EKSPLORASI UMUM BAUKSIT DI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Oleh : Eko Yoan Toreno dan Moe tamar. , 5,91% SiO 2 dan 1,49% TiO 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSPLORASI UMUM BAUKSIT DI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Oleh : Eko Yoan Toreno dan Moe tamar. , 5,91% SiO 2 dan 1,49% TiO 2"

Transkripsi

1 EKSPLORASI UMUM BAUKSIT DI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : Eko Yoan Toreno dan Moe tamar SARI Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yaitu Malaysia, khususnya negara bagian Serawak. Wilayah Kabupaten Sintang yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia adalah Kecamatan Ketungau Hulu dan Kecamatan Ketungau Tengah. Geologi Kabupaten Sintang disusun oleh batuan berupa serpih, batulanau, wacke, pasir dan konglomerat dengan anggota batugamping batugamping hablur Formasi Alas berumur Paleozoikum (Karbon). Hasil eksplorasi umum mendapatkan sumberdaya tertunjuk bauksit di daerah Enkitan-Seputau, Kecamatan Ketungau Tengah sebesar m 3 dengan kadar rata-rata 51,17% Al 2, 11,6% Fe 2, 5,91% SiO 2 dan 1,49% TiO 2, dan Daerah Bukit Darwin, Desa Sepiluk-Senaning Kecamatan Ketungau Hulu sebesar m 3 dengan rata-rata 52,63% Al 2, 9,76% Fe 2, 3,57% SiO2 dan 1,32% TiO 2.

2 PENDAHULUAN Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data primer tentang potensi sumber daya mineral bauksit yang terdapat di Kabupaten Sintang guna melengkapi dan memutakhirkan data informasi sumber daya mineral yang telah ada. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui potensi sumber daya logam atau bahan galian lainnya serta membantu Pemerintah Kabupaten Sintang dalam mengelola sumber daya alam tersebut termasuk dalam merencanakan pengembangan wilayah pertambangan. Secara administrasi daerah penyelidikan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Ketungau Hulu dan Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 1). Daerah penyelidikan dapat ditempuh dari Jakarta-Pontianak melalui penerbangan komersial, selama 2 jam, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda empat antara Pontianak Sintang selama 8 jam. Selanjutnya dari Sintang ke lokasi memakai kendaraan roda empat dengan penggerak empat roda selama 10 jam. Untuk mencapai lokasi penyelidikan dilakukan dengan kendaraan roda dua dan jalan kaki. MORFOLOGI Morfologi daerah penyelidikan terdiri dari satuan morfologi perbukitan terjal, diperkirakan mencakup sekitar 30% luas daerah penyelidikan tersebar di daerah bagian timur, utara dan sebagian di bagian tengah dengan kemiringan lereng berkisar > 25, ketinggian berkisar 150 m sampai dengan 1150 m diatas permukaan laut. Umumnya satuan morfologi ini ditempati oleh satuan batupasir kuarsa Formasi Tutop dan batuan intrusi sintang berupa andesit, diorit dan granodiorit. Selain itu terdapat satuan morfologi perbukitan bergelombang diperkirakan mencakup sekitar 70% luas daerah penyelidikan, merupakan daerah perbukitan dan lembah-lembah sungai dengan lereng landai sedang, kemiringan lereng < 25, yang banyak dimanfaatkan untuk lahan perkebunan sawit, karet dan akasia. Satuan morfologi ini ditempati oleh satuan perselingan batupasir halus dan batulempung, lensa batubara (Formasi Ketungau) dan satuan batupasir sisipan batulanau dan batulempung (Formasi Kantu). Morfologi perbukitan bergelombang sedang di daerah Kecamatan Ketungau Hulu (Gambar 2). LITOLOGI Litologi daerah ini secara berurutan dari tua ke muda adalah Komplek Semitau (CRs) Komplek Busang (PRb) Batuan Gunungapi Jambu (TRuj) Batuan Gunungapi Betung (TRKb), Formasi Kantu, Formasi Tutoop, Formasi Ketungau, merupakan Satuan Perselingan Batupasir halus dan batulempung, lensa batubara, Satuan Batuan Beku/Intrusi (Intrusi Sintang), berumur Oligosen Akhir Miosen Tengah. Batuan diorit/mikro diorit ini bertekstur holokristalin, hipidiomorfik granular, ukuran butir halus sampai kasar, bentuk butir anhedral subhedral, mineral pembentuknya antara lain plagioklas, piroksen, hornblende, kuarsa dan mineral opak. Batuan andesit berbutir halus hingga 1 mm, bentuknya anhedral-subhedral, porfiritik dan berstruktur amigdaloidal, dimana masa dasar

3 terdiri dari plagioklas, mineral opak, lempung dan karbonat, serta mineral-mineral kuarsa, klorit, epidot dan karbonat yang mengisi rongga-rongga, sedang fenokrisnya plagioklas. Batuan granitik ini telah terubah kuat, berbutir halus hingga 1 mm, bentuk butir anhedral hingga subhedral, bertekstur porfiritik dengan relik-relik fenokris feldspar dan mineral opak dengan masa dasar mikrokristalin mineral sekunder dan opak., Satuan Endapan Aluvium terpecah-pecah, satuan endapan aluvium ini terdapat secara terpisah-pisah. Pengumpulan data sekunder daerah ini didapatkan antara lain dari hasil studi literatur Pemetaan geologi dilakukan oleh S. Supriatna, dkk dari Pusat Penelitian Pengembangan Geologi pada tahun menghasilkan Peta Geologi Lembar Sanggau dan dipubikasi tahun Pemetaan geologi dilakukan oleh R. Heryanto, dkk dari Pusat Penelitian Pengembangan Geologi pada tahun menghasilkan Peta Geologi Lembar Sanggau dan dipubikasi tahun Pemetaan Geologi dilakukan untuk memperoleh data geologi dan penyebaran endapan bauksit. Disamping pemetaan, data geologi diperoleh dari deskripsi sumur uji/parit uji dan dikompilasi dengan data geologi regional. Pengamatan dilakukan juga terhadap struktur geologi setempat maupun regional sekitar daerah penyelidikan. Conto yang diambil lebih difokuskan terhadap lapisan endapan bauksit hasil penggalian/pembuatan sumur uji dan tebing-tebing bekas longsoran ataupun bekas galian. Perolehan conto dalam kegiatan Eksplorasi Umum Bauksit di Kabupaten Sintang ini didapat 46 conto dari hasil sumur uji. Pengambilan conto dan pemerian deskripsi pada lubang sumur uji yang mengandung bauksit dengan channel sampling dilakukan dengan lebar 10 cm, kedalaman 10 cm dengan interval tebal setiap 1m. Dengan demikian jumlah conto yang diambil tergantung pada tebal endapan bauksit. Kedalaman sumur uji maksimal mencapai 7,20 m sampai menembus Kong/Clay dan air tanah. Kajian Sumber Daya Geologi Pulau Kalimantan, Pusat Sumber Daya Geologi Bandung Tahun Inventarisasi Dan Penyelidikan Mineral Dan Batubara Daerah Perbatasan Sintang, Provinsi Kalimantan Barat Dengan Malaysia, Pusat Sumber Daya Geologi Setelah pengambilan conto di lokasi penyelidikan, selanjutnya conto dibawa ke basecamp untuk dilakukan preparasi conto, yaitu : 1. Conto dari lokasi ditimbang untuk mengetahui berat kotor. Pengamatan daerah penyelidikan meliputi Kecamatan Ketungau Hulu dan Kecamatan Ketungau Tengah yang terletak di bagian utara dan merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Sarawak- Malaysia, seluruh daerah penyelidikan termasuk di dalam wilayah Kabupaten Sintang. 2. Conto kotor dicuci dengan ayakan bukaan 1 cm dan 1 mm secara manual hingga bersih, agar matrik atau butiran yang lolos dan pengotornya hilang. 3. Dilakukan pengeringan, bisa dilakukan dengan di angin-anginkan sampai 24 jam

4 4. Conto kering yang bersih ditimbang, untuk mengetahui berat bersih. 5. Menghitung CF (Concretion Factor) = (Berat Bersih : Berat Kotor) x 100% Penghacuran/dipecahkan hingga ukuran < 1cm Conto di mixing dan Quatering (pencampuran 4 bagian) sehingga fraksi conto menjadi homogen. 6. Conto diambil 1 kg. Conto yang sudah dipreparasi tersebut, selanjutnya dikirim ke laboratorium Kimia - Fisika Mineral di Pusat Sumber Daya Geologi, untuk dilakukan analisis unsur-unsur Al 2, Fe 2, SiO 2, TiO 2, CaO, MgO, LOI dan beberapa conto yang didapat di lokasi penyelidikan juga dilakukan analisis petrografi, mineragrafi dan berat jenis. Hasil Eksplorasi Litologi Daerah Geologi daerah penyelidikan terdiri dari batuan beku intermediate - asam, batuan sedimen serta endapan aluvial. Batuan Sedimen Penyebarannya sangat luas, hampir menempati seluruh daerah penyelidikan, terletak tidak selaras menutupi batuan intrusi. Batuan yang tersingkap di utara daerah penyelidikan terdiri dari batupasir halus-sedang, berwarna putih keabu-abuan sampai kemerahan, berlapis baik dengan struktur sedimen perlapisan sejajar dan silangsiur (Gambar 4), pada beberapa tempat nampak terdapat struktur graded bedding terutama pada sisipan batupasir berbutir kasar sampai konglomeratan dengan fragmen berbentuk bulat dari mineral kuarsa dengan diameter hingga 1 cm dengan arah 175 E/14. Batupasir tersebut berselang-seling dengan batulempung dan batulanau, umumnya bersifat lunak hingga getas (Gambar 5), berwarna abu-abu sampai abu-abu kehitaman, setempat berlapis baik dengan struktur sedimen perlapisan sejajar, kadang-kadang mengandung lapisan batubara yang sebagian berupa pita-pita yang sangat tipis hingga berbentuk lensa-lensa atau fragmen-fragmen batubara hasil transportasi. Hasil pengukuran pada lapisan batulempung menunjukkan arah jurus dan kemiringan N240 E/10. Batuan Intrusi Terdiri dari andesit dan batuan terubah granitik hingga granodiorit, diorit mengandung kuarsa, menempati sebelah selatan daerah penyelidikan, tersingkap di daerah Serau Punjung Kecamatan Ketungau Tengah (Gambar 6). Pada bagian permukaan dijumpai lapisan tipis oksida besi berupa limonit terisi pasir dan lempung, diduga berasal dari batuan asal dan terbentuk karena pelapukan (Gambar 7). Peta geologi daerah penyelidikan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Struktur Struktur geologi di daerah penyelidikan adalah sesar dan rekahan, sesar berarah barat - baratlaut, ke barat umumnya agak sejajar dengan batas formasi. Kelompok sesar yang berarah timur - timurlaut memotong menyilang batas

5 formasi tersebut. Sesar-sesar yang terdapat di daerah ini pada umumnya berupa sesar normal, yang dua sesar utama yang mengontrol perkembangan struktur daerah tersebut. Secara umum lebih banyak struktur sinklin dan antiklin pada batuan metasedimen di bagian utara daerah penyelidikan. bauksit. Tebal lapisan penutup bervariasi dari 0,5 m 3 m. Di bawah lapisan penutup terlihat nodul-nodul atau kongkresi bauksit dengan ketebalan bervariasi dari 1 m 5 m. Di bawah lapisan bauksit pada umumnya dijumpai Zona Transisi (Transition Zone) sebelum mencapai batuan segar yang biasa disebut Kong. Pembahasan Hasil Eksplorasi Bauksit Daerah Senaning-Sepiluk Keberadaan laterit bauksit di daerah penyelidikan terbentuk pada kemiringan 10 s.d. 14 atau < 20. Batuan asal yang terdapat di daerah ini adalah batuan gunung api pra-tersier bersifat asam-intermediet yang kaya akan kandungan unsur aluminium dengan mineral cliachit, feldspar dan gibsit yang mudah larut kemudian mengalami proses laterisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan). Dari penyelidikan yang dilakukan di daerah Senaning-Sepiluk tersusun oleh endapan bauksit Fe tinggi dan bauksit SiO 2 tinggi. Pendugaan ini dilakukan sebatas interpretasi geologi di lapangan, tidak berdasarkan hasil analisis kimia. Bauksit Fe tinggi dicirikan oleh warna coklat kemerahan coklat kehitaman, kompak, keras dengan bentuk butir membula tanggung, pipa saprolith hingga blocky (Foto 4a dan Foto 4b), sedangkan bauksit SiO 2 tinggi dicirikan oleh coklat kekuningan coklat kemerahan, agak rapuh, relatif tidak homogen, dengan bentuk butir membulat tanggung blocky. Pada bauksit Fe tinggi maupun bauksit SiO 2 tinggi (Gambar 8 dan Gambar 9) pada profil tegak memperlihatkan batas yang jelas/tegas antara lapisan penutup (OB) dengan lapisan Di daerah ini terdapat lima conto batuan yang termineralisasi dilakukan analisis mineragrafi. Mineral yang teridentifikasi sebagian besar berupa mineral, hematite dan oksida besi. Analisis mineragrafi pada conto SN11-01/R mengidentifikasi adanya mineral logam hematite yang tersebar dalam batuan, berbutir halus bentuk subhedral-euhedral dan sebagian terubah menjadi hydrous iron oxide. Pada conto SN11-04/R) juga menunjukkan adanya mineral logam berupa hematit berbutir halus + 0,2 mm bentuk subhedral hingga anhedral dan hydrous iron oxide Analisis Petrografi dari salah satu bongkahan batuan bauksit (SN11-01/R) menunjukan mineral cliachite dan gibsit yang umumnya berupa nodul dikelilingi oleh mineral opak. Gibsit terdapat mengisi rongga dengan bentuk anhedral sedangkan cliachit kemungkinan sudah bercampur bersama oksida besi terlihat mengelilingi mineral gibsit. Pada batuan SN11-04/R kehadiran feldspar berukuran 0,25mm dengan bentuk butir anhedral-subhedral telah mengalami proses laterisasi dan tersebar menjadi mineral gibsit.

6 Dari analisis kimia unsur conto yang diambil dari sumur uji menunjukkan nilai Al 2 rendah hanya dijumpai pada sumur uji SN09-01/C1 dengan 17,19% Al 2, 24,35 % Fe 2, 20,15% SiO 2 dan 0,75% TiO 2 yang menggambarkan bahwa bauksit SiO 2 tinggi. Sedangkan bauksit Al tinggi dijumpai pada sumur uji SN11-01 s.d. SN11-13 dengan kandungan rata-rata 53,6% Al 2, 9,3% Fe 2, 3,1% SiO 2 dan 1,3% TiO 2. Ketebalan rata-rata endapan bauksit pada daerah Bukit Darwin desa Sepiluk-Senaning Kecamatan Ketungau Hulu adalah 2,6 m dan rata-rata ketebalan tanah penutup 1,74 m, dapat dilihat pada salah satu profil sumur uji daerah penyelidikan (Gambar 14). Untuk mengetahui gambaran penyebaran ke arah tegak endapan bauksit di daerah Sepiluk- Senaning Kecamatan Ketungau Hulu, dibuat korelasi antara penampang sumur uji searah memanjang. Ke arah memanjang tenggarabaratlaut yang mengkorelasikan sumur uji SN11-01 s.d. SN11-05 (Gambar 15), yang terlihat endapan bauksit menipis ke arah tenggara - baratlaut, sedangkan pada sumur uji SN11-06 s.d. SN11-13 penyebaran endapan bauksit tampak menipis ke arah tenggara dan baratlaut dan endapan lempung semakin menebal (Gambar 16). Bauksit Daerah Seputau Di daerah ini terdapat tiga conto batuan yang termineralisasi dilakukan analisis mineragrafi. Analisis mineragrafi conto SN11-07/R mengidentifikasi adanya mineral logam pirit, hematite yang tersebar dalam batuan, pirit berbutir halus hingga + 0,1 mm dan hematit berbutir halus hingga + 0,05 mm, dari sayatan poles mikroskop cahaya pantul ini terlihat mineral pirit dan hematit berbentuk subhedral-euhedral dan sebagian terubah menjadi hydrous iron oxide berwarna bias refleksi merah. Conto SN11-08/R mineral logam yang terindentifikasi adalah hematit yg tersebar dalam batuan, pirit tidak terindentifikasi. berbutir halus hingga + 0,5 mm, dengan bentuk anhedral subhedral, berwarna abu-abu, anisotrop, terdapat tersebar dalam batuan, sebagian telah terubah menjadi hidrous iron oxide Analisis Petrografi dari salah satu bongkahan batuan bauksit (SN11-07/R) menunjukan batupasir litik terbreksikan yang sudah mengalami tektonik deformasi, terlihat zona-zona rejahan yang terisi oelh mineral lempung dan butiran halus kuarsa Pada batuan SN11-08/R kehadiran feldspar berukuran 0,5mm dengan bentuk butir anhedral-subhedral telah mengalami proses laterisasi dan tersebar menjadi mineral gibsit. Sedangkan mineral gibsit yang merupakan laterisasi dari feldspar berupa serat-serat nodul berserabut didalam fragmen bersama dengan kuarsa yg tersebar sangat sedikit. Analisis kima unsur dari conto yang diambil dari sumur uji SN11-17 s/d SN11-19 menunjukkan kandungan 48,44% - 53,68% Al 2, 7,36% - 16,26% Fe 2, 3,43% - 7,75% SiO 2 dan 1,29% - 1,84% TiO 2. Ketebalan rata-rata endapan bauksit pada daerah ini adalah 2 m dan rata-rata ketebalan tanah penutup 1,65 m, dapat dilihat pada salah satu profil sumur uji daerah peneyelidikan (Gambar 17). Penyebaran endapan bauksit di Seputau Kecamatan Ketungau Tengah dengan korelasi sumur uji SN11-17

7 s.d. SN11-19 terlihat endapan menipis ke arah tenggara-baratlaut (Gambar 18). Sumber Daya Bauksit Sebagai gambaran dalam penghitungan sumberdaya bauksit, data yang sangat penting adalah pencantuman nomor conto, tebal lapisan tanah penutup, tebal lapisan endapan bauksit, jarak antar sumur uji dan kadar Al 2, Fe 2, SiO 2, TiO 2 serta faktor konkresi. Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus : Volume Bauksit Raw Ore = Luas Area x Tebal Endapan = Voume x Berat Jenis CF = (Berat Bersih : Berat Kotor) x 100% Atas dasar pertimbangan tersebut di atas luas daerah pengaruh yang akan diperhitungkan di daerah Bukit Darwin Desa Sepiluk-Senaning Kecamatan Ketungau Hulu m 2 dengan rata-rata ketebalan endapan bauksit 2,6 m, rata-rata CF 59% dan berat jenis 1,22 gr/cm 3, maka Sumberdaya Terunjuk sebesar m 3 dengan rata-rata 52,63% Al 2, 9,76% Fe 2, 3,57% SiO2 dan 1,32% TiO2. Sedangkan luas sebaran endapan bauksit di daerah Engkitan-Seputau Kecamatan Ketungau Tengah m 2 dengan rata-rata ketebalan endapan bauksit 2 m, rata-rata CF 49% dan berat jenis 1,6 gr/cm 3, maka Sumberdaya Terunjuk sebesar m 3 dengan rata-rata 51,17% Al 2, 11,6% Fe 2, 5,91% SiO 2 dan 1,49% TiO 2. KESIMPULAN Geologi daerah penyelidikan terdiri dari batuan beku itermediate - asam, batuan sedimen serta endapan aluvial Keberadaan laterit bauksit di daerah penyelidikan terbentuk pada kemiringan 10 s.d. 14 atau < 20. Batuan asal yang terdapat di daerah ini adalah batuan gunung api pra-tersier bersifat asam-intermediet yang kaya akan kandungan unsur aluminium dengan mineral cliachit, feldspar dan gibsit yang mudah larut kemudian mengalami proses laterisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan). Sumberdaya bauksit di daerah penyelidikan adalah Daerah Enkitan-Seputau, Kecamatan Ketungau Tengah sebesar m 3 dengan rata-rata 51,17% Al 2, 11,6% Fe 2, 5,91% SiO 2 dan 1,49% TiO 2. Daerah Bukit Darwin, Desa Sepiluk-Senaning Kecamatan Ketungau Hulu sebesar m 3 dengan rata-rata 52,63% Al 2, 9,76% Fe 2, 3,57% SiO 2 dan 1,32% TiO 2 Untuk lebih mengetahui sebaran serta kuantitas ataupun kualitas bauksit yang telah diselidiki ini, maka perlu dilakukan tindak lanjut tahapan eksplorasi berikutnya seperti khususnya di daerah Engkitan-Seputau Kecamatan Ketungau Tengah.

8 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Sintang, 2010, Hasil Sensus Penduduk Kabupaten Sintang 2010, Kabupaten Sintang. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat, 2010, Kalimantan Barat Dalam Angka/ Kalimantan Barat In Figures, Provinsi Kalimantan Barat. Heryanto, R, dkk. 1983; Geologi Lembar Sintang, Kalimantan, Skala 1 : , Puslitbang Geologi, Bandung. SNI , Penentuan Faktor Konkresi Bijih Bauksit, Badan Standarisasi Nasional, 1999 Tim Inventarisasi, 2007, Inventarisasi Dan Penyelidikan Mineral Dan Batubara Daerah Perbatasan Sintang, Provinsi Kalimantan Barat Dengan Malaysia, Pusat Sumber Daya Geologi Van Bemmelen, R.W, 1949, Geology of Indonesia Volume II Economy Geology, Bauxite page , Government Printing Office The Hague, Supriatna, S, dkk. 1983; Geologi Lembar Sanggau, Kalimantan, Skala 1 : , Puslitbang Geologi, Bandung. SNI , Tata Cara Pembuatan Sumur Uji Secara Manual, Badan Standarisasi Nasional, 2000.

9 Gambar 2. Morfologi di Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten Sintang Kegiatan Eksplorasi Gambar 4. Struktur silang siur batupasir dengan batulempung, terlihat fragmen batubara rapuh di Desa Sepiluk Enteli Gambar 5. Batupasir berselang-seling dengan batulempung dan batulanau dengan lensa batubara

10 BUKU 2: BIDANG MINERAL Gambar 6. Satuan Batuan Intrusi Sintang, terdiri dari granit, andesit Gambar 7. Lapisan tipis oksida besi terisi lempung, di Desa Enkitan-Seputau

11 Gambar 8. Pengambilan conto bauksit SN11-06 pada dinding tebing di Desa Sepiluk Gambar 9. Penggalian Sumur Uji di SN11-09 pada endapan bauksit SiO 2 tinggi

12 BUKU 2: BIDANG MINERAL Gambar 1. Peta Administratif dan Lokasi Daerah Penyelidikan Gambar 10. Peta Geologi Regional Kabupaten Sintang

13 Gambar 11. Bagan alir tahapan preparasi conto di lokasi penyelidikan Gambar 12. Peta Geologi Daerah Sepiluk-Senaning Kecamatan Ketungau Hulu

14 BUKU 2: BIDANG MINERAL Gambar 13. Peta Geologi Daerah Engkitan-Seputau Kecamatan Ketungau Tengah Gambar 14. Profil sumur uji daerah Sepiluk-Senaning pada lokasi SN11-02

15 Gambar 15. Penampang Tegak Endapan Bauksit Sumur Uji SN s.d. SN11-05 Gambar 16. Penampang Tegak Endapan Bauksit Sumur Uji SN s.d. SN11-13

16 BUKU 2: BIDANG MINERAL Gambar 17. Profil sumur uji daerah Engkitan-Seputau pada lokasi SN11-17.

17 Gambar 18. Penampang Tegak Endapan Bauksit Sumur Uji SN s.d. SN11-19

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT Oleh : Mulyana dan Untung Triono Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik Kelompok Program Penelitian Mineral S A R I Satuan batuan ultrabasa terdiri

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

INVENTARISASI DAN EVALUASI BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN INVENTARISASI DAN EVALUASI BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Kusdarto Maryun Supardan, dan Andi Sutandi S Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KECAMATAN SUBI KABUPATEN NATUNA - PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Morfologi Desa Meliah terdiri dari morfologi perbukitan bergelombang

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT Dahlan Ibrahim Kelompok Program Penelitian Energi Fosil, PMG SARI Daerah penyelidikan

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014 Wahyu Widodo, Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral Logam S A R I Prospeksi mineral logam di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN Kegiatan : Praktikum Kuliah lapangan ( PLK) Jurusan Pendidikan Geografi UPI untuk sub kegiatan : Pengamatan singkapan batuan Tujuan : agar mahasiswa mengenali

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN OLEH Untung Triono dan Mulyana Sub Direktorat Batubara, Direktorat

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT

PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT Kisman, Bambang Pardiarto, dan Edya Putra Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Kegiatan prospeksi

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci