PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI TANGGAL 20 FEBRUARI 2006

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI TANGGAL 20 FEBRUARI 2006"

Transkripsi

1 PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI XI DPR RI TANGGAL 20 FEBRUARI Pendahuluan 1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR yang telah mengundang kami dalam Rapat Kerja pada hari ini. Dalam catatan kami, Rapat Kerja pada hari ini merupakan Rapat Kerja kami yang pertama diselenggarakan di tahun 2006, dari sebelumnya yang diselenggarakan pada tanggal 27 Desember Rapat Kerja dengan DPR RI merupakan forum yang penting bagi kami, mengingat di satu sisi merupakan satu bentuk akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia, sementara di sisi lain menjadi media yang efektif untuk saling bertukar informasi mengenai berbagai aspek yang terkait dengan tugas Bank Indonesia serta sekaligus sebagai media untuk masukan dan pandangan/pemikiran dari Anggota Dewan. Kesemuanya itu diharapkan menjadi masukan/pertimbangan yang berharga bagi Bank Indonesia dalam meningkatkan efektivitas kebijakan di masa-masa mendatang. 2. Sesuai dengan agenda yang kami peroleh, dalam Rapat Kerja kali akan dibahas mengenai kebijakan BI dalam menurunkan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga tahun 2006 serta kebijakan BI di bidang pengawasan bank. Terkait dengan agenda Raker hari ini pula, dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam pasal 58 ayat (1) dan (2) UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004, pada akhir Januari 2006 yang lalu, kami telah menyampaikan Laporan Triwulan IV-2005 yang merupakan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran untuk periode triwulan IV-2005 (Oktober Desember 2005). Dalam laporan dimaksud, kami telah pula menyampaikan prospek ekonomi dan arah kebijakan yang akan ditempuh BI pada triwulan berikutnya. 3. Oleh karenanya, pada kesempatan Raker hari ini, sebelum kami memaparkan kebijakan BI di bidang moneter dan perbankan tahun 2006 serta mendengarkan masukan, pertanyaan, dan pandangan dari Anggota Dewan, ijinkan kami untuk memaparkan secara singkat pokok-pokok penting dari evaluasi atas kinerja kebijakan Bank Indonesia tahun 2005, evaluasi pencapaian sasaran inflasi tahun 2005, prospek tahun 2006 dan arah kebijakan tahun

2 2. Kebijakan Moneter dan Evaluasi Pencapaian Sasaran Inflasi Tahun Sebagaimana telah kita cermati bersama, perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama dari sisi stabilitas makro berupa gejolak eksternal kenaikan harga minyak dunia dan ketidakseimbangan keuangan global. Pada awal tahun 2005, terdapat optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi akan semakin menguat dengan sumber pertumbuhan mulai bergeser pada investasi, yang ditopang oleh proyek-proyek infrastuktur. Optimisme tersebut terbukti pada triwulan I-2005, dimana pertumbuhan ekonomi mencapai 6,12% yang terutama didorong oleh peningkatan investasi. Namun menginjak triwulan II-2005, perkembangan ekonomi mengalami perubahan karena adanya tekanan eksternal dan internal yang menyebabkan investasi kembali melemah. Peningkatan biaya produksi yang disebabkan karena kenaikan harga minyak disertai dengan penurunan kepercayaan investor yang disebabkan karena belum adanya perubahan struktural dalam iklim investasi dan belum optimalnya kepastian hukum telah menyebabkan investasi swasta menjadi terbatas. Sementara pertumbuhan konsumsi melambat akibat naiknya suku bunga dan turunnya daya beli masyarakat pasca kenaikan BBM. Perlambatan konsumsi dan investasi tersebut pada gilirannya mempengaruhi permintaan impor yang menurun secara drastis. Sementara, kinerja ekspor relatif stabil, meskipun cenderung melemah pada triwulan IV Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2005 secara keseluruhan mencapai 5,6%, yang terutama didukung oleh kinerja perekonomian yang cukup baik pada triwulan I Dari sisi internal, pola ekspansi pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejak tahun 2004 telah menyebabkan tingginya laju kenaikan impor di tengah kinerja ekspor yang masih terbatas. Kinerja ekspor yang demikian tidak terlepas dari volume perdagangan dunia yang melambat dan daya saing yang belum menunjukkan perbaikan. Akibatnya, kondisi Neraca Pembayaran Indonesia pada tahun 2005 menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Sementara itu, lonjakan harga minyak dunia juga menyebabkan permintaan valas untuk kebutuhan impor minyak oleh Pertamina meningkat tajam. Sentimen penguatan dolar AS di tengah belum membaiknya iklim investasi di dalam negeri telah mendorong pembalikan arus modal portfolio jangka pendek, terutama pada triwulan II dan III Besarnya subsidi BBM yang harus disediakan Pemerintah seiring dengan tingginya harga minyak dunia telah pula menimbulkan sentimen negatif para pelaku pasar terhadap sustainabilitas kondisi fiskal. Sebagai akibat dari perkembangan sisi internal, rata-rata nilai tukar rupiah pada tahun 2005 mengalami pelemahan sebesar 8,6% dibandingkan rata-rata tahun Menghadapi tekanan kestabilan makroekonomi dimaksud serta sebagai langkah antisipatif untuk mencegah peningkatan inflasi yang persisten ke depan, Bank Indonesia pada tahun 2005 menempuh kebijakan yang ketat dengan tetap memperhatikan momentum perumbuhan ekonomi. Pada triwulan I-2005, Bank Indonesia melanjutkan kebijakan moneter yang cenderung ketat, dengan menetapkan indikatif pertumbuhan base money untuk keseluruhan tahun sekitar 11,5-12,5%, lebih rendah dari realisasi pertumbuhan test date base money pada tahun sebelumnya, sebesar 15,1%. Pada triwulan 2

3 I, level base money terjaga pada kisaran perkiraan indikatif dan diikuti oleh pergerakan rata-rata tertimbang SBI 1 bulan yang relatif tidak mengalami perubahan seiring dengan masih cukup tingginya ekses likuiditas perbankan. Pengambilan kebijakan moneter pada periode ini dilatarbelakangi oleh pola ekspansi perekonomian yang dipandang mulai menimbulkan tekanan, baik terhadap kurs rupiah maupun inflasi ke depan. Meskipun perekonomian beroperasi di bawah tingkat potensialnya, kuatnya permintaan domestik yang pemenuhannya lebih banyak melalui impor mulai memberikan tekanan terhadap kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), sementara pada saat yang sama kondisi perbankan masih diwarnai oleh meningkatnya ekses likuiditas. Akibatnya, kurs rupiah mengalami pelemahan yang berdampak buruk, baik bagi sisi fiskal, neraca perusahaan, maupun inflasi. Tekanan inflasi bahkan semakin meningkat seiring dengan ditempuhnya kebijakan kenaikan BBM sekitar 30% oleh Pemerintah pada 1 Maret Intensitas pengetatan kebijakan moneter semakin meningkat pada triwulan II Kondisi NPI yang semakin buruk menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah lebih lanjut. Neraca transaksi berjalan mengalami defisit akibat impor yang meningkat lebih tinggi dari ekspor, sementara neraca modal mengalami tekanan permintaan valas yang meningkat terutama untuk pembayaran utang luar negeri, di tengah terbatasnya penanaman modal asing dan portofolio investasi. Pelemahan nilai tukar juga dipicu oleh persepsi pasar yang negatif atas kondisi sustainabilitas fiskal di tengah meningkatnya beban subsidi dan adanya bandwagon effect pembelian valas oleh sejumlah perusahaan domestik dan nasabah individu. Pelemahan kurs rupiah tersebut pada akhirnya berdampak pada peningkatan inflasi, selain juga dipicu oleh meningkatnya ekspektasi inflasi akibat kenaikan BBM di bulan Maret. 8. Pada triwulan II, kebijakan moneter yang lebih ketat ditempuh dengan penyerapan likuditas secara lebih optimal, yaitu dengan menjaga base money agar dapat tumbuh selaras dengan proyeksi besaran makroekonomi dan target inflasi yang ditetapkan Pemerintah. Pada periode ini, di satu sisi, kebutuhan masyarakat akan uang kartal meningkat lebih tinggi dari perkiraan dan di sisi lain kondisi pasar uang dihadapkan pada keterbatasan penempatan likuiditas jangka pendek yang menyebabkan tingginya kelebihan simpanan perbankan di Bank Indonesia. Pada periode tersebut, tekanan terhadap terjadinya currency switching cukup besar, sehingga memberi tekanan lebih lanjut terhadap pelemahan rupiah. Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah tersebut, upaya penyerapan ekses likuiditas diikuti oleh kenaikan suku bunga SBI 1 bulan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 82bps dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Selanjutnya, dalam upaya mengurangi ekses likuiditas perbankan dan meredam pelemahan kurs rupiah, Bank Indonesia juga mengeluarkan paket stabilisasi nilai tukar rupiah melalui PBI No.7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang dapat mengurangi tekanan pelemahan rupiah dari arus modal asing jangka pendek (khususnya dalam bentuk swap beli) karena transaksi valas dengan pihak asing yang tidak mempunyai dasar transaksi ekonomi berkurang. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia juga tetap menempuh sterilisasi valas secara terukur untuk mengurangi volatilitas kurs rupiah di pasar. Bank Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah koordinatif dengan Pemerintah khususnya dalam manajemen permintaan valas BUMN. Dengan kebijakan moneter yang telah ditempuh tersebut, tekanan inflasi yang berasal dari ekspektasi inflasi relatif dapat ditahan seiring dengan meningkatnya suku bunga SBI. Namun demikian, paket stabilisasi rupiah belum sepenuhnya mampu menahan pelemahan kurs rupiah lebih lanjut, karena faktor fundamental ekonomi yang lemah dan dollar AS yang menguat terhadap hampir seluruh mata uang kuat dunia. 3

4 9. Selanjutnya, guna meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, Bank Indonesia pada awal Juli 2005 mengimplementasikan langkah-langkah penguatan kerangka kerja kebijakan moneter yang konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini ditandai dengan penggunaan BI Rate sebagai sinyal kebijakan moneter untuk menggantikan penggunaan base money agar sinyal kebijakan moneter menjadi lebih transparan. Penerapan kerangka kerja ini diyakini dapat meningkatkan efektivitas dan tata kelola kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 10. Pada periode Juli-Desember 2005, rencana kenaikan harga BBM memicu peningkatan ekspektasi inflasi yang cukup tajam. Sementara, kenaikan harga BBM pada bulan Oktober membawa konsekuensi dampak lanjutan antara lain berupa kenaikan tarif angkutan dan harga jual eceran minyak tanah yang lebih tinggi dari yang ditetapkan Pemerintah. Demikian pula kelangkaan BBM di berbagai daerah telah menimbulkan gangguan pasokan dan distribusi yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan harga bahan makanan. Dengan kondisi demikian, inflasi IHK tahun 2005 mencapai angka 17,1% (yoy), telah jauh melebihi sasaran yang ditetapkan Pemerintah sebesar 6,0%±1% 11. Selanjutnya, untuk menjaga agar akselerasi peningkatan ekspektasi inflasi tidak berlebihan dan mengarah ke sasaran inflasi jangka menengahnya, maka Bank Indonesia masih memandang perlu untuk melanjutkan kebijakan moneter ketat selama dua triwulan terakhir Suku bunga BI Rate dinaikkan secara bertahap dan terukur, sebanyak 3 kali selama triwulan IV-2005 sehingga mencapai 12,75% pada awal Desember Kebijakan ini diperkuat dengan peningkatan efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar uang antara lain dengan kembali mengaktifkan instrumen Fine Tune Kontraksi (FTK) overnight (O/N), menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM), menaikkan suku bunga FASBI 7 hari dan maksimum suku bunga penjaminan simpanan, upaya stabilisasi di pasar uang antar bank O/N dan perbaikan struktur suku bunga. Sementara itu, dalam upaya meredam tekanan depresiasi rupiah beberapa kebijakan yang telah ditempuh pada periode sebelumnya diperkuat pula dengan pelarangan margin trading terhadap semua valas, penyediaan fasilitas swap investasi, pemberlakuan intervensi swap valas, dan penyempurnaan ketentuan PDN. 12. Selain dari sisi moneter, upaya pengendalian inflasi sepanjang tahun 2005 juga dibarengi dengan penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui Tim Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi, khususnya dalam meminimalkan dampak kenaikan inflasi dari sisi administered prices dan volatile food. 13. Upaya pengetatan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia bersama-sama dengan kebijakan Pemerintah dalam meminimalkan dampak lanjutan kebijakan kenaikan harga BBM telah menimbulkan ekspektasi positif pasar. Kebijakan ini telah berhasil menahan pelemahan rupiah. Rupiah bergerak lebih stabil dengan kecenderungan menguat hingga akhir 2005 yang terutama disebabkan oleh meningkatnya interest rate differential, membaiknya indeks risiko seiring dengan membaiknya persepsi pasar terhadap kebijakan fiskal pasca kenaikan BBM, meningkatnya investasi portofolio investor asing dan meningkatnya efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar rupiah yang dalam dua triwulan terakhir. 4

5 3. Kinerja dan Kebijakan Perbankan Tahun Kinerja perbankan sampai dengan akhir tahun 2005 masih cukup baik meskipun terdapat tekanan pada keseimbangan makroekonomi. Fungsi intermediasi perbankan selama tahun 2005 dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Kredit (termasuk channeling) tahap demi tahap tumbuh sesuai target yaitu mencapai kisaran 22,7%. Dari sisi intermediasi, perkembangan kredit sampai dengan akhir tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 82% dana yang dihimpun dari masyarakat disalurkan kembali dalam bentuk kredit. Sementara itu, pangsa kredit UMKM telah mencapai 50,7% dari total kredit. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan peran UMKM melalui pencanangan tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Indonesia. 15. Di sisi lain, kemampuan perbankan untuk melakukan penghimpunan Dana Pihak Ketiga juga terus mengalami pertumbuhan secara moderat yang berada pada kisaran 15%. Dengan angka percepatan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut, maka LDR perbankanpun sampai dengan akhir tahun 2005 naik cukup signifikan mencapai sekitar 65%. Total aset industri perbankan-pun mengalami pertumbuhan yang hampir sama besarnya dengan pertumbuhan DPK yaitu sekitar 12%. Profitabilitas perbankan sedikit mengalami peningkatan sebagaimana tercermin pada rasio Return on Asset (ROA) meningkat dari 2,6% menjadi 2,8%, sementara net interest income (NII) naik dari Rp5,9 triliun menjadi Rp6,2 triliun. Dengan membaiknya profitabilitas dan tidak terlalu besarnya peningkatan kredit, rasio kecukupan modal (CAR) juga mengalami peningkatan dari 19,4% menjadi 19,6%. Angka tersebut merupakan CAR tertinggi dibandingkan CAR perbankan di negara-negara Asia lainnya. 16. Kinerja perbankan dimaksud tidak lepas dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia di bidang perbankan selama tahun 2005 yang tetap difokuskan untuk memperkuat stabilitas sistem perbankan guna menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan. Kebijakan tersebut ditempuh melalui beberapa langkah antara lain melalui implementasi program-program yang telah dicanangkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam meningkatkan efektivitas pengawasan bank dan ketahanan sistem perbankan, penyempurnaan regulasi dan sistem pengawasan perbankan yang diselaraskan dengan prinsip-prinsip pokok basel serta penerapan tata kelola yang baik, manajemen risiko dan pengendalian internal yang efektif dan efisien, serta pengembangan SDM perbankan melalui sertifikasi manajemen risiko. 17. Selanjutnya guna mendukung penguatan sistem perbankan, pada tanggal 22 September 2005 LPS resmi beroperasi. Dalam prakteknya, lembaga tersebut akan menetapkan suku bunga penjaminan atas dana masyarakat di perbankan. Kebijakan umum lembaga tersebut adalah secara bertahap mengurangi cakupan dan jumlah dana yang dijamin pemerintah, yaitu dari Rp 5 miliar pada bulan Maret 2006 menjadi Rp 1 miliar pada bulan September 2006 dan akan berakhir pada jumlah Rp 100 juta pada bulan Maret Pengurangan penjaminan dimaksud ditujukan agar perbankan dapat lebih berhati-hati dalam mengelola usahanya serta mendidik masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih bank. Dengan demikian, akan tercipta disiplin pasar keuangan yang lebih baik. 5

6 18. Pemerintah dan BI telah menyusun kerangka kebijakan jaring pengaman sektor keuangan (financial safety net), dimana pada tanggal 30 Desember 2005 telah dilakukan penandatangan nota kesepahaman antara Gubernur BI, Menteri Keuangan dan Ketua Dewan Komisioner LPS untuk menetapkan batas-batas peran dan fungsi dari ketiga lembaga keuangan tersebut dalam memelihara stabilitas sistem keuangan. Nota kesepahaman tersebut juga memuat mekanisme kerjasama ketiga instansi tersebut melalui sebuah forum Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebagai sarana koordinasi dan pertukaran informasi, sehingga hal-hal yang terjadi dalam sistem keuangan termasuk gejala instabilitas dapat diketahui lebih dini dan dicarikan solusinya lebih cepat. Hal ini merupakan tonggak sejarah penguatan infrastruktur perbankan. 4. Kinerja dan Kebijakan Sistem Pembayaran Tahun Di sisi pembayaran tunai, selama tahun 2005 kebijakan diarahkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Kebijakan tersebut ditempuh antara lain melalui penerbitan uang kertas baru pecahan Rp dan Rp tahun emisi 2005 pada tanggal 20 Oktober Selain memiliki beberapa tambahan unsur pengaman yang lebih canggih dan mudah dikenali oleh masyarakat, uang kertas pecahan baru tersebut juga menyediakan kode tertentu sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan para tuna netra. Disamping itu, BI terus melakukan langkahlangkah peningkatan efektivitas distribusi/pengedaran uang kartal dan meminimalisir risiko uang palsu melalui upaya peningkatan pemahaman terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah. 20. Beberapa indikator pengedaran uang kartal selama tahun 2005 menunjukkan bahwa penggunaan uang kartal sebagai alat transaksi selama tahun 2005 masih cukup tinggi, tercermin dari peningkatan UYD serta kegiatan inflow dan outflow yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Posisi uang kartal yang diedarkan (UYD) selama tahun 2005 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, dengan laju pertumbuhan UYD pada posisi akhir tahun 2005 mencapai sebesar 14,2%, lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan UYD tahun sebelumnya yang mencapai 12,5%. Peningkatan rata-rata UYD dan laju pertumbuhannya tersebut sejalan dengan terjadinya peningkatan kebutuhan masyarakat untuk bertransaksi. Sementara itu, jumlah outflow tertinggi selama tahun 2005 terjadi pada bulan Oktober yang mencapai sebesar Rp50,7 triliun atau naik 62,5% dari outflow tertinggi tahun lalu yang mencapai sebesar Rp31,2 triliun. Tingginya jumlah outflow pada bulan Oktober tersebut sesuai dengan pola musiman yaitu pada periode menjelang hari raya keagamaan, namun demikian pada tahun 2005 outflow yang meningkat secara signifikan tersebut terutama terkait dengan tingginya perkiraan perbankan untuk mengantisipasi penyediaan uang kartal menghadapi periode hari raya keagamaan menyusul terjadinya kenaikan harga-harga secara umum paska kenaikan BBM. Hal ini terlihat dari aliran kembali uang masuk yang cukup tinggi pada periode setelah masa lebaran berakhir. 21. Disisi pembayaran nontunai, kebijakan tetap dititikberatkan pada upaya pengurangan risiko, peningkatkan efisiensi sistem pembayaran serta perlindungan konsumen terhadap 6

7 pengguna sistem pembayaran melalui perluasan implementasi Sistem Kliring Nasional (SKN). Selanjutnya dalam rangka pemenuhan prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring, sejak tanggal 28 November 2005 telah diimplementasikan mekanisme Failure to Settle (FtS). Mekanisme tersebut mewajibkan peserta kliring untuk menyediakan dana awal (prefund) untuk mengantisipasi adanya potensi kewajiban yang mungkin timbul pada akhir hari dari peserta kliring. Dengan demikian, Bank Indonesia tidak lagi menanggung risiko kegagalan setelmen karena pelaksanaan mekanisme FtS menjamin terealisasinya transaksi kliring. Dengan turunnya risiko kegagalan setelmen, pada akhirnya konsumen yang memperoleh manfaat terbesar dari penerapan mekanisme FtS. 22. Dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia terus melaksanakan dan menyempurnakan baik pengawasan yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan melalui pemeriksaan kepada penyelenggara sistem pembayaran dengan fokus pada kepatuhan pada prosedur yang berlaku. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui kewajiban penyampaian laporan penyelenggaraan sistem pembayaran. Pada triwulan laporan penyempurnaan pengawasan mencakup upaya meningkatkan aspek perlindungan konsumen akhir sistem pembayaran khususnya pengguna Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Pada akhir periode laporan Bank Indonesia menerbitkan aturan teknis dari PBI APMK yang telah diterbitkan tahun sebelumnya. 5. Arah Kebijakan Moneter Arah kebijakan moneter yang akan ditempuh pada 2006 tidak terlepas dari perkiraan beberapa besaran makroekonomi, terutama inflasi, dan asesmen faktor risiko yang akan dihadapi. 24. Prospek ekonomi Indonesia pada tahun 2006 diprakirakan akan kembali membaik. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada pada kisaran 5,0-5,7% dan inflasi kembali turun seiring dengan nilai tukar yang stabil dan cenderung menguat. Kegiatan ekonomi yang kembali menguat diperkirakan akan terjadi pada paro kedua Pada paro I pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih tertahan oleh dampak buruk kenaikan harga yang terjadi di Laju inflasi diperkirakan masih akan tinggi hingga triwulan III dan baru akan menurun pada triwulan IV. Sementara itu, perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2006 diperkirakan akan mengalami penguatan secara gradual seiring dengan perbaikan di lalulintas modal swasta, membaiknya premi risiko, dan berakhirnya siklus pengetatan moneter global. Sumber pasokan valas khususnya dari FDI diperkirakan membaik sehingga akan menurunkan volatilitas nilai tukar dibandingkan tahun Seiring dengan menguatnya nilai tukar, tekanan terhadap inflasi IHK diprakirakan akan semakin berkurang dan mencapai 7-9% (yoy) pada akhir tahun 2006, yang terutama didorong oleh penurunan laju inflasi kelompok administered dan kelompok bahan makanan. 25. Prakiraan laju inflasi IHK tersebut didasarkan pada beberapa asumsi meliputi: 7

8 1. Kebijakan administered prices yang strategis (yang mempunyai bobot cukup tinggi pada IHK) relatif minimal, yaitu TDL diasumsikan maksimal naik sebesar 30%. 2. Pasokan dan distribusi barang terjaga, sehingga inflasi volatile foods kembali normal sekitar 6-8%. 3. Nilai tukar rupiah relatif stabil, sehingga dampak langsungnya terhadap inflasi juga diperkirakan tidak signifikan. 4. Adanya perbaikan ekspektasi inflasi seiring dengan nilai tukar yang stabil, kenaikan administered prices yang minimal, pasokan barang terjaga, dan kebijakan moneter yang konsisten. 5. Ekspansi ekonomi yang masih sedikit di bawah kapasitas potensialnya, sehingga diperkirakan belum memberikan tekanan inflasi yang besar. 26. Walaupun secara umum perekonomian diperkirakan mengalami perbaikan, namun perlu diwaspadai beberapa faktor risiko dan ketidakpastian yang dapat mengganggu kestabilan ekonomi moneter. Faktor risiko tersebut terutama terkait dengan kemungkinan berlanjutnya gejolak perekonomian dunia dan kemampuan perekonomian Indonesia dalam meredam dampak buruk yang ditimbulkan. Berbagai faktor risiko tersebut antara lain : 1. Ketidakpastian harga minyak dunia terkait dengan potensi meningkatnya ketidakstabilan politik dan keamanan di wilayah Timur Tengah. 2. Semakin memburuknya kondisi ketidakseimbangan perekonomian dunia (global economic imbalances). 3. Kepastian pelaksanaan kebijakan Pemerintah di bidang investasi dan ekspor. 27. Berdasarkan perkiraan ekonomi dan berbagai faktor risiko yang berpotensi memberikan tekanan pada kestabilan ekonomi, Bank Indonesia pada tahun 2006 secara konsisten berupaya menurunkan inflasi. Upaya ini dilakukan dengan membawa ekspektasi inflasi ke depan ke arah sasaran inflasi jangka menengah dengan mempertahankan arah kebijakan moneter yang saat ini telah ditempuh. Namun demikian, stance kebijakan ini dimungkinkan untuk ditinjau lagi apabila Bank Indonesia memandang bahwa tekanan inflasi ke depan menjadi lebih berkurang. 28. Selain kebijakan moneter, upaya untuk menurunkan laju inflasi memerlukan dukungan sinergi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil. Upaya untuk mengkoordinasikan langkah-langkah pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah diwujudkan dalam Tim Pengendalian Inflasi. Guna memberikan kejelasan agenda yang akan ditempuh, Tim telah menyusun Roadmap yang memfokuskan pada lima hal, yaitu: (i) upaya untuk menjaga pasokan dan kelancaran distribusi barang, terutama pada kelompok barang yang cenderung menunjukkan fluktuasi harga yang cukup tinggi (volatile food); (ii) upaya untuk meminimalkan dampak langsung maupun lanjutan dari rencana penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga; (iii) upaya untuk mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada prakiraan dan sasaran inflasi ke depan; (iv) upaya untuk menjaga agar kegiatan ekonomi berada dalam batas kapasitas perekonomian nasional; dan (v) upaya menjaga kestabilan nilai tukar agar tidak berdampak buruk terhadap inflasi. 8

9 29. Berkenaan dengan ekspektasi inflasi yang tinggi pada akhir-akhir ini, Bank Indonesia memandang perlunya upaya untuk menurunkan ekspektasi inflasi masyarakat. Upaya ini diantaranya dapat ditempuh melalui kejelasan mengenai rencana kenaikan administered price. Kejelasan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakpastian di masyarakat, sehingga tidak menimbulkan peningkatan ekspektasi inflasi yang berlebihan. 6. Arah Kebijakan Industri Perbankan 30. Tidak dipungkiri bahwa sistem perbankan yang sehat, efisien dan bermanfaat bagi perekonomian menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kelangsungan pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu, seluruh kebijakan, komitmen dan langkah-langkah yang diambil pada tahun 2006 tetap diarahkan untuk memperkuat sistem perbankan dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Dengan demikian diharapkan peran perbankan dalam pembiayaan perekonomian nasional dapat semakin meningkat. 31. Dengan mempertimbangkan beratnya beban yang dihadapi dunia perbankan, BI berupaya untuk memberikan ruang gerak perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Untuk itu, pada tanggal 30 Januari 2006 BI telah mengeluarkan Paket Kebijakan Perbankan Januari 2006, yang terdiri dari 5 Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan 2 Surat Edaran (SE), 6 diantaranya merupakan ketentuan yang mengatur bank umum dan 1 ketentuan yang mengatur bank syariah. Ketujuh ketentuan tersebut meliputi: a. Penyempurnaan ketentuan PBI No.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Langkah ini merupakan sebuah temporary measure, yang pada intinya merupakan langkah simplifikasi dan pentahapan dalam penerapan ketentuan tersebut. Dengan mempertimbangkan bahwa jenis kredit dan kondisi dari setiap debitur berbeda satu sama lain, maka disusun suatu pentahapan dalam penerapan sistem uniform classification, mengingat hal ini sangat erat kaitannya dengan prakondisi yang dipersyaratkan bank kepada setiap debiturnya. Tahapan penerapan dari ketentuan ini akan dimulai dari kredit sindikasi yang sejak awal telah memiliki sarana komunikasi yang memadai, kemudian diikuti dengan debitur-debitur besar yang mempengaruhi kinerja bank secara signifikan, sampai dengan debitur-debitur yang memenuhi jumlah tertentu. b. Ketentuan pelaksana mengenai Penahapan Penetapan Kualitas yang sama (uniform classification) untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur atau proyek yang sama. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan suatu ketentuan pelaksana atau pedoman atas penyempurnaan ketentuan PBI No.7/2/PBI/2005. c. Dalam rangka menggerakkan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, BI memandang perlu untuk meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan ekonomi, terutama dalam rangka pembiayaan terhadap usaha kecil, pemilikan rumah dan pegawai/pensiunan. Kebijakan tersebut dilakukan dengan menurunkan penetapan bobot risiko atas Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pegawai/Pensiunan dalam 9

10 penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), yaitu menjadi KUK dikenakan bobot risiko sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus, KPR yang dijamin dengan hak tanggungan pertama dikenakan bobot risiko sebesar 40% (empat puluh perseratus), dan Kredit Pegawai/Pensiunan dikenakan bobot risiko sebesar 50% (lima puluh perseratus). d. Dengan mempertimbangkan bahwa eksposur risiko bank dapat timbul baik secara langsung dari kegiatan usahanya, maupun tidak langsung dari kegiatan usaha perusahaan anak, maka BI menerbitkan ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi. Sesuai ketentuan dimaksud, setiap bank wajib menerapkan manajemen risiko secara konsolidasi dengan perusahaan anak, serta memastikan bahwa prinsip kehati-hatian yang diterapkan pada kegiatan usaha bank diterapkan pula pada perusahaan anak.. Penerapan manajemen risiko secara konsolidasi tidak berlaku bagi perusahaan anak yang dimiliki atau dikendalikan oleh bank karena adanya penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit. e. Selanjutnya, guna menunjang pelaksanaan kegiatan usaha perbankan yang sehat, transparan dan bertanggungjawab, diterbitkan pula ketentuan mengenai pelaksanaan good corporate governance (GCG) bagi Bank Umum. Ketentuan dimaksud mewajibkan industri perbankan memenuhi 5 (lima) prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness), disamping mewajibkan pula adanya transparansi kepada publik dimana bank harus menyusun laporan pelaksanaan good corporate governance serta melakukan penilaian (self assessment) atas pelaksanaan good corporate governance Bank. Selanjutnya, Bank Indonesia akan melakukan penilaian pelaksanaan good corporate governance Bank. f. Guna menampung kasus-kasus pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik di internal bank, Bank Indonesia saat ini juga tengah mengupayakan pendirian Lembaga Mediasi Perbankan sebagai institusi yang diharapkan dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank secara sederhana, murah, dan cepat. Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan tentang Mediasi Perbankan. Dengan diterbitkannya ketentuan tersebut, Bank Indonesia akan menjalankan fungsi mediasi perbankan sampai dengan akhir tahun 2007 dan selanjutnya akan diteruskan oleh Lembaga Mediasi Perbankan Independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. g. Untuk dapat terus mendorong perkembangan industri perbankan syariah, Bank Indonesia menilai diperlukan adanya peningkatan kemudahan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah, terutama dalam menerima dana simpanan. Untuk itu, BI menerbitkan ketentuan bahwa bank yang telah memiliki Unit Usaha Syariah diperbolehkan untuk juga melayani transaksi syariah di kantor-kantor cabang bank konvensionalnya (office channelling). Dengan demikian, masyarakat akan dengan mudah untuk mendapatkan jasa perbankan syariah dan bank tidak perlu lagi membuka cabang Unit Usaha Syariah di banyak tempat agar dapat memberikan pelayanan perbankan syariah. 10

11 32. Selain program jangka pendek dalam rangka memberikan ruang gerak lebih bagi perbankan, secara jangka menengah panjang kebijakan Bank Indonesia tetap difokuskan untuk memperkuat fondasi perbankan. Langkah tersebut dijabarkan lebih lanjut pada beberapa program dari Arsitektur Perbankan Indonesia, yang meliputi: 1) memperkuat struktur permodalan dalam rangka mempercepat proses konsolidasi, 2) meningkatkan peran bank asing dalam perekonomian; 3) mempersiapkan perbankan dalam mengantisipasi perkembangan bisnis perbankan ke depan. Mengacu pada trend perkembangan industri perbankan yang mengarah pada Universal Banking, Bank Indonesia merencanakan untuk memperjelas posisi dan arah kebijakan BI dalam menata kembali hubungan antara perbankan dan pasar keuangan; 4) memperkuat manajemen internal perbankan dan 5) memperbaiki infrastruktur industri perbankan, melalui penyempurnakan Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK), Pembentukan Lembaga Apex bagi BPR, Lembaga Mediasi Perbankan, Penataan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, dan Lembaga Penelitian Perbankan di berbagai daerah di Indonesia. 33. Selanjutnya dalam konteks konsolidasi perbankan untuk memperkuat struktur dan kelembagaan perbankan, BI akan menjajaki kemungkinan penerapan single presence policy dalam kepemilikan bank. Kebijakan ini nantinya akan meminta ultimate shareholder bank yang mengendalikan lebih dari satu bank di Indonesia, untuk mengkonsolidasikan bentuk kepemilikannya. Kebijakan ini juga merupakan kebijakan kunci yang akan mendukung upaya BI dalam menyempurnakan sistem pengawasan bank menuju ke pendekatan pengawasan berdasarkan risiko secara terkonsolidasi. 34. Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia akan terus mengambil langkah-langkah untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal dengan penekanan pada perlindungan konsumen akhir (end user). Penekanan terhadap kebijakan ini diambil guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas di bidan moneter dan perbankan serta turut menciptakan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Di bidang pembayaran non tunai, kebijakan yang akan dilakukan antara lain perluasan Sistem Kliring Nasional dan mekanisme failure to settle, meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggara sistem pembayaran menggunakan kartu, menerbitkan ketentuan terkait dengan penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional, serta implementasi Daftar Hitam Nasional. Di bidang pembayaran tunai, Bank Indonesia akan tetap mengupayakan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal dalam jumlah yang cukup, baik secara nominal maupun jenis pecahan yang sesuai serta tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar. 9. Penutup 35. Demikianlah Bapak dan Ibu paparan singkat kami mengenai kinerja kebijakan Bank Indonesia tahun 2005, proyeksi ekonomi-moneter tahun 2006 dan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan. Kami berharap agar momentum yang 11

12 terbangun akhir-akhir ini dapat mendorong pencapaian kinerja Bank Indonesia menjadi semakin baik sesuai dengan amanat Undang-undang. Jakarta, 20 Februari

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia 14 INFLASI 12 10 8 6 4 2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Hasil Olahan Data Oleh Penulis (2016) GAMBAR 4.1. Perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia

TINJAUAN UMUM. Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Tinjauan Umum 485 TINJAUAN UMUM Tim Penulis Analisis Triwulanan Bank Indonesia Selama triwulan I-2005, kinerja perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang membaik. Kestabilan makroekonomi

Lebih terperinci

GUBERNUR PADA PENJELASAN. 1. Pendahuluan

GUBERNUR PADA PENJELASAN. 1. Pendahuluan PENJELASAN GUBERNUR PADA RAPAT DENGAN XI 200 14 XI DPR RI 1. Pendahuluan 1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR yang telah mengundang kami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan IV 2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan IV 2003, Bank Indonesia Sampai

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I-2003 Tim Penulis Laporan triwulan I-2003, Bank Indonesia Kondisi moneter selama triwulan I-2003 tetap stabil dan terkendali meskipun belum

Lebih terperinci

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K

... BANK INDONESIA I N D O N E S I A B A N K 1 B A N K I N D O N E S I A KINERJA TRIWULAN I-2004 : EVALUASI KEBIJAKAN MONETER, PERBANKAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN SERTA ARAH KEBIJAKAN MENDATANG Penyampaian penjelasan ini merupakan salah satu wujud dari

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan I 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN I 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan I 2004, Bank Indonesia Membaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

Tinjauan umum TINJAUAN UMUM

Tinjauan umum TINJAUAN UMUM Tinjauan umum 343 TINJAUAN UMUM Sampai dengan triwulan IV-2004, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Kestabilan ekonomi makro dapat dipertahankan yang disertai dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menggunakan sistem perekonomian terbuka dalam menjalankan aktivitas perekonomiannya sehingga hal tersebut memungkinkan terjadinya interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang berperan diikuti dengan melemahnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dalam

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi

KETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi Jakarta, 28 Mei 2018 Pemerintah, Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017)

Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017) Banking Weekly Hotlist (10 Juli 14 Juli 2017) PENJAMINAN SIMPANAN Hingga Mei 2017, LPS Jamin 212,6 Juta Rekening Simpanan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis data mengenai pertumbuhan jumlah rekening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal tahun 1998 yakni pada awal masa orde baru perekonomian Indonesia mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah,

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Bank Indonesia 2.1.1 Status dan Kedudukan Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BANK INDONESIA Penyampaian Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia menuntut berbagai prasyarat untuk mencapai keberhasilannya. Salah satunya adalah keterlibatan sektor

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global

Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Ringkasan Eksekutif Memperkuat Perekonomian Nasional di Tengah Ketidakseimbangan Pemulihan Ekonomi Global Di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global, kinerja perekonomian domestik selama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY 1. Mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008? a. Kegagalan Bank Century terjadi di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat penting, sehingga dampak jumlah uang beredar dapat mempengaruhi perekonomian. Peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial Tugas Bank Indonesia 1 Kebijakan Moneter 2 Kebijakan Sistem Pembayaran 3 Pengawasan Makroprudensial 4 Keterkaitan Tugas Bank Sentral dengan Sektor Lain 3 SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter 1997-1998, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter di Indonesia. Salah satu bentuk nyata dalam restrukturisasi sistem

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

... Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework)

... Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework) Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework)... Mulai Juli 2005 Bank Indonesia akan mengimplementasikan kerangka kerja

Lebih terperinci

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA

PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Tanggal 10 Juni 2002 PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2005 Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2 Laju inflasi IHK pada triwulan IV-2 mengalami peningkatan yang tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,

Lebih terperinci

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik

Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Sambutan Gubernur Bank Indonesia Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2007 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-27 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-27 Selama triwulan I-27, kondisi moneter menunjukkan tren yang semakin membaik. Perkembangan yang membaik tersebut

Lebih terperinci

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Seminar Nasional dan Expo UMKM Perbarindo. "Modernisasi BPR Dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan & Kemudahan Akses Bagi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat BABI PENDAHULU~ 1.1 Latar Belakang Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat transaksi penggerak perekonomian. Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA DR. DARMIN NASUTION PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH 2011 JAKARTA, 16 MARET 2011 Yang terhormat Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof.

Lebih terperinci

TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta

TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta 1 TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN 2007 1 Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta Kinerja perbankan nasional sampai dengan tahun 2006 dianggap belum memuaskan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih cukup besar. Perbaikan tersebut

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Melihat ke tahun 2014, Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan dan risiko-risiko ekonomi yang signifikan yang membutuhkan fokus kebijakan tidak

Lebih terperinci

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajad S-2 Gelar Magister Manajemen Diajukan

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediately institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian. Sebagai lembaga

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Kebijakan Perbankan Pasca Krisis 1998 Krisis keuangan yang terjadi di Asia mulai pertengahan tahun 1997 telah memicu krisis perbankan di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2005 Laju inflasi IHK pada triwulan III-2005 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama berasal dari kenaikan

Lebih terperinci

Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global

Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global Menata dan Memperkuat Perbankan Indonesia, Menyongsong Pemulihan Ekonomi Global Dr. Darmin Nasution Pjs. Gubernur Bank Indonesia Pertemuan Tahunan Perbankan 2010 22 Januari 2010 Yang saya hormati, Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan kebijakan pemerintah dalam bidang perbankan antara lain adalah paket deregulasi Tahun 1983, paket kebijakan 27 Oktober 1988, paket kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar menurut Kasmir (2012), yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank atau

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci