wahana promosi citra bangsa Indonesia di dunia internasional. Dalam rangka pengembangan industri perfilman, telah terdapat beberapa kebijakan yaitu UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, dan revisi Daftar Negatif Investasi bidang usaha Perfilman. Tiga (3) bidang yang diatur dalam revisi DNI Bidang Perfilman antara lain: i) Pembuatan Film dan Jasa Teknik Film; ii) Peredaran Film; dan iii) Pertunjukan Film. Penanaman modal asing sebesar di bidang perfilman bertujuan meningkatkan daya saing industri perfilman nasional.akan tetapi, kedua kebijakan tersebut dirasa masih belum dapat secara optimal mengembangkan industri perfilman dalam negeri. Saat ini, industri perfilman dalam negeri masih kalah bersaing dengan film-film asing. Berdasarkan hasil rapat koordinasi pembahasan pengembangan industri perfilman, terdapat rekomendasi sebagai berikut: i) Perlu adanya percepatan penetapan Permendikbud tentang tata edar, pengarsipan, perizinan, dan perlindungan insan film oleh Pusbang Film Kemdikbud; ii) Pembedaan besaran pajak tontonan dengan pajak hiburan oleh Pemda dimana diusulkan besaran pajak tontonan sebesar maksimal 10%; iii) Skema kredit pinjaman dengan bunga rendah; iv) Insentif fiskal bagi industri film dalam negeri; dan v) Review tentang NSPK Perizinan Perfilman oleh Pusbang Film dan BKPM. Terkait rekomendasi tersebut, telah disampaikan : Surat dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM kepada Pusbangfilm Kemendikbud, Nomor. S-24/D.IV.M.EKON.1/10/2016 mengenai perlunya pengusulan kepada Kementerian Dalam Negeri c.q. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III untuk menerbitkan Surat Edaran kepada pemerintah daerah agar menetapkan pajak tontonan maksimal 10%. Selain itu, untuk membahas kemungkinan pemberian insentif fiskal bagi industri film dalam negeri, telah dilaksanakan serangkaian rapat koordinasi dengan asosiasi, BKF, Bekraf, dan Pusbangfilm untuk membahas kebijakan insentif fiskal bagi industri perfilman. Bekraf telah membentuk tim kecil untuk mengkaji kebijakan insentif fiskal industri perfilman. b. Animasi: Dalam pengembangan industri animasi perlu adanya kuota aimasi di TV nasional.televisi masih menjadi peluang terbesar untuk penyampaian informasi 86,7%. Akan tetapi, televisi Indonesia belum memberikan kesempatan yang banyak kepada penayangan animasi lokal.animasi lokal dapat tergantikan dengan mudah oleh animasi luar yang harganya lebih murah. Televisi lebih memilih tayangan lain yang lebih murah. Televisi lokal seringkali membeli putus animasi namun tidak mengembangkan IP animasi hanya menyiarkan tayangan animasi sehingga promosi animasi dari merchandise tidak berjalan. Kemenko Bidang Perekonomian menginisiasi kemungkinan kerjasama yang lebih luas antara industri animasi lokal dan TV nasional.terkait hal tersebut, telah dilakukan rapat koordinasi untuk membahas hal tersebut dan dilakukan rapat fasilitasi business matching antara asosiasi industri animasi dengan TVRI dan TV Swasta.Dari kedua rapat tersebut telah ditindaklanjuti dengan adanya pembahasan B to B dan dengan pihak televisi dan terdapat 16

21 rencana kerjasama AINAKI dengan Kominfo untuk mengadakan kegiatan panggung animasi nusantara. c. Fashion: IFW adalah ajang pertunjukan dan pameran mode tahunan terbesar di Indonesia yang telah diselenggarakan sejak tahun IFW 2017 akan mengangkat tema Selebrasi Budaya (Celebrations of Cultures) dan mengambil inspirasi dari Program Pengembangan 10 Destinasi Wisata Unggulan Nasional di 10 Provinsi, antara lain Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, Wakatobi, dan Morotai. IFW 2017 tidak hanya akan menampilkan fesyen, tapi juga hasil kerajinan dan kesenian daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mendorong Pemerintah Provinsi dapat ikut berpartisipasi dan memanfaatkan IFW 2017 sebagai ajang untuk mempromosikan pariwisata dan budaya masing-masing daerah khususnya pada destinasi wisata unggulan. d. Kriya: Cirebon merupakan daerah yang kaya akan seni dan budaya serta memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan industri kreatifnya. Sejak abad ke-14 telah berdiri kesultanan Cirebon, sehingga Cirebon memiliki warisan seni dan budaya yang beranekaragam.beberapa produk kreatif Cirebon yang berasal dari seni dan budaya masyarakat yaitu Batik Cirebon dan produk kerajinan rotan.dua produk tersebut merupakan komoditas unggulan Cirebon yang perlu terus dikembangkan. Data ekspor Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 didominasi oleh mebel rotan sebanyak kg dengan nilai ,14 USD, negara tujuan Asia, Amerika, dan Australia, kemudian tekstil sebanyak ,77 kg dengan nilai ,20 USD, negara tujuan Eropa, Amerika, dan Asia. Walaupun nilai perdagangan kedua produk tersebut cukup tinggi, namun berdasarkan pemetaan awal pada industri rotan, pengembangannya masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dari bahan baku, SDM, hingga pemasaran (domestik maupun ekspor). Pengembangan industri kreatif berbasis seni dan budaya di Cirebon, khususnya produk rotan dan batik Cirebon memerlukan pendekatan yang komprehensif dan sinergis antar Kementerian/Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah. 3. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif Konsep Kota Kreatif yang dikembangkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan suatu koridor umum yang berfungsi sebagai rujukan untuk menciptakan kesepahaman tentang Kota Kreatif di Indonesia. Sebagai tahapan awal menuju kota yang berkelanjutan, Kota Kreatif dapat menjadi bagian dari kota tematik. Karakteristik yang sangat membedakan Kota Kreatif dengan kota tematik lainnya adalah (1) fokus kepada pengembangan ide dan kreativitas; (2) pendekatan bottom-up melalui eksistensi komunitas kreatif; dan (3) dikembangkan untuk memenuhi rantai nilai kreasi-produksi-distribusikonsumsi-konservasi.sebagai konsekuensi,kota tersebut perlu berjejaring dengan kota-kota yang memiliki fungsi mata rantai lain untuk dapat membentuk satu kesatuan fungsi. 17

22 Definisi Kota Kreatif dapat dipahami sebagai Kota/Kabupaten yang mampu menggali, memanfaatkan, menumbuhkembangkan, mengelola, dan mengkonservasi kreativitas serta memanfaatkan IPTEK untuk mengembangkan potensi lokal (sumber daya manusia, kebudayaan, potensi ekonomi) sehingga dapat menjadi keunggulan dan identitas daerah dalam mendorong peningkatan kesejahteraan dan pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan pemahaman tersebut dirumuskan kriteria Kota/ Kabupaten Kreatif, yaitu kota/kabupaten yang memiliki: 1. Komunitas kreatif lokal; 2. Ruang kreatif yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi (contohnya: pusat kreatif, science/techno park, inkubator); 3. Ruang publik yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku ekonomi kreatif (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif); 4. Potensi lokal daerah sebagai keunggulan dan identitas suatu kota/kabupaten; 5. Ekosistem yang dapat mengintegrasikan sebagian atau seluruh proses kreasi, produksi dan distribusi/pasar. Akan diperlukan jejaring kota/kabupaten bila suatu kota/kabupaten hanya memiliki sebagian rantai nilai sehingga terbentuk kesatuan fungsi; 6. Sarana dan prasarana kota yang dapat mendorong kreativitas; 7. Program pembangunan Pemerintah Daerah terkait kreativitas dan inovasi; 8. Wadah kolaborasi antara akademisi, dunia usaha, komunitas kreatif, dan pemerintah. Selain definisi dan kriteria, telah disusun pula misi pengembangan Kota Kreatif yang secara umum disimpulkan dalam tabel berikut: Tabel 1. Misi Pengembangan Kota Kreatif Indonesia Misi Kota Kreatif Misi 1: Fasilitasi Industri Kreatif Misi 2: Menjawab Isu Perkotaan Menuju Kota Berkelanjutan Misi 3: Kantong Inovasi Misi 4: Pusat Pertumbuhan dan Penghela Daerah Sekitar Target Penguatan Ekosistem industri kreatif Entrepreneur industri kreatif Solusi permasalahan perkotaan Entrepreneur digital untuk solusi permasalahan perkotaan Inovasi Komersialisasi inovasi dan teknologi Optimalisasi STP sebagai wadah kreativitas dan inovasi Potensi ekonomi lokal (PEL) Entrepreneur PEL Kemitraan/interaksi/kerjasama antar daerah Selanjutnya, keempat misi pengembangan Kota Kreatif dapat dijabarkan berdasarkan kerangka konsep Kota Kreatif Indonesia yang didasarkan pada tiga fondasi, yaitu modal kreatif, ruang kreatif, dan intervensi melalui infrastruktur dan teknologi, termasuk teknologi informasi dan komunikasi. 18

23 Tabel 2. Pilar Pengembangan Kota Kreatif Indonesia Creative Capital Creative Space Enabler [Infrastructure/ICT] 1. Komunitas kreatif lokal 2. Potensi lokal daerah sebagai keunggulan dan identitas suatu kota/kab 3. Wadah kolaborasi antara pemerintah, komunitas kreatif, dunia usaha dan akademisi 1. Ruang kreatif yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi (contohnya: pusat kreatif, science/techno park, inkubator) 2. Ruang publik yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku ekonomi kreatif (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif) 1. Ekosistem, mengintegrasikan sebagian atau seluruh proses kreasi, produksi dan distribusi/pasar. Jejaring kota diperlukan bila suatu kota hanya memiliki sebagian rantai nilai untuk membentuk kesatuan fungsi 2. Sarana dan prasarana kota yang dapat mendorong kreativitas 3. Program pembangunan pemerintah daerah terkait kreativitas dan inovasi. Konsep ini kemudian diturunkan ke dalam indikator rinci yang dapat menjadi tolok ukur atau dapat memetakan kondisi dan potensi kreatif daerah, dan kemudian dapat diidentifikasi kebutuhan dukungan dalam pengembangan Kota Kreatif. Setiap daerah memiliki kesiapan yang berbeda-beda dalam mengembangkan Kota Kreatif. Oleh karena itu, disusun panduan umum sebagai dasar pengembangan Kota Kreatif di daerah. Panduan umum pada prinsipnya menggambarkan tahapan transformasi daerah menuju Kota kreatif, pada masing-masing tahapan juga akan dijelaskan bentuk sinergi dan dukungan/fasilitasi pemerintah dalam mengembangkan Kota Kreatif. Panduan tersebut bukan merupakan panduan mutlak yang mengikat daerah melainkan dapat dirinci oleh setiap daerah sesuai karakteristik dan kreativitas yang dimiliki. Terdapat lima tahapan transformasi menuju pengembangan kota kreatif. Tahap pertama yaitu mapping (pemetaan) yang merupakan tahapan bagi daerah untuk menemukenali isu perkotaan (potensi maupun permasalahan) yang paling mendasar dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Isu perkotaan baik berupa potensi maupun permasalahan tersebut diharapkan dapat dikembangkan secara kreatif untuk meningkatkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi/sosial/budaya/ lingkungan. Kedua yaitu strategy, yang merupakan tahapan untuk perumusan visi, arah pengembangan, dan strategi transformasi (pencapaian) pengembangan kota kreatif daerah berdasarkan hasil mapping isu (potensi/permasalahan) perkotaan. Strategi tersebut diharapkan dapat menumbuhkan daya kreativitas dan inovasi masyarakat perkotaan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi/ sosial/budaya/lingkungan. Ketiga yaitu development, yang merupakan tahapan untuk pembangunan dan pengembangan kota kreatif untuk mencapai visi, arah pengembangan dan sebagai bentuk implementasi strategi kota kreatif daerah. Tiga fondasi utama pembangunan dan 19

24 pengembangan Kota Kreatif yang harus dimiliki daerah terdiri dari creative capital, creative space, dan enabler (infrastructure and ICT). Keempat yaitu expose, yang merupakan kegiatan untuk eksibisi, publikasi, promosi, dan penjualan berbagai kegiatan maupun produk pengembangan Kota Kreatif. Dengan adanya expose diharapkan dapat teridentifikasi impact (manfaat) pengembangan Kota Kreatif pada berbagai sektor pembangunan (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan). Kelima yaitu openness (keterbukaan), yang merupakan sarana untuk menginspirasi berbagai unsur/pihak melalui sharing knowledge and technology, edukasidan sosialisasi, berjejaring (networking), dan bekerjasama (partnering). Opennessbertujuan untuk memperbanyak kolaborasi antar ABCG di dalam daerah dan membuka akses untuk berkolaborasi dengan daerah lain yang sama-sama memiliki misi untuk mengembangkan daerahnya melalui kreativitas, inovasi,danteknologi. 4. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Science and Technopark (STP) Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terlibat dan memfasilitasi kebutuhan STP untuk menambah nilai ekonomi STP sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia. Pembangunan STP merupakan amanat Nawacita yang dimuat dalam RPJMN yang ditargetkan untuk dibangun sebanyak 100 buah. Pada tahun 2015 telah diluncurkan pembangunan sebanyak 60 STP, dan 40 STP sisanya akan diluncurkan pada tahun Namun dalam penyelenggaraannya, pembangunan STP mengalami banyak kendala sehingga dilakukan evaluasi yang menghasilkan kesimpulan bahwa perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap jumlah target pembangunan STP. Dari 60 STP yang sudah dikembangkan pada tahun 2015, K/L pelaksana menyatakan sanggup untuk mewujudkan 22 STP yang sesuai standar pada tahun Pengelolaan STP diarahkan untuk menjadi lembaga profesional dan mandiri. Dalam penyelenggaraan STP perlu disadari betul bahwa masing-masing STP memiliki kasus pengembangan yang berbeda. Pengalokasian dana pengembangan STP seharusnya dapat disesuaikan dengan kondisi pengembangan STP. Pengembangan STP untuk arah hi-tech saat ini dirasa belum memungkinkan. STP lebih difokuskan untuk penciptaan inovasi sampai dengan hilirisasi hasil inovasi, termasuk hilirisasi untuk penciptaan wirausaha. Dari 22 STP yang dinilai sudah cukup mendekati ideal adalah STP Cibinong (Puspitek). Sedangkan Bandung Techno Park dinilai cukup mendekati ideal dalam hal pengembangan STP berikatan dengan industri 5. Rekomendasi Kebijakan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-commerce) Penugasan Tambahan Pengembangan e-commerce pada Tahun Anggaran 2017 merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari proses tindak lanjut/implementasi pelaksanaan amanat sebagaimana yang diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-commerce) Tahun , yang telah diluncurkan terlebih dahulu melalui Paket Kebijakan Ekonomi XIV.Secara umum, berikut 20

25 beberapa poin utama latar belakang perumusan Rancangan Perpres Peta Jalan e-commerce dan ruang lingkup koordinasinya: Potensi Ekonomi Digital di Indonesia sangat besar, salah satu yang utama dapat dilihat dari sisi pelaku usaha (Start-Up dan UMKM). Studi McKinsey Global Institute (2011) menunjukkan bahwa UMKM yang go online (menggunakan internet) berkembang dua kali lipat lebih cepat dibandingkan mereka yang tidak menggunakan fasilitas internet. Pada kenyataannya, UMKM Indonesia yang telah memanfaatkan transaksi digital baru sejumlah 5,1 juta unit usaha atau hanya 9 persen dari total UMKM yang ada (sumber: Stancombe Research & Planning, Deloitte Access Economics, 2015). Banyak negara telah memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara luas dalam berbagai sektor, termasuk yang utama dalam pengembangan sektor-sektor perekonomian, di antaranya melalui perdagangan berbasis elektronik (e-commerce) yang mampu mempercepat dan memperluas akses ke pasar global. Sebagai sebuah rujukan resmi, nilai transaksi bisnis daring (online) di Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai USD 12 miliar, angka ini diperkirakan akan terus tumbuh hingga mencapai lebih dari USD 130 miliar pada tahun 2020 seiring dengan peningkatan pemanfaatan media online dan marketplace oleh UMKM dan Start-Up. Dengan jumlah populasi pengguna internet mencapai 93,4 juta orang pada tahun 2015, pertumbuhan bisnis online Indonesia diperkirakan dapat mencapai 50 persen setiap tahun. Indonesia sangat berpotensi untuk semakin mengembangkan e-commerce sebagai salah satu platform Ekonomi Digital untuk mewujudkan visi Bapak Presiden RI Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Energi/Kekuatan Digital di Asia. Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, dilakukan langkah-langkah koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan untuk mengidentifikasi bentuk transformasi dan upaya penguatan sistem perekonomian nasional pada era digital agar Indonesia dapat berakselerasi menjadi negara emerging forces dan tidak sebatas menjadi pasar/emerging market. Sebagai langkah awal, untuk memberikan arah dan panduan strategis dalam percepatan pelaksanaan dan pengembangane-commerce, Pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-commerce) Tahun Hal ini juga sejalan dengan arahan/amanat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 pada Prioritas Bidang Pembangunan Ekonomi, yaitu Program Perdagangan Dalam Negeri, dengan arah kebijakan Pengembangan dan Pemantauan Skema Perdagangan Modern yang salah satunya meliputi perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce). Disamping prioritas bidang tersebut, beberapa pilar e-commerce juga sejalan dengan program prioritas nasional, diantaranya: a. Pilar Pendanaan e-commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pemerataan dan Kewilayahan, dengan program prioritas pengembangan prioritas khusus kepada usaha mikro dan kecil; 21

26 b. Pilar Pendidikan dan Sumber Daya Manusia e-commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pemerataan dan Kewilayahan, dengan program prioritas pengembangan kewirausahaan; c. Pilar Keamanan Siber e-commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Stabilitas Keamanan dan Ketertiban, dengan program prioritas keamanan data dan informasi (keamanan siber); d. Pilar Infrastruktur Komunikasi e-commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pengembangan Konektivitas Nasional, dengan program prioritas pembangunan dan pengembangan pita lebar dan penyiaran. 6. Penyusunan draft Norma, Standar, Prosedur dan Kriterian Pengembangan Kewirausahaan Nasional yang akan dijadikan Peraturan Presiden Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan bertujuan untuk memberikan panduan bagi pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan kewirausahaan oleh berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya. Di dalam NSPK ini dijelaskan tahapan wirausaha hingga business process pengembangan kewirausahaan. Proses penyusunan NSPK Kewirausahaan Nasional merupakan serangkaian kegiatan rapat yang dimulai pada awal Januari 2016 dengan kolaborasi antara Asdep Pengembangan Kewirausahaan, Kemenko Perekonomian dengan Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi, Bappenas serta Kementerian/Lembaga teknis, pemerintah daerah dan dunia usaha yang terlibat dalam pengembangan kewirausahaan. Pada akhir tahun 2016 telah dilakukan penyusunan draft Peraturan Presiden terkait NSPK ini, dan di awal tahun 2017 direncakan untuk diadakannya rapat koordinasi tingkat menteri untuk membahas hal ini. 7. Rancangan Undang-Undang Kewirausahaan Nasional Awal mula lahirnya RUU Kewirausahaan Nasional adalah atas inisiasi DPR yang diawali dari Rapat Dengar Pendapat Badan Legistaltif dengan Pengusul RUU Kewirausahaan Nasional berdasarkan hasil pengharmonisasian, pemantapan, dan pembulatan yang dilakukan oleh Panja, sistematika RUU tentang Kewirausahaan Nasional mengalami perubahan yang semula terdiri dari 11 (sebelas) BAB dan 47 (empat puluh tujuh) pasal menjadi 12 (dua belas) BAB dan 55 (lima puluh lima) pasal. Menindaklanjuti hasil rapat di DPR terkait RUU Kewirausahaan tersebut, Presiden RI melalui Surat Presiden kepada Ketua DPR RI Nomor: R-27/Pres/05/2016, tanggal 4 Mei 2016, perihal: Penunjukan wakil Pemerintah utk Membahas RUU Kewirausahaan Nasional, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kementerian terkait yang melakukan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) adalah Kementerian KUKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 22

27 Kementerian Sosial, Kementerian Desa, PDT, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNP2TKI, Microsoft Indonesia, dan Badan/Lembaga Sosial. Pemerintah telah menyusun DIM dan telah disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. RUU Kewirausahaan Nasional ini menjadi urutan ke-7 dari 50 RUU Prioritas Prolegnas tahun Monitoring terus dilakukan terkait perkembangan RUU ini. 8. Rekomendasi Koordinasi Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat Presiden Joko Widodo meluncurkan Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat, tanggal 11 April 2016 di Terminal Agrobisnis, Desa Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.Kegiatan ini merupakan sinergi dan akumulasi berbagai program pemerintah dari berbagai Kementerian/Lembaga, BUMN, serta swasta untuk membantu bangkitnya ekonomi rakyat, terutama petani dan nelayan. Program ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup pelaku usaha di pedesaan, dengan cara memberikan kesempatan bekerja dan berusaha yang layak bagi petani, peternak, dan nelayan. Kegiatan yang dikoordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini diselenggarakan dengan bekerjasama dengan antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kominfo, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian KKP, Kementerian PUPR, BI, OJK, Pemda Propinsi Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Brebes, BUMN-BUMN, Lembaga Keuangan Swasta dan pengembang aplikasi, dan pemangku kepentingan lainnya. Garis besar kegiatan yang dihadiri lebih dari 1,000 orang dan sebagian besar adalah petani dan nelayan ini meliputi antara lain peningkatan nilai aset dengan pemberian Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT); peresmian fasilitas umum seperti pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), dan peluncuran aplikasi android Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi); meningkatkan keuangan inklusif dengan pengenalan Laku Pandai, e-payment, Kredit Usaha Rakyat (KUR), asuransi pertanian dan pembiayaan mesin pertanian; meningkatkan sarana produksi pertanian melakui pemberian bibit, pupuk, serta mesin-mesin pertanian; pengenalan layanan digital untuk memasarkan produk pertanian dan nelayan; meningkatkan distribusi barang melalui peningkatan logistik (gudang, pasar dan jasa ekspedisi kurir), dan sarana transportasi desa, dan perizinan usaha kecil dan mikro (IUMK). Kabupaten Brebes dipilih menjadi tempat proyek percontohan pengentasan kemiskinan melalui Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat antara lain karena Brebes merupakan sentra produksi bawang Indonesia, dan bawang adalah komoditi yang berkontribusi cukup besar pada inflasi. Tetapi faktanya kesejahteraan petani bawang relatif rendah, sebab sebagian besar keuntungan dinikmati pedagang perantara.melalui peluncuran program ini diharapkan kesejahteraan petani bawang dapat meningkat dan menjadi contoh bagi pelaku usaha di daerah lainnya. Untuk implementasi Program Sinergi Aksi Untuk Ekonomi Rakyat sesuai Tugas dan Fungsi Deputi IV, telah dilaksanakan investigasi/identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada 23

28 tanggal 2 s.d. 3 Mei 2016 di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang meliputi program: (1) Akta Pendirian Koperasi; (2) Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil (IUMK); (3) Kredit Usaha kepada Koperasi dan UMKM dari LPDB; dan (4) Pemasaran Produk Unggulan UMKM. Secara umum berdasarkan hasil identifikasi tersebut, telah dikoordinasikan dengan Kementerian dan Lembaga terkait untuk menyelesaikan beberapa program yang belum dapat dilaksanakan dikarenakan perlunya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kabupaten Brebes, namun beberapa telah dapat diselesaikan antara lain: (1) Akta Pendirian Koperasi telah ada solusi mengenai pengembalian uang biaya notaris; (2) IUMK akan ditingkatkan sosialisasi dan program pendampingan untuk pengajuan IUMK; (3) Telah diberikan pinjaman oleh LPDB kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Bina Ummat sebesar Rp ,- (lima ratus juta rupiah); (4) Untuk pemsaran produk unggulan UMKM, Lembaga Layanan Pemasaran KUKM/SMESCO akan menghadirkan dewan kurator untuk memilih produk unggulan UMKM di Kabupaten Brebes. 9. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM Usaha Kecil Menengah/Industri Kecil dan Menengah (UKM/IKM) dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, industri pengolahan, serta barang seni mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Namun, pelaku UKM/IKM berorientasi ekspor masih menghadapi kendala dalam melakukan ekspor secara langsung, antara lain: a. Export trading problem, yaitu terdapat tingginya resiko kegiatan ekspor, adanya tenggang waktu/time lag dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor; b. Financing problem, yaitu terbatasnya modal yang dimiliki UKM/IKM dan rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UKM/IKM; c. Rumitnya proses perizinan ekspor serta ketatnya seleksi dan kualitas produk. Pada tanggal 27 Januari 2016, pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi IX. Kebijakan ini salah satunya dimaksudkan agar terjadi peningkatan ekspor melalui peningkatan ekspor produk-produk UKM/IKM dengan cara melakukan diversifikasi produk dan pasar ekspor. Untuk merealisasikannya perlu dilakukan pembenahan di sektor logistik, dari desa ke pasar dalam negeri dan pasar global. Sektor logistik perlu dibenahi demi meningkatkan efisiensi dan daya saing serta pembangunan konektivitas ekonomi desa-kota. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Trading-Logistic untuk mendorong ekspor produk UKM/IKM. Sinergi ini merupakan inovasi bisnis yang strategis, untuk mendorong produk UKM/IKM di dalam negeri maupun ke luar negeri dengan memberikan layanan perdagangan yang efektif, memenuhi standar kualitas, serta layanan logistik end to end yang mendorong availability dan efficiency. Tujuan pembentukan agregator dan konsolidator adalah sebagai berikut: a. Menyediakan sistem informasi dan data terintegrasi, memperluas pasar ekspor yang potensial, yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa khususnya para pelaku UKM/IKM; b. Memfasilitasi seluruh sektor perdagangan, berskala mikro dan makro yang teridentifikasi serta berstandar global; dan 24

29 c. Memiliki integritas struktur teknologi yang handal, aman, mudah digunakan dan diakses oleh pemangku kepentingan baik nasional maupun global. Pada tanggal 27 Januari 2016, telah ditandatangani Komitmen Bersama oleh 5 (lima) BUMN Logistic dan Trading antara lain PT Sarinah, PT Mega Eltra, PT Pos Indonesia, PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang isinya antara lain: a. Tahap pertama adalah pembentukan task force & executive committee, dengan target antara lain: (i) Memperoleh data ekspor produk UKM/IKM dan produk khas Indonesia, oleh PT BGR dan PT PPI; (ii) Memperoleh data pasar atas produk UKM/IKM dan produk khas Indonesia di negara tujuan ekspor (atase perdagangan), oleh PT Sarinah dan PT PPI; (iii) Mencari produsen UKM/IKM ekspor yang mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan pasar di negara tujuan ekspor, oleh PT Pos Indonesia; (iv) Kerjasama dengan badan standarisasi untuk sertifikasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar tujuan ekspor, oleh PT Mega Eltra dan PT PPI; (v) Membuat peta biaya supply chain dari masing-masing asal produk sampai ke negara tujuan pembeli, oleh PT Pos Indonesia, PT BGR, PT PPI, dan PT Sarinah; (vi) Menetapkan target penurunan biaya dan waktu tempuh supply chain, oleh konsorsium; (vii) Membuat model infrastruktur agregator dan konsolidator ekspor, oleh konsorsium; dan (viii) Review regulasi yang menjadi potensi bottle neck, oleh PT BGR dan PT Pos Indonesia. b. Tahap kedua adalah penentuan format sinergi berdasarkan peta pada tahap 1 (satu); pembentukan infrastruktur agregator dan konsolidator ekspor; serta pengembangan model e-commerce khusus UKM/IKM. c. Tahap ketiga adalah eksekusi. Dalam rangka memaksimalkan implementasi pelaksanaan agregator dan konsolidator ekspor produk UKM/IKM, telah disusun konsep skema sinergi BUMNAgregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM/IKMdengan institusi terkait yang memiliki peran masingmasing sebagai berikut: Gambar.Konsep Skema Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM/IKM 25

30 Dalam rangka mempercepat implementasi kerja tim agregator konsolidator ekspor produk UKM/IKM, maka perlu untuk menentukan komoditi dan lokasi pilot project. Kriteria komoditas dan lokasi yang akan dijadikan pilot project adalah: (i) secara makro, antara lain: mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi; penyerapan tenaga kerja; meningkatkan ekspor; dan (ii) secara mikro antara lain: ketersediaan bahan baku dan energi; mempunyai keterkaitan dari hulu sampai hilir; mendorong pasar domestik; meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan kreatifitas. Berdasarkan hasil rapat pada tanggal 23 November 2016, terdapat beberapa usulan dari BUMN terkait dengan komoditi dan lokasi untuk dijadikan pilot project. Dari beberapa komoditi dan lokasi yang diusulkan, usulan dikerucutkan menjadi 4 (empat) pilihan, antara lain: (i) furniture; (ii) produk olahan ikan; (iii) gula semut; dan (iv) kulit. Sekretariat tim telah dibentuk yang bertempat di Gedung PPI, namun dalam pelaksanaannya masih perlu adanya dukungan yang meliputi: (i) Sarana dan prasarana sekretariat tim; dan (ii) Pendanaan operasinal untuk pelaksanaan program kerja sekretariat tim. 10. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Pendanaan Bisnis Tech Start-up Belum terdapat definisi formal bisnis Tech Start-up di Indonesia. Kemenko dalam penelitian awalnya bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengarisbawahi bisnis Tech Start up mencakup tiga aspek, yaitu time/asset, technology/innovation, dan potential/impact. Merujuk konsep Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang disusun oleh Kemenko Perekonomian dan Bappenas, berdasarkan fase, Tech Start-up masuk dalam kategori (i) Wirausaha Dini, yaitu individu yang telah terlibat dalam pendirian usaha namun belum mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut dalam jangka waktu 3 bulan terakhir, dan (ii) Wirausaha Baru, yaitu individu yang telah terlibat dalam kepemilikan usaha dan sudah mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut namun baru berdiri dan beroperasi secara menguntungkan dalam periode waktu kurang dari 42 bulan (3,5 tahun). Berdasarkan jenis, Tech Start-up masuk kategori wirausaha teknologi, yaitu kewirausahaan yang menciptakan dan menerapkan inovasi terbaru dan kemajuan teknologi melalui diseminasi produk inovatif dalam sebuah usaha berkelanjutan. Dengan demikian, wirausaha teknologi adalah wirausaha yang menjalankan kegiatan kewirausahaan teknologi. Berkaitan dengan penelitian awal Kemenko-LIPI dan konsep NSPK tersebut, maka definisi yang dapat kami simpulkan adalah: perusahaan rintisan/pemula berbasis teknologi yang inovatif, scalable, beresiko tinggi dan berpotensi memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan. Seiring dengan perkembangan bisnis pengguna teknologi digital yang makin marak, maka Tech Start-up dikategorikan menjadi : (i) Tech Start-up Digital, yaitu Tech start-up yang menjalankan usahanya didominasi teknologi digital, antara lain Go-jek, Tokopedia, Berrybenka; (ii) Tech Start-up Applied Technology, yaitu Tech Start-up yang menjalankan 26

31 usahanya menggunakan apllied technology, seperti penemuan bio teknologi dan alat kesehatan. Karakteristik dari kedua Tech Start-up dimaksud berbeda. Tech Start-up di Indonesia mempunyai potensi besar untuk maju dan diperkirakan akan memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan. Hal ini terlihat dari fakta dalam beberapa tahun terakhir dimana investor asing melihat potensi Tech Start-up Indonesia. Potensi lain juga dapat dilihat dari banyaknya kreativitas anak muda Indonesia yang sejalan dengan masa bonus demografi di Indonesia. Pada masa bonus demografi ini, terdapat sekitar 60% penduduk yang berusia di bawah 39 tahun, yang mempunyai potensi kreativitas dan inovasi yang merupakan karakteristik Tech Start-up. Namun, permasalahan yang ada adalah: masih banyak potensi Tech Start-up yang belum mendapatkan pendanaan dari VC, terutama yang berada di luar wilayah kota besar. Terkait dengan potensi tersebut, pemerintah perlu terlibat secara langsung menyusun skema pendanaan dalam rangka menumbuhkan bisnis Tech Start-up lebih banyak lagi. Hal ini sejalan dengan sasaran pemerintah menciptakan Satu Juta Wirausaha Baru, seperti tercantum dalam RPJMN Pada prinsipnya peran pemerintah dalam pengembangan Tech Start-uptidak cukup hanya menyusun skema pendanaan, bisnis Tech Start-up juga perlu dukungan ekosistem yang terintegrasi, antara lain, meliputi perizinan, skema inkubator/akselerator, mentoring dan hubungan dengan perguruan tinggi dan swasta. Merujuk pada Start-up Life Cycle pada gambar dibawah ini, skema pembiayaan pemerintah ditargetkan bagi pelaku Tech Start-up yang masih berada pada siklus valley of death, dimana pelaku usaha Tech Start-up ini masih dalam tahap idea dan seed dan belum mempunyai keuntungan (profit). Pada tahap siklus ini lembaga pendanaan seperti venture capital, bank atau lembaga keuangan non-bank belum mau melakukan penyertaan modal dan/atau memberikan pinjaman. Valley of Death Gambar 2.1 Bisnis Tech Start-up Life Cycle 27

32 Alasan utama investor swasta tidak ingin masuk dalam siklus ini, karena pada tahap ini bisnis Tech Start-up belum terlihat bentuknya dan masih bersifat ide, sehingga bagi swasta hal ini terlalu beresiko memberikan dana, dengan resiko gagal bayar tinggi (high default). Tambahan pula, sesuai karakteristik Tech Start-up,best practice menunjukkan probabilitas tingkat kegagalan usaha sekitar 90%. Bantuan dana pemerintah yang disalurkan dalam siklus ini sifatnya sebagai jembatan (bridging) untuk memfasilitasi dan membawa pelaku bisnis Tech Start-up kepada Start-up Life Cycle berikutnya, yaitu siklus dimana pelaku bisnis Tech Start-up sudah mempunyai keuntungan, pada saat ini pendanaan swasta sudah mau terlibat (Siklus : early, mid dan late). Meskipun mempunyai tingkat kegagalan tinggi, bukan berarti pemerintah harus lepas tangan. Bagi 10% pelaku usaha yang berhasil akan mempunyai nilai tambah yang tinggi dan dapat mengakseklerasi pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan. Selanjutnya, keberhasilan 10% pelaku usaha ini akan dapat mengkompensasi biaya yang dikeluarkan pemerintah terhadap 90% pelaku usaha gagal. Menindak lanjuti skema hibah yang telah disusun berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan didapatkan bahwa secara aturan APBN, saat ini mekanisme hibah akan dihilangkan dan secara pertangungjawaban terkait keuangan negara hal ini sulit untuk memberikan hibah bagi bisnis Tech Start-up. Perlu untuk mempertimbangkan juga alternatif lain yang dapat membiayai bisnis Tech Start-up seperti melalui progran dana riset inovatif dan produktif (RISPRO) komersial LPDP, melalui mekanisme investasi pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan menggunakan dana Universal Service Obligation (USO) Kementerian Kominfo. LPDB memiliki program pendanaan riset inovatif produktif dimana bantuan dana RISPRO terdiri dari 2 jenis, yaitu : (i) bantuan dana RISPRO komersial (ii) bantuan dana RISPRO implementatif. Terkait dengan dana RISPRO komersial, terdapat beberapa peluang bagi Tech Start-up dapat dibiayai oleh LPDP, seperti tertulis tabel dibawah ini: Tabel Perbandingan Program RISPRO Komersial dan Tech Start-up RISPRO KOMERSIAL TECH START-UP 1. Bantuan dana ini untuk mendorong riset yang dapat meningkatkan daya saing bangsa dengan arah antara lain, mengembangkan dan/atau menghasilkan produk; mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; memberdayakan masyarakat. 2. Bantuan dana RISPRO bersifat tahun jamak (multiyears), diberikan setiap tahun dengan 3 (tiga) tahap pencairan dan Bantuan dana riset untuk setiap judul riset setinggi-tingginya Rp Perusahaan rintisan/pemula berbasis teknologi yang inovatif, scalable, beresiko tinggi dan berpotensi memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan. 2. Tech start-up mulai dari ide hingga early membutuhkan waktu 3 tahun, dengan kebutuhan dana antara 200 juta 2 Miliar. Berdasarkan best practice pemberian dana dilakukan bertahap sesuai dengan perkembangan yang dicapai. 28

33 3. Fokus Informasi dan Komunikasi dengan prioritas antara lain pengembangan teknologi telekomunikasi dan informasi; pengembangan multimedia dan creative digital; 3. Tech start-up semakin berkembang khususnya di bidang creative digital tech start-up, e-commerce start-up, fintech start-up dll. Indonesia memiliki potensi sebagai digital energy of Asia. 4. Persyaratan riset harus memiliki kelayakan 4. Tech start-up yang akan tumbuh bila bisnis; melibatkan mitra sehingga hasil riset memiliki kelayakan bisnis, target market langsung dapat yang jelas, data dan riset market yang valid. diterapkan/dikomersialisasikan oleh pihak Tech start-up adalah UMKM yang mitra; mitra antara lain koperasi; dan/atau menciptakan platform bisnis bagi UMKM, usaha mikro, kecil, dan menengah yang Petani, Nelayan, Sektor Jasa, Sektor berbadan hukum. Keuangan dan juga Sektor wirausaha sosial. Secara umum tujuan RISPRO antara lain adalah mendorong dan menghasilkan risetriset unggul yang dapat dikomersialisasikan atau diaplikasikan guna memberi nilai tambah dan/atau inovasi-inovasi di bidang pangan, energi, kesehatan dan obat, transportasi, pertahanan dan keamanan, informasi dan komunikasi, dan material maju, terkait dengan fokus untuk bidang informasi dan komunikasi, prioritas diberikan antara lain kepada pengembangan multimedia dan creative digital. Bantuan dana RISPRO diberikan kepada riset yang memenuhi persyaratan antara lain mitra adalah pemerintah/pemerintah daerah dan/atau perusahaan/warga negara Indonesia; koperasi; dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah yang berbadan hukum. Kementerian Keuangan melalui Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Direktorat PPK BLU, Ditjen Perbendaharaan telah melakukan upaya untuk menyusun skema pembiayaan bagi Tech Start-up. Upaya ini masih mendapatkan beberapa kendala terkait mekanisme tersebut dengan mekanisme aturan dalam APBN dan terkait bahwa bisnis Tech Start-up ini merupakan bisnis yang apabila diawal diberikan bantuan oleh pemerintah dan setelah perusahaan berhasil maka apakah keuntungan diperoleh hanya menjadi milik perusahaan.untuk mengatasi permasalahan tersebut pihak Kementerian Keuangan, mencoba untuk membangun skema pembiayaan dengan menggunakan Perusahaan Modal Ventura (PMV) sebagai chaneling dalam skema yang berbentuk investasi Pemerintah melalui PIP. Skema ini masih memerlukan sejumlah pembahasan dan penajaman konsep agar diperoleh mekanisme yang terbaik. Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menyusun Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang mendukung pemanfaatan dana Universal Service Obligation (USO) yang tidak hanya terbatas untuk sektor telekomunikasi saja, namun dapat juga dimanfaatkan untuk ekosistem ekonomidigital, terutama di Daerah Tertinggal, Terpencil, dan Terluar (3T) sesuai kebutuhan. Berdasarkan kegiatan pengembangan UKM berbasis teknologi melalui penyusunan skema pembiayaan bagi bisnis Tech Start-up yang telah dilakukan pada tahun anggaran 2016 ini, beberapa hal perlu untuk ditindak lanjuti pada tahun berikutnya yaitu : a. Terkait dengan masukan dari Direktorat PPK BLU agar PIP dapat juga melakukan pendanaan bagi bisnis Tech Start-up, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 29

34 perlu untuk menyurati Kementerian Keuangan agar PIP dapat diberikan penugasan untuk melakukan pendanaan bagi bisnis Tech Start-up. Saat ini skema pendanaan yang akan dilakukan PIP, baik itu melalui skema belanja atau Investasi kepada PMV masih perlu didiskusikan lebih lanjut dengan pihak Kementerian Keuangan agar didapatkan skema yang terbaik dan sesuai dengan aturan APBN. b. Terkait dengan dana RISPRO Komersial dan rencana LPDP akan melibatkan inkubator bisnis dalam penyaluran bantuan dana RISPRO, perlu untuk mengsinergikan kriteria dan aturan yang telah ditetapkan oleh LPDP dengan karakteristik bisnis Tech Start-up. Hal ini perlu dilakukan agar, apabila rencana penyaluran bantuan dana RISPRO yang melibatkan inkubator bisnis telah disetujui oleh Dewan Penyantun LPDP, maka pelaku bisnis Tech Start-up dapat memanfaatkan sumber pendanaan tersebut. c. Terkait dengan pemanfaatan dana USO bagi bisnis Tech Start-up, hal ini dapat dilakukan melalui skema belanja sehingga dapat masuk ke dalam sistem keuangan negara dan tidak bertentangan dengan aturan APBN. Pelaku bisnis Tech Start-up yang dapat memanfaatkan sumber pendanaan USO ini hanya bagi bisnis Tech Start-upyang memberikan solusi bagi daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) dan memberikan dampak sosial bagi masyarakat, misalnya platform yang memberdayakan masyarakat pada daerah 3T atau platform yang memberikan porsi khusus bagi UMKM di daerah 3T. d. Perlu untuk menyusun matrik pendanaan seperti yang diusulkan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika, agar dapat dipetakan kategori bisnis Tech Start-up seperti apa yang akan mendapatkan pendanaan yang bersumber dari pendanaan yang mana, baik itu KUR Digital, LPDP, USO, atau dari PIP. Untuk itu penyusunan matriks pemetaan ini akan dilakukan pada tahun anggaran Turunan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa 34 provinsi di Indonesia sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kenaikan UMP 2017 adalah sebesar 8,25% dengan mengikuti formula yang diatur dalam PPNo.78/2015 tentang Pengupahan. Sebanyak 34 Provinsi telah menetapkan UMP 2017, 30 Provinsi mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dalam penetapannya. Sedangkan 4 Provinsi, yakni Kalimantan Selatan, NTT, Papua dan Aceh, tidak sesuai denganpp tersebut. Dari 30 provinsi yang mengacu pada PP 78 tahun 2015 dalam menetapkan UMP, ada 4 (empat) provinsi yang menetapkan UMP tahun 2017 dengan pentahapan pencapaian Kebutuhan Hidup Layak(KHL). Keempat provinsi yang menetapkan UMP dengan pentahapan adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan kenaikan sebesar 10%, Provinsi Gorontalo sebesar 8,27%, Provinsi Maluku sebesar 8,45%, dan Provinsi Maluku Utara sebesar 17,48%. Terdapat 3 (tiga) provinsi yang pada tahun 2016 tidak menetapkan UMP dan pada tahun 2017 menetapkan UMP, yakni Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 30

35 Rata-rata kenaikan UMP secara nasional tahun 2017 adalah sebesar 8,91% dan UMP tertinggi yaitu DKI Jakarta,Rp3,355,750. Kenaikan UMP 2017 ditetapkan sebesar 8,25 % berdasarkan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) sesuai Surat Kepala BPS RI Nomor B-245/BPS/1000/10/2016 tanggal 16 Oktober 2016, yaitu : Inflasi nasional sebesar 3, 07 % (tiga koma nol tujuh persen); Pertumbuhan Ekonomi (Pertumbuhan PDB) sebesar5,18 % (lima koma delapan belas persen). UMP TAHUN 2017 UMP KENAIKAN NO PROVINSI (%) 1 KEPULAUAN RIAU Rp Rp ,00 8,25 2 KALBAR Rp Rp ,00 8,25 3 NTB Rp Rp ,00 10,00 4 SUMBAR Rp Rp ,81 8,25 5 JAMBI Rp Rp ,63 8,25 6 ACEH Rp Rp ,00 18,01 7 KALSEL Rp Rp ,00 8,29 8 BANTEN Rp Rp ,00 8,25 9 GORONTALO Rp Rp ,00 8,27 10 NTT Rp Rp ,00 7,02 11 JAWA BARAT Rp Rp ,29 8,25 12 BALI Rp Rp ,00 8,25 13 SUMUT Rp Rp ,69 8,25 14 BABEL Rp Rp ,75 8,25 15 KALTENG Rp Rp ,00 8,25 16 SULUT Rp Rp ,00 8,25 17 SULTENG Rp Rp ,00 8,25 18 MALUKU Rp Rp ,00 8,45 19 PAPUA BARAT Rp Rp ,00 8,25 20 SULBAR Rp Rp ,00 8,25 21 BENGKULU Rp Rp ,50 8,25 22 RIAU Rp Rp ,53 8,25 23 DKI JAKARTA Rp Rp ,00 8,25 24 KALTIM Rp Rp ,37 8,25 25 SULSEL Rp Rp ,00 8,25 26 KALTARA Rp Rp ,00 8,25 27 LAMPUNG Rp Rp ,50 8,25 31

36 28 SULTRA Rp Rp ,00 8,25 29 MALUKU UTARA Rp Rp ,00 17,48 30 SUMSEL Rp Rp ,00 8,25 31 PAPUA Rp Rp ,50 9,39 32 JAWA TENGAH Rp ,00 33 JAWA TIMUR Rp ,00 34 D.I YOGYAKARTA Rp ,25 RATA-RATA Rp Rp ,57 8,91 Keterangan : a. 34 Provinsi menetapkan UMP Dengan mekanisme penetapan sbb: 26 Provinsi : Sesuai PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan 4 Provinsi : Melaksanakan Penyesuaian Pentahapan KHL 4 Provinsi : Tidak Sesuai PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan b. 30 Provinsi mengacu pada PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam Penetapan UMP 2017 c. 4 Provinsi yang tidak sesuai PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan adalah Provinsi Kalimantan Selatan, NTT, Papua, dan Aceh. 12. Pendidikan dan Pelatihan Vokasi Guna meningkatkan kualitas Tenaga Kerja Indonesia, saat ini pemerintah sedang mempersiapkan program melalui Pendidikan dan Pelatihan Vokasi berbasis kebutuhan dunia industri. Termasukprogram lain, seperti harmonisasi dan sinkronisasi terhadap regulasi pendidikan vokasi juga terus didorong oleh pemerintah. Pemerintah mendorong keterlibatan swasta dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasional agar outputnya lebih gampang terserap di pasar ketenagakerjaan. Penyelenggaran pendidikan dan pelatihan vokasional ini tak perlu mencari model baru, karena berbiaya mahal, tetapi cukup mencontoh dari beberapa negara lain yang sudah memiliki program serupa dan berhasil. Percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja melalui revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasional ini sangat penting agar Indonesia mampu bersaing di pasar global dengan negara lainnya. 32

LAPORAN KINERJA TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN KINERJA TAHUN 2015 DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN UKM Jl. Medan Merdeka Barat No.7, Jakarta Pusat

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF Dr. Sabartua Tampubolon (sabartua.tampubolon@bekraf.go.id, sabartuatb@gmail.com) Direktur Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi Badan Ekonomi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI KREATIF, KEWIRAUSAHAAN, DAN DAYA SAING KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF Dr. Hamdan Asisten Deputi Pengembangan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R No.1015, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Pemasaran Produk Ekonomi Kreatif Nasional. PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEMASARAN PRODUK EKONOMI KREATIF NASIONAL

Lebih terperinci

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan & Daya Saing KUKM

Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan & Daya Saing KUKM Laporan Capaian Target Indikator Kinerja Utama Semester II Tahun 2015 Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan & Daya Saing KUKM Unit : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN MELALUI INTEGRASI E-COMMERCE DAN MEDIA SOSIAL

KEWIRAUSAHAAN MELALUI INTEGRASI E-COMMERCE DAN MEDIA SOSIAL Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Workshop KEWIRAUSAHAAN MELALUI INTEGRASI E-COMMERCE DAN MEDIA SOSIAL Malang, 28 April 2017 OUTLINE 1 2 3 PROFIL KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA

Lebih terperinci

Tingkat Kementerian dan Eselon I

Tingkat Kementerian dan Eselon I Tingkat Kementerian dan Eselon I IKU KEMENTERIAN 1 Presentase Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian Yang Terimplementasi Definisi : Implementasi program-program koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Rahma Iryanti Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Arahan Bapak Presiden RI. Ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia

Latar Belakang. Arahan Bapak Presiden RI. Ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia Latar Belakang Arahan Bapak Presiden RI Ekonomi kreatif harus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia Latar Belakang Perpres No. 2 Tahun 2015 (RPJMN 2015-2019) Pengembangan ekonomi kreatif sebagai kesempatan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Disampaikan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN

RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA RENCANA INDUK RISET NASIONAL - RIRN Tim RIRN Jakarta, 11 Maret 2016 1 1 Latar Belakang Penyusunan Evaluasi Menko PMK menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF KABUPATEN BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA INDUK RISET NASIONAL

RANCANGAN RENCANA INDUK RISET NASIONAL KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN RENCANA INDUK RISET NASIONAL 2015-2040 Tim RIRN 2015-2040 Jakarta, 28 Januari 2016 1 1 Latar Belakang Penyusunan Evaluasi

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : 7 TAHUN 2015 TANGGAL : 18 SEPTEMBER 2015 KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Sekretariat Kementerian

Lebih terperinci

Manual Indikator Kinerja Utama

Manual Indikator Kinerja Utama 2017 Manual Indikator Kinerja Utama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indikator kinerja Target 2017 Ket Menjaga Target Indikator Pembangunan Bidang Ekonomi : 1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 2. PDB

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KATA PENGANTAR Sebagai salah satu unit Eselon

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015 RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015 Kode Program/Kegiatan INDIKATOR 1 2 3 4 01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Koperasi dan UKM 1 Penyusunan

Lebih terperinci

1 KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2017 a.n Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, Kepala Bidang Sinkronisasi Kebijakan

1 KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2017 a.n Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan, Kepala Bidang Sinkronisasi Kebijakan ( REVISI I ) KATA PENGANTAR Rencana Strategis Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA) 205 209 merupakan turunan dari Rencana Strategis (Renstra) Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN SAINS DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memfasilitasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL EKONOMI KREATIF BERBASIS SENI DAN BUDAYA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL EKONOMI KREATIF BERBASIS SENI DAN BUDAYA 2014 LAMPIRAN

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Manual Indikator Kinerja Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Manual Indikator Kinerja Utama. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Manual Indikator Kinerja Utama 2016 Kumpulan manual Indikator Kinerja Utama teriri dari IKU tingkat Kementerian dan Unit Eselon I di Lingkungan Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT Selasa, 6 Mei 2008 Jam 09.00 WIB Di Hotel Orchard Pontianak Selamat

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016 PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan III Tahun 2016 Kode dan Nama Unit Organisasi Kode Dan Nama Program

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOORDINATOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF DIREKTORAT JENDERAL EKONOMI KREATIF BERBASIS SENI DAN BUDAYA Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF Jakarta, 2015 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEBIJAKAN PROGRAM DAN ANGGARAN DITJEN KEBUDAYAAN TAHUN 2016

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEBIJAKAN PROGRAM DAN ANGGARAN DITJEN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEBIJAKAN PROGRAM DAN ANGGARAN DITJEN KEBUDAYAAN TAHUN 2016 Solo, 22 Maret 2016 OUTLINE PAPARAN 1 Arah dan Sasaran Pembangunan Kebudayaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2010-2014 DEPUTI BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT SEKRETARIAT KABINET 2012 SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi.

Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Melalui Kebijakan Insentif Anggaran Program DMO Kemenpar Terhadap Forum Tata Kelola Pariwisata di Kawasan Destinasi. Latarbelakang - Benjamin Abdurahman benrahman@yahoo.com

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan per-uu-an Baru Rancangan perubahan Peraturan Perundangan

Rancangan Peraturan per-uu-an Baru Rancangan perubahan Peraturan Perundangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sesuai Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2015 mempunyai tugas koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan di bidang perekonomian. Adapun keluaran Kemenko

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 Dinas Koperasi UKM dan Perindag Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN

TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN POKOK KESIMPULAN RAPAT REGIONAL BIDANG PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM TAHUN 2016 WILAYAH III TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015 1 PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015 DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN KOPERASI DAN UKM 1. Revitalisasi dan Modernisasi Koperasi; 2. Penyuluhan Dalam Rangka Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (Renja SKPD) merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN I TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN

AH UN H f ls I. sm? Iftwsfiiist#' .-» ( */ ji»«*i «HJ inni«r7! V'' EKRETARIAT JENDERAL. KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN AH UN 2 0 1 7 H f ls I sm? Iftwsfiiist#' ".-» ( */ ji»«*i «"HJ" inni«r7! V"''. EKRETARIAT JENDERAL KEMENTERfAN PERINDUSTRIAN DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 A. TUGAS DAN FUNGSI BIRO PERENCANAAN...

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016 PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan I Tahun 2016 Kode Dan Nama Program [035.01.06] Program Koordinasi

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara Rep

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara Rep No. 44, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Bantuan Pemerintah. Pedoman Umum. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYALURAN

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Drs. Eduard Sigalingging, M.Si Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Koperasi dan UMKM Tahun 2017

SAMBUTAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Koperasi dan UMKM Tahun 2017 SAMBUTAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Pada Acara: Rapat Koordinasi Terbatas Bidang Koperasi dan UMKM Tahun 2017 Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, 21 Februari 2017 Yth.

Lebih terperinci

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah

Lebih terperinci

LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016

LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016 CAPAIAN KINERJA PENYERAPAN ANGGARAN PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan II Tahun 2016 Kode Dan Nama Program

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2013 Ringkasan Eksekutif LAKIP Kementerian Komunikasi dan Informatika merupakan wujud dari pertanggungjawaban atas

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

LAPORAN TIM HASIL PELAKSANAAN KERJA TIM KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA

LAPORAN TIM HASIL PELAKSANAAN KERJA TIM KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA LAPORAN TIM HASIL PELAKSANAAN KERJA TIM KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2015 TENTANG KELOMPOK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN Ruang Rapat Menko Jumat, 29 Juli 2016

RAPAT KOORDINASI MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN Ruang Rapat Menko Jumat, 29 Juli 2016 RAPAT MONITORING PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN 2016 Ruang Rapat Menko Jumat, 29 Juli 2016 Agenda Pagu dan Realisasi s.d. 29 Juli 2016 Upaya pengoptimalan Capaian Realisasi Anggaran dan Kinerja Tahun 2016

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1

PENDAHULUAN Latar Belakang 1-1 Bab 1 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah dewasa ini semakin meningkat, namun tidak diimbangi secara optimal dengan penyediaan layanan sektor sanitasi dasar yang layak bagi

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 184 TAHUN 2015 TENTANG KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA DIREKTORAT INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH LMEA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Permasalahan yang dihadapi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CIMAHI TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CIMAHI

LAPORAN KINERJA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CIMAHI TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CIMAHI LAPORAN KINERJA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CIMAHI TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA CIMAHI 2017 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Badan Pusat Statistik Kota Cimahi ini dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

AKSELERASI PERTUMBUHAN BISNIS ICT. PASCA PAKET EKONOMI JILID XIV tentang E-COMMERCE MIRA TAYYIBA ASDEP PENINGKATAN DAYA SAING EKONOMI KAWASAN

AKSELERASI PERTUMBUHAN BISNIS ICT. PASCA PAKET EKONOMI JILID XIV tentang E-COMMERCE MIRA TAYYIBA ASDEP PENINGKATAN DAYA SAING EKONOMI KAWASAN AKSELERASI PERTUMBUHAN BISNIS ICT PASCA PAKET EKONOMI JILID XIV tentang E-COMMERCE MIRA TAYYIBA ASDEP PENINGKATAN DAYA SAING EKONOMI KAWASAN disampaikan pada : Indonesia Internet Expo and Summit 2016 (IIXS

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG KELOMPOK KERJA PENGEMBANGAN INKUBATOR WIRAUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber: BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Era Ekonomi Kreatif Kondisi ekonomi di Dunia saat ini telah memasuki era ekonomi gelombang ke- 4 yang dikenal dengan nama Era Ekonomi Kreatif.

Lebih terperinci

2016, No Nomor 400); 3. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 2 Tahun 2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Nomor 400); 3. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 2 Tahun 2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1512, 2016 BPKP. kebijakan Pengawasan. Tahun 2017. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN BADAN

Lebih terperinci