UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi di Wilayah Provinsi Lampung)
|
|
- Hengki Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi di Wilayah Provinsi Lampung) Chandra Surya Turnip, Erna Dewi, Tri Andrisman. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak dan faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Provinsi Lampung. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa: a) Upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh Polda Lampung terdiri dari upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif pengawasan dan penyitaan terhadap barang-barang yang berbau pornografi, dan penyuluhan kepada masyarakat dengan memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah mengenai pencabulan anak mulai dari faktor-faktor penyebab terjadinya pencabulan anak sampai bagaimana cara agar tidak menjadi korban pencabulan anak. Tindakan represif yang dilakukan dengan cara menangkap dan memproses secara hukum pidana pelaku-pelaku pencabulan anak di bawah umur sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. b) Faktor-faktor penghambat yang dialami Polda Lampung dalam upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak, yaitu harus adanya visum et repertum yang diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang (kepolisian); korban harus bisa menghadirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut; korban tidak mau disidik karena biasanya korban takut dengan adanya ancaman dari keluarga tersangka terutama dari pelaku itu sendiri dan korban merasa malu karena apa yang dialami adalah sebagai aib. Kata kunci: upaya penanggulangan, kejahatan, pencabulan, dan anak.
2 2 THE EFFORT TO REDUCE CRIME ABUSE AGAINST CHILDREN (Study In The Lampung Provincial) Chandra Surya Turnip, Erna Dewi, Tri Andrisman. Abstract The purpose of this research is to know the effort to reduce crime abuse against children and the factors an impediment to the effort to reduce crime abuse against children in the jurisdiction of Lampung Provincial. The results of research and discussion showed that: a) The effort to reduce crime abuse against children which was carried out by the Police of Lampung Provincial consisting of preventive measures and efforts to repressive. The preventive efforts supervision and confiscation of goods that smells pornography, and counseling to residents by giving socialization to schools about child abuse ranging from the factors causing the occurrence of abuse children until how to make not being a victim of abuse children. Repressive acts that done by means of catch and process legally actors criminal abuse children under the age of in accordance with the applicable laws. b) Factors an impediment to what happened to the Police of Lampung Provincial in the effort to reduce crime abuse against children, namely must the presence of medical check et repertum who are defined as a written report for the benefit of judicial (pro yustisia) upon request of the authorities (police); victim must have been at least 2 (two) persons a witness in the process of litigating; victim did not want to check because usually afraid of the victims a threat of the family suspects especially of the attacker own and the victims felt embarrassed by what had happened to is as disgrace. keywords: the effort to reduce, crime abuse, and children.
3 2 I. PENDAHULUAN Kejahatan adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara dan pada hakekatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari normanorma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma moral hukum. Norma hukum dirumuskan dalam undang-undang yang dipertanggungjawabkan aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, maka wajar apabila semua pihak baik pemerintah maupun warga masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai. Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakekatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha penanggulangan kejahatan tersebut. Kejahatan yang sedang dalam perhatian luas di masyarakat adalah kejahatan seksual khususnya kejahatan pencabulan terhadap anak. Contohnya adalah kejahatan seksual atau pencabulan terhadap siswa TK berusia 5 tahun yang terjadi di Jakarta International School (JIS) dan dan kasus Emon yang mengaku sudah melakukan pencabulan terhadap lebih dari 80 anak. Kejahatan pencabulan terhadap anak juga terjadi di Provinsi Lampung, bahkan pelakunya ada yang masih tergolong dalam golongan usia anak. Belasan anak di Provinsi Lampung menjadi tersangka kasus pencabulan sepanjang tahun Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih menyebutkan sebagian besar tersangka itu masih berusia antara tahun dan terbanyak terjadi di wilayah Kota Bandarlampung, yaitu delapan kasus. Korban kasus pencabulan banyak terjadi pada anak berusia di bawah 10 tahun yang biasanya masih berstatus tetangga korban. Meskipun hanya berjumlah belasan, namun kasus pencabulan yang dilakukan oleh anak-anak itu nyaris terjadi di setiap wilayah hukum 10 polres di Provinsi Lampung. Hal tersebut terungkap dari data kasus anak yang berhadapan dengan hukum di wilayah Lampung sepanjang 2013 di Polda Lampung. 1 Berdasarkan data tersebut, terungkap pula adanya 78 anak yang menjadi tersangka dan terlibat dalam 60 kasus kejahatan di Lampung sepanjang Sedangkan jumlah korban pada 10 kabupaten/kota berdasarkan data tersebut adalah 60 orang, dengan pelakunya masih berstatus anak-anak. Jumlah kasus dengan tersangka anak di bawah umur terbanyak di Bandarlampung dan Kabupaten Lampung Utara, masingmasing 14 dan 13 kasus. Jumlah tersangka anak pada dua wilayah itu masing-masing sebanyak 14 dan 15 orang ah/13/09/15/mt6abs-belasan-anak-jaditersangka-kasus-pencabulan, diakses tanggal 14 Juni ah/13/09/15/mt6abs-belasan-anak-jaditersangka-kasus-pencabulan, diakses tanggal 14 Juni 2014
4 3 Pendekatan masalah yang digunakan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Nara sumber dalam penelitian ini adalah Kanit II Subdit Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Provinsi Lampung, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian akan diolah dengan langkah-langkah, yaitu klasifikasi, editing, interpretasi dan sistematisasi. Data yang diolah dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Peneliti dalam memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Provinsi Lampung, peneliti melakukan wawancara dengan nara sumber yang terdiri dari hakim, jaksa dan akademisi bidang hukum pidana, yaitu: 1. Agus Tri Wiyono, S.pd., M.M. selaku Kanit II Subdit Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Lampung; dan 2. Dra. Rindangsari A.D. selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung. B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencabulan Terhadap Anak Kebijakan penaggulangan kejahatan atau yang biasa disebut dengan istilah politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Semakin tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan sebagai usaha penanggulangan kejahatan tersebut. Menurut Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara: a. Criminal application (penerapan hukum pidana). Contohnya penerapan Pasal 354 KUHP dengan hukuman maksimal, yaitu 8 tahun baik dalam tuntutan maupun putusannya. b. Preventif without punishment (pencegahan tanpa pidana). Contohnya dengan menerapkan hukuman maksimal pada pelaku kejahatan, maka secara tidak langsung memberikan prevensi (pencegahan) kepada publik walaupun ia tidak dikenai hukuman atau shock therapy kepada masyarakat. c. Influencing views of society on crime and punishment (mass media mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
5 4 pemidanaan lewat mas media). Contohnya mensosialisasikan suatu undang-undang dengan memberikan gambaran tentang bagaimana delik itu dan ancaman hukumannya. 3 Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal' (bukan/diluar hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal. Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalahmasalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. 3 Moh. Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 4 Mengenai penegakan hukum pidana di Indonesia berhubungan dengan hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam KUHP dan secara khusus banyak diatur di peraturan perundang-undangan yang mencantumkan ketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia, diatur secara umum di dalam KUHAP dan secara khusus ada yang diatur di undangundang yang mencantumkan ketentuan pidana. Berdasarkan pada kedua aturan hukum positif di atas, penegakan hukum pidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara penegasan pembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum acara pidana secara instansional (diferensiasi fungsional) dan sistem peradilan pidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidana dijalankan (Intregated Criminal Justices system). Mengapa demikian, karena pada strukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditangani lembaga yang berdiri sendiri secara terpisah dan mempunyai tugas serta wewenangnya masing-masing. 4 Usaha penanggulangan suatu kejahatan, apakah itu menyangkut kepentingan hukum seseorang, masyarakat maupun kepentingan hukum negara, tidaklah mudah seperti yang dibayangkan karena hampir tidak mungkin menghilangkannya. Tindak kejahatan atau kriminalitas akan tetap ada 4 Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.43
6 5 selama manusia masih ada dipermukaan bumi ini, kriminaitas akan hadir pada segala bentuk tingkat kehidupan masyarakat. Kejahatan amatlah kompleks sifatnya, karena tingkah laku dari penjahat itu banyak variasinya serta sesuai pula dengan perkembangan yang semakin canggih dan dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan berpengaruh terhadap meningkatnya tindak pidana pencabulan, dimana semakin meluasnya informasi melalui media elektronik maupun media cetak dari seluruh belahan dunia yang tidak melalui tahap penyaringan terhadap adegan-adegan yang berbau negatif. Salah satu tindak kejahatan yang saat ini sedang banyak terjadi terhadap anak adalah tindak pencabulan. Tindak pencabulan terhadap anak ini banyak terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Lampung. kasus tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur di wilayah hukum Polda Lampung sangat tinggi. Pada tahun 2012 terjadi sebanyak 136 kasus umur. Kemudian pada tahun 2013 jumlah tindak pidana pencabulan terhadap anak naik lebih kurang 90% dari jumlah kasus pada tahun 2012, yaitu terjadi sebanyak 235 kasus umur. Sedangkan sampai pada September tahun 2014 telah terjadi sebanyak 109 kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. 5 5 Data Dan Rekapitulasi Jenis Kasus Kekerasan Terhadap Anak Tahun Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Kasus pencabulan anak di bawah umur di wilayah hukum Polda Lampung berdasarkan data di atas banyak terjadi wilayah hukum Polresta Bandar Lampung dan Polres Lampung Selatan. Kasus pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung dari tahun , yaitu sebanyak 166 kasus, sedangkan di wilayah hukum Polres Lampung Selatan terjadi sebanyak 79 kasus. Kemudian disusul dengan wilayah hukum Polres Lampung Tengah, yaitu sebanyak 52 kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Berdasarkan data tersebut di atas, kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di wilayah hukum Polda Lampung terjadi di wilayah perkotaan di Provinsi Lampung, dimana Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung menyumbang jumlah kasus terbanyak. Polda Lampung beserta jajarannya dalam menanggulangi tindak pidana umur telah melakukan langkahlangkah preventif dan juga represif. Agus Tri Wiyono mengatakan bahwa Polda Lampung beserta kesatuankesatuan baik di tingkat Polresta, Polres maupun Polsek yang ada di wilayah hukum Polda Lampung telah melakukan upaya preventif dan upaya represif untuk menanggulanggi tindak pencabulan terhadap anak di bawah umur. 6 Upaya penanggulangan tindak pidana secara preventif adalah tindakan-tindakan penanggulangan untuk mencegah, menangkal dan mengendalikan terjadinya gejala 6 Wawancara tanggal 21 Oktober 2014
7 6 yang bersangkutan dalam hal ini adalah perbuatan cabul terhadap anak. Agus Tri Wiyono menyatakan sejauh ini aparat kepolisian sudah melaksanakan berbagai kegiatan yang khusus ditujukan untuk mengurangi dan memberantas faktorfaktor yang menjadi penyebab pencabulan anak, seperti hal-hal yang berbau pornografi. Adapun kegiatan-kegiatan dari upaya preventif yang bersifat operasional dilakukan dengan kepolisian secara intensif melakukan pengawasan terhadap peredaran film-film porno yang beredar di Lampung. Selain dilakukan pengawasan juga dilakukan penyitaan terhadap barang-barang tersebut dan juga halhal lain yang berbau pornografi lainnya, yang pada nantinya akan dimusnahkan. Selain upaya preventif yang bersifat operasional tersebut pihak kepolisian juga mengadakan upaya preventif yang bersifat bimbingan masyarakat. Upaya bimbingan masyarakat tersebut dilakukan dengan jalan memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah mengenai pencabulan anak mulai dari faktor-faktor penyebab terjadinya pencabulan anak sampai bagaimana cara agar tidak menjadi korban pencabulan anak. Agus Tri Wiyono mengatakan upaya preventif atau pencegahan yang telah dilakukan oleh Polda Lampung dan jajarannya antara lain mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya tentang pencegahan tindak pidana pencabulan, bekerja sama dengan Pemda Lampung salah satunya dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dan pemerintah daerah mulai dari tingkat pemerintahan kota/kabupaten sampai tingkat kelurahan/desa. 7 Agus Tri Wiyono mengatakan penyuluhan juga dilakukan di sekolah-sekolah dengan melibatkan unsur penyelenggara sekolah dan aparatur pemerintahan daerah seperti dinas sosial di masing-masing wilayah pemerintah di Provinsi Lampung. Penyuluhan di sekolah dilakukan karena korban pencabulan maupun pelaku banyak berasal dari pelajar. Agus Tri Wiyono mengatakan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur banyak dipicu oleh budaya berpacaran di kalangan anak remaja dan kebiasan melihat gambar porno atau video porno. Hal ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi informasi. Selain melakukan penyuluhan, upaya preventif yang dilakukan oleh Polda Lampung dan jajarannya ialah melakukan razia penjualan video porno. Hal ini dilakukan agar tindak pidana pencabulan dapat diminimalisir. Pemerintah Provinsi Lampung juga turut ambil bagian dalaam menaanggulangi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di wilayah pemerintah Provinsi Lampung. Rindangsari A.D. mengatakan usaha penanggulangan tindak pencabulan terhadap anak yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung diantaranya: 1. Mengadakan penyuluhan hukum. Upaya penyuluhan hukum sangatlah penting dilakukan, mengingat bahwa pada umumnya pelaku kejahatan, 7 Wawancara tanggal 21 Oktober 2014
8 7 khususnya tindak pidana pencabulan adalah tingkat kesadaran hukumnya masih relatif rendah, sehingga dengan adanya kegiatan penyuluhan ini diharapkan mereka dapat memahami dan menyadari, bahwa tindak pidana pencabulan itu merupakan perbuatan melanggar hukum serta merugikan masyarakat, yang diancam dengan undangundang. 2. Mengadakan penyuluhan keagamaan Agama merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mendapat kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Melalui penyeluhan keagamaan diharapkan keimanan seseorang terhadap agama kepercayaannya semakin kokoh, serta dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari di dalam masyarakat, serta untuk melakukan kejahatan menyangkut tindak pidana asusila terutama tindak pidana pencabulan dapat dialihkan kepada hal-hal yang positif. 8 Selain upaya preventif di atas, juga diperlukan upaya represif sebagai bentuk dari upaya penanggulangan tindak pencabulan terhadap anak di bawah umur. Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, yang dilakukan kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan. Agus Tri Wiyono mengatakan Polda Lampung beserta jajarannya, selain melakukan upaya atau tindakan preventif, Polda Lampung juga dapat melakukan tindakan-tindakan represif dalam menanggulangi tindak umur. Tindakan represif tersebut dilakukan dengan cara menangkap dan memproses secara hukum pidana pelaku-pelaku pencabulan anak di bawah umur sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Upaya represif ini merupakan upaya menegakan hukum pidana, memberikan keadilan terhadap korban dan memberikan efek jera terhadap pelaku, serta memberikan pelajaran kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan tersebut. 9 Tindakan represif yang dilakukan tersebut disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintah atasan tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan tersebut harus mendapat perintah dari atasan dikarenakan jika terjadi kesalahan prosuder dan lain sebagainya yang mengakibatkan kerugian bagi pelaku ataupun masyarakat, hal tersebut menjadi tanggung jawab atasan. Sehingga aparat yang bekerja di lapangan dalam melakukan tindakan tidak sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat berupa pelumpuhan terhadap pelaku, penangkapan, penyelidikan, penyidikan dan lain sebagainya. Berbagai kasus pencabulan yang terjadi di Provinsi Lampung dilakukan oleh pelakunya dengan bermacam-macam bentuk dan modus operandinya seperti dirayu, diancam, dipaksa, ditipu dan lain sebagainya, para pelaku pencabulan tersebut menurut Agus Tri Wiyono rata-rata 8 Wawancara tanggal 4 November Wawancara tanggal 21 Oktober 2014
9 8 dijatuhi hukuman penjara sekitar tiga sampai tujuh tahun. Sebagaimana pengaturan bagi pelaku perkosaan terhadap anak di bawah umur menurut peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia ialah sebagai berikut. 1. Sanksi pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur menurut KUHP Sanksi pidana bagi pelaku umur menurut KUHP ialah sebagai berikut: a. Pasal 285 KUHP menentukan bahwa: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 285 KUHP di atas, pelaku umur dapat diancam hukuman pidana penjara paling lama dua belas tahun, akan tetapi dalam pasal ini tidak menyebutkan kategori korban atau usia korban, hanya menyebutkan korbannya seorang wanita tanpa batas umur atau klasifikasi umur berarti seluruh klasifikasi umur termasuk lanjut usia maupun anak-anak dapat dikategorikan dalam pasal ini. Dalam hal pencabulan yang korbannya anak di bawah umur berarti dapat diatur dalam pasal ini. b. Pasal 286 KUHP menentukan bahwa: Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita yang bukan istrinya, padahal diketahuinya bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pengaturan pada pasal ini ialah apabila pelaku pencabualan terhadap anak di bawah umur melakukan pemenuhan hasrat seksualnya bukan dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan dengan cara meminumkan suatu zat atau obat yang membuat korbannya pingsan atau tidak berdaya, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. c. Pasal 287 ayat (1) KUHP menentukan bahwa: Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, belum mampu kawin diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Perbuatan yang terjadi di sini adalah perbuatan pencabulan terhadap anak di bawah umur dilakukan dengan memaksakan kehendak dari orang dewasa terhadap anak di bawah umur yang dilakukan tanpa atau dengan kekerasan demi tercapainya pemenuhan hasrat seksual. Pemenuhan hasrat seksual yang dilakukan tanpa kekerasan bisa terjadi dengan cara atau upaya orang dewasa dengan membujuk korban dengan mengiming-imingi korban dengan sesuatu atau hadiah yang membuat korban menjadi senang dan
10 9 tertarik, dengan demikian si pelaku merasa lebih mudah untuk melakukan maksudnya untuk menyetubuhi korban. Dalam hal ini pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2. Sanksi pidana bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur menurut Undang- Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sanksi pidana bagi pelaku umur menurut undang-undang perlindungan anak ialah Pasal 82 yang menentukan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp ,00 (enam puluh juta rupiah). Pasal ini merupakan pengaturan bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur dengan cara kekerasan ataupun ancaman kekerasan yang dimana menerangkan hukuman bagi pelaku sangatlah berat yaitu paling lama lima belas tahun penjara dan paling singkat tiga tahun penjara, setidaknya akan membuat pelaku menyesal dan menyadari benar perbuatan apa yang telah dilakukan. Pengaturan pada pasal ini cukup efisien menjerat para pelaku untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Penegakan hukum atas tindak pidana umur di Provinsi Lampung ini telah dilaksanakan menurut proses hukumnya, mengacu dan berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hal tersebut merupakan wujud peradilan pidana yang mengatur bagaimana penegakan hukum pidana dijalankan. Pencabulan dalam hal ini terjadi antara seseorang yang berusia di bawah 18 tahun kepada seseorang yang juga berusia di bawah 18 tahun. Ini berarti menjadi korban adalah seorang anak. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari KUHP. Upaya untuk menanggulangi tindak pidana umur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pencegahan dan penanggulangan jika tindak pidana. C. Faktor-Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Kejahatan Terhadap Pencabulan Anak Upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak yang dilakukan ooleh Polda Lampung tidak terlepas dari hambatanhambatan. Menurut Soerjono Soekanto ada 5 (lima) faktor yang dapat mendukung dan dapat juga menghambat berjalannya proses
11 10 penegakan hukum di masyarakat, sebagai berikut: 1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundangundangan yang menjamin pelaksanaan suatu aturan hukum; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun yang menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 10 Penegakan hukum menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk merasakan suatu keadilan. Mengenai kasus pencabulan dimana masyarakat sangat berperan aktif dalam masalah penegakan hukum, maksudnya masyarakat harus mendukung secara penuh dan berkerja sama dengan para penegak hukum dalam usaha penegakan hukum. Akan tetapi masyarakat di Provinsi Lampung mempunyai pengaruh adat yang sangat besar belum mempercayai dengan secara penuh tentang adanya hukum yang berlaku di negara ini, dikarenakan mereka masih percaya dengan hukum adatnya sendiri atau dengan kata lain masyarakat yang mempunyai cara tersendiri untuk menegakan aturan yang berlaku di daerahnya tersebut atau pelaku 10 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2007), hlm. 5 mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada korban. Dari faktor-faktor yang tersebut di atas mungkin dapat mempengaruhi penegakan hukum khususnya dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur karena perbuatan yang melanggar hukum harus senantiasa dilengkapi dengan organ-organ penegakannya yang tergantung pada faktor-faktor yang meliputi: a. Harapan masyarakat, yakni apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai masyarakat. b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut. c. Kemampuan dan kewibawaan dari organisasi penegak hukum. Agus Tri Wiyono mengatakan dalam upaya mengungkap tindak pidana pencabulan terhadap anak, pihak kepolisian mengalami hambatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, faktor-faktor pengambat tersebut adalah: 1. Faktor penghambat yang berasal dari internal Faktor-faktor penghambat dalam mengungkap tindak pidana pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Polda Lampung adalah sebagai berikut: a. Faktor penghambat dari undangundang hukum pidana, yaitu korban harus melakukan pemeriksaan medis atau disebut visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang (kepolisian) terhadap
12 11 segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana pencabulan dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam visum et repertum, menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu kasus pencabulan. b. Selain itu, faktor penghambat dari undang-undang hukum pidana, yaitu korban harus bisa menghadirkan sekurangkurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut. Umumnya perbuatan pencabulan dilakukan dalam lingkungan tertutup dan terbatas, atau kalaupun terbuka hanya sedikit orang yang mau dijadikan saksi atas kejadian tersebut, sehingga masalah pelecehan seksual seringkali mengakibatkan kerugian bagi korban daripada si pelaku, bahkan tidak jarang karena tekanan tertentu. c. Korban tidak mau disidik karena biasanya korban takut dengan adanya ancaman dari keluarga tersangka terutama dari pelaku itu sendiri dan korban merasa malu karena apa yang dialami adalah sebagai aib. 2. Faktor penghambat yang berasal dari eksternal Sedangkan faktor-faktor penghambat yang berasal dari eksternal dalam mengungkap tindak pidana pencabulan anak dari luar lembaga Polda Lampung adalah sebagai berikut: a. Faktor penghambat dari faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, yaitu lokasi yang biasanya digunakan pelaku pencabulan anak juga merupakan penghambat bagi pihak kepolisian dalam mengungkap tindak pidana pencabulan anak, karena dalam ruang tersebut tidak ada orang selain korban dan pelaku itu sendiri. b. Faktor penghambat dari faktor masyarakat, yaitu respon lingkungan terdekat dan masyarakat luas menanggapi anak yang menjadi korban pencabulan adalah anak yang telah ternoda, buruk, mempermalukan keluarga, pembawa sial atau tidak punya masa depan sehingga anak juga akan memperoleh dan mengembangkan gambaran negatif tentang dirinya sendiri. III. SIMPULAN Upaya penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh Polda Lampung terdiri dari upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif pengawasan dan penyitaan terhadap barang-barang yang berbau pornografi dan penyuluhan kepada masyarakat yang dilakukan dengan jalan memberikan sosialisasi ke sekolah-sekolah mengenai pencabulan anak mulai dari faktorfaktor penyebab terjadinya pencabulan anak sampai bagaimana cara agar tidak menjadi korban pencabulan anak. Tindakan represif yang dilakukan dengan cara menangkap dan memproses secara hukum pidana pelaku-pelaku pencabulan anak di bawah umur sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. b) Faktor-faktor penghambat yang dialami Polda Lampung dalam upaya
13 12 penanggulangan kejahatan pencabulan terhadap anak, yaitu harus adanya visum et repertum yang diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang berwenang (kepolisian); korban harus bisa menghadirkan sekurangkurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut; korban tidak mau disidik karena biasanya korban takut dengan adanya ancaman dari keluarga tersangka terutama dari pelaku itu sendiri dan korban merasa malu karena apa yang dialami adalah sebagai aib. al/daerah/13/09/15/mt6abs-belasananak-jadi-tersangka-kasus- pencabulan, diakses tanggal 14 Juni 2014 IV. DAFTAR PUSTAKA Darmawan, Moh. Kemal Strategi Pencegahan Kejahatan. Citra Aditya Bakti, Bandung. Rahardjo, Satjipto Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung. Gosita, Arif Masalah Korban Kejahatan. Akademika Pressindo, Jakarta. Moeljatno Asas-Asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. Soekanto, Soerjono Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan
Lebih terperinciUPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK Oleh Wayan Widi Mandala Putra I Gusti Ngurah Wairocana
UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK Oleh Wayan Widi Mandala Putra I Gusti Ngurah Wairocana Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : Scientific writing
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemerkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan, utamanya terhadap kepentingan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Tindak kekerasan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para aparat penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu
Lebih terperinciKejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban
A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu komitmen dan perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan anak sebagai generasi penerus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum bersendikan keadilan agar ketertiban, kemakmuran dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus
Lebih terperinciBAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam
Lebih terperinciWEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI
WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI IMade Widiasa Pembimbing : I ketut Rai Setiabudhi A.A Ngurah Wirasila Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR
BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Pidana Cabul Kepada Anak Di Bawah Umur Menurut Pasal 294 Dan Pasal 13 UU No.23 Tahun 2002 Untuk melindungi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengertian Anak 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 2.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi
Lebih terperinciANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA BENTROK ANTAR KAMPUNG BUYUT DENGAN KAMPUNG KESUMADADI (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Lampung Tengah) (Jurnal Ilmiah)
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA BENTROK ANTAR KAMPUNG BUYUT DENGAN KAMPUNG KESUMADADI (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Lampung Tengah) (Jurnal Ilmiah) Oleh: Noviyana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan cepat, karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan dimana kedudukan itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam perjalanan tahun ini, kita telah dihadapi dengan bermacammacam persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang terjadi pada kehidupan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperincimelaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah
A. Latar Belakang Keamanan dan ketertiban di dalam suatu masyarakat merupakan masalah yang penting, dikarenakan keamanan dan ketertiban merupakan cerminan keamanan di dalam masyarakat melaksanakan kehidupan
Lebih terperinciABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.
ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat Indonesia.Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering menjadi pelengkap dari bentuk kejahatan itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi di dalam masyarakat. Kekerasan itu dapat berupa kekerasan fisik. sebagai pelampiasan nafsu seks.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan derasnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang sangat signifikan dalam pola pergaulan dan moral manusia,
Lebih terperinciSKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG
SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang sangat tajam. Hasil analisis Polri atas tingginya angka kejahatan tersebut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sadari, terutama di lingkungan yang penuh dengan perusahaan-perusahaan yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang dilakukan seseorang ataupun badan hukum korporasi sering terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal kita tanpa kita sadari, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH
1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK (studi kasus Pengadilan Negeri Gorontalo dengan putusan perkara nomor 226/pid.b/2011/PN.grtlo dan putusan perkara nomor 11/pid.b/2013/PN.grtlo)
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas sesuatu atau objek, di mana sesuatu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, namun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan narkoba memiliki dimensi yang sangat kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial ekonomi, politik, sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu
A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Bahaya narkotika di Indonesia saat ini semakin mengkhawatirkan bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Sehingga Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada hukum positif, artinya hukumhukum yang berlaku di Indonesia didasarkan pada aturan pancasila, konstitusi, dan undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perkembangan era globalisasi ini, yang semuanya serba modern dengan keterbukaan di semua lini, masalah-masalah cenderung meningkat pesat, mulai dari kurang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di Indonesia saat ini semakin meningkat, melihat berbagai macam tindak pidana dengan modus tertentu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia memiliki tujuan yang sangat jelas dituangkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu negara
Lebih terperinciKata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DALAM PERADILAN PIDANA DI KOTA KOLAKA SULAWESI TENGGARA Arwin Prima Hilumallo, AM. Endah Sri Astuti *, DR. R.B Sularto Hukum Pidana ABSTRAK Di
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi. masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi.
1 1.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kehidupan masyarakat di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi. Kemajuan taraf hidup masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dilindungi harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar
Lebih terperinci